lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1466/8/lampiran.pdf · seperti...
TRANSCRIPT
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
Nama Informan : Phe Ju Theng
Umur : 68 Tahun
Pekerjaan : Wirausahawan
Aktivitas Sosial : Ketua Yayasan Sungai Beringin,
Pengurus Yayasan Bakti Suci, dan
Pengurus Kelenteng Adipati Ptk
Tanggal Wawancara: 11 November 2013
T: Halo selamat sore pak. Boleh disebutkan nama dan latar belakangnnya pak?
J: Nama ya dipanggil Phe Ju Theng.. Sekarang ya udah tua, hahaha.. kalau dibilang
latar belakang ya sekarang Ketua Yayasan Sungai Beringin, dan menjadi pengurus di
kelenteng Adipati. Nah, cukup tidak?
T: Hahaha cukup..cukup.. nah pertanyaan pertama ya pak, apa arti kematian etnis
Tionghoa di Pontianak pak?
J: Ini ya menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Benar tidak la? Ah
contohnya orang Kong Hu Cu, yang kita tahu ya “ho sim cia, cia thi teng”. Kalau
baik ya, hatinya benar dan lurus, ya nanti jalannya ke surga. Ya dibilang juga kalau
buatnya baik benar ya nanti disurga duduk di tempat yang lebih bagus. Kalau semasa
hidup kerjaannya jahat yang gak benar terus ya bisa ke neraka, atau mungkin tidak
dilahirkan kembali, bisa-bisa jadi anjing atau babi. Ya begitu kali ya kira-kira..
T: Berarti ada pencampuran agama di dalamnya ya pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Ada, ini ya Konghucu lain, Budha lain, Katolik atau yang lainnya itu pek-pek gak
begitu jelas ya. Pokoknya masing-masing beda ya caranya.
T: lalu menurut pek-pek ne kenapa ritual etnis Tionghoa masih dijalankan? Arti apa
tujuannya apa?
J: ini memang sudah tradisinya ya, sangat berharga dan harus dipertahankan, jangan
sampai hilang terlalu cepat. Menurut saya sendiri ya harus diperjuangkan, ya memang
dalam kepengurusan yayasan saya lebih tua, banyak yang datang bertanya hal-hal ini.
semua berharap generasi muda seperti kalian bisa merawat kembali seluruh budaya
ini. Sewaktu orang Tiongkok kemarin datang lihat budaya di Pontianak juga cukup
kaget ternyta masih tersisa. Ya mereka merasa masih ada harapan, jadi harus kita
perjuangkan.
T: Berarti terlepas agama apa pun tetap budaya harus dijalankan ya pek-pek ho?
J: Ya, ya, ya..
T: Dalam ritual pek-pek, sebenarnya nilai apa yang ingin diturunkan, nilai yang mau
dipertahankan?
J: Nilainya itu contohnya pertama dulu leluhur kita, nenek moyang, ya dari dulu kan
meyembah dewa ataupun orang mati ini, kita mati juga jadi arwah atau dewa juga
akhirnya, satu-satunya yang diharapkan adalah jaga kita supaya aman selamat,
sejahtera, bisnis lancar, sehat selalu. Kenapa kita gak lakukan aja terus seperti ini,
kenapa gak dirawat, kita sendiri juga sebenarnya bisa merasa kan. Saya sendiri
contohnya, kita juga bisa merasa saya sembah dewa merasa cocok dan baik, aman,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
sehar, sanak saudara juga baik gak ada yang buruk. Ini memang kepercayaan kita ya,
dirawat diturunkan untuk ini, diambil untuk dipakai, jangan sampai hilang.
T: Oke pak. Dalam ritual kematian ini, sebenarnya nilai apa sih artinya? Tujuannya
apa maksudnya?
J: Kalau menurut kepercayaan kita, orang tua lebih besar dibanding kita, dianggap
sudah jadi dewa. Sebenarnya kan dari dulu ketika nafas terakhir dihembuskan
arwahnya sudah jalan, meskipun jasadnya terbaring tetapi arwahnya sudah pergi,
sudah jadi dewa. Kita ya doakan, jangan sampai di perjalanan dia menuju surga ada
gangguan di jalan, ditabrak di jalan. Mengenai bakar uang kertas pertimbangannya
kearah kebutuhan biaya, kemana-mana ditakutkan butuh uang. Jadi dilakukan thau
chit, sa chit, ngow chit, itu disesuakan dengan jadwal di waktu apa jalan sampai
kemana, kayak kita kalau mau ke suatu tempat, ada patokan waktu akan sampai
dimana ketika saat apa, 7 hari sampai dimana, 100 hari sampai dimana, 21 hari
sampai mana.
T: Pak biasanya kan bapak yang memberikan arahan, apakah ada acuannya misalkan
menurut kitab tertentu?
J: Yah kitab atau thong ce biasa hanya liat hari baik, misalnya kapan dikuburkan, jam
berapa. Seperti pek-pek udah banyak lihat banyak dengar dan juga mungkin lebih tua
ya, jadi dianggap lebih mengerti, juga tahu lebih banyak. Kalau penerus mau tau hal
ini memang ada catatan, dibuat seperti buku yang kamu bikin, kemudian hari kalau
dibaca ini itu harusnya gimana. Bener gak?
T: Jadi selama ini diturunkan tanpa buku atau kitab ya pek?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Iya iya, gak ada buku. Selama ini cuma ada catatan sendiri.
T: Oh jadi pek-pek sendiri ada catat ya?
J: Oh kalau saya sih catat di otak, hahah.. tapi kemudian hari di koran bisa ditemukan
juga, misalkan tentang kerajaan-kerajaan tertentu, gak ada bukunya tapi ada catatan.
T: Oh begitu. Dalam ritual kematian itu sendiri, ada perasaan apa sih yang ingin
dibangun atau yang ditunjukkan dari ritual? Apakah senang, sedih, atau malahan gak
boleh sedih?
J: Menurut kepercayaan kita, walaupun bagaimanapun mau kaya atau miskin kita
tetap sedih. Sedih ya meskipun dia sudah 100 tahun pun kita juga tetap sedih, orang
kan meninggal, berpisah sama kita, apa tak sedih. Udah pisah kan selamanya, ya kita
sedih la. Kalau dari sisi agama ya saya gak tahu ya. Tapi tetap sedih.
T: Kalau misalnya pak ada anggota etnis tionghoa yang tidak lagi melakukan ritual
ini secara budaya Tionghoa. Apa yang akan terjadi? Apa masih diterima di
masyarakat?
J: Oh ga suka pun kita gak terang-terangan depan dia ya, tapi bisa aja pas misalnya
pek-pek ngobrol sama papa kamu misalnya, ngeliat orang itu buat kayak gitu ya gak
akan ngomongin dia di depan la, cuma pasti bagi kami harganya udah beda, udah gak
bener ya. Jadi semua tradisi warisan nenek moyang kamu udah gak mau, ya mau buat
apa lagi. Ya udah gak benar lah.
T: Oh baik-baik.. Oke pek, dalam pelaksanaan ritualnya pak, apa ada pembagian
tahapan khusus pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Oh ada, ada kalau di khuntien. Tapi umum la ya, hari ini meninggal misalnya,
dinamakan “khia seng” bisa tiga hari bisa lima hari bisa tujuh hari baru dimakamkan.
Khia seng itu disemayamkan maksudnya, bisa tiga hari bisa lima hari bisa tujuh atau
Sembilan hari. Tapi sedikit la ya yang Sembilan hari, rata-rata cuma tiga hari sampai
lima hari. Ada juga yang lebih percaya misalnya dia mau liat buku untuk cari hari
baik untuk di makamkan. Setelah meninggal kemudian mulai bikin thau chit, sa chit,
ngow chit, wang chit. Kalau yang cowo hari ke enam sudah mulai sembahyang, kalau
yang perempuan tujuh hari. Artinya karena laki-laki kan jalannya lebih cepat jadi
lebih cepat sampai, kalau wanita lebih lambat, ini kan ceritanya jalan sampai bawah
bumi. Habis itu ada sembahyang 100 hari, satu tahun, kemudian tiga tahun. 100 hari
lakuin satu acara, 100 hari juga satu acara, tapi kalau sembahyang tiga tahun agak
berbeda ya. Waktu sembahyang bukan pas tiga tahun, tapi dihitung tiga tahun.
Setelah tiga tahun ini ya sudah boleh lakukan ritual sembahyang kubur seperti
umumnya yang setahun dua kali. Sebelum tiga tahun ya belum boleh.
T: Kenapa harus tunggu kayak gitu ya baru boleh sembayang kubur pek?
J: iya, karena setelah seseorang meninggal harus di sembayangin 7 kali dulu baru
boleh sembayang kuburan, thau chit, sa chit, ngow chit, wang chit, pek jit, thau ni, sa
ni. Harus tujuh kali pas jadi gak boleh tanggung, setengah-setengah begitu. Pokoknya
tetap setelah meninggal sampai sembayang kubur harus lewati 7 kali sembayang tadi.
T: Nah untuk orang yang meninggal itu apa ada syair khusus begitu?
J: Oh gak ada, gak ada.. Cuma ya kita orang tiongkok ada satu perkataan yaitu “nang
si lau mia hou si lau phue”, artinya kalau orang waktu hidup ya lakukan lah hal yang
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
lumayan, jadi sampai nanti meninggal pun ada satu nama baik yang dapat dikenang,
entah baik entah buruk ya nama yang dikenang. Ya namanya orang mati yang
dikenang adalah perbuatannya, ya orang ya hanya bisa pelihara namanya yang untuk
dikenang. Kalau “..hou si lau phue” ya artinya harimau mati ya yang ditinggalin
cuma kulitnya ya yang diingat orang.
T: Pek ada simbol khusus gak yang benar-benar menampakkan kalau keluarga ini
sedang berduka?
