makalah lk 2
TRANSCRIPT
GARUDA DI BELENGGU NAGA :
UPAYA UNTUK MEMINIMALISIR DAMPAK NEGATIF PASAR
BEBAS ASEAN CHINA FREE AGREEMENT (ACFTA)
terutama terhadap buruh DI INDOENSIA
NAMA : ASWADI RAHMAD
PESERTA LK 2 HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG JAMBI
Page 1
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM(HMI)
CABANG JAMBI
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………….…………………………………………………………………......1
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI …………..……………………………………………………………………...3
Bab.I PENDAHULUAN…………………………………………………………………...…4
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………………………...4
B. Maksud dan Tujuan …………………………..…………………………………………....6
C. Metode Penelaahan ………………………………………………………………………...7
D. Manfaat Hasil Penelitian ………………………………………………….……………….8
Bab II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..………..9
A. Pengertian ACFTA ………………………………………………………………………...9
B. Tujuan ACFTA …………………………………………………………………………...11
C. ACFTA Merupakan Produk Globalisasi …………………….…………………….……..13
D. Pengaruh ACFTA Bagi Indonesia.......................................................................................15
E. Siapkah Indonesia Untuk ACFTA?.....................................................................................18
F. .Dampak ACFTA terhadap buruh di Indoenesia............. ....................................................20
G. Solusi Untuk Meminimalisir Dampak Negatif ACFTA Terhadap Buruh?.........................23
Bab III PENUTUP …………………………………………………………….…………….25
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….……………25
B. Saran-saran ……………………………………………………………………………….27
DAFTAR PUSTAKA………… ……………………………………………………………29
Page 2
KATA PENGANTAR
Masalah perekonomian merupakan masalah yang tiada batasnya dalam iklim
kehidupan. Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara Asia, disamping China dan
India yang tetap tegar tumbuh positif saat negara lain terpuruk akibat krisis finansial
global. Ini merupakan suatu prestasi dan optimisme bagi masa depan perekonomian
Indonesia. Dengan kondisi ini, pemerintah mengadakan Asean-China Trade
Agreement (ACFTA) dengan tujuan menghadapi persaingan global dan tetap
memperjuangkan perekonomian agar tidak muncul lagi suatu krisis finansial global
yang pernah ada.
Makalah ini disusun untuk membahas mengenai pengaruh ACFTA terhadap
perekonomian Indonesia. Namun, selain itu penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu sebagai salah satu syarat untuk mrngikuti Latihan kader dua (LK
II) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Kota jambi, penulis mengucapkan terima
kasih atas pihak-pihak yang terkait yang telah memberikan dukungan dan dorongan
dalam bentuk apapun sehingga dapat terlaksananya penyusunan makalah GARUDA
DI BELENGGU NAGA: UPAYA UNTUK MEMINIMALISIR DAMPAK
NEGATIF PASAR BEBAS ASEAN CHINA TRADE AGREEMENT (ACFTA)
DI INDOENSIA. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan atas saran dan kritik yang membangun agar dalam penyusunan
makalah yang selanjutnya dapat lebih disempurnakan. Demikian makalah ini disusun,
apabila ada salah kata penulis memohon maaf sebesar – besarnya. Terimakasih.
Jambi, 8 Juni 2011
Penyusun
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persaingan global merupakan momok yang paling mengerikan bagi para
pengusaha industri terutama industri menengah dan industri kecil di seluruh Asia
Tenggara dan China. Dengan adanya ACFTA ini, hal ini menjadi monster yang
menyeramkan karena ACFTA ini digambarkan akan meningkatkan pengangguran,
membuat barang – barang dalam negri kalah bersaing dengan produk luar negri, dan
sebagainya.
Sejarah ACFTA diawali oleh kesepakatan para peserta ASEAN – CHINA
Summit di Brunei Darussalam pada November 2001. Hal tersebut diikuti dengan
penandatanganan Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi ( The Framework Agreement
on A Comprehensive Economic Cooperative) oleh para peserta ASEAN – CHINA
Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi landasan
bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan suatu flesibilitas diberikan kepada
negara tertentu seperti Kamoja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.
