makalah ekonomi moneter tentang bbm
DESCRIPTION
berisi tentang inflasi, dampak kenaikan bbmTRANSCRIPT
Ekonomi Moneter
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebijakan pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri
menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM ini akan diikuti oleh
naiknya harga barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa ini
menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan mempersulit
perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Jika terjadi kenaikan harga BBM di Negara ini, akan sangat berpengaruh terhadap
permintaan (demand) dan penawaran (supply). Permintaan adalah keinginan yang disertai
dengan kesediaan serta kemampuan untuk membeli barang yang bersangkutan (Rosyidi,
2009:291). Sementara penawaran adalah banyaknya jumlah barang dan jasa yang ditawarkan
oleh produsen pada tingkat harga dan waktu tertentu.
Permintaan dari masyarakat akan berkurang karena harga barang dan jasa yang
ditawarkan mengalami kenaikan. Begitu juga dengan penawaran, akan berkurang akibat
permintaan dari masyarakat menurun. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi melonjak
akibat dari naiknya biaya produksi dari barang dan jasa. Ini adalah imbas dari kenaikan harga
BBM. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan, “Jika harga suatu barang naik, maka jumlah
barang yang diminta akan turun, dan sebaliknya jika harga barang turun, jumlah barang yang
diminta akan bertambah” (Jaka, 2007:58).
Masalah lain yang akan muncul akibat dari kenaikan harga BBM adalah kekhawatiran
akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Ini terjadi karena dampak kenaikan harga barang
dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang mengalami kenaikan. Kondisi
perekonomian Indonesia juga akan mengalami masalah. Daya beli masyarakat akan menurun,
munculnya pengangguran baru, dan sebagainya.
Inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit untuk dihindari,
karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Disisi lain,
kenaikan harga BBM juga tidak dapat dihindari, karena membebani Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Sehingga Indonesia sulit untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, baik itu tingkat investasi, maupun pembangunan-pembangunan lain yang dapat
memajukan kondisi ekonomi nasional.
1
Ekonomi Moneter
Dengan naiknya tingkat inflasi, diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan
untuk mengatasinya, demi menjaga kestabilan perekonomian nasional. Diperlukan kebijakan
pemerintah, dalam hal ini Bank Sentral yakni Bank Indonesia (BI) untuk mengatur jumlah
uang yang beredar di masyarakat. Jumlah uang yang beredar di masyarakat ini berhubungan
dengan tingkat inflasi yang terjadi. Banyaknya uang yang beredar di masyarakat ini adalah
dampak konkret dari kenaikan harga BBM.
Bank Indonesia selaku lembaga yang memiliki wewenang untuk mengatasi masalah ini,
selain pemerintah tentunya, bertugas untuk mengatur jumlah uang yang beredar di
masyarakat. Salah satu langkah yang dilakukan untuk mengatasi inflasi ini adalah dengan
mengatur tingkat suku bunga. Kebijakan menaikan dan menurunkan tingkat suku bunga ini
dikenal dengan sebutan politik diskonto yang merupakan salah satu instrumen kebijakan
moneter.
Dari latar belakang diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas
mengenai “Fenomena Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Suku Bunga Fed
Funds Rate serta pengaruh permintaan dan penawaran rupiah dalam Perekonomian
Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai dampak
dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian Indonesia, yang
didalamnya juga berdampak pada tingkat inflasi. Masalah ini diambil karena kenaikan harga
BBM dapat mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Dalam makalah ini, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa saja dampak dari kenaikan harga BBM ?
2. Bagaimana dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi dan perekonomian Indonesia ?
3. Bagaimana langkah yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi inflasi yang disebabkan
oleh kenaikan harga BBM ?
4. Bagaimana kondisi Suku Bunga Fed Funds Rate saat inflasi ?
5. Bagaimana kondisi permintaan (demand) dan penawaran (supply) pada Mata Uang
Rupiah ?
2
Ekonomi Moneter
C. Tujuan Makalah
Dari masalah diatas, secara garis besar tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
menjelaskan mengenai dampak dari kenaikan harga BBM. Adapun tujuan dari makalah ini
adalah agar dapat mengetahui secara jelas mengenai :
1. Dampak dari kenaikan harga BBM, baik itu dampak positif maupun dampak negatifnya.
2. Dapat mengetahui mengenai dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi yang akan
terjadi.
