maes hpttttt

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pertanian selalu berhubungan dengan faktor-faktor agroekologi, Yang meliputi komponen biotic dan abiotik yang saling berinteraksi dalam agroekosistem. (Warren et al.2008:17) mengatakan bahwa dalam banyak sistem pertanian yang dikelola manusia, tanaman budidaya yang di tanam akan berinteraksi dengan ekologi disekitarnya. Mekanisme ekologi yang terjadi ditentukan oleh komposisi tanaman pertanian dan juga ditentukan oleh faktor abiotik seperti kimia tanah, iklim, dam manajemen atau pengolahan pertanian. Sedangkan agrolandscap merupakan kajian untuk memahami tentang pola dari beragamnya spesies yang ada dan proses yang terjadi dalam landsacape tersebut ( Warren 2008:114). Dalam menjalankan atau merancanga agrolandscape harus selalu berpegang dan berpedoman pada Agroekologi. Agrolandscape termasuk kegiatan berskala ruang yang didalamnya terjadi interaksi fungsional antara komponen abiotik dengan komponen biotik namun tetap lebih menekankan pada segi keindahan (estetika). Dibidang pertanian, keuntungan dengan adanya model landscape adalah mengenai kebijakan dalam penggunaan lahan. Lebih lanjut, adanya ilmu mengenai landscape dapat mempredikisi dampak buruk lingkungan, seperti perubahan populasi burung dikarenakan bertambahnya lahan tanah untuk

Upload: izzuddin-al-qassam

Post on 16-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

paper maes

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKegiatan pertanian selalu berhubungan dengan faktor-faktor agroekologi, Yang meliputi komponen biotic dan abiotik yang saling berinteraksi dalam agroekosistem. (Warrenet al.2008:17) mengatakan bahwa dalam banyak sistem pertanian yang dikelola manusia, tanaman budidaya yang di tanam akan berinteraksi dengan ekologi disekitarnya. Mekanisme ekologi yang terjadi ditentukan oleh komposisi tanaman pertanian dan juga ditentukan oleh faktor abiotik seperti kimia tanah, iklim, dam manajemen atau pengolahan pertanian. Sedangkan agrolandscap merupakan kajian untuk memahami tentang pola dari beragamnya spesies yang ada dan proses yang terjadi dalam landsacape tersebut ( Warren 2008:114).Dalam menjalankan atau merancanga agrolandscape harus selalu berpegang dan berpedoman pada Agroekologi. Agrolandscape termasuk kegiatan berskala ruang yang didalamnya terjadi interaksi fungsional antara komponen abiotik dengan komponen biotik namun tetap lebih menekankan pada segi keindahan (estetika). Dibidang pertanian, keuntungan dengan adanya model landscape adalah mengenai kebijakan dalam penggunaan lahan. Lebih lanjut, adanya ilmu mengenai landscape dapat mempredikisi dampak buruk lingkungan, seperti perubahan populasi burung dikarenakan bertambahnya lahan tanah untuk ladang (arable land). Lebih detailnya, keuntungan dari adanya landscape adalah dapat digunakan sebagai simulasi bagi para petani untuk menentukan lahan yang cocok untuk produksi pertaniannya. Maksud dari pernyataan diatas adalah hubungan antara agroekologi dan agrolandscape, yaitu bagaimana cara kita mengolah dan menjaga kelestarian lingkungan dengan ilmu agroekologi dan dapat menciptakan suatu keindahan melalui ilmu agrolandscape yang dapat dijalankan bersama agar memiliki nilai guna yang tinggi. Nantinya diharapkanhewan, tumbuhan, nutrisi, air, dan sebagainya semua bisa bergerak selaras dalam suatu ekosistem.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan konsep agroekosistem?2. Bagaimana cara mengelola agroekosistem yang baik?3. Bagaimana komponen-komponen yang terdapat dalam agroekosistem?4. Bagaimana interaksi yang terkait dengan agroekosistem?

1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui tentang konsep agroekosistem2. Untuk mengetahui cara pengelolaan agroekositem3. Untuk mengetahui komponen-komponen yang terdapat dalam agroekosistem4. Untuk mengetahui interaksi yang terkait dalam agroekosistem

BAB IIPEMBAHASAN 2.1 Pengelolaan AgroekosistemAgroekosistem yaitu interaksi dan keterkaitan komponen biotik dan abiotik khususnya hubungan tanaman pertanian dengan kelembapan udara, presipitasi, komponen tanah dan cahaya matahari. Di dalam agroekosistem juga terdapat masalah yang terjadi seperti degradasi lahan, kerusakan tubuh tanah, dampak pemupukan yang berlebihan,dan sebagainya. Untuk memenuhi dan mengatasi masalah-masalah tersebut dibutuhkan ilmu yang memahami, mempelajari, merancang, dan mengolah keterkaitan antara tanaman dengan komponen biotik dan abiotik disekitarnya yaitu ilmu Agroekologi.Agroekologi merupakan ilmu yang menjadi landasan untuk merancang sistem pertanian berkelanjutan. Agroekologi memberikan pedoman untuk mengembangkan deversifikasi agroekosistem dengan memanfaatkan keragaman hayati serta pengaruh interaksi komponennya. Pertanian berkelanjutan adalah pengolahan sumber daya yang berhasil untuk untuk usaha pertanian guna membatu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualiatas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan ini merupakan salah satu dari 4 sifat Agroekosistem yang berprinsip dapat berproduksi terus menerus tanpa menurunkan daya dukung Agroekosistem.

2.2 Hubungan antara agroekosistem dan keanekaragaman hayatiHubungan antara keanekaragaman hayati dan agroekosistem berfungsi sangat kompleks dan memerlukan klarifikasi untuk masing-masing keanekaragaman hayati. Layanan dapat menyediakan. Efek positif mereka tergantung terutama pada interaksi antara komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik agroekosistem, selanjutnya disebut hanya sebagai interaksi biotik. Interaksi biotik yang menarik dalam pertanian untuk sejumlah alasan, termasuk layanan yang mereka berikan melalui pengendalian hama non-kimia dan perbaikan dalam kondisi pertumbuhan tanaman (akibat perubahan dalam ketersediaan unsur hara tanah dan struktur tanah; Shennan 2008). Biodiversitas sangat mempengaruhi kestabilan suatu ekosistem yang ada. Apabila suatu lingkungan pertanian semakin tinggi keaneka ragamannya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keseimbangan atau ke stabilan ekosistem akan semaking tinggi. Sebagai contoh adalah pertanian monokultur merupakan salah satu pertanian yang dapat meningkatkan serangan hama dikarenakan kurangnya keanekaragaman sehingga hama tidak mendapat competitor, berbeda dengan pola pertanian polikultur dimana akan terbentuk ekosistem yang lebih beragam sehingga dapat lebih mampu menghadirkan kompetisi sehingga akan menciptakan ekosistem yang lebih stabil, keaneragaman hayati dapat juga dilihat pada lahan pertanian yang menggunakan sistem agroforestro dimana pada lahan-lahan ini jarang sekali terdapat ledakaan hama, kerusakan lingkungan dan lain sebagainya, hal ini dikarenakan setiap komponen agroforesttry akan meciptakan kondisi yang saling menguntungkan baik bagi ekosistem maupun bagi manusia.Hubungan antara keanekaragaman hayati dan agroekosistem berfungsi sangat kompleks dan memerlukan klarifikasi untuk masing-masing keanekaragaman hayati Layanan dapat menyediakan. Efek positif mereka tergantung terutama pada interaksi antara komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik tem agroecosys, selanjutnya disebut hanya sebagai interaksi biotic .Interaksi biotik yang menarik dalam pertanian untuk sejumlah alasan, termasuk layanan yang mereka berikan melalui pengendalian hama non-kimia dan perbaikan dalam kondisi pertumbuhan tanaman (akibat perubahan dalam ketersediaan unsur hara tanah dan struktur tanah; Shennan 2008). Tinjauannya adalah untuk mengeksplorasi sejauh mana dan cara di mana dimungkinkan untuk mengelola lintas agroekosistem untuk meningkatkan interaksi biotic yg menguntungkan dan mengurangi penggunaan bahan kimia.

