lp edh icu rspn

24
LAPORAN PENDAHULUAN “EPIDURAL HEMATOMA” disusun untuk memenuhi tugas profesi ners Departemen Surgical di Ruang ICU RS Panti Nirmala Malang Oleh : Dwi Setyo Purnomo NIM. 150070300011004 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: rama-yamato

Post on 09-Jul-2016

253 views

Category:

Documents


43 download

DESCRIPTION

LP Epidural Hematoma

TRANSCRIPT

Page 1: LP EDH ICU RSPN

LAPORAN PENDAHULUAN“EPIDURAL HEMATOMA”

disusun untuk memenuhi tugas profesi ners

Departemen Surgical di Ruang ICU RS Panti Nirmala Malang

Oleh :

Dwi Setyo Purnomo

NIM. 150070300011004

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

Page 2: LP EDH ICU RSPN

1. DefinisiEpidural hematom (EDH) adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang

tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri

meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup

sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari.

Lokasi yang paling sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis.

Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah akibat

trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan membrane

duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong atau menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial yang akibatnya kepala seperti dipukul palu atau alat

pemukul baseball. Pada 85-95% pasien, trauma terjadi akibat adanya fraktur yang hebat.

Pembuluh-pembuluh darah otak yang berada di daerah fraktur atau dekat dengan daerah

fraktur akan mengalami perdarahan.

Epidural hematom biasanya terjadi akibat tekanan yang keras terhadap pembuluh

darah yang terletak diluar duramater, apakah itu terjadi pada tulang tengkorak atau pada

kolumna spinalis. Pada tulang tengkorak, tekanan yang berlebihan pada arteri meningeal

akan menyebabkan epidural hematom. Hematoma yang terbentuk secara luas akan

menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan akhirnya akan merusak otak. Gejala

epidural hematom dapat berupa sakit kepala hebat yang biasanya segera timbul, akan

tetapi dapat juga baru muncul beberapa jam kemudian. Kemudian sakit kepala tersebut

akan menghilang dan akan muncul lagi setelah beberapa jam kemudian dengan nyeri

yang lebih hebat dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan,

rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan, sampai koma.

Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya disertai dengan

fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural hematom juga bisa

disebabkan akibat pemakaian obat-obatan antikoagulan,  hemophilia, penyakit liver,

penggunaan aspirin, sistemik lupus erimatosus, fungsi lumbal. 

Page 3: LP EDH ICU RSPN

ANATOMI MENINGEN OTAK

Selaput otak (meningen) terdiri atas tiga lapisan yaitu:

1) Durameter

Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, pada

bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang tengkorak dan durameter tropia

bagian dalam. Durameter mengandung rongga yang mengalirkan darah dari vena otak,

dan dinamakan sinus vena.

Persarafan Duramater

Persarafan ini terutama berasal dari cabang nervus trigeminus, tiga saraf servikalis

bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan nervus vagus. Reseptor-reseptor

nyeri dalam duramater diatas tentorium mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan

suatu nyeri kepala dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah

tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis bagian

atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan leher.

Pendarahan Duramater

Banyak arteri mensuplai duramater, yaitu; arteri karotis interna, arteri maxillaries, arteri

paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri vertebralis. Dari segi klinis, yang paling

penting adalah arteri meningea media, yang umumnya mengalami kerusakan pada

cedera kepala. Arteri meningea media berasal dari arteri maxillaries dalam fossa

temporalis, memasuki rongga kranialis melalui foramen spinosum dan kemudian terletak

antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian terletak antara

lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian berjalan ke depan dan

ke lateral dalam suatu sulkus pada permukaan atas squamosa bagian os temporale.

Cabang anterior (frontal) secara mendalam berada dalam sulkus atau saluran angulus

antero-inferior os parietale, perjalanannya secara kasar berhubungan dengan garis gyrus

presentralis otak di bawahnya. Cabang posterior melengkung kearah belakang dan

mensuplai bagian posterior duramater. Vena -vena meningea terletak dalam lapisan

endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti cabang-cabang arteri meningea

media dan mengalir kedalam pleksus venosus pterygoideus atau sinus sphenoparietalis.

Vena terletak di lateral arteri.

2) Arachnoidea

Page 4: LP EDH ICU RSPN

Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi cairan otak

meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla spinalis. Arachnoidea berada

dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum

merupakan ruangan yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat

dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau

disebut fungsi sub oksipitalis.

Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus, menutupi otak dan

terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna. Arachnoidea mater

dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial, ruang subdural, terisi dengan

suatu lapisan tipis cairan, dipisahkan dari piamater oleh ruang subarachnoidea, yang

terisi dengan cairan serebrospinal. Permukaan luar dan dalam arachnoidea ditutupi oleh

sel-sel mesothelial yang gepeng. Pada daerah -aerah tertentu, arachnoidea terbenam

kedalam sinus venosus untuk membentuk villi arachnoidalis. Villi arachnoidalis bertindak

sebagai tempat cairan serebrospinal berdifusi kedalam aliran darah. Arachnoidea

dihubungkan ke piamater oleh untaian jaringan fibrosa halus yang menyilang ruang

subarachnoidea yang berisi cairan. Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus

choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari

ventrikulus memasuki subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik kearah atas diatas

permukaan hemispherium serebri dan kebawah disekeliling medulla spinalis.