Pada bulan November 2004 peserta ASEAN – CHINA Summit
menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang ( The Framework Agreement
on Trade in Goods ) yang berlaku pada 1 Juli 2005. Berdasarkan perjanjian ini negara
ASEAN 5 ( Indonesia, Thailand, Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat
untuk menghilangkan 90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN
lainnya pemberlakuan kesepakata ini dapat ditunda hingga 2015.
Namun seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah negara berkembang yang
belum maju sepenuhnya. Disaat peserta ACFTA saling berlomba – lomba untuk
membangun infrastruktur, pembangunan ekonomi,memberikan insentif kepada
investor, dll, negara kita tentu belum dapat menyeimbangi kecepatan pembangunan
Page 4
negara lain. Dan akibatnya, negara kita harus meminta penundaan ACFTA di bulan
terakhir mendekati diberlakukannya kesepakatan.
Memang sangat memalukan bagi negara kita. Apalagi permasalahan ekonomi
kerap kali muncul mengenai berbagai pemenuhan kebutuhan masyarakat yang
semakin beragam dan meningkat. Maka dari itu, dampak akan perekonomian
Indonesia adanya perjanjian AFTA-China harus lebih diperhatikan. Hal ini perlu
adanya solusi, pemikiran dan sikap atau mental yang harus dipersiapkan dan juga
tepat dalam menghadapi persaingan global ini.
B. Maksud dan Tujuan
Tujuan diadakannya penyusunan makalah yang berjudul GARUDA DI
BELENGGU NAGA :UPAYA UNTUK MEMINIMALISIR DAMPAK
NEGATIF PASAR BEBAS ASEAN CHINA FREE AGREEMENT (ACFTA)
TERHADAP BURUH DI INDOENSIA ini adalah sebagai salah satu syarat Latihan
kader dua (LK 2) di Jambi. Maksud dari adanya penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :Menilai dampak positif dan negatif dari adanya ACFTA di Indonesia,
terutama terhadap buruh di Indonesia.
a) Mengetahui sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi persaingan
global.
b) Mengetahui strategi untuk meminimalisr dampak negatif rezim perdagangan
bebas terhadap buruh di indonesia
C. Metode Penelaahan
Dalam penyusunan makalah yang berjudul ASEAN-CHINA FREE TRADE
AREA(ACFTA) ini, penulis menggunakan metode pustaka, berbagai
referensi dari artikel koran serta pencarian situs website
D. Manfaat Dari Hasil dari Penyususan Makalah Ini
Manfaat dari penyusan makalah ini adalah supaya menyadarkan masyarakat
agar kita dapat mengetahui dan berperan aktif dalam negri supaya kelangsungan
produksi barang – barang dalam negri dengan cara kita lebih bangga memakai produk
Page 5
dalam negri, mencintai produk Indonesia sehingga barang – barang dari dalam negri
tidak kehilangan pasar atau lebih meningkat di perdagangan lokal dan perdagangan
internasional.
Page 6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ACFTA
ACFTA merupakan akronim dari Asean-China Free Trade Agreement. Secara
umum,ACFTA didefinisikan sebagai kesepakatan perdagangan antara negara-negara
ASEAN dengan negara dengan penduduk terbesar yaitu China. Atau bisa
didefinisikan juga ACFTA adalah suatu kemudahan China untuk menjual barang-
barang dagangannya ke negara-negara ASEAN.
Sebagai salah satu negara anggota dari ASEAN, tidak bisa dipungkiri lagi
bahwa Indonesia harus ikut serta dalam perjanjian yang dilakukan oleh negara-negara
ASEAN. Kesepakatan atau perjanjian perdag angangan antara negara-negara ASEAN
Cina yang disebut ACFTA ( Asean China Free Trade Area ).
