makalah mawaris pai
TRANSCRIPT
MAWAARIITS
MAKALAH
Disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : PAI
Dosen pembimbing: Ust.M.Rudi Hartanto Lc.
Disusun oleh : 1.Asep Sopian
2.Lili Muslihat
3.Sunarya
4.Iwan Ridwansyah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-HIDAYAH BOGOR
Kampus:Jl.Raya Dramaga Km.6,Kel.Margajaya,Kec.Bogor Barat
Kota Bogor.Telp. : (0251) 8625187
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah
kepada umat ini. Shalawat beserta salam semoga tercurah kepada nabi kita
Muhammad Saw. yang tidak ada nabi setelahnya. sebagai contoh dan panutan yang
paling baik bagi seluruh umat manusia.
Alhamdulillah kami dapat menyusun Makalah dengan tema "Mawarriits”
Walaupun kami sadari masih banyak kekurangan yang belum bisa kami tutupi dalam
pembuatannya. Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan dapat menambah
pengetahuan bagi pembaca dan terutama penyusun dan semoga makalah ini dapat
menjadi pelengkap nilai dalam mata kuliah PAI .
Saran dan masukkan sangat kami harapkan agar dapat menjadi lebih baik di
masa yang akan datang. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Amin.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Bogor, 20 Januari 2013
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
A.Kata pengantar……………………………………………………………………01
B.Daftar isi………………………………………………………………………….02
C. Rumusan Masalah
Bab I Pendahuluan ………………………………………………………. 04
Bab II Hukum kewarisan …………………………………………………..06
Bab III Unsur-unsur dan Syarat kewarisan……………………………….. 14
Bab IV Sebab-sebab adanya kewarisan …………………………………… 16
Bab V Sebab-sebab yang menjadi penghalang kewarisan ……………….. 19
Bab VI Hajib dan Mahjub ………………………………………………... 23
Bab VII Cara Menghitung dan membagikan warisan ……………………. 28
D. Kesimpulan……………………………………………………………………….29
E. Penutup ………………………………………………………………………… 30
C. Daftar pustaka………………………………………………………………… 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN MAWARIS
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (موارث), yang
merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa – yarisu – irsan – mirasan.
Maknanya menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada
orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Sedangkan maknanya menurut istilah yang dikenal para ulama ialah,
berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang
masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i.
Jadi yang dimaksudkan dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan
hak milik dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih hidup
sesuai dengan ketentuan dalam al-Quran dan al-Hadis.
Sedangkanm istilah Fiqih Mawaris dimaksudkan ilmu fiqih yang mempelajari
siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak berhak
menerima, serta bagian-bagian tertentu yang diterimanya.
Fiqih Mawaris juga disebut Ilmu Faraid, diambil dari lafazh faridhah, yang oleh
ulama faradhiyun semakna dengan lafazh mafrudhah, yakni bagian yang telah
dipastikan kadarnya. Jadi disebut dengan ilmu faraidh, karena dalam pembagian harta
warisan telah ditentukan siapa-siapa yang berhak menerima warisan, siapa yang tidak
berhak, dan jumlah (kadarnya) yang akan diterima oleh ahli waris telah ditentukan.1
1 Miftah Effendi,Fiqh Mawaris,”http//Miftah Effendi.blog.spot.com”,diunduh 2 januari 2013
5
B. TUJUAN KEWARISAN ISLAM
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita rumuskan sebagai berikut :
1. Penetapan bagian-bagian warisan dan yang berhak menerima secara rinci dan
jelas, bertujuan agar tidak terjadinya perselisihan dan pertikaian antara
ahli waris. Karena dengan ketentuan-ketentuan tersebut, masing-masing
ahli waris harus mengikuti ketentuan syariat dan tidak bisa mengikuti
kehendak dan keinginan masing-masing.
2. Baik laki-laki maupun perempuan mendapat bagian warisan (yang pada masa
jahiliyah hanya laki-laki yang berhak) sebagai upaya mewujudkan
pembagian kewarisan yang berkeadilan berimbang. Dalam artian masing-
masing berhak menerima warisan sesuai dengan porsi beban dan
tanggung jawabnya
BAB II
6
HUKUM DAN SUMBER HUKUM KEWARISAN
A. HUKUM KEWARISAN
Dalam hukum kewarisan terdapat dua hal, yaitu, hukum membagi harta warisan
menurut ketentuan syari’at Islam dan hukum mempelajari dan mengajarkannya.
1. Hukum membagi harta warisan menurut ketentuan syari’at Islam
Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syari’at yang telah ditentukan
nash yang sharih adalah suatu keharusan, selama peraturan tersebut tidak ditunjuk
oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidak-wajibannya.
Dalam hal ini kita dapat merujuk nash al-Quran maupun al-Hadis yang berkaitan
dengan hal tersebut, yaitu :
a. Surat an-Nisa’ ayat 13 dan 14 :
š� ù=Ï? ߊρ ߉ãm «!$# 4 ∅tΒuρ ÆìÏÜム©!$# …ã& s!θ ß™u‘ uρ ã& ù#Åz ô‰ãƒ ;M≈Ζy_ ”Ì� ôfs?
