majalah edisi cerdas media 32

84
1 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Upload: lpm-al-millah

Post on 30-Jul-2016

366 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Majalah Edisi Cerdas media 32

1Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Page 2: Majalah Edisi Cerdas media 32

2 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Aroma magis menyeruak, 2 kelompok so­sok hitam bak raksasa dengan senjata terhunus menghentak hen takan kaki dalam posisi siap bertempur. Penampilan me reka menyeramkan dengan taring tajam dan pakaian dari dedaunan layaknya suku suku pedalaman, lengkap dengan senjata panah,gada dan pedang

Ternyata, selain ke indahan yang disuguhkan dari atas puncaknya, gunung Bedes ini mempunyai sesuatu yang unik berupa legenda. Tertarik dengan legenda yang belum terdengar oleh banyak orang, crew AL-Millah mencoba menggalinya lebih dalam dengan mewawancarai Mbah Parmin

Salah satu fenomena yang cukup menar-ik dicermati dari media lokal adalah banyaknya konten advertorial pada pemberitaan mereka. Menurut Arlyn L. Lamalo, advertorial merupa-kan penggabungan dari dua kata bahasa Ing-gris, yaitu Advertishing dan Editorial.

Perlu ditegaskan bahwa pemberitaan me­dia harus memenuhi kaidah jurnalistik. Akan tetapi, media on-line yang selalu up-date info­rmasi tiap menit cenderung tidak memenuhin­ya. Salah satu contoh kasus yang terjadi di media on-line adalah pemberitaan Tolikara pada perte­

ngahan bulan Juli 2015 yang bertepatan de­ngan Hari Raya Idul Fitri

Rubrik BudayaBaca ulasan lengkapnyadihalaman 31.

Rubrik AlamkuBaca ulasan lengkapnya

dihalaman 58.

Rubrik LipsusBaca ulasan lengkapnyadihalaman 23.

Rubrik LaputBaca ulasan lengkapnya

dihalaman 16.

Sajian

Page 3: Majalah Edisi Cerdas media 32

3Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Salam pers mahasiswa!mahasiswa!Perjalanan proses penerbitan Majalah edisi 32 Mahasis-

wa STAIN Ponorogo Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) aL-Mil-lah bukanlah suatu hal yang mudah dan lancar begitu saja. Butuh perjuangan waktu, tenaga, pikiran dan tidak jarang menguras emosi. Sehingga rasa syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan per-tolongan yang tiada tara pada kami serta mampu menyajikan majalah ini dihadapan para pembaca.

Perkembangan media massa saat ini berlangsung dengan cepat seiring majunya teknologi informasi. Jika dahulu mem-butuhkan waktu berhari-hari untuk mendapatkan informasi dari belahan bumi lain, sekarang hanya butuh hitungan detik untuk mengetahui informasi tersebut, seketika setelah peris-tiwa itu terjadi. Namun, cepatnya transfer informasi ini men-imbulkan permasalahan baru berupa akurasi data yang kurang valid, karena media lebih memburu kecepatan penyampaian informasi dibanding validitas data yang disampaikan karena mengesampingkan verifikasi.

Hal ini tentu akan membingungkan publik, ketika infor-masi yang diterima berbeda dengan informasi satu jam kemu-dian, padahal terjadi pada peristiwa yang sama. Begitu juga ke-tika media lebih mengedepankan fungsi ekonomi dan hiburan dibandingkan fungsi-fungsi lain seperti fungsi kontrol sosial, pendidikan, dan informasi. Lantas apa yang terjadi? Tidak ja-rang media memberikan berita dengan judul-judul bombastis untuk mendapatkan perhatian khalayak, sehingga rating media naik dan para pemasang iklan berdatangan yang juga menam-bah pundi-pundi pemasukan perusahaan media.

Perkembangan media sosial saat ini pun juga menduku-ng masayarakat untuk menyebarluaskan informasi. Namun, lagi-lagi muncul permasalahan ditengah masyarakat, seperti postingan-postingan yang bermuatan provokasi dan penebar kebencian. Selain itu juga beredar melalui media sosial gam-bar-gambar yang awalnya berniat memberikan informasi na-mun melupakan kepatutan. Seperti informasi kecelakaan yang menampilkan gambar korban penuh darah dan luka terbuka tanpa adanya sensor.

Melihatkondisi di atas, menjadi suatu keharusan bagi masyarakat untuk lebih cerdas dalam menyikapi suatu in-formasi pada media massa, begitu juga ketika menggunakan media sosial. Karena media massa dan media sosial memiliki pengaruh besar bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu, pada Majalah edisi 32 ini, kami mengangkat tema “Cerdas Media”, untuk membuka pandangan pembaca agar lebih teli-ti menanggapi informasi dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Selamat membaca!

Susunan Redaksi Majalah Mahasiswa STAIN Ponorogo

Edisi 32

Diterbitkan Oleh:LPM aL-Millah STAIN Ponorogo

Pelindung:Ketua STAIN PonorogoPenanggungjawab:

LPM aL-millah STAIN PonorogoPemimpin Umum:

Dafiq Shofi JauhariPemimpin Redaksi:

Moh. Ihsan FauziSekretaris Redaksi:

Ilyas NurkholisLayouter:

Rochim, SyamsulEditor:

Tim EditorStaf Redaksi:

Mar’atus Solechah, Afif Alauddin, Vivi Kusuma, Anisa Rahmawati, Widya Anisa, Nur Hayati, Zainal

Abidin, Nurul Khusna, Ulfa Nadiya, Mandela Asy’ari, Iin

Nur, Nurul Fatimah, Elmy Hidaya-tin, Lohanna Wibby, Eko Prastyo,

Nuril Anwar.

Alamat Redaksi:Jl. Pramuka No. 156 Ronowi-

jayan, Siman, Ponorogo.Email:

[email protected] Person:

(Ihsan) 0857 8484 7976

Page 4: Majalah Edisi Cerdas media 32

4 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

LP

M a

L-M

ILL

AH

Daftar Isi

Page 5: Majalah Edisi Cerdas media 32

5Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Aspirasi

Mengapa kok ditarik tarif itu ada beberapa hal yang harus terlebih dahulu kami sampaikan. Per-tama, peserta dalam kegiatan yang digelar di ge-dung Graha Wathoe Dhakon itu dibatasi minimal adalah 300 orang. Di bawah itu tidak mungkin, karena tempatnya besar. Kedua, tarif itu dike-nakan apabila kegiatan tersebut menggunakan fasilitas-fasilitas yang sifatnya mengeluarkan an-ggaran. Contohnya, penggunaan AC dan Sound besar. Ketika menyalakan AC, itu menggunakan jenset, dan menyalakan jenset itu memer-lukan solar. Terkait dengan solar, siapapun yang menggunakannya maka dialah yang harus bertanggung jawab. Menyalakan sound system itu juga membutuhkan seorang teknisi, dan itu harus orang yang benar-benar paham masalah teknis. Di kampus ini tidak ada, makanya kita itu memanggil orang luar. Kalau penggunaannya memang tidak menggunakan AC dan Sound besar, maka silahkan itu free. Cuma saya berpesan, masa iya orang yang bersih-bersih itu tidak diperlakukan secara humanis. Jadi kalau memang harus mengeluarkan uang itu bukan bayar, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai fasilitas yang digunakan dalam kegiatan. (Didik Noeryono Basar, MM. Kepala Sub Bagian Umum)

jawaban.Mengapa ketika para UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menyelenggarakan kegiatan di gedung Graha Wathoe Dhakon harus dikenakan tarif? Bukannya gedung Graha Wathoe Dhakon itu miliknya kampus? Nah, UKM kan organisasi intra kampus, yang isinya juga maha siswa dari kampus. (Roisul Malik_Syariah Muamalah_Semester 3)

Untuk pe nentu an ke-las angkat an 20 13, 2014, 20 15 su dah di atur dalam SIA KAD. Di SIAKAD sendiri sebenarnya sudah diprogram

maksimal isinya 30 orang, jika melebihi 30 maka sitem akan menolak. Dan kalau sistem

sudah menolak, maka tidak akan terjadi overload seperti itu. Melihat jumlah mahasiswa

yang sekarang ini, STAIN kan masih kekurangan gedung dan juga dosen. Nah, dari lem-

baga akhirnya membuat kebijakan, dari pada kita menambah jumlah dosen luar biasa yang

tidak bisa dipertanggung jawabkan kualitasnya lebih baik kita memadatkan kelas. Akhirnya

kami memprogram kelas di SIAKAD dengan kapasitas 40 orang, sehingga ada beberapa ruang

yang memang padat, terutama di Gedung C dan D yang memang beberapa ruangannya itu tidak

sebesar ruangan di gedung-gedung lainnya. Di sisi lain, jika di kelas tersebut ada jumlah ma-

hasiswanya yang melebihi 40 orang itu bukan kesalahan dari sistem, melainkan kesalahan dari

mahasiswanya sendiri. Berarti di situ ada mahasiswa dari semester atas yang mengulang tanpa

mengurus terlebih dahulu di akademik, melainkan langsung menulis namanya di absen kelas

yang overload tersebut. Tindakan dan usaha dari lembaga sendiri, di tahun 2015 sudah ada

pengangkatan calon dosen, di tahun 2016 kami akan membangun gedung di Makhad, dan

mulai tahun 2016 mudah-mudahan tanah yang di Jenangan akan dimulai pembangunann-

ya. Sehingga setelah itu Insya Allah tidak akan terjadi penumpukan kelas lagi. Heru Bito­

no, M. Hum. Kepala Sub Bagian Administrasi)

Banyak kelas di Gedung C yang overload, luasnya tidak sesuai dengan

jumlah mahasiswa yang menggunakannya. (Martha Eri Safira_

Dosen Syariah)jawaban.

Mohon maaf jika tidak semua aspirasi yang dapat dipublikasikan karena mengingat keterbatasan tempat.

Oleh: Nurul khusna_crew/23.14.138

Page 6: Majalah Edisi Cerdas media 32

6 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

NetizenSadisme di Media Sosial

Perubahan mendasar pasca lahirnya sosmed adalah berubahnya posisi masyarakat dari sekedar konsumen men-jadi “produsen” informasi. Jika dahulu berita seakan menjadi monopoli awak media, saat ini setiap warga dapat memberi-kan informasi kepada khalayak melalui media sosial . Netizen alias internet citizen kini men-jadi salah satu pemberi infor-masi tercepat kepada khalayak karena mereka bisa melapor-kan sebuah informasi hanya beberapa detik setelah peristi-wa terjadi.

Sebuah peristiwa dapat dengan segera disebarluaskan dalam hitungan detik saja dan dapat menjangkau semua pi-hak yang tersambung de ngan internet. Internet me lalui me-dia sosial membuka ruang seluas-luasnya kepada semua pihak baik itu wartawan profe-sional maupun pengguna me-

dia sosial biasa untuk ikut serta dalam penyebaran informasi. Jadilah mereka (baca:netizen) seperti wartawan dadakan yang aktif menyebarkan dan bahkan memproduksi berita .

Matinya Empati Masya­rakat

Masalah utama ya ng di-hadapi masyara kat peng guna medsos saat ini adalah sering-kali netizen mempublikasikan sesutau yang sebenarnya tidak pantas untuk dipublikasikan, salah satunya adalah mem-publikasikan ma teri sadisme. Seringkali kita mendapat infor-masi tentang kejadian seperti halnya konflik, bencana alam, dan kecelaka an yang disertai dengan foto korban yang me-ninggal, luka-luka, dan berda-rah yang disajikan tanpa sen-sor. Saat ini begitu mudahnya foto yang merekam sebuah peristiwa dapat dengan segera

disebarluaskan dalam hitungan detik saja dengan menggunak-an HP.

Pengguna media sosial di Ponorogo juga menghadapi problem yang serupa. Kita ma-sih ingat kejadian kecelaka an yang terjadi di jalan Raya Ma-diun Ponorogo antara mobil Xenia dan bus pariwisata yang menewaskan 3 orang, fo to ko-rban yang tanpa sensor me-nyebar di media sosial. Mayat laki-laki tanpa identitas yang ditemukan di ladang warga yang terjadi di kecamatan Jam-bon. Yang terakhir feno mena tersebut terjadi di lingkungan kampus STAIN Ponorogo. Di medsos menyebar foto foto korban lakalantas dari warga yang menabrak tiang di dekat ATM Kampus. Foto yang bere-dar di medsos sangat jauh dari kepatutan dan rasa kemanu-siaan karena kondisi tubuh ko-rban yang sangat parah difoto kemudian disebarkan tanpa proses editing sama sekali.

Yang membuat miris adalah reaksi dari masyarakat terhadap sadisme di medsos. Bisa dikatakan masyarakat sangat “menyukai” sadisme dibuktikan dengan banyaknya tanggapan terhadap berita atau materi informasi yang berisi sadisme. Berita dengan judul provokatif, vulgar dan foto tan-

Isu

dan

Page 7: Majalah Edisi Cerdas media 32

7Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

pa sensor secara umum akan mendapat perhatian luar biasa baik berupa komentar, like dan share.

Banyak hal yang jika kita cermati akan membuat kita ber-fikir tentang kadar “kewarasan” sebagian ok num netizen di medsos. Bagai mana tidak, foto korban laka lantas yang sangat pa rah di sebarkan dengan san-tai tan pa rasa bersalah dengan berbagai komentar yang sama sekali tidak mengindahkan rasa kemanusiaan bahkan menjad-ikanya bahan lelucon.

Ada apa dengan netizen kita?

Kemajuan teknologi dan ke cepatan media sosial men-jadikan masyarakat se olah ber-lomba mengunggah informasi semacam ini. Di antara neti-zen kini berjangkit fenomena memupuk ke banggan dari ban-yaknya like dan komen dari in-formasi yang mereka bagikan, dan dianggap terdepan dalam memberikan informasi kepada publik.Orang yang mempub-likasikan sebuah berita sece-pat mungkin akan merasa di-anggap paling tahu mengenai peristiwa yang tengah terjadi.

Jika kita cermati, ban-yak di antara netizen yang ma-sih gagap manghadapi arus bebasnya informasi di media sosial. Kemudahan informasi belum diimbangi dengan ke-matangan dan kedewasaan ber fikir sehingga mereka de­ngan gampang membagi atau me neruskan kembali informasi tanpa memfilternya.

Seringkali dalam mem-publikasikan foto kor ban ke-celakaan Netizen alpa untuk me-mikirkan bagai mana perasaan

keluar ga kor ban setelah meli-hat foto ke luarganya mening-gal dengan cara yang tragis. Mereka seakan tidak pernah untuk ber usaha menempatkan diri se bagai keluarga korban tersebut, bagaimana jika kita mempunyai keluarga yang ke-celakaan dan menderita luka yang cukup tragis, dan fotonya beredar luas di dunia maya.

Tidak menutup ke-mungkinan foto tersebut akan kekal di jagad internet dan bisa sewaktu-waktu tanpa sengaja dilihat oleh keluarga korban yang juga menggunakan media sosial. Apakah kiranya mere-ka membayangkan bagaima-na perasan korban ketika hal tersebut terjadi, dan apakah kita harus menambah duka

yang dialami oleh keluarga? Sepertinya kita sejenak mere-nungkan makna media sosial bagi mental budi kita, dalam hal ini perasaan empatik.

Di antara netizen sebe-narnya cukup ba nyak ya ng su-dah berusaha mem peringatkan khalayak un tuk tidak melaku-kan hal nega tif tersebut yang ti dak menunjukkan sisi ke-manusiaan kita sama sekali. A kan tetapi sering kali mere-ka mengabaikan hal tersebut. Alasan utama hal ini jika kita cermati adalah pemahaman salah kaprah istilah dumay (dunia maya) yang digunakan masyarakat Indonesia un-tuk menyebut sosmed. Istilah dunia maya difahami sebagian orang sebagai dunia tanpa aturan karena hanya “maya” alias tidak nyata. Khalayak banyak yang tidak tahu bahwa dunia “maya” mereka juga teri-kat dengan aturan dan undang undang.

Sekali lagi yang harus kita renungkan sekarang ini adalah bagaimana efek jangka pan-jang dari gelombang sadisme yang menggejala di social me-dia. Dalam teori psikologi su-dah lazim diketahui sesuatu yang berulang-ulang dihadapi oleh seseorang akan membuat perasaanya terbiasa oleh hal itu. Tidak bisa kita bayang-kan kelak jika efek sadisme ini meluas dan menjadi fenomena yang di”maklumi” oleh masya-rakat.

Mungkin inilah saatnya bagi kita untuk mulai melaku-kan tindakan secara nyata un-tuk melakukan penyadaran kepada public tentang bahaya sadisme di medsos.***Ilyas_Crew/22.13.122

Seringkali kita mendapat

informasi tentang kejadian seperti halnya konflik,

bencana alam, dan kecelakaan yang disertai dengan

foto korban yang meninggal, luka-

luka, dan berdarah yang disajikan tanpa sensor

Isu

Page 8: Majalah Edisi Cerdas media 32

8 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan infor-masi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis salu-

ran yang tersedia.~UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers~

Bahasan Utama

Dalam era perkemban-gan informasi dan komunikasi yang semakin pesat, masyar-akat dihadapkan dengan berb-agai hal baru yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan. Perkembangan yang pesat ditambah dengan adanya kebe-basan berpendapat menjadikan masing-masing individu men-gungkapkan gagasan dan pen-dapatnya secara lebih bebas. Apa kemungkinan yang dapat terjadi?

Di satu sisi, pengung-kapan gagasan dan ide yang tidak dibatasi akan menjadikan manusia yang selalu menun-tut dan mengikuti keinginan. Banyak di masyarakat dijump-ai orang-orang yang setiap harinya berganti-ganti mode

pakaian, jenis mobil, aksesoris dan lain sebagainya. Inilah sa-lah satu wujud dari kebebasan, budaya konsumtif pun makin besar.

Di sisi yang lain kurangn-ya pengetahuan tentang peng-gunaan teknologi secara baik dan benar juga akan mengaki-batkan permasalahan dikemu-dian hari. Dalam perkemban-gan arus informasi yang cepat, tidak dapat dipungkiri salah satu penyebabnya adalah ada-nya televisi. Televisi menyu-guhkan segudang informasi kepada masyarakat, mulai dari berita, iklan, sinetron, gos-sip dan lain sebagainya yang disuguhkan setiap hari kepada masyarakat.

Kemungkinan terburuk

yang dikhawatirkan adalah masyarakat sudah tidak dapat membedakan lagi yang mana berita, opini, iklan dan seter-usnya. dari sisi pemilik perusa-han pertelevisian pun terdapat berbagai kepentingan dalam menyiarkan informasi. Ekono-mi, ideologi, politik, agama adalah beberapa diantara nya.

Dari adanya gambaran inilah perlu adanya pemaha-man secara tepat tentang me-dia, tentang alur informasi se-hingga masyarakat pun akan merespon secara benar segala hal yang terjadi.

Perkembangan Pers di In­donesia

Dinamika sejarah ke-hidupan manusia tidak akan

PERS INDONESIA (MAU DIBAWA KEMANA?)

Page 9: Majalah Edisi Cerdas media 32

9Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan Utamalepas dari peran pers. Meski-pun kata “pers” sendiri baru akhir-akhir ini digunakan, na-mun masyarakat pada zaman dahulu telah akrab dengan pers dalam penyebutan yang ber-beda. Komunikasi yang dilaku-kan masyarakat dari satu orang kepada yang lainnya kemudian diteruskan dengan jangkauan yang lebih luas lagi hingga se-terusnya adalah contoh seder-hana dari kegiatan menyam-paikan informasi.

Berkembang lagi ketika masyarakat mulai mengeks-presikan berbagai hal tentang kehidupannya dengan meng-gambar berbagai bentuk dan corak goresan dengan menggu-nakan batu atau arang. Gore-san-goresan ini dapat dilihat dalam dinding gua maupun pelepah kayu. Secara tidak langsung masyarakat tersebut telah mulai menggunakan me-dia sebagai alat bantu.

Pada masa berikutnya peran media sebagai sarana ko-munikasi dalam berbagai hal kebutuhan manusia semakin berkembang dan meningkat. Dapat ditemukan beberapa alat komunikasi seperti lonceng dan terompet adalah bebera-pa contoh hasil dari perkem-bangan sarana komunikasi. Berkembang lagi ke arah yang lebih maju, ditemukan bebera-pa media komunikasi seperti handytalky (HT), handphone (HP), radio, televisi dan seter-usnya.

Dengan berbagai macam penggunaan media, pertanyaan yang muncul kemudian adalah apa sebenarnya yang dimak-sud media? apa saja hal-hal yang berkaitan dengan media? bagaimana perkembangan-

nya? Serta sejauh mana media berkontribusi dalam jurnalis-tik?

Media dalam pengertian umum diartikan sebagai alat ataupun perantara. Media da-pat pula diartikan sarana un-tuk berkomunikasi. Lebih lan-jut pengertian media merujuk pada media yang digunaan se-cara umum yaitu memiliki arti penghubung antara pemberi pesan (penulis) dan penerima pesan (pembaca).

Perkembangan media massa di Indonesia sebagai alat dalam penyampaian in-formasi memiliki sejarah yang panjang. Pada awal kemerde-kaan media massa yang paling dominan adalah media cetak (surat kabar, majalah, koran) serta bidang garapannya ada-lah corong perjuangan rakyat.

Seperti yang pernah disam paikan Atmakusumah Astraatmaja (mantan redaktur harian Indonesia Raya) bahwa pada masa awal kemerdekaan serta menjelang orde lama, media-media digunakan seba-gai alat perjuangan pemikiran kritis instansi pers baik terha-dap pengaruh kekuasaan asing maupun mengawal Negara In-donesia yang baru terbentuk. Penggunaan teknik liputan mendalam merupakan salah satu alternative dalam mem-peroleh informasi secara men-detail. “lebih banyak media pers pada masa orde lama, pada tahun-tahun awal ke-merdekaan, tahun 1945 hing-ga pertengahan tahun 1950 melakukan investigasi,”.

Di awal abad 20 media berkembang sebagai komu-nikasi satu arah. Media digu-nakan oleh golongan tertentu

(baca: penguasa) untuk men-gendalikan arus massa (pub-lik). Adanya media pada masa itu seolah mendapatkan penga-wasan yang ketat dari pemerin-tah. Pada tahun 1982, majalah Tempo dibredel untuk pertama kalinya. Pembredelan ini ter-jadi karena Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim Orde Baru dan kendaraan poli-tiknya pada masa itu, yaitu partai Golkar. Majalah Tempo kemudian diperbolehkan terbit kembali setelah menandatan-gani sebuah pernyataan diatas kertas segel dengan Menteri Penerangan saat itu, Ali Mur-topo. Pada masa orde baru, terdapat lembaga bernama Departemen Penerangan yang bertugas mengawasi pers.

Pada tahun 1982, De-partemen Penerangan menge-luarkan Peraturan Menteri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Pe-nerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya SIUPP, sebuah pener-bitan pers yang izin penerbitan-nya dicabut oleh Departemen Penerangan akan langsung di-tutup oleh pemerintah.

Pada tahun 1992, Surya Paloh, Pemimpin Umum Har-lan Prioritas, meminta Mah-kamah Agung (MA) Memerik-sa dan mengadili permohonan hak uji material terhadap Pera-turan Menteri Penerangan R.I. pada tingkat pertama dan ter-akhir. Isi dari permohonan ini adalah untuk meninjau kem-bali tentang Peraturan Men-teri Penerangan No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dika-renakan bertentangan dengan undang–undang Pokok Pers/UU Nomor 21 tahun 1982 dan

Page 10: Majalah Edisi Cerdas media 32

10 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Pers yang bebas merupakan salah satu komponen yang paling esensi-al dari masyarakat yang demokratis, sebagai prasyarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Kes-eimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial men-jadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dija-ga jangan sampai muncul ada tirani media terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan infor-masi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media

Bahasan Utamasekaligus bertentangan den-gan hak asasi manusia, yaitu hak untuk bebas mengeluarkan pendapat.

Dikarenakan persyaratan belum terpenuhi akhirnya MA mengeluarkan Surat putusan Reg.No.01 P/TN/19921 yang berisikan permohonan Pemo-hon untuk menguji secara ma-terial

(judicial review) terh-adap Peraturan Menteri Pen-erangan R.I.No.01/PER1 MEN-PEN1 I984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers tanggal 31 Oktober 1984 yang berten-tangan dengan Undang-un-dang No.11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang undang No.4 tahun 1967 dan Undang-un-dang No.21 tahun 1982, din-yatakan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi pers-yaratan.

Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mam-pu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah an-tara penguasa dan rakyat. Da-lam kerangka ini, pers telah memainkan peran sentral den-gan memasok dan menyebarlu-askan informasi yang diperlu-askan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentu-kan opini publik dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara negara.

Peran inilah yang sela-ma ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia. Set-idaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam

mendorong pembentukan opi-ni publik yang berkaitan den-gan persoalan- persoalan bang-sa selama ini mencerminkan keberhasilan tersebut. Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami pe-rubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru cetak dan elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam meng-kritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

Pers yang bebas merupa-kan salah satu komponen yang paling esensial dari masyarakat yang demokratis, sebagai pras-yarat bagi perkembangan sosial dan ekonomi yang baik. Kes-eimbangan antara kebebasan pers dengan tanggung jawab sosial menjadi sesuatu hal yang penting. Hal yang pertama dan utama, perlu dijaga jangan sampai muncul ada tirani me-dia terhadap publik. Sampai pada konteks ini, publik harus tetap mendapatkan informasi yang benar, dan bukan benar sekadar menurut media.

Berkembangnya perme-diaan di Indonesia semakin pesat dengan adanya Undang-undang Dasar (UUD) tahun 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan beserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tu-lisan dan sebagainya ditetap-kan dengan undang-undang”. Dengan adanya undang-un-dang ini setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam menyalurkan aspirasinya. Leb-ih rinci pasal 28 ini diamande-men ditambah 10 poin mulai dari 28A sampai dengan 28J.

Page 11: Majalah Edisi Cerdas media 32

11Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan UtamaPada tahun 2008, di

tetapkan pula undang-undang (UU) keterbukaan informasi yang secara rinci tercantum dalam No. 14 dengan terdiri dari 64 pasal. Dalam pasal 2 poin 1 dijelaskan, Setiap Infor-masi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. Lebih lanjut dijelaskan pada pasal 7 poin 1, Badan Publik wajib menyediakan, memberi-kan dan/atau menerbitkan In-formasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, se-lain informasi yang dikecuali-kan sesuai dengan ketentuan.

UU ini dibuat dengan tu-juan diantaranya: menjamin hak warga negara untuk meng-etahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan pub-lik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; men-dorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan ke-bijakan publik; meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik.

Tantangan Pers Saat IniDapat dikatakan pada

awal kemunculannya, media massa memiliki fungsi perjuan-gan (motif ideologi). Kemun-culan berbagai media massa sebelum kemerdekaan mem-bawa misi pembebasan. Hal ini terlihat (dominan) dari adanya media tersebut berperan da-lam menyuarakan perjuangan (rakyat). Beberapa diantaranya adalah Pikiran Rakyat yang ter-bit di Bandung, Suara Merdeka

di Semarang, Kedaulatan Rak-yat di Jogjakarta, Jawa Pos di Surabaya dan Pedoman Rakyat di Makassar.

Dalam sebuah kesem-patan, pengamat dan pengelola media online Ponorogo (Semua Tentang Ponorogo) Muham-mad Arifin bercerita. Secara umum media memiliki dua motif utama. Pertama motif ideologi dan yang kedua adalah motif ekonomi.

Motif ideologi dalam sebuah media massa digencar-kan secara massif baik melalui media cetak, elektronik mau-pun melalui jaringan inter-net. Dalam versi cetak, secara umum dapat diketahui bahwa baik Koran, jurnal, maupun majalah bersifat tertutup dalam artian diutamakan untuk kon-sumsi internal. Dalam media elektronik pemanfaatan fungsi ideologi ini termuat dalam cer-amah-ceramah. Dalam media

yang mengandalkan jaringan banyak dijumpai situs-situs yang “tidak jelas” siapa pemi-lik, kantor redaksi, sumber in-formasi begitu mudah didapat. Penggunaan read and share se-makin memudahkan pembaca dalam membagikan informasi kepada orang lain.

Faktor ekonomi meru-pakan keniscayaan bagi peru-sahaan media. Dalam hal ini unsur utama yang paling ber-pengaruh adalah permodalan (modal). Semakin besar mod-al sebuah perusahaan media sangat mempengaruhi “ke-berlangsungan hidup” media tersebut. Berkaitan dengan hal ini pemilik modal juga memili-ki andil yang besar dalam me-nentukan arah media.

Dalam sebuah catatan yang ditulis oleh Agus Sudibyo (Ketua Program Studi Komu-nikasi Massa Akademi Televisi Indonesia) yang di cantumkan

Faktor ekonomi merupakan keniscayaan bagi peru-sahaan media. Dalam hal ini unsur utama yang paling

berpengaruh adalah permodalan (modal). Semakin besar modal sebuah perusahaan media sangat mempengaruhi

“keberlangsungan hidup” media tersebut

Page 12: Majalah Edisi Cerdas media 32

12 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan UtamaKoran kompas edisi Senin, 26 Oktober 2015, memapar-kan tentang bagaimana media memiliki sisi-sisi yang kontra-diktif namun berusaha disatu-kan.

Di satu sisi, media ada-lah lembaga yang mengemban fungsi-fungsi sosial, tetapi di sisi lain media adalah lemba-ga ekonomi yang berorientasi komersial. Dualitas yang sama juga dinyatakan secara lebih rinci dalam UU No 32 Tahun 2002 tentang penyiaran.

Pertanyaan yang muncul kemudian, bisakah satu lem-baga yang sama berwatak so-sial sekaligus berwatak bisnis? Dualitas itu sering berubah menjadi dualisme yang kontra-diktif. Namun, justru disinilah keunikan lembaga media. Me-dia selalu jadi arena pergulatan antara tarikan ke arah pragma-tisme di satu sisi dan tarikan kearah idealisasi di sisi lain.

Salah satu hal yang men-jadi ukuran dari keberlangsuan “hidup” media khususnya me-dia berbasis audio visual (tel-evisi) adalah rating. Rating atau share of audience adalah parameter kepermisaan yang dibutuhkan stasiun televisi untuk mengevaluasi populari-tas program televisi dan untuk bernegosiasi dengan pengiklan dalam urusan tarif iklan.

Berkaitan dengan hal ini sempat pula disampaikan oleh presiden republik Indonesia Joko Widodo dalam sebuah pidatonya yang dipublikasikan oleh www.netmedia.co.id. In-ilah cuplikan dari pidato terse-but:

“Saat ini ada kecenderun-gan semua orang merasa be-bas sebebas-bebasnya dalam

berperilaku dan menyuarakan kepentingan. Keadaan ini se-makin kurang produktif keti-ka media juga hanya mengejar rating dibandingkan mematuhi publik, hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk menentukan nilai-nilai keutamaan dan bekerja pro-duktif. Masyarakat mudah ter-jebak pada histeria publik da-lam merespon suatu persoalan khususnya menyangkut isu-isu yang berdimensi sensasional”.

Sebuah gambaran nyata dari kondisi permediaan di In-donesia. Disatu sisi perusahaan media mengejar rating dan di-sisi lain berdampak pada pan-dangan masyarakat yang mu-dah percaya dan terprofokasi dalam informasi-informasi sensasional.

Menanggapi hal ini, komisioner Komisi Penyiaran

Indonesia (KPI) menjelaskan ada dua hal yang menjadi poin penting mengapa cerdas media (dalam hal ini pertelevisian) penting untuk dibahas. Perta-ma, hingga kini televisi mer-upakan saluran terbesar dan tetap eksis dalam menyajikan informasi. Selain itu secara dampak (dibandingkan den-gan radio) memiliki pengaruh yang luas. Salah satu fakta yang tidak dapat dinafikan adalah masyarakat umum khususn-ya bagi masyarakat kelas me-nengah ke bawah menjadikan televisi sebagai hiburan utama setelah penat dalam melakukan pekerjaan setiap hari.

Kedua, media televisi memliki pengaruh yang besar dikarenakan model penyajikan berbasis audio visual (suara dan gambar). Dengan cara ini masyarakat dapat seolah-olah merasakan langsung dari apa yang dilihat dan didengarnya secara bersamaan dab dalam waktu yang sering (rutin).

“jika kita berbicara rat-ing yang menggunakan ada-lah televisi dan radio. Dian-tara televisi dan radio yang aling banyak imbasnya terha-dap masyarakat adala televisi. Pertama, televisi mengguakan frekuensi publik. Kedua televi-si menggunakan audio visual,” tutur Azimah Subagyo.

Dia juga menambahkan, selama ini rating merupakan satu-satunya ukuran bagi tele-visi maupun radio untuk mem-produksi sebuah program. Se-dangkan jika dilihat rating ini hanya menjangkau pada aspek kuantitas (jumlah pemirsa atau pendengar), bukan kualitas program.

Yang perlu dikritisi disini

Di satu sisi, media adalah lembaga yang mengemban fung-

si-fungsi sosial, tetapi di sisi lain media ada-lah lembaga ekonomi

yang berorientasi komersial. Dualitas yang sama juga din-yatakan secara lebih rinci dalam UU No 32 Tahun 2002 ten-

tang penyiaran

Page 13: Majalah Edisi Cerdas media 32

13Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan Utamaadalah tentang penelitian ten-tang rating ini apakah dilaku-kan dengan cara yang benar? Serta selama ini rating tidak melihat kualitas program tel-evisi melainkan terkait jumlah penonton.