Perjanjian yang menyangkut perdagangan bebas ini identik dengan hubungan
kerjasama dagang antar negara anggota ASEAN ataupun negara non-anggota. Dalam
impementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang dapat
mempengaruhi prinsip perdagangan yaitu seperti prinsip sentral dari keuntungan
komparatif (Comparatif Advantege) selain itu juga, kita harus memperhatikan pro dan
kontra dibidang tarif dan kuota, serta melihat bagaimana jenis mata uang (valuta
asing) yang diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing. Asean China Free
Trade Area (ACFTA) yaitu dimana tidak adanya hambatan tarif (bea masuk 0-5 %)
maupun hambatan non-tarif bagi negara-negara ASEAN dan juga China.
Tujuan dari ACFTA sendiri itu adalah memperkuat dan meningkatkan kerja
sama antar negara terkait, yaitu meliberisasikan perdagangan barang dan jasa melalui
pengurangan atau penghapusan tarif. Kesepakatan perjanjian itu mencakup dalam tiga
bidang yang strategis yaitu: perdagangan barang-barang, jasa, dan juga investasi.
Perjanjian ACFTA adalah kerja sama dalam bidang ekonomi, Economic Co-opertaion
between Asean and people’s Republic of China, yaitu kerjasama antara seluruh
anggota daripada ASEAN dengan Negara Cina. Perjanjian ini bermula di tandatangani
pada tanggal 5 November 2002 yang melahirkan tiga buah kesepakatan, Kesepakatan
Page 7
pertama, pada tanggal 29 November 2002 yang melahirkan suatu kesepakatan di
bidang barang (Agreement on Trade in Goods), lalu diadakannya kesepakatan kedua,
pada tanggal 14 Januari 2007 yang menghasilkan suatu bentuk kesepakatan di bidang
perdagangan dan jasa (Agreement on Trade in Service), dan adanya kesepakatan
ketiga, pada tanggal 15 Agustus 2007 yang menghasilkan kesepakatan di bidang
investasi (Agreement on Investation). Pada tanggal 1 Januari 2010 kesepakatan atau
perjanjian perdagangngan ACFTA mulai diberlakuakan.
B. Tujuan ACFTA :
Tujuan ACFTA adalah meningkatkan daya saing ekonomi Negara-negara
ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk
menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam
kesepakatan, ACFTA direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam
perkembangannya dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan diatas adalah skema ”Common
Effective Preferential Tariff (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang
diproduksi diantara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40%
kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5%.Anggota ASEAN mempunyai tiga
pengecualian CEPT dalam tiga kategori :
1. Pengecualian sementara
2. Produk pertanian yang sensitif
3. Pengecualian umum lainnya (Sekretariat ASEAN 2004)
Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya
diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan,yakni 0-5%. Sedangkan untuk produk
pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan,paling lambat 2015 semua
tarif diantara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0%.
ACFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT, mengemukakan bahwa
komitmen utama dibawah CEPT-ACFTA hingga saat ini meliputi 4 program,yaitu :
1. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama diantara
negara-negara ASEAN hingga mencapai 0-5 persen.
Page 8
2. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan
hambatan-hambatan non tarif (non tariff barriers)
3. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan
terutama di bidang bea masuk serta standar dan kualitatif.
4. Penetapan kandungan lokal sebesar 40 persen
C. ACFTA Merupakan Produk Globalisasi
Era globalisasi dari hari ke hari terus menerus akan berlangsung, kondisi
kehidupan dalam proses globalisasi di setiap negara terkesan meningkat. Apalagi jika
diukur oleh indikator-indikator yang luas salah satunya adalah dalam hal ekonomi.
Negara-negara maju dan kuat memanglah sudah dipastikan sebagai negara yang dapat
meraih keuntungan besar dari proses globalisasi, dan negara-negara berkembang juga
negara miskin tidak dapat dipastikan akan meraih keuntungan yang positif dari
globalisasi ataupun tidak dari proses globalisasi.
ACFTA merupakan produk keluaran dari globalisasi. Sebenaranya ACFTA
merupakan peluang bagi negara ASEAN dan Cina untuk berkompetisi secara fair
untuk memasarkan produk hasil dari negerinya. Dalam hal ini seperti yang kita
ketahui bahwa Cina merupakan “Roda Penggerak“ dalam bidang barang, jasa dan
investasi, dan mau tidak mau suka tidak suka, pemerintahan manapun harus siap
dengan perjanjian tersebut termasuk Indonesia.