2.3 Hubungan Agroekositem dan AgrolandscapeKegiatan pertanian selalu berhubungan dengan faktor-faktor agroekologi, Yang meliputi komponen biotic dan abiotik yang saling berinteraksi dalam agroekosistem. (Warrenet al.2008:17) mengatakan bahwa dalam banyak sistem pertanian yang dikelola manusia, tanaman budidaya yang di tanam akan berinteraksi dengan ekologi disekitarnya. Mekanisme ekologi yang terjadi ditentukan oleh komposisi tanaman pertanian dan juga ditentukan oleh faktor abiotik seperti kimia tanah, iklim, dam manajemen atau pengolahan pertanian. Sedangkan agrolandscap merupakan kajian untuk memahami tentang pola dari beragamnya spesies yang ada dan proses yang terjadi dalam landsacape tersebut ( Warren 2008:114).Dalam menjalankan atau merancanga agrolandscape harus selalu berpegang dan berpedoman pada Agroekologi. Agrolandscape termasuk kegiatan berskala ruang yang didalamnya terjadi interaksi fungsional antara komponen abiotik dengan komponen biotik namun tetap lebih menekankan pada segi keindahan (estetika). Dibidang pertanian, keuntungan dengan adanya model landscape adalah mengenai kebijakan dalam penggunaan lahan. Lebih lanjut, adanya ilmu mengenai landscape dapat mempredikisi dampak buruk lingkungan, seperti perubahan populasi burung dikarenakan bertambahnya lahan tanah untuk ladang (arable land). Lebih detailnya, keuntungan dari adanya landscape adalah dapat digunakan sebagai simulasi bagi para petani untuk menentukan lahan yang cocok untuk produksi pertaniannya.Maksud dari pernyataan diatas adalah hubungan antara agroekologi dan agrolandscape, yaitu bagaimana cara kita mengolah dan menjaga kelestarian lingkungan dengan ilmu agroekologi dan dapat menciptakan suatu keindahan melalui ilmu agrolandscape yang dapat dijalankan bersama agar memiliki nilai guna yang tinggi. Nantinya diharapkanhewan, tumbuhan, nutrisi, air, dan sebagainya semua bisa bergerak selaras dalam suatu ekosistem.

2.4 memodifikasi lingkungan dari organisme hidup di skala lapangan untuk meningkatkan Bioinsektisida dan gizi menggunakan efisiensi

Banyak solusi teknis pernah membayangkan untuk pengelolaan tanaman untuk memberikan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi organisme menguntungkan, musuh alami dari hama spesies dan ekosistem insinyur (Jones et al. 1994) yang memiliki efek pada fisik dan kimia environ-ment menguntungkan masuknya nutrisi ke dalam tanaman. ditujukan untuk pengendalian hama, kami menyediakan dua contoh solusi tersebut. Pertama, efek sistem tanah yg dikerjakan di tanah biota dan organisme habitat, didasarkan pada sejumlah besar data eksperimen; Sebaliknya, penggunaan alang-alang untuk pengendalian hama alami adalah hampir seluruhnya baru bidang penyelidikan. 2.4.1 efek no-sampai sistem dan pengendalian gulma pada organisme habitat dan interaksi antara hama dan musuh alamiPraktek-praktek budidaya tanah mempengaruhi komposisi bahan organik, kelembaban tanah dan struktur permukaan tanah (Holland 2004). Secara khusus, Mulsa dibentuk dalam ketiadaan tanah yg dikerjakan. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa akumulasi bahan organik di permukaan tanah hampir selalu mengarah ke peningkatan dalam keragaman generalis predator (tanah kumbang, laba-laba dan kumbang rove; Hanna et al. 2003; Mathews et al. 2004; Schmidt et al. 2004; Pullaro et al., 2006). Keragaman ini tampaknya tergantung secara langsung pada naik kontrol oleh komunitas saprophagous springtails (Chen dan bijaksana 1999; Ferguson dan Joly 2002). Hal ini sering menyebabkan penurunan populasi hama tanaman tertentu, seperti kutu daun, ulat dan kumbang Colorado (Zehnder dan 1990 Hough-Goldstein; Brust 1994; Schmidt et al. 2004; Pullaro et al., 2006). Menurut Landis et al. (2000), kehadiran membusuk bahan organik di permukaan tanah menyediakan predator dengan mangsa alternatif ketika ada ada hama tanaman yang hadir dalam plot. Kendall et al. (1991) bahkan menunjukkan, di musim dingin jelai tanaman, bahwa jumlah jerami tersisa di permukaan tanah positif berkorelasi dengan keragaman polyphagous predator dan negatif berkorelasi dengan tingkat infeksi BYDV (karena untuk lebih besar predasi pada kutu daun vektor oleh predator ini). Sebuah fenomena yang sama diamati mengikuti applica-tion bahan organik ke plot (Landis et al. 2000). Gulma populasi mungkin juga menurun dalam ukuran hadapan Mulsa disebabkan peningkatan jumlah benih-makan tanah kumbang (Harrison et al. 2003; Pullaro et al., 2006). Selanjutnya, kehadiran jumlah yang cukup besar dari residu setelah panen tanaman menciptakan lingkungan yang tidak menguntungkan untuk perkecambahan gulma dan pendirian. Spesies gulma tahunan dengan biji kecil yang memerlukan cahaya untuk pengecambahan adalah yang paling sensitif ke permukaan residu, sedangkan besar-unggulan tahunan dan abadi gulma cukup sensitif (Teasdale dan Rosecrance 2003). Gulma penindasan efek mengurangi selama musim seperti residu terurai. Namun, aplikasi Mulsa juga dapat memiliki efek negatif pada tanaman, dengan meningkatkan populasi siput, misalnya (Mabbett 1991).

manajemen gulma di rendah-masukan atau organik tanam sistem mengarah pada perubahan dalam jumlah dan keragaman gulma hadir dalam plot (Hyvnen et al. 2003; Hyvnen 2007). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa meninggalkan gulma beberapa mungkin membuatnya mungkin untuk mengurangi kelimpahan hama tanaman. Penurunan ini hasil dari peningkatan peraturan oleh musuh-musuh alami karena gulma dapat memberikan musuh-musuh ini dengan sumber daya, beberapa diantaranya rumput-spesifik, seperti serbuk sari dan nektar, alternatif mangsa dan host (Andow 1990; Hni et al. 1998; Norris dan Kogan 2005). Namun, gulma bunga juga dapat menarik hama tertentu, seperti umum serbuk sari kumbang (M. aeneus dan M. viridescens), mencari untuk memberi makan pada bunga setelah munculnya mereka dari musim dingin minyak perkosaan dan sebelum keberangkatan untuk overwintering situs (Balachowsky 1962).