Dalam undang-undang tentang pers Nomor 40 tahun 1999 pasal 2 dan 3 menyebut-kan bahwa pers berfungsi seba-gai media informasi, pendidi-kan, hiburan dan kontrol sosial. Disamping fungsi-fungsi terse-but pers juga dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Dengan demikian tidak salah apabila perusahaan me-dia memfungsikan instansin-ya sebagai lembaga ekonomi, namun tetap pada dalam perannya sebagaimana dis-ebutkan dalam pasal 6, pers nasional melaksanakan per-anannya sebagai berikut: me-menuhi hak masyarakat un-tuk mengetahui; menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya su-premasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormat kebhinekaan; mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar; melakukan pen-gawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Media Harus Netral?Memahami tentang kata

netral ini setidaknya harus di-pahami terlebih dahulu ten-tang definisi umum yang diket-ahui masyarakat. Netral berarti tidak memihak terhadap salah satu pihak. Penggunaan defin-isi ini juga sinonim dengan

kata Non-blok yang digunakan dalam penyebutan tidak men-ganggap suatu negara berali-ansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun.

Dalam dokumentasi yang diterbitkan oleh KPI menje-laskan bahwa keberpihakan saluran elektronik (televisi dan sejenisnya) haruslah pada kepentingan publik. Publiklah yang menjadi acuan utama dalam menyajikan informasi. S e - l a i n

j u g a harus cer- das dalam melihat informasi yang disaji-kan televisi, publik juga harus mengerti tentang siapa saja golongan maupun personal yang berafiliasi dengan media audio visual tersebut.

Penggunaan frekuensi oleh pemilik televisi yang untuk kepentingan afiliasinya meru-pakan bentuk pembingkaian media terhadap opini publik. Apa memang publik butuh in-formasi tersebut, apa memang berguna. Frekuensi yang dipa-kai televisi adalah milik publik yang sepatutnya dipergunakan untuk kepentingan, kesejahter-aan dan kemaslahatan pemilik ranah.

“Apa gunanya buat pub-lik. Topiknya itu-itu saja. Pub-

lik harus dapat sesuatu yang fakta dan benar. Ukuran in-dependensi media itu jika isu atau informasi yang disiarkan menjadi pembicaraan semua media televisi. Jika semua tel-evisi membicarakannya, baru itu namanya independensi,” kata Wakil Ketua KPI Pusat, Ezki Suyanto, di depan peserta Sosialisasi P3SPS KPI di Hotel Aliga kota Padang, Rabu, 17 Oktober 2012.

Menurut Ezki, afiliasi media penyiaran terhadap par-tai politik akan mempengaruhi independensi para pelaku me-dia. “Pelaku media seperti re-porter, produser, host, dan karyawan tidak bisa bekerja secara independen. Mental dan harga diri terkait profe-sionalisme jurnalis menjadi

menurun,” katanya. Ezki mengatakan, kepe-

milikan televisi oleh sejumlah tokoh yang berafiliasi ke partai politik (parpol) tidak bisa di-pungkiri ikut mempengaruhi penyiaran program yang cend-erung bermuatan politis pada kelompok tertentu. “Bahkan dalam operasionalisasinya, televisi banyak digunakan un-tuk mengkritisi lawan politik kelompok tertentu,” katanya.

Adanya kecenderungan tersebut, papar Ezki, membuat masyarakat tidak memperoleh informasi yang lengkap dan utuh terhadap suatu peristiwa sehingga menimbulkan kebin-gungan.

Selain itu, pembingka-ian media saat melihat sesuatu peristiwa seakan mudah me-label atau mencap orang seba-gai penjahat dan lain-lainnya. “Publik harus diberi sesuatu yang benar dan sebenar-be-

kepemilikan televisi

oleh sejumlah tokoh yang

berafiliasi ke partai politik

(parpol) tidak bisa dipungkiri ikut

mempengaruhi penyiaran program

yang cenderung bermuatan politis

pada kelompok tertentu. Selain itu,

pembingkaian media saat melihat

sesuatu peristiwa seakan mudah

melabel atau mencap orang

sebagai penjahat dan

lain-lainnya.

Page 14: Majalah Edisi Cerdas media 32

14 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan Utama

narnya. Jika memang infor-masi itu bagus, bilang saja bagus. Kalau memang jelek, bilang jelek. Jangan di bolak-balik,” sahut Ezki.

Sastrawan dan jurnalis senior, Goenawan Mohamad, menegaskan bahwa media da-lam pemberitaannya tidak ha-rus netral. Hal terpenting, dia mengatakan, pemberitaan me-dia tidak untuk memfitnah.

"Bung Karno saat menu-lis di Pikiran Rakyat juga tidak netral," kata Goenawan saat memperingati Pemberedelan Tempo ke-20 di gedung Kebay-oran Center, Jakarta

Menurut Goenawan, apa-bila media menyebarkan fitnah, yang dilukai adalah seluruh bangsa. "Yang dirusak tidak hanya manusia, tapi juga akal sehat dan kejujuran," kata pen-diri majalah berita mingguan Tempo tersebut.

Dalam memihak pun, Goenawan melanjutkan, harus mempertimbangkan efektivi-tas pemihakan. "Kadang-ka-dang tergoda efek non-moral," ujarnya. Karena itu, menurut Goenawan, profesi jurnalis lebih berat ketimbang politikus lantaran bertanggung jawab atas kebenaran informasi ke-pada masyarakat.

"Kalau semua orang bisa dibayar untuk memfitnah,

kerusakan sosial tak bisa di-hindari," kata pendiri komuni-tas Salihara itu.

Senada dengan yang dis-ampaikan Goenawan, media Massa tidak akan bisa netral, media memihak siapa yang menjadi pemilik modal. “Media tidak bisa netral 100 persen, media memiliki kecenderun-gan terhadap pemiliki modal,” tutur Siti Noraini, salah se-orang pegiat pers yang sampai saat ini masih aktif di Harian Duta Masyarakat. Kecenderung tersebut lebih kentara saat-saat menjelak pemillihan umum, peran pemiliki modal sangat berpengaruh.

Advokasi MediaDua lembaga yang sela-

ma ini memiliki kewenangan dalam mengawasi media dan produknya yang ada di Indone-sia. Dua lembaga tersebut ada-lah KPI dan dewan Pers.

Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melind-ungi kehidupan pers di Indo-nesia. Dewan Pers sebenarnya sudah berdiri sejak tahun 1966 melalui Undang-undang No. 11 Tahun 1966 tentang Keten-tuan-ketentuan pokok pers, tetapi pada saat itu Dewan Pers berfungsi sebagai penase-

hat Pemerintah dan memiliki hubungan secara struktural dengan Departemen Peneran-gan.

Seiring berjalannya wak-tu Dewan Pers terus berkem-bang dan akhirnya memiliki dasar hukum terbaru yaitu Un-dang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejak saat itu, Dewan Pers menjadi sebuah lembaga independen. Pemben-tukan Dewan Pers juga dimak-sudkan untuk memenuhi Hak Asasi Manusia (HAM), karena kemerdekaan pers termasuk sebagai bagian dari HAM. De-wan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengke-ta jurnalistik. Sebagai lemba-ga independen, Dewan Pers tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran ang-gotanya. Saat ini, Dewan Pers diketuai oleh Bagir Manan.

Sedangkan KPI adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukan-nya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelengga-raan penyiaran di Indonesia.

Salah satu tugas pokok KPI adalah mengawasi isi si-aran televisi baik melakukan pemantauan maupun dengan menerima dan menindaklan-juti aduan masyarakat. Kinerja KPI dalam bagian ini seringka-li banyak memicu kontroversi karena berhubungan langsung dengan tayangan-tayangan yang digemari maupun dipro-tes oleh masyarakat. Pada se-jumlah kasus tayangan televi-si, kerap KPI bersikap tegas, tetapi tidak sedikit pula tayan-gan-tayangan yang mendapat protes dan aduan dari masyar-akat tetapi tidak diberi sanksi.

media Massa tidak akan bisa netral, me-dia memihak siapa yang menjadi pemi-lik modal. “media tidak bisa netral 100 persen, media memiliki kecenderungan terhadap pemiliki modal,” tutur Siti No-raini,

Page 15: Majalah Edisi Cerdas media 32

15Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Bahasan UtamaKPI menyediakan salu-

ran situs web, sms, hotline (tel-epon), dan email untuk meneri-ma pengaduan dari masyarakat terkait isi siaran, baik televisi maupun radio. Namun, selama periode ini (2013-2015), adu-an masyarakat yang masuk ke saluran aduan KPI yang dapat diakses oleh publik secara luas hanya aduan yang diadukan melalui website.

Opini dan Kecenderungan Massa

Baik secara langsung maupun tidak langsung peran media memberikan pengaruh (baik positif maupun negatif) bagi publik. Dengan adanya bermacam-macam jenis serta banyaknya media yang ber-

munculan (terlebih semenjak adanya internet) maka dalam setiap detiknya masyarakat mendapatkan sesuatu hal yang baru dan berlaku secara terus menerus.

Kepentingan golongan tertentu semakin mudah dis-alurkan (propaganda) dengan adanya media massa ini (ter-lebih berkembang pesatnya tel-evisi sebagai salah satu media terbesar). Satu contoh nyata kepentingan yang disuguh-kan oleh media tersebut kepa-da masyarakat adalah adanya iklan.

Banyak yang mengang-gap iklan merupakan hal yang sepele. Akan tetapi dapat dili-hat bahwa dampak jangka pan-jangnya dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat tersebut. Misalkan iklan produk kecan-tikan, setiap hari masyarakat disuguhkan (bahkan mungkin sudah diyakini secara tidak sa-dar) dengan identitas kecanti-kan seseorang itu terlihat dari warna kulit yang putih.

Dalam mengonsumsi

media hendaknya masyarakat (pembaca) memilah dan me-milih media yang benar-benar menyampaikan informasi se-cara lengkap (unsur-unsur ber-ita berita: 5W + 1H) dan berim-bang (tidak memihak). Seperti dalam pemberitaan hutan ter-bakar misalnya. Kejadian ini harus terpenuhi unsur-unsur what, where, when, who, why, dan how serta keberimbangan klarifikasi dengan pihak­pihak yang terkait.

Sekarang semua kembali kepada masyarakat (pembaca), menetukan untuk berkata “iya” atau untuk berkata “tidak” ada-lah pilihan.***Afif Alauddin_Crew/21.12.115

Rujukan:www.youtube.comid.wikipedia.org

Tempo.coRemotivi.or.idwww.kpi.go.id

Dalam mengon-sumsi media hen-daknya masyarakat (pembaca) memi-lah dan memilih

media yang benar-benar menyam-paikan informasi secara lengkap

(unsur-unsur berita berita: 5W + 1H) dan berimbang.

Page 16: Majalah Edisi Cerdas media 32

16 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Naik Daun: Media Online (Jadi) Latah

“Dalam sebuah diskusi Dewan Pers tahun lalu, lemba-ga riset AC Nielsen memapar-kan pola konsumsi informasi di Indonesia, berdasarkan survei pada tahun 2011 di sembilan kota besar Indonesia. Hasilnya 95% responden menjadikan televisi sebagai sumber utama informasi, radio 27%, internet 24%, koran harian 13% dan majalah 7%. Dalam lima tahun terakhir media berbasis inter-net tercatat meningkat 20%, sebaliknya peran media ce-tak sebagai sumber informasi terus merosot,” terang Bagir Manan dalam kata pengantar buku BLUR.

Kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi) telah memberikan kemudahan bagi penggunanya. Salah sa-tunya adalah smartphone yang siap memudahkan masyarakat untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber, seperti:

radio, televisi, termasuk inter-net dengan berbagai macam media di dalamnya. Kini, ma-syarakat mengalami perge-seran pola konsumsi media. Jika sebelumnya media cetak mendominasi kebutuhan in-formasi masyarakat, maka kini media on-line seolah menjadi sumber utamanya.

Penyampaian informasi di media on-line yang selalu up-date dianggap lebih prak-tis dan efisien, sebagaimana halnya yang dirasakan oleh Iis Rahmawati. “Saya lebih sering membaca media on-line. Hal ini lebih praktis dan ekonomis, berita yang disajikan pun ti-dak kalah menarik dan pent-ing seperti di koran. Bahkan bisa jadi lebih update karena kita bisa lebih cepat mengak-ses berita yang sedang “in” daripada harus menunggu ter-bitan Koran keesokan harin-ya,” jelas salah satu mahasiswa

Penyampaian informasi di media on-line yang selalu up-date di-anggap lebih praktis dan efisien, sebagaimana halnya yang dira-sakan oleh Iis Rahmawati. “Saya lebih sering membaca media on-line. Hal ini lebih praktis dan ekonomis, berita yang disajikan pun tidak kalah menarik dan penting seperti di koran. Bahkan bisa jadi lebih update karena kita bisa lebih cepat mengakses berita yang sedang “in” daripada harus menunggu terbitan Koran kee-sokan harinya,”

Laporan UtamaLaporan Utama

(Pemberitaan yang Gagap di Era Banjir Informasi)

Page 17: Majalah Edisi Cerdas media 32

17Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

STAIN Ponorogo. Hal senada juga di-

ungkapkan oleh Maya, siswi di salah satu SMA Negeri di Ponorogo. Ia mengatakan bah-wa lebih sering membaca ber-ita di media on-line daripada di media cetak, karena melalui HP—dirasa—lebih mudah dari-pada harus membolak-balik halaman pada surat kabar atau koran. “ Iya lebih mudah, lebih cepat juga. Kelebihannya beri-tanya lebih simpel, gambar-gambarnya jelas. Menarik juga kalau baca berita yang gambarnya jelas,” terangnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya media on-line sedikit demi sedikit telah menggeser peredaran media ce-tak di masyarakat. Sebagaima-na yang dikatakan oleh salah satu distributor koran Kompas, Joko Budiawan bahwa semua surat kabar saat ini, pelanggan mengalami penurunan karena sudah cenderung lihat di inter-net. “Kalau untuk koran Kom-pas sendiri kurang lebih sudah 3 tahun ini mengalami penu-runan,” tambahnya.

Mugi salah satu agen ko-ran Jawa Pos juga mengatakan bahwa permintaan koran se-makin menurun. Turunnya permintaan Koran Jawa Pos juga disebabkan oleh perkem-bangan teknologi informasi dan persaingan dengan media on-line. Pernyataan tersebut diamini oleh Sekjend PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) Nasional, Abdus Somad. “Dalam pandangan saya konsumsi media cetak berkurang, hal ini bisa dili-hat dari tidak adanya Koran minggu Tempo, kemudian tu-tupnya media sinar harapan,”

tuturnya.

Banjir Informasi: Sudah Benarkah Informasi yang Disapat?

Di era banjir informasi setidaknya perlu diketahui in-formasi manakah yang pent-ing, berita manakah yang benar, dan media manakah yang dapat dipercaya? Untuk menjawab pertanyaan-pertan-yaan tersebut dapat dilakukan dengan mengecek nilai dan unsur berita yang ada pada in-formasi. Dalam penyampaian sebuah informasi, seharusnya terdapat nilai dan unsur berita serta sesuai dengan kode etik jurnalistik.

Faktor lain yang harus diperhatikan adalah 3 pokok unsur jurnalistik yaitu ABC (accuracy, balance, clar-ity). Accuracy atau ketepatan adalah sejauh mana sebuah informasi di media bisa me-wakili apa yang sesungguhnya terjadi di la-pangan. Hal ini dilakukan dengan melaku-kan proses re-check sumber berita, menghindari spekulasi dan desas-desus, serta memastikan narasum-ber mempunyai kapasitas/ke-wenangan dalam memberikan informasi. Balance atau kes-eimbangan adalah memastikan sebuah berita cover both side (mengakomodasi 2 pihak) atau tidak berat sebelah dan men-guntungkan salah satu pihak. Terakhir clarity merupakan kejelasan sebuah berita agar dipahami oleh publik.

Perlu ditegaskan bah-wa pemberitaan media harus memenuhi kaidah jurnalis-tik. Akan tetapi, media on-line yang selalu up-date informasi tiap menit cenderung tidak memenuhinya. Salah satu con-toh kasus yang terjadi di media on-line adalah pemberitaan Tolikara pada pertengahan bu-lan Juli 2015 yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri. Media cetak dan elektronik termasuk media on-line ramai membicarakan konflik terse-but.

Salah satu contoh pem-beritaan di media on-line adalah peristiwa di Tolikara yang berjudul “Subhanallah, inilah keajaiban di balik peris-tiwa penyerangan jamaah shalat Idul Fitri Tolikara.” Berita tersebut diunggah di website PanjiMas.com (Suara

Kebenaran Mengung-kap Kebatilan) pada

21 Juli 2015. Jika dianalisis, peng-gunaan judul berita tersebut menunjukkan peristiwa yang

dahsyat di balik kerusuhan Tol-

ikara. Penggunaan judul yang semacam

itu—tentu—akan memanc-ing banyak viewer yang men-gunjungi website tersebut.

Adapun lead yang ditu-liskan—terkesan—menggiring opini publik pada isu SARA (suku, agama, ras atau antar golongan). Lead tersebut ber-bunyi, “Peristiwa teror kelom-pok Kristen dengan melakukan pelemparan batu hingga pem-bakaran masjid Baitul Mut-taqin di Karubaga, Kabupaten

Faktor yang

paling disoroti dari

media online berkutat

pada 3 pokok unsur

jurnalistik yakni ABC

(Accuracy, Balance,

Clarity)

Laporan Utama

Page 18: Majalah Edisi Cerdas media 32

18 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Tolikara, Papua pada Jumat (17/7) pagi berlangsung begitu cepat.” Dari segi isi, hanya ter-dapat satu narasumber yaitu salah satu jamaah Sholat Idul Fitri.

Berbeda halnya dengan pemberitaan peristiwa di To-likara yang dimuat di media on-line, adapun media cetak menampilkan berita yang leb-ih credible (dapat dipercaya) dan dapat dipertanggungjaw-abkan dengan melakukan li-putan yang mendalam dan memberikan narasumber yang berimbang. Salah satunya yaitu

majalah Tempo yang berjudul “Amuk dalam Sekam di Tolika-ra.” Dalam majalah yang terbit pada 2 Agustus 2015, terdapat tiga laporan utama dan satu opini yang membahas keru-suhan di Tolikara. Salah satu laporan utamanya berjudul “Selebaran yang ‘Membakar’ Distrik Karubaga.”

Laporan utama tersebut mengulas peristiwa yang terjadi pada 17 Juli 2015 di Karubaga, Tolikara, Papua. Bukan hanya memaparkan tentang peristiwa dan akibatnya saja, namun juga ulasan mengenai sebab atau pemicu dari peristiwa tersebut. Narasumber ahli dari berbagai pihak pun dimintai keterangan, seperti Bupati Tolikara, Kepala Kepolisian Resor Tolikara, ket-ua GIDI wilayah Tolikara, Sek-retaris Badan Pengurus GIDI wilayah Tolikara, Staf Intelijen Polres Tolikara, ketua perseku-tuan Gereja dan lembaga injili Indonesia, Presiden GIDI, Ke-pala Polda Papua, ustadz Ali Muktar, salah satu jamaah sho-lat Idul Fitri/masyarakat dan salah satu mahasiswa yang ikut memprotes adanya sholat Idul Fitri.

Penjelasan tersebut menunjukkan semakin terbu-

kanya akses informasi di me-dia on-line, semakin banyak juga kemungkinan masyara-kat dijejali berita-berita yang ala kadarnya. Media-media yang semacam ini—bisa saja—menyulut amarah salah satu pihak yang menerima infor-masi tersebut secara mentah. Berebeda halnya dengan pem-beritaan di media cetak yang lebih credible.

Menanggapi liarnya pemberitaan terkait kerusu-han di Tolikara, PPMI Nasi-onal menghimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi. Melalui website Persma.org pada tanggal 23 Agustus 2015, PPMI Nasional menyampai-kan “mengecam dengan keras tindakan beberpa media yang memelintir isu kekerasan yang terjadi di Tolikara. Karena tu-gas media adalah memberi-kan rujukan dan informasi yang sebenar-benarnya kepa-da publik. Bukan malah mem-perkeruh suasana. Terlebih media-media yang menyeret isu ini pada isu-isu sensitive yang bisa menyulut dan men-gakibatkan konflik lebih be-sar.”

Abdus Somad salah satu pegiat Persma di LPM

Berbeda halnya dengan pemberi-

taan peristiwa di Tolikara yang dimuat di media on-line, adapun

media cetak menampilkan

berita yang lebih credible (dapat dipercaya) dan

dapat dipertang-gungjawabkan

dengan melaku-kan liputan yang mendalam dan

memberikan narasumber yang

berimbang

Laporan Utama

Page 19: Majalah Edisi Cerdas media 32

19Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Laporan Utama(Lembaga Pers Mahasiswa) Poros Universitas Ahmad Dah-lan Yogyakarta, mengatakan bahwa idealnya berita tersebut disampaikan dengan fakta dan data. Terlebih mengedepankan verifikasi dalam melakukan peliputan khususnya untuk isu-isu yang sensitif. “Isu pemberi-taan di Tolikara banyak yang tidak memperhatikan kode etik jurnalistik, tidak terveri-fikasi sampai pada sengaja membesar-besarkan isu yang ada di Tolikara,” tambahnya.

Pernyataan yang senada juga ditutukan oleh Ketua AJI (Aliansi Jurnalistik Indonesia) Kediri, Afnan Subagio. “Ka-sus Tolikara Papua itu suatu fakta, kejadian, adanya suatu tindakan perusakan yang di-lakukan oleh oknum. Jadi jangan dikaitkan isu SARA, ini bisa berdampak negatif. Sedangkan untuk perusakan-nya siapapun pelakunya akan ditindak oleh penegak hukum, sehingga pemberitaannya di-gali dari sisi perbuatan yang dilakukan oleh oknum ma-syarakat,” terangnya.

Dalam penulisan berita wartawan dituntut untuk me-matuhi kaidah jurnalistik dan memahami kode etik jurnalis-tik yang mengatur etika dalam pemberitaan. Apalagi pemberi-taan yang mengandung unsur SARA. Di dalam kode etik jur-nalistik telah disebutkan bahwa jurnalis—media cetak maupun on-line—tidak diperbolehkan membuat berita tentang pra-sangka atau kebencian atas dasar suku, agama, ras atau antar golongan (SARA). “Kalau ada isu SARA, tugas jurnalis adalah menetralisir suasana, bukan justru memperkeruh

suasana,” tegas Afnan. Terlepas dari isu Tolikara

yang berkembang ke arah isu SARA, di penghujung tahun 2015, sebuah media asal Israel (worldnewsdailyreport.com) menuliskan sebuah artikel yang berjudul “Indonesia: Zoo keep-er accused of impregnating fe-male orangutan.” Artikel terse-but menjelaskan bahwa seekor orangutan bernama Marylin, dihamili oleh petugas KBS (Kebun Binatang Surabaya). Informasi tersebut, juga sem-pat dimuat oleh media Malay-sia dan Singapura. Tidak lama setelah pemberitaannya dua media on-line Malaysia, Sinar Harisan dan Mstar mengklari-fikasi jika informasi tersebut tidaklah benar. Sebagaimana yang dikutip oleh Tempo.co pada 20 Desember 2015, “dua media on-line terkenal Malay-sia, yakni Sinar Harian dan MStar, mengklarifikasi beri-ta yang sebelumnya sempat menjadi terpopuler di laman berita masing-masing pada 19 Agustus mengatakan bahwa berita yang mereka terbitkan itu adalah palsu.” Klarifikasi tersebut dilakukan setelah ada-nya bantahan dari KBS bahwa tidak ada orangutan yang ber-nama Marylin dan juga tidak ada nama petugas yang dise-but-sebut orang menceritakan tindak asusila tersebut sesuai dengan yang dimuat di world-newsdailyreport.com.

Menurut Afnan, hal ini menunjukkan bagian sisi negatif atas perkembangan teknologi yang mudah mem-buat (menyampaikan.red) dan mengakses informasi. Media yang memburu berita cepat dan bombastis tidak melakukan re-

Dalam penulisan berita, wartawan

dituntut untuk mematuhi kai-dah jurnalistik

dan memahami kode etik jurnalis-tik yang mengatur etika dalam pem-beritaan. Apalagi

pemberitaan yang mengandung un-

sur SARA. Di dalam kode etik jurnalistik telah

disebutkan bahwa jurnalis—media

cetak maupun on-line—tidak diper-bolehkan mem-

buat berita tentang prasangka atau ke-bencian atas dasar

suku, agama, ras atau antar golon-

gan (SARA).

Page 20: Majalah Edisi Cerdas media 32

20 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

check terlebih dahulu, namun hanya copy paste dan share.

Pernyataan yang senada juga disampaikan oleh Abdus Somad, “Banyak media hoax yang tersebar. Inilah salah satu dampak dari banjirnya informasi. Mereka yang men-ulis itu tidak mengedepankan verifikasi dan hanya mengede-pankan senssasionalisme dan berlomba-lomba mencari rat-ing pembaca,” ujarnya.

Bombastis dan MenarikTidak bisa dipungkiri

berbagai persoalan di media on-line tidak lepas dari ma-salah rating. Semakin banyak pembaca yang mengunjungi halaman tertentu, maka se-makin tinggi pula ra ting me-dia tersebut. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan penggunaan judul-judul yang menarik. “Tujuan utamanya adalah mencari viewer dan rating dari pembaca,” tutur Nofianto Puji Imawan, salah satu mahasiswa pegiat Persma di LPM Spirit Mahasiswa Uni-versitas Trunojoyo Madura.

Hal tersebut juga dibenar kan oleh Abdus Somad. “Pembuatan judul yang bom-bastis dan tak kadang tidak sesuai dengan konten berita itu, semua hanya karena rat-ing kepentingan sekelompok orang yang tidak paham akan jurna listik,” terangnya.

Nofianto yang meru-pakan mahasiswa jurusan ko-munikasi, juga mengatakan bahwa berita sudah melenceng dari fungsinya. Media saat ini—seperti—hanya menghibur, mendahulukan keaktualitasan, kebombastisan dan cara agar pembaca mau membaca me-

dia tertentu, bukan memikir-kan bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh media terse-but. “Media sekarang mereka bergerak bagaimana mencari laba, bagaimana supaya medi-anya laku, bukan lagi sebagai tujuan media dan fungsinya, jadi media sekarang itu sudah

menjadi industri,” jelasnya. Pemberitaan media on-

line sangat dipengaruhi oleh penggunaan judul. Akan tetapi, judul yang digunakan bisa men-jadi faktor utama media on-line gulung tikar karena ditinggal-kan oleh konsumennya. Iswah-yudi, salah satu dosen STAIN

Ponorogo menyatakan bahwa penyajian judul yang bombastis merupakan bagian dari promo-si. Akan tetapi ketika isi tidak sebombastis judulnya, maka secara perlahan tidak akan laku lagi. Abdus Somad juga mengatakan penulisan berita yang demikian dapat memicu pembaca tidak percaya dengan perusahaan media tersebut. “Maka ada perkataan jika me-dia tidak nyaman dibaca kelak akan diti nggal pembaca,” tu-turnya.

Untuk menjaga keper-cayaan konsumen, media juga harus mengikuti kehendak pasar. Salah satunya adalah dengan menyajikan informasi yang simpel. “Kita harus mem-buat kalimat sesimpel mung-kin apalagi sekarang banyak yang membaca lewat HP, na-mun tetap ada etika,” ujar Arso salah satu wartawan lensaindo-nesia.com.

Sebagai redaktur sekal-igus pemilik media portal on-line kanal Ponorogo, Arso juga mengatakan bahwa media on-line pun harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan beri-ta. “Kita harus mengikuti pas-ar, tetapi tidak mengesamp-ingkan kaidah-kaidah yang ada,” tegasnya.

Berita-berita di media on-line saat ini memang tidak diragukan kecepatannya, na-mun masih disangsikan ke-akuratannya. Kerap kali me-dia on-line tidak proporsional dalam pemberitaannya dengan memuculkan judul-judul berita yang bombastis dan sensasio-nal. Salah satu contoh judul berita yang dikutip al-Mil-lah dari media on-line (TRI-

Berita-berita di me-dia on-line saat ini memang tidak di-

ragukan kecepatan-nya, namun masih disangsikan keaku-

ratannya. Kerap kali media on-line tidak proporsional dalam

pemberitaannya dengan memuculkan

judul-judul berita yang bombastis dan

sensasional.

Laporan Utama

Page 21: Majalah Edisi Cerdas media 32

21Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Laporan UtamaBUNnews.com) pada tang-gal 6 Nopember 2015 yaitu “Aduuuh, Upah Penarik PBB Rp 200 Ribu Per Tahun.” Kata ‘aduuuh’ tersebut digunakan sebagai daya tarik pembaca. Se-bagaimana yang disampaikan oleh Iswahyudi, sebenarnya memunculkan judul yang bom-bastis itu adalah strategi agar dikunjungi orang. Arso juga menambahkan judul dibuat sedemikian rupa agar pembaca tertarik atau penasaran. “Cerdas” Media.

Pada dasarnya, media massa (cetak, elektronik, dan on-line.red) berperan dan ber-fungsi menyampaikan infor-masi kepada masyarakat. Tan-pa kehadiran media, informasi akan sulit disampaikan dengan tepat dan cepat. Media massa digadang mampu memberikan informasi yang cepat—dalam penyajiannya, akurat, dan kredibel. Akan tetapi, dewasa ini media—khususnya media on-line—mengalami peny-impangan dalam penerapan-nya. Terkadang media massa tidak menjalankan tugasnya sebagai penyampai informasi, tetapi justru sebagai kompor atau cenderung malah mem-perkeruh keadaan.

Media kompor yakni me-dia yang cenderung memanc-ing reaksi negatif dari para pembaca. Reaksi negatif di sini berarti media membentuk persepsi yang salah terhadap pembaca dari informasi yang ia (media.red) berikan. “Jan-gan mudah percaya dengan media, walaupun kadang me-mang benar adanya. Jadi ada dua perbedaan antara realitas media dan realitas nyata,” tu-tur Nofianto.

Mahasiswa yang juga merupakan pendiri Sastra ser-ta Komunitas Penggiat Seni di kabupaten Jombang ini juga menjelaskan bahwa realitas nyata yakni keadaan atau peris-tiwa sebenarnya yang terjadi di lapangan. Sedangkan realitas media merupakan segala hal yang diberitakan atau ditampil-kan oleh media yang mana hal itu sudah melalui pengemasan. Tentu saja hal ini harus men-jadi perhatian para pembaca. Karena—bisa saja—ada perbe-daan antara realitas nyata dan realitas media.

Di sisi lain, Dewan Pers telah mengesahkan kode etik jurnalistik media on-line pada 3 Februari 2012. Nama resmi kode etik jurnalistik bagi prak-tisi jurnalistik/media on-line itu adalah Pedoman Pemberita-an Media Siber (PPMS). PPMS mengacu pada UU No.40 ten-tang pers (UU Pers), Kode Etik jurnalistik (KEJ) dan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang disahkan oleh Dewan Pers. Isi PPMS tidak jauh ber-beda dengan KEJ/KEWI, mis-alnya media on-line tidak bo-leh memuat informasi bohong, fitnah, sadis dan cabul; tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian ter-kait dengan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), serta menganjurkan tindak kekerasan; tidak memuat isi diskriminatif atas dasar per-bedaan jenis kelamin dan ba-hasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jas-mani. Ada juga soal koreksi, hak jawab dan ralat.

Sederetan kode etik dan UU Pers memang sudah seha-

media massa (cetak, elektronik, dan on-line.red) berperan dan berfungsi men-yampaikan informasi kepada masyarakat. Tanpa kehadiran me-dia, informasi akan sulit disampaikan dengan tepat dan cepat. Media mas-sa digadang mampu memberikan informa-si yang cepat—dalam penyajiannya, akurat, dan kredibel. Akan tetapi, dewasa ini me-dia—khususnya media on-line—mengalami penyimpangan dalam penerapannya. Ter-kadang media massa tidak menjalankan tugasnya sebagai pen-yampai informasi, tetapi justru sebagai kompor atau cend-erung malah mem-perkeruh keadaan.

Page 22: Majalah Edisi Cerdas media 32

22 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

rusnya dilaksanakan oleh awak media. Akan tetapi, di era ban-jir informasi ini tidak menutup kemungkinan ada banyak awak media yang tidak memperha-tikan kode etik tersebut, seb-agaimana yang telah dicontoh-kan pada pembahasan di atas. Oleh karena itu, seyogyanya pembaca mulai bersiap diri un-tuk menghadapi arus informasi yang semakin meluap.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan berpikir skeptis dan selektif, agar mendapatkan informasi yang benar-benar “benar”. “Semakin banyak me-dia, seharusnya publik lebih bisa memilih media mana yang mereka butuhkan, tapi kenyataanya semakin ban-yak media malah semakin mensimpangsiurkan infor-masi, yang seharusnya salah menjadi benar yang sehingga benar malah tambah salah,” tutur Nofianto.

Hal ini tergantung cara pembaca menyikapi derasnya arus informasi. Apakah bisa menganalisa arus mana yang pantas diikuti atau bahkan tenggelam di dalamnya. Pem-baca dituntut cerdas dalam

memilah-milah informasi yang bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. “Pegangan untuk era kebebasan media saat ini adalah bagaimana publik bisa lebih cerdas memilih media mana yang mereka butuhkan agar tidak terjadi kesenjangan informasi, pembelokan infor-masi dan pembohongan pub-lik,” tambah Nofianto.

