majelis nasional petani, serikat petani indonesia 12spi ... · pdf filelubuk bandung. sidang...

16
Harga Rp. 2000 12 Tahun SPI, Hidup Petani!!! www.spi.or.id Edisi 78 Agustus 2010 Kunjungan Petani Korea ke DPP SPI PTPN II Kebun Sawit Sebrang Hancurkan Lahan Petani Seminar Nasional Pertanian SPI dan Ponpes Lirboyo Agus Majelis Nasional Petani, Serikat Petani Indonesia " Selamat Ulang Tahun SPI yang ke 12, semoga semakin konsisten memperjuangkan- nasib petani kecil " 3 9 11 INDEKS BERITA M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I Tidak terasa, perjuangan itu telah memasuki tahunnya yang ke-12. 12 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi sebuah organisasi massa untuk tetap fokus dalam rel perjuangannya membela kaum petani, khususnya petani kecil dan tak bertanah. Tabloid Pemba- ruan Tani sebagai mimbar komunikasi petani akan terus menyuarakan perjuangan Serikat Petani Indonesia (SPI) demi tercapainya reforma agraria dan kedaulatan pangan di Indonesia. Selamat Ulang Tahun SPI yang ke-12. Hidup Petani !!! Suasana perayaan ulang tahun Serikat Petani Indonesia (SPI) yang ke 12 sekaligus peletakan batu pertama Pusdiklat Nasional SPI di Cijujung Bogor (08/07). 12 SPI tahun Serikat Petani Indonesia 8 Juli 1998 - 8 Juli 2010 Memperkuat Pertanian Rakyat Ekologis untuk Pembebasan dari Belenggu Korporatisasi Pertanian dan Pangan

Upload: truonganh

Post on 28-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Harga Rp. 2000

12 Tahun SPI, Hidup Petani!!!

www.spi.or.idEdisi 78

Agustus 2010

Kunjungan Petani Korea ke DPP SPI

PTPN II Kebun Sawit Sebrang Hancurkan Lahan Petani

Seminar Nasional Pertanian SPI dan Ponpes Lirboyo Agus

Majelis Nasional Petani, Serikat Petani Indonesia

" Selamat Ulang Tahun SPI yang ke 12, semoga semakin konsisten memperjuangkan-

nasib petani kecil "3 9 11

INDEKS BERITA

M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I

Tidak terasa, perjuangan itu telah memasuki tahunnya yang ke-12. 12 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi sebuah organisasi massa untuk tetap fokus dalam rel perjuangannya membela kaum petani, khususnya petani kecil dan tak bertanah. Tabloid Pemba-ruan Tani sebagai mimbar komunikasi petani akan terus menyuarakan perjuangan Serikat Petani Indonesia (SPI) demi tercapainya reforma agraria dan kedaulatan pangan di Indonesia. Selamat Ulang Tahun SPI yang ke-12. Hidup Petani !!!

Suasana perayaan ulang tahun Serikat Petani Indonesia (SPI) yang ke 12 sekaligus peletakan batu pertama Pusdiklat Nasional SPI di Cijujung Bogor (08/07).

12SPItahun

Serikat Petani Indonesia 8 Juli 1998 - 8 Juli 2010

Memperkuat Pertanian Rakyat Ekologis untuk Pembebasan dari Belenggu Korporatisasi Pertanian dan Pangan

2 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arifin Fuad Pemimpin Redaksi: Tita Riana Zen Redaktur Pelaksana & Sekretaris Redaksi: Hadiedi Prasaja Redaksi: Achmad Ya’kub, Ali Fahmi, Agus Rully, Cecep Risnandar, Tejo Pramono, Muhammad Ikhwan, Wilda Tarigan, Syahroni Reporter: Elisha Kartini Samon, Susan Lusiana, Yudha Fathoni, Wahyu Agung Perdana, Tri Esti Ningrum, Megawati, Andriana Keuangan: Sri Wahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan Penerbit: Serikat Petani Indonesia (SPI) Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta Selatan 12790 Telp: +62 21 7993426 Email: [email protected] Website: www.spi.or.id

KONFLIK AGRARIA

Keterangan Saksi PTPN VII PalsuDapur Tani

-Henry Saragih -

LUBUK BANDUNG. Sidang lan-jutan perkara kasus pidana anggota SPI basis Lubuk Ban- dung Busrah dan Jamalud-din kembali digelar di Pen-gadilan Negeri Kayu Agung, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (20/07/2010). Agen-danya adalah mendengarkan saksi yang dipersiapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Busrah dan Jamaluddin didampingi tim kuasa hukum petani yang terdiri dari M. Rizal Siregar, Julius Karya, dan Nalapraya.Saksi yang dihadirkan JPU ada-lah Kepala Rayon VI PTPN VII Cinta Manis, Dirfan Ali Husein. Dalam kesaksiannya, Dirfan Ali Husein menyebutkan bahwa PTPN VII telah dirugikan se-banyak 1,3 milyar akibat pe- ngelolaan lahan yang dilakukan Busrah dan Jamaluddin. Saksi juga menyatakan bahwa lahan yang digarap kedua petani ada-lah lahan HGU PTPN VII.

Menanggapi pernyataan saksi, tim kuasa hukum petani menyatakan bahwa nilai keru-gian yang dialami oleh PTPN VII tersebut tidak rasional ka- rena lahan tersebut hanya di-

Dalam perjalanan saya yang lalu ke berbagai daerah untuk mengunjungi anggota SPI, saya melihat semakin ab-sennya sentuhan pemerintah terhadap kegiatan pertanian. Hampir semua pengurus SPI di NTB dan NTT melaporkan kegagalan tanam dan panen, akibat datangnya serangan hama yang tak terduga; hujan juga tidak kunjung datang, padahal dalam perhitungan kebiasaan petani sudah seha- rusnya datang.

Sesungguhnya perubahan iklim itu sudah nyata terjadi di tengah masyarakat dan kehidupan kita. Tapi saya me-lihat, pemerintah yang seharusnya mengemban tugas dan mengambil langkah-langkah untuk menghadapi peruba-han itu sepertinya tidak memiliki program yang terencana dan konkrit di tengah-tengah masyarakat kita. Sepertinya pemerintah membiarkan keadaan berjalan begitu saja. Pe-merintah lebih banyak membicarakan upaya mengatasi perubahan iklim dengan melakukan penghutanan kembali melalui pengembangan pasar karbon dan memperdagang-kan perubahan iklim. Pemerintah Indonesia melalui presi-dennya lebih menonjolkan citra sebagai orang yang sangat peduli pada perubahan iklim dan penyelamatan bumi.

Banyak persoalan lain di bidang pertanian yang da-lam penyelesaiannya tidak mendasarkan pada apa yang sebaiknya bagi rakyat dan bumi Indonesia, tetapi lebih berdasarkan apa yang baik bagi pasar Internasional. Kebi-jakan perkebunan kelapa sawit, pangan, air adalah bebera-pa contohnya. Seolah-olah pemerintah sangat peduli sekali dengan petani.

Selama periode pemerintahan reformasi ini cukup banyak undang-undang yang dikeluarkan. Kesan pertama orang tentu beranggapan betapa pemerintah sangat peduli kepada petani, pangan, air, dan penyelematan hutan dan alam ini. Tetapi apabila kita telusuri lebih jauh lagi, isi dari undang-undang tersebut adalah usaha untuk melegitimasi perusahaan-perusahaan besar dalam menguasai sektor pertanian, pangan, dan air di negeri kita tercinta ini.

Ini adalah karakter dari pemerintahan yang sangat li- beral. Pemerintah tidak memiliki arah yang mau dituju se-cara jelas. Kekuatan unsur negara dan pemerintah berjalan dengan merespons apa yang dikehendaki pasar saja. Tidak melihat apa yang seharusnya dilakukan diantara begitu banyak persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Kita tidak bisa membiarkan ini.

Kaum tani harus bergerak menentukan arah bangsa ini. Kita harus membuat desain tentang kebijakan agraria di Indonesia. Kita harus membuat grand design tentang pangan di Indonesia, dan langsung mempraktekkannya sambil terus mendesak pemerintah menjalankan apa yang seha- rusnya dijalankan negara.#

Sidang lanjutan anggota SPI Basis Lubuk Bandung dan PTPN VII

kerjakan oleh dua orang. Selain itu, kuasa hukum petani juga mendesak saksi untuk menun-jukan Nomer HGU lahan PTPN VII yang berada di Desa Lubuk Bandung, akan tetapi saksi tidak bisa menunjukan nomor HGU yang di minta.

“Keterangan saksi soal HGU itu palsu”, Jelas M. Rizal Sire-gar, salah seorang tim kuasa hukum petani. "PTPN VII telah beroperasi di areal tersebut se-lama puluhan tahun dan tidak memilik HGU, kita memiliki buktinya,” tambahnya.