3) Piameter

Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak. Piameter

berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat. Tepi flak serebri

membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan

darah dari flak serebri tentorium memisahkan serebrum dengan serebelum.

Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel-sel mesothelial

gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun kedalam sulki yang

terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf-saraf cranial dan berfusi dengan

epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak membawa sarung pia mater

bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea dari atap ventrikulus otak ketiga dan

keempat, dan berfusi dengan ependyma untuk membentuk pleksus choroideus dalam

ventrikulus lateralis, ketiga, dan keempat otak.

Page 5: LP EDH ICU RSPN

FISIOLOGI MENINGEN

Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang konsentrik.

Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater, membrane tengah

tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan membrane paling dalam

halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat dengan permukaan otak dan medulla

spinalis serta dikenal sebagai piamater.

Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum tulang-

tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang berfungsi untuk

melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf-saraf cranial dengan membentuk

sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang

mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher.

Pemisah duramater berbentuk sabit yang disebut falx serebri, yang terletak vertical

antara hemispherium serebri dan lembaran horizontal, yaitu tentorium serebelli, yang

berproyeksi kedepan diantara serebrum dan serebellum, yang berfungsi untuk

membatasi gerakan berlebihan otak dalam kranium. Arachnoidea mater merupakan

membrane yang lebih tipis dari duramater dan membentuk penutup yang longgar bagi

otak. Arachnoidea mater menjembatani sulkus-sulkus dan masuk kedalam yang dalam

antara hemispherium serebri. Ruang antara arachnoidea dengan piamater diketahui

sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal. Cairan

serebrospinal merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan saraf dari

benturan mekanis yang mengenai kepala.

Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otak dengan erat.

Suatu sarung pia mater menyertai cabang-cabang arteri arteri serebralis pada saat

mereka memasuki substansia otak. Secara klinis, duramater disebut pachymeninx dan

arachnoidea serta pia mater disebut sebagai leptomeninges.

Page 6: LP EDH ICU RSPN

2. PenyebabEDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada

permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa

saja  dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural

hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma

epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi pembuluh darah.

3. PatofisiologiPada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura

meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang

arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di

daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri

meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan

antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi

menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter

lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang

membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah

bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di

bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik.

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di

medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf

cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan

ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada

daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau

sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka

seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan

intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial

antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga

makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita

pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan

merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur

menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah

Page 7: LP EDH ICU RSPN

terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera

primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera

primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak

terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah

mengalami fase sadar.

4. Tanda dan GejalaPasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang

telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Tanda

dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:

a. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

b. Bingung

c. Penglihatan kabur

d. Susah bicara

e. Nyeri kepala yang hebat

f. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

g. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

h. Mual

i. Pusing

j. Berkeringat

k. Pucat

l. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

5. Pemeriksaan Penunjanga. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis

(perdarahan/edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika

terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrakranial.

Page 8: LP EDH ICU RSPN

6. Komplikasia. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun tampilan

intra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang sangat bermakna pada

kejadian pergeseran otak (brain shift) dan peningkatan tekanan intracranial

b. Kompresi batang otak sehingga mengakibatkan kematian

7. Penatalaksanaana. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit

1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportif

dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.

2) Berikan O2 dan monitor

3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari

90 mmHg.

4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler

b. Perawatan di bagian Emergensi

1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk

mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.

2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-obatan

sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler. Intubasi digunakan

sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi jalan nafas dan hiperventilasi bila

diperlukan.

3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau gunakan

posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial dan untuk

menambah drainase vena.

4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun sampai 90

mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat adanya peningkatan

tekanan intra kranial.

5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg apabila sudah

ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (ICP).

6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena phenitoin

tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang dengan onset lama

atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan kejang sebelumnya.

Page 9: LP EDH ICU RSPN

Terapi obat-obatan:

1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk mempertahankan

tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan intrakranial dan metabolisme otak.

Pemakaian tiophental tidak dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah

sistolik. Manitol dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan

memperbaiki sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk

kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan terapi

cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena sentral (CVP) > 6

cmH2O, dapat digunakan norephinephrin untuk mempertahankan tekanan darah

sistoliknya diatas 90 mmHg.

2) Diuretik Osmotik

Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.

Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi,

perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv.

Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan  tekanan intrakranial, dan

mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan

oksigen. 

3) Antiepilepsi

Misalnya Phenitoin :  Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh berlebihan dari 50

(Dilantin) mg/menit.

Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok sinoatrial,

sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.

Fungsi  : Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.

8. Masalah dan Data yang perlu dikajia. Data pasien

b. Keluhan utama

c. Riwayat kesehatan sekarang

d. Riwayat kesehatan masa lalu

e. Riwayat kesehatan keluarga

f. Pengkajian psikososial kultural dan spiritual

1) Status psikologi dan perkembangan

2) Sosial ekonomi

3) Budaya

4) Spiritual

g. Pengkajian fisik

h. Pemeriksaan penunjang

Page 10: LP EDH ICU RSPN

Pengkajian pada pasien dengan epidural hematom meliputi :

a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama

jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,

stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi

peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

b. Blood : Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.

Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan

parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,

merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

c. Brain : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya

gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia

seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada

ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi

gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,

pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori)

2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan

sebagian lapang pandang, foto fobia

3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus

menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah

satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

7) Pemeriksaan GCS

Page 11: LP EDH ICU RSPN

Pengkajian saraf kranial :

Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom :

Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral dan bilateral

Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami penurunan lapang

pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus

Saraf III, IV, dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria

Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam mengunyah

Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan

Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan

Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam membuka mulut

Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi

Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan

d. Bladder : Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia

uri, ketidakmampuan menahan miksi.

Page 12: LP EDH ICU RSPN

e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah

(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan

(disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

f. Bone : Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada

kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi

spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena

rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal

selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Page 13: LP EDH ICU RSPN

Pathway

Nyeri akut

Trauma kepala

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler

Gangguan suplai darah

Girus medialis lobus temporalis tergeser

iskemia

Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal

Herniasi unkus

Peningkatan TIK

Perdarahan, hematoma

Mesensefalon tertekan

Gangguan kesadaran

Resiko cederaimobilisasi

Defisit perawatan diri

Resiko gangguan integritas kulit

hipoksia

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Kerusakan sel otak

Meningkatkan rangsangan simpatis

Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik dan tekanan darah

Menurunkan tekanan pembuluh darah pulmonal

Peningkatan tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Oedem paru

Difusi oksigen terhambat

Ketidakefektifan pola nafas

Mual muntah, papilodema, pandangan kabur, penurunan fungsi pendengaran, nyeri

Gangguan persepsi sensori

Resiko kekurangan volume cairan

Defisiensi pengetahuan

Page 14: LP EDH ICU RSPN

Diagnosa Keperawatan

1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran

darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera

pada pusat pernapasan otak).

3) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau

integrasi (trauma atau defisit neurologis).

4) Resiko cedera b.d peningkatan TIK

5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.

Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:

tirah baring, imobilisasi.

6) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis : trauma

7) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan atau

informasi

Rencana Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral

NOC : tissue perfusion : cerebral, circulation status

Kriteria hasil :- Tidak ada

peningkatan TIKa. TIK normal

pada waktu istirahat : 10 mmHg (136 mm H2O)

b. TIK tidak normal : > 20 mm Hg

c. TIK kenaikan berat : > 40 mm Hg

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS

3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya

4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu

Page 15: LP EDH ICU RSPN

5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

NOC: respiratory status : ventilationRespiratory status : airway patencyVital sign statusKriteria Hasil:

- Menunjukkan jalan nafas yang paten

- Tanda vital dalam rentang normal

NIC: airway management1. Buka jalan nafas

2. Posisikan pasien

3. Pasang mayo

4. Berikan oksigen

5. Lakukan suction

3. Resiko cedera b.d peningkatan TIK

NOC : Risk controlKriteria Hasil :

- klien terbebas dari cedera

- klien mampu mencegah cedera

- klien mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

NIC : environment management

1. sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

2. anjurkan keluarga menemani pasien

3. pasang side rail disamping tempat tidur

4. batasi pengunjung

5. pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan

NOC : Joint movement : activeMobility levelSelf care : ADLsKriteria Hasil :- klien meningkat

dalam aktivitas fisik- mengerti tujuan dari

peningkatan mobilitas

NIC : exercise therapy1. monitor tanda vital

sebelum dan sesudah latihan

2. bantu klien menggunakan alat bantu

3. latih pasien dalam pemenuhan

Page 16: LP EDH ICU RSPN

keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi

- memperagakan penggunaan alat bantu

kebutuhan ADLs secara mandiri

4. dampingi pasien saat mobilisasi

5. ajarkan pasien mengubah posisi

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis : trauma

NOC: pain level dan pain controlKriteria Hasil:

- Pasien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri dan mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi)Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC:Pain Managament1. lakukan pengkajian

nyeri secara komprehensif (P=penyebab, Q=kualitas dan kuantitas, R=daerah dan penyebarannya, S=seberapa kuat nyeri yang dirasakan, T=waktu terjadinya nyeri)

2. kontrol lingkungan pasien yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan

3. ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalam

4. tingkatkan istirahat

5. evaluasi keefektifan control nyeri

6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan pengetahuan atau

NOC : Knowledge : disease

proses Knowledge : health

behaviorKriteria Hasil :

- pasien dan

NIC : teaching : disease proses

1. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang

Page 17: LP EDH ICU RSPN

informasi keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan

- pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang telah dijelaskan

spesifik

2. gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

3. gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

4. sediakan informasi tentang kondisi

5. diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: LP EDH ICU RSPN

1) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

2) Kusuma, Hardi&Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatab Berdasarkan

Diagnosa Medis dan NANDA. Yogyakarta: Media Action Publishing

3) Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC

4) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing Interventions

Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States America

5) Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media

Aesculapius FK UI

6) Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

7) Batticaca Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan.Jakarta : Salemba Medika

8) Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga