lp craniotomy dx edh

Download LP Craniotomy Dx EDH

If you can't read please download the document

Upload: ninesa-azzahra

Post on 24-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

epidural hematom

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN EPIDURAL HEMATOM DENGAN TINDAKAN OPERASI CRANIOTOMY

CRANIOTOMY

Pengertian

Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.

Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI, Craniotomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak.

Menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, Craniotomy adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomy adalah operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.

Tujuan

Craniotomi adalah jenis operasi otak. Operasi ini juga dilakukan untuk otak pengangkatan tumor, untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.

Etiologi

Etiologi dilakukannya kraniotomi adalah

Adanya benturan kepala yang diam terhadap benda yang sedang bergerak. Misalnya pukulan-pukulan benda tumpul, kena lemparan benda tumpul.Kepala membentur benda atau objek yang secara relative tidak bergerak. Misalnya membentur tanah atau mobil. Kombinasi keduanya.

Komplikasi Post Opersi Craniotomi

Edema cerebral

Syok Hipovolemik

Hydrocephalus

EPIDURAL HEMATOM

Pengertian

Menurut Smeltzer&Bare (2001), epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara durameter dan tubula interna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada lobus temporal dan paretal.

Menurut Anderson (2005), epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater.

Etiologi

Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004). Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus duralis (Bajamal, 1999).

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma secara mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu keadaan lucid interval (yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan darah yang semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea)), susah bicara, mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningkat, funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri meningea media atau salah satu cabangnya (Greenberg et al, 2002).

Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia.3 Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.

Patofisiologi

Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak di bawahnya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotorius yang menekan saraf sehingga menyebabkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif (Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006).

Pathway

(Terlampir)

Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:

CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam pencitraan hematom dan cedera batang otak.Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya fragmen tulang.BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak.PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme otak.Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari:

Terapi Operatif.

Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 cc atau tebal lebih dari 1 cm atau dengan pergeseran garis tengah (midline shift) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).

Terapi Medikamentosa.

Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera spinal atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK. Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.

PROSES KEPERAWATAN

Pengkajian

BreathingKompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.BloodEfek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

Brain

Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori); Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.BladerPada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.BowelTerjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.BoneKlien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Diagnosa Keperawatan

Menurut Nurarif (2013) diagnosa keeprawatan yang muncul adalah sebagai berikut:

Pre operasiPerubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasiIntra operasiPerdarahan berhubungan dengan insisi pembedahanPost OperasiNyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi craniotomy.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah

IntervensiPre operasiPerubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).

Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi:

Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS.Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya.Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu.Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang.Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan.Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.Batasi pemberian cairan sesuai indikasi.Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik.

Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).

Tujuan:mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi: bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi:

Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan.Catat ketidakteraturan pernapasan.Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri.Pasang jalan napas sesuai indikasi.Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi.Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar.Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik.Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel.Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetriLakukan ronsen thoraks ulang.Berikan oksigen.Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.

Ansietas berhubungan dengan akan dilakukannya operasi

Tujuan : Ansietas dapat teratasi

Kriteria Hasil :

Pasien tampak siap untuk menjalankan operasiMenunjukkan teknik relaksasi yang efektifPasien mengetahui tujuan dilakukannya operasi

Intervensi:

Kaji tingkat kecemasan pasienBerikan informasi yang adekuat tentang prosedur operasiAjarkan teknik relaksasiBerikan semangat dan motivai kepeda pasien

Intra operasiPerdarahan berhubungan dengan insisi pembedahan

Tujuan : perdarahan minimal atau tidak terjadi

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda syok akibat perdarahan yang berlebihan

Intervensi:

Siapkan kantong darah sesuai golongan darah pasien untuk transfusi klienSiapkan suction pump atau kassa untuk menekan perdarahan agar perdarahan tidak lebih banyak.Monitor keluaran darah/perdarahan.

Post OperasiNyeri berhubungan dengan adanya luka post operasi craniotomy.

Tujuan : Nyeri berkurang

Kriteria hasil :

Nyeri hilang atau terkontrol.Tampak rileks, mampu tidur atau istirahat dengan tepat.Ekspresi wajah menyeringai

Intervensi :

Kaji nyeri dengan PQRST, catat lokasi, karakteristik, beratnya skala (0-10).Kontrol lingkungan yang dapat berkontribusi terhadap nyeri seperti suhu, suara, dll.Ajarkan pasien teknik non farmakologis seperti nafas dalam.Berikan aktivitas hiburan.Kolaborasi dengan berikan analgesik sesuai indikasi.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah.

Tujuan : tidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

Monitor tanda-tanda infeksi sistemik maupun lokal.Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.Pertahankan lingkungan aseptik dalam melakukan tindakan ganti balut luka post operasi craniotomy.Batasi pengunjung bila perlu.Dorong intake nutrisi yang cukup pada klien.Kolaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.

EvaluasiPre OperasiMempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.Pola nafas efektif.Ansietas berkurang.Intra OperasiPerdarahan minimalPost OperasiNyeri berkurangTidak terjadi infeksi dan tidak adanya tanda-tanda infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Bajamal. A.H. (1999). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom).

Doengoes, M.E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.

Japardi. (2002). Cedera Kepala. Jakarta: PT Bhauna Ilmu Populer.

Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Greenberg, D. A., Michael J. A., dan Roger P. S. (2002). Intracranial Hemorrhage, Clinical Neurology, 5th edition. United States of America: Lange Medical Books, McGraw-Hill,.