makalah forensik kasus 1 kelompok 3
DESCRIPTION
fk trisaktiTRANSCRIPT
PATOLOGI FORENSIK I
MODUL ORGAN: FORENSIK
Seorang Laki-Laki Ditemukan dengan Lehernya Terikat Lengan Baju
KELOMPOK 3
Ahmad Reyhan Javier (03010013)
Akhmad (03011103)
Fina Khairunnisa (03011143)
Isyfaunnisa (03012153)
Madina Ika Nasrullah (03012163)
May Velyn Dina (03012183)
Nadya Yosvara (03012193)
Novy Sylvia Wardana (03010249)
Ovia Yanli (03012203)
Putery Rizkia Amry (03012213)
Redy Rohmansyah (03012223)
Riska Ruswanti (03012233)
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
11 Oktober 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Dahulu ilmu kedokteran forensik telah dikenal sejak zaman Babilonia, yang mencatat
ketentuan bahwa Dokter mempunyai kewajiban untuk memberikan kesembuhan bagi para
pasiennya dengan ketentuan ganti rugi bila hal tersebut tidak tercapai. Sedangkan pada zaman
Romawi Kuno, dikenal istilah Forum (tempat berbincang-bincang atau untuk keperluan barter
atau tempat khusus untuk membahas masalah-masalah hukum) tetapi lama-kelamaan istilah
tersebut berganti menjadi Forensik (adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya
penegakan keadilan). Ilmu Kedokteran Forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine,
adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan
ilmu kedokteran untuk kepentingan penegak hukum serta keadilan dengan menemukan fakta
yang terdapat pada tubuh untuk mengetahui penyebab dan kelainan yang ditemukan.
Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia. Untuk pengusustan dan penyidikan dan penyelesaian secara hukum
suatu kasus harus ditindak lanjutin sampai adanya pemutusan suatu perkara di pengadilan.
Dalam mengusut suatu kasus juga diperlukan bantuan dari berbagai bidang ahli di masing-
masing bidang yang terkait dalam kasus serta untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta
keterkaitan antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Dalam perkembangannya, ilmu kedokteran forensik tidak hanya berurusan dalam
upaya penegakan hukum dan keadilan di dalam lingkum peradilan tetapi juga berkembang
dalam segi kehidupan bermasyarakat, antara lain penyelesaian klaim asuransi yang adil (baik
pihak yang diasuransikan maupun pihak yang mengasuransikan), pemecahan masalah
paternitas (penemuan ke-ayah-an), membantu upaya keselamatan kerja dalam bidang industri
dan otomotif dengan pengumpulan data korban kecelakaan industri maupun kecelakaan lalu
lintas.
Dalam menjalankan fungsinya sebagai Dokter yang diminta untuk membantu dalam
pemeriksaan kedokteran forensik oleh penyidik, dokter tersebut dituntut oleh Undang-undang
untuk melakukannya secara jujur sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Bantuan yang
dapat diberikan berupa pemeriksaan kedokteran forensik terhadap seseorang baik korban
hudup atau korban mati atau terhadap bagian tubuh atau benda yang diduga berasal dari
tubuh manusia. Sebagai dokter forensik, dokter diharapkan menemukan kelainan yang terjadi
pada tubuh korban, bagaimana kelainan tersebut timbul, apa penyebabnya, dan akibatnya
terhadap kesehatan. Sedangkan bagi korban yang telah meninggal, dokter diharapkan dapat
menjelaskan penyebab kematian korban, serta membantu dalam perkiraan saat kematian serta
perkiraan cara kematiannya. Sehingga dalam bidang ilmu kedokteran forensuk mencakup
tata-laksana mediko-legal, tanatologi, traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaannya, serta
terdapat Undang-undang yang dijadikan bahan acuan dalam kedokteran forensik. Apabila
dokter lalai dalam memberikan bantuan, maka dokter tersebut dapat diancam dengan pidana
penjara. Dengan demikian dalam ilmu kedokteran forensik, seorang dokter dituntut untuk
dapat memanfaatkan ilmu kedokteran yang dimilikinya secara optimal.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di
bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju
(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya
terikat ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun
leher memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun
masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan
dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Perlu diketahui bahwa rumah terdekat dari TKP adalah 2 km. TKP adalah suatu
daerah perbukitan yang berhutan cukup lebat.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Perkiraan Kronologis Kasus
Tn. A dan seorang temannya bekerja sebagai pencari kayu. Setelah selesai mencari
kayu, mereka beristirahat, dirasa udara terik dan kelelahan, Tn. A menggulung celana
panjangnya, melepaskan dan mengikatkan bajunya di leher, hingga kini Tn. A hanya
menggunakan kaos dalam (oblong) di tubuhnya dan celana panjang yang ia gulung hingga
setengah tungkai bawah. Saat akan pulang kembali ke rumah, di jalan yang tidak jauh dari
sungai itu, Tn. A yang berada di belakang temannya dengan membawa kayu, tiba-tiba
diserang oleh temannya yang berada tepat di depannya dengan menggunakan golok yang
dibawa untuk mencari kayu. Temannya memang berniat untuk membunuh Tn. A karena
dendam pribadi dengan niat menusuk Tn. A langsung ke daerah jantung, tetapi Tn. A sempat
menghindar dan yang terkena adalah bagian ketiak kiri dari Tn. A. Luka bacok tersebut
mengakibatkan perdarahan hebat. Tn. A masih sempat berlari kembali ke arah sungai dengan
tangan kanan memegang ketiak kiri yang terus mengeluarkan darah yang sangat banyak,
tetapi dengan keadaan yang mulai melemah, temannya masih mencoba lagi untuk membunuh
Tn. A, tetapi Tn. A melakukan perlawanan dengan menendang memakai kakinya sehingga
tungkai bawahnya terkena luka sayatan benda tajam itu berkali-kali dan akhirnya Tn. A
terjatuh dan mulai tidak sadar karena perdarahan hebat di daerah ketiak kiri yang terus
menerus mengeluarkan darah sehingga dia tergeletak dan benar-benar tidak sadarkan diri.