3. Mengetahui langkah-langkah pemerintah dalam mengatasi inflasi.
4. Mengetahui tingkat suku bunga saat inflasi
5. Peredaran dan nilai tukar mata uang rupiah saat inflasi.
D. Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan kegunaaan atau manfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis, makalah ini berguna sebagai
pengembangan ilmu, sesuai dengan masalah yang dibahas dalam makalah ini. Secara praktis,
makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Penulis, seluruh kegiatan penyusunan dan hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan
dapat menambah pengalaman, wawasan dan ilmu dari masalah yang dibahas dalam
makalah ini.
2. pembaca, makalah ini daharapkan dapat dijadikan sebagai sumber tambahan dan sumber
informasi dalam menambah wawasan pembaca.
3
Ekonomi Moneter
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoretis
1. Pengertian Inflasi
Dalam ilmu ekonomi, kata inflasi sering muncul, terutama jika dalam pembahasan
mengenai ilmu ekonomi makro. Begitu juga dalam masalah keuangan dan perbankan. Secara
sederhana, inflasi dapat diartikan sebagai turunnya atau melemahnya nilai mata uang akibat
banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata inflasi memiliki arti kemerosotan nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya
uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang (Depdiknas,
2005:423).
Menurut Jaka (2007:113) menyatakan, inflasi adalah suatu gejala ekonomi dimana terjadi
kemerosotan nilai uang karena banyaknya uang yang beredar atau suatu keadaan yang
menyatakan terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan menunjukan suatu proses
turunnya nilai uang secara kontinyu.
Pendapat lain menyatakan bahwa inflasi adalah proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar
yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang (Samuelson, 1986:292). Inflasi terjadi apabila tingkat harga
dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga bahan bakar, tingkat upah, harga tanah,
sewa barang-barang modal juga naik (Samuelson, 1986:293).
Ada beberapa pengertian inflasi yang disampaikan para ahli. Menurut A.P. Lehner, inflasi
adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-
barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Ahli yang lain, yaitu Ackley memberi
pengertian inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa
secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Sedangkan menurut Boediono,
inflasi sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila
kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang-
barang lain.
4
Ekonomi Moneter
Dalam definisi lain, inflasi merupakan proses dimana terjadinya kenaikan harga barang-
barang dan jasa-jasa secara menyeluruh dalam satu periode tertentu, biasanya dalam satu
tahun. Inflasi terjadi ketika harga mengalami kenaikan, sementara nilai uang mengalami
penurunan. Inflasi juga dapat diartikan sebagai proses menurunnya nilai mata uang yang
diakibatkan karena jumlah uang yang beredar di masyarakat lebih banyak dibandingkan
jumlah barang dan jasa yang tersedia. Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan
di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum inflasi adalah suatu gejala
naiknya harga secara terus-menerus (berkelanjutan) terhadap sejumlah barang. Kenaikan
yang sifatnya sementara tidak dikatakan inflasi dan kenaikan harga terhadap satu jenis
komoditi juga tidak dikatakan inflasi.
2. Pengertian Perekonomian
Sebelum membahas perekonomian, perlu dibahas mengenai ilmu ekonomi. Menurut
Samuelson (1986:5) mengatakan, ilmu ekonomi merupakan suatu studi tentang perilaku
orang dan masyarakat dalam memilih dan menggunakan sumberdaya yang langka dan yang
memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi,
untuk kemudian menyalurkannya—baik saat ini maupun dimasa depan—kepada berbagai
individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Sementara secara etimologi, kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos, yang
berarti rumah tangga, dan Nomos, yang berarti aturan. Jadi ekonomi secara bahasa adalah
aturan rumah tangga (Jaka, 2007:96). Secara istilah ilmu ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari berbagai tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi diartikan sebagai ilmu mengenai asas-
asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan,
perindustrian dan perdagangan)—(Depdiknas, 2005:287). Sementara perekonomian diartikan
sebagai tindakan (aturan atau cara) berekonomi—(Depdiknas, 2005:287). Dalam suatu
Negara, ekonomi merupakan suatu tata kehidupan yang sangat penting. Perekonomian di
suatu Negara merupakan suatu sistem yang digunakan oleh pemerintah untuk
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya, baik itu Sumber Daya Alam (SDA) maupun
Sumber Daya Manusia (SDM).
5
Ekonomi Moneter
B. Pembahasan
Pada bagian pembahasan ini, penulis membahas mengenai permasalahan-permasalahan
yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah. Masalah-masalah ini dibahas dan
disesuaikan dengan teori-teori yang sesuai dengan permasalahan.
1) Jenis-Jenis Inflasi
a. Berdasarkan Tingkat Keparahan, ada 3 jenis inflasi :
Inflasi ringan (creeping inflation), besarnya inflasi ini di bawah 10% dalam setahun.
Inflasi sedang, besarnya inflasi antara 10% — 30% setahun.
Inflasi berat, besarnya inflasi antara 30% — 100% setahun
Hiper inflasi, besarnya inflasi ini diatas 100% dalam setahun.
b. Berdasarkan Sumbernya
Importer Inflation, inflasi ini berasal atau bersumber dari luar negeri, yang terjadi
karena adanya kecenderungan kenaikan barang-barang di luar negeri.
Domestic Inflation, inflasi ini berasal atau bersumber dari dalam negeri sendiri, yang
akan memengaruhi pertumbuhan perekonomian dalam negeri. Domestic inflation
terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak
uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga mengalami kenaikan.
c. Berdasarkan Penyebabnya
Demand Full Inflation, inflasi yang timbul karena adanya kenaikan yang sangat tinggi
terhadap permintaan barang dan jasa.
Cost Push Inflation, inflasi yang terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi
barang-barang dan jasa-jasa, bukan karena adanya ketidak seimbangan antara
permintaan dan penawaran.
Selain Demand Full Inflation dan Cost Push Inflation, ada beberapa jenis inflasi jika dilihat
dari Faktor Penyebabnya, yaitu:
Inflasi Tarikan Permintaan, inflasi tarikan permintaan terjadi sebagai akibat dari
adanya kenaikan Permintaan Agregat (AD) yang terlalu besar atau pesat dibandingkan
dengan penawaran atau produksi agregat.
6
Ekonomi Moneter
Inflasi Dorongan Biaya, inflasi dorongan biaya terjadi sebagai akibat adanya kenaikan
biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi proses
produksi dari suatu perusahaan.
Inflasi Struktural, inflasi struktural terjadi akibat dari berbagai kendala atau kekakuan
struktural yang menyebabkan penawaran menjadi tidak responsif terhadap permintaan
yang meningkat.
2) Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi terjadi apabila tingkat harga dan biaya umum naik; harga bahan pokok, harga
bahan bakar, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga naik. Selain itu,
inflasi juga diakibatkan oleh:
a) Pengeluaran pemerintah lebih banyak dari permintaan,
b) Adanya tuntutan upah yang tinggi,
c) Adanya lonjakan permintaan barang-barang dan jasa-jasa,
d) Adanya kenaikan dalam biaya produksi.
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan—tekanan) produksi dan distribusi
(kurangnya produksi (Product or Service) juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab
pertama lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran Negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti kebijakan fiskal
(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan Infrastruktur dan
Regulasi.
Inflasi tarikan permintaan (Demand Full Inflation) terjadi akibat adanya permintaan total
yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga
terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya
volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa
mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor
produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total
sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi Full Employment, dimana biasanya
lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya
7
Ekonomi Moneter
likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya
kemampuan Bank Sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga
bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Cost Push Inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan
juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, meskipun permintaan secara umum tidak ada
perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini
atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu
kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan dan penawaran, atau juga
karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola
atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal
seperti adanya masalah teknis di sumber produksi, bencana alam, cuaca, atau kelangkaan
bahan baku untuk menghasilkan produksi, aksi spekulasi (penimbunan), sehingga memicu
kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi
pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat
penting.
Jika dihubungkan dengan kenaikan harga BBM, inflasi yang terjadi disebabkan oleh
adanya tekanan dalam proses produksi dan distribusi. Para produsen akan mengurangi jumlah
barang yang akan diproduksi atas pertimbangan biaya produksi yang melonjak. Kalaupun
proses produksi tetap lancar, proses distribusi lah yang akan menghambatnya. Akibat dari
kenaikan harga BBM biaya atau ongkos untuk mendistribusikan barang hasil produksi akan
mengalami kenaikan.
3) Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit, maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif.
Kenaikan harga BBM akan menimbulkan kemarahan masal, sehingga ketidakstabilan
dimasyarakat akan meluas (Hamid, 2000:144). Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk
menerima kenaikan harga BBM. Kenaikan BBM ini merupakan tindakan pemerintah yang
beresiko tinggi.
Meskipun demikian, kenaikan harga BBM juga dapat menimbulkan dampak yang positif
dan negatif bagi Perekonomian Indonesia.
8
Ekonomi Moneter
A. Dampak Positif
1. Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternatif
seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai bahan bakar alternatif
baru.
Yang sudah di kenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga juga
lebih murah dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat
dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif
mengingat Indonesia adalah Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan
muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM, misalnya saja
mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.
2. Pembangunan Nasional akan lebih pesat.
Pembangunan Nasional akan lebih pesat, karena dana APBN yang awalnya digunakan
untuk memberikan subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan
untuk digunakan dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
3. Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat
diminimalisasi.
4. Mengurangi Pencemaran Udara.
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi pemakaian bahan
bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan bakar tersebut dapat berkurang, dan akan
berpengaruh pada tingkat kebersihan udara.
B. Dampak negatif
1. Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal, harga barang dan jasa akan
mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya biaya produksi sebagai imbas dari naiknya
harga bahan bakar.
2. Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi perekonomian
khususnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) juga ikut menaikan harga.
9
Ekonomi Moneter
3. Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya harga bahan, beban
transportasi dll.
4. Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai perekonomian akan terputus.
5. Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran, dengan meningkatnya biaya operasi
perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6. Inflasi, inflasi akan terjadi jika harga BBM menglami kenaikan. Inflasi yang terjadi
karena meningkatnya biaya produksi suatu barang atau jasa.
7. Ongkos naik, Sampai kini, tarif angkutan menyesuaikan dengan penaikan harga BBM
baru, belum lagi dibicarakan antara Organda dengan pemerintah.
8. Tingkat kriminalitas tinggi.
4) Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Inflasi dan
Perekonomian Indonesia
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi. Terjadinya inflasi ini tidak
dapat dihindari karena bahan bakar, dalam hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi
masyarakat, dan merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara untuk
mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga BBM akan naik.
Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak tersalurkan ke pemerintah tapi tetap
banyak beredar di masyarakat. Jika harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami
kenaikan pula. Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini adalah
“Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan dalam biaya
produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan
sumbernya, yang akan terjadi adalah Domestic Inflation, sehingga akan berpengaruh terhadap
perekonomian dalam negeri.
Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap kehidupan iklim berinvestasi.
Biasanya kenaikan BBM akan mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya
distribusi dan menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya beli
merosot, kerena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya perekonomian akan stagnan
dan tingkat kesejahteraan terganggu.
10
Ekonomi Moneter
Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang paling parah adalah semakin
sempitnya lapangan kerja karena dunia usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan
kenaikan harga serta penurunan permintaan barang.
Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, bagaimana jika tidak? subsidi
pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat juga. Meskipun Negara kita merupakan
penghasil minyak, dalam kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan
impor bahan baku minyak juga.
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus disediakan pemerintah juga
semakin besar. Untuk menutupi sumber subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan
ekspor. Karena kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor
komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah (CPO) merupakan
subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga CPO tidak akan sebanding dengan besarnya
biaya yang harus dikeluarkan untuk subsidi minyak.
5) Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional
Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi. Dampak dari terjadinya
inflasi terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut :
1. Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja di masyarakat,
2. Inflasi dapat mengakibatkan ketidakmerataan pendapatan dalam masyarakat,
3. Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif, tergantung parah atau tidaknya
inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam
masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (Hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga
meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri
atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
11
Ekonomi Moneter
Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa dirugikan dan ada juga yang
diuntungkan. Golongan masyarakat yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang
berpenghasilan tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan para
kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan adalah kaum spekulan, para
pedagang dan industriawan, dan para debitur.
Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu
wilayah Negara atau daerah. Yang mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga
barang dan jasa secara umum yang dihitung dari Indeks Harga Konsumen (IHK). Dengan
demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan
tetap, dan disisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.
6) Upaya Pemerintah dalam mengatasi Inflasi
Beberapa kebijakan yang dapat diambil pemerintah untuk mengatasi terjadinya inflasi
adalah sebagai berikut:
A. Kebijakan Moneter
1. Politik Diskonto
Untuk mengatasi terjadinya inflasi, maka bank sentral harus mengurangi jumlah uang
yang beredar dengan cara bank sentral akan menaikan tingkat suku bunga pinjaman kepada
bank umum. Kebijakan ini juga disebut dengan Rediscount Policy atau kebijakan suku bunga.
2. Politik Pasar Terbuka (Open Market Policy)
Dalam politik pasar terbuka, bank sentral akan menjual (jika terjadi inflasi) atau membeli
(jika terjadi deflasi) surat-surat berharga kepada masyarakat, sehingga ada arus uang yang
masuk dari masyarakat ke bank sentral.
3. Menaikan Cash Ratio (Persediaan Kas)
Cash Ratio merupakan perbandingan antara kekayaan suatu bank dengan kewajiban yang
harus dibayarkan. Untuk mengatasi inflasi, bank sentral akan menaikan cadangan kas bank-
bank umum sehingga jumlah uang yang bisa diedarkan oleh bank umum kepada masyarakat
akan berkurang.
12
Ekonomi Moneter
4. Kebijakan Kredit Selektif (Selective Credit Control)
Untuk mengatasi inflasi atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka
diambil kebijakan memperketat kredit atau pinjaman bagi masyarakat.
5. Margin Requirements
Kebijakan ini digunakan untuk membatasi penggunaan untuk tujuan-tujuan pembelian
surat berharga.
B. Kebijakan Fiskal
Dalam kebijakan fiskal, untuk mengatasi inflasi pemerintah harus mengatur penerimaan
dan pengeluaran yang dilakukan pemerintah. Dalam hal penerimaan, pemerintah bisa
menaikan tarif pajak, sehingga jumlah penerimaan pemerintah meningkat. Kebijakan yang
kedua adalah Expenditure Reducing, yakni mengurangi pengeluaran yang konsumtif,
sehingga akan mempengaruhi terhadap permintaan (Demand Full Inflation).
7) Kondisi Suku Bunga (Fed Funds Rate) saat Inflasi
Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta ancaman meningkatnya
tingkat suku bunga AS (Fed Funds Rate) diprediksi memicu Bank Indonesia (BI) kembali
mengerek suku bunga acuan atau BI rate. Kebijakan moneter yang makin ketat itu
diperkirakan diambil pada November 2014 dengan peningkatan hingga 25 basis points (bps).
Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk “Destry Damayanti” mengatakan,
menaikkan BI rate merupakan langkah logis untuk meredam gejolak perekonomian di tengah
tekanan domestik maupun eksternal. “Karena ketika BBM naik, inflasi pasti melonjak. Belum
lagi kondisi eksternal pada 2015 mendatang masih dilingkupi ketidakpastian,” ujarnya di
kantor pusat Bank Mandiri, Jakarta, kemarin (15/10).
Beberapa data histori menunjukkan bahwa inflasi meningkat cukup tajam sebagai akibat
kenaikan harga BBM pada 2005 dan 2008. Destry menyebutkan, Negative Real Interest Rate
atau rata-rata negatif yang dicatat BI mencapai 4% selama 12 bulan pada 2005 dan 1,7%
selama 11 bulan pada 2008. Rata-rata negatif itu berarti tingkat inflasi lebih besar daripada
nominal suku bunga.
Sementara untuk rencana kenaikan harga BBM ke depan, pihaknya telah memiliki
beberapa skema yang nanti memengaruhi outlook inflasi dan ekonomi pada 2015. Yang
13
Ekonomi Moneter
pertama adalah skenario apabila BBM mengalami kenaikan harga Rp 3.000 per liter pada
akhir 2014. Dengan peningkatan 46,2% dari posisi saat ini, inflasi secara keseluruhan
mencapai 8,47% dibanding tahun lalu (year-on-year/yoy). Sebaliknya, jika harga BBM naik
Rp 3.000 per liter pada awal 2015, inflasi akan terkerek 8,84% secara tahunan (yoy).
Meski demikian, ujar Destry, BI tak perlu serta-merta menaikkan suku bunga acuannya
secara drastis, misalnya sebanyak 100 bps dari posisi sekarang sebesar 7,5%. Hal itu
mengingat efek inflasi dari kenaikan BBM akan mengalami normalisasi dalam jangka waktu
satu tahun. “Kenaikan 25 bps di pertengahan November 2014 menjadi 7,75% cukup untuk
memitigasi inflasi dan Fed Funds Rate,” terangnya.
Menurut Destry, posisi BI rate cenderung Flat 7,75% sepanjang 2015 sudah dapat
menarik inflasi kembali kepada level normalnya 5,23% pada akhir tahun depan. “Tentunya
(kebijakan moneter) juga perlu didukung kebijakan makroprudensial,” paparnya.