J: Dulu ada, sekarang sudah tidak ya. Kalau dulu ya, anggap sekarang saya 70 tahun,
waktu saya 10 tahun masih ada. Dulu itu kalau ada orang meninggal pasti pake “tua
ha”, yaitu kain hitam di ikatkan di tangan yang menunjukkan orang ini di rumahnya
ada berita dukacita, sedang dalam masa berkabung. Kalau yang laki-laki taruhnya di
kiri, yang perempuan di kanan menunjukkan oh di rumahnya mungkin kakeknya atau
ayahnya meninggal. Jadi sekali liat langsung tahu begitu, tapi itu dulu ya. Kalau
sekarang ya gak ada lagi. Tapi di jaman-jaman dulu pun jaman kerajaan berkabung
selama tiga tahun, jadi ha nya itu dipakai selama tiga tahun. Selama tiga tahun tidak
makan besar juga, tiga tahun gak boleh pakai merah. Kalau sekarang si mungkin
hanya dalam 100 hari atau bahkan 1 minggu, tapi tidak ada lagi yang “tua ha”. Tapi
sekarang tergantung juga ada yang 100 hari ada yang satu minggu, tergantung
orangnya. Tapi untuk sembayang yang kesatu sampai ke tujuh tetap lah tidak boleh
ada warna merah ataupun jingga karena tetap masalah duka. Cuma untuk tua ha ya
tetap tidak ada warna merah ya.
T: Adakah gantung kain putih begitu di rumah?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Oh enggak, kain putih hanya digantung selama almarhum masih di rumah dan
belum di makamkan. Artinya hanya mau bilang oh di rumah ini ada yang meninggal,
ada duka cita. Cuma ini sih dulu ya, sekarang kebanyakan semua udah disemayamkan
di yayasan, jadi tidak lagi pake kain putih. Dulu sih jadi sanak saudara tetangga,
teman-teman, family jauh yang mau datang untuk bakar dupa, kasi penghormatan
terakhir juga bisa, turut berduka lah begitu.
T: Berapa lama almarhum disemayamkan? Dan dimana?
J: Ini tadi sudah saya singgung sedikit, kalau dulu-dulu bisa sampai berbulan-bulan,
kalau sekarang Pontianak bisa tiga sampai lima hari, atau tujuh hari. Paling lama
semayamkan Sembilan hari tapi sangat jarang sekali ada yang sembilan hari. Yayasan
begitu lama ya Cuma Sembilan hari. Mau di rumah boleh, yayasan boleh. Pilih
yayasan si karena mau kemudahannya, tempatnya lebih besar. Dan dirumah kan harus
ngurus banyak hal dan perlengkapannya juga kurang. Kalau yayasan memang sudah
dipersiapkan semuanya, sudah cukup untuk masalah seperti ini, kayak mejanya
kursinya semua uda lengkap tinggal pakai. Tenaga kalau di rumah juga sedikit, kalau
di yayasan kan lebih ramai banyak tenaga sosial yang bisa bantu-bantu.
T: Tapi kalau mau di rumah juga gak apa-apa?
J: Oh boleh-boleh, orang dulu juga semua di rumah kok, hahaha…
T: Kemudian pak, ketika orang tua misalnya baru meninggal, apa yang harus
dilakukan terlebh dahulu?
J: Saudara atau anak-anak, menantunya, biasanya dalam keadaan darurat sudah mulai
dibersihkan badannya si orang tua. Untuk disiapkan ketika mau jalan sudah dalam
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
keadaan bersih. Badannya dilap bersih-bersih, rambut disisir rapi, baju di pakaikan
yang bagus. Jadi sampai misal saat itu meninggal, dia sudah siap jalan. Kalau belum
jalan ya ditungguin. Ya dipersiapkan rapi-rapi bersih la ya.
T: Setelah itu apa lagi pak?
J: Umumnya ya saudara anak semua tungguin ya di sisinya, untuk melihat terakhir
kali ya sebelum dia jalan. Setelah itu ya acaranya contohnya beli air disini untuk dilap
mukanya, sebelum masuk peti ya kalau orang Konghucu ya ada yang namanya Chi
Se, ya disumpitkan nasi atau tahu gitu ke mulut almarhum secara bergilir. Jadi ada
berapa anak dan saudara ya digilir berapa kali untuk penyuapan. Chi se itu artinya ya
orang tua punya anak lelaki perempuan, ya contohnya meninggal ya, si anak bisa
bilang “ayah dari kecil kamu yang membesarkan saya, merawat saya dari kecil
sampai besar, sekarang terakhir kali biarkan saya yang rawat kamu tua, suapin untuk
terakhir kali”. Ya balas budilah. Misalkan kamu nanti ya meskipun nikah sama orang
lain juga ayah kamu yang besarin kamu, kamu nanti juga suapin dia untuk terakhir
kali. Ya begitulah.. setelah itu ya uda ya mauskin dalam peti, dipaku tutup.
T: pak, Dalam peti mati nih sering sekali dimasukkan sesuatu di dalamnya. Diisi apa
aja pak, apa ada arti tertentu untuk barang-barang yang dimasukkan?
J: oh ada dimasukin daun-daun tertentu dan rumput, tapi itu si hanya agar kering la
ya. Kemudian untuk dulu dipakaian Leng Thau, ya bisa dibilang itu baju kerajaan
jaman-jaman dulu, lalu juga dimasukin segala yang digunakan almarhum ketika
masih hidup, baju-baju, gelang, atau gigi palsunya. Emas sih gak ada la, Cuma kalau
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
giok si ada. Barang-barang dia lbaju ousisisa, sampai sisir odol semua kirim balikin
kasi dia, segala yang dia pake la biasa..
T: ketika ada anggota keluarga yang meninggal, apa yang menjadi pantangan anggota
rumah?
J: ada dulu sih, jaman dulu si hewan pelharaan ukuran besar sih kayak kerbau sapi
gak dijual, selama itu ya jangan bertengkar jangan timbulkan perasaan tidak enak.
Gak pake segala yang warnanya merah, tidak juga mengadakan ang se atau acara
kegembiraan la ya, kan masih dalam berduka ya.
T: apa benar gak boleh ke acara orang juga ya? Acara kegembiraan gitu pak..
J: oh sekarang sih sudah sedikit orang ya yang mengerti. Sedikit juga orang yang
mengikuti aturan tersebut. Lebih fleksibel ya sekarang, cuma ya tetap lebih baik tidak
usah ya..
T: Bakar uang kertas itu artinya apa? Untuk diberikan ya?
J: artinya ya bisa dibilang ini uangnya mereka ya, kayak sekarang disini ya uangnya
kita rupiah yang kita pakai, itu yang dibakar kan uangnya mereka ditempat mereka.
Jadi ya yang disini kita bakar untuk mereka bisa pake disitu ya.
T: Perabot kertas juga ya pek? Artinya apa?
J: Menurut kita sih sekarang lebih modern ya, zaman dulu sih gak ada, adanya cuma
uang kertas. Namanya Khou Ci, apanya ya bisa dipakar, sekarang udah ditambah
radio, tv, bantal. Ini sih modern ya, kalau saya sendiri ya gak perlu punya ya. Karena
menurut saya, kalau kita ada sembayang nenek moyang ya, kita uda kasiin duit. Kita
uda antarkan duit mereka pasti bisa beli disitu. Sama seperti misalkan kita orang
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
tiongkok, hal yang gak ada kan gak perlu dikirim, bisa beli sendiri disini. Sekarang
modern ya mulai ada akal ya untuk dijadikan bisnis, jadi satu peluang mencari
nafkah. Untuk saya sih gak perlu ya. Dulu gak ada begini kok, sejak pek-pek kecil
gak ada. Orang sekarang aja yang lebih pintar bisa kepikiran ini,hehhe
T: Dalam ritual itu kan pake Hio ya pak, itu ada arti gak pak?
J: itu artinya kalau Hio sudah ditancapkan artinya mengundang arwahnya untuk
bangun, seperti undangan lah untuk datang, kasih tahu juga kita sudah datang.
T: Menangis itu dibolehkan gak pak? Ada artinya gak pak? Katanya juga disewa
orang-orang untuk menangis? Ada ya atau gak ada?
J: oh bukannya sewa orang untuk menangis, tapi dulu kan ada keluarga tapi gak ada
anak, atau belum punya anak. Cuma bisa pakai keponakan, tapi ada juga keponakan
yang gak mau. Karena dianggap hal yang sial, jadinya kadang ada yang gak mau
gantiin sehingga ya dipakailah orang lain.
T: oh gtu, memang ada apa dengan menangis pek? Apa membantu arwah berjalan
lebih cepat atau apa?
J: bukan, ini hanya sebagai hau ce, atau sebagai bentuk bakti kan. Menangis sendiri
juga banyak jenis ya, misalkan menangis di Co Chit. Misalkan ya ini ada cerita dari
Konghucu, tapi ini hanya sebuah cerita ya gak ada tulisannya, bahwa sebenarnya
orang itu ketika meninggal mereka sedng berjalan dan belum tahu kalau dia mati.
Kemudian arwah tersebut akan berjalan dan pada hari ketujuh akan sampai sungai di
alam sana, pada saat itu dia akan capek dan akan duduk untuk membasuh wajah dan
kakinya. Seketika itu pula wajah dan kaki tangannya yang terbasuh air akan meleleh
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
dan hancur. Saat itu lah dia baru tahu bahwa dia sudah meninggal. Jadi menangis di
sembayang “Thau Chit” atau hari ketujuh itu artinya biar kasi tahu dia dulu bahwa
anak saudara yang di dunia tahu akan masalah ini. Tempat itu “wang chuen”.
Memang hanya sampai waktu itu baru bisa sampai disitu. Jadi itulah mengapa kalau
sembayang haru ketujuh biasa dilakukan pagi-pagi, ya karena menangis untuk kasi
tahu dia.
T: oooh.. ada ujaran-ujaran tertentu gak pak yang harus diucapkan gak sama anak-
anak?
J: gak la, umum si lebih mirip doakan. Contohnya aja kalau orang tua mau keluar
negeri jalan-jalan, ya kita jadi anak ya ngomong atau berpesan yang baik-baik, begitu
pula waktu orang tua meninggal ya kita juga ucapkan yang baik-baik sama seperti
kayak mereka mau jalan-jalan. Ya contohnya seperti “ya papa jalan aja, gak perlu
khawatir dengan masalah rumah, kami semua juga sudah besar bisa urus sendiri,
kamu fokus dengan perjalanan kamu aja dengan hati yang tenang jadi dewa. Rumah
kami bisa urus, ada urusan papa kami bisa selesaikan, bisnis kami bisa atur”. Jadi
jangan sampai arwah yang meninggal ini lakiyang seharusnya tenang jangan pusingin
hal duniawi lagi, jangan khawatir masalah saudara dan anak-anak lagi. Hahah ya
gitulah..