Hal tersebut juga diamini oleh Iswahyudi. Dosen yang mengajar di KPI (Komunikasi dan penyiaran Islam) ini men-gatakan bahwa masyarakat tidak bisa membatasi media, akan tetapi kuncinya adalah masyarakat atau pembaca yang

harus cerdas di tengah ban-jirnya informasi.

Dalam menghadapi lua-pan arus informasi, pembaca harus cerdas. Hal tersebut bisa dilakukan dengan kritis terha-dap judul berita yang bombas-tis—tetapi tidak sesuai den-gan konten/isinya. Di sisi lain, pembaca yang cerdas haruslah mampu mencerna informasi yang disuguhkan media, bukan menerimanya mentah-mentah. Untuk menilai kebenaran se-buah informasi, pembaca juga bisa mencari informasi dari be-berapa sumber lain. Berkenaan dengan kebenaran informasi, Noraini salah satu wartawan Duta Masyarakat menyatakan bahwa, untuk dapat menilai berita kita dapat membanding-bandingkan satu media dengan media yang lain. Lebih lanjut, untuk mencermati informasi yang bisa dipertanggungjawab-kan atau tidak adalah dengan melihat dari kejelasan website yang bersangkutan. “Media-media yang jelas memiliki penulis yang jelas, editor yang jelas serta alamat redaksi yang jelas pula,” tambahnya.***Mar’atus solechah_Crew/21.12.116

Laporan Utama

Dalam menghadapi lua-pan arus informasi, pem-baca harus cerdas. Hal tersebut bisa dilakukan dengan kritis terhadap judul berita yang bom-

bastis—tetapi tidak sesuai dengan konten/isinya.

Page 23: Majalah Edisi Cerdas media 32

23Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Sejak Surat Izin Penerbi-tan Pers (SIUPP) dihapus pada tahun 1998, perusahaan pers (media)—baik nasional mau-pun lokal—mulai bermunculan, termasuk di kabupaten Ponoro-go. Lahirnya media lokal khu-susnya media cetak (koran) di Kabupaten Ponorogo ditandai dengan berdirinya Ponorogo Pos pada tahun 2000. Hal ini menunjukkan geliat pertum-buhan pers juga menyebar ke daerah-daerah, bukan hanya di wilayah Ibu Kota Negara yang menjadi pusat perusahaan me-dia nasional seperti Tempo dan Kompas.

Di kabupaten Ponorogo, selain Ponorogo Pos sampai saat ini masih terdapat empat media lokal lainnya, yaitu Me-dia Mataraman, Seputar Po-norogo, Jurnal, dan Radar Po-norogo. Media cetak tersebut memiliki wilayah pemberitaan di Ponorogo, hanya saja seba-gian memiliki jangkauan tam-bahan, seperti Ponorogo Pos

yang juga menambahkan Mag-etan sebagai wilayah cakupan-nya, Media Mataraman den-gan wilayah Madiun, Magetan, Ngawi, dan Pacitan. Sedangkan Seputar Ponorogo hanya di wilayah Ponorogo saja.

Salah satu konten yang cukup menarik dicermati dari media lokal adalah banyaknya advertorial pada pember-itaan mereka. Menurut Arlyn L. Lamalo—salah satu penu-lis pada Jurnal Acta Diurna Universitas Sam Ratulangi Vol 2 No 4 (2013)—adverto-rial merupakan penggabungan dari dua kata bahasa Inggris, yaitu Advertishing dan Edito-rial. Advertorial merupakan bentuk periklanan yang disaji-kan dalam bentuk gaya sajian jurnalistik. Advertorial adalah artikel yang dimuat di media massa dengan cara membayar dengan tujuan untuk promosi atau kampanye. Advertorial bisa dikategorikan iklan yang disusun sedemikian rupa se-

Salah satu konten yang cukup menarik dicermati dari media lokal adalah banyakn-

ya advertorial pada pemberitaan mereka.

Menurut Arlyn L. Lamalo—salah satu penulis pada Jurnal Acta Diurna Univer-sitas Sam Ratulangi Vol 2 No 4 (2013)—advertorial merupa-kan penggabungan

dari dua kata bahasa Inggris, yaitu Adver-tishing dan Editorial.

Berburu “Kue” Advertorial“Pundi-pundi rejeki advertorial di media lokal”

Liputan Khusus

Page 24: Majalah Edisi Cerdas media 32

24 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

hingga seperti sebuah artikel yang dikarang media yang ber-sangkutan.

Banyaknya konten ad-vertorial pada media lokal Po-norogo memantik pertanyaan mengapa hal tersebut bisa terjadi, dan bagaimana media lokal dapat menjalankan fungsi idealnya sebagai lembaga pers ketika sebagian besar kont-en mereka merupakan berita iklan? Hal ini akan menjadi pembahasan liputan khusus Majalah LPM aL-Millah edisi 32 dengan menelususri tiga media lokal yang ada di Po-norogo, yaitu Ponorogo Pos, Media Mataraman, dan Sepu-tar Ponorogo.

Peran “Ganda” WartawanProblematika pertama

banyaknya konten advertorial dalam media lokal adalah per-an ganda wartawan. Berdasar-kan Pasal 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers menyebut-kan bahwa wartawan adalah orang yang secara teratur mel-aksanakan kegiatan jurnalis-tik. Aturan di atas menjelaskan tugas pokok wartawan yaitu melakukan kegiatan jurnalis-tik. Namun, pada media lokal yang mayoritas isinya memuat konten advertorial, wartawan memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi dengan tugas jurnalis-tik (mencari berita) dan fungsi marketable (mencari pemasu-kan bagi perusahaan).

“Seiring perkembangan teknologi dan sebagainya, itu wartawan sekarang tidak seperti dulu, dulu kan murni pemburu dan penyaji berita. Jadi wartawan itu harus mar-ketable, jadi ada dua fungsi, fungsi satu menyajikan berita untuk isu-isu terhangat, fungsi ke dua untuk mencari adv, ini karena posisi wartawan itu lebih enak, dia masuk kemana-mana kan lebih luwes, kalau yang mencari dari marketing itu lebih susah kareana akses dan kedekatan dengan pema-sang iklan juga susah,” ungkap Hartono, Pemimpin Redaksi Media Mataraman.

Hal tersebut juga diami-ni oleh Sugeng Riyanto selaku Pemimpin Redaksi Seputar Ponorogo, bahwa pencari iklan yang utama bukan hanya tim khusus marketing saja, mel-ainkan wartawan juga getol di-tuntut untuk mencari adverto-rial karena mereka lebih dekat dengan pasar dan lebih mudah melakukan loby.

Fungsi market atau peran wartawan sebagai salah satu pengemban misi perusahaan untuk mencari pemasang iklan tentunya menjadi ujung tom-bak perusahaan media lokal guna mendapatkan pemasukan melalui iklan atau advertorial.

Bagi pihak pemasang ad-vertorial, seperti SMA Muham-adiyah Ponorogo yang mema-sang advertorial pada media

Mataraman edisi 16-22 Okto-ber 2015 halaman 7 dengan judul “SMA Muhipo Tampilkan Reyog Bernuansa Religi,” men-ganggap ketekunan para warta-wan yang pro aktif mencari advertorial dengan mendata-ngi mereka langsung, secara eksternal memengaruhi pihak sekolah untuk memasang ad-vertorial pada media cetak ter-tentu.

“Karena memang warta-wannya sering ke sini, terka-dang karena sudah akrab dan pewarta berita sudah punya empati, terkadang (kami.red) trust (percaya.red) kepada pewarta ini karena berita-berita (advertorial.red) yang disajikan ini sesuai dengan keinginan kami,” ujar Mulyani selaku Kepala Sekolah SMA 1 Muhamadiyah Ponorogo.

Selain itu, wartawan juga mendapat bonus dari setiap advertorial yang dapat mereka raih, tergantung kebijakan me-dia tempat mereka bernaung, seperti Ponorogo Post 30% dari nilai advertorial, Media Ma-taraman 20%, dan Seputar Po-norogo 25%.

Bonus di luar gaji pokok ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi wartawan. Se-makin banyak mendapatkan advertorial, semakin banyak pula pundi-pundi uang yang mereka dapatkan. Guna me-menuhi target, wartawanpun menggunakan sistem jemput bola, yaitu mendatangi para calon pemasang advetorial seperti instansi pemerintah dan lembaga pendidikan. Bah-kan bagi yang sudah terbiasa, pihak instansi pemerintah atau lembaga pendidikan sudah me-maklumi jika ada liputan dari

Fungsi market atau peran wartawan sebagai salah satu pengemban misi perusahaan untuk

mencari pemasang iklan tentunya menjadi ujung tombak perusahaan media lokal guna mendapat-

kan pemasukan melalui iklan atau advertorial.

Liputan Khusus

Page 25: Majalah Edisi Cerdas media 32

25Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

wartawan media lokal tentang kegiatan atau apapun terkait intansi dan lembaga mereka, secara tidak langsung mereka juga menyiapkan sejumlah uang agar kegiatan mereka dimuat di koran lokal.

Tidak jarang juga terjadi tawar menawar antara warta-wan dan pihak lembaga atau instansi terkait nominal yang harus dibayarkan untuk pe-masangan advertorial. Hal ini terjadi apabila anggaran yang dimiliki calon pemasang ad-vertorial berbeda dengan pa-tokan harga yang telah ditetap-kan oleh perusahaan media.

“Biasanya yang kita negosiasikan itu ukurannya, misalnya kita sampaikan satu halaman sekian pak, terus jika mereka (pemasang advertori-al.red) ngomong tapi adanya dana sekian, ya kita cocokkan saja, kita tanyakan kepada redaksi ada dana segini, be-rapa (ukuran halamannya red.)?” ujar Joko selaku warta-wan senior Ponorogo Pos.

Pada Media Matara-man misalnya, jika setengah

halaman buram harganya Rp. 500.000,-, dan untuk seten-gah halaman full colour Rp. 750.000,-. Berbeda lagi den-gan Ponorogo Pos dan Seputar Ponorogo, satu halaman full colour dihargai dengan Rp. 2.000.000,-, setengah hala-man full colour Rp. 1000.000,-. Selain halaman full colour, juga ada halaman buram den-gan harga setengah dari harga full colour.

Menanggapi peran gan-da wartawan media lokal ini, Afnan Subagio selaku ketua Aliansi Jurnalis Independ-en (AJI) Kediri menegaskan bahwa, membebankan urusan marketing kepada wartawan, dalam hal ini mencari adver-torial dapat berakibat pada diragukannya independensi suatu media. Sehingga diperlu-kan pembenahan dalam mana-jemen perusahaan media terse-but.

“Nah manajemen seperti ini yang seharusnya dibenahi oleh perusahaan media. Peru-sahaan harus bisa membeda-kan antara jurnalis dan mar-keting. Untuk tugas mencari iklan, baik itu iklan display maupun advetorial seharusn-ya dibebankan kepada mar-keting bukan pada jurnalis,” tegasnya.

Pasar Yang MendukungPotensi penadapatan me-

dia lokal dari advertorial bisa dilihat dari pemasang adverto-rial yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga pendidi-kan, politisi, dan lain sebagain-ya. Bahkan menjelang Pemilu-kada di kabupaten Ponorogo di tahun 2015, beberapa aktifitas calon bupati dan calon wakil

bupati termuat pada media lokal dengan bentuk konten advertorial. Seperti pada ko-ran Ponorogo Pos edisi 30 Juli-05 Agustus 2015 halaman 1 yang memuat aktifitas Sukirno (calon wakil Bupati Ponorogo 2016-2020) dengan judul tu-l i s a n “Ke-

berangkatan Sukirno ke KPU Diiringi Kathmul Qur’an oleh Para Hafidz.”

Pendapatan media lokal dari sektor advertorial seperti yang disampaikan oleh Har-tono, bahwa di Media Matara-man sendiri bisa mencapai dua kali lipat dari penjualan koran. Menurutnya, jika penjualan ko-ran rata-rata Rp. 2.500.000,-, maka pendapatan dari adver-torial setiap satu edisi (terbit mingguan) bisa mencapai Rp. 5.000.000,-. Sedangkan un-tuk Ponorogo Pos pendapa-tan dari advertorial per satu kali terbit berada pada kisaran Rp. 2.000.000,-. Tergantung kondisi banyak tidaknya pema-sang iklan.

Berbeda lagi den-gan Seputar Ponorogo yang mampu meraup pendapa-tan dari advertorial sebe-sar Rp. 5.000.000,- s/d Rp. 10.000.000,- tiap satu kali ter-

Pemasukan me-dia lokal dari ad-

vetorial yang mel-ebihi pemasukan dari penjualan koran men-jadi bukti menggiur-kannya bisnis media

di KabupatenPonorogo.

Afnan Subagio selaku ketua Aliansi Jurnalis

Independen (AJI) Kediri menegaskan bahwa,

membebankan urusan marketing kepada warta-wan, dalam hal ini men-

cari advertorial dapat berakibat pada diragu-kannya independensi suatu media. Sehingga

diperlukan pembenahan dalam manajemen peru-sahaan media tersebut.

Liputan Khusus

Page 26: Majalah Edisi Cerdas media 32

26 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

bit. “Kalau untuk pastinya kita tidak bisa memastikan, karena iklan itu gelombangnya pa-sang surut, rata-rata tiap min-ggunya standarnya 5-10 (juta.red),” ujar Sugeng Riyanto.

Pemasukan media lokal dari advetorial yang melebihi pemasukan dari penjualan ko-ran menjadi bukti menggiur-kannya bisnis media di Kabu-paten Ponorogo. Berdasarkan penelusuran kru aL-Millah ke beberapa lembaga pendidikan, ditemukan bahwa mereka me-miliki anggaran khusus untuk publikasi (iklan), salah satunya adalah SMK 2 Ponorogo.

Begitu juga halnya den-gan SMA 1 Muhamadiyah Ponorogo yang mengatakan memiliki program untuk mem-publikasikan sekolah yang ter-tuang pada 3P, yaitu Prestasi, Pelayanan, dan Penampilan. “Kita memang ada kegiatan kehumasan dalam rangka un-tuk pencitraan sekolah, secara berkala kegiatan yang pent-ing dan prestasi kita eks-pose atau iklankan melalui media cetak, radio, maupun TV,” ujar Mulyani.

Lantas kenapa konten advertorial (berita iklan) menjadi primadona bagi lembaga pendidikan dan instansi pemerin-tah? Menurut Har-tono, harga pasang advetorial lebih murah diband-ingkan harga iklan display. Di samping itu, advetorial cukup satu kali pasang, sedangkan iklan display minimal

empat kali pasang—sesuai ke-tentuan masing-masing media.

“Memang adv itu solusi iklan yang lebih diminati pe-masang iklan, jadi daripada mereka katakanlah mema-sang iklan produk mereka atau iklan ucapan selamat itu lebih tertarik iklan adv, ini mereka selain narasinya lebih lengkap ini seoalah-olah ka-lau pembaca yang tidak tahu kan ini (menganggapnya.red) wah masuk berita, beda den-gan iklan display yang sudah diketahui iklan, kalau adv kan seoalah-olah masuk berita,” ujar Hartono.

Hal tersebut juga dijadi-kan alasan oleh lembaga pen-didikan bahwa dengan berita iklan (advertorial) tampilan-nya lebih berkesan dan lebih jelas karena dituliskan dengan rinci, bukan sekedar tulisan seadanya pada iklan display. Selain itu, Arifin Syamhudi selaku Kepala Sekolah SMK 2

Ponorogo menjelaskan, bahwa pihak sekolah-

pun juga ingin m e n y a m p a i k a n kepada khalayak,

khususnya para wali murid, bahwa sekolah memiliki

kegiatan dan ak-tifitas dalam

proses men-didik para m u r i d , serta pre-stasi-pre-stasi yang diraih.

Se-lain lem-b a g a p e n -didikan,

media-media lokal di Ponorogo juga memuat advertorial dari instansi-instansi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Po-norogo. Seperti yang dijumpai pada Media Mataraman edisi 3-10 Desember 2015, dimuat sebuah advertorial dari Badan Pertanahan Nasional Ponoro-go.

Menyorot Konten Adverto­rial

Pada Media Mataraman edisi 16-22 Oktober 2016, ter-dapat 32 tulisan konten berla-bel adv (advertorial), 11 konten iklan berbentuk display, dan 3 tulisan yang tidak berlabel adv. Hal tersebut menunjukkan banyaknya konten advertorial yang dipasang oleh lembaga pendidikan, pejabat publik di lingkungan pemerintah kabu-paten, kepala desa, dan politisi, atau lainnya.

Melihat banyaknya kont-en advertorial pembaca pun turut berpendapat. “Berita dari hasil koran lokal itu sendiri relatif sedikit lebih banyak berita pesanan, yang dipesan oleh lembaga tertentu, instan-si tertentu. Sehingga kualitas koran secara umum di bawah standar karena ya namanya memberitakan pesanan kan harus sesuai pesanan itu, se-hingga tidak murni berita-berita yang dibutuhkan,” ujar Muryadi salah satu pelanggan Media Mataraman.

Menanggapi hal terse-but, Afnan Subagio kembali menegaskan bahwa tidak ada batasan atau larangan untuk menerima advertorial atau iklan, baik dari instansi pemer-intah, lembaga pendidikan, politikus atau yang lainnya,

Liputan Khusus

Page 27: Majalah Edisi Cerdas media 32

27Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

selama iklan tersebut tidak berlawanan dengan undang-undang yang berlaku. Selain itu, produk advertorial juga tidak akan bisa mempengaruhi produk jurnalistik, yaitu berita yang sesungguhnya meskipun advertorial tersebut bertujuan untuk pencitraan.

“Menurut saya penayan-gan iklan tidak membatasi itu iklan dari mana, selama iklan tersebut tidak bertentangan dengan UU yang berlaku, sah saja untuk dimuat, entah itu dari lembaga pendidikan, poli-tikus dan lain-lain. Produk ad-vetorial tidak akan bisa mem-pengaruhi produk jurnalistik, artinya meskipun seseorang memasang advetorial tentang pencitraanya, dan jika tern-yata ada fakta yang berbeda, jurnalis juga harus tetap kritis untuk memberitakan tentang fakta tersebut tanpa terpen-garuh advetorial. Publik juga akan tahu, mana itu adveto-rial (karena ada keterangan advetorial) dan mana produk jurnalistik,” jelas Afnan Suba-gio.

Menjaga Eksistensi Di Ten­gah Persaingan Media

Selain berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 tahun 1999 tentang Pers menyebutkan bahwa pers nasional dapat berfungsi seba-gai lembaga ekonomi. Fungsi lembaga ekonomi tersebut di-jelaskan lebih lanjut pada pen-jelasan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers ini berbunyi “Pe-rusahaan pers dikelola sesuai prinsip ekonomi, agar kualitas

pers dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewa-jiban sosialnya.”

Prinsip tersebutlah yang memunculkan persaingan antar perusahaan pers, khu-sunya media cetak untuk tetap bertahan dan berkembang. Baik persaingan pada media nasional maupun media lokal. Meskipun demikian, pemimpin redaksi Media Mataraman menganggap bahwa, baik me-dia nasional dan media lokal memiliki segmentasi pasar sendiri, sehingga tidak terlalu berpengaruh.

“Simpel saja yang pent-ing kita sudah punya pasar, pasar itu dalam arti langga-nan tetap (pembaca dan pe-masang iklan red.) itu sudah ada, itu kunci pokok koran itu bisa bertahan atau tidak,” ujar Hartono.

Ia juga menambahkan bahwa menyandarkan opera-sional perusahaan hanya dari hasil penjualan oplah tidaklah cukup guna memenuhi semua

kebutuhan perusahaan seper-ti gaji wartawan dan lain se-bagainya. Apalagi media lokal seperti Media Mataraman yang memiliki oplah sekitar 2000 tiap minggunya serta harga Rp. 3000,- per koran, dengan 14 wartawan dan beberapa kar-yawan lainnya tentu pemasu-kan dari penjualan oplah saja tidak mencukupi. Oleh karena itu diperlukan pemasukan dari sumber lain.

“Disadari atau tidak, hidup koran itu selain dari pel-anggan memang dari perikla-nan, sehingga kita harus pan-dai-pandai bagaimana koran kita itu dilirik oleh calon pema-sang iklan, karena jika men-gandalkan penjualan oplah saja itu tidak cukup,” tambah Sugeng Riyanto.

Kendati demikian, perlu diingat bahwa amanat UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers pasal 3 menegaskan bahwa pers nasional juga memiliki fungsi sebagai media informasi, pen-didikan, hiburan, dan kontrol sosial.***Ihsan Fauzi _Crew/22.13.121

Liputan Khusus

Page 28: Majalah Edisi Cerdas media 32

28 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Tema War on Terror menjadi isu yang mengemuka di awal abad ke XXI. Berdalih memerangi terorisme, Ameri-ka justru mengobarkan perang dengan skala yang lebih besar seperti yang terjadi di Irak. Setelah tak terbukti menyim-pan senjata pemusnah massal seperti yang dituduhkan, den-gan cepat Amerika menggiring opini publik pada tema penin-dasan oleh Sadam Husein. Us-aha ini berhasil baik sehingga jatuh korban berikutnya seperti Afghanistan dan Libya.

Kepandaian Amerika “menyihir” dan menggiring opini media nampaknya men-jadi sebuah kajian yang me-narik untuk dibedah. Salah satu tokoh intelektual yang intens membahas hal ini adalah Noam Chomsky. Sosok Chomsky mu-lai mengemuka saat menen-tang Perang Vietnam, berlanjut kritiknya terhadap kebijakan standar ganda Amerika ter-hadap berbagai Negara, ter-masuk Indonesia . Pasca peri-stiwa 11 September dan Arab Spring (Revolusi Musim Semi Arab) nama Chomsky kembali mengemuka. Chomsky kem-bali menegaskan bahwa apa yang dilakukan Amerika di Arab sebenarnya bukan untuk

menegakkan nilai-nilai sep-erti Demokrasi, namun semata demi mengamankan kepentin-gan mereka. Bagaimana Ameri-ka memanipulasi fakta dan menjustifikasi tindakan mere-ka akan coba penulis paparkan dalam teori Chomsky tentang 10 teknik manipulasi media.

Biografi Chomsky, Sebuah Perkenalan Awal.

Avram Noam Chomsky ,Cendekiawan. Ahli Bahasa, Fi-losuf dan aktifis politik ini Lahir di Philadelphia, Pennsylvania, Amerika Serikat, 7 Desember 1928. Terlahir dari keluarga Yahudi Azkhenazi, Chomsky dibesarkan di tengah keluar-ga berpendidikan tinggi, dari pasangan William Zev Chom-sky dan Elsie Simonofsky. Ayahnya terkenal sebagai ahli gramatika bahasa Ibrani. Sa-lah satu karya terbaik ayahnya membahas tentang tata bahasa Ibrani abad ke-13. Sedangkan Ibunya memiliki kecenderun-gan kekiri-kirian (antikemap-anan) menekankan pentingnya keseimbangan untuk bertindak sebagai pemikir yang sekaligus aktivis.

Kehidupan intelek-tual keluarga Chomsky bisa dibilang sangat baik. Ayah

Chomsky menulis tentang ke-budayaan Ibrani abad perten-gahan kemudian menerbitkan-nya dalam bentuk buku. “Sosok ayah Chomsky digambarkan sebagai pribadi yang hangat, gentle, dan menekankan pentingnya pendidikan agar masyarakat terintegrasi den-gan baik satu sama lain, ber-fikir bebas, dan berpartisipasi untuk membuat hidup bermak-na”, sebuah ide yang ditangkap dengan baik oleh anak-anaknya termasuk Chomsky.

Karir Chomsky sebagai intelektual sekaligus aktifis politik mulai terbangun di ta-hun 80an dengan mengkritik kebijakan perang Vietnam. Na-manya kian menanjak di tahun 90an ketika menyoroti persoa-lan Indonesia terkait Timor Ti-mor. Penulis biografi Wolfgang Sperlich menyebut Chomsky adalah salah satu aktifis politik dan intelektual barat terpent-ing dalam sejarah kemerdeka-an Timor Leste.

10 Cara Manipulasi Oleh Media Menurut Chomsky.

Dari sekian ban-yak teori yang disampaikan Chomsky,teori 10 cara manipu-lasi media banyak disoroti dan dijadikan bahan kajian karena

This is a country, where the Secretary of Defense can go on T.V., and tell the American public, oh, that “This is about freedom! It’s not about oil!” And nobody

questions him, cuz they don’t wanna hear the answer, because it’s a lie!Senator Charles F. Meachum,Shooter.

Manipulasi Media, “Sihir” Media Amerika Perspektif Noam Chomsky.

Khazanah

Page 29: Majalah Edisi Cerdas media 32

29Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

teori ini ternyata juga diterap-kan (dan dirasakan akibatnya) di negara-negara seluruh dunia dengan cara masing masing. Berikut teori Chomsky.

1. The Strategy Of Distraction (Strategi Pengalihan Isu)

Elemen utama control sosial adalah pengalihan un-tuk membelokkan perhatian publik dari isu penting atau utama dan perubahan yang telah ditentukan oleh elit poli-tik dan ekonomi, dengan cara membanjiri mereka dengan berita serta informasi “tidak penting” dan pengalihan secara berkelanjutan

Permasalahan besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti kasus Papa Minta Saham Ketua

DPR dapat

m u -dah sekali dihi-

langkan dengan menampil-kan permasalahan baru berupa kasus lain seperti kasus Kopi Sianida Jesica Wongso yang terus menerus digencarkan media u tama. Masyarakat kini cukup kesulitan untuk meng-etahui bagaimana perpanjan-gan kontrak Freeport yang telah puluhan tahun menjadi persoalan serius bagi bangsa Indonesia karena media main-stream dibanjiri berita kasus kasus pribadi sebagian anggota masyarakat.

2. Create Problem, then of-

fer Solutions (Menciptakan masalah dan menawarkan so-lusi)

(Metode ini disebut juga mata rantai ‘Masalah-Reak-si-Solusi’. Melalui teknik ini, sebuah masalah akan ‘dilem-parkan’ ke masyarakat untuk memicu reaksi,lalu pemerintah akan datang menawarkan so-lusi)

Menciptakan masalah yang dapat menyebabkan rakyat “mengemis” memohon pertolongan pada pemerintah sudah tidak menjadi hal baru, Hampir semua pemerintahan di dunia melakukan hal seperti ini. Pemerintah menjadi “dewa peno- long” bagi masalah

yang dibuatnya

sendiri.Salah satu hal yang su-dah menjadi pengalaman raky-at Indonesia adalah kelangkaan sumberdaya tertentu seperti BBM,Gas sebelum kenaikan har ga. Masyarakat kemudian bereaksi dengan pola fikir yang sudah lazim diketahui: “tidak apa apa naik,yang penting ba-rangnya ada”.

3. The gradual Strategy (Strate-gi Berkala)

Bila sebuah paham atau kebijakan dipandang akan su-

lit diterima masyarakat, maka harus diterapkan secara grad-ual dan perlahan-lahan. Teknik ini digunakan saat menerapkan hal-hal seperti privatisasi, lib-eralism, dan lain-lain

Strategi ini diterapkan untuk kebijakan yang tidak bisa diterapkan secara serentak pada masyarakat. Maka pene-rapannya harus secara berkala atau berlahan tapi pasti. Walau pada awalnya masyarakat tidak menerima kebijakan terse-but akan tetapi dengan diber-lakukannya starategi secara berkala maka lama kelamaan masyarakat akan terbiasa dan akhirnya mengikuti kebijakan tersebut.

4. The Strategy of Deferring (Strategi Penundaan)

Cara lain agar sebuah keputusan yang tidak popu-lar bisa diterima adalah bahwa ke-bijakan tersebut “meski menyakit-kan ta pi memang d i p e r l u k a n ” . M e n g o r b a n -

kan ma - sa depan le bih bi sa diterima daripada suatu pengorba nan sekarang. Per-tama karena upa ya ini ti dak diterap kan segera. Lagi pula publik/massa se lalu cender-ung berpeng harap an naif bah-wa “segalanya akan membaik esok” dan pengorbanan yang diperlukan bisa dihindari. Ini memberi waktu lebih lama un-tuk memanfaatkan publik den-gan suatu ide perubahan dan ketika saatnya tiba publik akan menerimanya tanpa daya.

5. Go to the Public as a little

Khazanah

Page 30: Majalah Edisi Cerdas media 32

30 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

child (Datang pada Masyarakat sebagai Anak kecil)

(Sebagian besar iklan un-tuk masyarakat umum meng-gunakan pidato, argumen, orang dan khususnya intonasi anak-anak, sering dekat den-gan kelemahan, seolah-olah penonton adalah anak kecil atau cacat mental).

6. Use the emotional side more than the reflection

(Memanfaatkan aspek emosional adalah teknik klasik untuk menyebabkan sirkuit pendek pada analisis rasional, dan akhirnya ke arti penting dari individu. Selain itu, peng-gunaan register emosional membuka pintu ke bawah sa-dar untuk implementasi atau mencangkok ide, keinginan, ketakutan dan kecemasan, dorongan, atau menginduksi perilaku)

Isi media cenderung mengeksploitasi emosi. Dengan memancing emosi masyarakat , maka sisi rasional mereka akan terkesampingkan sehingga leb-ih mudah untuk menanamkan agenda atau paham tertentu.

Peran media dalam hal ini cukup besar, mereka mem-beritakan berita-berita kekeja-man pada masa perang yang dilakukan oleh musuh. Sehing-ga timbullah rasa iba sekaligus emosi yang berapi-api untuk membasmi kejahatan yang ada. Itulah keberhasilan media membawa opini publik.

7. Keep the public in ignorance and mediocrity (Buat mas-yarakat cuek dan tetap terbe-lakang)

Kualitas pendidikan un-tuk masyarakat kelas bawah

harus dibuat seburuk mung-kin, sehingga masyarakat menjadi cuek (ignorant) dan tetap rata-rata atau biasa-bia-sa saja (medioker) serta gagap teknologi sehingga gap (celah atau jarak pembeda) dengan masyarakat kelas atas semakin jauh. Tujuan utama strategi ini adalah menciptakan masyar-akat yang individualis, tidak bersosial dengan masyarakat sekitarnya. Media cenderung membuat masyarakat sibuk dengan dirinya sendiri.

8. To encourage the public to be complacent with mediocrity (Mendorong masyarakat untuk menerima kondisi yang bia-sa-biasa saja)

(Promosikan kepada masyarakat untuk percaya bahwa faktanya menjadi bo-doh, vulgar dan tidak berpen-didikan adalah sesuatu tang modis. Media didorong untuk menciptakan pemahaman bah-wa ‘Biasa-biasa saja, Cuek dan tidak berpendidikan itu keren’. Mendorong masyarakat untuk menerima kondisi terbelakang. Dengan demikian masyarakat tidak akan menuntut macam-macam pada pemerintahan. Mereka akan damai dengan du-nianya sendiri.

9. Self-Blame Strengthen (Menguatkan publik untuk menyalahkan diri sendiri)

Membiarkan masyarakat menyalahkan individu sendiri atas kemalangan mereka, ka-rena kegagalan, kecerdasan mereka, kemampuan mereka, atau usaha mereka. Dengan strategi ini masyarakat akan terbiasa dan ‘nrimo’ atas na-sib mereka. Kesuksesan dan

kegagalan bukanlah kesalahan dari sistem ekonomi dan poli-tik, tapi itu adalah kesalahan diri sendiri dan usaha sendiri. Ditambah lagi dengan propa-ganda ‘orang alim dan orang pintar istana’ agar masyarakat membiasakan diri berfikir positif pada pemerintah. Tidak ada yang salah dalam sistem pemerintahan yang ada seka-rang.

10. Getting to know the indi-viduals better than they know themselves.

Mengenal Individu Lebih Baik dari pada yang mereka ketahui Tentang Diri Mereka Sendiri.

Selama 50 tahun terakh-ir, kemajuan ilmu pengetahuan dipercepat telah menghasilkan pertumbuhan kesenjangan yang tumbuh antara pengeta-huan umum dan yang dimiliki dan dioperasikan oleh para elit yang dominan).

Berkat kemajuan teknologi, para pengambil kebi-jakan bisa mengenal dan men-gidentifikasi individu­in divi du masyarakat yang ‘mungkin’ lebih baik daripada induvidu itu sendiri. Akibatnya, mere-ka memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk mengenda-likan publik di luar kesadaran itu sendiri. Dari manakah se-benarnya data yang mereka dapatkan untuk membaca masyarakat tertentu? Tentunya dari media itu sendiri. Hampir seluruh masyarakat mengguna-kan media untuk mempermu-dah dari pada hidup mereka, dari itu lah mereka mendapat-kan data-data, dan mengana-lisanya. Lebih hebatnya lagi mayoritas masyarakat tidak mengetahui dan menyadari itu semua. ***Dafiq S. Jauhari_Crew/21.12.112

Khazanah

Page 31: Majalah Edisi Cerdas media 32

31Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Aroma magis me-nyeruak, 2 kelompok so sok hitam bak rak-

sasa dengan senjata ter hunus menghentak hen takan kaki dalam posisi siap bertempur. Penampilan me reka menyer-amkan dengan taring tajam dan pakaian dari dedaunan lay-aknya suku suku pedalaman, lengkap dengan senjata panah, gada dan pedang. Itulah gam-baran singkat sebuah seni tra-disional yang sangat unik dari Kabupaten Ponorogo bernama Tari Keling. Disebut unik, kare-na tari ini konon hanya ada di 1 tempat yaitu di desa Singgahan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.

