makalah fisio - avian influenza
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Usaha perunggasan, khususnya ayam (broiler maupun layer) mempunyai
arti ekonomis yang sangat penting dibandingkan dengan jenis usaha peternakan
lainnya. Alasan yang pertama, teknik beternak ayam relatif lebih mudah sehingga
dapat dilakukan oleh banyak orang. Kedua, harga produknya murah dan nilai
gizinya tinggi. Ketiga, produk utama dan sampingannya dapat dimanfaatkan
(Tabbu, 1996). Kembangan usaha tersebut cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari
populasinya yang tinggi. Namun, usaha peternakan ayam ini merupakan suatu
usaha yang mempunyai risiko tinggi, karena sewaktu-waktu dapa terjadi wabah
penyakit menular. Oleh sebab itu pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien
dan professional.
Tabbu (1996) mengelompokkan penyakit unggas berdasarkan target
primernya, yaitu penyakit pernafasan, penyakit pencernaan, penyakit yang
mengganggu sistem kekebalan, penyakit yang mengganggu produksi telur,
penyakit yang menyebabkan tumor dan penyakit lainnya. Sedangkan yang
termasuk penyakit pernafasan adalah: Newcastle Disease (ND), Avian Influenza
(Al), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Laryngo-tracheitis (ILT), Chronic
Respiratory Disease (CRD) atau CR Komplek (CRDK), Infectious Coryza (Snot)
1
dan Aspergillosis (Shane,1998), kolera unggas, Swolle Head Syndrome (SHS)
(Tabbu, 1996) dan Koliseptisemia (Charlton et al., 2000).
Munculnya berbagai macam penyakit pada peternakan ayam dapat
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Wabah penyakit menular
yang sangat ganas merupakan risiko terbesar yang harus dihadapi peternak,
seperti penyakit flu burung (Avian Influenza/AI) yang sekarang mewabah di
Indonesia.
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah
suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan
ditularkan oleh unggas. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan
transportasi unggas yang terinfeksi.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Sesuai dengan judul makalah ini “AVIAN INFLUENZA” terkait dengan mata
kuliah Fisiologi. Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang
dibahas dibatasi pada masalah :
a. Etiologi avian influenza
b. Hospes avian influenza
c. Patogenesitas avian influenza
d. Cara penularan avian influenza
e. Gejala klinis avian influenza
f. Perubahan Patologik
2
g. Diagnosis avian influenza
h. Penanggulangan avian influenza
1.3 BATASAN MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas
dibatasi pada masalah :
1. Pembahasan mengenai Etiologi avian influenza.
2. Pembahasan mengenai Hospes avian influenza.
3. Pembahasan mengenai Patogenesitas avian influenza.
4. Pembahasan mengenai Cara penularan avian influenza.
5. Pembahasan mengenai Gejala klinis avian influenza.
6. Pembahasan mengenai Perubahan Patologik.
7. Pembahasan mengenai Diagnosis avian influenza.
8. Pembahasan mengenai Penanggulangan avian influenza.
1.4 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah
yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana deskripsi mengenai Etiologi avian influenza?
2. Bagaimana deskripsi mengenai Hospes avian influenza?
3. Bagaimana deskripsi mengenai Patogenesitas avian influenza?
4. Bagaimana deskripsi mengenai Cara penularan avian influenza?
5. Bagaimana deskripsi mengenai Gejala klinis avian influenza?
3
6. Bagaimana deskripsi mengenai Perubahan Patologik?
7. Bagaimana deskripsi mengenai Diagnosis avian influenza?
8. Bagaimana deskripsi mengenai Penanggulangan avian influenza?
1.5 TUJUAN
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang penyakit
pernafasan pada ayam khususnya penyakit menular flu burung (Avian
Influenza/AI) yang dijumpai di lapangan dan mengenalinya secara etiologi,
patogenesis, cara penularan, gejala klinis, perubahan patologik, cara diagnosa
dan diagnosa bandingnya, serta penanggulangannya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Etiologi
Flu Burung adalah influenza pada
unggas yang disebabkan oleh virus
Avian Influenza (AI) dari famili
Orthomy xoviridae. Virus AI terdiri atas
3 tipe antigenic yang berbeda, yaitu A, B
dan C, juga mempunyai subtype yang
dibagi berdasarkan permukaan Haengglusimin (HA) dan Neoraminedae (NA)
ada 15 sub type II A dan 9 jenis NA.
Virion menciri dari virus influenza A adalah membulat dan berdiameter
100nm tetapi lebih sering ditemukan bentuk yang lebih besar dan tidak beraturan.
5
Terdapat 8 protein virion, lima darinya merupakan protein structural dan 3
berkaitan dengan polimerase RNA. Terdapat 2 jenis peplomer, molekul
hemaglutinin (H) bentuk batang, yang merupakan trimer dan molekul
neuramidase (N) bentuk jamur yang merupakan tetramer. Kedua molekul H dan
N itu merupakan lipoprotein dan membawa epitop khusus-subtipe.
Sifat Virus avian influenza adalah dapat menghemaglutinasi sel darah
merah unggas, virus influenza ini dapat bertahan hidup pada di air sampai 4 hari
pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Di dalam tinja unggas dan
dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama (Sianipar, 2006),
namun Virus ini sensitif terhadap panas pada suhu 560C selama 3 jam atau 600C
selama 30 menit, suasana asam pada pH 3.
2.2 Hospes
Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui
burung-burung liar yang secara periodik melakukan migrasi pada setiap
perubahan musim. Virus kemudian menular ke peternakan unggas. Pada awalnya
virus itu hanya mampu menginfeksi dan menyebabkan kematian dalam waktu
singkat pada sejumlah besar unggas (soeroso, 2007) Penyebaran virus AI
semakin melebar ke berbagai spesies unggas di luar ayam. Spesies Unggas yang
Positif HPAI H5NI di Indonesia menurut hasil Surveilans adalah Ayam petelur,
6
Ayam pedaging, Ayam kampung, Itik, Entok, Angsa, Kalkun, Burung unta,
Burung puyuh, Burung merpati, Burung merak putih, Burung perkutut.
2.3 Patogenesitas
Patogenesitas merupakan suatu interaksi antara hospes dan virus, maka
suatu virus influenza yang bersifat patogenik terhadap satu spesies unggas belum
tentu bersifat patogenik untuk spesies yang lainnya. Target jaringan atau organ
suatu virus mungkin mempengaruhi tingkat patogenesitasnyaVirus AI dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu bentuk akut yang disebut dengan
Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan yang bentuk ringan disebut Low
Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Virus pada unggas yang mempunyai subtipe
H5 atau H7 telah diketahuimempunyai hubungan yang erat dengan penyakit yang
bersifat patogenik, sebaliknya banyak juga virus influenza A subtipe H5 atau H7
yang bersifat tidak patogen (Tabu, 2000).
Office Intenational des Epizootic (OIE) mengadopsi kriteria untuk
mengklasifikasi suatu virus sebagai HPAI : Virus avian influenza yang
menyebabkan kematian 6, 7 atau 8 dari 8 ekor ayam umur 4-8 minggu yang peka
dalam waktu 10 hari setelah pemberian intra vena 0,2 ml pengenceran 1 : 10
cairan alantois infektif yang bebas bakteri.
7
a. Virus avian influenza meskipun bukan subtipe H5 atau H7, yang dapat
mematikan 1-5 ekor ayam dari 8 ekor ayam dan dapat tumbuh dalam kultur
sel tanpa adanya tripsin.
b. Untuk semua virus avian influenza subtipe H5 dan H7 yang patogenesitasnya
rendah dan untuk virus influenza yang lain, jika pertumbuhan teramati pada
kultur sel tanpa tripsin dan memiliki deretan asam amino pada gen
“hemaglutinin cleavage site” yang cocok dengan virus HPAI, maka isolat
yang diuji dianggap sebagai Highly Pathogenic.
2.4 Cara penularan
Di alam, yang bertindak sebagai reservoir utama virus AI adalah unggas
air antara lain itik liar, dalam tubuhnya ditemukan semua subtipe yang ada dan
dapat bersembunyi pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan dan
menyebar ke unggas lain melalui inhalasi. Penyebaran flu burung dapat melalui
induk semang, virus dapat menginfeksi segala jenis unggas, sumber penularan
terutama pada waktu unggas air yang bermigrasi dan tingkat patogennya
tergantung dari subtipe virus, spesies unggas dan faktor lingkungan.
Penularan avian influenza dapat terjadi melalui kontak langsung antara
ayam sakit dengan ayam yang peka. Ayam yang terinfeksi mengeluarkan virus
dari saluran pernapasan konjungtiva dan feses.
8
Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung, misalnya melalui
udara yang tercemar oleh material/debu yang mengandung virus influenza,
makanan/minuman, alat/perlengkapan peternakan, kandang, pakaian, kendaraan,
peti telur, nampan telur, burung dan mamalia yang tercemar virus influenza Lalat
juga mempunyai peranan dalam menyebarkan virus AI. Tinja yang mengandung
virus avian influenza dalam 1 gram dapat menginfeksi ayam sebanyak satu juta
ekor.
Agen infeksi lain, faktor lingkungan/stress dapat berpengaruh pada
berat/ringannya dari suatu penyakit. Unggas yang sembuh menjadi carier,
sebagai pembawa sifat (Ambar, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi
penularan flu burung yaitu kepadatan penduduk dan kepadatan unggas, virus
yang bersirkulasi (H5N1), biosekuriti yang menurun, kerentanan daya tahan
tubuh manusia dan hewan.
Ekologi Avian Influenza
9
2.5 Gejala klinis
Masa inkubasi virus avian influenza bervariasi antara 1-3 hari, masa
inkubasi tersebut tergantung pada dosis virus, rute kontak dan spesies unggas
yang diserang. Gejala penyakit sangat bervariasi dan tergantung pada spesies
unggas terinfeksi, subtipe virus dan faktor lingkungan.
Gejala yang terlihat dapat berbentuk gangguan pada saluran pernapasan,
pencernaan, reproduksi dan sistem saraf (Rahardjo, 2004). Gejala awal yang
dilaporkan adalah penurunan nafsu makan, emasiasi, penurunan produksi telur,
gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi, bulu
kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis pada daerah kulit yang
tidak berbulu, gangguan saraf dan diare. Gejala tersebut dapat berdiri sendiri atau
dalam bentuk kombinasi (easterday et al., 1997).
Secara rinci gejala klinis pada unggas menujukkan jengger, pial, kaki dan
daerah yang tidak ditumbuhi bulu berwarna ungu kebiruan atau berdarah, bulu-
bulu berguguran, diare, menggigil dan keluar cairan dari mata dan hidung,
pembengkakan di bagian muka, kelopak mata dan kepala. Pendarahan di kulit
pada area yang tidak ditumbuhi bulu, terutama pada kaki. Pendarahan bintik pada
daerah dada, kaki, dan telapak kaki. Batuk, bersin, dan terdengar suara ngorok.
Kesulitan bernafas. Lemas (tidak berenergi) dan kehilangan selera. Kepala
tertunduk menyatu dengan badan, gelisah. kematian tinggi dalam populasi.
10
Burung puyuh yang mati menunjukkan gejala klinis, seperti kotoran putih
kehijauan, tidak nafsu makan, dan lemas. Proses kematian tidak terlalu mendadak
seperti gejala AI sebelumnya. Pada kasus AI terakhir di Klaten awal tahun 2006,
diketahui ada perubahan gejala klinis dari kasus-kasus sebelumnya seperti telur
unggas yang terkena AI biasanya lunak, namun sekarang tidak lagi dan pada
kasus sebelumnya, unggas yang terkena AI apabila dibedah organ dalamnya
rusak, namun sekarang tidak rusak.