ÏΒ $ yγÏFós s? ã�≈yγ÷ΡF{$# šÏ$ Î#≈yz $ yγŠÏù 4 š�Ï9≡sŒ uρ ã—öθ x�ø9 $# ÞΟŠÏà yè ø9 $# ∩⊇⊂∪
∅tΒuρ ÄÈ÷è tƒ ©! $# …ã& s!θ ß™u‘ uρ £‰yè tGtƒ uρ …çνyŠρ ߉ãn ã& ù#Åz ô‰ãƒ #�‘$tΡ #V$Î#≈ yz $yγ‹ Ïù
…ã& s!uρ ÑU#x‹ tã ÑÎγ•Β ∩⊇⊆∪
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang
siapa ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam
surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya
dan itulah kemenangan yang besa. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, Allah bakal memasukkannya ke
dalam neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan.
(Q.S. An-Nisa’ : 13-14).
7
b. Hadis Rasulullah SAW.
Bagilah harta (warisan) antara ahli-ahli waris menurut kitabullah (al-Quran).
(H.R. Muslim dan Abu Dawud).
Berdasarkan nash al-Quran dan al-Hadis tersebut, maka diisyaratkan
keharusan (kewajiban) membagi harta warisan menurut ketentuan al-Quran dan al-
Hadis. Tetapi selain pemindahan hak kepemilikan melalui kewarisan, adanya
ketentuan wasiat dan hibah. Sehingga terhadap orang lain yang tidak mendapatkan
harta melalui kewarisan dapat diberikan melalui wasiat atau hibah. Demikian pula
bagi ahli waris yang merasa tidak membutuhkan dan tidak mau menerima pembagian
harta warisan, dapat memberikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan melalui
hibah.
Dalam Undang-undang Kewarisan Mesir adanya ketentuan wasiat wajibah
bagi cucu perempuan dari garis perempuan yang tidak memperoleh harta warisan
karena sebagai zawil arham. Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam ditemukan
pula ketentuan wasiat wajibah bagi orang tua angkat atau anak angkat. Hal tersebut
menurut penulis langkah yang tepat demi mewujudkan keadilan dengan tanpa
menyalahi ketentuan syari’at.
2. Hukum mempelajari dan mengajarkannya.
Islam mengatur ketentuan pembagian harta waris secara rinci agar tidak
terjadinya perselisihan dan pertikaian antara ahli waris. Hal tersebut seringkali terjadi
jika seseorang meninggal dunia, menimbulkan perselisihan bagi ahli warisnya dalam
pembagian harta, bahkan tidak jarang terjadi pertikaian. Sebagai antisipasi hal
tersebut, maka ditentukan secara rinci tentang pembagian harta warisan sebagai
pedoman.
Dengan telah ditetapkannya pembagian harta warisan dalam Islam, maka
harus ada orang yang mempelajari dan mengajarkannya. Sehingga orang-orang yang
telah mempelajarinya dapat merealisasikan didalam pembagian harta warisan bagi
umat Islam.
8
Para ulama berpendapat bahwa mempelajari dan mengajarkan fiqih mawaris
adalah wajib kifayah. Dalam artian apabila telah ada sebagian orang yang
melakukannya (memenuhinya) maka dapat menggugurkan kewajiban semua orang.
Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka
semua orang menanggung dosa.
Dalam hadis Nabi dinyatakan ; Pelajari oleh kalian al-Quran dan ajarkanlah
kepada orang lain, dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain.
Karena aku adalah orang yang bakal terengut (mati) sedang ilmu akan dihilangkan.
Hampir saja dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak
mendapatkan seorang pun yang dapat memberikan fatwa kepada mereka. (H.R.
Ahmad, Nasai dan al-Daruqutny).
Berdasarkan hadis tersebut, ditempatkan perintah mempelajari dan
mengajarkan ilmu faraidh dengan perintah mempelajari dan mengajarkan al-Quran,
menandakan betapa pentingnya ilmu faraidh tersebut. Hal tersebut sebagai upaya
mewujudkan pembagian warisan yang berkeadilan dan menurut ketentuan syariat
Islam. Terlebih kecenderungan manusia yang materialistik, maka ketentuan
pembagian warisan tersebut sangat penting agar terhindarnya konflik dan
perselisihan.
Ilmu ini dinamakan ilmu Faraaidh bentuk plural (jamak) dari faridhah yang
diambil dari kata Fardh yang berarti ketentuan (taqdiir) karena bagian-bagian harta
yang diberikan kepada ahli waris telah ditentukan. Oleh karena itu, makna fariidhah
adalah bagian-bagian ahli waris yang telah ditentukan oleh syara’. Dan makna ilmu
faraidh adalah ilmu yang mempelajari pembagian warisan dan cara penghitungannya
dilihat dari kacamata fiqh.2
B. SUMBER HUKUM KEWARISAN 2 Saleh Al-Fauzan,Fiqh sehari-hari,(Jakarta: gema insani,2000) hlm-561-562
9
Hukum kewarisan bersumber pada al-Quran dan al-Hadis yang menjelaskan
ketentuan hukum kewarisan.