2.4.2 efek pengelolaan tanah pada habitat cacing tanah dan masyarakat: konsekuensi untuk gizi menggunakan efisiensiPerhatian semakin dibayar untuk macrofauna tanah karena kontribusinya yang besar terhadap nutrisi di lintas agroekosistem. Kita menggambarkan ini peran ekosistem insinyur, dengan contoh cacing tanah, mengingat mereka efek yang besar pada kesuburan tanah dan efek pengelolaan tanaman pada populasi mereka.Cacing tanah sangat penting untuk nutrisi karena mereka mengurai bahan organik (Edwards dan Bohlen 1996) dan meningkatkan ketersediaan unsur-unsur mineral beberapa (fosfor, misalnya). Cacing tanah juga mempengaruhi struktur tanah dan kegiatan mikrobiologis. Saluran mereka menciptakan meningkatkan porositas tanah (Lavelle 1997) dan infiltrasi, mendukung perkembangan akar (Jgou et al. 2002). Melalui kegiatan mereka kehidupan, cacing tanah campuran berbagai cakrawala tanah dan membantu menggabungkan bahan organik ke tanah (Cluzeau et al. 1987). Cacing tanah kegiatan ini juga meningkatkan biomassa mikroba (Cluzeau et al.1994; Aira et al., 2003), sehingga mempengaruhi mineralisation bahan organik. Tergantung pada kelompok ekologis yang mana mereka berasal, cacing tanah memiliki efek yang berbeda pada struktur tanah: anecic cacing bentuk besar subvertical terowongan, endogeic cacing menggali lebih horizontal cukup dekat ke permukaan, dan cacing epigeic tetap di permukaan dan dengan demikian tidak berpengaruh pada struktur tanah. Demikian pula, efek dari kelompok-kelompok ini pada nasib sisa tanaman berbeda: endogeic geophagic dan menelan sudah decom-berpose bahan organik, sedangkan anecic dan epigeic spesies feed pada bahan organik di permukaan tanah.Dengan demikian, cacing tanah meningkatkan beberapa aspek kesuburan tanah, baik secara fisik dan kimia, dan hal ini bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman. Pada kondisi terkontrol, telah menunjukkan bahwa kehadiran cacing tanah memiliki efek positif pada pertumbuhan tanaman. Scheu (2003), meninjau studi 83, menyimpulkan bahwa 79% menunjukkan respon yang positif dengan kehadiran cacing tanah, dengan hanya 9% menunjukkan tanggapan negatif dan tidak berpengaruh signifikan di 12%. Namun, hal ini lebih sulit untuk menunjukkan tanggapan seperti dalam kondisi lapangan karena populasi sering banyak lebih kecil daripada yang digunakan untuk eksperimen di laboratorium. Dalam beberapa kasus, cacing tanah dapat diperkenalkan langsung ke lapangan, yang memiliki efek positif (Scheu 2003). Namun, perbedaan utama antara spesies yang diamati (Shuster et al. 2003), dan nasib cacing diperkenalkan harus dipelajari sebelum teknik ini diterapkan ke bidang komersial (Nuutinen et al., 2006). Sementara itu, dimungkinkan untuk mendukung populasi cacing tanah dan aktivitas mereka melalui pengelolaan tanaman.Populasi cacing tanah dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban (Whalen dan Parmelee tahun 1999; Pelosi et al., 2008). Sumber makanan yang juga merupakan faktor penting yang menentukan jumlah rata-rata cacing tanah yang hadir di tanah yang diberikan (kari 1998). Penambahan bahan organik ke tanah nikmat cacing tanah populasi (Anderson et al. 1983). Sebaliknya, penurunan organic masalah tingkat memiliki efek negatif pada populasi (Mele dan Carter 1999; Hendrix et al., 1992). Leroy et al. (2007) dibandingkan pupuk kandang peternakan, ternak bubur dan berbagai kompos dan juga melaporkan efek yang sedikit kualitas bahan organik, dan Scown dan tukang roti (2006) diamati perbedaan dalam kelimpahan cacing tanah yang terkena kotoran dari berbagai hewan ternak. Distribusi bahan organik juga mempengaruhi kelimpahan relatif dari kelompok ekologi yang berbeda di dalam masyarakat. Dengan demikian, tanah yg dikerjakan, khususnya membajak, jelas adalah teknik dengan dampak yang kuat pada populasi cacing tanah (Chan 2001). Membajak pengaruh cacing tanah populasi tidak hanya dengan mengubah distribusi bahan organik, tetapi juga melalui lain melaporkan efek: kematian langsung terluka oleh bajak, perusakan habitat cacing tanah dan paparan predator cacing tanah. Cacing tanah Anecic lebih terpengaruh daripada endogeic spesies, yang mendapatkan keuntungan dari pemakaman bahan organik permukaan (Nuutinen 1992). Membajak karenanya mempengaruhi cacing tanah penduduk kepadatan, biomassa dan spesies keragaman. Efek negatif dari pemadatan tanah telah melaporkan (Langmaack et al. 1999), meskipun efek ini kurang sering digambarkan. Perjalanan kendaraan dalam kondisi basah mungkin memiliki efek langsung cacing tanah yang terletak di bawah roda trek seperti cacing cenderung datang ke permukaan dalam kondisi seperti itu (Buck et al. 2000). Efek negatif dari pestisida juga telah dilaporkan dalam beberapa kasus, dengan tingkat tinggi variasi (Edwards dan Bohlen 1996) sebagai fungsi dari jenis bahan aktif, kondisi iklim selama penyebaran dan cacing tanah spesies dianggap. Epigeic worms, yang hidup di permukaan, yang lebih terkena pestisida daripada spesies anecic dan endogeic.Dengan demikian, beberapa teknik pengelolaan tanaman memiliki efek positif atau negatif pada populasi cacing tanah. Namun, teknik tidak dianggap secara terpisah dan efek pada populasi cacing tanah seluruh sistem tanam harus dipelajari. Pelosi et al. (2009), dalam sebuah studi dari beberapa sistem tanam dengan berbagai tingkat produktivitas, intensitas penggunaan tanah tanah yg dikerjakan dan pestisida, menunjukkan efek yang jelas dari sistem pada komposisi ekologi budidaya kelompok masyarakat. Anecic cacing yang disukai oleh sistem pengeboran langsung dengan pemeliharaan tanaman permanen penutup sepanjang tahun, sedangkan cacing endogeic cenderung akan disukai oleh tanaman konvensional management (termasuk penggunaan pestisida dan membajak) dan dalam sistem tanam organik (dengan mouldboard membajak). Rasio-nale tanam sistem yang bertujuan untuk memelihara atau mempertahankan populasi cacing tanah didasarkan pada dua elemen utama: meningkatkan sumber daya karbon dan mengelola struktur tanah, dengan tanah yg dikerjakan terbatas seperti mungkin, sementara menghindari pemadatan tanah. Ada berbagai cara untuk mencapai tujuan memaksimalkan karbon kembali ke tanah: aplikasi pupuk adalah metode yang jelas, tetapi juga dimungkinkan untuk menjaga sisa tanaman di bidang sedapat mungkin. Cara lain untuk meningkatkan sumber daya karbon untuk macrofauna adalah untuk memaksimalkan fiksasi karbon oleh fotosintesis melalui tingkat tinggi produksi dan menghindari periode telanjang tanah dengan menanam tanaman penutup (Lihat bagian 4). Itisalsopossibleto memperkenalkan sementara padang rumput, meliputi tanah selama beberapa tahun, menjadi rotasi tanaman. Hal ini tidak selalu mungkin untuk menghindari dalam tanah yg dikerjakan, terutama membajak, karena banyaknya fungsi dari operasi ini (gulma manajemen, sirkulasi air, decompaction). Namun, lebih baik pengetahuan tentang dinamika cacing tanah penduduk-tions, mungkin didasarkan pada model seperti yang disajikan oleh Pelosi et al. (2008), menjadikannya mungkin untuk mengoptimalkan jadwal operasi tanah yg dikerjakan, sehingga meminimalkan dampaknya terhadap populasi cacing tanah. Sebagai contoh, interven-tions dapat dijadwalkan bertepatan dengan periode selama cacing tanah kurang rentan, seperti diapause, terutama selama periode dingin.Dampak pengelolaan tanaman pada habitat, untuk pengendalian hama dan peningkatan gizi menggunakan strategi, diuraikan dalam bagian ini. Banyak studi telah sudah berfokus pada efek tanah yg dikerjakan (atau tidak ada tanah yg dikerjakan) pada hama dan musuh-musuh alami mereka. Efek positif dan negatif telah dilaporkan, dan lebih lanjut penelitian diperlukan untuk membangun keseimbangan antara efek ini. Namun, beberapa item sekarang telah dievaluasi untuk membantu petani mengevaluasi keseimbangan antara manfaat dan risiko ketika mereka berhenti membajak, misalnya. Dalam situasi sangat berbeda ketika mempertimbangkan efek gulma manajemen pada pengendalian hama alami. Tersedia beberapa data empiris atau teoritis. Banyak petani yang digunakan untuk mencoba untuk memberantas gulma dari ladang mereka dan tidak terbiasa dengan mempertimbangkan peran gulma dalam membangun habitat untuk musuh alami (atau untuk mengendalikan hama). Selain itu, penelitian paling agronomi didasarkan pada data eksperimen yang diperoleh dalam plot dari mana gulma dengan hati-hati dihapus. Ini dua contoh jelas menggambarkan ketidakseimbangan dalam kamipengetahuan tentang efek tanam praktik keanekaragaman hayati yang bermanfaat. Efek paling terkenal metode lebih langsung, membuka jalan baru penelitian. Kedua efek positif dari cacing tanah pada beberapa besar proses ketersediaan unsur hara yang mendasari dan pendorong utama cacing tanah kelimpahan (tanah yg dikerjakan dan pasokan bahan organik ke tanah) sekarang baik didokumentasikan. Namun, efek buruk diukur, dan sedikit yang diketahui tentang dampak dari spesies cacing tanah dan usia. Karena itu tetap sulit untuk memberikan petani dengan dukungan untuk keputusan yang berkaitan dengan praktek.