Morbiditas dan mortalitas bervariasi dan tergantung pada spesies unggas,
virus, umur, lingkungan (kadar amoniak, ventilasi) dan adanya infeksi sekunder.
Morbiditas dapat sangat tinggi, tetapi sebaliknya mortalitas rendah. Pada avian
influenza yang disebabkan oleh virus yang sangat patogen, maka mortalitas dan
morbiditas dapat mencapai 100%. Mortalitas biasanya meningkat antara 10-50
kali dari hari sebelumnya dan mencapai puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-7
setelah timbulnya gejala (Tabbu, 2000).
Faktor predisposisi seperti lingkungan yang jelek, penggunaan vaksin
virus hidup dan infeksi sekunder oleh virus, bakteri serta mikoplasma dapat
memperparah gejala klinis. (Fenner et al.,1993).
11
2.6 Perubahan Patologik
1. Perubahan Makroskopik
Perubahan Makroskopik yang ditemukan pada unggas sangat
bervariasi menurut lokasi tempat lesi itu ditemukan, derajat keparahan, spesies
unggas, dan patogenesitas dari virus.
a. Bentuk ringan (Low Pathogenic Avian Influenza)
Pada sinus mungkin ditemukan adanya salah satu atau campuran eksudat
kataralis, fibrinus, serofibrinus, mukopurulen atau kaseus. Edema disertai
eksudat dari serous sampai kaseus pada trakhea. Kantong udara menebal
mengandung eksudat fibrinus atau kaseus. Pada peritoneum tampak adanya
peritonitis fibrinus dan egg peritonitis. Pada sekum dan usus ditemukan
adanya enteritis kataralis sampai fibrinous.
b. Bentuk akut (Highly Pathogenic Avian Influenza)
Apabila unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak
ditemukan adanya perubahan mikroskopik tertentu oleh karena lesi pada
jaringan belum sempat berkembang Pada sejumlah kasus dapat ditemukan
kongesti, hemoragi, transudasi dan nekrosis. Jika penyakit ini melanjut,
maka kerap kali akan ditemukan adanya foki neurotik pada hati, limpa,
ginjal dan paru.
12
2. Perubahan mikroskopik
Lesi yang ditimbulkan oleh fowl plaque ditandai adanya edema,
hyperemia, hemoragik dan perivascular cuffing sel limfoid, terutama pada
miokardium, limpa, paru, otak, balung dan dengan frekuensi yang lebih
rendah pada hati dan ginjal. Perubahan degenerasi dan nekrosis pada hati,
limpa dan ginjal. Lesi pada otak adanya foci nekrosis, perivascular cuffing sel
limfoid, gliosis, proliferasi pembuluh darah dan nekrosis neuron. Beberapa
virus avian influenza A yang bersifat sangat patogenik kerapkali
menimbulkan nekrosis miokardium dan miokarditis (Tabbu, 2000).
2.7 Diagnosis
Koleksi sampel diambil dari saluran pernapasan (trakea, paru, kantong
udara, eksudat sinus) dan saluran pencernaan (beard, 1989). Infeksi sistemik
yang disebabkan oleh virus highly pathogenic dimana terjadi viremia, setiap
organ dapat digunakan untuk isolasi virus. Hewan laboratorium yang sering
digunakan untuk penelitian adalah ayam, kalkun, dan itik. Virus ini juga
bereplikasi pada musang, kucing, hamster, tikus, kera dan babi.