Indonesia juga harus juga siap menghadapi perjanjian atau kesepakatan
ACFTA tersebut. Mulai diberlakukannya perjanjian ACFTA akan berdampak pada
makin kuatnya produk Cina yang akan masuk ke Indonesia, apalagi dengan bebasnya
biaya masuk atau pajak masuk produk barang yang di produksi oleh Cina, produk
Cina memang begitu kuat pasarnya apalagi ditambah dengan bebasnya tarif pajak
tersebut. Harga produk Cina pun bisa lebih murah daripada produk lokal. Tentu saja
dengan adanya hal tersebut sebagian industri lokal banyak yang menolak akan adanya
ACFTA.
Walaupun perjanjian ACFTA ini sudah relatif lama diberlakukan Indonesia
masih dikatakan sulit untuk mengimplementasikan perjanjian tersebut. Tekanan dari
kalangan pengusaha industri lokal sangatlah kuat dan menandakan bahwa pengaruh
Page 9
akan adanya perjanjian ACFTA tersebut akan berdampak negatif pada usaha
menengah mereka, bukan hanya para pengusaha industri saja para pekerja pun
menyadari akan hal itu, walaupun pengaruh ACFTA belum mereka alami saat ini
namun lambat laun para pekerja pun akan merasakan dampak yang diberikan oleh
ACFTA. Situasi itulah yang dirasakan oleh negara Indonesia yang terbilang sebagai
negara berkembang.
Tidak dapat dipungkiri ACFTA sebagai produk globalisasi akan relatif
berpengaruh bukan hanya terhadap negara maju saja tetapi berpengaruh juga terhadap
negara-negara berkembang. Dengan adanya globalisasi di dunia ini telah membuat
seakan negara satu dan negara lainya kehilangan batas-batas teritorialnya serta
berujung pada hilangnya status bangsa-negara.
D. Pengaruh ACFTA Bagi Indonesia
Untuk indonesia, kerjasama ACFTA merupakan peluang yang cukup terbuka
bagi kegiatan. ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus
menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas uang kompetitif di pasar regional
ACFTA.
Upaya ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan
yang lebih serius dari pemerintah maupun para pelaku agrobisnis, mengingat
beberapa komoditas pertanian indonesia saat ini maupun dimasa yang akan datang
masih akan selalu dihadapkan peda persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi
yang berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar
di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan dengan diberlakuannya otonomi daerah pertanian pada sektor
agribisnis dapat menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kulalitas produk
pertanian sehingga lebih kopetitif dipasar lokal,regional maupun pasar global,dan
sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian nasioanal maupun
peningkatan pendapatan petani dan pembangunan daerah.
Secara umum , situasi ekonomi indonesia sangat sulit. Perdagangan indonesia
dalam 2000-2002 melemah,baik dalam kegiatan ekspor maupun impor. Kondisi
ekonomi makro ditambah stabilitas politik yang tidak mantap serta penegakan hukum
Page 10
dan keamanan yang buruk ikut mempengaruhi daya saing kita dalam perdagangan
dunia.
Memang, secara umum,beberapa produk kita siap berkompetisi.
Misalnya,minyak kelapa sawit,tekstil,alat-alat listrik,gas alam,sepatu dan garmen.
Tetapi,banyak pula yang akan tertekan berat memasuki ACFTA. Di antaranya,produk
otomotif,teknologi informasi,dan produk pertanian.
Dalam ACFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi
secara signifikan. Sebab,mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara
dipangkas. Karena itu,diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni
dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan
perusahaan untuk bersaing. Tidak saja secara nasional atau regional dalam ACFTA,
namun juga secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan
permodalan, dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.
Dalam menghadapi ACFTA, Indonesia salah satu negara anggota ASEAN
masih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam
menghadapi ACFTA, diantaranya adalah:dari segi penegakan hukum, sudah diketahui
bahwa sektor itu termasuk buruk di indonesia. Jika tak ada kepastian hukum,maka
iklim usaha tidak akan berkembang baik,yang mana hal tersebut akan menyebabkan
biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar
internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut
memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan
KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsur
pemerintah disemua lapisan, harga produk yang melempar ke pasar akan
terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas
pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik
keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya.