Kasus yang akhirnya mem-bawa petani anggota SPI Ba-sis Lubuk Bandung menuju persidangan ini berawal dari penangkapan Busrah dan Ja-maluddin oleh anggota Pol-res Lubuk Bandung pada 23 Maret 2010 yang lalu. PTPN VII mengklaim bahwa lahan yang digarap ke- dua petani tersebut milik PTPN VII. Pada-hal berdasarkan surat Kepala Kanwil BPN Sumatera Selatan menyatakan bahwa PTPN VII tidak memiliki HGU di lokasi tersebut.#

3PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

PTPN II Kebun Sawit Sebrang Hancurkan Lahan Petani

KONFLIK AGRARIA

LANGKAT. “Mereka dibayar Rp.30.000 – Rp.50.000 oleh PTPN II, untuk memusnahkan sumber penghidupan kami” , ungkap Saenan, anggota Se- rikat Petani Indonesia (SPI) Basis Sei Litur yang lahannya dihancurkan oleh oknum PTPN II Kebun Sawit Sebrang Kabu-paten Langkat, Sumatera Utara (14/07).

Saenan menjelaskan PTPN II Kebun Sawit Sebrang menu-runkan sekitar 1.500 orang untuk meratakan puluhan ribu tanaman yang terdiri dari Pisang, Karet, Kelapa, Mahoni, Coklat, Nenas, Manggis, Serai, Timun, Rosella, Ubi, serta bu- nga hias milik anggota SPI Ba-sis Sei Litur, Kabupaten Lang-kat. Selain itu bangunan Posko dan Mushalla yang dibangun di lahan seluas 200 Ha juga turut diratakan dengan tanah.

Konflik tanah antara petani Sei Litur dan PTPN II ini bera- wal dari penyerobotan lahan milik petani oleh PTPN II se-cara paksa pada tahun 1977. Padahal jauh sebelum PTPN berdiri, yaitu sejak tahun 1953, lahan tersebut telah dimiliki dan dikelola oleh masyarakat sebagai sumber mata pencar-ian dengan menanaminya den-gan tanaman pangan. Konflik mulai bergulir ketika pada ta-hun pada tahun 1963, lahan petani diambil paksa oleh pe-rusahaan perkebunan berna-ma Boenes Area yang dipimpin oleh Tuan Besar Chris Wehh. Melalui perjuangan panjang, lahan tersebut dapat dikua-sai kembali oleh masyarakat. Ketenangan masyarakat dalam mengolah lahan tersebut tidak berlangsung lama.

Pada tahun 1975, Kepala Desa Sei Litur Tasik yang saat itu dipegang oleh Alm. Kas-bun meminta secara paksa surat tanah yang dimiliki oleh masyarakat dengan alasan akan diperbaharui, bagi yang tidak mau menyerahkan dianggap sebagai PKI. Tanpa sepengeta-

JAKARTA. Kedaulatan pan-gan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk me-netapkan sistem pertanian, memproduksi pangan, pe-ternakan, dan perikanan se-cara mandiri tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.

“Oleh karena itu harus ditegakkan kembali sistem kedaulatan pangan di tan-gan rakyat dan diatur oleh negara. Jangan sampai dibi-arkan jatuh kepada meka-nisme pasar”, kata Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam sebuah dialog di stasiun tele-visi nasional (15/07).

Henry mencontohkan negara China yang pernah mengalami krisis ekonomi namun masih bisa menga-tasinya. Hal ini dikarenakan buruh-buruh yang berada di perkotaan masih memiliki alat produksi dan mengolah lahan pertaniannya di desa, sehingga mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

“Berbeda dengan In-donesia, buruh-buruh dan petani-petani kita sudah tidak memiliki lagi lahan

huan masyarakat, pada tahun 1977 lahan masyarakat telah beralih menjadi milik PTP II. Dengan kekuatan militer, PTP II mengklaim tanah tersebut merupakan tanah milik peru-sahaan. Berbagai hal dilakukan masyarakat untuk dapat kem-bali menguasai lahan mereka yang saat ini dikuasai oleh PTP II yang saat ini telah berubah nama menjadi PTPN II Kebun Sawit Sebrang.

“Dengan menggunakan ikat kepala kuning, membawa golok, celurit, pentungan, do-dos, kunci roda, tombak, mere-ka datang mengobrak-abrik la-han kami, karena jumlah kami yang terbatas, kami tak sang-gup melawan” tambah Saenan.

Wagimin, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Sumatera Utara (Sumut) me- ngatakan pihaknya mengecam keras tindakan yang dilaku-kan oleh PTPN II Kebun Sawit Sebrang ini.

“Pihak PTPN II telah melakukan tindakan kriminal terhadap petani dan bersikap arogan dalam menanggapi per-masalahan yang melibatkan petani kecil, jadi kami mende-sak agar pihak kepolisian seba-gai aparatur negara lebih mam-pu menjaga situasi kondusif di lokasi sengketa, kalau lahan pertaniannya dihancurkan, ba-gaimana petani bisa makan?” ungkap Wagimin.

Wagimin menambahkan bahwa SPI mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Sumut agar tidak menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) berdasar-kan SK kepala BPN RI no. 119/HGU/BPN RI/2009, karena ter-dapat silang sengketa diatas areal lahan tersebut.

”SPI mendesak agar BPN mengkaji ulang SK kepala BPN RI no. 119/HGU/BPN RI/2009, mengenai kejelasan HGU PTPN II Kebun Sawit Sebrang” tam-bah Wagimin.#

Henry Saragih (kanan) bersama se-orang pedagang cabe di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta.

Henry Saragih: “Kedaulatan Pangan Solusi Pasti Atasi Kemiskinan”

KEBIJAKAN AGRARIA

pertanian di desa”, kalau kita lihat dari data jumlah petani dari tahun 2003-2008 bertam-bah menjadi 27 juta KK, namun pertambahan tersebut tidak diikuti perkembangan usaha pertanian” jelasnya.

Dia juga menjelaskan saat ini pemerintah cenderung melaksanakan liberalisasi pa- ngan yang dimonopoli oleh pe-rusahaan-perusahaan besar.

“Kenyataannya hari ini, tanah yang menjadi perso-alan bagi petani, tidak didis-tribusikan. Pemerintah justru mengembangkan sistem per-tanian yang mengandalkan perusahaan-perusahaan besar dalam bentuk food estate. Oleh karena itu, Presiden RI jangan ragu lagi untuk segera mendis-tribusikan lahan pada petani seluas 10 juta Ha yang dijan-jikannya. Ini bisa memberikan kehidupan yang layak bagi lima juta KK petani di Indonesia” jelas Henry yang juga Koordi-nator Umum La Via Campesina (organisasi petani internasio- nal).

Henry mengungkapkan bahwa pemerintah memiliki PPAN (Program Pembaruan Agraria Nasional) yang di-canangkan oleh Presiden SBY pada Januari 2007 dan 2010 yang lalu. Namun program ini masih belum berjalan maksi-mal. Dia menambahkan pro-gram-program pemerintah saat ini membuat petani semakin tidak sanggup memproduksi makanan dan membelinya lagi.

“Mulai dari alat produksi hingga pemasaran semakin tidak dikuasai oleh petani. Pasar dalam negeri kita sudah dikua-sai produk impor. Pertanian berbasis keluarga adalah solusi yang tepat untuk menegakkan kembali kedaulatan pangan di Indonesia. Apabila rakyat telah berdaulat atas pangan maka pasti berdaulat atas ekonomi dan masalah kemiskinian akan dapat teratasi” tambahnya.#

4 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

KEBIJAKAN AGRARIA

SPI Minta Pemda Tingkatkan Pertanian Organik

CIREBON. Serikat Petani In-donesia meminta kepada pe-merintah daerah untuk me- ningkatkan program-program Pertanian Organik guna mem-perbaiki kesejahteraan kaum tani. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), mengatakan Pertanian Organik belum menjadi fokus perhatian pemerintah daerah.

“Pemda hendaknya men-ingkatkan program-program yang berbasis pertanian or-ganik,” ujarnya saat pembu-kaan seminar Pertanian Padi Produksi di Kabupaten Cire-bon, hari ini.

Diungkapkannya, saat ini luas lahan Pertanian Organik di Indonesia sudah sangat minim dibandingkan lahan pertanian yang menggunakan pupuk kimia dan pestisida.

SPI mencatat lahan Per-tanian Organik yang dikelola oleh petani rata-rata hanya se-luas 0,5 hektar per petani dari total seluruh lahan pertanian di Indonesia. Akibatnya, kon-disi ini dia khawatirkan sudah sangat mengancam kualitas la-han dan komoditas-komoditas pertanian.

Di sisi lain para petani juga

Achmad Ya'kub (paling kiri) bersama para narasumber lainnya dalam Seminar Pertanian Padi yang diselenggarakan di Cirebon.

sudah memiliki ketergantu-ngan yang cukup tinggi akan penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk bercocok tanam. Kondisi ini diperparah dengan semakin mahalnya har-ga pupuk kimia dan kebijakan pertanian oleh pemerintah yang tidak konsisten.

