luka bakar

41
LUKA BAKAR Jessica Prisscila* *Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA 10.2009.042 Kelompok A5 Alamat korespondensi: Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510 E-mail: [email protected] Skenario Seorang perempuan berusia 25 tahun dibawa ke UGD RS paska ledakan kompor gas dirumahnya. Pada inspeksi tampak kedua lengan bawah, tangan, wajah, leher, kulit tampak eritem, bula- bula, diselingi daerah-daerah berwarna pucat. Pasien sangat mengeluh kesakitan. Pasien tiba di RS 3 jam setelah kejadian. Pendahuluan Luka bakar akibat panas adalah bentuk trauma berat yang menyebabkan injuri jaringan lunak yang berat beserta gangguan metabolic yang menyebabkan gangguan keseimbangan cairan. Kebanyakan luka bakar adalah minor dan tidak memerlukan perawatan inap, sementara luka bakar yang ekstensif merupakan 1

Upload: agneszhangg

Post on 25-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

LUKA BAKAR

Jessica Prisscila*

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA10.2009.042

Kelompok A5Alamat korespondensi:

Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510E-mail: [email protected]

Skenario

Seorang perempuan berusia 25 tahun dibawa ke UGD RS paska ledakan kompor gas dirumahnya. Pada inspeksi tampak kedua lengan bawah, tangan, wajah, leher, kulit tampak eritem, bula-bula, diselingi daerah-daerah berwarna pucat. Pasien sangat mengeluh kesakitan. Pasien tiba di RS 3 jam setelah kejadian.Pendahuluan

Luka bakar akibat panas adalah bentuk trauma berat yang menyebabkan injuri jaringan lunak yang berat beserta gangguan metabolic yang menyebabkan gangguan keseimbangan cairan. Kebanyakan luka bakar adalah minor dan tidak memerlukan perawatan inap, sementara luka bakar yang ekstensif merupakan kedaruratan yang dapat mengancam nyawa.1 Pada makalah ini akan dibahas mengenai teori luka bakar, penanganan, serta pencegahan dan prognosisnya.PembahasanA. EtiologiPenyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar (misalnya bensin, gas kompor rumah tangga, cairan tabung dari pemantik api). Pada anak, kurang lebih 60% luka bakar disebabkan karena air panas dan umumnya merupakan luka bakar superficial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit.Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan kontak dengan benda panas atau dingin, listrik, dan bahan kimia yang dapat berupa asam kuat (menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat), maupun basa kuat (menyebabkan liquefactive necrosis dengan kerusakan jaringan yang lebih berat daripada akibat asam kuat karena daya tembusnya yang lebih dalam sehingga sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen).2,3 Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.2B. PatogenesisPEMBAGIAN ZONA LUKA BAKARPada umumnya, gambaran mikroskopis luka bakar memberikan gambaran nekrosis koagulatif, dimana terdapat 3 area luka bakar yang dapat ditemukan, yaitu: Zona koagulasi

Pada zona ini, didapatkan koagulasi vascular yang ireversibel dengan tidak adanya aliran darah kapiler, dimana kedalaman area ini ditentukan oleh suhu dan durasi paparan. Zona stasis

Pada zona ini didapatkan kapiler yang terkoyak dan jaringan yang belum terkoagulasi. Stasis dapat terjadi awal atau kemudian, dimana hal ini tergantung dari penanganannya serta penghindaran dari gosokan, oklusi lanjut vena, dan dehidrasi sehingga dapat menghindari meluasnya area luka bakar.

Zona eritema

Merupakan zona yang menunjukkan respon inflamasi yang umum pada injuri yang tak letal, dimana terjadi vasodilatasi yang mengelilingi luka bakar dan mengandung jaringan yang tampak jelas sebagai tempat mulainya proses penyembuhan; umumnya tidak beresiko berkembang menjadi nekrosis.3,4PENGARUH LUKA BAKAR PADA KULIT & SISTEM ORGANKulit manusia dapat menahan panas hingga suhu 400C. Di atas suhu tsb, kulit manusia akan mengalami kerusakan dalam waktu singkat, contohnya pada suhu 600C, sel kulit akan rusak dalam 5 detik (terjadi denaturasi protein). Selain faktor panas, keadaan lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi kematian sel misalnya faktor iskemik, oksigenasi jaringan, dan invasi bakteri.Ketika kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, akan terjadi pelepasan masif mediator-mediator inflamasi baik pada luka maupun pada jaringan lain yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler, vasokonstriksi dan vasodilatasi, serta edema local dan pada organ yang jauh. Dua mediator yang terutama berperan adalah serotonin dan tromboksan A2, dimana serotonin dilepaskan oleh trombosit yang beragregasi dan menyebabkan peningkatan resistensi vascular paru dan secara tidak langsung meningkatkan efek vasokonstrikstif dari berbagai amin vasokonstriktor. Tromboksan meningkat drastic pada plasma dan luka bakar pasien, dimana mediator ini merupakan vasokonstriktor poten yang menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi trombosit di luka sehingga menyebabkan perluasan zona stasis. Mediator ini juga menyebabkan vasokonstriksi mesenterium yang jelas serta menurunkan aliran darah usus dan menyebabkan terganggunya integritas mukosa usus dan menurunnya fungsi imun usus.3 Mediator inflamasi lain yang banyak dipelajari juga adalah prostanoid dan leukotrien dimana prostanoid terdapat dalam cairan bulla dan dianggap menghalangi penyembuhan luka. Hal inilah yang menjadi dasar pemecahan bulla. 5Meningkatnya permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran cairan intrakapiler ke interstitial sehingga terjadi edema dan bula yang mengandung banyak elektrolit (pembengkakan terjadi perlahan, maksimal setelah delapan jam). Rusaknya kulit akibat luka bakar akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Kedua kejadian di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravascular hingga dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin menurun. Sedangkan sel darah yang ada di dalam pembuluh kapiler ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.2,3Perubahan mikrovaskular akibat hilangnya volume intravascular, meningkatnya resistensi vascular perifer menyebabkan gangguan kardiopulmonar berupa penurunan curah jantung segera setelah injuri, yang juga disebabkan karena peningkatan viskositas darah dan berkurangnya kontraktilitas jantung. Curah jantung dapat pulih sepenuhnya setelah resusitasi.3 Pada system renal, terjadi pengurangan aliran darah ginjal dan GFR. Sedangkan pada system gastrointestinal, terjadi atrofi mukosa, perubahan absorbsi, dan peningkatan permeabilitas usus akibat apoptosis epitel dan gangguan aliran darah usus.Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa saluran nafas karena gas, asap, atau uap panas yang terhirup. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara parau, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Gas CO sangat kuat terikat dengan hemoglobin sehingga hemoglobin tidak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan yaitu lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah, hingga koma dan meninggal.PENGARUH LUKA BAKAR PADA SISTEM IMUNLuka bakar menyebabkan gangguan fungsi imun secara global, nampak pada adanya peningkatan masa hidup cangkok kulit allograft pada luka bakar. Pasien dengan luka bakar lebih rawan terkena komplikasi dari infeksi akibat adanya depresi fungsi selular dari system imun, termasuk aktivasi dan aktivitas dari neutrofil, makrofag, limfosit T, dan limfosit B. Dengan luka bakar dengan TBSA melebihi 20%, gangguan system imun sebanding dengan ukuran luka bakar.