1. Al-Quran
a. Surat an-Nisa’ ayat 7 :
ÉΑ%y Ìh�=Ïj9 Ò=ŠÅÁ tΡ $ £ϑÏiΒ x8t� s? Èβ#t$Î!≡uθø9 $# tβθ ç/t� ø%F{$#uρ Ï !$ |¡ÏiΨ=Ï9 uρ Ò=Š ÅÁtΡ $ £ϑÏiΒ x8t� s?
Èβ#t$ Î!≡uθ ø9 $# šχθç/t� ø% F{$#uρ $£ϑÏΒ ¨≅ s% çµ÷ΖÏΒ ÷ρr& u� èYx. 4 $ Y7ŠÅÁtΡ $ ZÊρã�ø� ¨Β ∩∠∪
Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-Nisa’ : 7).
Menurut ayat kewarisan tersebut baik laki-laki maupun perempuan berhak
mewarisi harta yang ditinggalkan ibu-bapa maupun kerabatnya. Hal tersebut
menghapuskan tradisi yang berlaku pada masa jahiliyah, yang berhak menerima
warisan hanya laki-laki yang dewasa saja.
b. Surat al-Ahzab ayat 6
10
÷É<Ζ9 $# 4’ n< ÷ρr& šÏΖÏΒ÷σßϑ ø9 $$ Î/ ô ÏΒ öΝÍκ Ŧà�Ρr& ( ÿ…çµã_≡uρø—r& uρ öΝ åκçJ≈yγ ¨Βé& 3 (#θ ä9'ρé& uρ
ÏΘ% tnö‘ F{$# öΝåκÝÕ÷è t/ 4†n<÷ρr& <Ù÷è t7Î/ ’Îû É=≈tF Å2 «!$# z ÏΒ šÏΖÏΒ÷σ ßϑ ø9 $# tÌ� Éf≈yγ ßϑø9 $#uρ Hω Î) βr&
(#þθ è=yè ø�s? #’n< Î) Νä3 Í←!$ uŠ Ï9 ÷ρr& $ ]ùρ ã� ÷èΒ 4 šχ%Ÿ2 y7 Ï9≡sŒ ’ Îû É=≈tGÅ6 ø9 $# #Y‘θäÜó¡ tΒ ∩∉∪
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari mereka
sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai
hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah
daripada orang-orang mukmin dan orang-orang muhajirin kecuali kalau kamu mau
berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama), adalah yang demikian itu telah
tertulis dalam kitab (Allah). (Al-Ahzab : 6).
Berdasarkan ayat tersebut, orang-orang yang mempunyai hubungan
kekerabatan lebih berhak mewarisi harta seseorang yang meninggal dunia daripada
orang lain. Tetapi tidak menutup kemungkinan, jika mau berbuat baik kepada orang
lain (seagama) dengan melalui hibah atau wasiat.
c. Surat an-Nisa’ ayat 11 dan 12 :
ÞΟä3ŠÏ¹θムª!$# þ’ Îû öΝ à2ω≈s9 ÷ρr& ( Ì�x. ©%#Ï9 ã≅ ÷VÏΒ Åeá ym È÷ u‹sVΡW{$# 4 βÎ*sù £ä. [!$ |¡ ÎΣ
s− öθsù È÷ tGt⊥ øO$# £ßγ n=sù $sVè=èO $ tΒ x8t� s? ( βÎ)uρ ôMtΡ%x. Zοy‰Ïm≡uρ $ yγn=sù ß# óÁÏiΖ9 $# 4 ϵ÷ƒ uθ t/ L{uρ Èe≅ä3Ï9 7‰Ïn≡uρ
$ yϑåκ÷]ÏiΒ â¨ ß‰�¡9 $# $ £ϑÏΒ x8t� s? βÎ) tβ%x. …çµs9 Ó$ s!uρ 4 βÎ*sù óΟ©9 ä3tƒ …ã& ©! Ó$s!uρ ÿ…çµrOÍ‘uρuρ çν#uθ t/r& ϵÏiΒT| sù
11
ß] è=›W9 $# 4 βÎ*sù tβ%x. ÿ…ã& s! ×οuθ ÷z Î) ϵÏiΒT|sù ⨠߉�¡9 $# 4 .ÏΒ Ï‰÷è t/ 7π§‹ Ï¹uρ Å»θム!$ pκÍ5 ÷ρr& Aø yŠ 3 öΝä. äτ!$ t/# u
öΝ ä.äτ !$oΨö/r& uρ Ÿω tβρâ‘ ô‰s? öΝß㕃 r& Ü>t� ø%r& ö/ ä3s9 $Yèø� tΡ 4 ZπŸÒƒ Ì� sù š∅ÏiΒ «!$# 3 ¨βÎ) ©!$# tβ%x. $ϑŠÎ=tã
$ VϑŠÅ3ym ∩⊇⊇∪ * öΝà6s9 uρ ß#óÁÏΡ $tΒ x8t� s? öΝ à6ã_≡uρ ø—r& βÎ) óΟ©9 ä3tƒ £ßγ ©9 Ó$ s!uρ 4 βÎ*sù tβ$ Ÿ2
�∅ßγ s9 Ó$ s!uρ ãΝà6n= sù ßì ç/ ”�9 $# $£ϑ ÏΒ z ò2 t� s? 4 .ÏΒ Ï‰÷è t/ 7π§‹ Ï¹uρ šÏ¹θム!$ yγÎ/ ÷ρr& &ø yŠ 4
�∅ßγs9 uρ ßìç/ ”�9 $# $ £ϑÏΒ óΟçF ø.t� s? βÎ) öΝ ©9 à6tƒ öΝä3©9 Ó‰s9 uρ 4 βÎ*sù tβ$Ÿ2 öΝà6 s9 Ó$ s!uρ £ ßγn=sù ß ßϑ›V9 $#
$ £ϑÏΒ Λ äò2t� s? 4 .ÏiΒ Ï‰÷èt/ 7π§‹ Ï¹ uρ šχθß¹θè? !$yγÎ/ ÷ρr& &ø yŠ 3 βÎ)uρ šχ%x. ×≅ ã_u‘ ß u‘θ ム»' s#≈n=Ÿ2
Íρr& ×οr& t�øΒ$# ÿ…ã& s!uρ îˆ r& ÷ρr& ×M÷z é& Èe≅ä3 Î=sù 7‰Ïn≡uρ $ yϑßγ ÷ΨÏiΒ â¨ ß‰�¡9 $# 4 βÎ*sù (#þθ çΡ%Ÿ2 u�sYò2 r& ÏΒ y7Ï9≡sŒ
ôΜßγsù â!%Ÿ2 u�à° ’ Îû Ï] è=›W9$# 4 .ÏΒ Ï‰÷èt/ 7π§‹ Ï¹ uρ 4|»θム!$ pκ Í5 ÷ρr& Aø yŠ u�ö�xî 9h‘ !$ ŸÒãΒ 4 Zπ§‹ Ï¹uρ zÏiΒ «!$# 3
ª!$#uρ íΟŠÎ=tæ ÒΟŠÎ=ym ∩⊇⊄∪
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
12
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut diatas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana. (An-Nisa’ :