Otonomi malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing
produk indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan
indonesia sangat luas,baik berupa lautan maupun daratan,yang sangat sulit diawasi.
Page 11
Akibatnya,terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri
nasional. Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga
perbatasan dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari
seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan dari kekurangan dana dan sarana
yang lain. Kendala utama bagi masyarakat indonesia adalah mengubah polapikir,baik
di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola pikir
ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki ACFTA.
Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, ACFTA jelas juga membawa
sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya
tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga yang lebih murah. Kedua,sebagai
kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, Kawasan ASEAN akan menjadi
lebih menarik lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang
berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun,peningkatan SDM merupakan
keharusan. Ternyata,kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau
Thailand.
E. Siapkah Indonesia Untuk ACFTA?
Ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian pemerintah atas persertujuan
perjanjian perdagangan bebas tersebut, terutama dari kesiapan kalangan industri-
industri dalam negeri kita., serta faktor-faktor pendukung dalam meningkatkan daya
saing terhadap produk-produk China. Kemudian apakah China merupakan negara
yang tepat bagi kita untuk menjalin kerjasama dalam perdagangan bebas tersebut? Hal
inilah yang menjadi perhatian kalangan industri.
Sampai dengan 2007, nilai impor Indonesia terhadap RRC telah mencapai 8,5
miliar dollar Amerika Serikat. Angka ini menempati posisi kedua dalam daftar Negara
importer ke Indonesia. Peringkat pertama ditempati Singapura dengan nilai sebesar
9,8 miliar dollar Amerika Serikat, sedangkan China hanya menjadi tujuan terbesar
keempat dalam eksport Indonesia setelah Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Banyak Mitos yang beredar dalam masyarakat yang terkait dengan
perdagangan bebas, antara lain :
Page 12
A. Perdagangan bebas akan menjamin pangan murah dan kelaparan tidak
akan terjadi. Kenyataan yang terjadi bahwa perdagangan bebas justru meningkatkan
harga pangan.
B. WTO dan TNC akan memproduksi pangan yang aman. Kenyataannya
dengan penggunaan pestisida secara berlebih dan pangan hasil rekayasa genetik justru
membahayakan kesehatan manusia dan juga keseimbangan ekologis.
C. Kaum perempuan akan diuntungkan dengan pasar bebas pangan.
Kenyataannya, perempuan petani semakin tersingkir baik sebagai produsen maupun
konsumen.
D. Bahwa paten dan hak kekayaan intelektual akan melindungi inovasi
dan pengetahuan. Kenyataannya, paten justru memperlambat alih teknologi dan
membuat teknologi menjadi mahal.
E. Perdagangan bebas di bidang pangan akan menguntungkan konsumen
karena harga murah dan banyak pilihan. Kenyataannya, justru hal itu mengancam
pangan di negara-negara berkembang.
Perdagangan bebas yang cenderung menguat disambut beragam reaksi.
Seorang Pengusaha yang juga salah satu Ketua Dewan Jagung Indonesia, menilai
kesepakatan perdagangan bebas tidak ubahnya pedang bermata dua. Apabila siap,
keterlibatan Indonesia dalam berbagai kesepakatan perdagangan bebas dipastikan
menciptakan peluang besar. Tetapi, dibukanya pasar bebas bisa jadi boomerang
apabila kita tidak siap. Indonesia bisa hanya menjadi pasar oleh negara lain dan akan
mengancam industri dalam negeri.
F.DAMPAK ASEAN-CHINA FRADE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
BAGI BURUH DI INDONESIA
KESEPAKATAN perdagangan bebas (free trade agreement) yang secara
berangsur diteken pemerintah RI, sejak Orde Baru hingga pemerintahan Presiden
SBY, memiliki dampak signifikan bagi nasib buruh negara berkembang seperti
Indonesia. Sebab perdagangan bebas bukan saja berimplikasi pergerakan modal dan
Page 13
barang lintas negara, tapi juga pergerakan manusia –dalam hal ini tenaga kerja—
antarnegara (borderless labour).