Sebelumnya Gubernur BI ”Agus Martowardojo” mengatakan, apabila pemerintahan
Jokowi—Jusuf Kalla memotong subsidi BBM dan menaikkan harga premium, inflasi
diproyeksikan bisa mencapai 8,5 hingga 9 persen pada akhir 2014. “Seandainya ada
penyesuaian harga BBM, inflasi jadi lebih tinggi daripada yang kami targetkan. Karena itu,
kami mesti mempersiapkan,” ungkapnya
8) Kondisi permintaan (demand) dan penawaran (supply) pada Mata Uang Rupiah
Sejak Juni 2013, nilai tukar Rupiah cenderung melemah. Hal yang sama juga dialami oleh
mata uang beberapa Negara Emerging Markets (negara berkembang yang sedang mengalami
pertumbuhan ekonomi dengan cepat) lainnya. Selama Juni—Agustus 2013, nilai tukar Lira
Turki jatuh sebesar 10%, nilai tukar Rupee India jatuh sebesar 20%, dan nilai tukar Rupiah
serta Real Brazil jatuh sekitar 15%. Trend melemahnya nilai tukar mata uang beberapa
negara emerging markets selama Juni—Agustus 2013 bisa dilihat dalam grafik 1 :
14
Ekonomi Moneter
Grafik 1
Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar AS, Januari-Agustus 2013 Indeks, 15
Mei 2013 = 100
A. Kenapa Nilai Tukar Rupiah Melemah?
Nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran—permintaan atas
mata uang tersebut. Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara
penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau
penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka
nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena
penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah.
Namun, apa yang menyebabkan penawaran atas Rupiah tinggi, sementara permintaan
atasnya rendah ? Setidaknya ada dua faktor. Pertama , keluarnya sejumlah besar investasi
portofolio asing dari Indonesia. Keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai
tukar Rupiah, karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara
lain untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas Rupiah.
Adapun indikasi dari keluarnya investasi portofolio asing ini bisa dilihat dari Indeks Harga
15
Ekonomi Moneter
Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung menurun seiring dengan kecenderungan menurun
dari Rupiah.
Kenapa investasi portofolio asing ini keluar dari Indonesia? Alasan yang sering
disebut adalah karena rencana the Fed (Bank Sentral AS) untuk mengurangi Quantitative
Easing (QE). Rencana ini dinyatakan oleh Ketua the Fed, “Ben Bernanke” di depan Kongres
AS pada 22 Mei 2013. Tidak lama setelah itu, mata uang di beberapa negara Emerging
Markets pun anjlok (lihat Grafik 1). Yang dimaksud dengan QE di sini adalah program the
Fed untuk mencetak uang dan membeli obligasi atau aset-aset finansial lainnya dari bank-
bank di AS. Program ini dilakukan untuk menyuntik uang ke bank-bank di AS demi
pemulihan diri pasca—krisis finansial 2008.
Rencana pengurangan QE memberikan pesan bahwa ekonomi AS menyehat.
Karenanya, nilai tukar obligasi dan aset-aset finansial lain di AS akan naik. Inilah ekspektasi
para investor portofolio yang mengeluarkan modalnya dari negara-negara Emerging Markets.
Mereka melihat bahwa di depan, investasi portofolio di AS akan lebih menguntungkan
daripada di Negara-negara Emerging Markets. Dalam tiga bulan terakhir, yield obligasi
jangka panjang pemerintah AS sendiri telah naik. Sebagai contoh, yield obligasi 10-tahun
pemerintah AS yang menjadi Benchmark, naik sekitar 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
Faktor k edua , yang menyebabkan penawaran tinggi dan permintaan rendah atas
Rupiah adalah neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit. Artinya, ekspor lebih kecil
daripada impor. Defisit neraca nilai perdagangan Indonesia selama Januari—Juli 2013 adalah
-5,65 milyar Dollar AS. Sektor non—migas sebenarnya mengalami surplus 1,99 milyar
Dollar AS. Namun, surplus di sektor nonmigas tidak bisa mengimbangi defisit yang sangat
besar di sektor migas, yakni sebesar -7,64 milyar Dollar AS.
Dinamika ekspor—impor memang bisa berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor
meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya
terjadi pertukaran mata uang negara tujuan dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini
terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang
negerinya agar bisa Ia pakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran
atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang
negara importir dengan mata uang negara asal. Karena selama Januari—Juli 2013, impor
Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar
Rupiah.
16
Ekonomi Moneter
B. Apa Dampak Melemahnya Rupiah?
Apa dampak pelemahan Rupiah? ketika nilai tukar sebuah mata uang melemah, maka
yang biasanya mencolok terkena dampaknya adalah harga komoditi impor, baik yang
menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi (bahan baku dan barang modal). Karena
harga komoditi impor dipatok dengan mata uang negara asal, maka jika nilai mata uang
negara tujuan jatuh, harga komoditi impor akan naik. Misalnya, jika di Indonesia, nilai tukar
Rupiah jatuh sebesar 10% dari 1 Dollar AS = 9.000 Rupiah menjadi 1 Dollar AS = 9.900
Rupiah, maka harga komoditi impor pun akan naik sebesar 10%. Komoditi yang harganya
Rp. 1,5 juta akan naik Rp. 150 ribu menjadi Rp. 1,65 juta.
Dari data BPS, kita bisa lihat inflasi di bulan Juni adalah 1,03%, lalu meningkat menjadi
3,29% pada Juli. Sementara, pada bulan Agustus, inflasi menurun menjadi 1,12%. Inflasi
tahun kalender (Januari—Agustus) 2013 adalah 7,94% dan ini merupakan inflasi tahunan
tertinggi sejak 2009. Untuk barang konsumsi, yang harganya akan naik bukan hanya barang-
barang konsumsi impor, namun juga barang-barang konsumsi yang diproduksi di dalam
negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor. Harga
tahu tempe, misalnya, naik 20—25 persen, karena bahan bakunya berupa kedelai diimpor.
Sampai saat ini belum mendapat data tentang proporsi alat-alat produksi impor dari total
alat produksi di Indonesia. Namun, kita bisa mendapat gambaran kasar tentang hal ini dari
perbandingan antara impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal di
Indonesia., proporsi impor terbesar pada Januari—Juli 2013 adalah impor bahan
baku/penolong, yakni 76,16% dari total impor. Kemudian urutan kedua ditempati oleh impor
barang modal (mesin-mesin, dan sebagainya), sebesar 16,87% dari total impor. Di urutan
terakhir baru kita dapati impor barang konsumsi dengan besaran 6,97% dari total impor. Dari
data ini, kita bisa menduga bahwa penggunaan alat-alat produksi impor dalam industri
Indonesia cukup tinggi.
Siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan harga komoditi impor ini? Pertama ,
konsumen, terutama konsumen kelas bawah, sejauh pendapatan mereka tidak bisa
mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua , pihak-pihak dalam rantai distribusi komoditi
impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka menghadapi pasar dalam negeri
yang menyusut. Misalnya, belakangan ini, para importir bahan kebutuhan pokok di Batam
sudah menghentikan aktivitas usahanya. Ketiga , para usahawan yang berorientasi pasar
dalam negeri, namun alat-alat produksinya, terutama bahan bakunya, impor, seperti
17
Ekonomi Moneter
pengusaha tekstil, alas kaki, kemasan, dan sebagainya. Keempat , rakyat pekerja yang sudah
terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan dijepit dari sisi upah oleh
pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang
luar negeri (dibahas di bawah), dan penyusutan pasar dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor
saja. Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. Logikanya sama dengan
dampak pelemahan Rupiah pada komoditi impor. Jika di Indonesia, nilai tukar Rupiah
berbanding Dollar AS jatuh sebesar 30%, maka nominal Rupiah dari utang yang dipatok
dalam Dollar AS akan naik sebesar 30%. Sampai dengan Maret 2013, total utang luar negeri
Indonesia adalah 254,295 miliar Dollar AS, dengan utang pemerintah dan bank sentral
sebesar 124,151 miliar Dollar AS serta utang swasta sebesar 130,144 miliar Dollar AS.
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri Indonesia ini? Pertama , untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2)
para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua , untuk
utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika
anggaran terjepit, rezim neoliberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk
rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya. Ketiga , pembayaran
utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah
yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai
tukar Rupiah bisa semakin lemah.
Lalu, siapa yang diuntungkan oleh krisis Rupiah? Jika mata uang suatu negara melemah,
maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar) berasal
dari dalam negeri. Misalnya, PT Energizer Indonesia yang memproduksi baterai Eveready
yang sebagian besarnya diekspor, eksportir udang, dan eksportir kakao di Sulawesi
Selatan. Namun, ini tidak berarti seluruh sektor ekspor Indonesia untung, karena banyak
komoditi ekspor kita yang ditopang oleh bahan baku impor, sehingga keuntungan yang
didapat dari kenaikan harga barang ekspor itu “dibatalkan” oleh harga bahan baku impornya
yang mahal.
18
Ekonomi Moneter
C. Catatan Penutup
Berdasarkan paparan di atas, kita dapati bahwa jatuhnya nilai tukar Rupiah
disebabkan oleh setidaknya dua faktor, yakni (1) keluarnya sejumlah besar investasi
portofolio asing dari Indonesia akibat rencana pengurangan QE oleh the Fed; (2) neraca nilai
perdagangan Indonesia yang defisit. Adapun dampaknya adalah (1) kenaikan harga komoditi
impor, baik yang menjadi obyek konsumsi maupun alat produksi. Adapun kenaikan harga
alat-alat produksi impor bisa berdampak pada kenaikan harga komoditi yang diproduksi di
dalam negeri, tetapi (sebagian besar) alat-alat produksinya impor; (2) kenaikan nominal
Rupiah dari utang luar negeri. Kedua dampak ini, pada gilirannya, akan memukul berbagai
lapisan masyarakat.