11).
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,
jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai naka, maka para isteri meperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau saudara perempuan (seibu saja) maka bagi masing-masing
dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. (An-
Nisa’ : 12).
Kedua ayat tersebut menjelaskan secara rinci bagian-bagian ahli waris
baik yang termasuk ashabul furudl maupun ashabah.
Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan kewarisan adalah
al-Baqarah 180, An-nisa’ 8,9,176 dan al-Anfal 75.
13
2. Al-Hadis
a. Riwayat Bukhari dan Muslim.
Nabi SAW. bersabda; Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada orang-orang
yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama (dekat
kekerabatannya). (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Orang muslim tidak berhak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak berhak
mewarisi orang muslim. (H.R. Bukhari dan Muslim).
c. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Sa’ad ibn Abi Waqqas tentang batas
maksimal pelaksanaan wasiat.
Rasulullah SAW. datang menjengukku pada tahun haji wada’ diwaktu aku
menderita sakit keras. Lalu aku bertanya kepada beliau,” wahai Rasulullah, aku
sedang menderita sakit keras, bagaimana pendapatmu, aku ini orang berada
sementara tidak ada yang akan mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan,
apakah aku sedekah (wasiat) kan dua pertiga hartaku? “Jangan” jawab Rasul. Aku
bertanya “setengah”? “jangan” jawab Rasul. Aku bertanya “sepertiga”? Rasul
menjawab “sepertiga” sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh kamu jika
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada
meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang.
(H.R. Bukhari dan Muslim).
BAB III
14
UNSUR-UNSUR DAN SYARAT KEWARISAN
A. UNSUR KEWARISAN
Dalam kewarisan Islam terdapat tiga unsur (rukun), yaitu :
1. Maurus.
Maurus atau miras adalah harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya
perawatan jenazah, pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat. Dalam hal ini yang
diamaksdukan hal tersebut adalah :
a. Kebendaan yan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan. Misalnya benda-
benda tetap, benda-benda bergerak, piutang-piutang si mati, diyat wajibah (denda
wajib) yang dibayarkan kepadanya.
b. Hak-hak kebendaan, seperti monopoli untuk mendayagunakan dan menarik
hasil dari suatu jalan lalu lintas, sumber air minum, irigasi dan lain sebagainya.
c. Benda-benda yang bukan kebendaan, seperti hak khiyar dan hak syuf’ah, hak
memanfaatkan barang yang diwasiatkan dan sebagainya.
d. Benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, seperti benda yang
sedang digadaikan, benda yang telah dibeli oleh si mati sewaktu masih hdup yang
sudah dibayar tetapi barang belum diterima.
2. Muwaris.
Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang
mewariskan hartanya.
3. Waris.
Waris, adalah orang yang berhak mewarisi harta peninggalan muwaris karena
mempunyai hubungan kekerabatan baik karena hubungan darah, hubungan sebab
perkawinan atau akibat memerdekakan hamba sahaya.