Ponorogo yang disebut-

sebut sebagai kota reyog ini sebenarnya memiliki se jumlah seni budaya selain seni reyog. Beberapa kesenian tersebut antara lain adalah jaranan thek, gajah-gajahan, terbang, odrot, unta-untaan, dan ter-masuk salah satu di antaranya adalah keseniaan Tari Keling. Akan tetapi sederet kesenian tersebut belum banyak diketa-hui masyarakat dan reyog-lah yang memiliki eksistensi seka-ligus menjadi icon dari kota Po-norogo.

Kesenian tari Keling ini memang belum diketahui o leh banyak orang, termasuk masyarakat Ponorogo sendiri. Tari Keling yang dimainkan secara berkelompok ini mulai

dikenal luas setelah ada usa-ha dari kelompok kesenian tari Keling Guno Joyo untuk menge nalkan kesenian ini pada Dinas Pariwisata pada tahun 2007. Sejak saat itu, kesenian tari Keling mulai dipertonton-kan di sejumlah event-event besar Ponorogo, seperti Grebeg Suro, Hari Jadi Ponorogo, dan lain-lain.

Bentuk & Sejarah Asal Mula Tari Keling

Tari Keling merupakan tarian yang dilakukan secara berkelompok dan berpasang an. Tarian ini bertemakan pe rang dan keprajuritan. Badan pe-nari sengaja diberi war na hitam yang melambangkan bu to (ma-

TARI KELING GUNO JOYOMerajut Eksistensi di Tengah Dominasi

Budaya

Page 32: Majalah Edisi Cerdas media 32

32 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

nusia raksasa) leng kap dengan beraneka jenis senjata seperti pedang, panah dan gada. Sebe-lum Tari Keling dipertunjukkan biasanya di lakukan ritual doa-doa dalam bahasa Jawa untuk kelancaran acara tersebut.

Gerakan dalam tari ke-ling banyak dihiasi adegan perang-perangan antara dua kelompok prajurit baik de ngan anggota badan maupun senja-ta. Di antara dasar gerak tari keling adalah dugangan dan kompasan dilanjutkan tebasan dan sabung.

Pementasan tari Keling sejak dahulu menggunakan alat musik yang sederhana seperti gendang, bedug, ketipung ya-ng masing-masing berjumlah satu buah, dan dua kentong-an. Pemainnya sendiri terdiri dari empat putri, dua sesepuh sebagai pemain yang dituakan, dua emban yaitu seorang la-ki-laki yang merias diri seperti wanita, serta beberapa prajurit. Secara keseluruhan pemain tari Keling baik yang mena ri maupun yang memain kan alat musik berjumlah seki tar 30-40 orang. Untuk pemain yang ber-peran sebagai praju rit memba-wa pedang, gada/pentungan, tombak dan panah.

Kostum atau pakaian yang digunakan dalam pe mentasan tari Keling juga cukup sederha-na namun tetap memiliki keuni-kan sendiri. Kostum yang digu-nakan yaitu menggunakan bulu ayam sebagai hiasan kepala, janur atau daun kelapa sebagai rok, celana pendek, dan cekath-akan yang menutupi hidung dan mulut. Sementara itu bagian tu-buh yang tidak ditutupi kostum akan dihitamkan dengan arang.

Seni tari Keling ber-

dasar cerita lisan di antara masyarakat di dirikan oleh Mbah Kasan Ngali dan Mbah Silas. Menurut masyarakat Du-sun Mojo asal mula nama tar-ian ini la hir secara spontan. “Nama Ke ling itu ya cuma spontan saja masya rakat menyebutkan nya, mungkin karena menarinya ber keliling atau badannya ya ng dihitam-kan jadinya dinamakan Tari Keling,” terang Marsudi selaku ketua kelompok seni Tari Ke-ling.

Di sisi lain mengenai asal

mula terciptanya tari Keling menurut Marsudi ada dua ver-si cerita yang berkembang yai-tu versi mbah Warni dan versi mbah Galimin, di mana kedu-anya merupakan sesepuh tari Keling yang hingga sekarang kedua tokoh tersebut masih dapat dijumpai keberadaannya di dusun Mojo.

Menurut versi Mbah Warni yang diambil dari babad Tanah Jawa, pada zaman da-hulu ada beberapa suku –sep-erti suku Arab, suku Cina dan lain sebagainya– yang berni-at masuk ke pulau Jawa. Dari beberapa suku yang menetap hanya satu suku yang mam-pu bertahan yaitu suku India Keling. Suku tersebut memi-liki ciri khas berbadan hitam dan konon kabarnya memiliki hubungan dekat dengan Syekh Subakir, tokoh yang tidak terk-enal sebagai pengembara pulau Jawa.

Pada tahun 1942 atau zaman penjajahan Jepang, mas-yarakat dusun Mojo pada saat itu mengalami masa-ma sa su-lit yaitu seringkali gagal pa nen sehingga meng akibat kan mas-yarakatnya ke kurang an san -dang dan pa ngan. Atas dasar itu sesepuh Mojo berpikir untuk mencari hi buran yang melibat-kan banyak orang na mun tidak ba nyak menghabis kan dana. Dari situlah muncul ide yaitu menampilkan kesenian yang dinamakan tari Keling di mana pemainnya digambarkan seper-ti suku India Keling.

Mbah Warni yang dulun-ya pemain tari Keling sekaligus maestro Ludruk, saat kami te-mui pun mengungkapkan hal ya ng sama bahwa tari Keling ini me mang sudah ada sejak za m-

Tari Keling merupakan tarian yang

dilakukan secara berkelompok dan

berpasangan. Tarian ini bertemakan

keprajuritan sehingga bagaian

badan penari sengaja diberi warna hitam, diibaratkan sebagai prajurit dan menari

secara berseling-seling

Budaya

Page 33: Majalah Edisi Cerdas media 32

33Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

an pen jajahan Jepang. “Tahun pen jajah Jepang Nggeh ta ri Ke ling pun wonten, namung mbo ten dikembangne kados sakniki, nggeh enten namung dongeng ngoten mawon jaman niku (Tahun penjajah Jepang ya tari Keling sudah ada, cuma belum dikembangkan seperti sekarang, ya ada cuma dongeng saja zaman itu), ” terang Mbah Warni dengan ramah dan logat Jawa halus.

Versi kedua yaitu ver si Mbah Galimin, menu rut Mar-sudi, dulu ada sebuah ke rajaan bernama kerajaan Nge rum yang memiliki dua putri namun pada suatu ketika salah satu dari putri tersebut hilang, dan ternyata putri tersebut diculik oleh seorang raja dari kerajaan Tambas Keling yang bernama Bagaspati. Setelah se kian lama diculik, raja dari kerajaan Ngerum ber- inisiatif un tuk men- gadakan sayembara yang berisi ba- rang siapa yang men-emukan putri saya, jika laki-laki akan saya nikahkan dengan putri saya, dan apabila perempuan akan saya jadikan saudara.

Akhirnya salah satu tokoh dari kerajaan Nge-rum bernama Jo Karmo dan Jo Karso mema suki hu tan dengan membawa seperangkat alat seperti bedug, gendang, kentong-an dan me ng umumkan kepa da rak yat Nge rum bah wa raja me ngada kan sayem bara. Di sanalah mereka ber te mu seseorang mirip prajurit bernama Joko Ta wang yang mengaju kan

diri menjadi ksatria yang dapat menemukan putri raja. Akhir-nya Jo ko Tawang mencari dan bertemu dengan Ba gaspati dan ter jadilah per tarung an sengit.

Dalam pertarungan tersebut Bagaspati kalah dan prajurit-prajurit dari kerajaan Tambas Keling dijadikan ta-wanan dan diarak ke kerajaan Ngerum. Prajurit tersebut menurut Marsudi memiliki badan besar seperti buto atau raksasa. Setelah kejadian terse-but, maka raja

dari

kerajaan Ngerum menepati janjinya dengan menikahkan putrinya dengan Joko Ta-wang dan mengadakan pes-ta atau upacara pernikahan. Dalam upacara pernikahan itu, dibuatlah semacam tari-tarian dan sebagainya serta membuat Kerun atau gapura sebagai sim-bol kemenangan. Tarian itulah yang kemudian dikenal sebagai tari Keling.

Dari dua versi yang berkembang tersebut, Marsudi mengungkapkan bahwa versi Mbah Warnilah yang dinilai

paling kuat kebenarannya, akan tetapi cerita tersebut memiliki kelemahan yaitu

tidak adanya keberlanjutan dari cerita tersebut yang menyebab-kan hingga kini asal mula atau sejarah munculnya tari Keling belum begitu jelas. Seiring ber-jalannya waktu sekitar tahun 90-an muncullah kelompok Tari Keling di bawah komando Wiyoto selaku penasehat yang diberi nama kelompok seni tari Keling Guno Joyo. “Kena-pa dinamakan Guno Joyo ya karena Guno itu berarti ber-guna, baik itu berguna untuk

masyarakat, dan pemain-nya sedangkan Joyo art-

inya terus berkembang selama-lamanya jadi

dengan nama itu kami berharap tari

Keling berguna dan dapat terus berkembang se-lama-lamanya,” jelas Marsudi.

Eksistensi Tari Keling Saat Ini.

Budaya yang ber kembang di sua-

tu da e rah tidak da pat

Budaya

Page 34: Majalah Edisi Cerdas media 32

34 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

di lepaskan da ri pe san, ma kna ser ta ciri khas ya ng me lekat. Tari Keling se bagai kesenian a sli Ponorogo ju ga memiliki pesan, ma k na dan ci ri khas ya ng mem bedakan nya de ng-an ke seni an dari daerah lain. “Makna dan pesan yang ter-kandung dari tari Keling ini adalah rasa persatuan, gotong royong dan rasa saling toler-ansi serta ci ri khasnya yang terletak pa da tarian dan ko-stum yang dipakai, ” ungkap

Marsudi.Budaya juga akan ek sis

apabila masyarakat seca ra keseluruhan me ng e nal dan mengembangkan nya. A kan tetapi, masih banyak bu-daya yang belum dike nal secara luas. Sebagaimana yang disam-paikaan oleh Marsudi, bahwa kemungkinan masyarakat di sekitar Dusun Mojo pun juga banyak yang tidak mengetahu-inya. “Orang Pulung pun te-tangga sendiri mungkin juga banyak yang tidak mengetahui kalau ada kesenian ini maka dari itu saya sebagai ketua kelompok tari Keling memiliki tugas untuk mengembangkan, melestarikan, dan mengenal-kan tari Keling ke luar dae-rah,” terang Marsudi.

Permasalahan eksistensi tari Keling ini tidak perlu ter-lalu dikhawatirkan lagi. Per-lahan tapi pasti, tari Keling ki-an menunjukkan ek sis tensi nya se menjak pi hak kelompok tari Keling Guno Joyo ber inisiatif untuk memperkenalkan tari Keling ke pihak dinas Pa-riwisata. Menanggapi hal ter-sebut, pemerintah kabupaten Pono rogo sudah memberikan apresiasi dan kesempatan un-tuk berkontribusi pada a cara yang diselenggarakan peme-rintah, seperti pada acara hari jadi kabupaten Ponorogo, kirab pusaka dan pada aca ra pem-bukaan Grebeg Suro. Marsu-di juga menerangkan bahwa Tari Keling juga pernah tampil di kota lain, seperti Bali dan Banyuwangi.

Tidak dapat dipungki-ri perkembangan tari Keling juga diwarnai masa-masa sulit. Menurut Marsudi sekitar tahun 1942 hingga tahun 1980-an

tari Keling perkembangan nya mengalami pasang-surut atau kadang dipertunjukkan namun kadang pula tidak. Pada tahun 1991 Tari Keling mulai bangkit dan diperkenalkan ke masyar-akat luas pada tahun 2007 serta kemudian dikembangkan lagi hingga saat ini. Perkembangan tari Keling yang pasang-surut ini disebabkan karena tidak adanya pemain tetap, pasaln-ya semua pemain tari Keling memiliki pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan. Di sisi lain tidak adanya dana yang mema-dai serta kurangnya minat mas-yarakat terhadap tari Keling, semakin membuat perkemban-gan Tari Keling tersendat.

Oleh sebab itu, Mar-sudi sebagai ketua kelom pok terus berusaha untuk me-ngembangkan, melestari kan dan memperkenalkan tari Ke-ling ke masyarakat selain dari pemerintah Ponorogo sendi-ri juga telah memperhatikan tari Keling dengan memberi dana pengembangan kepada kelompok tari Keling Guno Joyo.

Walaupun demikian, bu-kan berarti kita seba gai gen-erasi muda berdiam di ri tanpa melakukan apa pun. Se bagai generasi mu da su dah sepan-tasnya i kut ser ta melestarikan dan me ngem bangkan keseni-an ya ng hanya ada di kabupa-ten Pono rogo ini, mengingat minim nya pengetahuan masya -ra kat akan keberadaan Ta ri Ke-ling serta belum berkembang-nya kesenian tari Keling di seluruh wilayah Ponorogo. Dengan be gitu diharapkan kes-enian tari Keling ini lebih dike-nal masyarakat luas. ***Ulfa Nadiya_Crew/23.14.141

“Makna dan pesan yang terkandung dari tari Keling ini adalah rasa

persatuan, gotong royong dan rasa saling toleransi

serta ciri khasnya yang terletak pada tarian dan kostum

yang dipakai.

Budaya

Page 35: Majalah Edisi Cerdas media 32

35Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Suara Mahasiswa

Nilai-nilai pendidikan dalammedia audio-visual televisi

oleh: Mujib/PAI

“Mbesok yen wes ono wong lumpuh ngubengi jagat, iku pertondo yen wes jaman akhir”, itulah adagium Jawa yang menggambarkan keampu-han televisi menghadirkan du-nia di depan mata kita. Cukup dengan duduk manis layaknya orang lumpuh ditemani secang-kir kopi, kita dapat melihat dan mendengar segala macam in-formasi, peristiwa, dan tempat-tempat di belahan dunia melalui kotak ajaib bernama televisi. Ya, sampai detik ini, televisi masih menjadi media audio-visual nomor wahid yang paling ban-yak diminati oleh mayoritas manusia di negeri ini. Tak ber-lebihan kiranya jika saya men-gatakan bahwa televisi merupa-kan produk teknologi informasi yang tidak hanya mampu men-embus dinding batas ruang dan waktu, tapi juga ras, etnis, status sosial, status pendidi-kan, dan usia. Televisi merupa-kan media yang sangat ampuh dalam membentuk pola pikir, sikap, perilaku, orientasi, dan gaya hidup masyarakat.

Saat ini, Televisi men-jadi konsumsi masyarakat seti-ap hari, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, sampai orang tua. Keanekaragaman tayangan yang disuguhkan me-mang mampu menarik perha-tian banyak orang. Sampai-sam-pai orang hafal di luar kepala jadwal tayangan setiap harinya. Biasanya, setiap taya ngan di-kategorikan berdasarkan target audiencenya, misalnya kategori anak, bimbingan orang tua, dan

dewasa. Namun yang menjadi pertanyaan, apa dan siapa yang membuat standar atas kategori tersebut? dan apakah setiap kategori itu sejalan dengan tar-get audien yang dikehendaki?

Perlu diketahui bahwa sebagaimana produk teknolo-gi lainnya, televisi ibarat pi-sau bermata dua. Di satu sisi memang memberikan manfaat, namun di sisi lain juga bersifat merusak. Bahkan boleh dika-takan, sisi destruktifnya lebih besar daripada sisi manfaatnya. Terbukti dengan semakin ban-yaknya tayangan-tayangan yang sama sekali tidak bermuatan edukatif. Bahkan kalau dikata-kan sebagai hiburan, cara-cara yang digunakan untuk meng-hiburpun telah keluar dari nilai-nilai moral bangsa dan agama. Seiring perkembangannya, hal-hal yang oleh masyarakat di-anggap tabu dan sakral, malah menjadi bahan empuk untuk dijadikan guyonan.

Tayangan televisi sangat berpengaruh bagi sikap dan per-ilaku anak-anak. Sifatnya yang audio-visual memudahkan anak untuk menyerap apa yang dilihat dan didengarnya. Ingat, anak adalah peniru yang ulung. Film atau sinetron yang tidak menampilkan adegan-adegan kurang baik seperti cara bicara dan kata-kata yang kurang baik, cara berpakaian yang serba ter-buka, sampai adegan-adegan yang berbau kekerasan dapat ditiru oleh anak dan dipraktek-kan dalam kehidupan sehari-hari. Parahnya lagi, tontonan-

tontonan yang tidak bernilai edukatif itu disetting agar dita-yangkan pada jam-jam di mana anak seharusnya belajar dan beribadah.

Bangsa kita terkenal seba-gai bangsa yang lebih menonjol dalam budaya pandang-dengar daripada baca-tulis. Masyarakat lebih memilih untuk menikmati informasi yang bersifat audio-visual melalui televisi diban-dingkan dengan membaca koran atau majalah. Hal ini dikarenakan informasi yang disajikan melalui audio-visual atau multimedia lebih menarik dan tidak membutuhkan kerja pikir yang terlalu berat dalam menangkap makna dari infor-masi yang disampaikan. Ber-beda dengan informasi yang disajikan melalui bahasa tulis, meskipun bahasa dan konsaka-ta yang digunakan lebih ringan dan merakyat, orang cenderung malas membacanya.

Melihat kenyataan di atas, lantas, masih adakah celah bagi televisi sebagai media edukatif bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja? Tentu saja ada. Tidak bijak jika kita memukul rata dengan berang-

Page 36: Majalah Edisi Cerdas media 32

36 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

gapan bahwa televisi sepe-nuhnya berdampak negatif dan sama sekali tidak mengan-dung nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Meskipun mungkin tidak secara eksplisit menyaji-kan liputan atau tayangan yang berhubungan langsung dengan pendidikan, namun kita dapat mencermati nilai-nilai pendidi-kan itu dalam setiap tayangan-nya, terutama yang menyang-kut pendidikan karakter bangsa dengan 18 nilai yang terkan-dung di dalamnya.

Masih ada beberapa pro-gram televisi yang bermanfaat dan memberikan nilai-nilai edukatif bagi masyarakat. Se-misal program-program yang menyajikan berbagai keunikan dan keindahan potensi alam di berbagai daerah di negeri ini, program acara berita, baik yang berkaitan dengan isu-isu nasional maupun internasion-al, ceramah keagamaan, serta liputan-liputan khusus men-genai kondisi pendidikan di berbagai daerah di pelosok nu-santara. Sebut saja misalnya TVRI yang merupakan saluran televisi publik milik pemerintah yang secara khusus memiliki orientasi dan tanggung jawab memberikan layanan informasi, edukasi, dan hiburan yang men-didik bagi masyarakat.

Namun kembali lagi, diperlukan peran aktif dari ber-bagai pihak baik masyarakat, lembaga pendidikan, orang tua, dan pemerintah dalam mengontrol, mengawasi, dan menyeleksi program-program yang ditayangkan agar nilai-nilai edukatif televisi benar-benar berkontribusi positif bagi generasi penerus bangsa.Dalam konteks pendidikan, ada be-ragam bentuk media pembela-

jaran. Televisi merupakan salah satu bentuk media pembelaja-ran berbasis multimedia karena menggunakan dua perantara secara bersamaan yang berupa suara (audio) dan gambar visu-al dalam menyampaikan pesan atau materi kepada audiensnya. Media visual diyakini dapat mempermudah dan memperce-pat pemahaman siswa terhadap pesan yang disajikan karena dilengkapi dengan warna-war-na sehingga lebih menarik per-hatian. Di samping itu, daya jangkau televisi yang mampus menembus ruang dan waktu, sangat efektif untuk menjang-kau sasaran yang luas.

Televisi dapat mengha-dirkan rekaman-rekaman ten-tang berbagai peristiwa masa lampau, melalui film­film do-kumenter seperti sejarah per-juangan bangsa dan perjuangan tokoh-tokohnya. Hal itu dapat merangsang tumbuhnya nilai-nilai nasionalisme dan sikap menghargai jasa-jasa para pahl-awan di kalangan masyarakat. Program-program televisi yang menyajikan eksplorasi tentang keindahan alam nusantara juga dapat menguatkan sikap masyarakat untuk menghargai, menjaga, dan mensyukuri ke-lestarian potensi sumber daya alam sebagai bentuk karunia Sang Pencipta. Ada pula pro-gram kreatif nan inspiratif sep-erti Kick Andy yang mengha-dirkan tokoh-tokoh yang mampu menginspirasi para generasi muda agar tergerak untuk berbuat sesuatu yang da-pat bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.

Para pelaku dan semua pihak yang terkait dengan peny-iaran televisi, sudah seharus-nya mempertimbangkan dan memandang penting nilai-nilai

edukatif dari setiap program yang ditayangkan. Bukan han-ya tunduk pada budaya kapita-lis yang hanya mengejar profit dan rating tanpa mempertim-bangkan sisi positif-negatif bagi masyarakat. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika yang berlandaskan pada filsafat Pancasila. Sungguh tidak pan-tas apabila sebagai bagian dari anak bangsa justru mengam-panyekan sesuatu yang sifatn-ya merusak moral bangsanya sendiri.

Dalam hal ini, pemerin-tah melalui lembaganya yang disebut KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) harus tegas dan konsisten dalam mengemban amanat sebagai pihak yang bertanggungjawab dalam men-gawasi siaran televisi di nu-santara. KPI harus konsisten dalam memikul tujuan yang diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2002 Pasal 3 yang berbunyi:”Penyiaran dis-elenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beri-man dan bertaqwa, mencer-daskan kehidupan bangsa, me-majukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.”

Namun tidak sepe-nuhnya tujuan tersebut dipi-kul oleh KPI. Seluruh elemen masyarakat, termasuk kita seba-gai mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of social control, juga harus cerdas dan aktif dalam berkontribusi demi mewujudkan tujaun penyiaran televisi sebagaimana disebut-kan dalam UU di atas.***

Suara Mahasiswa

Page 37: Majalah Edisi Cerdas media 32

37Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Ketika semua hal men-jadi ko moditas, ia tak lebih dari seonggok

benda atau barang dagangan. Seperti keotentik an informasi yang dimanipu lasi habis-habisan dan diracu ni ba nyak kepentin-gan bah kan tu juan-tujuan untuk menca ri keuntu ngan sepihak. Itu lah me dia massa kekinian, yang terdegradasi banyak ke-palsuan hingga membuat hal tidak penting menjadi penting, salah menjadi benar, tidak perlu menjadi perlu, buruk menjadi baik, bohong menjadi jujur, kekejaman menjadi keindahan, salah menjadi benar, bahkan media mampu menyulap berha-la menjadi tuhan.

Merindukan me d ia pro-publik. Dimana, se lalu memberi-kan ruang lebih pa da publik untuk menyata kan pendapat. Demi ter-cipta nya iklim media yang lebih ba ik dan meminimalisir media dari kepentingan-kepentingan yang tidak pro pada publik. Un-tuk mengembalikan esensi atau filosofi dasar dari fungsi me dia publik. Adalah langkah-lang kah penyadaran, bahwa media mas sa adalah ruang publik yang harus diperuntukan kepada publik. Bu-kan untuk mencari keuntungan, media pencitraan, atau senja ta untuk saling menjatuhkan lawan.

Banyak publik yang dike-

cewakan dengan tingkah laku media massa saat ini. Namun banyak pula publik yang tak sa-dar, kalau sedang dikecewakan. Seharusnya media massa lebih bisa mengetahui, apa yang sebe-narnya dibutuhkan oleh publik?, apa yang seharusnya penting un-tuk publik?, dan media massa harus lebih sadar kalau tujuan utamanya adalah untuk kebaikan bersama. Bukan malah berlom-ba-lomba mencari rating atau mendapatkan iklan sebanyak mungkin. Sehingga media massa saat ini lebih berorientasi pada tuntutan pasar dan bisnis. Lantas dimanakah ruang publiknya?

Bukanya media massa itu memakai frekuensi milik pub-lik. Bukankah sebuah ke wajiban jika seharusnya me dia massa mengedepankan a tau mendahulu-kan kepenting an pu blik. Bukan malah be ramai-ra mai memberi-takan hal-hal yang tidak penting atau tidak ada hubunganya den-gan publik, malah mendahulukan kepentingan pe miliknya dan me-dia itu sendiri.

Kombinasi gerakan struktural dan kultural adalah sebuah cara yang penting untuk menciptakan media propublik yang diinginkan. Di tengah banyaknya korporasi media, hingga terwujudnya “Uni-Media”. Sampai liberalisasi dan kapitalisasi media ya ng mem-

Media Propublik

Page 38: Majalah Edisi Cerdas media 32

38 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

buat publik men jadi bingung. Media-media ya ng harusnya ada di pihak dan melayani me-reka, ma lah ke nyataanya lebih ba n yak men dahulukan ke-penting an pemilik dan media -nya sen diri. Maka dari itu, masya rakat sebagai konsumen dan se luruh elemen ter masuk me dia itu sendiri seharus nya saling berkesinambungan da-lam melakukan perbaikan. Mak sudnya adalah, jika ingin terciptanya media propublik maka harus ada tindakan dan usaha untuk melakukan itu. Dengan kontrol dari masyara-kat sebagai konsumen tentang bagaimana le bih cer das dalam mengkonsumsi media dan ber-peran aktif untuk lebih peduli dengan regulasi permediaan. Ser ta sering manyampaikan kri tik beser ta mem berikan laporan-lapo ran me ngenai dugaan-dugaan pe langgaran yang terjadi ke pada pihak yang berwenang mengenai per- mediaan.

Dengan harapan agar permedi-aan menjadi lebih baik dan lebih pro kepada publik.

Sama halnya de ng an pe -merintah an dan me dia itu sen-diri. Peraturan dan pe ngawasan beserta sank si yang harus lebih diperke tat. De mi meminimali-sir hal-hal yang tidak diingin-kan. Saling mengawasi, ba ik pihak pemerintah atau ya ng berwenang dan me dia terse-but. Bagai mana pe ratu ran permediaan te tap dijalankan de ngan a dil. Walaupun ba-nyak me dia yang su dah pin-tar mengakali peraturan-pe-raturan permedia an dan te tap bisa melaku kan pelanggaran-pelanggaran de ngan dalih persaingan antar media yang sangat ketat. Bukan berarti se-makin bebasnya media melaku-kan kreasi dan pengemba ngan yang merugikan atau me- langgar

bahkan melewati batas-batas peratur an penyiaran. Dampak-nya ada lah dirugikanya publik dengan semakin banyak nya permasalahan yang terjadi. Wa-laupun banyak publik yang tak menyadari kalau me dia massa sering melaku kan pelanggaran dan sering merugikan mereka. Tanpa ada kesadaran bersama mengenai hal itu.

Pelaksanaan mewujud-kan media pro publik harus lah bersih dan tetap objek tif, wa lau sesungguhnya objek tif itu tidak ada, begitupula me dia itu sen-diri. Terutama harus indepen-den. Walaupun media tersebut swasta. Benar memang jika pemilik media tersebut dan investor media tersebut punya peran penting untuk media tersebut. Tetapi bukan berarti media terse but harus mengesa-mpikan peranya sebagai me-dia publik dan mendahulu-kan kepentingan pemilik nya.

Frekuensi itu terbatas. Jika jalur frekuensi publik hanya untuk menampilkan hal-hal ya ng benar-benar tidak pen-ting ba gi publik, ti-dak

kolom

Page 39: Majalah Edisi Cerdas media 32

39Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

mendidik. Namun cuma menghibur sa ja. Sirkus dan badut pun bisa menghibur.

Tingginya konsumsi me dia penyiaran atau tele-visi dibandingkan media on-line, cetak, radio. Membuat do minasi media penyiaran lebih besar. Maka sema-kin besar pula pengaruhnya terhadap publik. Pengaruh besarnya bisa positif, ne-gatif, konstruktif atau bah kan dekstruktif. Na-mun ke banyakan pengaruh-nya ada lah negatif. Negatif yang bagai mana?, kurang banyak apa, publik disuguhi dengan siaran-siaran yang ti-dak mendidik dan tidak pent-ing.

Kekerasan di um bar tapa sensor, baik ver bal mau pun non ver bal. Un sur-unsur por no gra fi se ma kin sulit di kontrol, hal-hal yang tidak pen ting untuk publik, malah ditayangkan, khusus-nya media penyiaran. Pub-lik dipaksa memikirkan apa yang seharusnya ti dak perlu ia pikirkan. Apa kah penting jika orang Papua melihat ke-macetan di Jakar ta?, sedang-kan daerah nya sen diri men-galami masa lah eksploi tasi sumber daya a lam yang tak ter kontrol. Apakah penting o rang Ma luku melihat blu-sukanya Jo kowi?, sedang-kan pem bagunan di Maluku belum maksimal. Haruskah orang Ende melihat banjir Ja-karta?, sedangkan daerahnya sendiri mengalami kekuran-gan air dan kekeringan. Be-lum lagi acara-acara gosip mengenai artis-artis ibukota yang ma kin lama memenuhi media-media penyiaran pub-

lik. dan berbagai fakta lain-ya bahwa media massa kita telah terkontaminasi oleh tuntutan pasar, kepentingan-kepentingan individu, dan lebih berorientasi pa da bis-nis, rating, ke untungan dan bersifat oportunis. Tanpa menyadari filosofi dasar me-dia massa dan benar-benar serius mem perhatikan pub-lik yang sekarang di anggap se perti boneka dan tak me-mikirkan “akan seperti apa publik kita ini?”.

Media pe nyiar an harus menjamin tercipta nya infor-masi yang adil, merata, dan seimbang demi tercipta nya keadilan. Meskipun sulit dan terkesan utopia. Na mun se-harusnya usaha- usaha un tuk mencapainya, mini mal harus dilakukan dengan serius dan konsisten. Pengawalan, pen-gawasan, dan so liditas dalam melaksanakan tujuan. Supaya mewujudkan media penyiaran yang sesuai dengan filosofi dasar penyiaran dan pera-turan-peraturan luh ur media penyiaran, mengenai keadilan bersiaran di era pasar bebas dan modernisasi zaman.

Apalagi banyak yang memandang media pe-nyiaran sekarang tak lebih dari bisnis semata. Adil, apanya yang harus diadil-kan?, media penyiarannya, mau diadilkan bagaimana?, bukannya se mua media pe-nyiaran su dah membela dan menegas kan bah wa me dia penyiaranya su dah sesuai de-ngan peratu ran yang ada?, Pem bela an apa lagi?, pem-bohong an seperti apa lagi?, penipu an yang bagaimana lagi?, akan diapakan lagi

Media pe nyiar an harus menjamin

tercipta nya informasi yang

adil, merata, dan seimbang demi

terciptanya keadilan. Meskipun sulit dan

terkesan utopia. Na­mun, seharusnya

usaha- usaha untuk mencapainya, mini­mal harus dilakukan

dengan serius dan konsisten.

Pengawalan, pengawasan, dan

so liditas dalam melaksanakan

tujuan. Supaya mewujudkan media

penyiaran yang sesuai dengan

filosofi dasar penyiaran dan

peraturan-peraturan luh ur media

penyiaran, mengenai keadilan bersiaran di era pasar bebas dan modernisasi zaman.

kolom

Page 40: Majalah Edisi Cerdas media 32

40 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

media penyiaran kita ini?. pa-dahal, slogan media penyiaran sudah membuat bulu-kudukku berdiri. Dari mulai; "Milik Kita Bersama" (tapi nyatanya, yang memiliki cuma pemilik medi-anya saja. Publik malah tidak seperti ikut memiliki.), "Makin Indonesia Makin Asyik Aja" (tapi tanyangan-tanyangan ke-Indonesianya malah kurang di ekspos dan malah hiburan-hibur an produk luar negeri yang dibudidayakan.), “Satu Untuk Semua" (bukanya hanya untuk yang punya uang saja, bukanya hanya un tuk kepent-ingan bisnis pe milik nya dan ko lega-koleganya.), “Saluran Informasi & Hiburan” (bukan-ya sekarang ini hanya hiburan saja yang mengantri di list me-dia penyiaran kita, malah fung-si da sar me dia penyiaran tidak dilaksana kan dengan utuh), “Sta si un tele vi si beri ta perta ma di In done sia” (tapi isi nya ma lah pen citraan pe milik me dianya sa ja sampai-sam pai se tiap jam isi nya kampa nye partai po litik semata.), "Me mang Be da" (be-da nya apa?, ma lah tidak le bih mem perbaiki kua litas me dia penyiaran nya. Na mun ma lah mem buat ba nyak ber kembang pelanggaran-pe langgaran me-dia penyiaran.), "Me mang Untuk Anda" (memang untuk pemiliknya dan untuk yang punya uang saja), dan banyak lainya. Namun apakah slogan ini menjadi relevan jika yang nampak dan ya ng nyata cukup kontradiktif. Baik fungsi, sum-bangsih, ke lakuanya berbeda de ngan apa yang dijanjikan. Itulah me dia penyiaran kita, jika di lihat dari motto, slogan, dan brandingnya.