“Kesejahteraan kaum tani sulit membaik karena terus tercekik, sementara itu korpo-rasi-korporasi yang mengen-dalikan pupuk, lahan dan per-dagangan menikmati hasilnya,” tegas Henry.

Karena itu dia meminta kepada pemerintah daerah agar meningkatkan program-program yang mendukung pengembangan Pertanian Or-ganik sebagai upaya mendasar untuk memperbaiki kesejahte- raan kaum tani.

Salah satu upaya konkrit yang dapat dilakukan pemda misalnya dengan menjalankan program-program perconto-han (pilot project) berbasis Pertanian Organik, khususnya di wilayah basis pangan. Mela-lui kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan (stake holder) terkait baik di pemerin-tahan maupun dengan elemen

masyarakat tani, termasuk SPI.“Pemda di basis pertanian

juga sebaiknya membentuk tim khusus untuk mengkaji ke- sejahteraan kaum tani sebagai indikator penting sebelum me-nelurkan kebijakan pertanian,” sambungnya.

Ason Sukarsa, Wakil Bu-pati Cirebon, mengatakan pihaknya menyambut baik pemikiran tersebut. Konsepsi SPI ini menurutnya sa- ngat tepat diimplementasikan di wilayah-wilayah basis perta-nian, khususnya di Kabupaten Cirebon.

Dimana daerah tersebut merupakan daerah pengha-sil beras ketujuh terbesar di provinsi Bandung dan provinsi pemasok utama beras nasio- nal. Selain soal ketergantun-gan pupuk kimia dan pestisi-da, para petani, khususnya di Cirebon, lanjut dia, sebenarnya juga masih terkendala dengan masalah lahan.

“Lahan pertanian di kabu-paten ini menyusut sekitar 200 hektar per tahun akibat dialih-fungsikan menjadi wilayah per-tambangan, properti dan untuk pembangunan infrastruktur,” jelasnya. Sementara itu, Pemda mengalami kesulitan mencari alokasi untuk lahan pengganti karena semakin terbatasnya lahan yang dapat digunakan sebagai kawasan pertanian di daerah tersebut.

Disamping itu, lanjutnya, para petani di Cirebon juga masih kesulitan memasarkan hasil-hasil pertanian, khusus-nya beras, dengan harga yang layak. Dimana hingga kini de-pot logistik (Dolog) hanya ber-sedia membeli pasokan beras dari para distributor besar atau tengkulak, bukan langsung dari koperasi petani.

“Padahal pemerintah dae- rah sudah berulang kali me-rekomendasikan kepada Dolog untuk membeli stok beras lang-sung melalui koperasi-koperasi petani,” sambungnya.

Ultah SPI

Penyelenggaraan seminar Pertanian Padi Produksi ber-tajuk Kebijakan dan Kesejahte- raan Petani itu sendiri meru-pakan salah satu rangkaian peringatan ulang tahun SPI ke-12. Hadir sebagai pembicara antara lain Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Jaya Taram dan Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Cirebon Ali Efendi.

Kemudian Ketua Departe-men Kajian Strategis Dewan Pelaksana Pusat (DPP) SPI Ach-mad Ya’kub serta Evi Susilawati mewakili kalangan akademisi. Selain para anggota SPI, semi-nar dihadiri sekitar 200 orang yang terdiri dari kalangan aka-demis, ormas, organisasi pe-muda dan paguyuban.

Adapun hasil kesimpulan dari seminar ini akan direko-mendasikan kepada pemerin-tah daerah setempat sebagai masukan bagi pemda untuk melaksanakan program-pro-gram pertanian. Selain meng-gelar seminar, DPP SPI juga meresmikan pendirian ko- perasi petani SPI Cirebon yang saat ini beranggotakan 13 basis (ranting).

Dalam rangkaian peringa-tan ultah ini, SPI sebelumnya sudah menggelar Korean Pea- sants League (KPL) Study and Exchange Trip dan Peluncuran buku Tolak Undang-Undang Penanaman Modal pada 4 dan 5 Juli 2010. Peletakan Batu Per-tama Pembagunan PUSDIKLAT SPI di Desa Cijunjung, Bogor dan seminar Strategi dan Peran Petani dan Santri Menghadapi Korporatisasi Pangan dan Per-tanian di Pondok Pesantran Lirboyo, Kediri pada 8 dan 11 Juli 2010. Dan Peresmian Pena-taan Lahan Produksi Pertanian Ekologis Rakyat di Sukabumi pada 15 Juli 2010.#

PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

PEMBARUAN TANI CAMPESINOS EDISI 78 AGUSTUS 2010

Aksi Produsen Susu di Dewan Kementerian Pertanian Eropa

KEBIJAKAN AGRARIA

BRUSSELS. Perwakilan La Via Campesian Eropa, Dewan Susu Eropa (EMB-European Milk Board) bersama lebih dari seribu produsen susu lokal di Eropa melakukan aksi me-nentang proposal HLGM (High Level Group on Milk) pada sesi pertemuan Dewan Kementeri-an Pertanian Eropa di Brussels, Belgia (12/07).

Lidia Senra, anggota Dewan

Para demonstran sedang melakukan aksi menolak kebijakan susu yang diterapkan di Eropa.

www.viacampesina.org

Klik:

Koordinasi La Via Campesina Eropa (Europe Coordination of Via Campesina-ECVC) menya-takan bahwa proposal tersebut sama sekali tidak menghasil-kan solusi bagi krisis saat ini, malah akan memperburuk situasi produsen susu Eropa.

“Laporan dari proposal itu menyebutkan bahwa jaring pengaman yang ada memang sudah cukup. Hal ini tidaklah

benar. Harga terendah susu yang pernah terjadi pada 2009 lalu dapat terulang kembali ka-pan saja jika tidak ada langkah-langkah pencegahan yang be-nar-benar efektif” ungkapnya.

Lidia menambahkan masalah lainnya adalah kon-traktualisasi yaitu kontrak langsung antara produsen dan perusahaan susu bahwa HLGM telah diusulkan. Kontrak ini

akan memaksa produsen un-tuk tergantung pada industri susu yang berorientasikan pasar, siapa yang kuat dialah yang menetukan harga.

Selain itu, proposal HLGM ini tidak menetapkan pera-turan produksi susu. Oleh ka- rena itu, tidak akan ada harga yang wajar bagi produsen tan-pa regulasi produksi dan pasar susu. Jika susu terlalu banyak diproduksi di Eropa, banjir susu murah tidak hanya akan mengancam pasar susu di ero-pa, namun juga di negara-ne- gara berkembang. Dalam ban-yak kasus, produksi lokal akan ditinggalkan dan kemiskinan semakin meningkat.

Romuald Schaber, Presi-den Dewan Susu Eropa (EMB) menambahkan bahwa salah satu aspek positif dari lapo-ran HLGM adalah mereka jelas mengakui bahwa produsen susu berada dalam posisi lemah di pasar susu.

“Kami dengan tegas meno-lak laporan HLGM ini dan mengharapkan agar para Menteri Pertanian Eropa me- rundingkan kembali kebijakan mengenai susu ini” ungkap Ro-muald.#

6 PEMBARUAN TANI CAMPESINOS EDISI 78 AGUSTUS 2010

GALERI FOTO

La Via Campesina: Selamat Ulang Tahun SPI yang ke-12

(1) Henry Saragih (Ketua Umum SPI dan Koordinator Umum La Via Campesina) berpidato di forum resmi Kepala Negara yang hadir pada pertemuan FAO. Henry mengoyak dan memakan kertas deklarasi FAO tentang Food Security yang dianggap gagal mengurangi, bahkan menambah angka kelaparan dunia. (2) Aksi La Via Campesina dan organisasi tani dari setiap dari negara (SPI termasuk di dalamnya) menolak WTO di Hongkong-2005 (3). Aksi La Via Campesina (dan SPI) menolak WTO dalam Konferensi Tingkat Menteri WTO di Genewa-2009. (4) Sepuluh ribu massa dari SPI (dulu FSPI) menggelar aksi yang mampu "menggetarkan" Ibukota menuntut pelaksanaan reforma agraria di Indonesia. (5) Perayaan Ulang Tahun SPI yang ke 12 sekaligus peletakan batu pertama Pusdiklat Nasional SPi di Cijujung Bogor. (6) Konsolidasi SPI Nusa Tenggara Barat.

1

3 4

6

2

5

7PEMBARUAN TANI CAMPESINOS EDISI 78 AGUSTUS 2010

GLOBALIZE HOPE

GLOBALIZE STRUGGLE!!!

www.viacampesina.org

PUBLIKASI

Tolak “Terminator” Bangkit Kembali

JAKARTA. Perusahaan-peru-sahaan transnasional (TNCs) berusaha kembali untuk mengembangkan dan meng-komersialkan pembatasan penggunaan teknologi gene-tika melalui kebijakan dan in-dustri bioteknologi. Kebijakan tentang teknologi genetika tersebut sebelumnya telah di-moratorium dan ditolak CBD (United Nations Convention on Biological Diversity-Konvensi PBB tentang Keanekargaman Biologis)

Tejo Pramono, staf La Via Campesina mengatakan bahwa terminator merupakan anca-man bagi kedaulatan pangan dan keanekaragaman hayati pertanian.