Secara teoretis, kesepakatan perdagangan bebas itu membuka peluang buruh
Indonesia untuk leluasa mengais rezeki di luar negeri. Sebab, kesepakatan itu
harusnya juga meniadakan hambatan arus buruh antarnegara. Artinya, buruh kita
bebas mencari kerja ke negara-negara yang memiliki upah buruh lebih tinggi, yakni di
negara-negara industri maju.
Namun kesepakatan itu kenyataannya justru cenderung merugikan buruh kita.
Kenapa? Sebab rezim perdagangan bebas didesain oleh WTO (World Trade
Organization) dan negara-negara maju beserta kaum kapitalisnya, untuk
melonggarkan arus modal, barang, dan jasa antarnegara, tapi tidak termasuk arus
buruh lintas negara.
Walhasil, kesepakatan perdagangan bebas membuat modal negara maju bebas
masuk (atau keluar) dan mengeksploitasi buruh murah di negara berkembang.
Sementara buruh negara berkembang tak bebas masuk bursa kerja di negara maju
karena sistem negara maju yang tertutup dan protektif.
Dengan demikian, negara-negara maju yang giat mengompori rezim
perdagangan bebas sejatinya secara curang telah memproteksi buruhnya. Dengan
beragam cara, mereka berusaha mengerem imigrasi kaum penganggur atau buruh
murah dari negara lain. Maka, apa yang disebut “perdagangan bebas” sebetulnya
bukanlah konsep yang bebas nilai (value free) murni. Melainkan konsep yang sarat
muatan ideologi neoliberal dan kapitalis internasional (multi national
corporation/MNC).
Karena itu, kesepakatan perdagangan bebas justru mengancam posisi buruh
Indonesia di negerinya sendiri. Ini disebabkan beberapa faktor.
Pertama, pendidikan dan keterampilan buruh Indonesia umumnya masih kalah
dari buruh negara maju. Termasuk tenaga kerja profesional seperti manajer, dokter,
dosen, akan menghadapi persaingan dengan tenaga sejenis dari luar negeri, jika
perdagangan bebas juga meliputi aspek tenaga kerja.
Page 14
Kedua, pekerja lokal akan cenderung menerima perlakuan diskriminatif, baik
dalam promosi, gaji, maupun pemberian fasilitas lainnya, dibandingkan dengan buruh
atau tenaga kerja asing. Dengan posisi dan pekerjaan sama, pekerja lokal acap
mendapat gaji dan tunjangan lebih kecil dibanding pekerja asing. Ini tentu merugikan
posisi buruh dalam negeri jika pintu “impor buruh” dibiarkan terbuka dan bebas.
Ketiga, kesepakatan perdagangan bebas merupakan legalisasi program
ekonomi neoliberal yang didesain untuk menguntungkan posisi negara maju atau para
pemodal besar mereka (MNC). Akibatnya, kesepakatan ini juga cenderung
memperlakukan pekerja sebagai komoditas belaka. Implikasinya, buruh sekadar
dibayar sesuai kebutuhan hidup minimum dan bisa dipekerjakan secara kontrak
ataupun diperjualbelikan antarperusahaan dalam wujud subkontrak atau alih-daya
(outsourcing).
Nasib buruh kontrak ini sangat memprihatinkan. Karena mereka menjadi
kehilangan hak-hak dasarnya seperti cuti haid, cuti hamil, tunjangan kesehatan,
tunjangan hari raya, pesangon, kepastian bekerja, dan sebagainya. Mereka juga tidak
memiliki kebebasan berorganisasi dan mengekspresikan aspirasinya dengan unjuk
rasa atau mogok. Sebab, ketika mereka diketahui bergabung dengan organisasi buruh,
apalagi ikut unjuk rasa atau mogok, mereka tak akan diperpanjang kontraknya dan
kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
Implikasi lainnya, para penguasa di negara-negara berkembang yang surplus
tenaga kerja akan berlomba menyediakan buruh murah dan menyediakan regulasi
yang menekan hak buruh sebagai strategi menarik investasi asing. Inilah kebijakan
yang disebut labour market flexibility (LMF) atau kebijakan tenaga kerja fleksibel.