T: Itu waktu penyemayaman pak, kan banyak atribut ya pak, kayak kain-kain putih
yang ada simbol-simbol tulisan-tulisan. Artinya apa sih pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: oh itu huruf Tiang. Itu hanya menandakan ini tempatnya si orang mati, bahwa
inilah tempat penyemayaman orang yang meninggal, ada peti, ada tempat untuk
orang sembayang. Ya itu aja.
T: Simbol-simbol apa lagi pak yang biasanya dipakai dengan arti khusus? Misalkan
jeruk, perabotan kertas, payung kertas?
J: oh itu ang si sua (benang merah). Itu dulu ya, sewaktu aku masih anak-anak ya kan
ada yang meninggal sekarang ngasihnya duit atau cua ie, dulu ngasi kim cua sama
lilin dupa diikat jadi satu dikasih buat ke rumah duka ini ya. Uang kertas ini ya
maksudnya diberikan untuk dibakar buat yang meninggal bisa dipakai nantinya.
Kalau sekarang kan dikasinya uang biar sanak saudara yang ngurus ya yang beliin
kertas sama lilin dupa. Artinya sama aja kok. Kemudian dikasi benang merah ini
artinya ya ini kan acara putih atau berduka, nanti kalau mau pulang kembalin ngasih
hal yang merah yang baik buat kamu selamat, jeruk, bunga emas juga ya. Jeruk si
tanda phing an, aman ya. Dibawa pulang benang merahnya bisa diikat di pagar atau
pintu dimana, bunga emas ya bisa juga ditancap juga di hio lou rumah. Ya datang
kesini kan dianggap tempat yang sial ya jadi dibawa pulang ke rumah biar lancar
selamat ya.
T: Untuk atribut pak yang dipakai untuk waktu ritual, ada golongannya gak misalkan
laki-laki pakainya lebih gimana, atau misalkan cucu dalam atau cucu luar ada gak
golongannya pak?
J: Namanya ya tua ha ya ada kok. Tua ha si hampir sama, Cuma waktu hau hok
(pakaian hau ce ketika mengantar almarhum untuk dikuburkan) ya ada beda-beda
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
sedikit waktu mau dikuburkan ya laki-laki pakai yang kayak baju karate ya, wanita
pakai tong thau kain putih. Cucu ya beda ya cucu luar cucu dalam beda. Kalau cucu
dalam turunan sendiri pakai yang blacu, warna putih semua blacu. Kalau cucu luar
beda, keponakan beda warnanya biru. Kalau putih ada yang putih ada yang putih
blacu putih kekuningan, langsung keliatan hau ce ini siapanya yang meninggal,
statusnya siapa. Orang yang ngerti langsung lihat langsung tahu ya. Kalau laki-laki
pakai mua pou, dari jerami tujuannya hanya untuk menunjukkan oh ini loh hau ce
dari almarhum. Kostum ini ya bisa dibilang dipakai di waktu yang udah paling susah
ya, waktu paling gak menyenangkan. Makanya orang kalau ada acara kebahagiaan
gak mau ikut acara begini ya, bisa dibilang juga ini masalah yang paing buruk atau di.
Dibilang hari yang paling jelek.
T: Dalam ritual pak, anggota keluarga mana yang dibebankan ritual paling besar?
Misalkan anak laki-laki pertama atau menantu pertama. Gimana pak?
J: oh iya almarhum punya putra sulung. Putra tertua dari yan meninggal Dia punya
tanggung jawab lebih besar. Ya?
T: Kalau gak ada anak laki-laki gimana?
J: Oh gak ada anak laki-laki, gak ada anak laki-laki sama gak ada anak beda loh ya.
Kalau dia gak ada anak laki-laki, berarti anak wanita yang paling besar. Kalau ada
anak laki-laki tapi anaknya meninggal, berarti cucu laki-laki pertama punya andil
besar. Tua sun teng bue kia. Misal kakek kamu meninggal dan papamu udah gak ada,
adik laki-laki kamu itu punya andil besar meskipun paman dan sepupu laki-lakimu
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
lebih besar dari adikmu, tapi untuk status adikmu lebih besar. Mereka gak lihat umur,
tapi lihat anak terbesar dari anak terbesar.
T: Kalau wanita apa aja tugasnya?
J: Kalau untuk tradisi kita, wanita yang sudah menikah lebih kecil andilnya dari adik
perempuan lainnya meskipun dia adalah kakak tertua. Jadi untuk kepercayaan kita ya
wanita itu dilihatnya kayak begitulah. Contohnya kakakmu udah nikah kamu lebih
besar andilnya. Kalau udah menikah kan jadi punya orang, jadi bukan milik sendiri.
T: Oh ya pek kalau orang mau dikuburkan itu ada sembahyang langit ya, memang itu
artinya apa dan buat apa?
J: Oh namanya seng hok, waktu mau chut sua (dimakamkan) harus seng hok, harus
lapor ti thi pe bo (langit bumi leluhur) dan dewa bahwa orang ini sudah tidak ada,
sudah mau dikuburkan dan mau mohon langit bumi untuk jadi saksi melihat dia
kembali ke surga. Nah semua kan pake hau hou (baju bakti), bakar dupa, segala
macem sembahyang langit lah. Dibantu sense, ngomong kata-kata baik.
T: Saya lihat anak laki-laki bawa Hiolou ya pak nantinya?
J: Laki-laki bawa hio lou ke kuburan almarhum. Tapi yang sembahyang langit nanti
disimpan. Yang dibawa hio lou yang di taruh selama penyemayaman, yang tempat
orang-orang nancap hio. Ini yang nanti dibawa ke kuburan.
T: kalau perempuan saya lihat difoto ada lemar kendi? Artinya apa pak?
J: Lempar kip siaw, cerita ya ini gak ada catatan. Orang kita sebelum meninggal tetap
ada penyakit. Ya? Bisa aja ada kecelakaan, tapi ya misalkan mamamu jadi menantu
kakekmu ya pasti pernah sakit dan mamamu pasti pernah jagain, merawat, buatin
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
obat ya. Jadi kip siaw ini kan bentuknya kendi obat dari tanah liat, itu dipakai orang-
orang tiongkok dulu buat masak obat. Nah waktu orang tua udah jalan ya udah gak
ada, menantu paling besar itu sudah merawat sampai saat terakhir dan sekarang
dilempar pecahkan. Ya bisa karena penyakitan terus, dan menantu biasanya yang
merawat kan sampai terakhir. Jadi waktu orang tua jalan ya udah gak perlu lah kendi
ini jadi dipecahkan, kendi yang dulu masak obat.
T: Itu kendinya ditaruh di bawah peti ya pek waktu disemayamkan? Memang artinya
apa?
J: Ya itu sih biar tidak lupa aja tidak ketinggalan. Pokoknya ya artinya tugasnya
sudah selesailah, jadi ini gak dipakai lagi dipecahkan.
T: Ada artinya gak pak itu, kenapa harus pecah? Kalau gak pecah kenapa?
J: Kalau gak pecah si ya gak apa juga ya karena sekali lempar ya pasti pecah.
Namanya juga dari tanah liat ya tipis begitu pasti pecah kalau kena aspal atau tanah.
T: Yang melempar kendi itu pak. Kalau misalkan gak ada menantu perempuan
gimana pak?
J: Kalau gak ada menantu perempuan ada anak perempuan kan, tapi kalau gak ada
pun anak laki-laki juga boleh karena ya pastilah anak juga ada belikan obat buat
orang tua, atau masakin obat kan. Cuma ya biasa kalau di rumah ada perempuan ya
biasanya bagian masak-masak biasa anak perempuan ya.
T: Pak bisa gak almarhum yang sudah meninggal itu tidak disemayamkan, atau
langsung dikuburkan?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Ini si gini ya, kalau ada anak gak ada sembahyang ya dikatain hal yang tidak
terlihat ya. Cuma mitos ada bilang bisa ini orang tua akan tersiksa kasian karena gak
ada uang gak terurus, bisa jadi gelandangan merampas, biasa ada dikasi mimpi orang
tua disitu gak ada uang, sengsara. Kayak misal kita anak yang masih hidup, punya
orang tua tapi gak mau sembahyangin, bisa aja mungkin ada masalah dalam sampai
gak lakuin. Cuma ya kita jadi manusia kan punya hati nurani, suatu hari kan juga
akan mengalami, nanti misal kamu punya suami sanak saudara, suatu hari adikmu
gak berbakti mau urusin kamu, kamu akan merasa apa? Ya gak la, kamu juga lakuin
gitu. Harusnya si gak boleh ya, Cuma sedikit sih kasus begini, ya gimanapun harus
ada dikenang namanya juga orang tua, udah dibesarin dari kecil, dididik,
disekolahkan sampai jadi orang. Ya sama aja lah kamu bisa gituin orang tua kamu
juga bisa digituin sanak saudaramu. Ya sebaiknya sih janganlah ya..
T: Kalau mati muda gimana ya pek? Apa gak ada yang sembahyangin?
J: Kalau mati muda ya memang sudah nasib ya. Contohnya ada juga orang tau bisa
juga bakar uang buat dia, bisa pakai sanak saudara atau sepupu juga ada kalau
konghucu kita ya ada juga sanak saudara teman-teman bisa mengenang dia atau bikin
ritual ini untuk dia.
T: Waktu penguburan masih ada prosesi lagi pak? Atau hanya dikuburkan langsung?
J: Gak ada ya. Cuma waktu penguburan umumnya ada lihat arah petinya pakai tali
sudah bujur atau belum waktu peti diletakkan. Kalau menurut kepercayaan ya misal
yang banyak sanak saudara biasa rame-rame lihat apakah sudah sejajar belum, supaya
kalau nanti kedepan ada yang baik semua sama-sama baik, ada yang kaya semua
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
sama-sama kaya. Jadi kalau udah ditaruh ya dilihat dulu semua saudara mufakat dulu.