Walaupun kuasa nya be -

gi tu besar pasti mem buat apa-pun yang dibawah nya men jadi tak ber daya. Mengiku ti saja, menjalankan perintah saja, nu-

rut dengan atas an, takut resiko walaupun ya ng dilakukan itu benar, ta kut dirugikan dengan banyak kom promi-kompromi. Atau yang lainnya. Jika su-dah ma suk dalam dunia kerja

dan sistem yang mengikat-nya, hingga mempunyai be-ban yang menuntutnya untuk bertanggung jawab atas hidup beserta tanggungannya. Akan membuat banyak hal menjadi tidak bisa bebas dalam ber-buat. Harus tetap taat jika ingin bertahan, atau dikeluar-kan dan tak mendapat apa yang dinginkan sampai dirugikan dan tak mendapat kesempatan yang menguntungkan baginya. Walaupun begitu seharusnya yang namanya kuasa tetap harus bisa berlaku adil, dimanapun. Terutama mengenai media pe-nyiaran kita ini.

Jika keadilan se lalu diiden-tikan de ngan ke tidak mungkinan. Begitu pula per masalahan di me-dia penyiaran kita. Yang selalu muncul dengan slogan-slo gan yang se olah-olah pro publik, namun u jung-ujung nya ma lah kita yang di akali dan diboho-ngi. Visi-misi nya sung guh ba-gus dan mulia na mun sam pai saat ini masyara kat malah dimanfaatkan dan dirugi kan dengan pem bohongan-pem-bohongan ya ng di lakukan me -dia-media pe nyiaran kita. Sama halnya peraturan-pe raturan mengenai me dia penyiaran yang tersusun baik, rapi, adil, dan dengan proses yang lama, tapi apa yang terjadi?. Peratu-ran-peraturan itu malah diakali tanpa ada pembuktian dan ke-inginan untuk menjalankan dengan serius hingga menaati semua peraturan mengenai media penyiaran yang telah dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) baik nasional atau regional. ***

Jika keadilan selalu diidentikan dengan ketidakmungkinan.

Begitupula permasalahan di

media penyiaran kita. Yang selalu muncul

dengan slogan-slogan yang seolah-olah

propublik, namun ujung-ujungnya malah kita yang diakali dan

dibohongi. Visi-misinya sungguh bagus dan

mulia namun sampai saat ini masyarakat

malah dimanfaatkan dan dirugikan dengan

pembohongan-pembohongan yang

dilakukan media-media penyiaran kita.

kolom

Page 41: Majalah Edisi Cerdas media 32

41Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Potret

Fotografer : M. RochimLokasi : Monumen Jend. Sudirman, Pacitan

Fotografer : Ulfi NeniLokasi : Ringroad, Madiun

Page 42: Majalah Edisi Cerdas media 32

42 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah42 Majalah Edisi 32 LPM aL-Millah

Potret

Fotografer : Ulfi NeniLokasi : Gunung Gamping, Sampung

Fotografer : Hamim Z.Lokasi : Tawangmangu

Page 43: Majalah Edisi Cerdas media 32

43Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah 43Majalah Edisi 32 LPM aL-Millah

Potret

Fotografer : Ulfi NeniLokasi : Hutan Mangruve, Trenggalek

Fotografer : Ulfi NeniLokasi : Taman Waduk Widas, Madiun

Page 44: Majalah Edisi Cerdas media 32

44 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Potret

Fotografer :Ulfi NeniLokasi : Waduk Widas, Madiun

Fotografer :Ulfi NeniLokasi : Kirab Budaya, Ponorogo

Page 45: Majalah Edisi Cerdas media 32

45Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Salah satu tuntu tan sosial dalam meng-gunakan me dia

adalah tang gung jawab peng-guna dan pe nikmat media atas berita, informasi, atau pesan yang dibuat melalui media. Rasa tanggung jawab ada-lah watak pribadi positif yang dibangun dalam ruang pendi-dikan, ke luarga maupun sosial yang sa ngat berpenga ruh da-lam perilaku berme dia. Selain itu undang-undang ITE juga merupakan usaha pembentu-kan pengguna media un tuk mempertanggungjawab kan se -tiap ‘karya’ medianya. Sa ngat jelas bisa dilihat dan dirasakan bagaimana dampak media ter-hadap masayarakat terutama anak-anak, baik media massa elektronik, cetak maupun me-dia sosial.

Trend media elektronik seperti televisi kini sudah mulai terkendali dibanding beberapa waktu yang lalu setelah kasus smack down, sinetron horor dan lain sebagainya. Meski pun juga masih banyak siaran-si-aran televisi yang perlu dikri-tisi akibat porsi siarannya yang masih menonjolkan hibur an ketimbang pendidikanya. Kini kehadiran media sosial yang menjadi trend dan bah kan menjadi bagian pro ses berke-hidupan masyarakat se bagai

makhluk sosial, kem bali men-jadi tantangan bersama dalam mengontrol penggunanya un-tuk lebih bijak dalam bermedia.

Beberapa waktu yang lalu publik sempat dihebohkan dengan surat edaran Kapolri tentang ujaran kebencian atau hate speech. Polri bekerjasama menkominfo sudah melacak 180 ribu akun media sosial yang terindikasi masuk kategori hate speech. 180 ribu akun media tersebut menggunakan status pemilik anonim alias nama akun palsu. Bahkan sebelum menanda tangani surat edaran tentang hate speech polri me-manggil tiga orang yang satu di antaranya memiliki lima belas akun palsu. Hal tersebut dilakukan untuk semacam uji coba efek sebelum SE tersebut betul-betul diimplementasi-kan dalam kebijakan perintah kapori. Meskipun sebenarnya terkait ujaran kebencian sudah tercantum dalam regulasi UU ITE.

Apa yang salah dengan media? Sebenarnya melihat fungsi utama media salah sa-tunya sebagai media in formasi tentu itu tidak ada masalah. Namun demikian ibarat pi-sau bermata dua, media bisa mem bawa dampak positif bi sa juga berdampak negatif bagi pengguna media. Disebut me-

Perkataan yang baik dan pemberi maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (QS.Al-Baqarah : 83)

MENJADIPENGGUNA MEDIA YANG SEHAT

Nama:Muchlis Daroini, M.Kom.I

Nama Pena:Sachree M. Daroini

Tempat/Tanggal Lahir:Madiun, 16 Juli 1980

Agama:Islam

Pendidikan Terakhir:S2. UIN Sunan Ampel Sura-

baya, Program Studi KPI

Alamat Sekarang:RT.03/RW.02 Mojorejo

Kebonsari Madiun.

No Telp/HP:08156805970 / 082139612050

Page 46: Majalah Edisi Cerdas media 32

46 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

dia karena sebagai sarana ko-munikasi dan salah satu tujuan mendasar dari tinda kan komu-nikasi adalah terjadi nya pe-rubahan perilaku pada mad’u baik secara inidividu maupun khalayak yang bersifat massa. Untuk menuju peruba han, ko-munikator mene bar pe san baik melalui simbol ka ta, gambar atau tindakan. Kom binasi lam-bang tersebut menghasilkan cerita, foto baik diam atau pun bergerak yaitu film (Dan Nim-mo, 2011).

Pesan komunikator da-lam proses komunikasi inilah yang memunculkan banyak efek ba gi komunikan (baca : khalayak). Proses penciptaan pesan da lam berkomunikasi oleh ko munikator atau pemilik akun media yang mengenda-likan proses pelemparan pesan kadang dilakukan tanpa sadar. Yaitu mencipta pesan tanpa disadari adanya efek pesan yang bersifat massa, maka ti-dak he ran kalau sering dite mui kasus perseteruan, kon-flik, saling lapor polisi karena pesan dari me-dia sosi al. Di antaranya akhir-akhir ini dil-aporkanya se orang OB (Office Boy) sebuah Bank di Ponorogo oleh seorang anggota ke-polisian akibat meme isengnya yang diup-load ke media sosial.

Menggunakan Media Se cara Bijak

Dilihat dari fungsin-ya, satu sisi media mas-sa terutama media sosial menghadirkan ruang baca yang sangat luas, se bagai jendela pengetahuan dan

informasi juga sara na komu-nikasi massa yang cepat. Na-mun sisi yang lain kalau yang didapat negatif maka akan mempu nyai dampak perubah-an pe rilaku negatif ka rena sifat efeknya yang behavioral. Lalu bagai mana seharusnya ber-komunikasi yang ba ik? Perta-ma; se ba g ai komunikator ya itu pe ngen dali proses ko munikasi diantara nya ada lah yang mem berikan pe san per tama baik ber upa gambar, tulisan, a tau video harus mempu nyai kesadaran efek pesan. Ten-tu pengguna media baik akan memberikan pesan yang baik agar pembaca atau penerima pesan yaitu komunikan juga merasakan kebaikan itu. Dis-inilah negara hadir dengan perangkat regulasinya beru-pa Undang-Undang ITE yang kemudian dipertegas dengan surat Edaran Kapolri tentang hate speech.

Sementara dalam eti ka islam untuk men jadi komu-nikator yang baik di jelaskan laa takul qobla ta fakkur atau

dalam tradi si mah fudzot lebih familier de ngan

redaksi fakkir qob-la anta’zima.

Yaitu men-ganalisa

dampak pesan sebelum mem-publikasikan pesan baik be rupa meme, simbol, photo, gambar, tulisan atau video. Da ri pros-es kesadaran analisa dampak inilah secara etika, komunika-tor akan membentuk diri untuk menjadi pengguna yang jujur, bertanggung jawab, mengh-indari perilaku yang me nyakiti orang lain baik se cara individu, kelompok atau pun massa se-cara umum.

Kedua ; sebagai ko-munikan yaitu sang peneri-ma pesan atau dalam pro ses komunikasi disebut seba gai recei ver se belum nya akan me-lakukan deco ding a tau me-netap kan makna a tas pe san. Pada pro ses ini lah sal ah pa ham bi sa saja muncul dalam proses ko munikasi. Karena ketika ses-eorang menerima pesan kemu-dian inderanya ter jadi stimuli baik mendengar, me lihat atau merasakan se sungguhnya mer-eka sedang melakukan decod-ing (Onong Uchjana Effendy, 2013). Tuhan menganugerah-kan akal pada diri manusia sebagai proses kognitif dalam men-decoding pesan. Orang bisa salah mengartikan, bisa salah memaknai atas informasi yang diterima, maka pengeta-hu an adalah pe rang kat filter da lam memproses pe san. Se-hingga se orang komunikan

ya itu o rang yang meneri ma pesan de ngan pengeta-huan ya ng matang akan cenderung mem bandingkan, tabayyun atau klarifikasi, serta ti-dak mudah mem-berikan kesim-pulan dari setiap

kolom

Page 47: Majalah Edisi Cerdas media 32

47Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

informasi yang diterima.Komunikan atau peng-

konsumsi media dengan pe-ngetahuan yang cukup terkait informasi yang diterima akan membandingkan dengan in -formasi yang sama serta me-lakukan klarifikasi lalu mem­berikan kesimpulan pada pesan tersebut apakah baik, buruk, bersifat hoax atau bohong, pro-vokatif dan lainnya. Pada akh-irnya seorang pe nerima pesan media dalam media sosial juga akan menjadi se orang komuni-kator, se hingga atas pesan ya ng diterima nya apa kah layak un tuk disebar kan la gi atau tidak. Ka lau disebarkan ba gai mana dampak

baik secara individu maupun massa. Dari pengetahuan dan kesadaran efek media inilah sebenarnya pengguna media so sial baik si penyebar pesan ataupun si penerima pesan akan cen derung bijak dalam menggunakan media sosial.

Keseimbangan Ilmu dan Akhlak

Dua idiom klasik dalam membentuk pribadi yang sem-purna ini sering menjadi dasar perilaku baik organisasi ker-ja maupun politik, lembaga pendidikan, proses mendidik orang tua kepada anak atau jamaah pengajian. Begitu juga dalam penggunaan media at-tawazun bainal ‘ilmi wal akhlaq yaitu keseimbangan ilmu dan akhlaq menjadi mutlak harus diimiliki bagi pengguna media jika secara umum mengharap-kan media sehat. Pengetahuan tentang proses, dampak, fung-si, serta tujuan media idealnya dikenalkan sejak dini dalam pendidikan. Seperti halnya pendidikan seks sejak dini, jika salah dalam proses pendidikan-nya maka bisa sangat fatal bagi anak dalam menjalani proses perkembangannya. Namun jika tidak dikenalkan baik keluarga atau lembaga pendidikan, di era keterbukaan dan arus infor-masi yang masih bebas saat ini anak akan mencari informasi dari media. Begitu juga media, kalau anak tidak dikenalkan se-jak dini anak akan melakukan pembelajaran sendiri surfing di warnet, smartphone, gadget dan lain sebagainya. Namun proses pengenalannyapun ti-dak boleh parsial hanya proses surfingnya saja misalnya, ti-dak diberi pengertian fungsi,

tujuan serta dampak media bahkan Undang-undang yang mengaturnya tentu ini juga akan berbahaya.

Selain ilmu atau penge-tahuan tentang media, pem-bentukan akhlak dalam diri pengguna media juga penting diberikan. Seberapa besar pen-garuh pendidi kan, lingkungan, sosial, bahkan agama dalam membentuk ka rakter kepri-badian pengguna media sangat berpengaruh seseorang dalam menggunakan media. Kalau pengguna me dia dibesarkan dan diben tuk dalam lingku-ngan agama ya ng mengajar-kan kebencian maka dia akan memposisi kan diri sebagai komunika tor dalam keben-cian. Pesan yang disampaikan selalu ke bencian, bahkan tidak ja rang meng gunakan berbagai cara yang tidak agamis dalam menebarkan kebencian be rupa menyebarkan berita ho ax atau bohong atau status anonymous untuk menghindari tanggung-jawab.

Atau jika ada seseorang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak mementingkan arti kejujuran dalam hidupnya, tentu akan senantiasa berlaku tidak jujur, memfitnah atau menggunakan akun palsu. Ten-tu hal itu jauh dari agama yang mengajarkan kullil haqqo wa-lau kana murron dimana aspek kejujuran, kebenaran dan tang-gungjawab sangat ditekankan dalam ajaran aga ma, yang ide-alnya menjadi standart akhlaq seorang muslim dalam meng-gunakan media. Wallahu a’lam bisshowab.***

Dilihat dari fungsinya, satu sisi media massa

terutama media sosial menghadirkan

ruang baca yang sangat luas, sebagai

jendela pengetahuan dan informasi juga sarana komunikasi massa yang cepat.

Namun, sisi yang lain kalau yang didapat negatif maka akan

mempunyai dampak perubahan perilaku

negatif karena sifat efeknya yang

behavioral.

kolom

Page 48: Majalah Edisi Cerdas media 32

48 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Sudah menjadi hal wajar ketika konsumen informasi berbeda persepsi terhadap satu obyek berita yang sama. ini karena media mempunyai cara untuk menggiring opini publik, yaitu dengan teknik framing.

lantas apa itu teknik framing? teknik framing adalah pembelokan fakta secara halus yang dilakukan oleh media dengan cara: penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi

atau gambar, dan meniadakan informasi yang seharusnya ada

IKLAN LAYANAN MAHASISWA INI DI PERSEMBAHKAN OLEH:Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) aL-Millah STAIN Ponorogo

Page 49: Majalah Edisi Cerdas media 32

49Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Beberapa tahun tera khir, keberadaan media sosial di inter-net semakin populer. Hal terse-but telah mempengaruhi dan merubah kehidupan masyarakat baik dari segi pola pikir, gaya hidup, termasuk pemilihan sum-ber informasi. Sebelum mema-suki era digital, sumber informa-si bagi masyarakat adalah koran, televisi, radio, majalah dan lain sebagainya. Setelah memasuki era digital, masyarakat semakin mudah mendapat sumber in-formasi karena keberadaan me-dia social yang memungkinkan orang memberikan informasi ke-pada public secara langsung.

Berbicara tentang media sosial, Facebook (FB) mempu-nyai tempat tersendiri di hati para pecinta sos- med.Masyarakat bisa berkirim pesan, posting, com-ment, up-date status, berdis-kusi dan men-gunggah in-formasi

dalam bentuk teks, gambar mau-pun video yang dikehendaki. Se-lain akun pribadi, FB menyedia-kan layanan Grub dan Fanspage bagi mereka yang ingin berko-munitas dan berbagi informasi.

Bagi pengguna medsos di Ponorogo, nama FansPage Se-mua Tentang Ponorogo dikenal sebagai salah satu komunitas yang cukup diperhitungkan. Di dirikan di desa Menang Kecama-tan Jambon Ponorogo 12 Desem-ber 2012, fanspage ini berkem-bang pesat hingga di awal tahun 2016 telah memiliki 70.000 fol-lower.Perkembangan fanspage ini tak lepas dari integritas yang dibangun dengan memberikan berita yang menurut masyarakat dapat dipercaya. Sisi unik yang lain, fanspage SETENPO dike-nal memiliki tim manajemen yang rapi dan kreatif. Banyak terobosan dilakukan Fanspage ini sehingga kegiatanya meluas dari sekedar media informasi berkembang ke sector lain seper-ti pengembangan wisata,budaya dan ekonomi lokal Ponorogo.

Tidak banyak yang mengetahui, bahwa sosok

yang berperan di balik layar SETENPO ada-lah sosok yang dekat dengan keluarga be-sar STAIN Ponorogo. Muhammad Arifin, alumni STAIN Po-norogo tahun 2008

ini berperan mengem-bangkan FP SETENPO dan memperkenalkan

konsep citizen journal-

ism kepada pengguna medsos di Ponorogo. Bagaimana per-jalanan dan prosesnya merintis Fanspage SETENPO akan kami tampilkan dalam rubrik sosok kali ini.

Dari Pers Mahasiswa Ke Cit­izen Journalism

Proses perjalanan Ari-fin mengembangkan SETENPO ternyata berawal dari keprihati-nanya terhadap fenomena “banjir informasi” di media sosial. Ban-yak informasi tidak bertanggung jawab berkembang menjadi isu yang meresahkan masyarakat. Sebagai alumni pers mahasiswa dirinya terpanggil untuk mem-berikan alternatif bagaimana masyarakat bisa memberikan informasi yang kredibel sekali-gus bagaimana cara mencerna informasi yang beredar di media sosial.

Miftakhul Janani selaku pendiri fanspage SETENPO menjelaskan bahwa di awal mer-intis SETENPO dia belum memi-liki basic atau skill menulis berita dan jurnalistik sehingga ketika ingin memberikan informasi di-rinya sebatas share/membagi-kan info dari media yang ada.Persoalan kemudian lahir di-mana terjadi banyak pro-kontra terhadap konten materi berita dari media yang di-share. Arifin yang saat itu hanya sebagai pem-baca biasa, tergerak memberikan pemahaman bagaimana mema-hami berita, proses cros-check informasi, hingga dasar dasar kode etik jurnalistik. Kesamaan

Di Balik Beranda SetenpoArifin, Optimalkan Fungsi Medsos Sebagai

Media Informasi

Page 50: Majalah Edisi Cerdas media 32

50 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

visi membuat tim SETENPO ber-temu dengan Arifin yang kemu-dian setuju bergabung sebagai pimred.

Sejak laki-laki berambut ikal itu bergabung di SETEN-POsedikit demi sedikit dikem-bangkan menjadi komunitas pemberitaan dengan konsep Citizen Journalism, di mana masyarakat berperan sebagai kontributor dalam penyampa-ian informasi. “Awalnya saya sampaikan,agar bisa berkem-bang sesuatu itu harus punya ciri khas, ciri khas yang mau dikembangkan di SETEN-PO apa….ya konsep citizen journalism,berita dari,oleh,dan untuk masyarakat. Intinya kami mengunggah informasi yang cepat, akurat langsung dari masyarakat yang sebel-umnya disesuaikan standar jur-nalistik,” terang laki-laki usia 36 itu.

Pada dasarnya penera-pan konsep Citizen Journalism tidaklah sulit dan rumit. Jika di media umum berita disusun oleh wartawan professional, dalam konsep citizen journalism masyarakat yang bukan warta-wan profesi bisa menyampaikan informasi yang diproses dulu un-tuk disesuaikan dengan kaidah standart jurnalistik.

Kemajuan teknologi ko-munikasi akan sangat berguna jika mampu dimanfaatkan den-gan baik untuk proses pengga-lian data. Bila kita perhatikan khususnya di wilayah Ponoro-go, belakangan ini—setidaknya hingga awal tahun 2016—ma-syarakat pengguna medsos san-gat intens menyampaikan infor-masi mengenai tindak kriminal dan kecelakaan lalu lintas di media sosial. Sebenarnya secara tidak langsung mereka telah me-

nerapkan konsep itu walaupun belum optimal.

“Misalnya, ada yang men-gunggah informasi penemuan mayat, orang yang memberikan info itu kami minta untuk stay di TKP lewat inbox, SMS atau tel-epon. Kami tanyai seputar iden-titas mayat itu, jenis kelamin-nya, umurnya, ciri-cirinya, kapan dan dimana ditemukan dan siapa yang menemukan. Itu biasa nya hanya butuh waktu sepuluh menit. Lalu kami edit, disesuaikan dengan standar ju-rnalistik ,setengah jam selesai, posting. Seperti itu contoh pen-erapan konsep Citizen Journal-ism,” papar alumni Ushuluddin STAIN Ponorogo itu.

Berangkat dari pengala-man di bidang jurnalistik saat berada di LPM aL Millah, Ari-fin menerapkan ilmu yang diperolehnya untuk SETENPO. Mantan PU aL-Millah itu juga menerapkan sistem manaje-rial seperti yang ia jalankan saat mengelola majalah kampus. Ari-fin menjelaskan, kepengurusan dibagi dalam dua tim. Tim lapis pertama merupakan pengurus utama sekaligus admin akun fanspage SETENPO, berjumlah tiga orang dengan tiga bidang.Bidang keuangan dipegang oleh Imam Bahroni, bidang sosial dan periklanan dihandel oleh Mifta-hul Janani. Ketiga adalah bidang keredaksian yang dipimpin oleh Muhammad Arifin.

Bidang keuangan me-miliki tugas untuk mengurus sirkulasi keuangan, dana yang masuk ataupun keluar. Bidang sosial dan periklanan memiliki fungsi layaknya humas. Bidang periklanan juga berkaitan erat dengan pendanaan. Selanjutnya, di keredaksian Arifin bertugas untuk bertanggungjawab atas se-

mua konten berita yang dipost-ing di fanspage SETENPO. Tim lapis kedua adalah para anggota yang oleh Arifin disebut crew.

Saya mempunyai crew sekitar 4 orang, khususnya untuk hunting berita dan foto. Bagian sosial dan periklanan mempu-nyai crew sekitar 4 orang, pem-bagian tugas mereka misalnya untuk survey saat baksos dan menyalurkan bantuan.

Menghidupi, Bukan Men­cari Penghidupan

Perbincangan Millah dengan Arifin memberi kami beberapa cara pandang baru. Menurut Arifin tujuan utama se-seorang “bergerak” tidak harus selalu demi mencari keuntungan finansial jangka pendek. Banyak orang yang meskipun pekerjaan mereka saat ini tidak menghasil-kan keuntungan finansial yang besar tetapi mereka tetap tekun di dalamnya karena merasa telah menemukan “rumah” di sana juga adanya proyeksi jangka panjang jauh ke depan

“Semua crew SETENPO tidak ada yang digaji secara tetap. Kalau ada yang ingin bergabung menjadi crew, kami beritahu sebelumnya bahwa SETENPO tidak bisa memberi timbal balik berupa finansial, yang kami berikan kesempa-tan mengembangkan potensi dan jaringan. Mungkin lebih tepatnya SETENPO itu komu-nitas orang-orang yang ingin menyalurkan passion-nya,” tu-tur laki-laki jangkung itu.

Layaknya sepeda motor, untuk bisa berjalan pasti mem-butuhkan bahan bakar. Begitu-pun SETENPO, setidaknya untuk biaya wira-wiri liputan —hunt-ing— data tentu membutuhkan biaya.Arifin dan kawan­kawan

Page 51: Majalah Edisi Cerdas media 32

51Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

memiliki beberapa alternatif un-tuk pendanaan sekunder, selain dari kantong crew SETENPO.

“Sampai saat ini 75 % bi-aya operasional SETENPO itu dari admin sendiri.Bagaimana kami bisa terus berjalan tak lain karena semua admin memiliki usaha/bisnis sendiri. Saya pu-nya usaha buka depot bakso di utara terminal Seloaji itu, mas Roni punya usaha reload,mas takul juga sudah punya usaha sendiri. Pemasukan kita yang 25 %, dari menjual merchan-dise kaos SETENPO, ada juga dari donatur, iklan.Ada pengec-ualian, jika yang diiklankan itu terkait budaya, kami tidak me-mungut biaya karena kami juga punya visi untuk mengembang-kan budaya Ponorogo,”tambah Arifin.

Laki-laki yang dulu sem-pat menjalankan usaha lembaga simpan pinjam bagi petani ini memiliki prinsip jika definisi keuntungan sebenarnya relatif. Rejeki tidak hanya berbentuk uang, justru yang dirasakan lebih bermanfaat adalah semakin ber-tambahnya teman, meluasnya relasi. Hal-hal seperti itu meru-pakan rejeki dalam format atau bentuk yang lain yang tidak bisa dikalkulasi dengan angka pun uang.“Kita percaya, orang itu kalau banyak relasi, rejekinya terbuka.Contohnya, setelah membaca liputan kita sering ada permintaan pengiriman merchandise khas Ponorogo, ada juga yang minta di antar ke berbagai objek wisata baru di Ponorogo, jadi guide alias pemandu wisata dadakan lah “ sambungnya.

Arifin dan Jurnalistik, Nik­mati Prosesnya

Jika biasanya kecintaan se-

seorang terhadap sebuah peker-jaan atau profesi didasari oleh bakat atau hobi sejak kecil, hal ini berbeda dengan Arifin. Alih­alih suka dengan hal-hal berbau jurnalistik, bahkan sampai Se-kolah Menengah bisa dikatakan kalau dia tidak paham dengan dunia tulis menulis dan jurnal-istik.Justru hobinya dulu ada-lah bela diri hingga membawa sosoknya begitu lekat dengan image keras. “Saya dulu tidak punya hobi nulis, malah hobi saya bela diri, alasanya seder-hana saja, saya sering di bully saat kecilmakamenginjak rema-ja saya putuskan belajar beladi-ri apa saja,dari pencak silat,tae kwon do hingga karate do.Sejak SD sampai STM pun saya sama sekali tidak bisa menulis di bi-dang jurnalistik,” kata arifin sambil tertawa.

Awal mula perkenalan Arifin dengan dunia jurnalistik adalah ketika menjadi maha-siswa STAIN Ponorogo. Mahfud, sosok teman sekaligus orang yang membawanya ke dunia pers mahasiswa. Dialah yang menga-jak Arifin untuk ikut diklat jur-nalistik. Meskipun awalnya sama sekali tidak tertarik, akhirnya dia ikut. Awalnya berniat untuk me-nambah soft skill tetapi dalam perjalanannya dia intens, bah-kan terpilih menjadi Pemimpin Umum LPM.

Laki-laki yang aktif di bi-dang karate ini juga menjelas-kan, selama menikmati proses semuanya dijalankan dengan

enjoy. Ada banyak hal positif yang ia dapati, sehingga merasa nyaman berkecimpung di du-nia jurnalistik. Contoh kecil, saat jenjang mahasiswa bertemu den-gan ketua STAIN atau kajur un-tuk sekedar berdiskusi akan sulit bagi mahasiswa pada umumnya, akan tetapi karena berlatar bela-kang pers mahasiswa, maka akan mendapatkan kemudahan akses yang belum tentu dimiliki orang lain. Di sisi lain, keberadaannya di dunia pers mahasiswa yang saat itu dalam keadaan kem-bang kempis memaksanya untuk mempelajari segala bidang yang ada. Tak punya banyak pilihan karena jumlah anggota pers ma-hasiswa saat itu bisa dihitung dengan jari maka Arifin belajar berbagai hal seperti menulis, me-layout hingga manajemen organisasi “Bisa dibilang semua karena terpaksa oleh keadaan karena kondisi saat itu dimana yang ikut pers kampus sedikit sekali, juga sarana yang belum sebaik sekarang. Alhamdulillah endingnya bagus, positif bagi saya pribadi,” ungkapnya penuh semangat.

Arifin mengaku memiliki ketertarikan pada jenis tulisan artikel dan features. Baginya menulis artikel dan features terutama budaya memberinya kesempatan bertemu dengan banyak orang yang memberinya berbagai perspektif baru. Salah satu features yang di tulis Arifin sempat menjadi trending topic nasional dan diliput media na-sional (MNC Media) yaitu kisah warga ponorogo yang berprofesi menjadi penjual cilok namun mampu menguliahkan istrinya hingga lulus S2.

Media Sekarang, Apa Ka­bar?

Page 52: Majalah Edisi Cerdas media 32

52 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Media massa layaknya se-buah senjata, pedang bermata dua. Di satu sisi mempunyai po-tensi untuk mencerdaskan tetapi di sisi lain juga bisa membo-dohkan. Tergantung bagaimana konsumen menerima dan me-manfaatkannya.Bila sebuah me-dia menyampaikan berita yang di dalamnya terdapat informasi yang tidak benar dan konsumen tidak tahu, maka secara tidak langsung hal itu adalah sebuah pembohongan publik.

Pria yang saat ini masih aktif mengisi acara seminar atau pelatihan-pelatihan jurnalistik di SMA dan perguruan tinggi di Ponorogo ini menjelaskan, yang terjadi sekarang adalah bahwa tidak sedikit berita yang disebar-kan lewat media massa/sosial, terutama media online,alih-alih mencerdaskan masyarakat den-gan berusaha menyampaikan informasi yang benar dengan data-data yang valid dan faktu-al, media justru—seakanmereka lebih mengutamakan pertim-bangan rating dan profit. Yang-menjadi orientasi banyak media on-line saat ini bukanlah mema-hamkan pembaca agar mengerti realita sesungguhnya, tetapi sek-edar mengemas berita dengan bumbu berlebihan agar di klik dan mendatangkan uang, meski konten beritanya ternyata tidak seheboh judul yang dicantum-

kan.“Saya rasa persaingan

yang kian ketat lah yang mem-buat banyak media yang se-belumnya di kenal memegang prinsip sekarang ikut ikutan memposting berita yang dalam bahasa orang sekarang dis-ebut lebay. Saya akan berikan contoh,terjadi peristiwa banjir di sebuah wilayah yang meru-pakan perbatasan 2 kecamatan, ketinggian air di jalan kurang lebih 30 CM. di media online lalu ada berita banjir rendam 2 kecamatan di Ponorogo. Hal inilah yang kemudian memanc-ing keresahan di medsos karena banyak warga Ponorogo di luar negeri yang kemudian merasa khawatir nasib keluarganya,” tutur Arifin.

Lebih jauh lagi, menu-rut Arifin terdapat perbedaan yang cukup mendasar antara masyarakat jaman dulu dan sekarang yang berkaitan dengan media informasi.Sebelum media sosial populer, masyarakat lebih cenderung bersifat pasif, artinya mereka hanya menjadi kon-sumen informasi. Namun saat ini, masyarakat lebih aktif, bukan hanya mengkonsumsi tetapi juga ikut andil dalam membuat dan menyebarkan informasi apapun. Permasalahannya adalah tidak semua orang memiliki pengeta-huan dan skill untuk membuat

berita yang sesuai dengan kaidah-kai-dah jurnalistik serta bertanggungjawab. Ditambah lagi se-bagian masyarakat saat ini lebih me-nyukai berita-berita sensasional dari-pada infomasi yang faktual. “ T u -gas insan persma

sekarang itu mengedukasi masyarakat tentang infor-masi yang sehat, problemnya masyarakat dulu itu kekuran-gan informasi, sekarang ke-banyakan informasi dan yang dibutuhkan adalah bagaimana menyaring informasi,” tuturn-ya.

Di era banjir informasi seperti saat ini SETENPO memi-liki visi untuk memberikan infor-masi faktual sekaligus mengem-bangkan potensi budaya, wisata dan produk lokal Ponorogo agar lebih dikenal masyarakat luar. Sejatinya selain kesenian reyog, Ponorogo menyimpan beragam potensi kesenian dan produk lo-cal yang belum ter-ekspose. “Kita punya proyeksi jangka panjang, ingin membuat pemberdayaan, mengembangkan wisata dan produk local Ponorogo. Selama ini kita sering meliput dan me-metakan potensi-potensi dae-rah, “ jelasnya. Ia juga menje-laskan jika Ponorogo memiliki produk yang banyak, akan tetapi masih minim dalam hal pengelo-laan.

Di samping itu, salah satu tujuan SETENPO baginya bukan hanya menyampaikan berita tetapi juga memberikan analisa atas isu-isu yang mere-sahkan masyarakat, sekaligus untuk edukasi. Menurut Ari-fin masih banyak yang belum memahami betul fungsi pers yang sesungguhnya. Dalam di-rinya ada banyak harapan agar masyarakat lebih cerdas dan teliti dalam menerima informasi den-gan demikian masyarakat tidak akan mudah terprovokasi .“Saya harap masyarakat semakin cer-das dan teliti menanggapi ber-ita, termasuk dalam memahami peran pers,”pungkasnya.***Zainal Abidin_Crew/23.14.136

Page 53: Majalah Edisi Cerdas media 32

53Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Kini, perkembangan te-knologi berjalan dengan cepat. Penyebaran informasi juga se-makin cepat dengan adanya media, baik media elektronik, cetak, maupun media online. Berbicara tentang media, kam-pus hijau—STAIN Ponorogo memiliki beberapa media. Di antaranya LPM aL-Millah, Ra-dio Rasul fm, LP2SO KAWAH, dan beberapa buletin yang dib-uat oleh UKM serta jurnal kam-pus.