Namun, perlu disebutkan di sini bahwa “penyebab” yang dipaparkan di atas barulah
“penyebab langsungnya” (Immediate Causes), bukan “akar masalahnya.” Pembahasan
tentang akar masalah berada di luar lingkup tulisan ini. Tetapi, kita bisa mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai titik berangkat untuk menelusuri akar masalahnya. Pertama ,
terkait dengan keluarnya investasi portofolio asing dari Indonesia, ini sebenarnya merupakan
masalah klasik mengenai mobilitas kapital antar—negara. Tingkat mobilitas kapital yang
tinggi menyebabkan volatilitas mata uang. Pertanyaannya, apa yang memungkinkan adanya
tingkat mobilitas kapital seperti itu? Dan mengingat efek destruktifnya, bagaimana cara
melawan mobilitas kapital yang seperti itu? Kedua , terkait dengan tingginya impor Indonesia,
pertanyaannya adalah kenapa impor kita bisa seperti itu? dan bagaimana cara melepaskan
ketergantungan ekonomi kita terhadap impor?
19
Ekonomi Moneter
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan uraian pada Bab sebelumnya, penulis dapat mengemukakan simpulan
dari masalah yang dibahas. Inflasi merupakan melemahnya atau menurunnya nilai mata uang
Rupiah terhadap Dollar US, karena banyaknya jumlah uang yang beredar dimasyarakat, atau
suatu keadaan dimana terjadinya kenaikan harga-harga secara umum dan terjadi secara terus-
menerus (continyu). Jika nilai tukar sebuah mata uang ditentukan oleh relasi penawaran—
permintaan atas mata uang tersebut. Permintaan atas sebuah mata uang meningkat, sementara
penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan naik. Kalau
penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya tetap atau menurun, maka
nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan demikian, Rupiah melemah karena
penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan atasnya rendah. Serta Rencana kenaikan
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkatnya isu tingkat suku bunga AS (Fed Funds
Rate).
Rencana pemerintah menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan berdampak bagi
masyarakat. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang signifikan akan
terjadi pada tingkat inflasi dan pada kondisi perekonomian nasional. Dampak kenaikan harga
BBM terhadap inflasi adalah akan terjadi kenaikan pada tingkat persentase inflasi. Jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan bertambah, dan akan berdampak pula pada harga
berbagai jenis barang dan jasa. Kondisi perekonomian akan mengalami goncangan,
ketidakstabilan akan terjadi. Iklim investasi akan menurun, sehingga berpengaruh pada
jumlah pendapatan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi
inflasi adalah dengan kebijakan moneter. Seluruh instrumen kebijakan moneter efektif dalam
mengurangi dan mengatasi inflasi. Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan
kesempatan kerja di masyarakat, Inflasi dapat mengakibatkan ketidakmerataan pendapatan
dalam masyarakat.
Apa dan siapa saja yang akan terpukul oleh kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri Indonesia ini? Pertama , untuk utang swasta jelas (1) pengusaha yang berutang, dan (2)
para pekerjanya yang akan ditekan oleh pengusaha yang berutang tersebut. Kedua , untuk
utang pemerintah, yang akan terpukul adalah (1) anggaran negara atau APBN, dimana ketika
20
Ekonomi Moneter
anggaran terjepit, rezim neo—liberal biasanya akan mengurangi atau mencabut subsidi untuk
rakyat, sehingga (2) rakyat secara umum juga akan terkena dampaknya. Ketiga , pembayaran
utang luar negeri cenderung akan meningkatkan penawaran atas Rupiah, karena uang Rupiah
yang dimiliki pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai
tukar Rupiah bisa semakin lemah.
B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.
1. Jika inflasi terjadi akibat dampak dari kebijakan pemerintah, diperlukan suatu langkah
yang tepat dalam mengatasi inflasi yang terjadi.
2. Pemerintah hendaknya memilih waktu yang tepat untuk mengeluarkan kebijakan
menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
3. Jika Bahan Bakar Minyak benar-benar di naikan, sebaiknya pemerintah mengeluarkan
bahan pengganti seperti air dan gas.
21