Kemudian ada juga kua cha teng (paku), ka kua cha teng. Jadi gigit sedikit sudut peti
yang sudah ditancapin paku yang udah di taruh di bawah hio lou selama ini. Jadi
dipercaya nanti ke depan kalau ada yang punya masalah sakit atau apa ini bisa
dikeluarkan untuk dipakai, biasa diajarin sense, bisa dijadiin obat tapi untuk kasus
yang misal mendadak diganggu “sesuatu”, kemasukan la ya. Cuma si jarang ya ada
kejadian begitu. Kalau udah beres ya tali nanti dipotong mulai dikuburkan. Setelah itu
sanak saudara mulai sembahyang ya. Udah ya paling terakhir ditaburin ngow cheng
ci, ini semua udah mau balik orang tau juga udah mau berangkat ya kemudian ini
ngow cheng ci isi bahan-bahannya ada 5 jenis paku, kacang-kacangan, ada kue ci,
kacang hijau, ada uang logam juga. Ini artinya orang tua kasi sebagai kenang-
kenangan, supaya sejahtera, masing-masing pulang pergi berkembang. Udah
sembayang ya udah selesai gitu ya..
T: Gambaran umumnya, hubungan yayasan dengan almarhum itu apa? Apa harus
sesuai marga? Kalau iya kenapa?
J: Sebenarnya gak ada ikatan, Cuma ya biasa yayasan ada anggota. Tiap yayasan ya
unsur sosial, bukan sistem dagang. Jadi yayasan ya kamu gak masuk yayasan misal,
dana datang juga dari yayasan, ya kamu gak masuk jadi anggota lalu tinggal
seenaknya taruh ke yayasan ya namanya yayasan bukan hal mudah yang tinggal
dibangun kan? Butuh biaya tempat, gak bisa juga sembarang taruh sesuai kamu ya.
Tetap lah yayasan ada ADRT ya, masing-masing ADRT yayasannya lah ya. Tapi tak
ada ikatan juga ya sama marga.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: Jadi kalau misalkan ada orang marga lim, tapi dia jadi anggota di yayasan marga
campuran, apa bisa pek?
J: Ini si masing-masing ADRT yayasannya ya, ini masalah masing-masing
kepengerusan. Ada yang boleh suka-suka kamu mau dimana, ada yang gak bolehin
juga, jadi ini keputusan pengurus lah ya.
T: Apa mampu sebuah keluarga melakukan ritual tanpa yayasan atau rumah duka?
Mampu gak tampa yayasan dalam melakukan ritual ini?
J: Ini masalahnya kan se cu, bagi duka ya. Jadi gak ada ikatan sama yayasan. Yayasan
paling bantu untuk pemakaman karena pasti tenaga kurang kan, gak mungkin bisa
sendiri-sendiri. Jadi yayasan keluarkan utus anggotanya buat bantu hal ini.
Selebihnya gak ada yayasan campurin urusannya ya.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Nama Informan : Lou Yong Chiang
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Pengurus Ritual Kematian dan
Pendoa di Ritual Kematian
Aktivitas Sosial : -
Tanggal Wawancara : 15 November 2013
T: Tadi pagi ada sembahyang langit ada arti apa ya pek?
J: Tadi pagi kita sembahyang langit dan bumi itu seperti menghormati langit bumi
dan leluhur. Orang tua kita karena kan waktunya sudah tiba, dalam hal ini kita patut
melaporkannya pada langit bumi dan leluhur, nah kita sebagai sanak saudaranya
wajib menghormati langit bumi dan leluhur. Ini sebagai sebuah tradisi Tionghoa kita
yang sudah diwariskan turun menurun dari nenek moyang sampai saat ini. Biasanya
pengurus berdiri di depan untuk sembahyang dan bakar dupa terlebih dahulu seperti
memberitahu ini orang tua sudah tidak ada jadi patut kita berikan penghormatan
terlebih dahulu. Ya inilah tradisi Tionghoa kita. Misalkan seperti yayasan ini punya
pengurus, nah kita menghormati pengurus ini sebagai apa dalam semasa hidupnya.
T: Lalu kenapa tadi sembahyangnya ke 4 penjuru pak?
J: Sembahyang ke 4 penjuru di dasarkan pada timur, selatan, barat, utara. Ini
dimaksudkan sebagai 4 arah mata angin, kita juga harus menghormatinya. Jadi
seseorang dalam semasa hidupnya itu pasti berjalan ke arah manapun, ke barat iya,
timur iya, selatan iya, utara dan bahkan di tengah yang sedang kita diami saat ini.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Kita harus tahu hal ini. Dan hari ini adik mau bertanya soal ini saya sangat berterima
kasih karena kamu masih sangat muda, tapi anda sangat mau mengangkat masalah
kebudayaan kita untuk dilestarikan.
T: kebanyakan kalau ritual seperti ini lebih diajar oleh bapak ya? Karena sepertinya
generasi muda saat ini banyak yang tidak mengerti maknanya
J: Ya benar dek. Generasi saat ini sudah sangat sedikit yang mengerti, dan memang
hal ini diturunkan dari yang tua ke muda. Dimana-mana jatuh ya dari atas ke bawah,
tidak ada yang bawah ke atas, hahaha..
T: Pak apa bapak mengurus dari awal sampai akhir pak?
J: Oh gak tentu. Kadang-kadang saya mengurus bagian awalnya dan bagian akhirnya
ada orang lain yang urus. Tapi ada juga yang saya urus dari awal sampai akhir kalau
memang diminta dan kekurangan orang, saya juga bersedia. Dan biasanya hal ini juga
tergantung bagaimana kemauan keluarga ya.
T: Menurut pandangan bapak, kematian untuk etnis Tionghoa itu artinya apa ya pak?
J: Kematian? Wah apek sendiri gak mengerti sampai dalam hal ini, cuma dalam
mengurus masalah kematian ini, apek selalu membiarkan yang tua melakukan dulu,
baru apek ikutin. Karena yang lebih besar, lebih tua, yang lebih tinggi, lebih mengerti
lebih banyak dari kita, jadi gak selalu keseluruhannya kita mengerti semua.
T: oo oke pek.. lalu menurut pek-pek seluruh rangkaian upacara ini mau menurunkan
nilai dan maksud apa sih pek?
J: Upacara kalau mau dibilang bagi kita ya ini tradisi kita dan ini bagian dari budaya
Tionghoa kita. Lalu misalkan sekarang ayah kita di Yayasan ini sebagai pengurus,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
dan sekarang beliau meninggal, orang-orang datang untuk menghormati ayah kita,
begitu. Termasuk dibilang sebuah bakti begitu ya..
T: Jadi kalau orang meninggal, apa saja yang harus kita pantang pek?
J: Pantangan ya kalau menurut budaya kita, pantangan biasa jatuh juga ke agama.
Kalau menurut kita yang khia hio (sembahyang dengan hio), menyembah Pek Kong
(salah satu dewa di Konghucu), ada pantang shio, pantang waktu. Tapi kalau menurut
agama Kristen maupun katolik, mereka gak pantang. Cuma kalau orang-orang sudah
datang ya mereka siap jalan.
T: Tapi tetap harus memakai baju putih ya?
J: Kalau baju putih si kita menunjukkan kita adalah keluarga dari orang yang
meninggal, entah anaknya, cucunya, keponakannya ya. Jadi tamu bisa tahu oh ini
paman saya, atau ayah saya begitu. Kalau gak begitu ya jadi tidak ada tandanya, jadi
tidak ada bedanya dengan tamu yang datang.
T: lalu kenapa harus laki-laki yang bawa hio lou?
J: Ya, itu anak laki-laki tertuanya ya. Harus anak laki-laki paling besar, kecuali anak
ini sudah tidak ada, maka dipindahkan ke anak kedua. Atau misalkan anak pertama
badannya cacat atau tidak mampu yam au gak mau kita pakai anak kedua. Tapi kalau
misalkan anak pertama gak ada, anak kedua gak ada, ya kita pakai anak laki-laki
pertama dari anak pertama, itu “tua sun teng bue kia” (cucu tertua dianggap anak
terakhir)
T: Memangnya menurut etnis kita, anak laki-laki itu apa lebihnya ya pek?
J: Gak juga sebenarnya, gak ada lebih..
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: Tapi kebanyakan tanggung jawab diberikan kepada anak laki-laki tertua ya?
J: Ya ya benar. Jadi kalau orang tua kita nanti menua, itu menjadi tanggung jawab
anak laki-laki terbesar itu. Ada masalah apa semua harus menghadap ke anak tertua
untuk diskusi dan ambil keputusan. Tapi kalau misalkan anak laki-laki tertuanya tidak
mengerti, kurang lincah, dan dia punya saudara lainnya yang lebih mengerti, ya kita
juga bisa diskusikan dengan mereka. Gak bisa juga dipaksakan harus anak laki-laki,
karena ada juga yang gak normal ya mau bagaimana? Hehehe…
T: ya ya benar juga, hahah.. lalu pek, tadi cici ada lempar kendi itu ya, kip siaw?
Artinya apa pek?
J: ini kendi bagi kita orang Tionghoa memang tradisi yang diturunkan, jadi ceritanya
ada orang pintar. Orang ini ya harus menunggu sampai air Eng Ho ini jadi jernih,
baru dia bisa meninggal. Cuma kalau waktunya belum sampai, air Eng Ho (sungai
Eng Ho) nya belum cukup jernih, orang ini gak bisa menunggu dan sudah pergi
duluan. Tapi orang kan cukup pintar, dan dia terhadap hal ini sudah berpesan jadi ya
kita kalau gak lakukan yang dia mau ya kan gak bisa. Jadi kendi ini dibawa ke sungai
untuk diisi air, dipakaikan lap untuk lap wajah dan badannya. Jadi berharap ini orang
tua setelah kita lap, matanya bisa tertutup dan jalan. Jadi punya perkataan “bue kau
eng ho sim em si, kue liao eng ho si liao kim”, ya ini budaya kita orang Tionghoa.
T: Jadi air yang sudah dipakai untuk lap itu ditaruh di bawah peti pak?
J: Iya, ditaruh di bawah peti. Jadi kayak tadi pagi apek kan sudah selesai cheng hok,
setelah semuanya beres kendi ini kemudian dilempar. Artinya ini orang ini sudah
jalan ya.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: Oh, begitu.. lalu dengar-dengar kendi ini harus pecah sekali lempar ya pek?
J: Iya, dengar-dengar memang seperti itu. Cuma hal ini aneh kadang-kadang, mau
dibilang gak pecah ada juga yang lempar kayak gimanapun dia gak mau pecah,
padahal ya ini kan buatan tanah liat, makanya sangat aneh kadang.