2.5 memperkenalkan tanaman penutup untuk memodifikasi biotik interaksi di lintas agroekosistem

Pengenalan tanaman penutup adalah contoh dari ketiga jenis modifikasi agroekosistem yang dianggap dalam makalah ini: mengelola rotasi tanaman dan diversifikasi. Cover tanaman yang tidak umumnya dipanen, dapat meningkatkan ketersediaan sumber dan kondisi pertumbuhan tanaman atau mengurangi dampak dari hama. Tanaman penutup terbagi dalam dua Kategori: (a) annuals tumbuh selama off-musim yang dibunuh sebelum penanaman tanaman, memberikan Mulsa (beberapa efek yang dijelaskan dalam bagian 3.1), dan (b) living mulches yang tumbuh pada waktu yang sama seperti tanaman, untuk semua atau bagian dari musim tanam, mengakibatkan sistem tumpang sari.

2.5.1 efek tanaman penutup pada sifat fisik dan kimia tanah, untuk nutrisi tanaman yang baik

Tanaman penutup berkontribusi akumulasi bahan organik dalam lapisan atas tanah (Roldan et al. 2003; Alvear et al. 2005; Diekowetal. 2005; Madarietal. 2005). ini telah terbukti mengakibatkan agregasi permukaan tanah lebih baik karena hubungan antara agregat stabilitas dan kandungan karbon organik total dalam agregat tanah (bola et al, 1996; Chenuetal. 2000; Pagliaietal. 2004). tanaman penutup juga membantu dalam perkembangan akar Perubahan dalam struktur tanah yang berkaitan dengan pertumbuhan akar telah dilaporkan oleh beberapa penulis (Cresswell dan Kirkegaard 1995). Rootactioncandecrease tanah massal kepadatan dekat permukaan atau mengubah distribusi ukuran pori-pori tanpa meningkatkan total porositas (Henderson 1989; Rosolemetal. 2002). Whalleyetal. (2005) dianalisis gambar dari bagian tanah kurus dan menunjukkan jumlah pori-pori besar untuk menjadi lebih rhizosphere daripada di tempat lain karena pertumbuhan akar, aktivitas mikroba, dan diulang membasahi dan pengeringan dari tanah pada akar-tanah antarmuka (Gregory 2006).. Kegiatan biologis ini lebih besar dalam lapisan permukaan membantu meningkatkan stabilitas agregat dan nitrogen mineralisation (Hu et al. 1995; KiemandKandeler 1997; HatfieldandPrueger 1996). Tanaman penutup telah dipromosikan sebagai sarana untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan tersedia nitrogen dalam tanaman berikutnya dalam sistem pertanian, mengurangi risiko lingkungan masalah yang terkait dengan kontaminasi nitrat permukaan dan air tanah sementara potensi-ly meningkatkan profitabilitas dengan mengurangi kebutuhan untuk pupuk nitrogen (Hartwig dan Amon 2002; Wangetal. 2008). kacangan penutup tanah dapat memperbaiki nitrogen, beberapa yang tersedia untuk tanaman berikutnya. Namun, keuntungan penuh dari tanaman penutup tergantung pada sinkronisasi cover tanaman nitrogen mineralisation dan tuntutan nitrogen tanaman berikutnya. Hidup mulches dapat digunakan untuk mendaur ulang nutrisi dan untuk memperbaiki nitrogen, tetapi sering juga sangat bersaing dengan tanaman utama, mengurangi pertumbuhan tanaman dan menghasilkan. Cover crop seleksi adalah aspek penting dari desain dan optimalisasi ini adalah sistem tumpang sari (Hollander et al. 2007a, b).