Ini, misalnya, terlihat dari paket rencana revisi UU Ketenagakerjaan No.13/2003 oleh
pemerintah SBY-JK yang bakal sangat merugikan buruh dan ditentang para buruh
belum lama ini.
Mengapa dalam sistem neoliberal atau perdagangan bebas, negara cenderung
menekan buruh? Hal ini karena bila di suatu negara berkembang upah buruhnya tinggi
dan regulasinya pro-buruh, maka para investor akan merelokasi pabriknya ke negara
yang berupah buruh murah dan otomatis juga lebih menjanjikan keuntungan
melimpah. Di sini, akibatnya PHK massal pun terjadi. Sekadar contoh PHK dan
Page 15
penutupan pabrik elektronik Sony, pabrik sepatu Reebok, dan pabrik pisau cukur
Gillette di Indonesia pada 2005.
G.Solusi Untuk Meminimalisir Dampak Negatif ACFTA
Terhadap Buruh?
Sekarang ini, suka atau tidak, faktanya Indonesia telah mengikatkan diri dalam
sistem perdagangan bebas, baik lewat perjanjian bilateral, regional, maupun
multilateral. Misalnya melalui forum AFTA (Asean Free Trade Agreement) yang
mulai efektif berlaku pada 2015, BFTA (Bilateral Free Trade Agreement dengan Cina
dalam kerangka Kesepakatan Perdagangan Bebas Asean-Cina), maupun APEC (Asia
Pasific Economic Cooperation) –yang malah disepakati akan mulai berlaku tahun
2020 untuk negara berkembang.
Maka dari itu, karena rasanya sulit untuk membalik arah jarum jam dengan
mengisolasi diri dari tren perdagangan bebas tersebut, yang bisa dilakukan Indonesia
saat ini ialah meminimalisasi dampak negatif rezim perdagangan bebas terhadap
buruhnya.
Kebijakan yang bisa ditempuh pemerintah dan DPR atau bisa diperjuangkan
kaum buruh untuk itu, antara lain, pertama, mengusahakan aspek perlindungan buruh
(sesuai pasal 33 UUD 45) masuk dalam forum negosiasi perdagangan bebas yang
akan datang. Misalnya, ihwal larangan diskriminatisi terhadap buruh dalam negeri dan
penghormatan atas hak-hak dasar buruh seperti berorganisasi dan mogok.
Kedua, menyediakan regulasi yang melindungi buruh dalam negeri dari
kemungkinan ekspansi buruh murah maupun tenaga kerja terampil luar negeri.
Ketiga, meniadakan sistem kontrak dan subkontrak atau alih-daya
(outsourcing) dari ketentuan perundangan (UU No.13/2003 tentant Ketenagakerjaan).
UU ini sebenarnya telah membatasi bahwa sistem outsourcing hanya dibolehkan
untuk kerja borongan dan sementara sifatnya, serta tidak boleh pekerjaan yang
termasuk bisnis utama (core business) perusahaan. Namun prakteknya, ketentuan
outsourcing lebih banyak disalahgunakan pengusaha untuk mengalihkan status
karyawan tetapnya menjadi buruh kontrak. Sementara pemerintahan SBY tidak
mengambil tindakan apapun terhadap pengusaha yang melanggar UU tersebut.
Karena itu lebih baik sistem outsourcing dihapuskan saja dari UU Ketenagakerjaan.
Page 16
Keempat, menyediakan fasilitas latihan kerja yang berkualitas untuk
meningkatkan kompetensi dan etos kerja buruh lokal agar siap bersaing secara global
bila skenario terburuk –berupa arus bebas tenaga kerja antarnegara— tak bisa dihinda
Page 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hal tersebut dapat kami simpulkan sebagai berikut :
ACFTA merupakan ajang persaingan global dalam bidang produksi barang
maupun jasa yang diadakan sesuai dengan perjanjian Indonesia dan China
pada awal januari 2010.