“ Mengakhiri moratorium terminator akan semakin men-ingkatkan pengawasan benih oleh perusahaan-perusahaan transnasional (TNC) dan mem-batasi hak-hak petani untuk menyimpan dan menanam kembali benih dari hasil perta-nian yang baru dipanen. Selain itu, serbuk sari dari tanaman hasil rekayasa genetika dan terminator akan mengkonta- minasi dan meracuni tanaman organik, dan spesies tanaman asli” ungkap Tejo.

Tejo menjelaskan bahwa terminator disini maksudnya adalah benih sekali pakai, yang tidak dapat digunakan kem-bali.

“Jadi misalnya petani me-nanam cabe dengan benih ter-minator ini, apabila dia telah panen, biji cabenya itu tidak bisa digunakannya kembali menjadi benih. Petani tersebut harus membeli kembali benih cabe. Ini khan menyebabkan ketergantungan petani ter- hadap perusahaan-perusahaan besar” jelas Tejo.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa terminator adalah teknologi rekayasa genetika yang berusaha untuk mengen-dalikan kesuburan tanaman. Generasi pertama termina-tor (disebut juga benih bunuh diri) dikembangkan melalui

kerjasama Departemen Per-tanian Amerika Serikat (AS) dan perusahaan Delta and Pine Land pada 1990-an untuk me-lindungi kekayaan intelektual dari bioteknologi pertanian perusahaan-perusahaan trans-nasional milik Amerika Serikat. Selanjutnya dengan menggu-nakan DNA yang dipatenkan, tanaman hasil rekayasa genetik ini memproduksi benih steril untuk mencegah petani mena-nam kembali benih yang baru saja dipanen.

Karena protes masyarakat sipil dan petani di seluruh dunia, terminator belum pernah dikomersia l -kan di mana pun. Nega-ra-negara seperti

B r a -s i l dan India t e - lah memi-liki moratorium nasional untuk melarang penerapan teknologi ini.

Pada tahun 2000, CBD mer-ekomendasikan moratorium secara de facto pada uji coba lapangan dan penjualan ko- mersial benih terminator. Pada tahun 2006, tekanan dari La Via Campesina dan aliansinya membantu untuk memperkuat moratorium ini di Curitiba, Brasil.

Tepat pada tahun itu juga, Monsanto selaku perusahaan benih terbesar di dunia me- ngakuisisi Delta and Pine Land, bersama dengan hak kekayaan intelektual untuk terminator. Sejak saat itulah para kapitalis

industri pertanian ini se-makin menggenjot re-

torika mereka ten-tang perlunya

terminator b a g i

p e r -tanian.

“De- n g a n

d a - lih agar bisa lebih beradaptasi dengan pe- rubahan iklim dan mengatasi krisis pangan, mereka memberikan solusi-solusi palsu dan te- rus men-jual kebohongan agar termina-tor ini bisa dipasarkan secara meluas” kata Tejo.

Henry Saragih, Koordina-tor Umum La Via Campesina menyampaikan bahwa walau-pun aplikasi dan komersial-isasi teknologi terminator su-dah gagal dan terbantahkan. Teknologi ini akan semakin mengontrol akses petani akan bibit dan plasma nutfah.

“ Dengan berkedok keama- nan lingkungan untuk tana-man hasil rekayasa genetika, industri pertanian oleh TNCs akan menggunakan teknologi terminator generasi baru un-tuk memperketat pengawasan akan kepemilikan plasma nut-fah, dan semakin membatasi

hak-hak petani untuk mena-nam kembali benihnya yang telah dipanen” ungkap Henry yang juga Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI).

Oleh karena itu, Henry menghimbau agar seluruh or-ganisasi petani yang tergabung dalam La Via Campesina, para petani kecil, para anggota LSM hingga para konsumen di se-luruh dunia untuk bersama menolak kembalinya termina-tor.

“Tekanan dan dukungan dari masyarakat sipil pada pertemuan CBD yang lalu (Mei 2010) menghasilkan dua draft moratorium dan ini memberi-kan dorongan untuk kembali melakukan mobilisasi menolak terminator pada pertemuan CBD berikutnya di Nagoya, Jepang, 18-29 Oktober 2010, dimana TNCs kemungkinan akan mencoba membatalkan moratorium. Karena retorika TNCs untuk industri termina-tor didasarkan pada solusi pal-su untuk perubahan iklim, jadi konsolidasi untuk melawan hal ini juga akan menjadi penting pada perundingan iklim PBB di Cancun, Meksiko pada 29 No-vember – 10 Desember 2010 nanti” tambah Henry.#

8 PEMBARUAN TANI CAMPESINOS EDISI 78 AGUSTUS 2010

KEBIJAKAN AGRARIA

Ratusan Petani India Lakukan Aksi Tolak Eskploitasi Kaum Tani

UTTAR PRADESH. Ratusan petani India yang tergabung dalam organisasi tani BKU (Bharatiya Kisan Union) melakukan aksi menolak eksploitasi kaum tani oleh aparat pemerintah yang korup (21/07) di daerah Fatehpur dan sekitarnya. Mereka juga menolak pemotongan listrik secara sepihak dan peram-pasan tanah.

Raj Singh Gautam, seorang wakil dari BKU (anggota La Via

Ratusan Petani di India melakukan aksi menolak eksploitasi terhadap kaum tani seperti input pertanian yang terlalu tinggi dan privatisasi industri pertanian.

TOLAK FOOD ESTATE ! ! ! Food estate jadikan petani sebagai buruh di negerinya sendiriwww.spi.or.id

Campesina-Gerakan Petani In-ternasional) mengatakan bah-wa pihaknya lebih menekan- kan kepada masalah-masalah yang sering dihadapi petani lokal di daerah.

“Kurangnya fasilitas iri-gasi, input pertanian yang ter-lalu tinggi, pembayaran tidak tepat waktu oleh para pengu-saha pabrik, privatisasi indus-tri gula, hingga tuntutan un-tuk memperbaiki harga pokok hasil tani adalah hal-hal yang

kami perjuangkan dalam aksi ini” ungkapnya

Raj dan para petani lain juga mendesak agar pemerin-tah daerah menetapkan harga minimal gandum adalah 1.500 rupee per kuintalnya, 350 ru-pee untuk per kuintal tebu, dan 500 Rupee untuk per kuintal kentang. Dia juga menegaskan bahwa pihaknya telah mem-beri rekomendasi kepada de-wan perwakilan untuk menam-bah 50 persen harga beli dari

produk hasil pertanian petani.“Namun tampaknya pe-

merintah belum ada niat untuk memperhatikan hal ni” tam-bahnya.

“Oleh karena itu, kami akan memblokade jalan dan menunjukkan kekuatan social agar para aparat yang bertang-gung jawab mau keluar dari kantornya dan mengajak kami untuk berunding bersama mendiskusikan masa depan kaum tani disini” tambahnya.#

9PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

ALIANSI

Kunjungan Petani Korea ke DPP SPI

JAKARTA. 23 orang petani asal Korea Selatan melakukan kun-jungan ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI) di Jakarta (04/07). Mereka adalah para petani yang tergabung dalam Korean Peasant League (Liga Petani Korea) dan Korean Women Peasant Association (KWPA). Kunjungan ini dalam rangka studi banding menge-nai perbandingan perjuangan gerakan tani di Indonesia dan di Korea Selatan.

Muhammad Ikhwan, Ketua Departemen Luar Negeri SPI menyebutkan bahwa kunju- ngan ini juga untuk memperat persaudaraan sesama orga- nisasi massa yang berbasis petani, antara SPI dan KPL-KWPA yang tergabung dalam La Via Campesina (Organisasi Petani Internasional).

“Selain itu SPI bersama KPL dan KWPA juga berdiskusi me- ngenai kedaulatan pangan dan

Rombongan KPL dan KWPA bersama BPP SPI di depan sekretariat DPP SPI di Jakarta. (Bawah) Diskusi KPL dan KWPA bersama BPP SPI.

penerapan pertanian berkelan-jutan dalam kehidupan sehari-hari “ ungkap Ikhwan.

“Agenda kegiatan mereka mulai diskusi di DPP, berkun-jung ke Pusdiklat dan Pusat Perbenihan SPI di bogor, kun-jungan ke Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), hingga pertemuan den-gan basis SPI di Ciaruteun dan Wonosobo” tambah Ikhwan.

Chae Mi Joung, salah satu pimpinan KWPA menyebut-kan bahwa dia merasa sangat senang terhadap sambutan yang diberikan oleh SPI. Chae Mi Joung juga berharap bahwa melalui kunjungan dan studi ini pihaknya mampu menda- patkan sesuatu yang baru yang berguna sehingga nantinya bisa ditranformasikannya kepada para petani di negaranya.

Mengenai perjuangan re-forma agraria, Chae Mi Joung menceritakan bahwa sebagai organisasi yang berbasis mas-

sa petani dan memperjuang-kan kepentingan kaum tani, pihaknya memiliki wakil di dewan perwakilan rakyatnya. Wakil inilah yang berkewajiban untuk menyuarakan suara petani yang sering diabaikan.

“Wakil kami di pemerin-tahan pernah melakukan mo- gok makan selama lebih dari

20 hari, demi menolak kebi-jakan impor beras yang sangat merugikan petani beras lokal ” ungkapnya.

“Para petani kami juga se-makin banyak yang mengguna-kan sistem pertanian organik yang mendukung kedaulatan pangan” tambahnya.

Ali Fahmi, Ketua Departe-men Penguatan, Pengawasan dan Konsolidasi Organisasi Na-sional SPI menjelaskan SPI ber-sama gerakan rakyat lainnya di Indonesia juga telah mendo- rong isu perjuangan Reforma Agraria menjadi perhatian bagi Pemerintah. Ali juga menye-butkan bahwa SPI juga telah mendorong lahirnya gerakan perlawanan rakyat melawan neoliberalisme dalam wadah Gerak Lawan (Gerakan Rakyat Melawan Neokolonialisme-Neoimperialisme) yang berha-sil melakukan judicial review terhadap Undang Undang Pen-anaman Modal (UUPM) dengan mengubah pasal tentang Hak Guna Usaha (HGU) 95 tahun menjadi 65 tahun.

“Kami sangat senang de- ngan kedatangan saudara-sau-dara kami dari Korea ini, se-moga ke depannya SPI dan KPL serta KWPA mampu membawa perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik demi kemaslahatan para petani di Asia.” tambah Ali.#

10 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

ALIANSI

SPI dan 8 gerakan rakyat luncurkan buku penolakan UUPM

JAKARTA. 9 organisasi yang ter-gabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Gerak Lawan) meluncurkan buku Penolakan UU No.25/2007 tentang Pena-naman Modal (05/07).

Buku setebal 179 halaman yang berjudul Meruntuhkan Tembok Imperialisme, Bunga Rampai Penolakan Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) itu diluncurkan di Ka-wasan Blok S, Jakarta Selatan.

Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indone-sia (SPI) dalam sambutannya mengatakan, buku ini mengu-raikan sikap politik organisa-si-organisasi masyarakat ter- hadap UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal.

Dimana UU tersebut dike-luarkan oleh pemerintah untuk menggantikan UU Pe-nanaman Modal Asing dan UU Penanaman Modal Dalam Neg-eri produk rezim Orde Baru.

“Selain itu, buku itu juga disusun sebagai rekam perde-batan ilmiah yang dapat men-jadi rujukan bagi masyarakat, akademisi, pengusaha, partai politik, DPR dan khususnya Pe-merintah dalam penyusunan kebijakan nasional,” sambung Henry.

Henry Saragih, Ketua Umum SPI memberikan sambutannya dalam peluncuran buku penolakan UUPM (Undang-Undang Penanaman Modal) di Jakarta (05/07).

Para undangan dari Majelis Nasional Petani (MNP) SPI dan beberapa BPC SPI yang hadir dalam peluncuran buku penolakan UUPM

Buku yang diterbitkan se-cara swadaya ini secara umum memaparkan argumentasi dan rangkaian perjuangan sembi-lan organisasi yang tergabung dalam Gerak Lawan ketika mengajukan judicial review atas UU No.25/2007 ke Mah-kamah Konstitusi, tidak lama setelah UU itu dikeluarkan.

Mereka antara lain adalah Serikat Petani Indonesia (SPI), Indonesia Human Rights Com-mittee for Social Justice (IHCS), Solidaritas Perempuan (SP), Aliansi Petani Indonesia (API), Bina Desa dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).

Kemudian Asosiasi Pen-damping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK). Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRUKP) serta Institute Global Justice (IGJ).

Henry mengatakan, judicial review atas UU No.25/2007 adalah kemenangan yang sa- ngat mendasar bagi kaum tani dan rakyat Indonesia.

Mengingat SPI bersama dengan gerakan rakyat lainnya itu telah berhasil membatalkan pasal yang memberi Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun dan kembali kepada aturan di bawah UU Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.

“Tentu saja ini tidak di- senangi oleh pemodal, baik dari dalam dan luar negeri karena itu telah menggagalkan rencana kaum pemodal untuk menguasai hak-hak rakyat da-lam jangka waktu yang sangat lama,” ujar Henry.

Meskipun telah memenang-kan salah satu tuntutan, namun menurutnya UU No.25/2007 seharusnya dibatalkan secara keseluruhan karena UU terse-but telah melemahkan kedau- latan negara dalam mengelola bumi dan air serta seluruh isi kekayaan di dalamnya.

Dalam buku itu, kesem-bilan organisasi meyakini UU No.25/2007 telah melemah-kan posisi negara dan hanya memperkuat posisi kekuatan private atau korporasi dalam mengatur ekonomi nasional.

Privatisasi SDA

Henry Saragih, yang juga menjabat sebagai Koordina-tor Umum La Via Campesina (Organisasi Petani Dunia) juga menjelaskan, saat ini Indonesia telah mengalami perubahan dari sistem ekonomi kapita- listik developmentalis menjadi sistem ekonomi yang kapitalis-tik neoliberal.

“Rezim SBY selama ini telah mengeluarkan banyak undang-undang yang sangat condong menguntungkan kaum pemo- dal,” ujarnya.

"Sejak SBY memerintah pada 2004 hingga 2009, pe-merintah telah mengeluarkan 23 undang-undang di bidang agraria, pertanian dan pangan" jelasnya.

Kemudian saat ini telah ditetapkan program legislasi nasional tahun 2010-2014 di-mana terdapat 37 rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pembangunan pede-saan, agraria, pertanian dan pangan.

Namun demikian dia meya-kini bahwa semua UU yang te-lah dan akan dikeluarkan itu adalah untuk menjalankan

praktek liberalisasi dan priva-tisasi terhadap sumber daya alam (SDA) nasional sehingga akan memperkuat posisi peru-sahaan-perusahaan korporasi khususnya yang berasal dari luar negeri.

“Sebaliknya, hampir se-mua UU itu dirancang menjadi jerat untuk mengkriminalkan pihak-pihak yang berusaha menggugat keberadaan kekua-tan-kekuatan modal tersebut,” imbuhnya.

Hal itu katanya bisa dilihat pada kasus-kasus yang terjadi selama ini yang mengkrimi-nalkan setiap upaya petani menggugat perusahaan-peru-sahaan perkebunan yang telah merampas tanah petani dan masyarakat adat.

Sementara atas nama undang-undang kehutanan, pemerintah dengan gampang mengilegalkan setiap upaya petani untuk mengusahakan atau memanfaatkan hutan se-bagai mata pencahariannya.

“Sedangkan perusahaan yang berusaha mengeksploita-si hutan yang ada beserta isin-ya dengan semena-mena, dile-gitimasi oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah,” sam-bungnya.#

11PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

SEREMONIA

Seminar Nasional Pertanian SPI dan Ponpes Lirboyo

KEDIRI. “Sistem pertanian dan model pertanian yang dikem-bangkan oleh pemerintah saat ini adalah cermin dari sistem pertanian yang tidak halal, karena sistem pertaniannya melakukan praktek-praktek ketidakadilan, penghisapan, dan pelanggaran hak asasi petani” ungkap Henry Saragih Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) yang hadir se-bagai narasumber seminar na-sional dengan tema “strategi dan peran santri-petani da-lam menghadapi korporatisasi pertanian dan pangan di aula kampus Institut Agama Islam Tri Bakti Kediri (11/07).

Seminar ini diselenggara-kan oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SPI bekerjasama dengan panitia satu abad Ponpes Lir-boyo dan forum santri serta mahasiswa alumni Lirboyo da-lam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Serikat Petani In-donesia (SPI) yang ke-12 dan peringatan satu abad Pondok Pesantren Lirboyo.

Narasumber yang hadir dalam seminar ini antara lain seperti Eva sundari (anggota DPR RI), Prof. Dr. Muhammad Maksum (Ketua PBNU dan Guru Besar Universitas Gajah Mada), dan Prof. Dr. Mustain Mashud (Guru Besar Universi-tas Airlangga).

Eva Sundari menyoroti tentang kemandirian bangsa dan kemandirian petani. Dia menyebutkan bahwa Bangsa Indonesia telah dikendalikan oleh kekuatan internasional, mulai dari IMF, WTO, dan World Bank.

“Di sektor pertanian dan pertambangan, Indonesia tidak berdaya oleh kekuatan interna-sional tersebut. Bahkan adanya perubahan-perubahan, pem-buatan kebijakan dan undang-undang, itu juga bagian dari intervensi kekuatan interna-sional. Dan jelas reformasi hu-kum dan kebijakan lainnya ini merupakan upaya asing untuk menguasai sumber-sumber kehidupan bangsa Indonesia”,

(Atas) Henry Saragih bersama narasumber lain dalam Seminar Nasional Pertanian dan Pesantren di Kediri. (Bawah) Henry Saragih sedang menyampaikan materinya.

ungkap anggota DPR-RI ini.Eva menambahkan kasus

seorang petani jagung di Kediri yang ditangkap dan dipenjara, merupakan contah yang nyata, kalau UU tersebut memang diperuntukkan kepada perusa-haan, bukan untuk petani.

Sementara itu Prof. Dr. Mu-hammad Maksum menyatakan bahwa impor yang mengabai-kan prinsip kedaulatan adalah haram hukumnya, terutama impor komoditas strategis.

Beliau menambahkan bahwa prinsip kedaulatan itu berarti memandirikan kekua-tan sendiri secara maksimal. Prinsip ini tidak boleh diabai-kan begitu saja hanya karena dalih stabilisasi, daya beli dan efisiensi.

“Mengenai komoditas stra- tegis, pertimbangan sosial poli-tik amat penting, tidak hanya ekonomis apalagi finansial. Im-port komoditas strategis salah satunya adalah pertanian dan pangan. Ini merupakan import yang berdampak pada matinya pertanian dan petani Indone-sia, dan import semacam ini adalah import yang haram” ungkap Ketua PBNU dan Guru Besar UGM ini.

Guru besar Universitas Airlangga, Prof. Dr. Musta’in Mashud menyatakan bahwa ketidakberdayaan petani kecil di Indonesia lebih disebabkan oleh dua kekuatan besar yaitu Negara dan Pasar.

“Negara tidak lagi seba-gai elemen yang melindungi

rakyat. Negara hanya sebagai alat yang sengaja dibuat se-bagai kepentingan pemodal, sehingga negara lebih mengab-dikan diri kepada pemodal. Se-dangkan kekuatan pasar seka-rang ini adalah kekuatan pasar yang cenderung neo-liberal” ungkapnya.

Prof. Dr. Musta’in Mashud menambahkan bahwa menye- rahkan persoalan pertanian dan pangan kepada pasar me- rupakan praktek neoliberal.

“Untuk menghadapi itu semua harus ada sinergitas antara kekuatan petani, pe-santren dan akademisi atau sinergitas multi stakeholder dalam satu kekuatan organisa-si dan koalisi” tambahnya.

Henry Saragih kemudian menambahkan pemerintah kerap membuat dan men-jalankan kebijakan yang me- rugikan petani. Setidaknya SPI mengidentifikasi ada 43 UU yang merugikan petani. UU tersebut sebagian sudah ber-jalan dan sebagian sedang da-lam proses pembahasan dan akan disahkan.

Selain itu, menurut Henry pemerintah saat ini telah me-nyerahkan urusan pertanian dan pangan kepada korporati-sasi.

“TNC (Transnasional Com-pany-Perusahaan Transna-sional) dan perusahaan besar lainnya telah menguasasi hajat hidup orang banyak, termasuk petani. Mulai dari yang on farm sampai off farm, dari hulu sam-pai hilir telah dikuasai oleh TNC. Menyerahkan urusan pertanian dan pangan kepada korporat adalah bukti bahwa sistem pertanian ini merupa-kan praktek pertanian yg tidak halal” tambah Henry yang juga koordinator umum La Via Campesina (organisasi petani internasional).

Seminar dihadiri oleh ratu-san peserta yang berasal dari petani anggota SPI, para santri, mahasiswa, alim ulama, dan masyarakat umum.#

12 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

ANALISIS

Posisi dan Peran Organisasi Petani dalam Pencapaian Kedaulatan Pangan dan Perlindungan Lahan Pertanian

PADANG. Orang kelaparan bu-kan karena tidak ada makanan semata. Ketika makanan me-limpah pun, kelaparan dapat terjadi, misalnya, menurut Ba-dan Pusat Statistik pada 2004, kelaparan terutama balita mencapai 28 persen, padahal di saat itu produksi padi kita melampaui kebutuhan domes-tik alias swasembada. Kehidu-pan petani di Indonesia secara umum sangat jauh dari kehidu-pan yang layak, petani terjebak dalam persoalan-persoalan pokok seperti mahalnya biaya produksi, ketergantungan pada bibit dan pestisida, kelangkaan pupuk, keterbatasan informasi, minimnya penguasaan lahan pertanian, dan persoalan har-ga.

Harga kebutuhan pokok yang tiba-tiba naik saat ini menunjukkan ketidak mam-puan pemerintah dalam men-gontrol harga dan distribusi kebutuhan pokok terutama pangan. Kenaikan harga pa- ngan selalu naik setiap tahun-nya sebelum bulan Ramadhan, selain perusahaan pangan men-guasai dari sector hulu hingga hilir terindikasi juga permain-an spekulan jauh hari sebelum

bulan Ramadahan. Biasanya pemerintah selalu melakukan operasi pasar ketika terjadi kenaikan harga, tapi ini bukan solusi, selain di butuhkan kon-trol dan sanksi dari pemerin-tah serta harus menata ulang persoalan pangan di negeri ini. Dibutuhkan suatu upaya untuk memperbesar akses rakyat da-lam memproduksi pangan, dan sekaligus orang-orang yang mengkonsumsinya.

Untuk itu diperlukan upaya perombakan yang mendasar dalam penguasaan alat produk-si, model produksi, harga dan distribusi produksi. Persoalan petani di Sumatera Barat saat ini tidak terlepas dari perso-alan pertanian secara nasional bahkan prosesnya di mulai dari persoalan pangan global.

Ketahanan Pangan dan Penguasaan Pangan Global

Pada World Food Summit (WFS) Food and Agriculture Organiza-tion (FAO) bulan November 1996 di Roma, para pemimpin negara telah mengikrarkan ke-mauan politik dan komitmen-nya untuk mencapai ketahanan pangan serta melanjutkan upa-

ya menghapuskan kelaparan di semua negara anggota dengan mengurangi separuhnya jum-lah penderita kekurangan pa- ngan pada tahun 2015.

Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 800 juta dari 5,67 milyar penduduk dunia yang menderita kurang pa- ngan, diantaranya 200 juta balita menderita kurang gizi terutama energi dan protein. Laporan PBB saat itu juga men-catat bahwa 3 – 5 ribu orang mati setiap hari akibat kela-paran dan dampaknya.

Setelah lima tahun WFS dilaksanakan (2001), fakta menunjukkan bahwa produksi jumlah makanan di tingkat dun-ia (stok pangan) sebenarnya sangat berkecukupan. Namun dalam perjalanannya Direktur Jendral FAO Jacques Diouf (ba-dan urusan pangan PBB) pada KTT pangan dunia tanggal 15 November 2009 di Roma-Italia dengan tegas menyatakan ke-resahannya akan krisis pangan dunia yang terjadi saat ini.

“Di tengah dunia dimana manusia mampu berjalan-jalan ke bulan, 1 dari 6 orang di dunia menderita kelaparan dan setiap 6 detik 1 bayi men-inggal karena kurang gizi.” Di-ouf, menyatakan bahwa kebi-jakan pangan yang ada saat ini telah membuat petani-petani saling berperang satu sama lain, petani negara maju de- ngan petani di negara-negara berkembang demi keuntungan perusahaan-perusahaan agri-bisnis yang kapitalistik.

Muncul pertanyaan me- ngapa dengan jumlah produksi makanan yang berlimpah terse-but, angka kelaparan ditingkat dunia masih tinggi seperti yang telah digambarkan diatas. Dari fakta – fakta itu menunjukkan bahwa konsep Keamanan Pan-gan (Food Security) telah gagal dalam mengatasi kekurangan pangan bagi ummat manusia di tingkat dunia, karena FAO hanya menggantungkan pada tiga prinsip yaitu: keterse-

diaan pangan (availability), aksesibilitas (accessibility), konsumsi (food utilization) dan aspek stabilitas pasokan (stability of supplies) (bagi FAO tidak menjadi persoalan siapa yang memproduksi dan yang menguasai pangan).

Jika kita tilik lebih jauh ten-tang krisis pangan yang terjadi tersebut bukanlah disebabkan oleh kelangkaan atau kurang-nya hasil produksi. Tapi yang terjadi adalah penguasaan sumber-sumber kehidupan atau kekayaan alam hanya be-rada di tangan segelintir orang atau perusahaan-perusahaan besar tertentu dunia. Sering juga disebut sebagai multina-tional company atau trans-na-tional company (MNC/TNC)

Penelitian GRAIN (Spany-ol) tahun 2008 terungkap data bahwa krisis pangan yang ter-jadi di dunia pada tahun 2006 telah meningkatkan tingkat keuntungan perusahaan-pe-rusahaan agribisnis atau pe-rusahaan yang terkait dengan perdagangan hasil produksi pertanian meningkat rata-rata hampir 100% dari tahun sebe-lumnya.