PENGARUH LUKA BAKAR PADA METABOLISME

Terjadi peningkatan sekresi katekolamin, kortisol, glucagon, renin-angiotensin, ADH, dan aldosteron yang disebabkan oleh adanya aktivasi dari sitokin proinflamasi dan oksidan. Pada tahap awal, energy disuplai dari pemecahan glikogen dan glikolisis anaerob.Hipermetabolisme berat terjadi pada periode pasca terbakar, dimana ditemukan peningkatan rerata metabolic yang mendekati dua kali besarnya rerata metabolisme basal. Derajat respon sebanding dengan derajat injuri, dan akan mencapai plateau pada luka bakar yang meliputi 70% luas permukaan tubuh total/Total Body Surface Area/TBSA. Adanya stress lingkungan seperti nyeri dan sepsis dapat meningkatkan hipermetabolisme.Selama minggu pertama pasca terbakar, rerata metabolic (atau produksi panas) dan konsumsi oksigen meningkat dari level normal saat resusitasi dan tetap tinggi hingga terjadi penutupan luka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena peningkatan katekolamin dan adanya mekanisme kehilangan panas melalui evaporasi dari luka bakar, dan peningkatan endotoksin yang bersirkulasi dari luka atau usus. Karena itu, penutupan luka bakar dengan membrane yang impermeable (misalnya substitusi kulit), menempatkan pasien pada ruang yang hangat (dimana pada kondisi ini, kehilangan panas melalui konveksi dan radiasi dapat diminimalisasi) dapat mengurangi hipermetabolisme. Tingginya kadar katekolamin secara persisten dapat menstimulasi glukoneogenesis berlebih dan pemecahan protein, menyebabkan katabolisme protein, intoleransi glukosa, dan penurunan berat badan yang signifikan.4 Sedangkan glukokortikoid berpengaruh terhadap terjadinya resistensi insulin yang memperburuk hiperglikemia akibat pelepasan glukosa dari hepar. Katekolamin, bersama dengan glucagon dan kortisol, meningkatkan pelepasan glukosa, yang pada mulanya cukup penting karena glukosa merupakan bahan bakar untuk sel-sel inflamasi dan jaringan saraf.3Dukungan nutrisi secara agresif dan penutupan luka, control nyeri, stress, dan sepsis merupakan satu-satunya pilihan untuk mengurangi keadaan hipermetabolisme.4DERAJAT LUKA BAKAR

Derajat luka bakar ditentukan dari kedalaman luka bakar dan luas area yang terkena. Kedalaman luka bakar (gambar 1)Kedalaman luka bakar dapat dilihat melalui penampilan fisiknya, namun terkadang dapat juga digunakan teknik seperti biopsy, studi laser Doppler, dan USG.6

Luka bakar derajat satu

Hanya mengenai epidermis, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri (sebagai keluhan utama) yang hilang dalam 48-72 jam, atau hipersensitivitas setempat.3,4 Biasanya sembuh dalam 5-10 hari, dimana epithelium yang terluka akan mengelupas menjadi sisik-sisik dan tidak menimbulkan bekas.4 Terapi bertujuan untuk memberikan kenyamanan dengan penggunaan salep topical, dengan atau tanpa aloe, dan agen-agen antiinflamasi non-steroid.3 Luka bakar derajat dua

Mencapai kedalaman dermis. Terbagi menjadi 2, yaitu dangkal dan dalam.