T: Ada artinya gak itu pek?
J: Ya kalau menurut orang-orang generasi atas ya dibilang gak boleh, Cuma generasi
muda biasa gak begitu pantang.
T: Menurut pek-pek kalau orang Tionghoa kita sudah tidak lagi melakukan budaya
ini gimana pek?
J: Ini ya namanya agama, memang menurut aturan seharusnya kita sebagai orang
Tionghoa, keturunan orang Tionghoa, seluruh budaya Tionghoa harus sanggup kita
lakukan. Ini kan hal yang sudah nenek moyang kita wariskan, kita gak bisa
membantah hal-hal nenek moyang kita ini kan. Cuma orang zaman sekarang kan agak
susah ya, pek-pek bantu ngurus disini pun gak bisa sembarang ngomong ama
keluarga. Misal ada keluarga yang hormat sama pek-pek mau dengar dan bisa terima
perkataan pek-pek, ada yang gak bisa nanti bilangnya pek-pek sembarang ngomong.
T: Kalau begitu memang harus diteruskan ya pek, kalau gak diteruskan nanti hilang
ya..
J: Ya benar, kalau gak diturunkan nanti hilang. Sama kayak kita mebatalkan sendiri
tradisi kita, ya ini kan tidak baik. Sama kayak dulu kalau dari dulu tidak diturunkan
ya tidak ada budaya pada hari ini. Jadi memang sudah seharusnya kita harus tau
kebudayaan kita, gak tau lengkap ya minimal dengar sedikit. Seperti sekarang aja,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
mandarin kita sudah hilang 40 tahun terakhir ini, apa tidak kasihan kita orang
Tionghoa tapi tidak bisa bahasa ibu kita bahasa mandarin? Kasihan sekali kan.. tapi
mau gimana lagi, zaman sudah berubah..
T: Lalu menurut pek-pek pribadi, ada orang Tionghoa tapi tidak mau lagi melakukan
ritual ini. Bagaimana perasaan pek-pek?
J: Ini ya pasti kembali pada hati orangnya ya, perasaan dia terhadap orangtuanya,
kakek neneknya, leluhurnya. Pek-pek pribadi si gak akan halangi atau terang-
terangan melarang dia berbuat demikian, kalau memang dia mau seperti itu ya sudah.
Tapi menurut perasaan si merasa kenapa seseorang harus berbuat demikian erhadap
orangtua, kakek nenek, dan leluhurnya. Kan gak boleh dong..
T: Lalu pek kenapa peti mati ini dilapisi kain itu ya?
J: Ini sih bukan kain apa ya, ini hanya bendera dari yayasan ini. Kalau yang ini terdiri
dari 4 huruf yaitu “cheng ho si ke”, hanya menandakan dia marga tio.
T: Oh, jadi kalau yayasan lain ya benderanya lain pek?
J: Iya benar seperti itu..
T: Tapi gak ada arti khusus pek?
J: Gak ada, hanya menandakan ini marga tio aja. Sama kayak bendera yayasan biasa
yang menunjukkan ini dari yayasan mana begitu..
T: Lalu nanti waktu petinya dikeluarin langsung dimasukan ke kerangka rumah itu ya
pek?
J: Oh, Itu namanya hua peng, orang Tionghoa kita kasih namanya hua peng.
Fungsinya untuk menutupi, menjaga peti mati si orangtua ini.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: Ada arti apa pek itu?
J: Ini gimana jelaskan ya, bisa dibilang ini untuk menjaga melindungi dia aja dari
pancaran atau jangan sampai dilewatin hal-hal yang gak kita ngerti. Cuma
menutupinya aja ya, heheh.. orang dulu gimana buat ya kita ikutin aja..
T: Kalau orang disemayamkan ada yang disemayamkan 3 hari, 5 hari, 7 hari. Itu
artinya apa pek?
J: Ini semua tergantung anak cucu ya. Ada yang anak cucunya jauh ya, jadi 3 hari gak
cukup untuk dia pulang, harus taruh 5 hari tunggu mereka pulang. Ada juga yang 5
hari gak cukup ya kita tunggu sampai 7 hari, harus semuanya berkumpul. Karena ini
udah kali terakhir, kita harus tunggu ya sampai semuanya lengkap.
T: oh begitu.. jadi memang tunggu sampai lengkap ya.. lalu pek, biasanya ada bakar
kertas dan perabot kertas lainnya. Itu artinya apa ya pek?
J: hal ini memang sulit dijelaskan karena tidak terlihat, seperti yang sudah dibilang di
awal tadi, apek juga tidak mengerti sampai dalam sekali. Yang saya tahu, perabot
kertas yang dibakar itu dibilang “kim sua ngen sua, kim thou gek neng”. Kalau rumah
yang di atas meja itu disebut leng chu, yaitu tempat untuk menaruh foto almarhum.
T: Lalu pek biasanya suka dikasi jeruk untuk yg datang sembayang, apa artinya pek?
J: artinya kalau jeruk sangat dalam ya. Karena kita orang Tionghoa ada teman yang
antar atau sembahyang orang tua kita pasti diberi 2 jeruk dan 1 bunga emas. Hal ini
jaga-jaga kalau sampai di jalan bisa kenapa-kenapa, kecelakaan atau apa, tidak bisa
menyalahkan si keluarga yang berduka. Karena jeruk itu artinya untuk memberikan
kamu keselamatan. Begitu juga bunga emas, jangan kira bunga emas bentuknya kecil
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
harganya murah begitu dikasi sembarangan tanpa arti, itu semua ada maksud punya.
Kalau orang dulu memberikan orang bunga emas berarti kita sudah sangat bersalah
sama orang tersebut baru bisa kita berikan bunga emas ini. Dan kalau di acara
berduka seperti ini kan tamu sangat banyak yang datang, jadi jangan sampai karena
tamu datang ke acara ini jadi mendapat kesusahan, jadi kita wajib memberikan bunga
emas ini. Jadi kayak menghilangkan hal yang jahat ya.
T: Pek, kemudian ada orang yang meninggal dia gak mau disemayamkan begini, mau
langsung dimakamkan, apa bisa pek?
J: Bisa kok. Cuma kalau menurut budaya Tionghoa kita jika ada yang meninggal
terus langsung dimakamkan, mungkin karena bukan orang yang matang, misalkan
masih punya orangtua, masih ada kakek nenek, kemudian gak mau disemayamkan.
Ada juga bujangan yang gak menikah karena tidak ada yang mengurus ya langsung
dimakamkan.
T: Tapi kalau ada anak cucu ya harus disemayamkan pek?
J: Iya kalau ada ya harus disemayamkan
T: Kalau meninggal juga ada yang dikuburkan, ada yang dikremasi. Itu apa ada
perbedaannya atau terserah keputusan keluarga?
J: Oh jelas itu terserah keluarga, kalau keluarga bilang mau dikremasi ya kita dari
yayasan akan bantu kearah itu. Tapi kalau mau dimakamkan ya bisa juga.
T: Kalau menurut budaya Tionghoa lebih ke arah mana pek?
J: Kalau mau dibilang budaya juga tetap kembali ke masing-masing orangnya ya. Gak
bisa selalu dipaksakan juga.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: oh oke pek.. kalau yang tadi pagi pek-pek sembahyang langit, apa yang pek-pek
ucapkan dan artinya itu apa pek?
J: Waktu pek-pek berlutut?
T: iya..
J: Waktu itu pek-pek menggantikan dia untuk memulai ritual, dan beri salam dulu ke
langit dan bumi. Jadi jangan pek-pek datang tidak beri hormat kan kurang ajar. Gak
boleh, hehehe
T: Nanti waktu pemakaman apa masih ada ritual pek?
J: Nanti waktu pemakaman, sewaktu peti dimasukkan akan suruh anak cucunya untuk
lihat arah peti, sudah sejajar atau belum, kalau belum ya di sejajarkan. Kemudian
setelah itu ya mulai sembahyang dengan buah dan daging. Setelah selesai
sembahyang akan ditaburkan cheng ci.
T: Cheng ci itu apa pek?
J: Cheng ci itu terdiri dari kacang hijau, paku, kueci, gandum, dan uang logam untuk
nanti ditaburkan. Nanti ditaburkan di depan makam kepada anak cucunya
T: Apa artinya itu pek?
J: itu artinya memberikan anak cucunya bekal untuk berkembang, biar ada
penghasilan, bisa maju dan berkembang
T: Kenapa setelah pemakaman dilakukan khang teh (tepai) pada orangtua yang masih
hidup, pak?
J: Khang teh ya karena si ayah sudah tidak ada, tapi kan masih ada ibunya, jadi
seperti menghormati orang tua ini begitu.. begini lah, seperti hari ini hari yang
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
menderita karena ayah kita meninggal, tapi kita masih punya seorang ibu jadi ya kita
patut menghormati beliau.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Nama Informan : Nguandi Wijaya
Umur : 54 Tahun
Pekerjaan : Wirausahawan
Aktivitas Sosial : Wakil Ketua 1 Yayasan Sungai
Beringin Pontianak
Tanggal Wawancara : 6 & 21 November 2013
T: Halo selamat sore pak. Boleh tahu namanya pak?
J: Nama saya Ng Mouw Ciu, jabatan di Yayasan Sungai Beringin, adalah sebuah
Yayasan urusan kematian, kebetulan sebagai wakil ketua satu.
T: Saya mulai wawancara ya, pak. Hmm, untuk pertama pak arti kematian untuk etnis
Tionghoa itu apa sih pak?
J: Arti kematian bagi etnis Tionghoa adalah akhir dari sebuah kehidupan setiap
manusia. Menurut pandangan saya tidak ada perbedaan dengan suku-suku bangsa
lain, semuanya sama, bahwa kematian adalah akhir dari kehidupan manusia.
T: Ada bedanya gak pak arti kematian Tionghoa di Pontianak sama suku Tionghoa di
tempat lain?
J: kayaknya sama ya. Artinya pasti sama, yaitu akhir dari sebuah kehidupan.
T: Oke pak, menurut bapak arti yang tadi itu untuk orang tionghoa konghucu sama
Tionghoa dengan mungkin agama budha sama tidak pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Arti kematian itu sama, cuma ritual pelaksanaannya mungkin sedikit berbeda. Bagi
orang Tionghoa ritual kematian yang dijalankan adalah ee sebuah budaya, tradisi
yang dijalankan turun menurun dari tempo dulu sampai sekarang, dan diikutip dari
generasi ke generasi berikutnya. Dan untuk orang Konghucu yang menganut
kepercayaaan Konghucu itu ritual yang dijalankan adalah tradisi keturunan, budaya.
Kalau untuk Budha itu ritualnya sedikit berbeda, dan mereka akan datang untuk
sembayang dengan berdoa secara Budha.
T: oke pak. menurut bapak, kenapa ritual etnis Tionghoa itu masih tetap dijalankan,
meamang artinya apa pak?
J: Ritual ini tetap dijalankan. Itu adalah sebagai wujud cinta kasih anak terhadap
orang tua, dan lebih ditekankan adalah sebuah kebaktian. Berbakti terhadap orang tua
adalah wajib seorang anak bagi orang tu. Jadi ritual ini dijalankan adalah semacam
terima kasih terhadap orang tua, juga bakti seorang anak terhadap orang tua. Ya
bentuknya ya sedikit berbeda dengan kepercayaan yang lain, ah dan ini memang
sedikit agak sedikit rumit.
T: Menurut bapak ada hubungannya gak ritual yang dijalankan sama agama yang
dianut etnis Tionghoa? Kan banyak nih pak sekarang etnis Tionghoa tuh ada yang
agamanya Kristen, katolik, ada juga yang islam. Menurut bapak ada hubungannya
gak?
J: Kalau dihubungkan dengan agama itu tidak ada. Ini adalah tradisi budaya,
Sedangkan agama adalah bagian dari kepercayan setiap umat manusia. Kalau ini
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
adalah lain, kalau ini adalah budaya yang tetap dijalanan secara turun menurun yang
tetap dijalankan dari generasi ke generasi berikutnya.
T: Oke pak. Menurut bapak nilai apa sih yang mau diturunkan dari ritual, ke generasi
berikutnya misalkan?
J: Nilainya adalah agar anak tetap ingat pada jasa orang tua dan berbakti. Dan itu
adalah ajaran yang diturunkan kepada setiap umat manusia dan terutama kepada
generasi muda orang Tionghoa.
T: Pak dalam melakukan ritual itu ada acuan tidak, misalkan menurut kitab? Atau
hanya kebiasaan aja pak?
J: Ini kebiasan. Secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
T: Dalam melakukan ritual pak, ada perasaan apa sih yang dibawa? Atau setelah
melakukan ritual apa yang dirasakan?
J: Itu tergantung pada manusianya. Kebanyakan ialah dilaksanakan dengan perasaaan
kehilangan orang yang dicintai, yaitu orang tua, orang yang paling dekat. Dan ritual
itu dilaksanakan untuk berbakti kepada orang tua dan.. ya berterimakasih karena jasa
orang tua tak ternilai.
T: Kalau misalnya pak ada anggota etnis tionghoa yang tidak lagi melakukan ritual
ini. Apa yang akan terjadi?
J: Yang terjadi saya tidak tahu. Karena itu tradisi yang harus dijalankan turun
temurun. Memang sebagian besar ada yang melakukan dengan simple saja. ya.. itu
tergantung mereka, individu-nya, yaitu manusianya sendiri. Akibat dari hal ini ya
setiap orang juga tidak tahu, namanya juga manusia ya. Itu kita lakukan adalah untuk
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
menjalankan tradisi, budaya juga, tujuan sebenarnya adalah untuk berbakti terhadap
orang tua.
T: Menurut bapak, kalau misal orang yang tidak melakukan ritual nih pak. Dia masih
diterima gak di masyarakat sebagai bagian dari etnis Tionghoa?
J: Tetap diterima, tapi pandangan dari orang ke orang itu jelas sedikit berbeda.
Karena pandangan dari orang lain ke orang yang tidak melakukan ritual itu.. ya
mungkin saja dia tidak melakukan ritual itu bisa saja alasannya berbeda, misalnya
dari segi keuangan, ekonomi. Karena setiap ritual yang dijalankan itu pasti
memerlukan biaya, ya? Ah, bagi mereka keturunan Tionghoa yang kaya raya, mereka
akan melakukan yaa dengan sedikit kemewahan. Dan mereka yang ekonominya
rendah, kehidupannya pas-pas, ya jelas mereka akan sesederhana mungkin, jadi
pandangan setiap orang jelas berbeda lah ya.
T: Oke pak, dalam pelaksanaan ritualnya pak, apa ada pembagian tahapan khusus
pak?
J: Pembagian tahapan itu pertama kali dilakukan jika orang tua kita sudah meninggal,
ya kita harus membersihkan badan, mungkin ini juga dari suku lain atau bangsa lain
juga mungkin sama. Pasti jasad orang tua kita bersihkan dengan air yang bersih. Nah
dari kepercayaan orang Tionghoa, itu disiapkan baskom. Satu baskom air putih yang
bersih.. ah dan dimasukan daun dewa, dan dengan handuk kecil yang bersih lalu dilap
mukanya, kakinya, tangannya, bagian2 tubuh tertentu. Setelah dibersihkan, baru
dikenakan dengan pakaian kebesaran keturunan, yaitu pakaian yang tempo dulu
dipakai oleh orang-orang Tionghoa. Dulu, ya. Itu pakaian bisa saja ada yang 3 lapis,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
tapi dasarnya tetap putih. Lapis pertama warna putih tapi lapis berikutnya bisa saja
dengan warna lain. Ada yang 3 lapis, ada yang 5 lapis, ada yang 7 lapis. Itu
tergantung dari kemampuan. Jika mereka mampu membeli 7 lapis ya jelas itu lebih
mahal ya dibandingkan 5 lapis maupun 3 lapis, hehe.. Bagi mereka yang
kemampuannya kurang, mereka cukup dengan 3 lapis saja.
Pakaian itu dikenakan di jasad orang tua kita setelah kita bersihkan dengan air bersih.
Setelah selesai dikenakan pakaian akan dijalankan sebuah ritual lagi yaitu dengan
memberikan makan, dalam bahasa tiociu disebutkan Chi Se. Chi Se itu artinya
dijalankan untuk orang tua kita dengan jasa orang tua kita yang telah membesarkan
kita, melahirkan kita, mendidik kita dari kecil sampai dewasa, dan kita memberikan
imbalan yaitu dengan ucapan terima kasih, memberikan makan.. ya walaupun ya itu
hanya berupa jasad orang tua kita, tapi kita tetap jalankan ritual ini. Setelah selesai
memberikan makan, nah barulah disiapkan peti kemas yaitu peti mati. Peti mati itu bs
dr bahan kayu belian. Karena apa? Kayu belian itu tahan air, maupun tahan ee ya.. bs
bertahan lama didalam endapan tanah. Jadi itu memang agak berat. Untuk ukurannya
tergantung ukuran manusianya. Jika manusianya ukurannya besar ya dipakai dengan
ukuran yang besar, tapi kalau manusianya tidak begitu besar ya cukup dengan ukuran
yang biasa saja. Ya setelah selesai dikemas dalam peti mati, barulah kita pilih waktu
yang tepat. Waktu itu disesuaikan dengan hari kematian maupun dengan hari
kelahiran. Pilihkan saat jam yang bagus, itu menurut kepercayaan orang keturunan
Tionghoa, barulah diadakan penutupan peti mati. Sebelum penutupan peti mati, ada
satu acara yaitu kumpul bersama untuk berdoa. Ah kumpul bersama untuk berdoa,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
setelah selesai berdoa barulah diadakan penutupan peti mati. Jika peti mati sudah
ditutup, tidak bisa dibuka kembali lagi. Itu menurut kepercayaan kita orang Tionghoa.
Nah barulah kita jalankan yaitu eeh disemayamkan di yayasan maupun di rumah
duka. Dulu, karena yayasan belum mempersiapkan rumah duka, jadi setiap anggota
keluarga yang meninggal itu disemayamkan di rumah masing-masing. Walaupun
rumahnya itu kecil maupun besar ya tetap disemayamkan di rumahnya sesuai dengan
rumahnya sendiri. Nah setelah 3 hari baru diadakan pemakaman. Jadi waktu yang
disiapkan untuk disemayamkan di rumah duka adalah 3 hari, sekarang bagi mereka
yang berkemampuan, yaitu dengan ekonomi yang agak bagus, atau anak-anak yang
tersebar di berbagai daerah yang kalau pulangnya agak perlu waktu lama, jadi
disiapkan lima hari. Dengan adanya lima hari tersebut, jadi anggota keluarga bisa
berkumpul bersama.
T: oh gitu.. Pak yang tadi, ada ritual berdoa bersama itu siapa saja pak yang boleh
ikut?
J: Itu seluruh anggota keluarga.
T: Keluarga inti atau …
J: Keluarga inti. Keluarga inti mengadakan doa bersama, setelah doa bersama ya cara
berdoa dengan membakar dupa dan bersujud di depan jasad orang tua. Ah setelah
selesai berdoa barulah diadakan penutupan peti mati. Dengan cara membakar kertas-
kertas sembayang, kertas-kertas sembahyang ini diartikan agar arwah orang tua
tersebut bisa dengan lancar berjalan di alam yang lain.
T: kertas sembahyang itu maksudnya uang kertasnya atau?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: uang kertas. Uang kertas untuk orang yang sudah meninggal.
T: pak, kalau dalam peti mati itu diisi apa aja sih dalamnya pak?
J: Peti mati umumnya diisi dengan pakaian-pakaian yang biasanya dikenakan oleh
orang tua kita, lalu barang-barang yang suka dipakai oleh orang tua kita, ya. Ya dan
yang umum dimasukkan ya sisir, kaca, handuk, sikat gigi, dan berbagai keperluan
yang diperlukan.
T: jadi artinya apa pak? Apa hanya untuk melengkapi perlengkapan orang tua saja?
J: Ini semacam..ini hanya perlengkapan. Tidak ada arti apa-apa.
T: Oh, iya pak. Ehm dalam ritual pak, ketika orang tua baru meninggal, apa saja yang
jadi pantangan anggota keluarga?
J: Pantangan yaa yaitu, banyak sekali ya. Misalkan pertama ya kita harus tidak
memakai pakaian yang berwarna merah. Karena merah itu melambangkan
kegembiraan, jadi kita harus berpakaian warna putih ataupun hitam. Tapi umumnya
keturunan Tionghoa berpakaian putih la, itu tandanya putih bersih suci, dan pakaian
berduka. Dan sebagai anak laki-laki, biasa diwajibkan untuk gunting rambut. Ah,
setelah gunting rambut… biasanya dulu itu harus melewati ritual, yaitu ritual ee hari
ketujuh. Itu terbagi dari tujuh kali tujuh. Pertama adalah hari ketujuh setelah kematian
orang tua harus diadakan sembahyang hari ketujuh. Lalu, tiga kali tujuh yaitu tiga
tujuh dan lima tujuh, lalu yang terakhir adalah hari ke empat puluh Sembilan, itu
minggu ketujuh, tujuh kali tujuh, wang chit, miggu yang ketujuh. Setelah selesai
sembahyang minggu ke tujuh, barulah dilanjutkan dengan sembahyang seratus hari,
peringatan. Itu adalah semacam peringatan kematian orang tua. Setelah seratus hari
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
peringatan, dilanjutkan dengan peringatan satu tahun, genap satu tahun sesuai dengan
hari kematian, jadi kayak ulang tahun kematian. Setelah peringatan satu tahun, lalu
diadakan peringatan tiga tahun. Tapi ini hitungannya bukan tiga tahun pas,
hitungannya adalag tiga..melewati tiga hari kebesaran keturunan ornag Tionghoa.
Yaitu seperti eee… hari raya besar keturunan orang Tionghoa, yaitu tiga kali. Tiga
kali hari raya kebesaran orang Tionghoa dianggap perjalanan tiga tahun bagi arwah
kematian orang Tionghoa. Baru dipilih hari yang baik untuk diadakan sembahyang
tiga tahun. Setelah diadakan sembahyang tiga tahun, barulah dipilih hari yang bai
untuk sembahyang pertama, yaitu sembahayang kubur. Umumnya pertama kali
diadakan semabahyang kuburan itu dipilih pada hari Cheng Meng, setelah
sembahyang kuburan hari Cheng Meng baru selanjutnya tiap tahun diadakan
sembahyang dua kali setahun untuk keturunan Tionghoa di Kalimantan Barat. Cgeng
Meng adalah sebuah hari arwah untuk keturunan orang Tionghoa, umumnya jatuh
pada bulan april tanggal 5. Umumnya jatuh pada tanggal 5 April, umumnya ya,
kadang bisa tanggal 4 juga itu menurut tanggalan imlek.
T: Pak, apa yang menjadi pantangan bagi tiap anggota keluarga saat masa berkabung
itu pak?
J: ee pertama ya tidak boleh ke tempat-tempat yang sifatnya senang, seperti acara
perkawinan saudara, atau acara perkawinan, ulang tahun teman-teman. Ah, atau kita
misalnya mengadakan acara atau menghadiri acara kegembiraan yaitu misalnya
kayak karoke, ya itu adalah tidak baik karena suasana kita masih suasana duka. Jadi
dalam suasana duka kita harus sesuaikan diri untuk tidak ke tempat-tempat yang
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
bersifat senang, bersifat gembira, itu. Dan untuk rambut, biasa digunting pada anak
laki-laki. Begitu orang tua sudah meninggal, jadi anak laki-laki umumnya gunting
rambut, dipendekkan, karena dalam 100 hari tidak boleh diadakan gunting rambut,
jadi itu rambut dibiarkan panjang sampai 100 hari. Ini adalah sebuah bentuk
penghormatan pada orang tua dan dalam suasana duka. Dan mengenai makanan,
kayaknya ya gak begitu dipantang ya, kalau zaman dulu menurut cerita orang tua ya
tidak boleh makan makanan yang berkerang, seperti kepiting, ham..apa itu disebut
apa, cumi-cumi, udang yang kita gunakan tangan untuk membukanya dengan keras.
Ah itu dulu tidak boleh, cukup kita makan yang sederhana aja, itu artinya tidak boleh
makan mewah-mewah karena masih dalam suasana duka. Dan dalam pakaian, itu
adalah sebuah wujud, jadi kita tidak boleh berpakaian yang cerah-cerah
menampakkan bahwa diri kita dalam keadaan gembira, padahal sebenarnya kita
dalam keadaan duka. Jadi cukup kita berpakaian yang sederhana dengan warna yang
gelap ataupun warna putih, itu aja, selama seratus hari. Setelah acara sembahyang 100
hari baru boleh kita memakai pakaian yang cerah, atau menghadiri acara kegembiraan
seperti acara pernikahan, acara pertunangan, ataupun acara ulang tahun.
T: untuk atribut pak yang dipakai untuk waktu ritual, ada golongannya gak misalkan
laki-laki pakainya lebih gimana, atau misalkan cucu dalam atau cucu luar ada gak
golongannya pak?
J: Untuk pakaian itu digunakan pada saat acara berangkat ke pemakaman. Sebelum
beangkat ke pemakaman, diadakan sebuah ritual yaitu sembahyang langit. Dalam
acara sembahyang langit tersebut baru dikenakan pakaian khusus bagi anak, menantu,
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
cucu, ataupun keponakan. Itu bagi mereka yang golongannya lebih rendah setingkat
dari orang yang sudah meninggal, seperti anak, cucu, keponakan, menantu, menantu
lelaki maupun menantu wanita, itu dibedakan pakaiannya dengan topi-topi yang
berbeda juga. Ada warnanya biru dan putih, itu masing-masing sesuai dengan
sebutannya misalnya keponakan itu dipakaikan warna biru. Ah kalau anak dikenakan
dengan warna putih, dipakaikan ikat pinggang dan baju yang sudah disiapkan untuk
acara pemakaman. Ya, itu aja.
T: Ada nama khususnya gak pak, misalnya topinya, apa bedanya pak misalkan untuk
laki-laki, perempuan, menantu?
J: Oh itu ada beda, Cuma disebutkan gak ada nama. Ah itu pakaian yang dikenakan
biasanya disebut pakaian Hao Ce. Hao Ce itu adalah sebutan dari bahasa Tio Ciu
yang artinya anak berbakti. Jadi anak yang berbakti harus melaksanakan ritual tradisi
ini untuk menghormati orang tua. Jadi dikenakan pakaian-pakaian yang memang
disiapkan untuk anak-anaknya.
T: Itu didapat diluar atau harus bikin sendiri pak?
J: Itu biasanya sudah disiapkan di setiap yayasan-yayasan urusan kematian, ya.
T: Saya lihat di fotonya pak yang cowok itu harus pakai yang jerami ya yang warna
kuning. Yang wanita atau menantu harus pakainya putih. Benar begitu pak?
J: ya betul. Itu kalau anak laki-laki dipakaikan warna jerami, dari bahan jerami ya.
Sedangkan yang wanita cukup dengan kain putih aja.
T: Dalam ritual pak, anggota keluarga mana yang dibebankan ritual paling besar?
Misalkan anak laki-laki pertama atau menantu pertama. Gimana pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Anak laki-laki pertama dan menantu pertama. Anak laki-laki pertama diwajibkan
membawa ee tempat dupa, itu disebut Hio Lou. Hio Lou adalah sebuah tempat dupa
sembahyang, diwajibkan anak laki-laki pertama membawanya saat berangkat ke
pemakaman. Dan sebelum berangkat ke pemakaman, menantu wanita pertama
diwajibkan untuk melemparkan ee disebut dalam bahasa Tio Ciu itu Kip Siaw, Kip
Siaw itu adalah sebuah kendi kecil yang berisi air yang diambil dari sungai. Pada saat
keberangkatan ke pemakaman, anak menantu pertama setelah selesai acara
sembahyang langit, diwajibkan untuk memecahkan kendi tersebut dengan sekali
lempar. Itu aja.
T: Ada artinya gak pak itu, kenapa harus pecah? Kalau gak pecah kenapa?
J: Itu kepercayaan, tradisi yang sudah turun menurun. Jadi arti dari itu, saya sendiri
kurang jelas, tapi tetap dilaksanakan sampai sekarang.
T: Kalau dalam keluarga tidak ada anak laki-laki pak, gimana itu?
J: Kalau di dalam keluarga tersebut tidak ada anak laki-laki, pasti ada keponakan,
misalkan dari abang atau adik orang yang meninggal itu mungkin punya anak laki-
laki. Nah dari anak laki-laki tersebut dari abangnya maupun adiknya, bisa dijadikan
sebagai anak bagi orang yang meninggal. Bisa dianggap sebagai anak, jadi dijadikan
sebagai anak untuk mengusung atau membawa Hio Lou atau tempat dupa tersebut ke
pemakaman.
T: Yang melempar kendi itu pak. Kalau misalkan gak ada menantu perempuan
gimana pak?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Jika belum ada menantu perempuan, umumnya diganti dengan anak perempuan
pertama, itu.
T: Pak bisa gak almarhum yang sudah meninggal itu tidak disemayamkan, atau
langsung dikuburkan?
J: Bisa saja, bisa saja ya. Itu tergantung keluarganya mau sederhana atau
disemayamkan. Kalau disemayamkan kan kita memandang kita punya saudara-
saudara jauh, teman-teman, kenalan-kenalan dekat yang ingin memberikan
penghormatan terakhir, nah..jadi disemayamkan. Tapi ada juga sebagian yang tidak
disemayamkan, itu adalah bagi mereka yang tidak punya keluarga, misalkan bujang
tua ataupun anggota keluarga yang masih muda yang umumnya masih dibawah umur
50, tidak punya sanak keluarga, ya tidak perlu disemayamkan. Biasanya langsung
dikuburkan.
T: Dalam proses penyemayaman pak, itu banyak banget ya uang kertas yang dibakar,
itu artinya apa pak?
J: uang kertas yang dibakar itu adalah semacam kepercayaan bahwa untuk kelancaran
perjalanan arwah orang tua di alam lain.
T: Oh jadi uangnya itu nanti dipakai oleh orang tua disitu ya pak?
J: Ya, begitulah..
T: Perabot kertas juga ya pak banyak?
J: Perabot-perabot yang dibikin dari kertas misalkan rumah, sepeda motor, sepeda, itu
tergantung dari kesenangan orang tersebut ya. Contohnya kalau dalam hidup orang
itu, orang tua itu dalam hidupnya suka bersepeda, contoh ya, mungkin setelah
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
meninggal anaknya bikinkan sepeda dari kertas untuk diberikan pada orang tua dan
dibakar. Contoh salah satu ya..