Keberadaan media-me-dia tersebut berfungsi untuk menyampaikan informasi serta menambah pengetahuan se-kaligus sebagai penyambung lidah antara mahasiswa dan birokrat kampus. Media di kampus STAIN –yang disebut sebagai kampus humanis– ini memiliki dinamika dari tahun ke tahun. Dalam tulisan ini, pe-nulis akan membahas perwaja-

han dari LPM aL-Millah, Radio Rasul fm dan LP2SO KAWAH.

AL­Millah dalam Catatan Pena

“Para utusan adalah mereka yang menyampaikan berita. Para utusan adalah mereka yang tak menyembu-nyikan kabar. Para utusan adalah mereka yang terpilih untuk menyelamatkan.” Jargon tersebut men-egaskan sebagai sa-tu-satunya lembaga pers yang berada di kampus, aL-Millah memiliki tanggung-jawab untuk meny-ampaikan informasi. Tentunya informasi yang disampaikan merupakan informasi yang benar dan sesuai dengan kode etik jur-nalistik.

Dari sisi historis, aL-Mil-lah memiliki rentetan sejarah yang cukup panjang. Merujuk pada majalah aL-Millah edisi 16 tahun 2006 tercatat ‘13 ta-hun aL-Millah hadir menebar gagasan atau dengan kata lain sudah 23 tahun aL-Millah berdiri, yakni sekitar tahun

1993.’ Selama k u r u n

waktu

“MEMBACA” PERAN DAN EKSISTENSI MEDIA KAMPUS”

Kampusiana

Page 54: Majalah Edisi Cerdas media 32

54 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

tersebut, terjadi dinamika dalam kelembagaan aL-Millah termasuk menglami kevaku-man. “Al-Millah sempat va-kum selama 2 kepengurusan dan sepi produk,” ujar Muham-mad Arifin, PU LPM aL­Millah tahun 2006.

Sebagaimana organisasi mahasiswa lainnya, LPM aL-Millah bernaung dalam KBM (keluarga Besar Mahasiswa) STAIN Ponorogo. Struktur ke-organisasian dan pendanaan masih mendapat campur tan-gan dari akademik dan KBM. Akan tetapi dalam kinerja–khususnya pemberitaan– ber-sifat independen sekaligus menjalankan prinsip non profit oriented.

Untuk meningkatkan wawasan tentang jurnalis-tik, aL-Millah meningkatan produktivitas SDM dengan melaksanakan kegiatan jurnal-istik. Sebagai media alternatif aL-Millah bergerak dengan menulis, fotografi, dan bidang garapan jurnalistik lainnya. Produk yang dihasilkan sejauh ini berupa media cetak dan on-line. Akan tetapi media cetak jauh lebih dominan. Beberapa media yang diterbitkan aL-Millah, adalah majalah, koran dinding (kording), bulletin, maupun warta tempel (wartel).

Berbicara tentang aL-Millah, Saifullah selaku WAKA III turut berbicara. “Al-Millah sudah bagus dari aspek pelati-han jurnalistik bagi maha-siswa, cuma begitu jarangnya majalah al-Millah terbit, han-ya satu tahun sekali memang menjadi tidak efektif karena artikel yang diulas kadang sudah usang karena terbit se-tahun kemudian,” terangnya. Akan tetapi, beliau menambah-kan, untuk menerbitkan ma-jalah lebih dari satu kali, pen-danaan kita masih terbatas.

RASUL FM, Media dan Su­ara

“107. 7 radio suara rasul fm, education, dakwah dan en-tertainment” itulah jargon yang diusung oleh Radio RASUL FM. Rasul fm merupakan radio kemunitas kampus, akan tetapi tidak menjadi bagian dari KBM. Sebagai media komunitas kam-pus, rasul fm tidak hanya dipe-runtukkan bagi mahasiswa dan civitas akademika, melainkan masyarakat umum juga.

Setiap tahunnya, Rasul FM mengadakan penerimaan penyiar baru beserta pelati-han broadcast. Di samping itu juga diadakan study banding ke studio radio lain, seperti Hard Rock FM (Bali), Pram-

bors FM (Jakarta), dll. Sejauh ini kegiatan tersebut terseleng-gara dengan—dana mandiri— iuran penyiar dan kas anggota. Meskipun begitu Rasul FM tetap mendapat bantuan dari kampus berupa modal, trans-port dan fasilitas penyiaran. Sebagai radio yang berada di bawah naungan kampus, segala program siar Rasul FM diper-tanggungjawabkan penuh ke-pada pihak kampus. Selain itu, kampus juga mengawasi dan mengontrol program siar radio.

Menyoal independensi media, Athok Fuadi menu-turkan bahwa Rasul FM ada-lah media siar kampus, segala pelaksaan kegiatan dan lingkup siarnya pun mengikuti kebi-jakan kampus. Jika terdapat penyelewengan dan ketidak-sesuaian program siar maupun kegiatan, maka pihak kampus berwenang untuk menegur maupun menghapus program tersebut. “Karena kita (Rasul FM.red) di bawah naungan STAIN, ya kita ngikut aturan-nya STAIN. Ini media kampus, penanggungjawab pelaksan-anya saja diambil langsung dari pegawai kampus, jadi se-muanya harus ngikut aturan kampus, bila dari pihak pimpi-nan ada yang tidak sesuai, kita langsung ditegur, ya langsung kita rubah, jadi begitu,” ucap beliau saat ditemui di studio.

Sebagai radio kampus, rasul fm berperan mempub-likasikan informasi tentang kampus. Mengenai aspek efek-tifitas rasul fm sebagai alat publikasi informasi tentang kampus, Saifullah menyatakan perlu adanya penelitian men-genai hal tersebut. “Eksisnya kita akui ada, namun kita be-

Page 55: Majalah Edisi Cerdas media 32

55Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

lum mempercayakan publika-si kita kepada rasul fm secara tunggal, namun kita juga ser-ing menggunakan radio itu dalam hal yang kaitannya dengan publikasi tentang pelaksanaan wisuda dan PMB (Penerimaan Ma-hasiswa Baru.red),” tam-bahnya.

L2SO KAWAH, Sebuah Terobosan Baru

Nama LP2SO Kawah mungkin masih asing di telin-ga mahasiswa kampus hijau. LP2SO Kawah digagas oleh awak prodi Komunikasi Peny-iaran Islam (KPI) pada tahun 2013. Akan tetapi dalam seja-rahnya LP2SO Kawah dicetus-kan pada 1 April 2014. Kawah adalah Lembaga Pers Prodi Semi Otonom (LP2SO) yang bernaung di dalam HMPS KPI. Semi Otonom yang dimaksud adalah proses produksi pers Kawah dijalankan tanpa cam-pur tangan dari pihak lain, dan terkait anggaran, Kawah beker-jasama dengan HMPS KPI.

“Perlu digaris bawahi bahwa berdirinya kawah atas dasar keinginan murni dari mahasiswa KPI. Namun dalam proses terbentuknya kawah, kita mengalami kega-lauan menyangkut Kawah ini akan menjadi komunitas atau organisasi apa. Akhirnya kita rumuskan kawah jadi or-ganisasi semi otonom, yang di maksud otonom yaitu oto-nom terhadap organisasi dan produksi sedangkan masalah anggaran kita kerja sama dengan HMPS KPI,” ujar Ren-di Mahendra, PU Kawah tahun 2015.

Terkait pendanaan,

Kawah masih berada di bawah HMPS KPI. “Kawah itu lembaga semi oto-nomnya HMPS yakni sebagai lembaga pers. Kan, kawah masih include di hmps, jadi dananya dari hmps, tapi tidak menutup kemungkinan kalau dananya tidak berasal dari hmps saja, tetapi bisa dana kolektif dari teman teman kawah,” tutur Mega selaku ket-ua HMPS KPI.

Di sisi lain, Saiful-lah mengaku tidak tahu terkait lembaga Kawah, bahkan be-liau malah menanyakan hal itu pada crew aL-Millah. “Soal kawah saya tidak tahu sama sekali, padahal untuk penerbi-tan mereka juga butuh dana. Mereka tidak pernah menyo-dorkan proposal untuk meng-hidupkan itu (penerbitan me-dia misalnya bulletin dsb), hal itu jadi tanda tanya, mereka dapat dari mana dana untuk itu,” terangnya.

Beliau juga menambah-kan, jika tidak tahu dan tidak ada anggota HMPS KPI yang menginformasikan. Meskipun demikian, sejauh ini Kawah masih bisa menjalankan pro-

gramnya dan menerbitkan beberapa produk, baik media cetak maupun online, antara lain: bulletin, blog dan kording

‘Kopi.’

Media dan Eksistensin­ya

Tidak bisa dipungkiri media memiliki peran dan eksistensi yang melekat di

dalamnya. Begitu juga halnya dengan media kampus. Akan

tetapi, selain melihat peran dan eksistensi sebuah media seharusnya juga memperhati-kan kriteria media yang ideal. Lantas, bagaimanakah kriteria

media kampus yang ideal?Membincang kriteria

media kampus yang ideal, pa-kar jurnalistik dari Universitas Stanford, William L. Rivers, mengemukakan hal. Kriteria tersebut, antara lain: mengiku-ti pendekatan jurnalistik yang benar; berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupan-nya; menjadi wadah bagi pen-yaluran ekspresi mahasiswa; mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya; tidak boleh men-jadi alat atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus; dan dapat memenuhi fungsinya sebagai media ko-munikasi.

Beberapa poin di atas memang disebut-sebut se-bagai kriteria media kampus yang ideal. Akan tetapi, seba-gaimana pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak. Kehidupan organisasi perme-diaan di kampus humanis ini pun memiliki potret buram sepanjang perjalanannya. Ek-sistensinya mengalami pasang

Page 56: Majalah Edisi Cerdas media 32

56 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

No Pertanyaan Jawaban

Menurut anda sudah maksimalkah peran dan kinerja AL Millah sebagai: (1-7) Sudah Belom Abstain

1 Pengontrol kebijakan kampus? 90 (26, 24%) 241(70, 26%) 12 (3, 50%)

2 Wadah aspirasi mahasiswa? 90 (26, 24%) 197 (57, 43%) 11(3, 21%)

3Wahana alternatif dalam mengolah kekritisan mahasiswa secara terarah, yakni melalui tulisan (media)?

189 (55, 10%) 140 (40, 82%) 14 (4, 08%)

4 Lembaga informasi tentang kampus? 230 (67, 06%) 99 (28, 86%) 14 (4, 08%)5 Media penjaring pikiran kreatif konstruktif? 127 (37, 03%) 200 (58, 31%) 16 (4, 66%)6 Media yang idealis dan independent? 112 (32, 65%) 214 (62, 39%) 17 (4, 96%)

7 Media yang memancing loyalitas dan kepekaan mahasiswa terhadap kampusnya? 109 (31, 78%) 218 (63, 56%) 16 (4, 66%)

8 Apakah anda tahu tentang LPM Al Millah? 250 (72, 89%) 79 (23, 03%) 14 (4, 08%)

9 Apakah anda pernah membaca produk atau media LPM Al Millah? 250 (72, 89%) 79 (23, 03%) 14 (4, 08%)

10 Apakah anda pernah membaca majalah LPM Al Millah? 266 (77, 55%) 63 (18, 37%) 14 (4, 08%)

11 Apakah anda pernah membaca bulletin LPM Al Millah? 238 (69, 39%) 91 (26, 53%) 14 (4, 08%)

12 Apakah anda pernah membaca kording STAIN WEEKLY NEWS LPM Al Millah? 46 (13, 41%) 281 (81, 92%) 16 (4, 67%)

13 Apakah anda pernah membaca kording STAIN BREAKING NEWS LPM Al Millah? 87 (25, 36%) 240 (69, 97%) 16 (4, 67%)

14 Apakah anda pernah membaca media online LPM Al Millah? 37 (10, 79%) 291 (84, 84%) 15 (4, 37%)

LPM aL­Millah

surut dengan beragam prob-lematika baik internal maupun eksternal.

Untuk mengetahui peran serta eksistensi media kam-pus, aL-Millah melakukan studi lapangan dengan menye-bar angket. Angket diberikan kepada mahasiswa semester 4 dan 6, dengan rasionalisasi mahasiswa semester 4 dan 6 memiliki intensitas datang ke kampus lebih tinggi diband-ingkan semester lain. Di sisi lain semester 2 merupakan mahasiswa baru dengan inten-

sitas ke kampus lebih rendah dan belum mengenal sepak terjang permediaan di kam-pus hijau. Dalam pedoman penyelenggaraan pendidikan STAIN Ponorogo tahun aka-demik 2015/2016 tercatat ma-hasiswa semester 4—angkatan 2013—terdapat 1180 maha-siswa dan semester 6 maha-siswa angkatan 2014 sebanyak 1209. Sampel yang diambil dari penelitian ini sebesar 343 ma-hasiswa dari populasi jumlah total mahasiswa angkatan 2013 dan 2014—2389 maha siswa.

Berdasarkan hasil ang-ket yang telah diberikan ke-pada mahasiswa semsester 4 dan 6, secara umum 68,51% mahasiswa mengetahui me-dia di kampus, 23,62% tidak mengetahui dan 7,87% abstain. Lebih spesifik lagi, diketahui bahwa 72, 89% mahasiswa telah mengetahui LPM aL Mil-lah, 83, 38% mengetahui Radio Rasul Fm dan 16, 62% meng-etahui LP2SO Kawah. Terkait detail hasil data yang diper-oleh, dapat dilihat pada tabel berikut.***Widya Anisa_Crew/22.13.130

Page 57: Majalah Edisi Cerdas media 32

57Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

No Menurut anda sudah maksimalkah peran dan kinerja Rasul fm sebagai: (1-3) Sudah Belum Abstain

1 Media edukasi, dakwah dan hiburan? 194(56, 56%) 135 (39, 36%) 14 (4, 08%)

2 Media publikasi kegiatan kampus dan mahasiswa? 198 (57, 73%) 127 (37, 03%) 18 (5, 25%)

3 Wahana penyalur minat bakat mahasiswa di bidang broadcast? 182 (53, 06%) 145 (42, 27%) 16 (4, 67%)

4 Apakah anda tahu tentang RASUL FM? 286 (83, 38%) 43 (12, 54%) 14 (4, 08%)

5 Apakah anda pernah mengikuti siaran Rasul FM? 141 (41, 11%) 188 (54, 81%) 14 (4, 08%)

6 Apakah anda mendapat isu- isu tentang kampus setiap hari? 74 (21, 57%) 256 (74, 64%) 13 (3, 79%)

7 Apakah anda mendapat informasi tentang kampus setiap hari? 73 (21, 28%) 258 (75, 22%) 12 (3, 50%)

RASUL FM

LP2SO KAWAH

No Menurut anda sudah maksimalkah peran dan kinerja Kawah sebagai: (1-9) Sudah Belum Abstain

1 Corong informasi kampus dan mahasiwa? 87 (25, 36%) 230 (67, 06%) 26 (7, 58%)

2 Media penyambung silaturrahmi mahasiswa? 104 (30, 32%) 213 (62, 10%) 26 (7, 58%)

3Media pembelajaran dan pembaharuan informasi yang intelektual dan islami?

129 (37, 61%) 186 (54, 23%) 28 (8, 16%)

4 Ladang edukasi dan dakwah? 137 (39, 94%) 177 (51, 60%) 29 (8, 46%)

5Media dengan jurnalistik yang idealis dan seimbang?

90 (26, 24%) 223 (65, 01%) 30 (8, 75%)

6Media yang menciptakan iklim intelektual kampus yang dinamis?

75 (21, 87%) 234 (68, 22%) 34 (9, 91%)

7Media yang membentuk mahasiswa yang religius dan berwawasan luas?

95 (27, 69%) 217 (63, 27%)31(9, 04%)

8Media terdepan dalam hal komunikasi, edukasi, dan dakwah?

112 (32, 65%) 201(58, 60%)30 (8, 75%)

9Media yang dapat menampung aspirasi dan kontribusi mahasiswa?

123 (35, 86%) 186 (54, 23%)34 (9, 91%)

10 Apakah anda tahu tentang Kawah? 57 (16, 62%) 268 (78, 13%) 18 (5, 25%)

11Apakah anda pernah membaca produk atau media Kawah?

38 (11, 08%) 286 (83, 38%) 19 (5, 54%)

12Apakah anda pernah membaca bulletin Kawah?

36 (10, 50%) 286 (83, 38%) 21 (6, 12%)

13Apakah anda pernah membaca kording KOPI Kawah?

34 (9, 91%) 289 (84, 26%) 20 (5, 83%)

Page 58: Majalah Edisi Cerdas media 32

58 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Alamku

Trend travel ing di antara a nak mu da ya ng me ngemu ka di tahun-tahun belakang an ini memunculkan nama Gu nung Bedes di antara destin asi trave-ling di Kabupaten Po norogo. Keindahan pe mandangan dari puncak Gu nung Bedes yang terletak di Du kuh Buyut Desa Ngadirojo Kec. Sooko ini men-jadi terkenal karena banyak menjadi sampul berbagai akun dan di share di media sosial.

Sisi lain dari trend “tra-veling” yang mengemuka saat ini adalah tertinggalnya ber-bagai aspek di luar ke indahan panorama alam. Pa ra traveler seakan ter libat adu sprint un-

tuk mencari tempat yang baru dan tidak sempat mengeksplo-rasi aspek lain seperti aspek sejarah dan kearifan lokal ya ng tersimpan dalam berbagai leg-enda mereka. Ya, aspek mis teri, legenda, serta percikan sejarah inilah yang akan kami ungkap dalam perjalanan ke Gunung Bedes.

Menyadari akan me-lakukan liputan depth news (berita mendalam) dan tak ha nya sekedar me motret pa-norama, tim aL-Millah me-nyiapkan tim selama 2 minggu dan mencari berbagai informa-si seputar legenda seperti mitos yang ada di Gunung Bedes yang

beredar di antara masyarakat. Setelah 2 minggu melakukan persiapan, 5 orang crew aL-Millah akhirnya berangkat ke “Gunung Legenda” Gunung Be-des

Insiden Rantai MotorDari pusat Kota Ponoro-

go, tim aL-Millah menyusuri jalan melewati kawasan Pulung dan Sooko. Perjalanan melewa-ti hutan kayu putih dan hutan jati cukup lancar meski jalan naik turun. Perjalanan men-emui “sambutan” tantangan alam setelah melewati Dusun Guntur dan memasuki per-batasan Dukuh Buyut.

Antara Pesona, Sejarah Dan Misteri Gunung Bedes Ngadirojo Ponorogo.

Alamku

Page 59: Majalah Edisi Cerdas media 32

59Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Tanjakan ekstrim dan tikungan tajam dengan kon-disi jalan yang sebagian ma-sih berupa makadam kasar dengan batu besar di sana sini membuat tim aL-Millah harus beberapa kali berhenti untuk mendinginkan mesin motor. Sebuah insiden terjadi saat rantai motor salah satu crew mendadak terlepas sa at be-rada di tanjakan. Sigap den-gan keadaan, crew la in segera meloncat mena han mo tor yang terus mundur ke arah jurang di tepi jalan. In siden ini membuat kami harus beri-stirahat untuk memperbaiki rantai motor.

Jalan mulai a gak ber -sahabat saat kami ti ba di ka-wasan pemukim an war ga di Dukuh Buyut. Se sampai nya mendekati tem pat wisata, sesekali kami bertanya ke warga sekitar un tuk memas-tikan keberadaan Gunung Be-des.

Hingga akhirnya ka mi menemukan baliho di ping gir jalan yang bertulis kan “Sela-mat Datang di Wisa ta Gunung Bedes”, yang ternyata itu ada-lah pintu ma suk menuju pun-cak Gunung Bedes. Kamipun bernafas lega dan beristirahat sejenak untuk memulihkan energi si sa menempuh per-jalanan panjang. Kami beri-stirahat di rumah Supriono, sa lah satu warga sekaligus ke-tua kelompok tani Desa Sriti kecamatan Sawoo yang ru-mahnya berseberangan ja lan dengan lokasi Gunung Bedes yang sudah masuk di Desa Ngadirijo Kecamatan Sooko. Pemuda yang akrab dipanggil Supri itu menge tahui sedikit banyak ten tang keadaan Gu-

nung Bedes. Un tuk itu kami mempunyai ke sempatan ber-tanya-tanya se putar keadaan Gunung Bedes sebelum kami mendaki.

Gagal Berkemah Tak ingin membuang waktu, setelah sejenak ber-istirahat dan kami rasa en-ergi sudah terkumpul, kami langsung memutuskan untuk naik. Sesampainya di salah satu bukit di Gunung Bedes kami tercengang oleh pe-mandangan alam yang sangat memukau. Udara sejuk dan angin yang cukup kencang seolah menjadi pelengkap pesona Gunung Bedes. Ham-paran luas nan indah dataran wilayah Pono rogopun ter-pampang jelas dari puncak bukit.

Lelah dan dahaga kami terbayar sudah oleh pan-orama di atas bukit Ba tu Colotan. Kamipun tak mau me lewatkan kesempatan un-tuk mengabadikan surganya P onorogo yang begitu mem-pesona itu. Namun, kami harus tetap berhati-hati saat me ngambil gambar ataupun saat berpose. Pasalnya, lem-bah-lembah yang curam dan bebatuan yang licin sewak-tu-waktu bisa mencelakakan kami bila kami ceroboh.

Rencana awal, tim al-Millah akan mendirikan ten-da di kawasan puncak sekali-gus ingin melihat panorama Po norogo saat malam hari. Hal ini nampaknya harus kami urungkan karena faktor alam. Hembusan angin yang semakin kencang membuat keamanan tenda menjadi riskan sehingga setelah ber-

Menurut cerita, nama Gunung Bedes ini terkait legenda Hanoman raja kera yang bepindah dari Gunung Bayang Kaki lalu bertapa di puncak Gunung Bedes. Yang namanya raja pasti memiliki rakyat, rakyatnya adalah kera-kera itu sendiri. Dari kera-kera yang banyak berkeliaran itu, lahirlah nama gunung yaitu “Gunung Bedes” yang artinya (kera). Di puncak gunung ini ada sebuah batu bernama “Watu Kursi”, menurut cerita tempat itu digunakan Hanoman untuk bertahta serta melihat pemandangan

Alamku

Page 60: Majalah Edisi Cerdas media 32

60 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Alamku

musyawarah kami memutus-kan untuk turun.

Akhirnya kami me-mutuskan untuk turun dan ber malam di rumah Supri se-kitar pukul 18.00. Di sana kami dipertemukan dengan Mbah Parmin, salah seorang sesepuh dari lingkungan Jati, Dukuh Buyut, Desa Ngadirojo, Keca-matan Sooko yang me miliki pengetahuan lebih ba nyak ten-tang Gunung Bedes.

Legenda Sang Raja KeraTernyata, selain ke-

indahan yang disuguhkan dari atas puncaknya, Gunung Be-des ini mempunyai sesuatu yang unik berupa legenda. Tertarik dengan legenda yang belum terdengar oleh banyak orang, crew aL-Millah men-coba menggalinya lebih dalam dengan mewawancarai Mbah Parmin. Mbah Parmin memu-lai ceritanya dengan berucap. “Kalian adalah orang pertama di antara pengunjung yang bertanya soal cerita legenda Gunung Bedes. Apa yang saya sampaikan ini bukan suatu sejarah tertulis tetapi semata

cerita turun temurun dari le-luhur”.

Menurut cerita, nama Gunung Bedes ini terkait leg-enda Hanoman Raja Kera yang bepindah dari Gunung Bayang Kaki lalu bertapa di puncak Gunung Bedes. Yang naman-ya raja pasti memiliki rakyat, rakyatnya adalah kera-kera itu sendiri. Dari kera-kera yang banyak berkeliaran itu, lahirlah nama gunung yaitu “Gunung Bedes” yang artinya (kera). Di puncak gunung ini ada sebuah batu bernama “Watu Kursi”, menurut cerita tempat itu di-gunakan Hanoman untuk ber-tahta serta melihat pemandan-gan.

Di dekat puncak gunung ada gua (ceruk) yang dinamai “Guo Dowo” di mana kita bisa berteduh saat hujan tiba. Da-hulu, menurut cerita disitu ada tempat membuat pusaka. Di dalamnya ada sendang yang di-beri nama sendang Hanoman. Saat-saat tertentu banyak orang datang ke Sendang un-tuk mengambil airnya, mung-kin terkait dengan kepercayaan mereka seperti untuk awet

muda dan sebagainya.“Di puncak gunung setiap

batu besar juga punya cerita. Selain itu juga ada Watu Jago, diberi nama seperti itu karena zaman dahulu orang sering mendengar ayam berkokok dari batu tersebut, lalu ada lagi Watu Bangkong karena mirip katak”, ungkap Mbah Parmin dengan gamblang.

Filosofi Hanoman Dalam kesederhaanya,

Mbah Parmin ternyata mampu memberikan wawasan bahwa tokoh Hanoman dalam cerita legenda Gunung Bedes ada-lah sebuah gambaran filosofis, sedangkan kebenaran sejarah terpulang dalam kepercayaan masing-masing orang.

Beliau menutur kan m ak na kearifan orang Ja wa ya ng ter gambar da lam so-sok Ha noman. “Dalam to-koh pewayangan Hano man meskipun berwujud kera te-tapi, dia adalah resi (pan dita) yang hidup dengan jalan lu-rus untuk mencari ketentra-man. Orang harus belajar, jangan menilai sesuatu semata

Denah ini terletak di parkiran Gunung

Bedes Ngadirojo Ponorogo

Page 61: Majalah Edisi Cerdas media 32

61Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

dari bentuk luar saja karena sosok Hanoman yang berwu-jud kera saja memiliki tingka-tan batin yang tinggi karena tindak tanduknya yang baik”, ucap beliau.

Di singgung menge nai hal-hal mistis yang ka dang diceritakan terjadi di Gu nung Bedes, Mbah Parmin mem-benarkan bahwa ada be berapa kejadian aneh yang terjadi.

Mbah Parmin berkisah jika dahulunya ada cerita bah-wa orang dari luar kota men-embak kera di Gunung Bedes, alhasil orangnya bingung dan tidak tahu arah sama sekali. Di samping itu, orang tersebut seperti merasa ditemui sosok manusia berpakaian hitam yang menyatakan bila orang tersebut tidak berhenti mel-akukan penembakan terhadap kera maka ia akan dimintai ganti dengan nyawanya.

“Sebenarnya kalau ada sesuatu kurang baik terjadi,-itu ulah manusianya sendiri”,

komen tarnya.Menghindari hal-hal

yang tidak diinginkan sebenar-nya cukup sederhana. “Faha-mi filosofi Hanoman dalam pe wayangan, Hanoman itu sosok yang menyukai kebai-kan, ketentraman namun juga tegas dalam bertindak” Jika misalnya ada pengunjung yang berbuat iseng maka bila tert-impa sesuatu hal yang buruk itu sudah menjadi ganjarannya sendiri. Karena segala sesuatu di muka bumi ini akan terus berlaku hukum sebab-akibat.

Saksi Sejarah KelamSelain cerita legenda, Gu-

nung Bedes juga menyimpan penggalan kisah pahit dalam perjalanan bangsa ini. “Saat ini zaman bisa dibilang sudah aman tenteram. Dulu di seki-tar Gunung Bedes berkeliar-an perampok yang tak segan me rampas dan melukai. Saat saya kecil, seluruh hasil panen bapak saya diambil dan dija-

rah perampok. Saat itu yang terpikir, yang penting nyawa se lamat”, kisahnya.

Dengan tersamar beliau juga menceritakan kisah yang terjadi seputar kejadian konflik antara berbagai ideologi yang pernah terjadi, seperti peris-tiwa sekitar tahun 1948 dan tahun 1965. Di kaki gunung ini ada rombongan kyai yang dikejar musuh, setelah zaman berganti kami tahu itu ternyata Kyai Gontor.

Watu Pandengan (batu untuk mengamati) adalah sak si kelam lain saat terjadi peristi-wa pasca pemberontak an PKI tahun 1965. Seperti umum-nya warga di Jawa, be liau eng-gan menyebut secara lang sung peristiwa ter sebut dan hanya memberi kiasan “zaman ma-nusia memburu dan menge-jar manusia yang lain”. Watu Pandengan digunakan sebagai tempat persembunyian orang -orang yang menjadi buron masyarakat. Di watu Panden-gan terdapat ceruk dimana orang orang pelaku kejahatan membawa hasil curian dan rampokannya.

Akhirnya, Menggapai Pun­cak

Sekitar pukul 23.00 Mbah Parminpun menutup perbin-cangannya dan ber pamitan pu-lang. Kami me mutuskan untuk segera tidur, karena keesokan harinya kami harus kembali memuncak untuk memastikan keberadaan tempat-tempat yang menjadi sejarah di Gu-nung Bedes. Pukul 04.00 tepat kami ter bangun oleh deringan alarm HP salah satu dari kami yang sengaja diatur sebelunya. Kamipun segera berkemas dan

Batu Colotan saat terlihat dari puncak Gunung Bedes Ngadirojo Ponorogo

Alamku

Page 62: Majalah Edisi Cerdas media 32

62 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

bertandang kembali ke puncak Gunung Bedes. Sesampainya di atas Bukit Colotan kami beristirahat sejenak sembari menikmati pemandangan da-taran Kota Ponorogo di ma lam hari yang hanya berupa ribuan lampu.

Namun sayang, kala itu cuaca tidak begitu men dukung. gelapnya langit ka rena mend-ung dan kabut membuat kami tak sadar bah wa sesungguhnya waktu sudah menunjukkan pagi hari. Tak lama kemudian hu-janpun meng guyur, dan kami-pun berlari an men cari tempat berteduh. Un tung saja di seki-tar lokasi disediakan gubuk-gubuk kecil, sehingga bisa kami tempati untuk berlindung dari guyuran hujan. Sekitar pukul 06.00 hujan mulai reda, dan kami mulai melanjutkan kem-bali perjalanan kami untuk men cari satu-persatu tempat se jarah yang dimaksud Mbah Parmin semalam.

Dari sekian banyak tempat bersejarah yang ka mi sam bangi di Gu nung Be des, Watu Kursi adalah medan ter-berat yang harus kami takluk-kan. Pasalnya kami harus ber-tentangan dengan kecuraman lembah sekitar 100 meter da ri permukaan laut. Namun, Sen-dang Hanoman dan Gua Dowo menjadi perjalanan yang pal-ing menguras tenaga diband-ing lokasi-lokasi yang lainnya. Kami harus kembali me nuruni gunung yang ter jal untuk men-emukan lokasi nya. Dengan pa-tokan ma taha ri, kami memas-tikan bahwa lokasinya tersebut berada per sis di sebelah barat gunung. Air dari Sendang Ha-noman dipercaya oleh warga sekitar sebagai obat dari segala

ma cam penyakit. Namun, kami tidak berkesempatan untuk mengambilnya, pasalnya kami tidak menyediakan wadah apa-pun kala itu.

Di sana kami hanya duduk-duduk sambil menik-mati hijaunya pepohonan di sekitar kaki Gunung Bedes. Setelah cukup lama kami beri-stirahat, akhirnya kami me-mutuskan untuk kembali ke rumah Supri. Namun perjalan kami untuk menuju lokasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kami harus kembali

berjuang melewati Bukit Watu Loncatan untuk sampai ke tempat tujuan. Sesampainya di Bukit Watu Loncatan kami mendapati beberapa pengun-jung yang sudah ramai dengan segala aktifitasnya. Beberapa diantara mereka berhasil kami wawancarai. Dari hasil wawan-cara kami tentang tujuan mereka berkunjung ke Gunung Bedes, tak lain adalah hanya sekedar refresing atau berlibur.

Sangat disayangkan me-mang bila tujuan mereka ke Gunung Bedes hanya seke dar berlibur untuk menikmati pe-mandangan alam. Padahal di-balik semua itu wisata Gu nung Bedes menyimpan sejarah me-narik yang perlu diketahui oleh generasi penerus.

Gigih Menolak InvestorDi antara hal lain yang

ternyata sangat menarik ada lah kegigih an war ga untuk “me-nolak” inves tor. Hal ini bukan ka re na wa rga aler gi dengan orang luar atau kemajuan na-mun le bih pa da per timbang -an jang ka pan jang. “Ba nyak o rang orang dari lu ar yang menawarkan jasa untuk me-ngembangkan gunung be des ini, rata-rata investor dari kota besar. Kami menyata kan sampai saat ini akan te tap ber-juang mengembangkan ob jek wisata secara mandiri ka rena jika ada investor besar kami yakin secara ekonomi pemas-ukan yang ada akan tersedot keluar dan masyarakat lokal hanya akan jadi penonton’”, cap Mas Supri, tokoh pemuda setempat yang ternyata alumni STAIN Ponorogo.***Nurul Khusna_Crew/23.14.138Vivi Kusuma_Crew/22.13.126

“Dalam tokoh pewayangan Hanoman

meskipun berwujud kera, tetapi dia

adalah resi (pandita) yang hidup

dengan jalan lurus untuk mencari

ketentraman. Orang harus belajar, jangan

menilai sesuatu semata dari bentuk

luar saja karena sosok Hanoman yang berwujud

kera saja memiliki tingkatan batin yang tinggi karena tindak-

tanduknya yang baik”, ucap beliau.