Pada luka bakar derajat dua dangkal, luka bakar mengenai lapisan superficial dari dermis sehingga masih ada elemen epitel sehat yang tersisa, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.2 Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu (pada anak 10% TBS

Luka bakar yang mengenai daerah wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum, persendian utama

Luka bakar derajat 3 pada kelompok usia berapapun

Luka bakar listrik (termasuk tersambar petir)

Luka bakar akibat zat kimia

Terdapat cedera inhalasi

Terdapat masalah medis sebelumnya (pre-existing medical conditions)/kondisi komorbiditas

C. Diagnosis

Working diagnosis

Diagnosis yang diambil dari kasus ini adalah luka bakar derajat 2 campuran dan dengan luas luka bakar menurut tabel Lund & Browder sebesar 15,5%

D. Penatalaksanaan Pertolongan pertama saat terbakarUpaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya dengan mencelupkan yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas.2 Pakaian yang terbakar harus segera dipadamkan apinya dan dilepaskan dari tubuh. Semua cincin, jam tangan, perhiasan, ikat pinggang dilepaskan karena dapat menghantarkan panas dan berperan sebagai tourniquet.Selagi pasien diselamatkan dari kebakaran, keselamatan penolong juga harus diperhatikan, dimana penolong harus dijauhkan dari kemungkinan menjadi korban berikutnya. Penolong juga sebisa mungkin harus menggunakan sarung tangan, gaun, masker, kacamata pelindung saat berkontak dengan darah atau cairan tubuh. 3 Penanganan luka pre-hospitalisasi

Pertolongan pertama setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Upaya ini dapat menghentikan proses koagulasi sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah dipadamkan sehingga destruksi yang terus meluas dapat dicegah. Pencelupan dan penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang dingin, tidak usah steril.2 Namun perlu diperhatikan bahwa air jangan terlalu dingin karena dapat menyebabkan aliran darah ke area yang terbakar menjadi berkurang dan menyebabkan pasien menjadi hipotermik.6Pada luka bakar ringan, prinsip penanganan utama adalah mendinginkan daerah yang terbakar dengan air, mencegah infeksi, dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi, dan menutup permukaan luka. Luka dapat dirawat secara tertutup atau terbuka. Sedangkan pada luka bakar luas dan dalam, prinsip penanganan luka bakar sebelum dibawa ke rumah sakit adalah melindungi luka dari lingkungan dengan menggunakan penutup yang bersih pada bagian yang terbakar. Pasien dibungkus dengan selimut guna meminimalisir heat loss dan untuk menjaga temperature selama transport. Langkah pertama untuk mengurangi nyerinya adalah dengan memberikan opiate secara intravena pada dosis terendah yang masih memberikan efek. Hindari pemberian opiate secara intramuscular maupun subkutan karena absorbsinya yang tidak dapat diperkirakan. Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit terdekat yang punya tenaga terlatih dan unit luka bakar yang memadai untuk penanganan luka bakar tsb.2 Primary survey

Setelah melakukan pertolongan pertama, status ABC pasien dan juga evaluasi vertebra servikal.2,3 Juga sediakan oksigen suplemental.AIRWAY & BREATHING

Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar ringan, kalau perlu, dilakukan resusitasi segera.2 Jika ditemukan tanda-tanda injuri pernafasan (misalnya bulu hidung hangus, sputum mengandung karbon, dan takipnea) atau adanya luka bakar wajah dan leher, perlu periksa patensi jalan nafas dan berikan campuran udara lembab dan oksigen.2,3,6 Adanya stridor atau tanda-tanda distress pernafasan akut lain mengindikasikan perlunya intubasi atau dibuat trakeostomi yang berfungsi membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati, dan memudahkan pembersihan jalan nafas dari lendir atau kotoran.2,6 Jika menggunakan bronkoskopi, dapat dimasukkan juga endotracheal tube. Pasien dengan edema progresif yang tidak signifikan dapat diobservasi selama 24-36 jam, namun terkadang intubasi sulit dilakukan. Setelah memastikan jalan nafas yang adekuat, evaluasi pernafasan pasien. Pada luka bakar yang melingkari thorax, mungkin perlu evaluasi ulang pernafasan karena mungkin dapat terjadi pengurangan komplians dinding paru, dimana hal ini data ditanggulangi dengan melakukan eskarotomi pada dinding thorax.6 Bila ada dugaan keracunan CO, segera diberikan oksigen murni.2 CIRCULATION

Sirkulasi kemudian juga perlu diperiksa. Pada umumnya, luka bakar melebihi 15% TBSA memerlukan resusitasi cairan intravena, dimana akses vena yang paling baik diperoleh dari vena perifer pada kulit lengan atas yang tidak terbakar karena pada area yang terbakar, vena superficialnya seringkali tersumbat oleh thrombus.3,6 Lakukan pemantauan tanda-tanda vital dan keluaran urin dan lakukan akses intravena setelah sebelumnya melakukan penghitungan resusitasi intravena yang diperlukan berdasarkan kedalaman dan luas luka bakar.6 Adanya pulsasi maupun sinyal Doppler pada ekstremitas distal cukup untuk menentukan sirkulasi darah yang adekuat sampai pemantauan seperti pengukuran tekanan arteri dan keluaran urin bisa dilakukan.4 Ada beberapa cara penghitungan kebutuhan cairan intravena: Cara Evans

1. Luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL NaCl per 24 jam

2. Luas luka dalam persen x berat badan dalam kg menjadi mL plasma per 24 jam

(Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat edema, plasma diperlukan untuk menganti plasma yang keluar dari pembuluh darah dan meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)

3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan, diberikan 2000 cc glukosa 5% per 24 jam.

Cara pemberiannya adalah sbb:

Separuh jumal 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama

Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua

Penderita mula-mula dipuasakan karena peristalsis usus terhambat pada keadaan prasyok dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali. Kalau diuresis pada hariketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse dapat dikurangi, bahkan dihentikan.

Rumus Baxter

Luas luka bakar x berat badan dalam kg x 4 mL larutan Ringer, dimana separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam Hari pertama diberikan terutama kristaloid yaitu larutan Ringer Laktat. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.

Rumus lain yang juga dapat dipergunakan dapat dilihat pada tabel 4, dimana semua formula yang tercantum pada tabel menghitung jumlah kristaloid yang diberikan dalam 24 jam pertama, yang setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama.

Status hidrasi pasien harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1000-1500 mL/24 jam atau 1 mL/kgBB/jam dan 3 mL/kgBB/jam pada pasien anak. Besarnya kehilangan cairan yang tidak disertai resusitasi yang adekuat dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Hiponatremia sebagai gejala keracunan air dapat menyebabkan edema otak dengan tanda kejang-kejang. Kekurangan ion K akibat banyaknya kerusakan sel dapat diketahui dari EKG yang menunjukkan depresi segmen ST atau gelombang U. Ketidakseimbangan elektrolit ini juga harus dikoreksi namun bukan menjadi prioritas utama dalam resusitasi cairan emergensi manajemen primer pasien trauma.2Pada luka bakar derajat tiga pada ekstremitas, jika adanya gangguan sirkulasi maka perlu dilakukan eskarotomi dimana insisinya dimulai dari luka bakar hingga tepi kulit normal.

CERVICAL SPINE

Pada pasien yang terlibat dalam kecelakaan berupa ledakan maupun deselerasi, ada kemungkinan injuri pada medulla spinalis, sehingga perlu dilakukan stabilisasi cervical spine, misalnya dengan menggunakan cervical collars.3 Secondary survey

Setelah dilakukan survey primer, lakukan anamnesa yang meliputi pengobatan yang sedang dijalani pasien, alergi, riwayat penyakit sekarang dan dahulu, riwayat merokok, penggunaan obat-obatan tertentu atau alcohol, dan status profilaksis tetanus.2Setelah dilakukan anamnesa, dilakukan survey sekunder, dimana dilakukan pemeriksaan head-to-toe. Pada pemeriksaan ini dicari trauma lain yang mungkin didapatkan oleh pasien, karena pada umumnya, luka bakar yang berdiri sendiri tidak mempengaruhi kesadaran pasien secara akut.3 Pasien dalam keadaan konfusio atau koma sesaat setelah injuri wajib dievaluasi akan adanya inhalasi asap, trauma kepala tertutup, atau intoksikasi alcohol atau obat-obatan.

Transport pasien

6 jam pertama adalah waktu yang sangat krusial, dan pasien harus segera dibawa ke rumah sakit.1 Hindari transportasi pasien luka bakar dengan cepat dan tidak terkendali, kecuali jika ada keadaan yang juga membahayakan jiwa pasien.3 Dalam perjalanan penderita sudah dilengkapi dengan infuse dan penutup kain yang bersih serta mobil ambulans atau sejenisnya yang bisa membawa penderita dalam posisi tidur (terlentang/telungkup).2 Namun, apapun metode transportasinya, harus tersedia perlengkapan emergensi beserta dengan staff yang terlatih misalnya suster, dokter, paramedic, atau terapis respirasi yang mampu menangani pasien dengan trauma multiple.3Walaupun terdapat trauma penyerta, luka bakarlah yang paling berpotensi menimbulkan mortalitas dan morbiditas. Jika trauma penyerta yang lebih berpotensi tinggi menimbulkan mortalitas dan morbiditas, pasien distabilkan terlebih dahulu di trauma center sebelum ditransfer ke unit luka bakar. Pasien anak sebaiknya dirawat di rumah sakit yang tidak memiliki petugas dan fasilitas pelayanan pediatric yang memadai demikian juga pasien luka bakar yang memerlukan penanganan khusus masalah emosional dan social atau memerluka tindakan rehabilitative khusus (mencakup kasus penganiayaan dan penelantaran anak).2 Eskarotomi

Pada saat luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga mengenai lingkar ekstremitas, sirkulasi perifer ke ekstremitas dapat terganggu. Timbulnyaedema menyeluruh di bawah eskar akan mengganggu outflow vena dan akhirnya mempengaruhi inflow arteri yang mendarahi daerah distal. Hal ini dapat dikenali dengan rasa baal dan kesemutan pada tungkai, makin hebatnya rasa nyeri di jari-jari dan adanya perlambatan capillary refill, dan dapat pula menilai aliran arteri dari pemeriksaan sinyal Doppler pada arteri digiti atau arkus plantaris atau palmaris. Ekstermitas yang beresiko dapat dilihat dari pemeriksaan klinis, atau bila didapati tekanan jaringannya melebihi 40 mmHg. Ekstremitas yang terganggu tsb memerlukan eskarotomi, yaitu melepaskan eskar luka bakar langsung di tempat tidur pasien, dengan melakukan insisi di bagian lateral dan medial ekstremitas menggunakan skapel atau elektrokauter. Eskar yang mengerut harus diinsisi secara longitudinal untuk memperbaiki aliran darah. Jika terjadi gangguan aliran darah dalam waktu yang cukup lama, reperfusi setelah eskarotomi dapat menyebabkan hyperemia reaktif dan edema lebih lanjut pada otot, sehingga memerlukan surveilans pada ekstremitas distal secara kontinyu.3 Kompartemen fasia juga perlu diamati, dan jika perlu, dibebaskan. Pada injuri akibat listrik atau korban dengan trauma tambahan, ambang batas fasiotomi dapat diturunkan. Ekstremitas harus dielevasi guna membantu mengurangi edema.3 Komplikasi tersering yang berhubungan dengan prosedur-prosedur tsb adalah kehilangan darah dan hipotensi transien akibat pelepasan metabolit anaerob. Jika perfusi distal tidak membaik dengan metode-metode di atas, perlu dicurigai adanya hipotensi sentral akibat hipovolemia.3 Penanganan luka

Setelah mengamati jalan nafas dan resusitasi, amati luka bakarnya. Penanganan bergantung pada karakteristik dan ukuran luka, dan bertujuan untuk mencapai penyembuhan yang cepat dan tak nyeri. Terapi spesifik yang ditujukan terhadap luka bakar dapat dibagi menjadi 3 tahap AssessmentAmati luas dan kedalaman luka bakar. Deskripsi luka bakar mula-mula termasuk berapa persen besar TBSA untuk luka bakar derajat dua dan tiga (derajat satu selalu tidak dihitung). ManagementDilakukan dengan tindakan debridement (dapat dilihat pada halaman 20). Sedangkan untuk mengurangi nyerinya, air dingin dapat digunakan sebagai analgesic pada luka bakar yang kecil dan superficial, namun tidak pada luka bakar yang besar karena resiko hipotermia.4 Nyeri sebaiknya dikontrol dengan menggunakan opiate intravena dosis efektif terendah .3,4Luka akibat asam hidrofluorida perlu di-lavage (cuci bilas) sebanyak-banyaknya dan diberi gel kalsium glukonat topical. Pemberian kalsium sistemik juga diperlukan karena asam hidrofluorida mengendapkan kalsium pada luka bakar.2Luka derajat satu tidak memerlukan pembalutan (dapat dilihat pada halaman 21) dan dapat diobati dengan salep topical untuk mengurangi nyeri dan menjaga kelembapan kulit. Luka derajat dua dapat diobati dengan mengganti balutan setiap hari disertai antibiotic topical, perban katun, dan perban elastic, atau pilihan lain dengan menggunakan pengganti kulit seperti Biobrane. Luka derajat dua dalam dan derajat tiga memerlukan eksisi dan grafting untuk menutup luka bakar yang cukup besar, dan pemilihan pembalut inisial bertujuan untuk menahan proliferasi bakteri dan menyediakan oklusi hingga dilakukan operasi. 3Sedangkan pemeriksaan laboratorium inisial yang dilakukan pada luka bakar mayor termasuk hitung darah perifer lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, tes fungsi hepar, dan urinalisis. Pengukuran AGD dan konsentrasi karbon monoksida dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki injuri inhalasi atau memiliki riwayat disfungsi pulmonar. Pasien dengan luka bakar mayor (>40% TBSA pada pasien 60 tahun) memerlukan pemantauan jantung secara kontinyu.7 Rehabilitation

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya memerlukan fisioterapi untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional dengan bidai.2

Revisi bedah plastic pada luka kadang diperlukan setelah grafting awal guna melepaskan kontraktur pada sendi dan untuk alasan kosmetik, karena seringkali luka bakar meninggalkan bekas yang tidak dapat mengalami resolusi total.Pasien juga harus memberikan perhatian khusus pada luka bakarnya. Hindari paparan sinar matahari dalam jangka waktu yang lama, atau jika terpapar sinar matahari, gunakan tabir surya. Hypertrophic scar dan keloid dapat diminimalisir dengan garmen yang ketat hingga luka menjadi matur, yaitu sekitar 12 bulan. Dan karena apparatus-aparatus kulit seringkali hancur pada luka bakar dalam, maka perlu diberikan kirm dan losion untuk mencegah kulit kering dan pecah-pecah sehingga dapat mengurangi gatal. Antimikroba

Antimikroba sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada infeksi, antimikroba diberikan berdasarkan hasil kultur dan uji resistensi. Obat suportif diberikan secara umum.Obat topical berguna untuk penanganan local luka bakar, dimana penting bahwa obat topical membuat luka bebas infeksi, mengurangi rasa nyeri, bisa menembus eskar. Obat topical dapat berupa larutan, salep, atau krim yang dapat diberikan dalam bentuk sediaan kasa (tulle).2 Namun, semua antimikroba topical dapat memperlambat penyembuhan luka, karena itu pemakaiannya sebaiknya dibatasi hanya untuk luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga atau luka dengan resiko infeksi yang tinggi.4 Beberapa jenis obat yang dianjurkan adalah

Golongan silver sulfadiazine

Krim silver sulfadiazine 1% sangat berguna karena besifat bakteriostatik. Kerjanya bersprektrum luas mulai dari gram positif, ngeatif, dan beberapa bentuk jamur. Tidak dapat menembus eskar dan tidak nyeri jika dioleskan. Efek samping yang timbul adalah dapat timbul leucopenia transien selama 3-5 hari jika terus digunakan.

MEBO (moist exposure burn ointment) Mafenidat asetat

Merupakan agen topical spectrum luas dan terutama bermanfaat untuk melawan spesies Pseudomonas dan Enterococcus yang resisten. Dapat juga menembus eskar. Kerugiannya yaitu rasa nyeri bila dioleskan, dan memiliki sifat menginhibisi anhidrase karbonat yang dapat menimbulkan asidosis metabolic.

Polimiksin B, neomisisn, basitrasin

Bersifat jernih, tak nyeri, dan memudahkan observasi luka. Paling sering digunakan untuk pengobatan luka bakar pada wajah, tempat graft, penyembuhan tempat donor, dan untuk luka bakar parsial yang kecil.

Mupirosin

Mempunyai aktivitas antibakteri gram positif yang baik terutama terhadap Staphylococcus aureus yang resisten metisilin dan bakteri gram negative tertentu

Nistatin

Dapat digunakan pada luka untuk mengontrol pertumbuhan jamur

Sedangkan antiseptic yang dipakai adalah yodium povidon atau nitras argenti 0.5%, dimana kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai bakteriostatik untuk semua kuman, dan obat ini mengendap sebagai garam sulfide atau klorida yang memberi warna hitam sehingga mengotori semua kain, selain itu, karena sifatnya yang hipotonik maka penggunaan secara terus menerus dapat menyebabkan kehilangan elektrolit.2,3 Bentuk antiseptik sediaan cair lainnya adalah larutan Dakin yang merupakan larutan natrium hipoklorit encer, efektif melawan sebagian besar mikroba namun memiliki efek sitotoksik terhadap sel luka pasien yang sedang menyembuh. 3Sedapat mungkin luka dibiarkan terbuka setelah diolesi obat sebanyak dua atau tiga kali sehari, supaya menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Cara ini biasanya dilakukan untuk wajah dan kepala. Kerugiannya adalah lebih mudah terjadi heat loss, lebih terasa nyeri, dan kemungkinan kontaminasi silang. Sedangkan perawatan terutup dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi, tetapi tutupnya sedemikian rupa sehingga masih cukup longgar untuk berlangsungnya penguapan, dimana pembalut diganti dua kali sehari. Keuntungan perawatan tertutup adalah luka tampak rapi, terlindung, dan enak serta lebih tidak nyeri bagi penderita. Hanya, diperlukan tenaga dan dana lebih banyak karena dipakainya banyak pembalut dan antiseptic, dan kadang suasana luka yang lembap dan hangat serta bila tidak dilakukan penggantian sehari dua kali akan memungkinkan kuman untuk berkembang biak. Oleh karena itu, bila pembalut melekat pada luka namun tidak berbau, sebaiknya jangan dilepaskan tetapi ditunggu sampai terlepas sendiri. Sedapat mungkin luka ditutup kasa penyerap setelah dibubuhi dan dikompres dengan antiseptic. 2,3 Eksisi dan GraftingInflamasi luka bakar, meski tanpa infeksi, dapat menyebabkan gagal organ multiple dan keadaan katabolisme hipermetabolik. Karena itu, diharapkan penutupan luka lebih cepat dapat mengontrol proses ini secara lebih efektif.3Bersihkan luka dan lakukan debridement dan bulektomi (kecuali pada luka bakar yang sangat kecil maka tidak memerlukan bulektomi), dimana debridement diusahakan sedini mungkin setelah keadaan penderita menjadi stabil. 1-3 Biasanya eksisi dini ini dilakukan pada hari ke-3 sampai hari ke-7 stabil tanpa perlu menunggu pengelupasan eskar dengan sendirinya. Eksisi tangensial sebaiknya tidak dilakukan lebih dari 10% TBSA karena dapat menyebabkan perdarahan yang cukup banyak, dimana kedalaman eksisi dapat mencapai fasia atau dermis dan lapisan lemak yang masih utuh.2 Eksisi yang dilakukan sebaiknya per area sebelum menuju area selanjutnya guna menghindari hipotermia berat. Sebagai alternative, dapat digunakan overhead radiant heater yang dapat mengurangi heat loss.4 Eksisi tangensial memiliki keuntungan karena menyediakan dasar vascular sambil mempertahankan jaringan yang masih utuh, terutama dermis. Setelah luka bakar dieksisi, luka harus ditutup, idealnya menggunakan kulit pasien sendiri (autograft).

Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut hipertrofik. Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh yaitu sebelum timbulnya jaringan granulasi.2 Pada luka yang meliputi 20-30% TBSA, dapat digunakan autograft yang diperoleh dari lokasi donor pasien dengan atau tanpa dibuat mesh (rasio 2:1). Sedangkan bila lukanya berukuran massif, dapat dipergunakan autograft yang diperluas (4:1 atau lebih) dan dipergunakan allograft dari cadaver untuk membantu menutup bagian luka yang belum tertutup oleh autograft sambil menunggu penyembuhan dari lokasi donor autograft pasien. Allograft juga dapat dibuat meshed guna memberikan jalan keluar untuk transudat, eksudat, dan hematoma.

Idealnya, daerah yang kurang penting secara kosmetik ditutupi dengan kulit mesh yang diperluas untuk menutupi sebagian besar luka sebelum menggunakan kulit graft non-meshed pada operasi selanjutnya. Graft non-meshed ini sebetulnya lebih diperuntukkan pada daerah yang penting secara kosmetik misalnya tangan dan wajah. Infeksi dikontrol dengan menggunakan antibiotic perioperatif yang tepat dan menutupi graft dengan antimikroba topical pada saat pembedahan. 3Material pengganti kulit (skin substitute) dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan. Misalnya Integra, Aloderm, Dermagraft.2 Pembalutan sintetik dan biologisSetiap luka ditutup dengan pembalut yang tepat guna melindungi epitel, meminimalisasi kolonisasi bakteri dan jamur, sebagai splint untuk mempertahankan posisi fungsional, cukup oklusif untuk mengurangi heat loss dan meminimalisir stress akibat dingin, dan dapat memberikan rasa nyaman pada luka yang nyeri. Pilihan pembalut yang dapat digunakan dapat dilihat pada tabel. Pilihan pembalut yang digunakan disesuaikan dengan karakteristik dari luka yang ditangani.