2.5.2 efek tanaman penutup pada gulmaTujuan utama tanaman penutup adalah untuk mengendalikan gulma dengan mengganti penduduk gulma tidak dapat diatur dengan tanaman penutup yang dikelola. Hal ini dicapai dengan menyesuaikan fenologi tanaman cover crop seperti yang menempati relung yang tersedia sebelum mereka dapat ditempati oleh populasi gulma. Sebagai gulma dan Mulsa hidup tanaman bersaing untuk sumber daya yang sama, gulma dapat ditekan oleh introduc-ing hidup mulches ke tanam sistem (Teasdale et al. 2007). Di bawah ditaburkan tanaman penutup dapat menurunkan weedinfes-tation dalam tiga cara (Phatak 1992; Bastiaansetal. 2002): mencegah perkecambahan benih gulma dan munculnya, pertumbuhan gulma decreas-ing dan perkembangan, dan mengurangi jumlah biji hadir dalam bank benih gulma di dalam tanah dengan membatasi perekrutan benih dan meningkatkan predasi benih. Tanaman cover crop diberikannya efek oleh cepat menempati ruang terbuka antara baris tanaman utama. Perkecambahan benih gulma mungkin dihambat oleh lengkap pencegatan cahaya (Phatak 1992) oleh tanaman penutup orby secretionof allelopathic bahan kimia (White et al. 1989; Inderjitand Keating 1999; BorekandMorra 2005; Hoaglandetal. 2008). Alelopati awalnya didefinisikan sebagai efek dari satu tanaman lain melalui pelepasan biomolekul (beras 1984). Definisi ini dibuat kemudian luas enedto termasuk efek pada organisme lain, termasuk microorgan-isme khususnya. Setelah bibit rumput menjadi didirikan, persaingan untuk sumber daya yang utama mecha-nism rumput penindasan oleh tanaman cover crop (Teasdale 1998; Hollanderetal. 2007b). Namun,sulit untuk membedakan eksperimental Alelopati dan mech-anisms melibatkan kompetisi untuk sumber pertumbuhan. Beberapa persyaratan untuk melanggar dorman dan mempromosikan perkecambahan benih gulma dalam tanah (cahaya dengan rasio merah merah-untuk-jauh yang tinggi dan berbagai harian tinggi suhu tanah) menurun lebih kuat oleh mulches hidup daripada oleh residu tepung (Teasdale dan Daughtry 1993). Setelah didirikan, hidup mulches juga dapat menggunakan cahaya, air dan sumber-sumber gizi yang kalau tidak akan tersedia untuk gulma.Idealnya, tanaman penutup harus menekan gulma mendirikan-ment selama masa-masa kritis selama gulma muncul cenderung menyebabkan kerugian hasil tanaman (Buhler et al. 2001). Mulsa hidup yang cukup kompetitif untuk menekan rumput liar Mei juga penurunan tanaman pertumbuhan dan hasil, meskipun ini tidak terjadi dalam semua kasus (darialex dan boneka 1996). Penelitian Muchofthe mulches hidup berfokus pada pengembangan pendekatan untuk mencapai selektivitas antara rumput liar dan tanaman terkait, termasuk () menabur Mulsa hidup sehingga pertumbuhannya puncak tidak terjadi selama periode di mana kompetisi akan memiliki dampak terbesar pada hasil panen, (b) meningkatkan kepadatan populasi tanaman untuk meningkatkan daya saing tanaman relatif terhadap hidup Mulsa , (c) menekan Mulsa hidup selama pertumbuhan tanaman sehingga membuatnya kurang kompetitif dengan tanaman (Teasdale 1998; Teasdaleetal. 2007; Hollanderetal. 2007b). 2.5.3 efek tanaman penutup pada hamaMenurut sumber daya konsentrasi hipotesis (Tahvanainen dan akar 1972), probabilitas hama tanaman menemukan pabrik tuan rumah mereka lebih tinggi dalam monokultur satu spesies tanaman (sesuai dengan konsentrasi maksimum sumber) daripada di berdiri terdiri dari campuran beberapa spesies (di mana tanaman diencerkan antara lain sumber daya tanaman; Tahvanainen dan akar 1972; Akar 1973). Hipotesis ini karena itu memprediksi negatif hubungan antara keanekaragaman tanaman dan tingkat invertebrata phytophagy (akar 1973) tanpa interaksi dengan musuh alami spesies hama, yang merupakan salah satu keuntungan dari campuran spesies (Malzieux et al. 2009). Banyak studi telah mencoba untuk menguji hipotesis ini: () melalui hubungan antara keanekaragaman tanaman dan keragaman phytophagous Artropoda (Mulder et al. 1999; Koricheva et al. 2000; Haddadetal. 2001), (b) throughrelationships antara dua ekstrem negara (monokultur versus polikultur) dan ukuran populasi antropoda phytophagous (Russell 1989; Andow tahun 1991; FinchandCollier 2000), atau (c) throughrelationshipslinkingthedensityofa spesies tanaman tunggal dan struktur populasi phytoph-agous (Rhainds dan bahasa Inggris-Loeb 2003; Joshi et al. 2004). Incontrast, beberapa studi telah menyelidiki efek gradien keanekaragaman tumbuhan pada tingkat phytophagy (Mulder et al. 1999; Pfistereretal. 2003; Scherber et al. 2006; Unsickeretal. 2006). Banyak studi ini telah menjadi subjek Review (Risch et al. 1983; Andofameta Andow 1986)-analysis(TonhascaandByrne 1994) menampilkan diversifikasi tanaman yang memimpin, in52-70% dari kasus, penurunan kepadatan hama. Sejak publikasi Tinjauan ini, beberapa penulis menambahkan perdebatan tentang konsekuensi dari tanaman diversifikasi untuk hama (Coll dan Bottrell 1995; Theunissenetal. 1995; Roininen et al, 1996; SchellhornandSork 1997; Harmonetal.2003; Kait dan Johnson 2003; Aquilinoetal.2005; Costamagna dan Landis 2006; Gianolietal. 2006; Bjorkmanetal.2007; Schmidt et al. 2007). Tujuh dari makalah ini dilaporkan diversifikasi tanaman yang berhasil penurunan populasi hama beberapa atau semua; empat menemukan bahwa tanaman diversifikasi tidak berpengaruh, dan salah satu ditemukan bahwa hal itu mengarah pada peningkatan populasi hama. Tren ini menunjukkan bahwa rapatan hama tanaman umumnya menurun dalam menanggapi diversifikasi tanaman yang tumbuh pada plot. Namun, kecenderungan ini tidak akan diizinkan untuk menyembunyikan variabilitas dari efek tanaman diversifikasi pada hama atau sifat moderat efek ini, bahkan ketika positif.Tanaman untuk mengendalikan hama, seperti dijelaskan di atas, dapat dianggap "proses pasif" kontrol untuk tanaman - merusak organisme. Proses aktif dapat meningkatkan manfaat dari diversifikasi tanaman, terutama untuk pengendalian penyakit. Proses tersebut termasuk mengubah populasi organisme rhizosphere khusus, yang mungkin mempengaruhi tanaman patogen melalui kompetisi, permusuhan atau penindasan (Kirkegaard et al., 2008). Alelopati adalah contoh lain dari sebuah proses aktif. Sifat allelopathic dari beberapa spesies tanaman penutup, seperti tanaman Brassica, adalah semakin dilihat sebagai cara yang efisien untuk mengendalikan beberapa soilborne hama dan penyakit. Penggunaan spesies ini sebagai tanaman penutup untuk mengontrol soilborne hama dan penyakit disebut biofumiga-tion (Angus et al. 1994).Proses ini melibatkan tumbuh tanaman Brassica (dikenal sebagai tanaman istirahat) selama periode intercrop dan kemudian grinding up dan menggabungkan residu ke tanah. Efek berbahaya langsung dari allelochemicals telah jelas ditunjukkan dalam beberapa organisme, tetapi tidak meningkatkan bukti yang menunjukkan bahwa mekanisme lain, seperti perubahan dalam struktur masyarakat mikroba tanah, mungkin memiliki efek tidak langsung pada patogen, dalam jangka panjang (Yulianti et al. 2007; Mazzola et al. 2007). Motisietal. (2009) baru saja diamati perubahan sementara dalam efisiensi kontrol soilborne patogen pelepah Rhizoctonia solani oleh Brassica juncea residu. Disarankan bahwa tren kuadrat cembung diamati mungkin hasil dari penurunan efisiensi karena cepat hilangnya allelochemicals dirilis oleh residu dan peningkatan berikutnya (b) karena rilis tertunda allelochemicals sisa () awal oleh residu dan/atau keterlambatan dalam aktivasi komunitas mikroba (karena efek merugikan pada awalnya allelochemicals) yang menanggapi penggabungan tambahan bahan organik. Oleh karena itu, salah satu fitur penting dari biofumigation tampaknya kemampuannya untuk menekan soilborne penyakit melalui pengendalian hayati dengan antagonis-tic microflora organisme. Biofumigation dianggap sebagai alternatif untuk sintetis bahan kimia yang menarik dan, pada prinsipnya, metode ramah lingkungan yang cocok untuk digunakan dalam strategi manajemen hama terpadu. Namun, efisiensi teknik ini di bidang skala tampaknya bervariasi antara studi. Pelaksanaan Teknik ini dalam sistem pertanian saat ini akan memerlukan perbaikan dalam pemahaman mekanisme yang terlibat dalam pengendalian penyakit, termasuk mekanisme yang biofumigant tanaman bertindak pada tanah lingkungan (komponen fisik dan biologi) khususnya.Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa penanaman tanaman penutup yang abadi dan tahunan sistem tanam dapat meningkatkan pengendalian hama (Altieri et al. 1985; Meyeretal. 1992; Wyss 1995; Pfiffner dan Wyss 2004; Prasifkaetal. 2006; Schmidtetal. 2007). Selain sifat-sifat hidup dan mati mulches dikutip di atas (pada prinsipnya peningkatan Bioinsektisida oleh musuh alami, penurunan hama kerusakan akibat pengenceran tanaman dan efek allelopathic terhadap penyakit soilborne), lain mekanisme telah diamati. Calon pelanggan dan pendekatan perilaku hama dipengaruhi oleh rilis zat allelochemical dari membusuk (Mabbett 1991) atau hidup Mulsa (Finch dan Collier 2000), penurunan efisiensi host tanaman tanaman lokalisasi. Namun, tanaman penutup juga dapat memperburuk kerusakan hama atau mendukung hama baru jika tanaman cover crop menyediakan hama dengan sumber kunci (Pfiffner dan Wyss 2004). Memang, meningkatnya populasi hama tampaknya terjadi lebih sering dengan hidup daripada dengan mati mulches (Meyer et al. 1992; CostelloandAltieri 1995).