Page 63: Majalah Edisi Cerdas media 32

63Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Musim gugur itu istimewa. Karena dic-iptakan Tuhan dengan dua rasa di dalamnya. Romantis dan hampa. Romantis sejatinya milik musim semi. Dan hampa, mutlak milik musim dingin. Tapi dalam musim gugur, dua rasa itu membaur menjadi satu. Dalam rengkuhan yang sama.

Hanya orang-orang yang berperasaan kuat yang mampu mengetahui sejauh mana roman-tisme itu bertahan. Dan sedalam apa kehampaan itu menghantui. Yang mereka tahu hanyalah, musim gugur itu menyimpan segudang misteri disetiap senjanya. Seperti senja kali ini.

---Ia tampak begitu kelabu. Tanpa rona mer-

ah yang biasanya muncul. Hembusan angin ter-asa ganjil, meniupkan kelopak-kelopak mungil sakura dan menghembuskannya ke tanah den-gan tanpa perasaan. Pohon-pohonnya bergerak anggun dan seirama. Menimbulkan sebuah har-monisasi alam yang lembut dan menenangkan.

Matanya menatap lurus kedepan. Tanpa

tahu kapan tatapannya berakhir. Ia diam. Tak terpejam. Tapi kosong dan terlihat hampa. Ga-dis itu aku.

Ia memang aku yang sedang patah hati. Seperti burung yang kehilangan sebelah sayap-nya. Ia adalah aku yang sedang diam dalam ke-hampaan. Berusaha bernapas dalam ruang ham-pa udara yang menyesakkan.

Dua tahun yang lalu. Aku memperkenal-kan diri sebagai orang yang peragu. Yang selalu memiliki dua jalan yang berbeda dalam hidupn-ya. Yang terjebak di antara batas hitam dan pu-tih yang tak nyata. Tapi beberapa saat kemudian aku memperkenalkan diri sebagai seorang yang penuh keyakinan.Ia, Kazuma, adalah sosok la-ki-laki yang kusebut sebagai “masa kini”-ku.

Tapi, Kazuma meninggalkanku dan tak berniat untuk kembali. Ia pergi. Benar-benar pergi. Meninggalkan aku sendiri, kembali bera-da dalam keterpurukan yang menjemukan.

Aku kembali menjadi peragu. Yang hanya bisa diam dan berpikir. Jalan mana yang akan

MUSIM KELABUFiksi

Oleh: Nining

Page 64: Majalah Edisi Cerdas media 32

64 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Fiksimembawa kebaikan. Kazuma pergi, dan aku kembali jatuh kedalam jurang yang sama se perti dua tahun yang lalu. Jurang ketidakpastian. Keledai tidak akan jatuh dalam sebuah jurang untuk yang kedua kalinya, kan? Tapi aku, ya. Aku kembali jatuh kedalam lubang yang sama, dengan kedalaman, bahkan dengan pola dan alasan yang sama.

Aku kembali merasa kehilangan, setelah beberapa waktu merasa jatuh cinta. Aku kemba-li merasakan sebuah kehampaan musim gugur. Hanya berselang tiga musim setelah aku mera-sakan romantisme itu. Tanpa cahaya, cinta, tawa, bahkan senyumpun tak tercipta. Yang ada hanyalah kesesakkan, kehampaan, dan kesedi-han.

Aku tak yakin masih memiliki perasaan setelah sekian lama terjebak dalam ketidakpas-tian yang membuat segalanya mati rasa. Bahkan seluruh panca indraku. Aku sudah tidak dapat membedakan yang mana rasa sakit, yang mana bahagia. Bahkan aku sudah tidak mampu mem-bedakan antara jatuh cinta dan patah hati.

Mataku masih tak beranjak. Masih terus menatap kosong kedepan. Tanpa jelas kemana arah pandangku. Mungkin kearah masa laluku, si pemilik hati, atau mungkin kepada Kazuma. Mungkin aku hanya menatap lurus kedepan. Seakan ingin membelah rumah-rumah dan ge-dung apartemen di depan pandanganku. Kemu-dian membiarkan tatapanku berakhir dengan sendirinya.

Kakiku semakin mati rasa. Tak mampu bergerak. Bahkan sekedar membenahi posisi dudukku. Entah memang aku tak berniat untuk beranjak atau aku memang sudah tak sanggup untuk beranjak. Pasrah saja aku membatu di tengah taman kota yang kerontang oleh jingga nan kelabu.

“Hari sudah gelap, sebaiknya kau pulang,” bariton yang lembut menyapa.

Aku hanya menoleh sebentar, kemudian kembali menatap lurus-lurus ke depan. Membe-lah rumah-rumah dan gedung apartemen yang menghalangi tatapanku. Seorang laki-laki, tak jauh berbeda dengan Kazuma. Hanya saja ia tampak lebih lembut. Tanpa gurat-gurat ketega-san yang dimiliki Kazuma.

Kazuma. Mengapa aku masih memikirkan nya lagi?

Bukankah aku sudah kehilangannya? Bukankah ia sudah dimiliki oleh orang lain, atau mungkin oleh tanah? Aku sudah tidak pantas memikirkan laki-laki sepertinya lagi. Dan seharusnya hatiku sudah mati rasa.

Tes. Tes. Tes.Lagi. Aku harus menangis. Tanpa pernah

ada alasan yang jelas, kecuali Kazuma. Aku me-rindukannya. Meski hanya 3 musim aku bersa-manya, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk mengukir sebuah kenangan.

“Jangan menangis. Aku memang tidak mengerti apa alasanmu menangis. Tapi aku tak pernah bisa melihat seorang gadis menangis. Kumohon!” ia berkata lagi.

Aku terdiam. Masih menangis namun tan-pa isakan. Ia laki-laki baik, aku meyakininya. Tapi aku tak mau jatuh cinta lagi.

“Aku Tetsuya,” katanya. Tangannya ter-ulur cukup lama sebelum kemudian aku balik menjabat tangannya.

“Asuka,”Hanya itu yang aku ucapkan. Tidak lebih

satu hurufpun. Ia mengangguk kemudian duduk disebelahku tanpa mengucapkan apapun.

Rasanya nyaman. Tapi sekali lagi. Aku hanyalah seorang

peragu yang terjebak dalam dua sisi kehidupan yang berbeda. Aku terjebak didalam sebuah dunia.Yang terletak diantara hitam dan putih.

Abu-abu. Daerah itu bernama abu-abu. Tanpa ada keterangan terang dan gelap. Hanya samar-samar tampak lembut, tapi di dalamnya begitu tajam, dan menyakitkan.

Dialah sang abu-abu. Yang menyimpan se-kian banyak misteri tak terpecahkan. Juga mis-teri tentang senja yang kelabu.

Huh, mungkin senja kelabu itu bukan mis-teri. Karena hanya aku yang merasa demikian. Mungkin hanya aku yang tidak dapat melihat bias-bias kemerahan milik sang senja. Karena mata hatiku telah tertutup kabut tebal yang me-ragukan.

Seandainya saja takdir itu sebuah per-mainan labirin, aku yakin aku masih bisa mena-klukkannya. Membawa kembali Kazuma ke dalam kehidupanku. Dan menguncinya pada sebuah ruang tak berpenghuni di hatiku.

Seandainya takdir itu sebuah kastil. Meski jalan-jalan yang meghubungkannya terlalu ru-

Page 65: Majalah Edisi Cerdas media 32

65Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Fiksimit, aku yakin aku bisa melewatinya dengan baik. Kemudian membawa Kazuma kembali dalam pelukanku. Tapi aku bukan Tuhan yang menggenggam takdir.

Musim gugur. Satu musim dengan sejuta kenangan. Menyimpan kenangan saat aku ber-sama Kazuma.

Aku jatuh, dan terpuruk. Rasanya sangat sakit, dan aku ingin membaginya. Tapi aku takut segalanya akan menjadi seperti yang lalu. Cin-taku hanya akan terhenti di musim yang sama tahun depan.

---“Kau harus pulang. Ini sudah malam.”

Kata yang sama, tertuju padaku entah untuk ke-berapa kali.

Ia begitu perhatian. Tapi hatiku masih rapuh untuk jatuh cinta. Aku mungkin masih ingin melangkah sendiri. Berjuang untuk ke-luar dari zona abu-abu ini. Lalu bangkit dengan kedua kakiku sendiri. Because autumn still for love, and for lost.

Ya. Karena musim gugur masih dimiliki dua rasa yang berbeda. Aku tak ingin jatuh cinta. Aku masih belum bisa merelakan apa yang seha-rusnya tidak aku miliki. Dan karenanya aku tak ingin mengenal musim gugur lagi. Tidak, sebe-lum aku bisa mengerti mengapa harus ada kata kehilangan.

Lelaki yang ada disampingku ini tidak be-ranjak dari duduknya. Ia hanya diam. Seolah diam adalah cara terbaik untuk mengungkap se-gala macam kata. Karena tidak semua kata bisa mewakili hati dan mampu mendefinisikan rasa. Aku menyadari itu.

Tapi apa laki-laki ini tidak merasa bosan?“Tetsuya, apa kau tidak merasa bosan se-

tiap hari menemaniku disini?” aku memberan-ikan diri bertanya. Setiap senja mulai menam-pakkan diri, bersamaan itu pula Tetsuya datang menemaniku di sini. Tidak berbicara apa-apa, hanya menyuruhku untuk pulang saat gelap mu-lai mengaburkan pandangan, selalu seperti itu.

Tapi dia tidak segera menjawab perta-nyaan yang aku lontarkan. Ia malah terus me-mandangku.

“Kau tahu? Itu pertanyaan pertama, bu-kan, tapi kata pertama selama aku menemanimu disini. Aku kira kau sudah mulai gila karena ter-lalu lama melamun di sini, jadi aku tidak berni-

at membuka pembicaraan.” Senyum mengiringi bibir yang terus mencerocos itu, “Dan ya, aku sama sekali tidak merasa bosan. Pokoknya sela-ma kau tidak bosan disini, aku pun begitu.”

“Kenapa?” tanyaku heran.“Aku menunggu sampai kau cerita sendiri

kenapa kau sering melamun. Semua masalah itu ada solusinya, Tuhan tidak akan memberi masa-lah pada seseorang jika dia tidak bisa menyele-saikannya. Hidup itu terkadang memang aneh. Selalu memiliki misteri yang tidak pernah kita ketahui awal dan akhirnya. Tuhan selalu me-nyiapkan berbagai cara dan kejutan yang terka-dang tidak bisa dieja oleh nalar manusia. Seperti halnya masalah yang membuatmu termenung setiap hari disini”.

“Kau bisa berkata seperti itu. Karena kau tidak pernah kan merasakan kehilangan? Aku merasakannya!”

“Kalau kau tidak tahu sebaiknya kau ber-tanya. Tidak hanya menarik kesimpulan sendi-ri. Apalagi kita baru kenal, ‘kan?” ujarnya masih dengan ketenangannya. “Aku juga pernah merasakan kehilangan. Gadis yang aku cintai mati di depan mataku sendiri. Dia tenggelam di pantai saat kami berlibur bersama. Apakah kau pikir aku tidak ingin menolongnya? Aku sangat ingin menolongnya, tapi tak bisa. Aku tidak bisa berenang. Dan akhirnya, dia-”

Tetsuya tercekat sesaat, lalu kembali me-ngulas senyum getir tipis.

“Dia tenggelam.” Lelaki itu diam beberapa saat sebelum kembali berkisah, “waktu itu aku merasa sangat bodoh. Kenapa aku tidak mence-burkan diri saja menolongnya? Kenapa aku tidak berteriak meminta tolong? Aku hanya diam, ka-get atas apa yang terjadi padanya”.

Dia menceritakan kisah itu sembari

tersenyum. Dia masih bisa tersenyum? Kalau aku menjadi laki-laki ini, aku lebih baik bunuh diri.

“Kau masih menyesal sampai sekarang?” tanyaku.Laki-laki ini memang mengagumkan.

“Masih. Tapi buat apa terus terpuruk? Itu memang sudah jalannya. Sudah ditakdirkan. Su-dah digariskan”.

Apakah aku bisa berpikir sepertinya? Melupakan pahitnya rasa kehilangan?

“Jadi kau tetap tidak mau bercerita pada-

Page 66: Majalah Edisi Cerdas media 32

66 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Fiksiku?” tanyanya membuyarkan lamunanku.

“Aku dikhianati seseorang. Aku mencin-tainya. Mimpi masa depanku bersamanya. Tapi dia pergi meninggalkanku”.

“Masalah kita hampir sama. Intinya ten-tang cinta. Cinta memang ajaib, membuat ba-nyak perubahan dalam diri manusia. Membuat dendam jadi damai, membuat duka jadi suka, atau sebaliknya membuat kasih jadi benci dan sayang jadi dendam. Mungkin cinta adalah sa-tu-satunya hal yang paling rumit di dunia ini. Diciptakan untuk kebahagiaan, tapi terkadang menjadi sumber penderitaan. Tapi bukan ber-arti kau menyalahkan cinta itu sendiri. Karena Tuhan yang menciptakan rasa itu pada diri ma-nusia.”

“Apa kau seorang psikolog cinta?” tanyaku heran. Ucapannya seperti sihir, membuatku be-rangsur-angsur melupakan masalahku sejenak.

Dia tertawa keras. Sampai ia harus mem-bungkukkan badannya dan memegang perutnya untuk meredakan tawanya. Memangnya yang kukatakan lucu?

“Pengalaman yang membuatku bisa ber-kata seperti itu. Sekarang, apa kau merasa sa-ngat membenci hidup?”

“Aku tidak membenci hidup. Aku mem-benci laki-laki yang telah menorehkan luka ini. Aku benar-benar membencinya!”.Ucapku penuh emosi.

“Cinta yang indah berakhir bahagia. Tapi cinta yang sengsara berakhir benci. Benci ada-lah bayangan dari cinta. Seperti sebuah cermin, keduanya sama tapi berbeda. Cinta dan benci adalah hal yang selalu ada dalam diri manusia. Cinta dan benci seperti kutub utara dan kutub selatan. Seperti sungai dan gurun. Keduanya adalah dua rasa yang berbeda dalam situasi dan waktu yang berbeda pula. Tapi keduanya punya satu persamaan. Cinta bisa menimbulkan rasa sakit, dan benci, juga menimbulkan rasa yang lebih menyakitkan. Kebencian adalah cinta yang tak tersampaikan. Dan, cinta adalah obat terbaik untuk rasa benci. Daripada termenung seper-ti orang gila disini, lebih baik mencari kegiatan yang bisa mengisi waktu luang,”

“Menurutku itu sulit.”“Kau memang suka sekali menarik kesim-

pulan sendiri ya? Kata pepatah, ‘Dimana ada ke-mauan, disitu ada jalan’. Ayo ikut aku!”

Tanpa menunggu persetujuan, laki-laki ini langsung menarik tanganku mengikutinya. Dia membawaku ke sebuah padang luas yang dipenuhi oleh ilalang. Bagaimana bisa tempat ini bisa luput dari perhatianku padahal aku ke taman kota hampir tiap hari? Mungkin rasa yang mendera hati ini sudah sedemikian parah hing-ga merenggut kesempatanku menikmati hal-hal kecil. Ya macam tempat ini.

Semilir angin berhembus pelan, membe-lai helai-helai rambutku. Aku yakin tempat ini sangat indah. Sayang sekali ini sudah malam. Untungnya sinar bulan di atas sana dapat sedikit memberikan cahaya.

“Aku sering ke sini jika aku punya masa-lah yang membuatku berada pada titik lelah. Apa kau mau aku beri tahu sebuah mantra penyemangat dalam menghadapi masalah itu?” Aku hanya mengangguk.

“Tutup mata. Ucapkan masalahmu yang kamu anggap besar itu.”

Aku terus melakukan apa yang dikatakan Tetsuya.

“Buka mata. Berteriaklah, seolah-olah masalah itu ada di depanmu. Teriakkan den-gan sangat keras dan lantang, penuh keyakinan. ‘HEI, MASALAH BESAR! AKU PUNYA TUHAN YANG LEBIH BESAR!’ Katakan!”

Aku meneriakkan kata-kata itu. Seketika ada perasaan lega. Aku menyadari bukan hanya teriakan itu yang membuat aku lega. Tapi me-ngungkapkan masalah itu ke orang lain. Selama ini aku hanya memendam kesedihan itu sendiri. Perlahan bibirku menyunggingkan senyuman, senyuman pertama semenjak kenangan itu ada. Aku harus berdamai dengan masa lalu itu.

Mataku mengejar pemuda yang berdiri di sampingku, dan membagi senyum pertamaku padanya.

“Terima kasih,”Tetsuya mengangguk, dan tersenyum

manis. “Bahagia itu datang tepat pada waktun-ya. Menyapa insan yang mau berbagi ketulusan. Karena setiap cinta, harus dibalas dengan cinta. Bahagia itu diciptakan oleh orang-orang yang menginginkan kebahagiaan. Hanya dengan ber-syukur, bahagia itu akan selalu bersama dalam diri kita.”

End.

Page 67: Majalah Edisi Cerdas media 32

67Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Tuhanku, terpampang gunungBukan Punjak Jayawijaya, ataupun Himalaya

Gunung emas, jelas sekali dimataku

Anak lapar menangisIbu malu menahan jerit

Bukan kesejahteraan yang ditebar bi bumi iniMalah kemalangan dan kelaparan

Kala matahari tertidurSuara tangis anak menjerit

Dan ibu, menangis iba memintaPerkenankan aku memberi

Perkenankan aku menyumbang hidup pada mereka

Hitam dan putihDosa dan pahalaAdalah pilihankuIzinkan aku kuat

Izinkan aku berjalan diatas putihnya pahala

Apa yang bisa aku lihatKecuali gunung emas

Yang memenuhi kedua bola mataku

Tuhan, tuntunlah akuAjarilah aku, kuatkan akuPerkenankan aku memberi

Perkenankan aku menyumbang hidup pada mereka

Doa sang penjabatkarya: Lohanna wibbi asiddi

Fiksi

Gubukku tersusun ribuan kataKaca jernih katanya, Namun tak tampak

Kugulingkan gubukkuKemudian, Ku susun ulang dengan ribuan batu

bata

Kugunakan paluTapi tak bisa merobohkan dinding kata

Kupasang bomPada pondasi gubukku

Door!, hanya dentum keras tanpa goresGubuk kata, tak goyah sama sekali

Di sinilah tersusun, ribuan kataMembentuk gubuk nan kecil

Hanya harap fanaMakan dan minumpun fana

Hanyalah kata, penyusun gubukkuRasanya tak lama lagi

Inci demi inci, gubuk kecil jadi istana megah

tak mampu aku merobohkannyaBiarlah kata menyusun dirinya

Membentuk dirinya

Biarlah kata manis itu bercelotehSuara keluar darinya

Namun hanya suara angin

Sementara aku dan manusia lainMenanti nyanyian merdu

Bukan hanya suara anginYang Kosong tak berisi

Gubukkukarya: Lohanna Wibbi Asiddi

Page 68: Majalah Edisi Cerdas media 32

68 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

UKM Bela Diri Harumkan Nama STAINUKM Bela Diri adalah organisasi yang di

dirikan untuk menampung mahasiswa yang me-miliki minat dalam seni Bela Diri. Selama didi-rikannya UKM Bela Diri berhasil melahirkan banyak pesilat yang baik dan mumpuni dalam berbagai segi, baik segi kerohanian maupun segi olahraga beladiri itu sendiri. UKM Bela Diri memiliki banyak agenda yang positif dalam prokernya seperti seminar-seminar, dan juga mengikuti event-event yang ada.

Dalam berbagai event yang telah diikuti oleh UKM Bela Diri berhasil mengharumkan nama STAIN Ponorogo. Salah satu prestasi yang telah didapat itu ialah event yang di adakan di Lampung beberapa waktu yang lalu. UKM Bela Diri telah berjuang sekuat tenaga hingga mem-peroleh juara 3 dalam lomba SH Terate tingkat Nasional itu. Mereka mendelegasikan 4 anggot-

anya untuk mengikuti event itu yang dilaksana-kan pada bulan september 2015 kemarin.

Dengan kemenangannya ini UKM Bela Diri telah membawa nama STAIN Ponorogo ke kancah Nasional. Mereka berjanji akan berusa-ha lebih baik lagi demi menjaga nama baik or-ganisasi dan terlebih nama baik kampus STAIN Ponorogo.***Eko P_Crew

Bilik Kampus

SEHAT

KonsumsiMEDIA

yang

Page 69: Majalah Edisi Cerdas media 32

69Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Safari Ramadhan

Himpunan Mahasiswa Program Studi Pen-didikan Bahasa Arab merupakan organisasi in-tra kampus yang berada di bawah naungan Sen-at Mahasiswa Jurusan (SMJ) Tarbiyah. HMPS PBA telah melaksanakan Orientasi Mahasiswa (OSMA) Prodi perdananya pada tanggal 10 - 11 Oktober lalu. HMPS yang diketuai oleh Muhaifin Agus Sulthoni ini membentuk sebuah grand de-sign baru sehingga OSMA prodi bisa terlaksana pada tahun ini untuk pertama kalinya. Selain itu, hal yang melatarbelakangi yaitu belum tercip-tanya kelas bahasa terutama Bahasa Arab, maka terciptalah gagasan untuk mengadakan kegiatan tersebut.

OSMA Prodi ini mempunyai tujuan untuk mengenalkan mahasiswa baru terhadap kam-pus dan organisasi selain itu juga kepada dosen-dosen serta para senior Bahasa Arab, dengan mengusung tema:

حر كة طل ب ا للغة ا لعر بية لتحقيق شخصية ا لعر “نظمة

” بية البا ر ز ف ا أل كا د يية و ا مل

Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa PBA semester 1 dan 3 yang dilaksanakan di Basement STAIN Ponorogo. Empat mahasiswi dari Thai-land pun turut menjadi peserta. Materi yang diberikan diantaranya yaitu; Maharah Lughah, keunikan Bahasa Arab, belajar Bahasa Arab mu-dah dan menyenangkan, dan birokrasi kampus. ***Nurul Fatimah_Crew/23.14.145

OSMA Perdana Prodi PBA

Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu al-Quran dan Tafsir mencoba kembali mengibarkan bendera keilmuan yang tidak lepas dari dua hukum Islam yang paling dipegangi sampai sekarang yaitu al-Quran dan Hadis.

Pada kesempatan ini HMPS IAT menge-mas dalam satu kegiatan yaitu Safari Ramad-han dengan tema “Teladan Rasulullah dalam Ramadhan al-Quran”. Kegiatan ini punya hara-pan tidak ada generasi yang tertinggal dari tau-ladan Rasulullah dalam Bulan Ramadhan dan mengembangkan keilmuan dasar hukum Islam yaitu al-Quran dan Hadist.

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Ju-mat dan Sabtu tanggal 03-04 Juli 2015 di desa Bangsalan, kecamatan Sambit, kabupaten, Po-norogo tepatnya di TPQ Ar Rohim yang diasuh oleh Slamet kegiatan diantaranya madin kilat yang diikuti oleh 42 Santri. Dilanjutkan dengan

lomba-lomba, dan acara terakhir adalah buka bersama yang diikuti oleh semua santri, panitia dan warga sekitar.

Safari Ramadhan bertujuan untuk mem-buka wacana baru dalam pergerakan Maha-siswa Program Studi IAT serta mengekspresi-kan program kerja mahasiswa Ushuluddin di masyarakat.***Nuril Anwar_Crew

Bilik Kampus

Page 70: Majalah Edisi Cerdas media 32

70 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) Ushulud-din dan Dakwah merupakan salah satu organi-sasi intra kampus yang menaungi seluruh ma-hasiswa, baik Progam Studi Ilmu al-Quran dan Tafsir (IAT) maupun progam studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Sebagai salah satu wadah penyalur aspirasi bagi mahasiswa Ushuluddin dan Dakwah, SMJ Ushuluddin dan Dakwah ter-us membuka jaringan dan mengembangkan diri hingga ke kancah nasional.

Hal ini sebagaimana agenda yang diikuti oleh SMJ Ushuluddin pada bulan Mei lalu. Te-patnya pada tanggal 13 sampai 15 Mei 2015, SMJ yang diketuai oleh Zainal Mukhorobin ini men-girimkan delegasi, Muh. Zahir Mahfudz untuk menghadiri Forum Mahasiswa Ushuluddin Nasi-onal (FORMADINA) yang dilaksanakan di Jakar-ta. Tidak hanya itu, SMJ Ushuluddin juga meng-hadiri seminar nasional yang mengusung tema “Pendekatan ‘Muqashidi’ Terhadap Penafsiran Alquran” pada tanggal 26 sampai 28 Mei 2015 di UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang diwakili

oleh Zainal Mukhorobin dan Abu Muslim. Pada hari selanjutnya, 28 sampai 29 Mei mengikuti workshop “Digitalisasi Hadis Jilid II” di Bogor.

Agenda-agenda tersebut memiliki tujuan untuk mengembangkan bidang keilmuan Ushu-luddin. SMJ Ushuluddin dan Dawkah STAIN PONOROGO sendiri berharap dengan adanya kegiatan tersebut dapat menambah keilmuan dan memberikan referensi terhadap SMJ Ushuluddin dan Dakwah sendiri.***Nurul Fatimah_Crew/ 23.14.145

SMJ Ushuludin dan Dakwah

HMPS PGMI (Himpunan Mahasiswa Pro-gram Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidai-yah) merupakan organisasi intra kampus yang berdiri di bawah naungan SMJ (Senat Maha-siswa Jurusan) Tarbiyah STAIN Ponorogo. Ser-ta, sebagai organisasi yang berusaha menjadi wadah penampung aspirasi seluruh mahasiswa PGMI dan meningkatkan kapasitas untuk men-jadi seorang pendidik professional khususnya pada jenjang pendidikan dasar (MI).

HMPS PGMI telah mengadakan OSMA PRODI (Orientasi Mahasiswa Program Studi) yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya. Kegiatan ini dilaksanakan selama 2 hari, mulai pada tanggal 10 sampai 11 Oktober 2015 di Balai Desa Patihan Wetan dengan mengangkat tema “BERSAMA OSMA PRODI MEMBANGUN SOL-IDARITAS MAHASISWA PGMI YANG AKADE-MIS, ORGANISATORI, DAN PERCAYA DIRI”.

Materi pada kegiatan tersebut langsung di-isi oleh para dosen PGMI, materi pertama men-

genai ke-PGMI-an, kedua motivasi dan ketiga pembakaran heroisme keorganisasian. Tujuan diadakannya OSMA tersebut yaitu untuk mem-perkenalkan HMPS PGMI kepada mahasiswa baru PGMI, mempererat solidaritas atau silah-turahmi mahasiswa PGMI, serta menumbuhkan minat berorganisasi bagi mahasiswa baru PGMI. ***Iin_Crew/ 23.14.142

Membangun Solidaritas Mahasiswa PGMI yang Akademis, Organisatori, dan Percaya Diri

Bilik Kampus

Page 71: Majalah Edisi Cerdas media 32

71Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Permasalahan politik Indonesia serta bi-rokrasi kampus adalah hal yang tak luput dari bahasan mahasiswa, khususnya mahasiswa ju-rusan Syariah STAIN Ponorogo. Melihat dari keadaan politik Indonesia saat ini, Senat Ma-hasiswa Jurusan (SMJ) Syariah KBM STAIN Ponorogo mengadakan bedah buku “ Fiqih Poli-tik Muslim Progresif” pada tanggal 12 Oktober 2015 di Graha Watoe Dhakon STAIN Ponorogo.

Bedah buku yang membahas tentang hier-arki sejarah politik serta etika terhadap pelaku politik itu dihadiri oleh Dr.Yusdani,M.Ag selaku penulis buku, Dr. Abid Rohmanu,M.H dan Drs. Muh Fajar Pramono, M.Si selaku pembanding, dan Wahyu Saputra, S.Hi selaku moderator.

Acara yang berlangsung sekitar empat jam lebih tiga puluh menit itu, mendapat respon yang – cukup – baik dari mahasiswa. Ada ± 250 mahasiswa yang hadir termasuk mahasiswa kampus luar yaitu UNMUH (Universitas Mu-

hammadiyah) Ponorogo serta IAIN Semarang. Acara tersebut diselenggarakan dengan tu-

juan memberikan bekal bagi seluruh mahasiswa sebagai calon penerus estafet kepemimpinan, untuk bisa memahami politik sesungguhnya dan tidak mengaggap politik sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan dan eksistensi semata, namun, lebih mementingkan kepentingan raky-at.***Elmi H. Nafiah_Crew/ 23.14.140

MEMAHAMI POLITIK YANG SESUGGUHNYA

DEMA (Dewan Eksekutif Mahasiswa) STAIN Ponorogo merupakan lembaga ekseku-tif sekaligus organisasi intra tertinggi di kam-pus humanist. Sebagai organisasi mahasiswa tertinggi, DEMA memiliki dua fungsi, yaitu ke-dalam (internal) dan keluar (eksternal). Mani-festasi fungsi internal adalah menaungi serta mengakomodir semua UKM, sedangkan fungsi eksternal yaitu aktif dalam membangun jaringan dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dari perguruan tinggi lain baik di kancah regional maupun nasional.

September lalu, DEMA STAIN Ponoro-go ikut serta dalam Rakorda (Rapat Koordinasi Daerah) ke-13 antar BEM se-Jatim. Kegiatan ini dilaksanakan di Jember pada tanggal 4 hingga 7 September 2015. Acara yang diikuti oleh seluruh pengurus BEM di Jawa Timur baik PTAI mau-pun PTU (swasta dan negeri) ini merupakan tin-dak lanjut pasca Kongres BEM ke-13 di Malang pada bulan Januari 2015 silam.

Tujuan utama Rakorda adalah untuk membangun sinergi gerakan mahasiswa selu-ruh Perguruan Tinggi di Jatim melalui beberapa agenda dengan mengangkat isu wilayah regional

maupun nasional. Selain itu, juga untuk men-sinergikan berbagai macam problematika ger-akan mahasiswa sekaligus mencari solusinya. Sedangkan di ranah nasional, agenda kepengu-rusan DEMA tahun ini adalah mengikuti Kon-gres BEM PTAI se-Indonesia yang dilaksanakan tanggal 8-12 Nopember 2015 di Semarang. Dengan keikutsertaan DEMA STAIN Ponorogo dalam kegiatan Aliansi BEM Seluruh Indone-sia khususnya wilayah Jawa Timur diharapkan dapat mempererat relasi dan jaringan dalam rangka meningkatkan prestasi dan kualitas ger-akan mahasiswa di kampus STAIN Ponorogo utamanya.***Abidin_Crew/23.14.136

Rakorda BEM Se-Jatim,Sinergikan Gerakan Mahasiswa

Bilik Kampus

Page 72: Majalah Edisi Cerdas media 32

72 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

HMPS KPI merupakan himpunan maha-siswa yang mewadahi aspirasi khususnya ma-hasiswa KPI. Meskipun HMPS KPI – terbilang – baru berdiri, namun telah sukses menyeleng-garakan program-programnya, salah satunya yakni KIC (KPI Information Camp) yang diwa-jibkan bagi seluruh mahasiswa baru prodi KPI. Agenda ini dilaksanakan pada tanggal 11 – 13 September 2015 di Desa Sumberrejo Kecamatan Balong. KIC ini bertujuan untuk mengenalkan materi-materi dasar tentang jusnalistik, sine-matografi dan broadcast.

HMPS KPI memfasilitasi dan mewa-dahi mahasiswa KPI untuk berkarya. HMPS yang diketuai oleh Mega Kusuma ini menaungi tiga komunitas yaitu komunitas Manual, Kawah dan Dakwah. Komunitas Manual, wadah bagi mahasiswa yang menyukai bidang perfilman. Komunitas KAWAH (Komunikasi Edukasi dan Dakwah), mewadahi mahasiswa yang memiliki

kemampuan dalam dunia jurnalisik. Sedangkan komunitas Dakwah, yakni komunitas baru yang mewadahi mahasiswa KPI yang berminat atau berbakat dalam bidang public speaking, MC dan dakwah. Ketiga komunitas tersebut diperkenal-kan kepada mahasiswa baru dengan harapan mereka bisa berkreasi dan berkarya melalui ko-munitas tersebut. ***M. Rochim_Crew/ 23.14.144

HMPS Ahwal Syahsiyah (AS) merupakan organisasi intra kampus yang dikenal dengan fungsinya yaitu mengkaji dan mengembangkan keintelektualan dalam Hukum Islam. Pada peri-ode ini, HMPS AS telah sukses melaksanakan programnya di bulan Oktober yaitu kegiatan OSMA Prodi tepatnya pada tanggal 23 – 24 Oktober 2015 lalu. Kegiatan yang bertempat di Desa Japan, Kecamatan Babadan Ponorogo ini bertujuan untuk menjalin rasa kekeluargaan an-tara masing-masing individu.