Jenis pembalutan ini merupakan pelindung yang stabil dan tidak memerlukan penggantian pembalut yang menyakitkan, mencegah penguapan, dan mengurangi rasa nyeri pada luka, serta tidak menghambat reepitelisasi (tidak seperti pada pembalutan menggunakan antimikroba). Pembalutan ini sebaiknya digunakan dalam 72 jam setelah terbakar, sebelum kolonisasi bakteri yang hebat terjadi. Pembalutan sintetis dan biologis digunakan untuk melindungi luka derajat dua sambil menunggu epitel dasar menyembuh, atau dapat juga digunakan untuk melindungi luka derajat tiga sambil menunggu tersedianya autograft. Contohnya pembalutan biologis adalah xenograft dari babi, allograft dari cadaver, sedangkan yang sintetis adalah Transcyte, Biobrane, Integra. Pembalutan biologis melindungi luka dengan optimal namun akhirnya dapat ditolak melalui mekanisme imun pada umumnya, sehingga hanya dapat dipergunakan untuk sementara. Kerugiannya yaitu memungkinkan transmisi penyakit virus dan kemungkinan meninggalkan jejak pada kulit menyerupai jala (mesh pattern). Nutrisi

Hipermetabolisme dapat terjadi setelah luka bakar berat, dimana terjadi peningkatan konsumsi oksigen, laju metabolism, eksresi nitrogen urin, lipolisis dan kehilangan berat badan yang berbanding lurus dengan luas daerah yang terbakar. Keadaan ini dapat menetap selama berbulan-bulan setelah penutupan luka sehingga dapat menimbulkan kehilangan jaringan otot aktif dan malnutrisi yang disertai dengan gangguan fungsi organ, penyembuhan yang lambat dan abnormal, penurunan daya imunitas, dan terganggunya fungsi transport aktif membrane sel. 3Tujuan bantuan nutrisi adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi organ dan mencegah malnutrisi kalori-protein. 2 Perhitungan kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar dewasa dapat menggunakan formula Curreri yaitu 25 kkal/kg/hari + 40 kkal/%TBSA/hari namun ternyata dapat menimbulkan pemberian nutrisi berlebih. Formula lain yang dapat digunakan adalah 1500 kkal/m2 + 1500 kkal/m2 daerah yang terbakar. Komposisi diet optimal mengandung 1-2 g/kg/hari protein, yang dengan kebutuhan kalori yang disebutkan sebelumnya memberikan rasio kalori-nitrogen sekitar 100:1. Dibandingkan dengan lemak, karbohidrat memiliki keuntungan yaitu merangsang produksi insulin endogen. Selang nasogatrik sebaiknya dimasukkan pada semua pasien luka bakar luas untuk mendekompresi lambung dan mencegah terjadinya ulkus Curling, serta memenuhi kebutuhan status hipermetabolisme yang terjadi pada fase akut luka bakar.2,3 Pemberian nutrisi hanya melalui jalur parenteral saja pada pasien luka bakar hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat menoleransi pemberian enteral. 3E. Komplikasi

InfeksiLuka bakar umumnya tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai akibat adanya pembuluh darah yang trormbosis. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran nafas dan lingkungan sekitar rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya sangat berbahaya karena kumannya sudah resisten terhadap antimikroba.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian terjadi invasi kuman Gram negative. Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin lanin yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar, dapat ditemukan dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non-invasif ditandai dengan keropeng yang mudah lepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasive ditandai dengan keropeng kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik dan memperburuk derajat luka bakar. Infeksi kuman menumbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan thrombosis.

Sepsis dan selanjutnya gagal organ multiple merupakan penyebab kematian utama yang menyertai luka bakar, dimana perkembangan menuju gagal organ multiple berkembang seiring menghebatnya systemic inflammatory response syndrome yang kriterianya selalu dipenuhi oleh hampir semua pasien luka bakar.

KontrakturSetelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi, atau menimbulkan cacat estetis yang jelek sekali, terutama bila parut tsb berupa keloid. Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di sendi, akan menyebabkan kekakuan sendi dan memerlukan program fisioterapi intensif serta tindakan bedah. Pada cacat estetik yang berat mungkin diperlukan psikiater untuk mengembalikan rasa percaya diri penderita, dan diperlukan pertolongan ahli bedah rekonstruksi terutama bila cacat mengenai wajah atau tangan. Gangguan kejiwaan berat akibat cacat luka bakar dapat sampai menimbulkan schizophrenia postburn. Gangguan saluran cerna

Stress atau beban faali serta hipoperfusi daerah splangnikus pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya iskemia mukosa hingga nekrosis dan tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan tukak peptic. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress ulcer. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis/melena.2F. PencegahanUntuk mencegah komplikasi, dapat dilakukan berbagai cara sbb:

Eksisi dan pembuangan dini jaringan mati

Resusitasi cairan agresif lebih awal untuk mencegah kerusakan oksidatif akibat aliran darah yang rendah