Temannya yang melihat Tn.A tidak sadarkan diri itu langsung menjerat leher Tn. A dengan
baju yang ada di leher Tn. A dan mengikatkannya pada pohon perdu untuk memanipulasi
pembunuhan itu dan menghilangkan jejaknya.
B. Aspek Hukum
Aspek hukum yang terkait dalam kasus pembunuhan atau penganiayaan yang
menyebabkan kematian adalah sebagai berikut.
- Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
- Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang
dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya,
atau untuk melepaskan diri sendiri mupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya
secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
- Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima
tahun.
- Pasal 354 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana paling lama
sepuluh tahun
- Pasal 355 KUHP
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.
Prosedur Medikolegal
- Penemuan
Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati oleh warga masyarakat atau orang yang melihat dan menemukan.
- Pelaporan
Pelaporan dilakukan oleh orang yang menemukan ke pihak yang berwajib, contohnya
kepolisian.
- Penyelidikan
Dilakukan oleh penyelidik yang menindak-lanjuti suatu pelaporan, untuk mengetahui
apakah benar ada kejadian pembunuhan seperti yang dilaporkan.
- Penyidikan
Dilakukan oleh penyidik. Penyidikan merupakan tindak lanjut setelah diketahui
benar-benar telah terjadi pembunuhan pada kasus ini. Penyidik dapat meminta
bantuan seorang ahli. Dalam kasus pembunuhan yang mengenai tubuh manusia, maka
penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk dilakukan penanganan dan penyidikan
dengan kedokteran forensik. Penyidik wajib meminta secara resmi kepada kedokteran
forensik untuk melakukan pemeriksaan atas korban yang ditemukan.
- Pemberkasan perkara
Dilakukan oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikannya, termasuk hasil
pemeriksaan kedokteran forensik yang dimintakan kepada dokter. Hasil berkas
perkara ini akan diteruskan ke penuntut umum.
- Penuntutan
Dilakukan oleh penuntut umum di sidang pengadilan setelah berkas perkara yang
lengkap diajukan ke pengadilan.
- Persidangan
o Persidangan pengadilan dipimpin oleh hakim atau majelis hakim.
o Dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa pembunuhan, para saksi dan juga
para ahli. Sebaiknya dokter dapat dihadirkan di sidang pengadilan ini sebagai
saksi ahli.
- Putusan pengadilan
Vonis dijatuhkan oleh hakim dengan ketentuan:
o Keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu pembunuhan di
kasus ini dan terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut.
o Keyakinan hakim ini harus ditunjang oleh sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah.
C. Interpretasi Temuan
1. Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam
keadaan mati tertelungkup. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui
sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan
pohon perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang
terjerat oleh baju tersebut.
Temuan ini dapat menggambarkan keadaan korban yang seolah-olah terjatuh saat
sedang melintasi sungai kering. Namun temuan terikatnya lengan baju ke sebuah
dahan pohon perdu, dapat menyingkirkan interpretasi tersebut, diduga ada orang
lain yang membuat ikatan tersebut. Maka dengan kata lain, temuan ini dapat
menggambarkan keadaan korban yang seolah-olah mati disebabkan karena
gantung diri dengan posisi gantung berbaring tertelungkup.
2. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian bawahnya
digulung hingga setengah tungkai di bawahnya.
Diduga korban adalah warga pedesaan yang sedang mencari kayu bakar di hutan.
Karena kebiasaan masyarakat di pedesaan setiap kali berjalan menusuri hutan
sering menggulung celananya dan membuka baju kemudian diikatkan di leher
atau disandangkan di bahu.
3. Namun, masih dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang
memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus yang memiliki ciri-ciri yang
sesuai dengan akibat kekerasan tajam dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai
bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan
tajam.
Temuan ini menyingkirkan bahwa korban mati bunuh diri. Karena luka yang
ditemukan merupakan tanda bukti korban penganiayaan orang lain terhadap
korban yang diduga sekaligus pelaku pembunuhan. Temuan nomor satu hanya
manipulasi dari pelaku agar orang menduga korban mati bunuh diri.
Putusnya pembuluh darah ketiak merupakan mekanisme dari kematian korban
yaitu perdarahan, karena pembuluh darah ketiak merupakan salah satu pembuluh
darah besar dari bagian tubuh di daerah aksila (ketiak). Dimana kekerasan
tajamlah yang menyebabkan putusnya pembuluh darah berupa luka bacok. Luka
berupa bacokan memiliki ciri-ciri, yaitu kedua sudut lancip dan relatif dalam,
bentuk garis lurus, tidak ada lecet atau memar di sekitar luka, tepi dinding rata,
folikel rambut terpotong, serta tidak ada jembatan jaringan.
Beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang juga memiliki
ciri-ciri yang sesuai akibat benda tajam memungkinkan bahwa korban sempat
melakukan perlawanan dengan kakinya sehingga kaki ikut terluka oleh benda
tajam tersebut dan menimbulkan luka sayat. Luka berbentuk sayatan tersebut
memiliki ciri-ciri, yaitu kedua sudut lancip dan relatif superfisial, bentuk garis
lurus, tidak ada lecet atau memar di sekitar luka, tepi dinding rata, folikel rambut
terpotong, serta tidak ada jembatan jaringan.
4. Tubuh mayat tersebut telah membusuk
Diduga korban telah meninggal lebih dari 24 jam yang lalu.
5. Rumah terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah daerah suatu perbukitan
yang berhutan cukup lebat.
Keterangan ini memperkuat asumsi bahwa pembunuhan berlangsung di tempat
tersebut karena letaknya jauh dari pemukiman sehingga memberi kesempatan
serta memudahkan pelaku untuk melakukan tindak kejahatan tersebut.
D. Identifikasi Forensik
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari, visual,
dokumen, pakaian dan perhiasan, identifikasi medik, pemeriksaan gigi, dan pemeriksaan
serologi, Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode DNA.
a. Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante
mortem. Setelah mengambil sidik jari jenazah (cap) hasil kita berikan kepada pihak yang
berwajib.
b. Metode visual
Jenazah Tn.A sudah membusuk, maka metode ini kurang efektif dilakukan, karena
metode visual hanya efektif apabila didapatkan jenazah yang belum mebusuk.
c. Pemeriksaan dokumen
Tidak ditemukannya dompet ataupun dokumen dan kartu identifikasi lainnya pada
pakaian korban.
d. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dipakai jenazah, mungkin dapat diketahui merk atau
nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.
Pada pemeriksaan didapatkan mayat berpakaian:
- Atas: kaos dalam (oblong) berwarna putih tanpa merek ukuran L yang berlumuran
darah di bagian dada dan perut kiri tubuh korban.
- Bawah: celana panjang kain berwarna hitam tidak bermerek dengan dua buah saku di
bagian belakang dan satu buah saku masing-masing pada bagian kanan dan kiri yang
dibagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Pada saku kiri
belakang terdapat sehelai sapu tangan berwarna abu-abu bergaris hitam. Pada bagian
depan atas celana terdapat bercak darah.
- Celana dalam berwarna putih dengan karet berwarna abu-abu pada pinggang dengan
tulisan Rider berwarna hitam.
e. Identifikasi medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
cacat/kelainan khusus, tatu (rajah). Metode ini mempunyai nilai cukup tinggi karena selain
dilakukan oleh seorang ahli dengan melakukan berbagai cara/modifikasi sehingga
ketepatannya cukup tinggi. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tinggi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
Pada pemeriksaan didapatkan bahwa mayat adalah seorang laki-laki bangsa
Indonesia, umur kurang lebih tiga puluh enam tahun, kulit berwarna sawo matang, gizi
cukup, panjang badan 165 cm dan berat badan 74 kg dan zakar disunat. Rambut kepala
berwarna hitam, tumbuh keriting tipis, panjang 13 cm. Alis berwarna hitam, tumbuh lebat.
Kumis berwarna hitam, tumbuh lebat dengan panjang 10mm. Hidung berbentuk normal
dan kedua daun telinga berbentuk normal. Alat kelamin berbentuk normal, tidak
menunjukkan kelainan. Lubang dubur berbentuk biasa tidak terdapat kelainan
f. Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya. Hasil dari pemeriksaan dibandingkan dengan data ante mortem.
Pada mayat didapatkan gigi geligi lengkap kecuali geraham depan pertama rahang
bawah sebelah kiri yang tidak ada.
g. Pemeriksaan serologik
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah.
Pemeriksaan golongan darah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa
rambut, kuku dan tulang.
E. Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan Luar
1. Label mayat : sehelai karton berwarna merah muda dengan materai lak merah,
terikat pada ibu jari kaki kanan mayat.
2. Tutup mayat : -
3. Bungkus mayat : -
4. Pakaian :
Korban menggunakan kaos dalam (oblong) berwarna putih tanpa merek
ukuran L yang berlumuran darah di bagian dada dan perut kiri tubuh korban dan
celana panjang kain berwarna hitam tidak bermerek dengan dua buah saku di bagian
belakang dan satu buah saku masing-masing pada bagian kanan dan kiri yang
dibagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Pada saku kiri
belakang terdapat sehelai sapu tangan berwarna abu-abu bergaris hitam. Pada bagian
depan atas celana terdapat bercak darah, serta celana dalam berwarna putih dengan
karet berwarna abu-abu pada pinggang dengan tulisan Rider berwarna hitam.
Lehernya terikat lengan baju dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan
pohon perdu setinggi 60 cm.
5. Perhiasan : tidak ditemukan
6. Benda di samping mayat: pohon perdu setinggi 60 cm dan bebatuan
7. Tanda kematian :
- Lebam mayat
Dilakukan pencatatan letak dan distribusi lebam. Pada kasus ini korban ditemukan
dalam posisi tertelungkup, sehingga lebam mayat akan ditemukan pada bagian
perut dan dada korban. Dan lebam mayat tidak hilang pada penekanan dan tidak
dapat berpindah. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit pasca mati dan
akan menetap 8-12 jam.
- Kaku mayat
Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dan distribusinya
dimulai dari kepala ke kaki. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi
lengkap.
- Suhu tubuh
Suhu tubuh menurun akibat berhenti nya proses metabolisme, hal ini dipengaruhi
juga oleh suhu lingkungan sekitar korban dan keadaan korban yang hanya
menggunakan kaos dalam.