Kegiatan OSMA prodi ini melibatkan selu-ruh pengurus HMPS AS yang sekaligus sebagai panitia pelaksana berjumlah 36 orang, Sedang-kan peserta yang mengikuti berjumlah sekitar 20 orang. Sebagaimana sebuah organisasi, HMPS AS membentuk tim sebagai konseptor dan tim pelaksana. Konseptor merumuskan tujuan, tar-get, strategi, serta materi yang disampikan. Se-dangkan team pelaksana berfungsi mengawal

jalannya kegiatan seperti pada kajian materi. Pada OSMA Prodi ini, mahasiswa dikenalkan dengan beberapa pembahasan mengenai ke-AS-an yang perlu diadakan pengembangan, seperti pengenalan AS dan ruang lingkup kerja seperti hakim dan advokat. ***Mandela A._Crew/ 23.14.139

Menumbuhkan Rasa Kekeluargaan Melalui OSMA Prodi

KPI Information Camp (KIC)

Bilik Kampus

Page 73: Majalah Edisi Cerdas media 32

73Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Himpunan Mahasiswa Program Studi Pen-didikan Agama Islam (HMPS PAI) merupakan wadah bagi mahasiswa PAI untuk menyalurkan aspirasi serta kemampuannya di bidang pen-didikan khususnya pendidikan Islam. Sebagai salah satu organisasi di Keluarga Besar Maha-siswa (KBM) STAIN Ponorogo, HMPS PAI turut serta membangun keintelektualan mahasiswa melalui beberapa program kerjanya.

Salah satu program kerja yang telah di-laksanakan yaitu Orientasi Mahasiswa Program Studi (OSMA PRODI) yang diperuntukkan bagi seluruh mahasiswa baru prodi PAI. Kegiatan di-laksanakan di Balai Desa Ngunut Ponorogo pada tanggal 10-11 Oktober 2015 dengan tema “Men-dongkrak Intelektualitas Pendidikan dalam Menghadapi Tantangan Pendidikan Modern dengan Gemar Membaca dan Menulis”. Be-berapa materi yang disampaikan yaitu keintele-ktualitasan, management pendidikan, manage-ment organisasi serta pengenalan HMPS PAI.

Kegiatan tersebut diharapkan mampu menin-gkatkan kualitas para mahasiswa PAI dengan membiasakan mahasiswanya untuk membaca dan menulis serta berorganisasi yang baik di era modern ini.*** ULfa Nadiya_Crew/ 23.14.141

HMPS Muamalah merupakan organisasi yang menjadi wadah bagi aspirasi mahasiswa prodi muamalah. HMPS MU mempunyai be-berapa agenda kegiatan, diantaranya yaitu Ori-entasi Mahasiswa Program Studi (OSMA Prodi) dan pelatihan kewirausahaan sebagai agenda tahunan. Agenda bulanan yaitu penerbitan bule-tin sebulan sekali. Sedangkan agenda mingguan yaitu kajian rutin, seperti kajian Ekonomi Islam yang dilaksanakan setiap Senin dan kajian hu-kum acara perdata pada hari Kamis.

HMPS MU telah melaksankan OSMA Pro-di pada tanggal 17-18 Oktober 2015 di MA SAKTI Ngebel. Konsep kegiatan ini yaitu OSMA prodi sekaligus diklat management organisasi dengan tema “Meningkatkan Kepercayaan Diri Maha-siswa Muamalah demi Terciptanya Mahasiswa yang Idealis dalam Berorganisasi”. Diklat yang diikuti kurang lebih 40 orang ini – dirasa – pent-

ing karena mengingat HMPS Muamalah sendiri sedang mengalami degradasi kuantitas, namun, hal itu diharapkan tidak mengurangi rasa per-caya diri dan juga kualitasnya dalam berorgan-isasi. ***Mandela A._Crew/ 23.14.139

DORONG MAHASISWA UNTUK GEMAR MEMBACA DAN MENULIS

Meningkatkan Rasa Percaya Diri dan Idealisme dalam Berorganisasi

Bilik Kampus

Page 74: Majalah Edisi Cerdas media 32

74 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Himpunan Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Inggris (HMPS TBI) merupakan salah satu organisasi intra kampus yang berdiri atas prakarsa mahasiswa prodi Bahasa Inggris. Organisasi yang dikomando oleh Lutfi Habibi ini telah sukses melaksanakan program kerjanya, salah satunya yakni English Camp. Kegiatan ini merupakan nama lain dari Osma Prodi (Orian-tasi Mahasiswa Program Studi) yang dipakai oleh HMPS TBI. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 16-18 Oktober 2015 di Basement kampus STAIN Ponorogo yang diikuti 25 peserta. Tidak hanya diikuti oleh mahasiswa prodi TBI, namun juga terdapat 2 peserta dari Prodi Pendidikan Agama Islam.

Sesuai dengan tema yang diusung “We Play, Learn and Success”, kegiatan ini dikemas menarik dengan beberapa rangkaian acara di dalamnya, diantaranya yakni; kajian leadership,

public speaking dan how to be master english. Para peserta dituntut untuk menggunakan Ba-hasa Inggris selama kegiatan berlangsung atau disebut dengan istilah English area. Kegiatan ini diharapkan bisa mengasah kemampuan dan membantu mahasiswa membiasakan diri meng-gunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan se-hari-harinya. ***Rohmah_Crew/23.14.146

ENGLISH CAMP

UKM Kopma “Al-Hikmah” STAIN Ponoro-go merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha dan koperasi. UKM ini telah meraih ban-yak prestasi yang membanggakan untuk kampus humanis. Salah satu prestasinya yang gemilang yaitu mendapat juara III pada lomba berpacu dalam koperasi se-Jawa Timur di Graha Pena Surabaya, yang mana hadiahnya diserahkan langsung oleh gubernur Jawa Timur, Sukarwo. Bukan hanya itu, Al-Hikmah juga maraih juara I lomba marketing product sarasehan Kopma se-Jatim yang diselenggarakan di IAIN Tulunga-gung.

Telah meraih prestasi yang gemilang di berbagai

event, tak lantas membuat kopma Al-

Hikmah cepat puas. UKM yang diketuai oleh Zekky Effendi ini terus melakukan pengemban-gan kualitas. Salah satunya yaitu dengan cara melakukan Study banding ke KOPMA Pergu-ruan Tinggi lain. Pada 26 September 2015 lalu, Al-Hikmah telah mengadakan study banding ke UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kegiatan

ini diikuti oleh sekitar 54 anggota yang terbagi dalam beberapa devisi. Setiap devisi mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, devisi kantin, de-visi usaha mengkaji untuk mengembangkan ses-uai dengan devisinya masing-masing.

Tujuan dari Study banding ini yaitu untuk mengetahui bagaimana sistem menejemen serta cara kerja dari kopma UIN SUKA yang - mun-gkin – bisa dijadikan referensi pengembangan – baik sumber daya manusia maupun manage-ment organisasi – bagi KOPMA Al-Hikmah. ***M. Rochim_Crew/ 23.14.144

KOPMA Al-Hikmah

Bilik Kampus

Page 75: Majalah Edisi Cerdas media 32

75Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

UKM Mahasiswa Pecinta Alam PASCA atau lebih akrab disapa MAPALA PASCA tel-ah melaksanakan Diklat Lanjut Devisi Caving sebagai program kerja wajibnya. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 11-13 September 2015 yang bertempat di Desa Tulakan, Pacitan. Rangkaian kegiatan tersebut diawali dengan ek-splorasi goa, yakni Goa Dadali dan Goa Lintang. Agenda dilanjutkan dengan pemetaan dan save rescue.

Diklat lanjut devisi caving ini merupak-an diklat mengenai penelusuran goa. Kegiatan dengan mengusung tema “Berani Membaur Dengan Alam” sesuai Ikrar PASCA ini diperun-tukan untuk seluruh anggota muda yang belum mengikuti diklat lanjut devisi caving. Tujuannya untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai penambah wawasan baik pengetahuan maupun bidang lainnya, serta mempertahankan makna-makna yang terkand-

ung dalam ikrar PASCA. Ikrar tersebut meliputi; Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cinta Alam dan Tanah Air, Persaudaraan dan Perdamaian, Sopan, jujur, Bertanggungjawab dan Berloyali-tas, Teguh pada Pendirian dan Prinsip-prinsip Kehidupan.***Julia P._Crew/23.14.137

Korp Suka Rela PMI unit STAIN Ponorogo merupakan salah satu organisasi yang berada di bawah naungan Palang Merah Indonesia. UKM yang akrab disebut dengan KSR ini baru saja mengadakan seminar penanggulangan ben-cana dalam rangka Dies Natalis PMR yang ke-17. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 17 Oktober 2015 yang bertempat di Graha Watoe Dhakon STAIN Ponorogo. Rangkaian kegiatan ini diawali dengan seminar penanggulangan bencana dengan mengusung tema “Menum-buhkan Jiwa Pemuda yang Tanggap Bencana”. KSR mengundang 30 PMR WIRAA dan MADY-AA tingkat SMA dan SMP se-Ponorogo dengan tujuan agar anak PMR WIRAA dan MADYAA tanggap terhadap bencana. Adapun pematerinya berasal dari BPBD, yaitu Prasoyo M.Si dan Adin Hendrawanto. Sedangkan dari PMI yaitu M. Nur Amin Zabidi.

Mengawali seminar tersebut, Nur Amin menjelaskan peran PMI dalam menanggulangi bencana yaitu; kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan paska tanggap darurat. Agenda dilanjutkan dengan tasyakuran dan pentas seni. Pada agenda ini, KSR juga mengundang para alumni KSR se-jak tahun 2008 hingga 2015. ***Julia P._Crew

Diklat Lanjut Devisi CavingMAPALA PASCA

SEMINAR PENANGGULANGAN BENCANA Wujud Pemuda Tanggap terhadap Bencana

Bilik Kampus

Page 76: Majalah Edisi Cerdas media 32

76 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

UKM SEIYA merupakan UKM yang bergerak di bidang seni dan budaya. Dalam kip-rahnya, UKM SEIYA tidak pernah sepi dengan kreatifitas. Pada 3 April 2015 lalu, SEIYA telah mengadakan konser festival pembukaan repub-lic Sheila on 7 dan anniversary SEIYA yang di-gelar di parkiran BEM (Badan Eksekutif Maha-siswa) STAIN Ponorogo.

Selain itu, UKM yang satu ini mempunyai agenda akbar yang wajib setiap tahunnya yai-tu, pentas perdana dan pentas produksi. Pentas perdana, difokuskan untuk pengukuhan maha-siswa yang mengambil di bidang paduan suara dan musik. Sedangkan pentas produksi terdapat tari dan teater yang diperuntukkan bagi maha-siswa baru yang terjun di bidang tari dan teater.

Pentas perdana SEIYA telah dilaksanakan pada tanggal 29 September 2015 lalu di Graha Watoe Dhakon STAIN Ponorogo. Tujuan diada-

kannya pentas perdana ini untuk mengajarkan anggota baru dalam menciptakan lagu dan pen-gukuhan anggota biasa menjadi anggota utuh. Terdapat 30 peserta atau anggota baru yang ikut serta dalam pentas perdana ini. *** Mandela_crew/ 23.14.139

Sebagaimana program kerja yang ada, UKM Pramuka mengadakan TRP (Temu Racana-Pandega) pada tanggal 09-14 Agustus 2015 bertempat di kampus dan Ma’had Ulil Ab-shor STAIN Ponorogo. Kegiatan ini diikuti 145 peserta dari PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam) se-Jawa Timur dan NTB. Pertemuan ini merupakan agenda rutin yang diadakan dua ta-hun sekali. Tahun ini, STAIN Ponorogo merupa-kan kali keduanya menjadi tuan rumah agenda TRP setelah tahun 1994 lalu.

Serangkaian kegiatannya yaitu; seminar yang dibawakan oleh pemateri dari KWARDA Surabaya, gebyar pentas seni budaya tiap kontingen yang menampilkan kebudayaan mas-ing-masing daerah, dan pembuatan kerajinan tangan berupa anyaman kuda jatil mini, pelati-han tari-tarian serta donor darah. Serangkaian kegiatan tersebut ditutup dengan kunjungan wisata dengan tujuan wisata telaga Sarangan di Kabupaten Magetan yang – dirasa – akses jalan lebih memadai dibandingkan wisata yang ada di Ponorogo.

Kegiatan yang berlangsung selama ham-pir satu minggu ini bertujuan untuk merekatkan hubungan mahasiswa antar Perguruan Tinggi khususnya PTAI se-Jawa Timur dan NTB. Selain itu juga sebagai ajang untuk memperkenalkan kebudayaan masing-masing daerah peserta. Ke-giatan TRP ini akan kembali dilaksanakan dua tahun yang akan datang serta Mataram sebagai tuan rumahnya.***Rohmah_Crew/23.14.146

Pentas Perdana UKM SEIYA

Temu Racana-Pandega

Bilik Kampus

Page 77: Majalah Edisi Cerdas media 32

77Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berkecimpung dalam bidang olahraga ini me-miliki progres positif dalam setiap tahunnya. Hal tersebut terbukti dengan prestasinya dalam tiga tahun terakhir ini yang mengantongi juara 3 dalam divisi 2 dan di lain kesempatan ber-hasil menuju divisi 1. UKM yang diketuai oleh Lutfi Ahsani ini juga kembali meraih prestasi yang gemilang di tahun 2015 tepatnya tanggal 11 Oktober – 10 Nopember, tim sepakbola Watoe Dhakon masuk dalam divisi utama bersanding dengan semua klub internal kabupaten Ponoro-go yang juga lolos masuk dalam divisi utama.

Pertandingan yang berlangsung di Gedung Olahraga (GOR) Batoro Kathong ini membawa team Watoe Dhakon yang dikapteni oleh Yusuf berhasil dalam semangat kemenangan dengan skor 2 : 1. Puncak atau final pertandingan divisi utama ini, hasilnya dapat diketahui setelah tim

Watoe Dhakon melakukan 2x pertandingan lagi.Bidang lain dalam UKM OLGA juga tidak

kalah eksisnya dengan bidang sepakbola. UKM OLGA juga mengikuti sejumlah pertandingan bola voli seperti di Siman dan UNMUH. Bidang Olahraga futsal juga patut berbangga diri karena sempat menjadi juara dan bisa masuk dalam semifinal. ***Nurul Fatimah_Crew/ 23.14.145

UKI (Unit Kegiatan Ke-Islaman) Ulin Nuha merupakan sebuah organisasi yang ber-naung di bawah KBM STAIN Ponorogo. UKI hadir sebagai wadah yang memperkenalkan nilai-nilai spiritualitas keislaman dengan berb-agai aspek di dalamnya. Dengan nilai-nilai itu diharapkan mahasiswa STAIN Ponorogo um-umnya dan khususnya anggota UKI Ulin Nuha mampu menyeimbangkan antara aspek spiritual dan intelektual. UKI Ulin Nuha mempunyai pro-gram dan agenda rutin dintaranya: kajian keisla-man, Majlis Ta’lim wa Maulid al-Habsyi, Diklat Qiro’ah, Diklat Kaligrafi, Diklat Hadroh, Train-ing (Pelatihan) dan Tadabbur alam (Rihlah).

Sebagai satu-satuya UKM yang mempun-yai visi sholawat sebagai ukuwah Islamiyah ini, kembali dipercaya mewakili kampus Human-ist untuk ikut berpartisipasi dalam penutupan Grebeg Suro pada tanggal 13 Oktober 2015 di panggung utama Alun-alun Ponorogo dengan

menampilkan hadroh. Penampilan yang ber-durasi kurang lebih satu jam ini, mempunyai tujuan tersendiri bagi anggota UKI. Salah satu-nya yaitu membuktikan bahwa mahasiswa tidak hanya berkompeten dalam bidang intelektual saja, namun juga bisa berkompeten di bidang lainnya.***Iin Nur I._Crew/ 23.14.142

Torehan Prestasi OLGA

KEMBALI BERPARTISIPASI DALAM PENUTUPAN GREBEG SURO

Bilik Kampus

Page 78: Majalah Edisi Cerdas media 32

78 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

RESENSI

Setelah memasu-ki era reformasi, me dia semakin ber munculan dan

keran kebebasan pers lebih ter-buka dibandingkan masa-masa sebelumnya. Akan teta pi masih terdapat beberapa kasus ter-kait kebebasan pers. Beberapa contoh yang sering terdengar akhir-akhir ini adalah tindak kekerasan terhap wartawan. Kisah serupa terkait kebebasan pers tersebut juga bisa dilihat dalam kish Veronica Guerin.

Veronica Guerin me rupa-kan kisah nyata yang menceri-takan seorang jurnalis Irlandia. Judul film yang diambil dari nama tokoh utamanya ini, di-rilis pada tahun 2003. Film ini menceritakan kisah Guerin saat bekerja pada media bernama Sunday Independent.

Dengan alur flashback, film ini menceritakan keadaan Irlandia di tahun 1994. Dima-na pada tahun tersebut terjadi transaksi (perdagangan) nar-koba tertinggi di Irlandia. Pada tahun tersebut Guerin adalah seorang jurnalis sering menu-lis kasus korupsi dan skandal gereja. Suatu ketika, Guerin meliput berita kriminal dan melakukan investigasi terh-adap kasus sindikat penjahat. Wartawan berpawakan tom-boy ini tak mampu membukti-kan keterlibatan mereka da lam

peredaran narkoba. Akhirnya keadaan tersebut menghantar-kannya ke dalam dunia perda-gangan narkoba.

Narkoba diperdagang kan secara ilegal. Pecan du berebut narkoba (ja rum suntik), baik itu laki-laki mau pun peremp-uan. Sesaat se telah itu Guerin tiba dan di sana terlihat anak-

anak yang sedang bermain jarum suntik bekas. Di sebuah bangunan kosong, ia melihat remaja yang sedang menggu-nakan jarum suntik di depan seorang anak kecil. Tanpa basa-basi Guerin memperkenalkan diri kepada remaja yang sedang menggunakan narkoba dan mulai menanyakan asal muasal mereka menggunakan jarum suntik tersebut. Pertanyaan terus dilontarkan Guerin tanpa rasa ragu, canggung ataupun takut, meskipun ada yang men-gancamnya untuk menulari AIDS. Karena tak menemu kan jawaban, Guerin pergi den-gan sejumlah pertanyaan yang masih menggantung. Ia juga bertemu dengan satpam setem-pat. Akan tetapi mereka seolah tak mau tahu dan terbiasa den-gan keadaan tersebut.

Guerin semakin giat menjalankan investigasi, ter-lebih saat mengetahui terdapat sejumlah pengguna narkoba di bawah 15 tahun mening gal dunia. Dirinya melakukan aksi demonstrasi bersama warga juga menentang ada nya penge-dar narkoba di Irlandia. Tidak hanya itu saja, ia men datangi satu per satu orang yang di-yakini memiliki peran dalam peredaran narkoba di Irlandia. Bahkan ketika dia mengenal John Treynor “Coach” (Ciarán Hinds), orang yang berse dia

Judul film : Veronica GuerinSutradara : Joel SchumacherEditor : David GamblePemeran utama : Cate Blanchett sebagai Veronica GuerinTahun rilis : 8 Juli 2003 di IrlandiaDurasi : 98 menit

Veronica GuerinRESENSI

Page 79: Majalah Edisi Cerdas media 32

79Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

RESENSImenjadi narasumber da lam beritanya, tak menj a min apa yang dilakukannya ti dak men-emui kendala. Coach sendiri merupakan orang yang dekat dengan John Gilligan (Gerard McSorley), si bandar narkoba. Akan tetapi John Gilligan men-gancam John (Coach) agar tut-up mulut, setelah ia tahu Guer-in menemui John (Coach).

Dalam film tersebut di­ceritakan, John Gilligan meru-pakan bandar narkoba yang bermain cukup cantik dan rapi. Suatu ketika anak buah John Gilligan membunuh Martin Cahlil (musuh John Gilligan). Ini menjadi kasus yang cukup besar sekaligus menjadi senjata bagi Guerin, untuk memper-tanyakan ka sus pembunuhan dan per edaran narkoba kepada pihak kepolisisan. Akan tetapi pihak kepolisian justru men-gentahkan pertanyaan Guerin tanpa memberikan jawaban yang tepat. Guerin terus mel-akukan investigasi sampai ke proses pemakaman Martin Cahlil. Di sana ia mendapat kabar dari John (Coach) bah-wa otak di balik pembunuhan Cahlil adalah seorang biarawan yang bernama Gerry Hutch.

Sesaat setelah mendapat kabar tersebut Guerin mene-mui Hutch dan menanyakan kebenaran kabar tersebut. Akan tetapi ia menampiknya bahkan mengusir Guerin. Kematian Cahlil menjadi bahasan dalam pemberitaan di harian Sun-day Independent. Akan tetapi pem beritaan Guerin tersebut mendapat kecaman dari salah seorang anggota parlemen dan dianggap tulisannya sebagai berita hasut dan fitnah.

Merasa dibohongi Guerin

menemui John, akan tetapi ia menyangkal pernyataan Guer-in. Guerin juga masih beru-saha menemui Hutch, untuk mendapatkan informasi yang lebih benar. Akan tetapi setelah investigasi kasus itu keluar-ga Guerin mendapatkan teror tembakan di rumahnya. Hari-hari Guerin tidak lepas dari in-vetigasi, hingga suatu waktu ia mengetahui informasi tentang John Gilligan be serta jumlah uangnya yang sangat fantastis. Ia berusaha menanyakan ke-pada Coach, akan tetapi Coach menutupinya rapat-rapat, bahkan tak membantu Guerin sama sekali.

Teror masih berlanjut setelah investigasinya di kota Dublin, hingga akhirnya di malam natal Guerin mendapati seorang tamu yang menembak kakinya. Dengan keadaan ma-sih pincang Guerin melanjut-kan investigasinya. Ia men-datangi setiap orang yang dianggap mengetahui kebe-naran ka sus peredaran narko-ba beser ta bandarnya, Gilligan. Guerin juga mendatangi beber-apa tempat agar mengetahui se luruh aset, perusahaan, sa-ham beserta properti yang di-miliki Gilligan.

Pada akhirnya ia men-datangi istana Gilligan. Se-sampainya di sana Gue rin mem pertanyakan properti be-ser ta peternakan kuda ya ng dimiliki Gilligan. Mendeng-ar pertanyaan itu Gilligan tak menjawab, justru memuku-li Guerin. Setelah babak be-lur, Gilligan mengusir Guerin. De ngan gemetar Guerin me-ninggal kan istana Gilligan. Gilligan juga mengancam akan menculik anak dan menembak

Guerin, jika ia dilaporkan ke kepolisian.

Guerin mene mui Co-ach dan meng klarifikasi ke­bohongan Coach soal Hutch dalang pembunuhan Cahill. Ia juga menanyai hubungan-nya dengan Gilligan, namun Coach justru me-nego Guer-in agar tak menuntut Gilligan. Dengan tegas Guerin menolak suap tersebut, ia mengetahui ji ka Coach sebenarnya hanya-lah kurir Gillligan. Dalam per-temuan itu, Guerin menge-tahui jika Gilligan dan Coach adalah orang yang mengirim pembunuh bayaran pada kasus penembakan kaki Guerin. Guerin mulai mengetahui sin-dikat per dagangan narkoba yang di bandari Gilligan.

Juni 1996, Guerin men-jalani sidang karena menge-but di jalan. Dalam perjala-nan pulang, Guerin ditembak oleh pembunuh bayaran yang dikirim oleh Gilligan. Guerin te-was dengan sejumlah luka tem-bak di punggungnya. Pember-itan Guerin tentang peredaran narkoba di Irlan dia dan kasus kematian nya men dorong war-ga Ir landia un tuk memerangi narkoba. Parlemen juga meru-bah UU terkait pembekuan aset bandar narkoba. Pem-bunuh Guerin ditangkap polisi, termasuk Gilligan si bandar narkoba beser ta antek-antekn-ya. Irlan dia ber duka atas kema-tian Guerin dan mengenang se-luruh peruangan Guerin. Enam tahun setelah kematian Guerin setidaknya terdapat 196 warta-wan di seluruh dunia tewas saat bertugas. ***

Anisa Rahma_Crew/22.13.125

Page 80: Majalah Edisi Cerdas media 32

80 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Tidak dapat dipungkiri bahwasanya di abad ke-21 ini, masyarakat telah memasuki era globalisasi. Era yang juga disebut sebagai era digital ini memberikan pengaruh dan perubahan di berbagai lini kehidupan. Pola hidup mas-yarakat perlahan namun pasti terus berubah. Kemajuan inter-net pun semakin mendorong masyarakat untuk hidup secara instan. Contoh kecil adalah sis-tem online yang booming akh-ir-akhir ini telah menjadi trend di masyarakat. Begitu pula hal-nya dengan konsumsi media, juga mengalami perubahan.

Melalui Blur, Bill dan Tom ingin menyampaikan pe-rubahan konsumsi media yang berubah setiap tahunnya. Da-lam buku ini dipaparkan bahwa jika sebelumnya media didomi-nasi oleh media elektronik (tel-evisi dan radio) lalu media ce-tak (koran dan majalah), maka kini bisa dipastikan konsumsi media terbanyak ada pada me-dia online. Di era yang serba cepat ini, masyarakat banyak mendapatkan informasi dari internet —biasa dikenal mbah google—. Melalui internet mas-yarakat bisa mengakses berb-agai macam informasi, mulai dari berita, kesehatan, fashion, olahraga dan lain-lain sambil mengerjakan aktivitas utama —misalnya bekerja.

Dengan memasuki dun-ia internet tentunya kita akan dihadapkan pada perubahan

pola produksi dan penyebaran informasi. Sekarang ini pro-duksi berita tidak hanya mo-nopoli wartawan, semua pi-hak dapat memproduki berita, bahkan warga biasa yang sama sekali tidak memiliki pengeta-huan dalam bidang jurnalis-tik, dan posisinya seakan sama dengan wartawan profesion-al. Di samping sisi positif dan kemudahan yang mengiringi perkembangan media, di sisi lain masyarakat juga dihadap-kan pada suatu pertanyaan bagaimana dengan kualitas dan kebenaran informasi yang beredar. Karena infromasi yang beredar belum tentu diproduk-si oleh wartawan yang bertugas memilih dan memilah informa-si bagi kita.

Bill yang telah lama menggeluti media cetak, men-jelaskan bahwa di era digital ini kita dihadapkan pada teran-camnya eksistensi dari media cetak (baca: media tradision-al). Terancamnya media cetak dikarenakan media cetak kalah cepat dengan media online, se-bab memang media cetak lebih mengedepankan verifikasi dib-andingkan kecepatan. Selain itu iklan juga beralih memi-lih media online dengan dalih jangkauannya lebih luas. Hal ini menyebabkan media-me-dia beralih untuk merambah ke media online yang lebih efisien dan lebih murah biaya produk-sinya.

Era serba cepat dan

instan, mendorong media berkompetisi untuk menyam-paikan informasi paling ce-pat. Akibat yang ditimbulkan adalah informasi yang dis-ampaikan tidak akurat, tidak berimbang, bahkan seolah in-formasinya terpotong karena tidak ada verifikasi yang men-dalam. Informasi — termasuk berita hoax— yang disebarkan di media dinilai hanya bermod-al cepat, sehingga hasilnyapun tidak dapat dipertanggung-jawabkan. Selain perubahan pola penyajian berita, masalah yang tidak kalah penting ada-lah ketika sebuah organisasi media dalam menyajikan infor-masi ditunggangi oleh kepent-ingan-kepentingan yang tidak

“KEGALAUAN” MEDIA DI ERA DIGITAL

Judul Buku:BLUR —Bagaimana Mengetahui Ke-benaran Di Era Banjir Informasi—

Penulis :Bill Kovach dan Tom Rosenstiel

Penerjemah:Imam Shofwan dan Arif Gunawan

SulistiyonoPenerbit:Dewan Pers

Tahun Terbit:2012

Tebal:XI+225

RESENSI

Page 81: Majalah Edisi Cerdas media 32

81Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

berkaitan dengan kepentingan publik, bahkan memanipu-lasi informasi yang membo-dohi publik demi kepentingan golongan mereka.

Dengan keadaan media informasi yang demikian, Bill dan Tom menyampaikan per-tanyaan, bagaimana konsu-men berita menyikapi keadaan tersebut, mengetahui kebe-naran, dan mengetahui yang sebenarnya terjadi?

Di sinilah Bill dan Tom memberikan pemaparan atas pertanyaan-pertanyaan terse-but. Sesuai dengan judulnya, dalam buku ini kedua jurnalis tersebut menuntut konsumen berita, agar menjadi wartawan sekaligus editor bagi dirinya sendiri. Di sisi lain Blur meru-pakan panduan untuk memi-lah dan memilih informasi di era yang disebut dengan banjir informasi ini.

Buku ini terdiri dari sembilan bab yang menco-ba menjabarkan teknik yang ditawarkan oleh Bill dan Tom di swalayan informasi, yaitu keterampilan skeptisme dan bagaimana ketarampilan skep-tisme tersebut dilakukan. Blur dimulai dengan pertanyaan “bagaimana kita tahu media yang bisa dipercaya.” Bill dan Tom menggambarkan bahwa di era digital terdapat banyak media, dan untuk mengetahui media yang dapat dipercaya keduanya telah menggambar-kan secara detail.

Kita pernah mengalami ini, kalimat itulah bahasan yang dipaparkan di bab II. Pada ba-gian ini menceritakan hilangn-ya iklan yang pernah ada di me-dia cetak dan beralih beriklan ke media online. Itu bukan hal

baru karena sebelumnya pun media cetak pernah mengal-aminya. Pada bab berikutnya penulis, menggambarkan cara skeptis sebagai ketrampilan verifikasi. Hal ini ditujukan agar masyarakat —terutama wartawan— memahami benar, bahwa dalam sebuah informasi harus dicari fakta yang sesung-guhnya. Hal tersebut dilakukan dengan terus bertanya hingga tak ada lagi pertanyaan yang muncul.

Berlanjut ke bab IV, pe-nulis menggambarkan keleng-kapan sebuah data. Dalam sebuah informasi data apa saja yang sudah ada dan data apa saja yang masih kurang. Den-gan demikian akan mengetahui kekurangan data serta meleng-kapi hingga data yang sesung-guhnya benar-benar diperoleh. Selanjutnya penulis memba-has tentang sumber berita, dari manakah asalnya infor-masi tersebut. Dalam pengga-lian data tentunya dibutuhkan sumber informasi. Dalam bab ini penulis menjelaskan krite-ria sumber yang dapat mem-berikan informasi serta sumber yang dapat dipercaya.

Penulis juga menjelas-kan bahwa dalam sebuah in-formasi memerlukan bukti dan verifikasi. Bukti dan jurnalisme verifikasi diterangkan pada bab VI. Berangkat dari pengalaman dan bakground penulis di me-dia cetak, mereka menjelaskan dengan rinci setiap informasi yang didapatkan ada buktinya dan diverifikasi kebenaran-nya. Bab berikutnya masih berkaitan dengan bukti dari sebuah informasi. Akan tetapi lebih fokus pada pernyataan yang seolah merupakan infor-masi mentah ataupun opini,

harus benar-benar dibuktikan kebenarannya.

Buku yang ditulis dengan alur cerita yang apik ini juga mengutarakan cara menemu-kan hal yang terpenting dari sebuah informasi. Dengan gaya yang khas, penulis mencerita-kan dalam sebuah informasi terdapat hal yang terpenting, karena hal yang terpenting dalam sebuah informasi mam-pu mengembangkan bukti. Pe-nulis menutup dengan wacana kebutuhan masyarakat di jur-nalisme era baru. Di era digital yang banjir informasi, penulis mengharapkan pemberitaan mampu mengkombinasikan jurnalisme lama dengan jur-nalisme era digital. Di mana wartawan dan konsumen harus cerdas dalam mengkomuni-kasikan informasi. Di sisi lain dalam penyampaian informasi juga diharapkan tetap menjaga esensi dan menjaga prinsip jur-nalisme. Hal tersebut juga telah dituangkan ke dalam karya Bill dan Tom lainnya yang berjudul Sepuluh Elemen Jurnalisme.

Pada intinya buku yang diterbitkan oleh dewan pers ini memberikan wacana ter-kait wajah permediaan di era digital. Di era banjir informasi ini, masyarakat harus lebih se-lektif lagi dalam memilih me-dia sebagai sumber informasi. Sebagaimana yang dijelaskan di atas, informasi semakin in-stan dan mudah untuk di dap-at. Oleh karena itu, keakuratan datanya sangat dipertanyakan. Buku terjemahan ini hadir se-bagai jawaban atas kegalauan media di era digital, dan di-harapkan mampu memberikan wacana bagi masyarakat secara umum.***Ilyas N._crew/22.13.122

RESENSI

Page 82: Majalah Edisi Cerdas media 32

82 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

Keluarga BesarLPM aL-Millah STAIN Ponorogo

Mengucapkan Selamat

Semoga ilmu yang didapat bermanfaat dan terimakasih atas dedikasinya terhadap

LPM aL-millah STAIN Ponorogo

Atas Diwisudanya:

Romdhoni Faiz, S.Pd.I(Pemimpin Umum Periode 2014-2015)

Nur Cahyani Santoso, S.Pd.I(Bendahara Periode 2014-2015)

Khusnul Ma'arif, S.H.I(Koordinator Litbang Periode 2014-2015)

Page 83: Majalah Edisi Cerdas media 32

83Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah

cerita ini hanyalah fiktif belaka. yang semata-mata hanya untuk hiburan

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) aL-Millah menerima tulisan berupa berita, opini, artikel, esay, dll. anda bisa mengirimkan tulisan anda ke kantor redaksi LPM aL-Millah STAIN Ponorogo atau bisa juga di

[email protected]. redaksi berhak mengedit tanpa merubah esensi isi

email: [email protected] blog: lpmalmillah.wordpress.com instagram: lpm_almillah Fb: Lpm AL-Millah

Page 84: Majalah Edisi Cerdas media 32

84 Majalah Edisi 32/2015 LPM aL-Millah