Seperti Bunge (USA) me- ningkat 13 % di tahun 2008 sebesar 1,363 miliar dolar, Cargill (USA) meningkat 69 % sebesar 3,951 miliar dolar, dan Nable Group (Singapore) sebe-sar 117 % sebesar 436 miliar dolar. Keuntungan dari per-dagangan pupuk, Potas Corp. (Canada) meningkat di tahun 2008 dibanding tahun 2007 sebesar 164 % dengan keun-tungan sebesar 4,963 miliar dolar, Mosaic (USA) meningkat 430 % sebesar 2,682 miliar dolar, dan Yara (Norway) men-ingkat 131% sebesar 3,350 miliar dolar. Pada perdagangan bibit dan pestisida di tahun 2008 : Monsanto 120 % sebe-sar 2,926 miliar dolar, Syn-geta 19 % sebesar 1,692 mil-iar dolar, Bayer 40 % sebesar 1,374 miliar dolar dan DOW 63 % sebesar 761 miliar dolar.

Kedaulatan pangan adalah hal mutlak demi kesejahteraan petani di Indonesia.

13PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

MNC/TNC menguasai sejak dari sektor hulu (baca : ladang-ladang pertanian) hingga sek-tor hilir (pasar hasil produksi pertanian). Satu contoh tepat untuk Indonesia adalah ten-tang kedelai dan Cargill.

Sebagai mana kita ketahui, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi kedelai yang tinggi namun pada sisi produksi, tingkat produksi nasional jauh dari mencukupi kebutuhan na-sional tersebut. Pada sisi lain, Cargill yang merupakan peru-sahaan pemilik lahan perke-bunan kedelai terbesar dunia yang di pusatkan di Brasil. Dan Cargill juga merupakan salah satu perusahaan yang memiliki hak impor resmi dari pemerin-tah Indonesia untuk memasuk-kan kedelai impor ke Indone-sia (baca kasus penimbunan kedelai impor 13.000 ton oleh Cargil di Surabaya untuk me-naikan harga kedelai, Kompas 26 Januari 2008).

Food Estate

Di tengah ancaman krisis pa- ngan di Indonesia akibat pan-gan dikuasai MNC/TNC, pe-merintah justru meluncurkan program food estate, dimana pengelolaan pangan dalam skala besar di serahkan ke-pada perusahaan swasta lokal maupun asing yang justru akan mengancam keberlangsungan petani dan pertanian berkelan-jutan/organik yang sudah ada.

Dalam konteks Sumatera Barat yang terkenal dengan semboyannya “Tanam nan Ba-pucuak, Paliaro nan Banyawo” dan Budaya Rangkiang dimana merupakan semangat untuk terus mempertahankan buda-ya pertanian kita yang sudah ada sejak turun temurun pun ikut terancam

Melalui National Summit dan pertemuan dengan para pengusaha yang dilaksanakan bulan Oktober 2009 Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menyatakan akan me- nyiapkan kebijakan tentang penyedian tanah untuk kepen- tingan umum serta peraturan

pemerintah (PP) terkait in-vestasi pangan dalam skala be-sar. Peraturan Pemerintah ini mencakup Penguasaan Pangan Skala Luas, seperti PP 11 tahun 2010 tentang Tanah Terlantar dan PP 18 tahun 2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, pengingkaran amanah dan semangat UUPA No.5/1960 yang menolak tanah sebagai alat penghisapan manusia atas manusia serta keberdaulatan kaum pekerja petani makin terlihat jelas.

Kesemua peraturan pe-merintah yang dibuat tersebut dalam rangka memberikan ke-mudahan para pemodal untuk mengelola lahan di Indonesia melalui program food estate. Tercatat empat perusahaan yang telah mengajukan diri untuk membuka food estate di awal 2010 yaitu Medco, Wil-mar, Bangun Cipta dan Mekas-indo. Nama-nama ini menam-bah daftar panjang perusahaan yang berinvestasi di Indonesia.

Sistem culture stelsel baru dengan skema food estate ini bisa menegaskan bahwa feo-dalisme tidak pernah berakhir dinegeri ini, petani akan tetap menjadi buruh di negerinya sendiri. Ketika pengusaha be-sar lokal dan asing datang atas mandat pemerintah untuk ber-saing dengan petani gurem sep-erti Medco Energi, Sinar Mas Group, dan Artha Graha dan Bin Laden Group memutuskan terjun dalam bisnis pangan se-luas 585.000 hektar di daerah Merauke.

Pemerintahan belum memiliki kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk melak-sanakan Pembaruan Agraria dan landreform dengan mem-bagi-bagikan tanah kepada rakyat tak bertanah dan petani gurem, serta kepastian tanah bagi masyarakat adat dengan mengeluarkan peraturan pe-rundang undangan yang justru kontradiksi serta mengingkari dengan semangat dan amanah dari UUPA No.5/Tahun 1960, seperti UU Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 yang me- netapkan bahwa HGU awalnya bisa mencapai 95 tahun turun-

annya di Sumbar melalui Perda Pemanfaatan Tanah Ulayat, dan di ikuti kemudian dengan UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan No 41 tahun 2009.

Penyusutan Luas Lahan Pertanian di Sumatera Barat

Sumatera Barat dengan jumlah penduduk sebnyak 4.697.764 jiwa (BPS 2007) yang dikenal sebagai lumbung pangan mu-lai terancam dengan berbagai persoalan pupuk, bibit, harga dan persoalan pengusaan sum-ber sumber agraria dan model pertanian yang selalu memi-hak pada industri pertanian dan sistim agribisnis. Produksi padi Sumatera Barat

4 tahun terakhir tidak me- ngalami peningkatan yang berti misalnya berturut-turun pada tahun 2005 sebesar 1,907 juta ton, tahun 2006 sebesar 1,965 jt ton, tahun 2007 sebesar 1,938 juta ton dan tahun 2008 sebe-sar 1,965 jt ton (sumber data BPS). Perkiraan BPS dan Dinas pertanian Sumbar pada awal tahun 2009 yang lalu (padang today) produksi padi untuk ta-hun 2009 sebesar 2.060.986 ton dengan luas panen 433.803 hektar, dan menurut sumber Dinas Pertanian Tanaman Pan-gan Sumbar produksi padi pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar 2.104.460 juta ton, se-mentara target produksi untuk tahun 2010 sebesar 2.199.030 juta ton.

Pencapaian produksi padi sangat dramatis jika dibanding-kan dengan semakin menyem-pitnya luas sawah dan lahan pertanian, banyaknya sawah tadah hujan dan persoalan lain-nya, bahkan tidak adanya data akurat luas sawah di Sumbar. Sempitnya lahan garapan tidak lepas dari keterdesakan petani atas laju pembangunan dan alih fungsi lahan. Misalnya menurut Dinas Pertanian Pesisir Sela-tan (Padang to day 2/4/2009) sekitar 1.293 hektar(H) sawah di pesisir Selatan berkurang dalam lima tahun terakhir, yang tersisa hanya 30.466 H dengan kepemilikan lahan 0.36 H per-

rumah tangga petani.Contoh kasus alih fungsi

lahan lainnya di Kab. Pasaman Barat, sebelum tahun 1990 daerah ini termasuk sentra produksi beras dengan luas sawah tidak kurang dari 27.168 hektar, terjadi penurunan luas sawah seiring masuknya perkebunan kelapa sawit (mu-lai 1981). Pada tahun 2005 luas sawah di Pasaman Barat tercatat 16.127 H, dalam peri-ode tahun 2005-2007 terjadi penurunan komulatif sejumlah 1.287 H, hingga sawah yang tersisa di tahun 2007 seluas 14.840 H (BPS 2008) dan 4.953 diantaranya di tanami tanaman jagung.

Selain di dua kabupaten tersebut di Kabupaten Lima Puluh Kota juga terjadi penu-runan produksi dan luas lahan produksi (Lima Puluh Kota da-lam angka, BPS 2009), produk-si padi (GKB) Limapuluh Kota Tahun 2008 sebesar 202.531 ton dengan luas panen 43.451 hektar, di banding produksi ta-hun 2008 dengan produksi ta-hun 2007 sebesar 218.542 ton dengan luas panen 46.140 hek-tar terjadi penurunan produksi sebesar 7,33 persen dan penu-runan luas panen 5,80 persen. Bahkan produksi padi Lima Puluh Kota tahun 2008 jauh menurun disbanding tahun 2006 dengan jumlah produksi sebesar 202.971 ton dengan luas panen 43.200 hektar, dari data ini jelas terjadi penurunan luas panen tahun 2008 di band-ing tahun 2007 sebesar 2.699 hektar, sementara pencetakan sawah baru di Lima Puluh Kota tdk signifikan, bahkan makin pesatnya alih fungsi lahan aki-bat laju pembangunan.#

Sukardi Bendang, Ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) Serikat Petani Indonesia Sumatera Barat

Makalah pada Seminar Pangan Sumatera Barat, Kebijakan Dan Tata Kelola Pangan Menuju Ke-mandirian Pangan Lokal, Basko Hotel, Padang 15 Juli 2010.

Sambungan dari hal. 14 Posisi dan...

14 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

KEBIJAKAN AGRARIA

Seruan Aksi Nasional Peringatan Hari Tani Nasional, 24 September 2010

Demo SPI (dulu FSPI) menolak WTO pada tahun 2005 yang lalu

JAKARTA. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 ta-hun 1960 kita yakini sebagai Undang-undang terbaik yang pernah ada di Indonesia—dengan diundangkanya UUPA diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia men-

Aksi Massa SPI, 24 September 2010 Peringatan 50 Tahun UUPA No.5 Tahun 1960 :

"Laksanakan Segera Pembaruan Agraria Sejati (PAS) demi Keadilan Sosial Indonesia”

Kontak: Syahroni 081384679992

jadi lebih baik. Di samping itu kelahiran UUPA1960 ini juga dimaknai sebagai Hari Tani Nasional 24 September. HTN selayaknya dimaknai sebagai hari rayanya kaum tani, hari yang seharusnya menjadi pe- ringatan tonggak suka cita nya

kaum tani di Indonesia yang harus diperingati dalam berba-gai bentuk kegiatan dan kreasi petani.

Perjalanan pelaksanaan UUPA No. 5 tahun 1960, sejak diundangkan sampai sekarang (sudah 50 tahun lamanya) tidak ada implementasi yang jelas – yakni implementasi yang mengarah pada perombakan tatanan struktur agraria yang timpang menjadi lebih berkea-dilan bagi rakyat Indonesia.

Agenda pelaksanaan pem-baruan agraria sejati di In-donesia ini merupakan tema utama dari perjuangan Serikat Petani Indonesia (SPI) sejak dideklarasikan tahun 1998. Dengan demikian upaya kam-panye, propaganda dan segala kegiatan yang mendorong ter-hadap pelaksanaan thema uta-ma perjuangan SPI ini harus terus menerus dilakukan, hal ini berkaitan dengan pemban-gunan citra, identitas SPI seba-gai organisasi perjuangan PAS.

Syahroni, Ketua Departe-men Pendidikan SPI menjelas-kan bahwa peran strategis SPI adalah sebagai konsolidator utama kekuatan Petani dalam mendesakkan terlaksananya pembaruan agraria sejati, se- hinga pembaruan agraria tidak hanya menjadi harapan se-mata, cita-cita yang semu, dan bahkan hanya dijadikan wa-cana politik nun populis tiap periode pemerintahan yang berkuasa.

"Oleh karenanya peningka-tan kuantitas dan kualitas aksi harus terus dilakukan, tiada

hari SPI tanpa aksi”, jelasnya.Henry Saragih, Ketua

Umum Serikat Petani Indone-sia (SPI) menjelaskan bahwa aksi massa nasional peringatan Hari Tani 24 Sepetember ini bertujuan untuk menggelora-kan kembali perjuangan pem-baruan agraria.

"Aksi ini menjadi titik awal perjuangan petani yang lebih besar dan massif" ungkap Hen-ry.

Henry menambahkan bahwa selain bertujuan untuk memperingati kelahiran UUPA 1960 dan perayaan Hari Tani Nasional 24 September 2010, aksi ini juga berfungsi sebagai tonggak agar dilaksanakannya Pembaruan Agraria Sejati di Indonesia sekaligus mening-katkan kuantitas dan kualitas aksi massa dan massa aksi SPI sebagai front perjuangan pem-baruan agraria sejati di Indo-nesia.

"Aksi ini juga merupakan kampanye dan desakan atas pentingnya pelaksanaan UUPA No 5 tahun 1960 terhadap pe-merintah dan khalayak umum sekaligus pendidikan massa secara efektif tentang arah per-juangan SPI" jelasnya.

"Oleh karena itu, saya menghimbau kepada selu-ruh petani anggota SPI untuk melaksanakan aksi massa baik dalam menyambut hari tani ini, baik itu dalam tingkat nasional ataupun di wilayah masing-masing", tambah Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina.#

15PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

UUPA No. 5 TAHUN 1960 UNTUK REFORMA AGRARIA SEJATI !!!www.spi.or.id

PEJUANG TANI

Parman: “Saya Selalu Sosialisasikan SPI Dimana pun Saya Berada”

LAMPUNG. Suparman Singo-diharjo nama pria ini. Teman-temannya biasa memanggil Parman. Pria kelahiran Blitar, 14 Juli 1949 ini, adalah seorang pejuang tani yang giat mem-perjuangkan nasib petani. Par-man berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya adalah bu-ruh serabutan sedangkan ibu-

Suparman sedang berbicara dalam rapat pleno SPI. Suparman memiliki prinsip untuk terus mensosialisasikan SPI dimana pun dia berada.

nya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik rokok.

Di usianya yang ke-17, Parman sudah meninggalkan kampung halamannya menuju daratan Sumatera, tepatnya di daerah Lampung. Tujuan Par-man adalah bertani karena di tanah kelahirannya dia tidak memiliki lahan sama sekali. Na-

mun dia hanya mampu bertah-an selama dua tahun. Akhirnya Parman memutuskan kembali ke tanah Blitar-Jawa Timur.

Pada 1969, Parman men-coba kembali peruntungan-nya ke Lampung. Namun kali ini dia mengajak orang tuanya untuk ikut bertani di Lampung. Karena tidak mempunyai lah-an, Parman pun menjadi buruh tani dan petani penggarap se-lama dua tahun. Dengan kerja kerasnya, dia bisa menyisihkan sedikit penghasilannya sehing-ga mampu membeli sebidang tanah.

“Waktu itu saya berfikir harus punya tanah, dengan tanah maka kebutuhan dapur akan terpenuhi, saya juga ber-prinsip bahwa petani itu ja- ngan sampai membeli pangan, petani harus tercukupi pangan-nya dari hasil produksi lahan miliknya” ungkap pria dengan enam orang anak ini.

“Alhamdulillah, saat ini saya sudah punya lahan seluas dua hektare. 0.75 hektare saya tanami padi, sisanya saya jadi-kan ladang” tambahnya.

Sejak muda, kakek dari lima orang cucu ini sudah cu-kup aktif berorganisasi. “dulu saya aktif di organisasi Mar-haen dan Muhammadiyah, saya juga sempat aktif di KPPI (Ke-satuann Aksi Pelajar Pemuda Indonesia)” imbuhnya.

Parman mulai bergabung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk melakukan pendampingan-pendampingan terhadap petani. Parman juga sempat aktif dalam Poktan (kelompok tani) buatan Pemerintah dan

mendapatkan sertifikat petani pemandu.

Selanjutnya Parman yang telah menjadi anggota SPL (Serikat Petani Lampung) juga memilki andil penting dalam mendirikan Serikat Petani Indonesia (SPI)-dulu Fed-erasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)- pada 1998.

Parman yang pernah men-jabat sebagai Ketua Serikat Petani Lampung ini memiliki prinsip bahwa di dunia ini tidak ada hal yang tak mungkin.

“Kuncinya ada tiga, yaitu kemauan yang tinggi, usaha yang maksimal, dan doa; tan-pa ketiga hal ini jangan harap kita mampu menggapai impian kita” kata Parman dengan ber-semangat.

Anggota Majelis Nasional Petani (MNP) SPI untuk wilayah Lampung ini mengatakan bah-wa dia terus mensosialisasikan SPI dimana pun dia berada.

“Pada setiap pertemuan dengan petani baik itu formal ataupun tidak, saya selalu men-sosialisasikan SPI” Ujarnya.

Menurut Parman konsep perjuangan SPI inilah yang paling ideal untuk mencapai kedaulatan bagi masyarakat tani di Indonesia.

“SPI yakin dan percaya bahwa salah satu syarat utama tercapainya kedaulatan pa- ngan adalah penguasaan lahan oleh petani, bukan oleh kor-poratisasi bisnis yang sedang merajalela saat ini; food estate itu salah satu contoh keber-pihakan Pemerintah kepada perusahaan-perusahaan besar untuk menguasai lahan perta-nian” jelas Parman.#

16 PEMBARUAN TANI EDISI 78 AGUSTUS 2010

GALERI FOTO

Semarak Perayaan Ulang Tahun SPI ke-12 di Bogor dan Sukabumi

1 2

3 4

7777765

Dalam rangka memperingati ulang tahunnya yang ke-12, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyelenggarakan beberapa kegiatan diantaranya peresmian dan peletakan batu pertama Pusdiklat Nasional SPI di Cijujung Bogor (08/07) (Foto 2, 3, 5, 6) dan pencanangan penataan produksi pertanian berkelanjutan di Sukabumi (15/10) (Foto 1, 4, 7).