- Pembusukan
Tanda pembusukan tampak pertama kali pada kulit perut sebelah kanan bawah
yang berwarna kehijau-hijauan. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca
mati. Pada kasus ini telah ditemukan adanya pembusukan, jadi perkiraan saat
kematian pada korban ini adalah lebih dari 24 jam.
8. Identifikasi umum:
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Bangsa : Indonesia
- Ras : Jawa
- Umur : 36 tahun
- Warna kulit : sawo matang
- Keadaan gizi : cukup
- Tinggi badan : 165 cm
- Berat badan : 74 kg
9. Identifikasi khusus:
Tattoo : -
Jaringan parut : -
Anomali : -
10. Pemeriksaan rambut : hitam dan keriting tipis
11. Pemeriksaan mata : tertutup, tidak ada gambaran perbendungan mata dan tidak
ada bintik-bintik perdarahan pada komjungtiva bulbi dan palpebra.
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung : tidak terdapat busa/cairan dan darah
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut : terdapat luka lecet jenis tekan atau
geser dan luka memar pada bagian/ permukaan bibir akibat bibir yang terdorong dan
menekan gigi, gusi dan lidah. Tidak ditemukan busa halus.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan : tidak ada kelainan
15. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan :
- Letak luka: ditemukan adanya satu luka terbuka didaerah ketiak kiri dan beberapa
luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri.
- Jenis luka: luka terbuka yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus
dan luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki ciri-ciri
yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
- Arah luka: melintang
- Tepi luka: rata dan teratur
- Sudut luka: kedua sudut luka lancip
- Dasar luka: dalam luka tidak melebihi panjang luka
- Ukuran luka: ± 10 cm
16. Pemeriksaan terhadap patah tulang: tidak ada tanda patah tulang
Pemeriksaan Dalam
1. Lidah : tidak ada bekas gigitan dan masih utuh
2. Tonsil : tidak ada kelainan
3. Kerongkongan : tidak ditemukan benda asing
4. Batang tenggorok : tidak ditemukan busa
5. Rawan gondok : terdapat sedikit resapan darah
6. Arteria karotis interna : tidak terdapat kerusakan
7. Kelenjar timus : ditemukan adanya thymic fat body
8. Paru-paru : tidak tampak adanya edema
9. Jantung : sebesar kepalan tangan kanan mayat. Selaput luar tampak
licin, tidak terdapat bintik perdarahan.
10. Aorta thorakalis : tidak ada kelainan
11. Aorta abdominalis : tidak ada kelainan
12. Ginjal:
Bersimpai lemak tipis. Simpai ginjal kanan dan kiri tampak rata dan licin,
berwarna coklat dan mudah dilepas. Berat ginjal sebelah kanan sembilan puluh gram
dan yang kiri seratus gram.
13. Hati, kandung empedu, dan pankreas:
Hati berwarna coklat, permukaan rata, tepi tajam dan perabaan kenyal.
Penampang hati berwarna merah-coklat dan gambaran hati tampak jelas. Berat hati
adalah seribu dua ratus lima puluh gram. Kandung empedu berisi cairan berwarna
hijau coklat, selaput lendir berwarna hijau. Saluran empedu tidak menunjukkan
penyumbatan.
14. Limpa dan kelenjar getah bening:
Limpa penampang berwarna merah hitam dengan gambaran limpa jelas. Berat
limpa seratus sepuluh gram.
15. Lambung dan Usus: lambung selaput lendir berwarna putih dan menunjukkan lipatan
yang biasa , tidak terdapat kelainan. Usus tidak ada kelainan.
16. Otak besar, otak kecil, dan batang otak: tidak ada kelainan
17. Alat kelamin dalam: tidak ada kelainan
Pada autopsi semua organ harus diperiksa secara menyeluruh untuk dapat mengetahui
kemungkinan-kemungkinan lain penyebab kematian.
Berdasarkan temuan dari pemeriksaan luar berupa adanya satu luka terbuka di daerah
ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus, maka kemungkinan
sebab kematian korban adalah akibat kekerasan tajam dan bukan karena akibat penjeratan
karena dalam kasus ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda kematian akibat jeratan berupa
tanda-tanda asfiksia maupun resapan darah pada otot-otot leher sebelah dalam. Sedangkan
mekanisme kematian korban adalah syok karena perdarahan masif akibat putusnya pembuluh
darah ketiak kiri.
Syok adalah keadaan dimana terjadi kegagalan sistem kardiovaskuler yang
menyebabkan gangguan perfusi jaringan, keadaan ini menyebabkan hipoksia, gangguan
metabolisme seluler, kerusakan jaringan, gagal organ dan kematian. Patofisiologi syok
perdarahan adalah terjadi kekurangan volume intravaskuler yang menyebabkan penurunan
aliran balik vena (venous return), sehingga terjadi penurunan pengisian ventrikel,
menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga menyebabkan
gangguan perfusi jaringan. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan
yang bermakna. Kehilangan ¼ volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam
kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang
berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari
pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya
perdarahan. Pada pembuluh darah besar yang terpotong seperti pada korban ini yaitu
pembuluh darah ketiak, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol dan
dikompensasi oleh tubuh.
F. Tanatologi
Aspek tanatologi pada kasus ini, yaitu:
- Tubuh mayat ditemukan telah membusuk, sehingga perkiraan saat kematian korban
lebih dari 24 jam karena pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati.
Pembusukan ini awalnya berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah, yaitu
daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat
dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-
hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh tubuh,
dan bau busuk akan tercium.
- Ditemukan lebam mayat tetap pada bagian dada dan perut karena korban ditemukan
dalam keadaan tertelungkup sebab setelah kematian klinis, maka eritrosit akan
menempati tempat terbawah akibat gaya tarik bumi (gravitasi). Lebam mayat yang
tetap ini dikarenakan bertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang cukup banyak,
sehingga sulit berpindah lagi, dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah ikut
mempersulit perpindahan tersebut. Dan lebam mayat yang menetap ini akan terjadi
setelah 8-12 jam pasca kematian.
- Pada korban juga terdapat penurunan suhu tubuh (algor mortis).
- Pada korban tidak diketemukan kaku mayat (rigor mortis) karena korban sudah
meninggal kira-kira 24 jam, sedangkan kaku mayat akan timbul dan menjadi lengkap
pada 12 jam pertama, kemudian menetap selama 12 jam dan akan menghilang dalam
urutan yang sama.
G. Saat Kematian
Pada kasus ini, ditemukan mayat dengan keadaan sudah membusuk. Pada pembusukan atau decomposition dapat terlihat dalam waktu 24 jam pasca mati. Pembusukan ini di pengaruhi oleh bakteri Clostridium Welchii dalam usus yang menyebar ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan gas pembusukan.
H. Sebab Kematian
Cedera/luka akibat kekerasan tajam.
I. Cara Kematian
Pada kasus ini, cara kematian korban adalah tidak wajar, dengan dugaan pembunuhan
oleh seseorang di hutan dengan menggunakan kekerasan tajam. Hal ini juga berdasarkan hasil
temuan pada korban, yaitu ditemukan tanda-tanda kekerasan, yaitu luka terbuka pada bagian
ketiak dan luka benda tajam pada kedua tungkai bawah.
J. Mekanisme Kematian
Perdarahan masif karena putusnya pembuluh darah ketiak kiri akibat kekerasan tajam
yang dilakukan terhadap korban dan dipercepat oleh adanya asfiksia/mati lemas
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Traumatologi
Traumatologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang bersifat:
Mekanik:
- Kekerasan oleh benda tajam
- Kekerasan oleh benda tumpul
- Tembakan senjata api
Fisika:
- Suhu
- Listrik dan petir
- Perubahan tekanan udara
- Akustik
- Radiasi
Kimia:
- Asam atau basa kuat
Luka akibat Kekerasan Tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat luka seperti ini adalah
benda yang memiliki sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-
alat seperti pisau, golok, dan sebagainya hingga keping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan
tepi kertas atau rumput. Gambaran umum luka yang diakibatkannya adalah tepi dan dinding
luka yang rata, berbentuk garism tidak terdapat jembatan jaringan dan dasar luka berbentuk
garis atau titik. Luka akibat kekerasan benda tajam dapat berupa luka irirs atau luka sayat,
luka tusuk dan luka bacok.
Selain gambaran umum luka tersebut di atas, luka iris atau sayat dan luka bacok
mempunyai kedua sudut luka lancip dan dalam luka tidak melebihi panjang luka. Sudut luka
yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat pergeseran senjata
sewaktu ditarik atau akibat bergeraknya korban. Bila dibarengi gerak memutar, dapat
menghasilkan luka yang tidak selalu berupa garis.
Pada luka tusuk, sudut luka dapat menentukan perkiraan benda penyebabnya, apakah
berupa pisau bermata satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul,
berarti benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata satu
dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung
benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya luka
lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kulit.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang
benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh factor elastisitas jaringan dan gerakan korban.
Umumnya, luka akibat kekerasan benda tajam pada kasus pembunuhan, bunuh diri
atau kecelakaan memiliki ciri-ciri berikut:
Pembunuhan Bunuh Diri Kecelakaan
Lokasi luka Sembarang Terpilih Terpapar
Jumlah luka Banyak Banyak Tunggal/banyak
Pakaian Terkena Tidak terkena Terkena
Luka tangkis Ada Tidak ada Tidak ada
Luka percobaan Tidak ada Ada Tidak ada
Cedera sekunder Mungkin ada Tidak ada Mungkin ada
Ciri-ciri pembunuhan di atas dapat dijumpai pada kasus pembunuhan yang disertai
perkelahian, Tetapi bila tanpa perkelahian maka lokasi luka biasanya pada daerah fatal dan
dapat tunggal.
Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban dan pada
umumnya ditemukan pada telapak dan punggung tangan, jari-jari tangan, punggung lengan
bawah dan tungkai.
Pemeriksaan pada kain (baju) yang terkena pisau bertujuan untuk melihat interaksi
antara pisau-kain-tubuh, yaitu melihat letak/lokasi kelainan, bentuk robekan, adanya partikel
besi (reaksi biru berlin dilanjutkan dengan pemeriksaan spektroskopi), serat kain dan
pemeriksaan terhadap bercak darahnya.
Bunuh diri yang menggunakan biasanya diarahkan pada tempat yang cepat
mematikan misalnya leher, dada kiri, pergelangan tangan, perut (harakiri) dan lipat paha.
Bunuh diri dengan senjata tajam tentu saja akan menghasilkan luka-luka pada tempat yang
terjangkau oleh tangan korban serta biasanya tidak menembus pakaian karena umumnya
korban menyingkap pakaian terlebih dahulu.
Luka percobaan khas ditemukan pada kasus bunuh diri yang menggunakan senjata
tajam, sehubungan dengan kondisi kejiwaan korban. Luka percobaan tersebut dapat berupa
luka sayat atau luka tusuk yang dilakukan berulang dan biasanya sejajar.