Isolasi virus dapat dilakukan pada telur ayam berembrio yang SPF
(Specific Pathogen Free) umur 10-11 hari, menggunakan jaringan trachea, paru-
paru, limpa, otak, dan atau usapan kloaka ayam sakit atau mati karena virus
13
bereplikasi di dalam saluran respirasi dan atau saluran pencernaan, hingga
embrio mati dalam 42-72 jam (Tabbu, 2000; Rahardjo, 2004).
Pemeriksaan serologis dapat digunakan untuk mengetahui adanya
pembentukan antibodi terhadap virus avian influenza A, yang dapat diamati pada
hari ke-7 sampai ke-10 pasca infeksi. Uji serologi yang sering digunakan adalah
uji hemaglutinasi inhibisi (HI) untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
hemaglutinin (H) dan agar gel presipitasi (AGP) untuk mengetahui adanya
antibodi terhadap neuramidase (N). Uji lain untuk mengetahui adanya
pembentukan antibodi adalah netralisasi virus (VN), neuraminidase-inhibition
(NI), enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi monoklonal, dan
hibridisasi in situ. Pada kasus-kasus di lapangan sering menggunakan teknik
immunoflourescence untuk mengetahui adanya virus influenza dengan cepat
(Tabbu, 2000).
2.8 Penanggulangan
Avian influenza tidak dapat diobati, pemberian antibiotik/antibakteri
hanya untuk mengobati infeksi sekunder oleh bakteri atau mycoplasma.
Pengobatan sportif dengan multivitamin perlu juga dilakukan untuk proses
rehabilitasi jaringan yang rusak (Tabbu, 2000).
Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah mencegah kontak
antara unggas dengan burung liar atau unggas liar, depopulasi atau pemusnahan
14
terbatas di daerah tertular, pengendalian limbah peternakan unggas, surveilans
dan penelusuran, pengisian kandang kembali atau peremajaan, penerapan
kebersihan kandang, penempatan satu umur dalam peternakan, manajemen flock
all-in all-out, penyemprotan dengan desinfektan terhadap kandang sebelum
pemasukan unggas atau ayam baru, penerapan stamping out atau pemusnahan
menyeluruh di daerah tertular baru dalam menangani wabah HPAI untuk
menghindari resiko terjadinya penularan kepada manusia, karena bersifat
zoonosis, peningkatan kesadaran masyarakat, serta monitoring dan evaluasi
(Rahardjo, 2004). Pencegahan yang lain adalah mencuci tangan dengan sabun
cair pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan,
Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna
unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus),
Mengkonsumsi daging ayam yang telah dimasak dengan suhu 800 C selama satu
menit, telur unggas dipanaskan dengan suhu 640 C selama lima menit (Patu.
2006).
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
o Flu Burung adalah influenza pada unggas yang disebabkan oleh virus Avian
Influenza (AI) dari famili Orthomy xoviridae
o Virus influenza H5N1 pada awalnya diperkirakan menyebar melalui burung-
burung liar, kemudian menular ke peternakan unggas, spesies unggas lain dan
mamalia.
o patogenesitasnyaVirus AI dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu
bentuk akut yang disebut dengan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)
dan yang bentuk ringan disebut Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI).
o Cara penularan AI melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
o Gejala yang terlihat dapat berbentuk nafsu makan, emasiasi, penurunan
produksi telur, gejala pernapasan seperti batuk, bersin, menjulurkan leher,
hiperlakrimasi, bulu kusam, pembengkakan (oedema) muka dan kaki, sianosis
pada daerah kulit yang tidak berbulu, gangguan saraf dan diare.
o Diagnosis dilakukan dengan uji serologi seperti, ELISA (Enzym Link Assay /
ELA), HI ( Haemaglutinin Inhibition Test), CFT (Compliment Fixation Test),
(AGP) Agar Gel Presipitasi, (VN) Netralisasi Virus, (NI) Neuraminidase-
inhibition.
o Penanggulangan dapat dilakukan demgan peningkatan biosecurity, manajemen
sanitasi lingkungan dan peningkatan kekebalan dengan jalan vaksinasi.
16