Terapi antimikroba topical dan sistemik

Antimikroba perioperatif pada pasien luka bakar yang mengenai 30% TBSA

Memperhatikan penggantian alat/kateter intravascular secara terjadwal

Mengusahakan agar pasien berhenti menggunakan ventilator sedini mungkin

Mobilisasi dini yang meerupakan cara efektif untuk mencegah komplikasi respirasi

Pemberian makanan enteral dini untuk mengurangi morbiditas sepsis dan mencegah gagal sawar usus.3G. PrognosisAngka mortalitas akibat luka bakar menurun akibat adanya teknik resusitasi yang baik, control infeksi, perawatan gawat-darurat, dan manajemen bedah yang lebih agresif. Resusitasi cairan awal (dimulai sejak 2 jam setelah injuri) dapat meningkatkan harapan hidup dan mengurangi insiden gagal organ multiple.Faktor prognostik luka bakar ditentukan oleh usia pasien, kedalaman luka bakar, lokasi luka, ukuran luka bakar yang dihitung dalam persentase total area permukaan tubuh (TBSA), penyebab luka bakar, dan keadaan kesehatan pasien sebelumnya.B,C Pasien usia di bawah 2 tahun dan lebih dari 60 tahun merupakan kelompok orang memiliki rata-rata angka kematian akibat luka bakar yang paling tinggi. Hal ini disebabkan karena pada anak-anak, perbandingan luas permukaan tubuhnya dengan berat badannya relative lebih besar daripada orang dewasa, adanya fungsi hepar dan ginjal yang belum sempurna dalam menyingkirkan zat-zat terlarut yang diperoleh dari jaringan yang luka atau penyediaan nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan luka, dan adanya perkembangan sistem imun yang belum sempurna sehingga lebih rawan mengalami infeksi. Sedangkan pada lansia, adanya kondisi yang bersangkutan seperti penyakit jantung, diabetes, atau PPOK menyebabkan prognosis luka bakar menjadi lebih buruk.2Gatal dan kulit kering merupakan masalah yang sering ditemui pada luka bakar, karena kulit donor tidak memproduksi minyak alami dan pelembab yang cukup untuk kulit. Untuk itu dapat dipergunakan losion dan antihistamin untuk mengurangi gatal.

Luka bakar mengalami maturasi, pada mulanya berwarna kemerahan, menonjol dan tak nyaman. Kadang menjadi hypertrophic scar dan keloid. Lalu menjadi rata, lunak, dan hilang seiring waktu namun prosesnya tidak dapat diprediksi dan dapat berlangsung hingga 2 tahun.1 Rekonstruksi luka sebaiknya dilakukan setelah hypertrophic scar mengalami maturisasi, biasanya 18-24 bulan setelah fase penyembuhan.7Faktor lain yang perlu diperhatikan pada prognosis adalah keadaan fungsional, kualitas hidup, partisipasi social dan pekerjaan, dan keadaan psikologis pasien. Banyak pasien yang mengalami keterbatasan social karena adanya kontraktur akibat scar atau menjalani amputasi akibat luka bakar. Pasien mungkin dapat menjadi depresi akibat kehilangan kepercayaan diri, gangguan pada gaya hidupnya, dan gangguan pada penampilan fisiknya. Karena itu, konseling psikologis dan dukungan keluarga dan komunitas sangatlah penting.6PenutupPada kasus ini, didapatkan bahwa pasien wanita berusia 25 tahun tsb mengalami luka bakar derajat 2 campuran (dangkal dan dalam) dengan luas luka bakar (menurut tabel Lund & Browder) sebesar 15,5% dengan lokasi wajah, leher, dan lengan bawah serta tangan. Hal ini mengindikasikan pasien harus ditangani di unit luka bakar. Setelah itu, perlu dilakukan primary survey untuk melihat patensi jalan nafas, kemampuan bernafas, dan sirkulasi pasien. Pada kasus ini, kemungkinan edema saluran nafas harus dicari karena luka bakar terdapat pada wajah dan leher. Setelah itu, lakukan secondary survey yang dimulai dari anamnesis hingga pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Penanganan yang dapat dilakukan adalah pecahkan bullanya, dan debridement. Namun karena area yang terkena adalah area yang penting seperti wajah dan tangan, sebaiknya luka dirawat secara terbuka. Dan untuk luka derajat dua dalam yang didebridement, dapat dipertimbangkan penggunaan skin graft.Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Surgical care at the district hospital [e-book]. Malta: World Health Organization; 2003. P. 5.13-162. Hasibuan LY, Soedjana H, Bisono. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono TOH, Rudiman R, editor. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat - De Jong. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2007. H. 103-10

3. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, editor. Buku saku ilmu bedah Sabiston. Edisi-17. Jakarta: EGC; 2005. H. 276-87

4. Demling RH. Burns & other thermal injuries. In: Doherty GM, editor. Current diagnosis & treatment: surgery. 11th ed. United States: The McGraw-Hill Companies; 2003. P. 267-76

5. Wardhana A. Penatalaksanaan luka pada combustio. Dalam: Emergency cases in daily practice. Jakarta: FKUI; 2008. H. 21-5

6. Nugent NF, Herndon DN. Thermal injury. In: Bland KI, Buchler MW, Csendes A, Sarr MG, Wong J, editor. General surgery. 2nd ed. London: Springer-Verlag; 2009. P. 121-9

7. Ahrenhold DH, Mohr W. Burns, electrical injury, and hypothermia and frostbite. In: Abrams JH, Druck P, Cerra FB, editor. Surgical critical care. 2nd ed. Boca Raton: Taylor & Francis Group; 2005. P.87-93

Gambar 1. Diagram Kedalaman Luka Bakar pada Kulit

Sumber: Surgical critical care 2nd ed

Tabel1. Ringkasan Pembagian Luka Bakar Berdasarkan Dalamnya Luka Bakar

Sumber: Emergency cases in daily practice, dengan perubahan

Gambar 2. Luas Luka Bakar Menurut Aturan 9, 10, dan 10-15-20Sumber: Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat - De Jong. Edisi-3

Gambar 3.Tabel dan Skema Luas Luka Bakar Menurut Lund & BrowderSumber: Current diagnosis & treatment: surgery. 11th ed

Tabel 2. Derajat Luka Bakar Menurut Kedalaman dan Luas Area Luka Bakar

Sumber: Current diagnosis & treatment: surgery. 11th ed

Tabel 3. Indikasi merujuk pasien luka bakar ke unit luka bakarSumber: Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat - De Jong

Tabel 4. Formula Perhitungan Lain untuk Resusitasi Cairan pada Luka Bakar

Sumber: Sabiston Textbook of Surgery 18th

1