B. SYARAT KEWARISAN
Adapun syarat-syarat terjadinya pembagian harta warisan dalam Islam adalah ;
15
1. Matinya muwaris.
Kematian muwaris dibedakan kepada tiga macam yaitu :
a. Mati haqiqy.
Mati haqiqy, ialah kematian seseorang yang dapat disaksikan oleh panca indra
dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian.
b. Mati hukmy.
Mati hukmy, ialah suatu kematian disebabkan adanya vonis hakim. Misalnya
orang yang tidak diketahui kabar beritanya, tidak diketahui domisilinya, maka
terhadap orang yang sedemikian hakim dapat memvonis telah mati. Dalam hal ini
harus terlebih dahulu mengupayakan pencarian informasi keberadaannya secara
maksimal.
c. Mati taqdiry (menurut dugaan).
Mati taqdiry, yaitu orang yang dinyatakan mati berdasarkan dugaan yang kuat.
Semisal orang yang tenggelam dalam sungai dan tidak diketem,ukan jasadnya, maka
orang tersebut berdasarkan dugaan kuat dinyatakan telah mati. Contoh lain, orang
yang pergi kemedan peperangan, yang secara lahiriyah mengancam jiwanya. Setelah
sekian tahun tidak diketahui kabar beritanya, maka dapat melahirkan dugaan kuat
bahwa ia telah meninggal.
2. Hidupnya waris.
Dalam hal ini, para ahli waris yang benar-benar hiduplah disaat kematian
muwaris, berhak mendapatkan harta peninggalan. Berkaiatan dengan bayi yang masih
berada dalam kandungan akan dibahas secara khusus.
3. Tidak adanya penghalang-penghalang mewarisi.
Tidak ada penghalang kewariosan, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
hal-hal yang menjad penghalang kewarisan.
BAB IV
SEBAB-SEBAB ADANYA KEWARISAN MENURUT ISLAM
16
Dalam kewarisan Islam, sebab-sebab adanya hak kewarisan ada tiga, yaitu;
hubungan kekerabatan, hubungan perkawinan dan hubungan karena sebab al-wala’.3
A. HUBUNGAN KEKERABATAN
Kekerabatan ialah hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan orang
yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Kekerabatan merupakan sebab
memperoleh hak mewarisi yang terkuat, karena kekerabatan termasuk unsure
causalitas adanya seseorang yang tidak dapat dihilangkan. Berlainan dengan
perkawinan, jika perkawinan telah putus (cerai) maka dapat hilang.
Dasar hukum kekerabatan sebagai ketentuan adanya hak kewarisan adalah
firman Allah :
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (Q.S.
An-Nisa’ : 7).
Demikian pula dalam surat al-Anfal ayat 75 : …Orang-orang yang mempunyai
hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang
bukan kerabat) didalam kitab Allah. (Q.S. Al-Anfal : 75).
B. HUBUNGAN PERKAWINAN
Hubungan perkawinan yang menyebabkan terjadinya saling mewarisi adalah
perkawinan yang sah, yaitu perkawinan yang syarat dan rukunnya terpenuhi. Dalam
3 Saleh al-Fauzan,Fiqh sehari-hari,(Jakarta: gema insani,2000) hlm-564-565
17
hal ini, terpenuhinya rukun dan syarat secara agama. Tentang syarat administrative
masih terdapat perbedaan pendapat. Hukum perkawinan di Indonesia, memberikan
kelonggaran dalam hal ini. Yang menjadi ukuran sah atau tidaknya perkawinan bukan
secara administrasi (hukum positif, Pen.) tetapi ketentuan agama.
Disebagian negara muslim, seperti Pakistan, perkawinan yang tidak dicatat
dapat dihukum penjara atau denda atau bahkan kedua-duanya. Di Indonesia
hendaknya ini menjadi perhatian, karena perkawinan yang tidak terpenuhinya secara
administrative (hukum positif) akan dapat menimbulkan kemudlaratan, seperti
penyangkalan terhadap suatu perkawinan karena tidak adanya bukti tertulis (secara
administratif).
Berkaitan dengan perkawinan yang menyebabkan saling mewarisi adalah
perkawinan yang masih utuh atau dianggap masih utuh. Yang dimaksud dengan
perkawinan yang dianggap masih utuh ialah apabila perkawinan telah diputus dengan
thalak raj’i (cerai pertama dan kedua) dan masa iddah raj’i bagi seorang isteri belum
selesai. Perkawinan tersebut dianggap masih utuh karena selama masa iddah, suami
berhak penuh merujuk isterinya tanpa memerlukan kerelaan isteri, tanpa membayar
mas kawin baru dan tanpa menghadirkan dua orang saksi dan wali.
Sehingga isteri yang sedang berada dalam masa iddah talak raj’i, apabila
suaminya meninggal ia berhak mewarisi harta suaminya. Demikian pula sebaliknya,
suami berhak mewarisi harta isterinya.