Sebelumnya telah menunjukkan bahwa diversifikasi ini, dengan memodifikasi komponen biotik dan abiotik, menyediakan layanan penting, seperti menangkap hara tanah dan mencegah kerugian mereka, fiksasi nitrogen oleh legum, meningkatkan tingkat karbon tanah dan perbaikan yang terkait dalam karakteristik fisik dan kimia tanah, meningkatkan aktivitas biologis dan keragaman dan menekan gulma dan hama (Lal et al. 1991; Hartwig dan Amon 2002). Layanan ini dapat meningkatkan ketersediaan sumber dan kondisi pertumbuhan tanaman atau mengurangi dampak dari hama, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman. Namun demikian, pengenalan tanaman penutup yang mungkin juga mengurangi ketersediaan sumber daya (kompetisi dengan tanaman utama untuk cahaya, nutrisi dan air) atau mendukung baru hama dan penyakit, sehingga mengurangi produktivitas tanaman (Teasdale et al. 2007; Carofetal. 2007b. Shili-Touzietal. 2009). dalam ti njauan ini, kami menunjukkan bahwa trade-off antara layanan dan efek yang merugikan akibat pengenalan tanaman penutup yang dapat dikelola melalui praktek-praktek pertanian (pilihan dari jenis tanaman penutup, tanggal menabur dan kehancuran, dll), tetapi efisiensi melaporkan teknik ini berbeda antara studi. Alasan utama untuk hal ini variabilitas adalah kepekaan biotik interaksi untuk kondisi lingkungan di bidang skala (Altieri et al. 1985). Penggunaan sistem pertanian incurrent teknik ini karena itu memerlukan perbaikan dalam pemahaman mekanisme yang terlibat, sehingga memungkinkan untuk mengidentifikasi indikator dan aturan untuk menentukan trade-off terbaik, memperhitungkan environ lokal - mental kondisi, sarana tujuan petani dan produksi.2.6 Efek dari habitat tanaman bebas hama, musuh alami dan penyakitHabitat tanaman sering dianggap merugikan bagi banyak hewan spesies, termasuk musuh alami phytophagous serangga (Bianchi et al., 2006), whereasnon-tanaman habitat dianggap mendukung spesies bermanfaat langsung atau tidak langsung dengan menyediakan fungsi-fungsi dukungan penting kehidupan. Habitat tanaman bebas telah ditemukan untuk mempengaruhi populasi antropoda langsung dengan menyediakan tempat penampungan. Memang, beberapa studi telah menunjukkan bahwa tumbuhan herba dan habitat kayu memberikan iklim mikro lebih moderat daripada tanaman ladang, melindungi musuh alami terhadap variasi suhu (Rahim et al. 1991). Dyer dan Landis (1996) membandingkan umur panjang dari parasit-oid Eriborus terebrans di ladang jagung dan berbagai non-bidang habitat, ditemukan umur panjang lebih besar dalam woodlots daripada di ladang jagung. Telah terbukti bahwa tingkat parasitisme serangga hama lebih tinggi ke tepi bidang berbatasan dengan habitat tanaman bebas daripada di pusat bidang karena iklim mikro cukup ringan dan ketersediaan nektar (Altieri dan Schmidt 1986; LandisandHaas 1992; Thies dan Tscharntke 1999). Bebas-cropareasarealso dikenal untuk memberikan musuh alami dan hama dengan habitat overwintering memadai, meningkatkan kelangsungan hidup musim dingin dan dengan demikian menguntungkan tanaman kolonisasi di musim semi.Area bebas-tanaman juga dapat mempengaruhi populasi musuh alami dengan menyediakan sumber makanan untuk banyak serangga (Bugg dan Pickett 1998). Secara khusus, predator pasir parasitoids membuat penggunaan bahan kaya gula yang berasal dari tumbuhan, seperti nektar, serbuk sari, atau honeydew, untuk menutupi kebutuhan energi mereka (Jervis et al. 1993; Wckers et al. 2005). Beberapa studi telah menunjukkan bahwa vegetasi lebih beragam, termasuk gulma berbunga, menghasilkan ketersediaan lebih besar serbuk sari dan nektar, mengarah ke lebih tinggi densitas predator, seperti kumbang carabid dan syrphid lalat (Lys et al. 1994; Hausammann tahun 1996; Sutherland et al., 2001). Studi percobaan juga telah menunjukkan bahwa nektar makan meningkatkan kelangsungan hidup dan fekunditas musuh alami berbagai hama (Winkler et al. 2006, 2009; Tompkinsetal.2010). banyak spesies longgissima seperti penggunaan hymenopteran telah ditemukan untuk memakan nektar bunga (Jervis et al. 1993; Wckers2001), dengan tingkat ketersediaan nektar yang terkait dengan tingkat yang lebih tinggi parasitisme (Berndt et al. 2006; Ellisetal. 2005; Stephens et al. 1998). Lebih umum, adanya daya bunga di habitat seminatural telah ditemukan untuk mempengaruhi keanekaragaman, distribusi dan kelimpahan parasitoids (Marino et al., 2006). Habitat semi juga dapat meningkatkan sumber makanan dalam bentuk alternatif host dan mangsa (Landis et al. 2000; DenysandTscharntke 2002; Thomas 2002). Hal ini meningkatkan Bioinsektisida dengan menyediakan host tambahan dan mangsa di kali ketika spesies ini hadir pada kepadatan rendah dalam bidang, sehingga meningkatkan kebugaran musuh alami hama. Sebagai contoh, Corbett dan Rosenheim (1996) menemukan bahwa kehadiran habitat semi alami yang mendukung alterna-tive host secara signifikan meningkat kepadatan telur parasit Anagrus epos di tingkat lapangan dan lansekap. Beberapa studi telah menyelidiki efek dari non-tanaman habitat pada penyakit yang disebabkan oleh jamur dan bakteri. Akibatnya, peran lansekap efek dalam epidemiologi penyakit tetap sebagian besar tidak diketahui bagi kebanyakan penyakit tanaman (Plantegenest et al. 2007), Bagian dari orang-orang di mana siklus hidup patogen termasuk dua spesies berbeda. Sebagai contoh, program pemberantasan barberry (Berberis vulgaris) telah berhasil meningkatkan kontrol karat batang gandum (Campbell dan panjang 2001).