Kalahnya strategi persaingan bangsa Indonesia terhadap China mendominasi
perekonomian semakin terpuruk. Sikap pesimisme para produsen indonesia
mewarnai perang industri ini dan dijadikan estimasi Indonesia untuk kalah
bersaing.
ACFTA dipandang terlalu agresif untuk melakukan liberalisasi ekonomi
Indonesia yang menjadikan keterpurukan Indonesia semakin dalam.
ACFTA menimbulkan dampak Positif dan negatif bagi perekonomian
Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dipungkiri dampak negatif dari adanya
ACFTA mendominasi akan keterpurukan perekonomian Indonesia yang
menjadi Bom Bunuh Diri bagi industri negara ini. Seperti kesepkatan
merugikan buruh kita. Kenapa? Sebab rezim perdagangan bebas didesain oleh
WTO (World Trade Organization) dan negara-negara maju beserta kaum
kapitalisnya, untuk melonggarkan arus modal, barang, dan jasa antarnegara,
tapi tidak termasuk buruh lintas negara.
Page 18
B. Saran-Saran
ACFTA kini sudah berjalan, kita sudah tidak bisa lagi mengantisipasi. Kita
hanya bisa berusaha mengurangi dampak negatifnya. Kami memberikan beberapa
alternatif cara-cara untuk mengurangi damapak negatifnya.
Pemerintah sepatutnya melakukan langkah antisipatif untuk memberikan
kesempatan industri lokal berkembang, peningkatan kapasitas terpasang di
seluruh cabang industri manufaktur, deregulasi perizinan, perbaikan
infrastruktur listrik, jalan, dan pelabuhan, serta akses intermediasi perbankan
yang menarik bagi investor dan peduli terhadap Market Domestic Obligation
(MDO).
UKM (usaha kecil menengah) perlu ditingkatkan guna memajukan daya saing
produk yang semakin ketat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
keringanan terhadap para wirausahawan dalam memperoleh kredit usaha.
Pada dasarnya import akan berkurang jika masyarakat lebih mencintai produk
dalam negeri. Maka pemerintah harus bisa membentuk karakter masyaraktnya
sejak awal, dimana masyarakat harus mencintai produk dalam negeri dan
bangga, salah satu yang menurut kami baik dan sudah mulai didengungkan
dan seharusnya terus diserukan adalah semboyan “Aku Cinta Produk
Indonesia”
Untuk mendukung produk produksi dalam negeri, pemerintah sebaiknya
memudahkan para investor dalam melakukan investasi, misalnya dengan cara
“One Day Service” yang mempersingkat waktu birokrasi
Pemerintah membuat suatu standar mutu untuk barang-barang yang akan
diekspor, karena pada dasarnya kualitas atau mutu adalah kelemahan China.
Maka kita harus memanfaatkan kelemahan itu
standar mutu untuk barang-barang yang akan diekspor, karena pada dasarnya
kualitas atau mutu adalah kelemahan China. Maka kita harus memanfaatkan
kelemahan itu
Menyediakan fasilitas latihan kerja yang berkualitas untuk meningkatkan
kompetensi dan etos kerja buruh lokal agar siap bersaing secara global bila
skenario terburuk –berupa arus bebas tenaga kerja antarnegara— tak bisa
dihindar
Page 19
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo, I, & Hadi, syamsul. (2009). Merangkul Cina : PT Gramedia Pustaka Utama.
2. Arifin, Syamsul., Dian, Adeana. (2004). Kerja Sama Perdagangan Internasional : Peluang dan
tantngan bagi Indonesia : PT Elex Media Komputindo.
3. Chandra,Alexender C & Pambudi, Daniel. (2006). Garuda terbelit naga: dampak kesepakatan
perdagangan bebas bilateral Asean-China terhadap perekonomian Indonesia : Institute for
Global Justice
4. Sukirno, Sadono. ( 200r4 ). Teori Pengantar Makro Ekonomi: Rajawali pers.
Page 20