C. HUBUNGAN KARENA SEBAB AL-WALA’
Wala’ dalam pengertian syariat adalah ;
18
1) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena membebaskan (memberi
hak emansipasi) budak.
2) Kekerabatan menurut hukum yang timbul karena adanya perjanjian tolong
menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan seseorang yang lain.
Wala’ yang pertama disebut dengan wala’ul ‘ataqah (disebabkan karena adanya
sebab telah membebaskan budak) Orang yang membebaskan budak disebut mu’tiq
jika laki-laki dan mu’tiqah jika perempuan. Sedangkan wala’ yang kedua disebut
dengan walaul-muwalah, yaitu wala’ yang timbul akibat kesediaan seseorang tolong
menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian. Misalnya seseorang berkata
kepada orang lain; wahai fulan engkau dapat mewarisi hartaku bila aku telah mati dan
dapat mengambil diyat (denda) untukku bila aku dilukai seseorang, demikian pula
aku dapat mewarisi hartamu dan menagambil diyat karenamu. Kemudian orang lain
tersebut menerima perjanjian itu. Pihak pertama disebut al-mawali dan pihak kedua
disebut al-mawala.
Adapun bagian orang yang memerdekakan hamba sahaya (budak) adalah 1/6
(seperenam) dari harta peninggalan. Terhadap wala al-muwalah menurut jumhur
ulama demikian pula Undang-undang Kewarisan Mesir telah dinasakah melalui surat
al-Anfal ayat 75 :
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak
terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
BAB V
SEBAB-SEBAB YANG MENJADI
19
PENGHALANG KEWARISAN
Hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang terhalang untuk mewarisi
Para ulama mazhab sepakat bahwa ada tiga hal yang menghalangi (موانع االرث )
warisan, yaitu: ( perbudakan, pembunuhan, dan berlainan agama )4
A. PERBUDAKAN
Perbudakan menjadi penghalang untuk mewarisi berdasarkan adanya petunjuk
umum yang menyatakan budak tidak memiliki kecakapan melakukan perbuatan
hukum. Hal ini berdasarkan surat al-Anfal ayat 75 :
Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki
yang tidak dapat bertindak terhadap sesutupun…(Q.S. Al-Anfal : 75).
Mafhum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak itu tidak cakap untuk
mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja. Hak-hak kebendaannya
sepenuhnya berada ditangan tuannya. Dan status kekerabatan dengan keluarganya
sudah putus. Sebagaimana dinyatakan oleh Drs. Fatchur Rahman, bahwa budak tidak
dapat mewarisi karena :
a. Ia dipandang tidak cakap mengurusi harta milik;
b. Status kekeluargaannya terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus dan
karenanya ia sudah menjadi keluarga asing (bukan keluarganya).
Menurut Ali Ahmad Al-Juejawy, budak itu tidak dapat mewarisi harta
peninggalan tuannya bila tuannya meninggal, disebabkan budak itu sendiri berstatus
sebagai harta milik bagi tuannya.
Kitab Undang-undang Kewarisan Mesir tidak memuat pasal tentang penghalang
mewarisi karena perbudakan, karena di negara tersebut perbudakan dilarang oleh
undang-undang.
Hal tersebut merupakan hal yang sangat positif, karena pada hakikatnya Islam
tidak menghendaki adanya perbudakan. Hal tersebut dapat kita perhatikan dari
gencarnya Islam menghapuskan perbudakan dengan adanya hukuman yang diberikan 4 Muhammad Jawad Mughniyah,Fiqh Lima Mazhab,(Jakarta: lentera, 2000) hlm: 541
20
kepada seseorang berupa pembebasan budak. Budak adalah tetap manusia yang
mempunyai harkat dan martabat, hanya karena statusnya yang tidak memiliki
kecakapan apapun. Hal tersebut terjadi karena masa jahiliyah (sebelum Islam dating)
budak diposisikan dengan cara yang tidak terhormat, dapat diperlakukan apa saja dan
dianggap seperti barang/harta. Sehingga ajaran Islam yang sangat memperhatikan
keadaan dan kondisi suatu masyarakat, tidak dengan serta merta (secara totalitas)
menghapuskan tradisi tersebut. Proses tasyri’ yang sedemikian dapat juga kita
perhatikan dari proses pengharaman khamar (minuman keras) yang dilakukan dengan
bertahap.
B. PEMBUNUHAN
Pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap al-muwarris
menyebabkannya tidak dapat mewarisi hartanya. Demikian kesepakatan mayoritas
(jumhur) ulama. Hal tersebut merupakan hal yang cukup beralasan, karena tidak
menutup kemungkinan untuk menguasai harta seseorang membunuh orang lain.
Karena motivasi yang tidak baik tersebut, maka terhadap orang yang membunuh
tidak diperkenankan dan tidak berhak mewarisi harta peninggalannya.
Terhadap masalah ini, golongan khawarij, yang memisahkan diri dari Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah, menentang pendapat ini. Alasan mereka, ayat-ayat al-
Quran bersifat umum dan tidak mengecualikan si pembunuh. Karena ayat-ayat
kewarisan hanya memberi petunjuk umum, sehingga keumuman ayat-ayat tersebut
harus diamalkan.