2.7 relevan lanskap karakteristik untuk interaksi biotikSeperti yang ditunjukkan oleh contoh di atas, habitat bebas-tanaman mungkin memainkan peran yang berbeda pada berbagai periode tahun (misalnya overwintering habitat, sumber alternatif mangsa, serbuk sari, atau nektar) dan organisme dapat bergerak di antara habitat tanaman dan non tanaman. Semua fungsi ekologis yang disediakan oleh area bebas-tanaman ini mempengaruhi dinamika populasi. Ekologi tanah-scape telah menggambarkan sebuah kerangka untuk memahami proses ekologi yang beroperasi di lanskap (Dunning et al. 1992). Para penulis diidentifikasi empat jenis proses: komplementasi lanskap, suplementasi lanskap, sumber wastafel dinamika dan dampak lingkungan. Di sini kita merangkum hipotesis utama yang menghubungkan pola lansekap dan dinamika populasi.Lanskap komplementasi terjadi ketika spesies membutuhkan sumber daya bebas-pengganti yang berbeda dalam siklus kehidupan. Adanya sumber daya di satu habitat dilengkapi dengan adanya sumber-daya lain di habitat terdekat, mengakibatkan populasi lebih besar yang didukung di habitat ini. Organisme harus melakukan perjalanan antara dua sumber daya yang berbeda di beberapa titik dalam siklus kehidupan. Proses ini sangat baik digambarkan oleh spesies yang memerlukan habitat musim dingin tertentu, seperti hama musim dingin minyak perkosaan: kumbang serbuk sari, kubis benih pod kumbang (Ulmer dan Dosdall 2006b; Alford et al., 2003). Lanskap suplementasi hipotesis menyatakan bahwa populasi patch mungkin lebih tinggi jika patch yang terletak dekat dengan tambalan lain sumber daya yang sama. Dalam proses ini, sumber daya dalam lanskap pengganti, meningkatkan akses mereka. Hubungan sumber wastafel terjadi ketika habitat melayani sebagai sumber emigran, yang membubarkan untuk kurang produktif habitat yang disebut tenggelam. Sub-populasi dalam patch wastafel habitat akan punah tanpa imigrasi ini. Akhirnya, efek lingkungan terjadi ketika spesies lebih sangat dipengaruhi oleh karakteristik contigu-ous patch daripada oleh orang-orang bercak yang terletak lebih jauh.Jenis proses telah diilustrasikan dalam studi terbaru menyoroti peran penting antarmuka antara tanaman dan area semi alami di dinamika populasi. Penting sumber daya yang tersedia di area-area bebas-tanaman memungkinkan populasi antropoda yang bermanfaat untuk meningkatkan ukuran dan tumpah ke bidang tanaman (Tscharntke et al. 2007). Memang, beberapa studi telah menunjukkan bahwa patch habitat semi alami berdekatan dengan ladang subur mempengaruhi kontrol atas ke bawah (Bianchi dan Wckers 2008; Olson dan Wckers 2007). Namun, Rand et al. (2006) menunjukkan bahwa arah efek spillover ditentukan oleh produktivitas utama habitat, dan spillover mungkin karena itu terjadi dari tanaman daerah terhadap non-tanaman habitat. Memang, ladang subur mewakili sumber daya-tinggi habitat untuk populasi musuh alami dari hama selama bagian dari tahun, memungkinkan populasi antropoda yang bermanfaat untuk meningkatkan ukuran dan kemudian bermigrasi ke daerah-daerah yang kurang produktif oleh pasif difusi. Brutal penghancuran habitat karena panen menyebabkan emigrasi aktif predator dari habitat ditanamkan ke arah habitat semi alami lebih stabil. Dengan demikian, musuh-musuh yang paling alami bergantung pada sumber daya yang disediakan oleh semi alami lingkungan (menurut Keller dan Hni 2000, dengan sembilan spesies menguntungkan setiap sepuluh memerlukan lingkungan bebas-tanaman di beberapa titik dalam siklus kehidupan mereka, sedangkan ini adalah kasus untuk hanya satu dari dua hama spesies), dan beberapa secara teratur perjalanan antara habitat ini dan tanaman. Ini diamati terutama di lanskap Eropa yang terfragmentasi di mana kehadiran spesies yang bermanfaat dalam tanaman semakin tergantung pada biasa kedatangan individu dari habitat semi alami untuk recolonise plot (Schmidt et al. 2005). Dengan demikian, lanskap komposisi (proporsi bebas-tanaman habitat) dan konfigurasi (lokasi spasial habitat ini) merupakan faktor penting yang mempengaruhi dinamika hama serangga dan populasi musuh alami.Demikian pula untuk penyakit, itu telah meramalkan bahwa tidak hanya diduduki proporsi lanskap oleh tanaman host tetapi juga konfigurasi spasial petak (ukuran dan jarak antara plot tanaman-tanaman inang, dalam interaksi dengan penyebaran jarak) harus mempengaruhi dinamika epidemi penyakit (Gubbins et al. 2000). Penyakit yang menyebar dalam dan di antara lahan pertanian di lanskap yang dapat dipelajari dalam rangka metapopulation (Gilligan 2002). Secara teoritis, dimungkinkan untuk memprediksi kemungkinan kolonisasi dan penyakit kepunahan di individu subpopula-tions (misalnya fields) dan pada skala lanskap sebagai fungsi dari penularan penyakit (dalam dan antara sub-populasi), host penggantian atau penghapusan tarif dan jumlah dan ukuran sub-populasi (Park et al. 2001). Teori ini telah diuji di habitat alami dan semi alami, dengan tambalan tanaman liar sebagai sub-populasi (Burdon et al. 1995; Ericson et al. 1999), tetapi belum diuji di sistem pertanian, dengan bidang sebagai sub-populasi (Gilligan 2008).Untuk penentuan tingkat di mana strategi manajemen hama harus dilaksanakan, hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi skala di mana spesies menanggapi lanskap konteks. Ciri-ciri sejarah hidup spesies, seperti kemampuan untuk membubarkan, tubuh ukuran, berbagai persepsi dan posisi trophic, diasumsikan elemen kunci dari reaksi populasi spasial konteks (Tscharntke et al. 2007). Spesies lebih tinggi tingkat tropik umumnya dianggap untuk pengalaman lanskap pada skala spasial yang lebih besar dan menjadi lebih tidak terpengaruh oleh kualitas lokal habitat dari spesies lebih rendah tingkat tropik (Tscharntke et al. 2007). Menurut Tscharntke et al. (2005), ini nampaknya menjadi benar hanya jika ada korelasi positif antara tingkat tropik dan ukuran tubuh. Musuh alami tingkat tropik yang sama dapat beroperasi pada skala spasial yang berbeda karena penyebaran kemampuan dan specialisa-tion. Sebagai contoh, predator generalis menanggapi skala spasial yang lebih besar daripada spesialis predator (Tscharntke et al. 2005). Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, kemampuan untuk membubarkan bukanlah species-specific tetap sifat, tetapi lebih sifat individu yang dapat menampilkan variasi dalam dan di antara populasi dari spesies yang sama dan akan terpengaruh oleh konfigurasi lanskap sendiri karena konteks lanskap diberikannya selektif tekanan pada penyebaran kemampuan (Baguette dan van Dyck 2007). Dengan demikian, susunan spasial tanaman dan habitat bebas-tanaman dalam lanskap mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kolonisasi..

2.8 praktis implikasiSalah satu cara utama di mana non-tanaman habitat efek dapat digunakan untuk pengendalian hama adalah melalui penerapan daerah penyangga (pagar tanaman, kumbang Bank, margin berdekatan Lapangan, batas-batas lapangan, konservasi strip). Memang, sekarang diketahui bahwa kurangnya makanan yang cukup di lanskap pertanian adalah salah satu faktor utama yang membatasi populasi serangga bermanfaat (Wckers et al. 2005). Beberapa spesies serangga mengkonsumsi nektar dan tepung sari menyediakan energi untuk pemeliharaan dan fekunditas, sehingga penyediaan makanan kenyal nyata adalah salah satu pendekatan untuk meningkatkan ukuran populasi spesies menguntungkan (Colignon et al. 2004; Rebek et al., 2006). Banyak penelitian telah dilakukan di negara-negara berbahasa Inggris dan Jerman pada single-spesies berbunga strip (misalnya putih et al. 1995; Hickman dan Wratten tahun 1996; Petanidou 2003; Pontin et al., 2006) dan bunga Strip terdiri dari beberapa spesies (Sutherland et al. 2001; Scarratt et al. 2004; Rebek et al. 2005; Luka et al.2006; Pontin et al., 2006) dan pengaruhnya terhadap predator spesialis bergantung pada bunga dan parasitoids. Sering telah dilaporkan bahwa efek dari komik strip tersebut pada keanekaragaman hayati bermanfaat spesies sangat bergantung pada jenis tanaman yang hadir. Di Swiss, studi ini telah dilakukan sejak awal 1990-an untuk menentukan komposisi spesies bunga strip paling menguntungkan bagi segala macam spesies zoophagous bermanfaat (1992 Nentwig, 1998; Nentwig et al. 1998; Wckers2004). Bidang margin dengan flora alami beragam pelabuhan terbesar kelimpahan dan keragaman Artropoda (Lagerlf dan Wallin 1993). Dalam sebuah studi terbaru, Carvell et al. (2007) membandingkan efektivitas berbagai bidang margin untuk meningkatkan keragaman dan kelimpahan lebah. Mereka menemukan bahwa diolah margin yang ditaburkan dengan campuran yang mengandung nektar dan tepung sari-menghasilkan tanaman lebih efektif menyediakan bumblebee hijauan daripada margin yang ditaburkan dengan campuran rumput. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa efek dari zona penyangga ini sangat tergantung pada usia mereka. Bunga strip mendukung pengembangan bergantung pada bunga spesialis predator dan parasitoids juga membuat sangat baik perlindungan bagi penghuni tanah bermanfaat spesies 2-3 tahun setelah tanam tussock beberapa rumput (Nentwig 1988; Frank dan Nentwig1995; Pfiffner dan Luka 2000; Lemah lembut et al.2002; Jujur et al. 2007). Kumbang Bank muncul untuk mempertahankan struktur padat vegetasi, dengan kekayaan spesies yang tinggi dan keragaman, 3 tahun setelah implemen-tation dan selama lebih dari 10 tahun (Thomas et al. 2002). Bidang margin atau strip konservasi pelabuhan musuh alami serbuk sari kumbang jika mereka lebih dari 6 tahun, seperti yang diamati oleh Bchi (2002) dan Thies dan Tscharntke (1999). Hasil ini juga dikonfirmasi oleh perbedaan yang signifikan dalam harga parasitisme dan serbuk sari kumbang kerusakan diamati dalam bidang 6 tahun margin (Thies et al. 2003).Ada bukti yang berkembang bahwa lanskap kompleks sering dikaitkan dengan keragaman yang lebih besar dari musuh alami, tetapi beberapa studi telah berurusan dengan dampak nyata keanekaragaman hayati ini pada pengendalian hama. Bianchi et al. (2006) meninjau berbagai penelitian mengenai efek dari lanskap kompleksitas di hama dan populasi musuh alami. Mereka menemukan bahwa lebih kompleks lanskap dengan proporsi tinggi semi alami habitat dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi populasi musuh alami dari sederhana Landsekap di 74% studi dan dengan tingkat yang lebih rendah dari hama kerusakan di 45% dari studi. Mereka menyarankan bahwa efek peningkatan kompleksitas lanskap pada musuh alami berbagai berkisar dari peningkatan harga oviposition oleh faktor 1.6 kenaikan tarif parasitisme dengan faktor 10. Namun, hanya sepuluh studi dianggap konsekuensi untuk hama tekanan. Dalam 45% dari studi ini, hama tekanan ditemukan untuk menjadi lebih rendah dalam lanskap struktural kompleks: aphid kepadatan rendah, thrips kepadatan, dan lebih sedikit gejala dan tingkat yang lebih rendah dari tanaman kerusakan yang disebabkan oleh serbuk sari kumbang dilaporkan. Selain itu, kompleksitas lansekap tidak mempengaruhi hama tekanan dalam 40% studi, dalam beberapa kasus karena tingkat yang lebih tinggi pendirian hama yang terkait dengan tingkat kematian hama yang ditimbulkan oleh musuh alami. Kajian terbaru tentang keragaman musuh alami sering telah menyimpulkan bahwa meningkatkan kekayaan spesies predator hasil dalam penindasan lebih efisien herbivora hama (Snyder et al. 2006; Cardinale et al., 2003).Semua kajian terbaru dinamika populasi dan trophic interaksi pada skala lanskap telah memberikan bukti kuat bahwa interaksi biotik harus dipertimbangkan pada skala yang lebih besar daripada satu patch habitat. Gambar 4 menunjukkan cara utama di mana lanskap efek undang-undang. Namun demikian, tiga jenis kesulitan telah diidentifikasi:1. dalam kebanyakan studi skala lanskap, kerusakan hama dan efektif biotik interaksi tidak diperhitungkan, mengakibatkan kesenjangan dalam pengetahuan tentang efek nyata dari non-tanaman habitat pengendalian hama dan menghasilkan kerugian. Sebagai akibatnya, walaupun peran proses skala besar telah disorot, tetap tidak jelas bagaimana cara terbaik untuk membuat menggunakan lansekap efek dan menerapkan strategi pengelolaan hama terpadu skala ini.

2. untuk implementasi skema manajemen hama terpadu yang efisien yang melibatkan konfigurasi ulang lanskap, itu adalah penting untuk mengetahui di mana spesies menanggapi lanskap pola skala. Hal ini sangat sulit untuk menentukan sebagai skala ini mungkin berbeda antara spesies, dan bahkan antara pop-ulations dari spesies yang sama.

3. skala lanskap studi sebagian besar telah diabaikan keragaman praktek yang dapat mempengaruhi dinamika men-tion kemampuan skala dan/atau penyebaran bidang pertanian. Dengan demikian, deskripsi yang lebih tepat pengelolaan tanaman dan tanam sistem pada skala lanskap dapat menyoroti cara untuk memaksimalkan biotik interaksi.

Kompleksitas biotik interaksi dalam agroekosistem (beberapa tingkat tropik, bertindak di beberapa spasial skala dan dipengaruhi oleh beberapa petani keputusan) menunjukkan bahwa pemodelan proses ekologi skala lanskap pedesaan mungkin diperlukan untuk menentukan apakah atau tidak itu mungkin untuk mengatur hama dengan cara ini dalam lanskap pedesaan dan bagaimana untuk mengoptimalkan Manajemen ini. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menelaah proses bertindak pada skala lansekap, untuk mengubah pengetahuan ini ke dalam hubungan kuantitatif dan merancang sebuah organisasi spasial yang baru tanaman, tanam praktek dan habitat bebas-tanaman meningkatkan kontrol biologis hama dan penyakit.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanUntuk mengelola biotik interaksi di agro-ekosistem dalam beberapa cara dengan memodifikasi praktek-praktek tunggal, seperti budidaya pilihan, atau seluruh lanskap. Faktor pembatas tampaknya tidak menjadi proses ekologi, tetapi kemampuan kita untuk mengukur tanggapan mereka terhadap manajemen oleh manusia dan valorise mereka, mempertimbangkan beberapa interaksi terjadi antara proses dan tingkat manajemen. Penanganan biotik interaksi melalui perakitan kompleks teknik pertanian pada berbagai skala temporal dan spasial tampaknya sangat menjanjikan tetapi masih sebagian besar belum dilakukan dengan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Safia Mdine & Muriel Valantin-Morison & Jean-Pierre Sarthou & Stphane de Tourdonnet & Marie Gosme & Michel Bertrand & Jean Roger-Estrade & Jean-Nol Aubertot & Adrien Rusch & Natacha Motisi & Cline Pelosi & Thierry Dor. 2010. Agroecosystem management and biotic interactions: a review. Agronomy Sust. Developm. (2011) 31:491514 DOI 10.1007/s13593-011-0009-1

MANAJEMEN AGROEKOSISTEMManajemen Agroekosistem dan Interaksi Biotik

Oleh:Amelia Ulfa (135040200111039)Ibnu Athoillah(135040200111144)Apreza Pahlevi (135040201111223)Suryanarni N. S. (135040207111055)Kelas: O

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015