Yang dimaksud dengan kecelakaan pada tabel di atas adalah kekerasan tajam yang
terjadi tanpa unsur kesengajaan misalnya kecelakaan industri, kecelakaan pada kegiatan
sehari-hari; sedangkan cedera sekunder adalah cedera yang terjadi bukan akibat benda tajam
penyebab, misalnya luka akibat terjatuh.
Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul
Terdapat beberapa jenis luka yang dapat ditemukan pada tubuh korban seperti
lecet/abrasi, luka lecet tekan, hematom, laserasi, patah tulang ruptur abdomen/rongga thorax,
dan perdarahan.
- Lecet/abrasi
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan
benda yang memiliki permukaan kasar atau runcing, misalnya pada kejadian
kecelakaan lalu lintas, tubuh terbentur aspal, atau sebaliknya benda tersebut yang
bergerak dan bersentuhan dengan kulit.
Manfaat interpretasi luka lecet ditinjau dari aspek medikolegal seringkali
diremehkan, padahal pemeriksaan luka lecet yang teliti disertai pemeriksaan di TKP
dapat mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Misalnya suatu luka lecet
yang semula diperkirakan sebagai akibat jatuh dan terbentur aspal jalanan atau tanah,
seharusnya dijumpai pula aspal atau debu yang menempel di luka tersebut. Bila
setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti ternyata tidak dijumpai benda asing
tersebut, maka harus timbul pemikiran bahwa luka tersebut bukan terjadi akibat jatuh
ke aspal/tanah, tapi mungkin akibat tindak kekerasan.
- Luka lecet tekan
Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah
jaringan yang lentur, maka bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk
permukaan benda tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda
penyebab yang mempunyai bentuk yang khas misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas
gigitan, dan sebagainya.
Gambaran luka lecet tekan yang ditemukan pada mayat adalah daerah kulit
yang kaku dengan warna lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya
jaringan yang tertekan serta terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca mati.
- Hematom
Adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya
kapiler dan vena, yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul. Luka memar
kadangkala member petunjuk tentang bentuk benda penyebabnya, misalnya jejas ban
yang sebenarnya adalah suatu perdarahan tepi (marginal haemorrhage)
Letak, bentuk dan luas luka memar dipengaruhi oleh berbagai factor seperti
besarnya kekerasan, jenis benda penyebab (karet, kayu, besi), kondisi dan jenis
jaringan (jaringan ikat longgar, jaringan lemak), usia, jenis kelamin, corak dan warna
kulit, kerapuhan pembuluh darah, penyakit (hipertensi, penyakit kardio vascular,
diatesis, hemoragik).
Pada bayi, hematom cenderung lebih mudah terjadi karena sifat kulit yang
longgar dan masih tipisnya jaringan lemak subkutis., demikian pula pada usia lanjut
sehubungan dengan menipisnya jaringan lemak subkutan dan pembuluh darah yang
kurang terlindung.
Akibat gravitasi, lokasi hematom mungkin terletak jauh dari letak benturan,
misanya kekerasan benda tumpul pada dahi menimbulkan hematom palpebra atau
kekerasan benda tumpul pada paha dengan patah tulang paha menimbulkan hematom
pada sisi lain tungkai bawah.
Umur luka memar secara kasar dapat diperkirakan melalui perubahan
warnanya. Pada saat timbul, memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi
ungu atau hitam, setelah 4 sampai 5 hari akan berwarna hijau yang kemudian akan
berubah menjadi kunin dalam 7 sampai 10 hari, dan akhirnya menghilang dalam 14
sampai 15 hari. Perubahan warna tersebut berlangsung mulai dari tepid an waktunya
dapt bervariasi tergantung derajat dan berbagai factor yang mempengaruhinya.
Dengan perjalanan waktu, baik pada orang hidup maupun mati, luka memar akan
member gambaran yang makin jelas.
Hematom ante mortem yang timbul beberapa saat sebelum kematian biasanya
akan menunjukkan pembengkakan dan infiltrasi darah dalam jaringan sehingga dapat
dibedakan dari lebam mayat dengan melakukan penyayatan kulit. Pada lebam mayat
darah akan mengalir keluar dari pembuluh darah yang tersayat bila dialiri air,
penampang sayatan akan tampak bersih, sedangkan pada hematom, penampang
sayatan akan berwarna merah kehitaman. Tetapi harus diingan bahwa pada
pembusukan juga terjadi ekstravasasi darah yang dapat mengacaukan pemeriksaan ini.
- Laserasi
Adalah luka terbuka kekerasan benda tumpul. Bentuk daripada laserasi dapat
menunjukkan sifat benda penyebabnya dan dampak patofisiologi dapat sebagai
sumber perdarahan yang fatal dan menimbulkan suatu infeksi.
Ciri-ciri daripada suatu laserasi adalah tepi/dindin tidak rata, kadang ditemukan
jembatan jaringan, dan lecet mungkin ditemukan di sekitar luka.
- Patah tulang
Bentuk daripada patah tulang dapat menentukan sifat benda penyebab.
Perubahan terjadi berdasarkan waktu. Dampak patofisiologi yang dapat ditimbulkan
oleh patah tulang adalah antara lain, perdarahan, disfungsi, kerusakan jaringan sekitar,
emboli lemak dan sumsum tulang.
- Cedera kepala
Selain kelainan pada kulit kepala dan patah tulang tengkorak, cedera kepala
dapat pula mengakibatkan perdarahan dalam rongga tengkorak berupa perdarahan
epidural, subdural dan subarakhnois, kerusakan selaput otak dan jaringan otak.
Perdarahan epidural sering terjadi pada usia dewasa sampai usia pertengahan,
dan sering dijumpai pada kekerasan benda tumpul di daerah pelipis (kurang lebih
50%) dan belakang kepala akibat garis paah yang melewati sulcus arteriea meningea
tetapi perdarahan epidural tidak selalu disertai patah tulang.
Perdarahan subdural terjadi karena robeknya sinus, vena jembatan (bridging
vein), arteri basilaris atau berasal dari perdarahan subarachnoid.
Perdarahan subarakhnois biasanya berasal dari focus kontusio/laserasi jaringan
otak. Perlu diingat bahwa perdarahan ini juga bisa terjadi spontan pada sengatan
matahari (heat stroke), leukemia, tumor, keracunan CO dan penyakit infeksi tertentu.
Lesi otak tidak selalu terjadi hanya pada daerah benturan (coup), tetapi dapat
terjadi di seberang titik benturan (contre coup) atau di antara keduanya (intermediate
lesion).
Perdarahan Axilla
Axilla adalah daerah berbentuk limas yang terdapat pada peralihan antara lengan atas
dan thorax. Bentuk dan luas axilla berubah-ubah, tergantung dari kedudukan lengan atas.
Arteria axillaris, vena axillaris, dan fasciculus plexus brachialis diliputi oleh sarung
fasia yang tipis. Ke arah cranial sarung aksilar ini ternyata sinambung dengan lapis
prevertebral fasia cervicalis di depan arteria subclavia.
Arteria axillaris berawal pada tepi lateral costa I sebagai kelanjutan arteria subclavia
dan berakhir pada tepi kaudal musculus teres major. Arteri axillaris dibagi menjadi tiga
bagian oleh musculus pectoralis minor.
Vena axillaris terletak medial dari arteria axillaris. Vena axillaris berawal sebagai
lanjutan vena basilica pada tepi kaudal musculus teres major dan berakhir pada tepi lateral
costa I untuk menjadi vena subclavia. Vena axillaris menampug anak-anak cabang yang
sesuai dengan cabang-cabang arteria axillaris, dan di tepi kaudal musculus subscapularis
menampung pasangan vena brachialis yang mengikuti arteria brachialis (vena comitans).
Perdarahan pada pembuluh darah pada daerah ketiak akan menyebabkan korban mati
karena kehabisan darah. Tidak hanya pembuluh darah, pada daerah ketiak juga terdapat saraf
yang pada korban kebetulan tidak ditemukan adanya kerusakan. Karena pembuluh darah
yang terputus, maka darah yang masuk ke jantung untuk dialirkan ke organ-organ lain akan
berkurang.
Perdarahan yang terdapat pada region axilla dapat menimbulkan kematian yang
mungkin didahului oleh fase shock. Shock adalah sindrom klinik yang timbul dari perfusi
jaringan yang inadekuat. Ketidakseimbangan antara penghantaran dan kebutuhan oksigen
dan substrat yang diakibatkan oleh hipoperfusi dapat menyebabkan disfungsi seluler. Injury
seluler yang disebabkan oleh penghantaran oksigen dan substrat yang inadekuat dapat
menimbulkan produksi dan lepasnya mediator inflamasi dan perubahan struktur dari
mikrovaskularisasi. Hal ini mengarah ke lingkaran setan dimana perfusi yang bermasalah
bertanggung jawab akan adanya injury seluler; yang menyebabkan maldistribusi aliran darah
yang nantinya bisa mengarah ke multiple organ failure dan apabila lingkaran ini tidak
dihentikan maka dapat berakhir dengan kematian.
Bentuk yang paling umum dari shock adalah karena kehilangan sel darah merah dan
plasma dari hemorrhage atau dari kehilangan plasma saja dari sekuestrasi cairan
ekstravaskular atau gastrointestinal, urinary dan insensible loss. Respons fisiologik yang
normal pada hipovolemik adalah dengan menjaga perfusi dari otak dan jantung saat
mengembalikan volume darah sirkulasi yang efektif. Adanya peningkatan simpatis,
hiperventilasi, kolapsnya pembuluh darah vena, pelepasan hormone stress, dan percobaan
untuk membatasi kehilangan volume intravascular melalui diambilnya cairan interstitial dan
intraselular dan menurunnya output urin.
- Hipovolemia ringan
Kehilangan ≤ 20% dari volume darah, ditandai dengan adanya takikardia yang ringan,
ekstremitas dingin, meningkatnya waktu pengisian kapiler (capillary refill time),
diaphoresis, kolaps vena, dan gelisah (anxious).
- Hipovolemia sedang
Kehilangan 20-40% volume darah ditandai dengan pertanda hipovolemia ringan
ditambah dengan takikardia, takipnoe, oligouri dan perubahan postural.
- Hipovolemia berat
Kehilangan > 40% volume darah ditandai dengan tanda-tanda hipovolemia ringan dan
sedang yang disertai dengan instabilitas hemodinamika, marked tachycardia, hipotensi,
dan koma (penurunan kesadaran)
Transisi dari hipovolemi ringan menuju berat dapat berlangsung cepat. Apabila
keadaan ini tidak segera ditangani, apalagi pada pasien yang sudah tua atau dengan penyakit
penyerta tertentu, maka kematian dapat segera terjadi.
Asfksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara klinis keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernapasan, misalnya barbiturat dan narkotika.
Penyebab tersering asfiksia dalam konteks forensik adalah jenis asfiksia mekanik, dibandingkan dengan penyebab yang lain seperti penyebab alamiah ataupun keracunan
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:
1. Anoksia Anoksik
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
← - Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
← - Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
← - Ekstraseluler Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian berlangsung perlahan.
← - IntraselularDi sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.
- MetabolikDi sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengga nggu pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.
- SubstratDalam hal ini makanan tidak mencukupi untuk metabolisme yang efisien, misalnya pada keadaan hipoglikemia.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran
pernapasan oleh berbagai kekerasan {yang berdifat mekanik), misalnya:
1. PEMBEKAPAN/SMOTHERING.
2. GAGGING & CHOKING.
3. PENCEKIKAN.
4. PENJERATAN / STRANGULASI.
Penjeratan, adalah penekanan benda asing yang permukaannya relatif sempit dan panjang, dapat
berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin
lama makin kuat di mana kekauatan jeratan berasal dari tarikan keua ujungnya, sehingga secara
berturutan pembuluh darah balik, arteri superfisial dan saluran nafas tertutup. Biasanya arteri
vertebralis tetap paten, hal ini disebabkan karena kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan
biasanya tidak besar. Mekanisme matinya bisa karena tertutupnya jalan nafas hingga terjadi asfikisa,
atau tertutupnya vena hingga anoksia otak, atau refleks vagal atau karena tertutupnya arteri karotis
sehingga otak kekurangan darah.Penjeratan biasanya merupakan peristiwa pembunuhan, meskipun
dapat karena bunuh diri maupun kecelakaan (misalnya selendang yang dililitkan di leher tertarik roda
saat mengendari motor). Tanda penjeratan yaitu:
• Jejas jerat biasanya mendatar, melingkari leher dan umumnya terdapat lebih rendah daripada jejas jerat pada gantung. Jejas jerat biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan gondok.
Bila jerat kasar seperti tali dan tekanan kuat, maka dapat meninggalkan luka lecet yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat yang dengan perabaan teraba kaku seperti kertas perkamen.
Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet-lecet atau memar di sekitar jejas jerat, biasanya terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
Pada pemeriksaan dalam leher di sekitar jeratan, bisa tampak resapan darah pada otot dan jaringan ikat, fraktur dari tulang rawan reutama rawan gondok, dan kongesti jaringan ikat, kelenjar limnfe dan pangkal lidah.
Sering ditemukan adanya buih halus kemerahan pada jalan nafas
5. GANTUNG / HANGING.
6. TRAUMATIC ASFIKSIA.
BAB V
KESIMPULAN
Pada kasus dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan
pembuluh darah ketiak yang putus, dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan
dan kiri yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam.
Kelompok kami menduga luka yang terjadi pada korban adalah luka akibat
pembunuhan. Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh.
Pada korban pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka
tangkis seperti yang ditemukan pada kasus, yaitu beberapa luka terbuka didaerah tungkai
bawah kanan dan kiri.
Kami menyingkirkan luka yang terjadi sebagai akibat kecelakaan dan bunuh diri
karena pada luka-luka akibat kecelakaan biasanya terdapat pada bagian tubuh yang “terbuka”.
Bagian tubuh yang biasanya terlindung jarang mendapat luka pada suatu kecelakaan. Daerah
terlindung ini misalnya adalah daerah ketiak, daerah sisi depan leher, daerah lipat siku dan
sebagainya. Sedangkan pada korban bunuh diri, luka-luka biasanya terdiri dari beberapa buah
yang berjalan kurang lebih sejajar dan dangkal (luka-luka percobaan, tentative wounds)
dengan sebuah luka dalam yang mematian. Bunuh diri dengan benda tajam biasanya
diarahkan pada tempat yang cepat mematikan seperti pada leher, dada kiri, pergelangan
tangan, perut dan lipat paha.
Pada kasus ditemukan leher korban terikat lengan baju (yang kemudian diketahui
sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat kesebuah dahan pohon
perdu setinggi 60 cm. Posisi tubuh relatif mendatar, namun leher memang terjerat oleh baju
tersebut. Kelompok kami memperkirakan dua kejadian, yang pertama temuan ini hanya
manipulasi dari pelaku agar orang menduga korban mati bunuh diri, dan yang kedua pelaku
menjerat leher korban untuk mempercepat proses kematian korban akibat asfiksia. Dalam
kasus ini kami memperkirakan kematian pasien disebabkan karena perdarahan hebat akibat
putusnya pembuluh darah ketiak kiri yang dipercepat oleh keadaan asfiksia/ mati lemas.
BAB VI
PENUTUP
Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Allah SWT, makalah ini dapat
diselesaikan tanpa halangan yang berarti dan tepat waktu oleh penulis. Makalah ini
merupakan hasil diskusi tutorial pertama kelompok VIII modul organ forensik Fakultas
Kedokteran Trisakti.
Terimakasih kepada para dosen pengajar, tutor, serta puhak-pihak lain yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terimakasih
kepada pihak-pihak terkait lainnya, yang membantu tersusunnya makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang
membacanya, dan juga, kami mohon maaf apabila ada kekurangan dalam makalah ini, baik
dari cara penyajiannya maupun isi dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-undangan
Bidang Kedokteran. Hukum Acara Pidana, Prosedur Medikolegal, dan Kejahatan
terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1994.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI; 1997.
3. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 2000.
4. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
5. Dahlan S. Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum et Repertum Ed.II. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2003.