Dalam hal ini mereka hanya mengacu pada keumuman ayat-ayat kewarisan.
Padahal dalam hadis nabi Muhammad SAW. adanya pengecualian terhadap
pembunuh. Adapun dasar hukum yang dipergunakan oleh mayoritas (jumhur) ulama
yang menyatakan pembunuh terhalang untuk mewarisi adalah;
1. Riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas :
21
Rasulullah SAW. bersabda : Barang siapa membunuh seseorang korban, maka
ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain
dirinya. (Begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri.
Maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan. (H.R. Ahmad).
2. Riwayat An-Nasai :
Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi. (H.R. An-Nasai).
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, maka secara jelas dinyatakan pembunuh
terhalang untuk mewarisi harta orang yang dibunuhnya. Hal tersebut, walaupun tidak
ada ahli waris lain selain dirinya, ataupun yang dibunuhnya orang tua atau anaknya.
Yang menjadi permasalahan adalah, mengingat banyaknya jenis dan macam
pembunuhan. Apakah secara keseluruhan pembunuhan menjadi penghalang untuk
mewarisi. Dalam hal ini ada beberapa pendapat, yaitu :
C. BERLAINAN AGAMA
Terhadap orang yang berlainan agama, maka hal tersebut dalam Islam menjadi
penghalang mewarisi. Semisal seorang muslim tidak dapat mewarisi harta
peninggalan orang yang beragama non Islam.
Adapun dasar hukumnya adalah hadis rasulullah SAW. : Orang Islam tidak
mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi harta orang Islam.
Kemudian hadis riwayat Ashab Al-Sunan (Imam Abu daud, Al-Tirmizi, Al-
Nasai, dan Ibnu majah) :
Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang berbeda.
Dalam hal ini nabi Muhammad SAW. ketika membagikan harta warisan paman
beliau, Abu Thalib, orang yang cukup berjasa dalam perjuangan nabi SAW. yang
meninggal sebelum masuk Islam, oleh nabi harta warisannya hanya dibagikan kepada
anak-anaknya yang masih kafoir, yaitu, ‘Uqail dan Talib. Sedangkan terhadap anak-
anaknya yang sudah masuk Islam, yaitu Ali dan Ja’far, tidak diberi bagian.
22
Dalam hal ini terdapat permasalahan, yaitu apabila pewaris masuk Islam
sesudah meninggalnya orang yang mewarisi, dan harta peninggalan (ketika ia masuk
Islam) belum dibagikan. Ada beberapa pendapat sebagai berikut :
1. Jumhur ulama tetap berpendapat terhalangnya orang tersebut untuk mewarisi
hartanya. Karena yang menyebabkan timbulnya hak mewarisi adalah sejak (karena)
kematian orang yang mewarisi, bukan saat dimulainya pembagian harta waris.
2. Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, menyatakan bahwa pewaris
tersebut tidak terhalang, dengan alas an predikat “berlainan agama’ sudah hilang
sebelum pembagian harta warisan.
3. Fuqaha aliran Imamiyah berpendapat sama dengan Ahmad bin Hanbal, tidak
terhalang, karena harta peninggalan itu belum menjadi milik harta waris secara tetap,
sebelum dibagi-bagikan kepada ahli waris
BAB VI
AHLI WARIS, HARTA YANG HARUS DIKELUARKAN,
23
HAJIB DAN MAHJUB A. AHLI WARIS
Ahli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat
dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.
Penggolongan ahli waris ahli waris ada dua jenis lelaki dan perempuan .
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c. Ayah
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
i. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai kebawah.
m. Anak paman seayah sampai kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan
2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis ayah
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
24
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan
Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul furudh
dan Ashobah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri dari
a. Yang dapat bagian ½ harta.
• Anak perempuan kalau sendiri
• Cucu perempuan kalau sendiri
• Saudara perempuan kandung kalau sendiri
• Saudara perempuan seayah kalau sendiri
• Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
• Suami dengan anak atau cucu
• Isteri atau beberapa kalau tidak ada (anak atau cucu)
c. Yang mendapat 1/8
• Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
• dua anak perempuan atau lebih
• dua cucu perempuan atau lebih
• dua saudara perempuan kandung atau lebih
• dua saudara perempuan seayah atau lebih
e. Yang mendapat 1/3
• Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua saudara
kandung/seayah atau seibu.
• Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
• Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara perempuan kandung
atau perempuan seibu.
• Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
• Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus keatas
25
• Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki bersama satu anak
perempuan kandung
• Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu saudara perempuan
kandung.
• Ayah bersama anak lk atau cucu lk
• Kakek jika tidak ada ayah
• Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
2. Ahli waris ashobah yaitu para ahli waris tidak mendapat bagian tertentu
tetapi mereka dapat menghabiskan bagian sisa ashhabul furud. Ashobah terbagi tiga
jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah menghabiskan bagian
tertentu
a. Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sndirinya. Tertib ashobah
binafsihi sebagai berikut:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah
• Ayah
• Kakek dari garis ayah keatas
• Saudara laki-laki kandung
• Saudara laki-laki seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah
• Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawah
• Paman kandung
• Paman seayah
• Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah
• Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah
• Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal
b. Ashobah dengan dengan saudaranya
• Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.
• Cucu perempuan bersama cucu laki-laki
26
• Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau
saudara laki-laki seayah.
• Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
c. Menghabiskan bagian tertentu
• Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih
(2/3).
• Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
B. Harta yang harus dikeluarkan
Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris:
1. Biaya jenazah
2. Utang yang belum dibayar
3. Zakar yang belum dikeluarkan
4. Wasiat
C. Hajib dan mahjub
1. Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.
2. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
3. Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh:
a. anak kandung laki/perempuan
b. cucu baik laki-laki/perempuan dari garis laki-laki
c. bapak
d. kakek
4. Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :
a. ayah
b. anak laki-laki kandung
c. cucu laki-laki dari garis laki-laki
d. Saudara laki-laki kandung
5. Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:
a. anak laki-laki
b. cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
27
c. ayah
6. Jika semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.
a. suami
b. ayah
c. anak laki-laki
7. Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang
dapat warisan ialah:
a. Isteri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan
d. Ibu
e. Saudara perempuan kandung
8. Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki seayah
sampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.
a. Saudara laki-laki kandung menggugurkan saudara seayah( L/P )
b. Saudara laki-laki seayah menggugurkan anak lk saudara kandung
c. Anak laki-laki saudara kandung menggugurkan anak lk saudara seayah
d. Anak laki-laki saudara seayah menggugurkan cucu lk saudara kandung.
e. Cucu laki-laki saudara kandung menggugurkan cucu lk saudara seayah dts
f. Cucu laki-laki saudara seayah menggugurkan Paman kandung
g. Paman kandung menggugurkan paman seayah
h. Paman seayah menggugurkan anak laki-laki paman kandung
i. Anak laki-laki paman kandung menggugurkan anak lk paman seayah
j. Anak laki-laki paman seayah menggugurkan cucu lk paman kandung
k. Cucu laki-laki paman kandung menggugurkan cucu lk paman seayah.
b. demikian seterusnya
BAB VII
CARA MENGHITUNG, MEMBAGIKAN WARISAN
28
Contoh Kasus
Pertanyaan :
Seseorang Meninggal dunia meninggalkan harta warisan senilai
Rp 66.000.000.00. Ahli waris terdiri dari kakek, bapak, dan 2anak laki-laki. Berapa
bagian masing-masing?
Jawab :
Untuk dapat menjawab kasus ini mari kita buka materi yang terdapat pada
BAB VI, disana dikatakan bahwa Bapak mendapatkan bagian 1/6
penyelesainnya adalah 1 x Rp 66.000.000.00 / 6 = Rp 11.000.000.00 jadi bapak
mendapatkan bagian sejumlah Rp 11.000.000.00, sedangkan 2 Anak laki-laki adalah
asobah/sisa, maka Penyelesainnya Rp 66.000.000.00 - Rp 11.000.000.00 = Rp
55.000.000.00, seorang anak laki-laki adalah Rp 55.000.000.00 / 2 = Rp
27.500.000.00
Bagimana dengan kakek, kakek tidak memiliki hak waris karena terhalang oleh
ayah.
KESIMPULAN
29
Seorang yang meninggal dunia tidak usai begitu saja, dia masih menimbulkan hukum
Bagi yang ditinggalkannya salah satunya yaitu hukum kewarisan.
Hukum kewarisan : hukum yang mengatur ketentuan yang diperoleh oleh
ahliwaris menurut ketentuan syara. Yakni memungkinkan seseorang mendapat
Warisan.
Dalam menyikapi hukum mawaris ada beberapa poin penting yang memang kita
harus pelajari yaitu :
• Hukum kewarisan
• Unsur-unsur dan Syarat kewarisan
• Sebab-sebab adanya kewarisan
• Sebab-sebab yang menjadi penghalang kewarisan
• Hajib dan Mahjub
• Cara Menghitung dan membagikan warisan
Apabila kita sudah mengetahui keenam poin diatas insyaAllah minimal kita dapat
mempelajari ataupun menerapkan hukum mawaris sesuai tuntunan syariat
islam.waAllahualam
PENUTUP
30
Demikian materi makalah Fikih Mawaris dapat saya suguhkan, semoga dengan
uraian sederhana ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya selaku penyusun dan para
pembaca yang budiman pada umumnya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ustad Rudi hartanto Lc., Dosen mata
kuliah PAI yang telah memberikan tugas makalah sehingga penyusun mendapat
pengalaman dan pengetahuan baru mengenai ilmu fiqih mawaris. Semoga dengan ini
kita semua dapat meningkatkan kualitas ilmu kita scara maksimal sehingga kita
menjadi hamba Alloh yang bermanfaat dengan ijin-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Al-Qur’an In- word
2. Jawad Muhammad, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2000
3. Al- Faujan Saleh, Fiqh Sehari-hari, Jakarta: Gema Insani, 2006
4. Effendi Miftah blog.spot.com, Fiqh Mawaariits, April 2010