T: ooh.. Biar dikirim ke alam situ ya pak maksudnya?
J: Ya, dibakar dan dikirim ke alam lain.
T: Dalam ritual itu kan pake Hio ya pak, itu ada arti gak pak?
J: Hio itu biasa dipakai oleh orang keturunan Tionghoa, jadi untuk sembahyang
pakenya hio. Alat komunikasi, pembatas kita dengan alam lain.
T: Menangis itu dibolehkan gak pak? Ada artinya gak pak? Katanya juga disewa
orang-orang untuk menangis?
J: Dulu, yaa.. disewa itu ya sifatnya tak benar. Sebenarnya menangis adalah bentuk
dari sebuah kesedihan. Yaw ajar lah kalau orang tua yang kita kasihi, orang yang kita
cintai telah pergi meninggalkan dunia ini, meninggalkan kita selama-lamnaya. Jadi
perasaan sedih itu pasti muncul dan akan timbul ee.. menangis itu wajar itu, itu tidak
ada arti apa-apa.
T: oooh.. ada ujaran-ujaran tertentu gak pak yang harus diucapkan gak sama anak-
anak? Atau ada diberikan kesempatan apa ketika ngomong gitu sama orang tua?
J: oh..Anak itu bisa ee. menyampaikan sesuatu terhadap orang tua yang sudah
meninggal, itu disaat peti mati belum di tutup. Jadi anak merasa ada beberapa kata
yang belum disampaikan kepada orang tua bisa disampaikan di telinga di dekat jasad
orang tua. Biasa menurut kepercayaan ee orang yang sudah meninggal itu telinganya
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
masih bisa mendengar. Nah jadi apa yang kita ucapkan dapat didengar oleh orang tua
kita.
T: Jadi selama petinya belum di tutup masih bisa ngomong ya pak sama jasadnya?
J: Ya, kalau peti belum ditutup ya kita masih bisa mengucapkan kata-kata yang ingin
kita sampaikan kepada orang tua kita. Kalau misalkan tidak terucapkan nanti setelah
peti mati ditutup juga bisa kita ucapkan di depan altarnya.
T: Itu waktu penyemayaman pak, kan banyak atribut ya pak, kayak kain-kain putih
yang ada simbol-simbol tulisan-tulisan. Artinya apa sih pak?
J: Itu kain biasanya artinya itu kain-kain duka yang diberikan. Kain-kain duka itu
diberikan oleh teman-teman, saudara-saudara handai taulan yang kita kenal baik,
mereka memberikan kain-kain duka itu dengan ucapan-ucapan, kata-kata duka. Itu
ada artinya juga dengan tulisan-tulisan huruf cina dengan syairnya. Ah, itu..dengan
maksud dan arti yang baik-lah begitu, yah untuk orang yang sudah meninggal.
Tulisan tionghoa ya, tidak dibedakan agama apapun.
T: Apa peran yaysan dalam ritual kematian Etnis Tionghoa pak?
J: Oh begini mulai dari jaman dahulu, waktu pendatang datang ke Indonesia mereka
berkumpul menjadi satu karena kekurangan teman. Lalu lama-lama terbentuklah
yayasan-yayasan yang disesuaikan masing-masing dengan marganya. Jadi setiap
marga terkumpulah beberapa orang atau puluhan orang, maka mereka berkumpul
gotong royong membangun sebuah yayasan, tujuannya untuk mengurus masalah
kematian. Jadi lama kelamaan masing-masing yayasan terbentuk menjadi satu
dengan marganya, dan diantara itu ada juga marga yang bercampur baur menjadi satu
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
yayasan karena marga mereka itu kekurangan, kekurangan anggota jadi dijadikan
sartu dengan nama yang berbeda, nama tersendiri. Tapi sama juga yayasan, tujuannya
juga sama yaitu mengurus kematian anggotanya. Jadi setiap yayasan diketuai oleh
satu yayasan yang ada di Pontianak, yaitu Yayasan Bhakti Suci. Yayasan Bhakti Suci
yaitu yayasan yang mengetuai seluruh yayasan yang ada di Pontianak, yaitu yayasan
yang mengurus kematian anggotanya.
T: Hanya mengurus masalah kematian ya?
J: Ya, hanya untuk mengurus kematian dan sembahyang leluhur. Jadi setiap tahun
disini ada sembahyang leluhur sesuai dengan sembahyang yang dilakukan oleh warga
keturunan Tionghoa, maka yayasan tersebut juga melakukan sembahyang terhadap
leluhur mereka sesuai marganya dan sesuai nama perkumpulanya yaitu dengan
anggotanya yang disatukan sesuai marganya ataupun yang bermacam-macam.
T: Pak lalu kenapa yayasan itu harus disesuaikan dengan marga?
J: Yayasan itu disesuaikan dengan marga karena mereka mempunyai leluhur. Jadi
leluhur mereka yang ada di Tiongkok, ehm.. agar warga yang disini bisa tertampung
dan bisa mengetahui warga mereka seberapa banyak.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Nama Informan : Yosoho
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Pengurus Pemakaman
Aktivitas Sosial : Pengurus di Yayasan
Kebakaran Budi Pekerti dan
Yayasan Kuning Agung
Tanggal Wawancara: 15 November 2013
T: Kematian dipandang oleh masyarakat etnis Tionghoa itu seperti apa?
J: Ya ini sudah akhir dari segalanya, kecuali kalau dia bunuh diri itu lain ya. Cuma
kalau orang tua meninggal itu dianggap memang waktunya sudah tiba, y memang
harus dia meninggal. Kan sudah ditentukan berapa umurnya kalau dia meninggal ya
memang itu sudah waktunya dia. Jadi doa kita orang Tionghoa ya supaya selamat,
kita hidup selamat, waktu mati juga selamat. Memang tetap ada yang kesulitan kayak
hidupnya setengah jalan ditabrak mati, ada yang gantung diri atau overdosis. Ya
kalau yang begitu kita anggap sebagai nasibnya ya. Sama juga kayak ada anak baru
lahir baru beberapa bulan beberapa hari lalu pergi, ya kita anggap itu jadi takdir dia.
Jadi dari sisi budaya kita, dari dulu nenek moyang kita memang dikuburkan terus
menerus, tapi ada juga yang misalkan dia di kapal terjatuh trus karena gak bisa
berenang dia meninggal, yang masuk hutan terus dimakan binatang buas lalu hilang
juga ada, yang kena penyakit atau didukunin. Kalau dari dulu nenek moyang kita
memang dikuburkan ya, karena tulang ini sangat berharga. Cuma mungkin di zaman
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
sekarang negara-negara lain sudah lebih maju, ada yang dikremasi karena tidak ada
pilihan sudah tidak ada tempat. Mungkin juga karena takut tidak ada orang yang urus,
seperti misal buntutnya tidak ada lagi yang usahakan. Ada yang punya anak cucu,
cicit, gak mau menyusahkan makanya diminta ke anaknya kremasi. Gak ada bedanya
apa-apa sih, tetap tergantung manusianya karena sekarang semua sudah maju, dari
dulu sih karena tulang dianggap penting kita harus kuburkan, meskipun dia masih
bayi tetap kita anggap tulangnya berharga. Siapa tahu dia akan lahir kembali lagi atau
gak, tetap kita rawat. Sama kayak nenek moyang kita, sudah ratusan tahun dan kita
bahkan tak tahu kita keturunan kemana, Cuma kalau tetap tengkoraknya masih ada
tetap kita anggap dia masih disitu. Memang bagi kita tengkorak adalah paling
berharga. Terkecuali dia jatuh di laut gak dapat mayatnya, ya itu apa boleh buat ya..
T: Lalu gimana pek kalau kayak begitu?
J: Kita anggap mungkin itu dia punya nasib. Tapi kalau bisa kita cari tetap kita cari,
namun kalau dia masuk hutan terus dimakan binatang buas, lalu dalam masa
pencarian sekian waktu gak ketemu ya kita anggap memang mayatnya sudah tidak
ada. Kita tinggalkan. Ada yang sembahyang, ada yang gak. Ada sembahyang
langsung ke langit, tulis langsung namanya menghadap ke langit kita anggap sudah
resmi. Kita tetap harus lakukan ya, namanya juga adat turun menurun. Kalau tidak
lakukan ya kita takut rohnya datang cari, takut dibayang-bayangin. Namanya adat kita
tetap ada yang seperti itu, dikasi mimpi-mimpi, bisa terjadi kayak gitu. Kita
sembahyang tahun juga ada waktu, setahun kan dua kali. Bisa juga kita anggap ini
sebagai mitos, apakah nampak atau tidak nampak, tentu harus kita lakukan terus
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
karena memang adat kita. Terkecuali selainnya bayi, atau dibawah 15 tahun gak perlu
disembahyang. 15 tahun ke atas dianggap sudah jadi manusia ya kita harus
sembahyangin dia.
T: Pertama tadi pek-pek ada jelaskan “kalau sudah waktunya pulang..” nah
maksudnya pulang itu apa pek?
J: itu rohnya dia ya, di dunia dia ada dimana ya dia pulang kemana. Hal ini memang
ada nyata. Kita sekarang bisa bilang, Tuhan itu satu, adat masing-masing, agama
masing-masing. Itu semua pun Tuhan yang ciptakan, ciptakan manusia ada yang
adatnya budayanya agamanya ini, sekarang banyak yang selisih paham langsung
bilangnya menghina agama ya gak bisa. Kalau Kristen Katolik semua nya gak ikut
lagi, kalau kita tetap pakai hio.
T: Oh, jadi orang meninggal ritualnya semua tergantung ke agama juga ya pek?
J: Agama ya keturunan, cuma ada yang merasa merepotkan. Kalau kita merawat
sampai saat yang di tentukan meninggal sampai hari terakhirnya, anak cucunya pasti
merasa tidak rela langsung dikuburkan. Atau sebagian ada di luar negeri, tunggu
kumpul anak cucu cicit, setelah tinjau mayat uda di sembahyangkan, langsung tutup.
Nah itu buat 5 haru atau 3 hari bukan sembarangan, itu adat. Adat emang tunggu
sampai cukup, dikatakan hormat terakhir, mau ketemu terakhir kali. Makanya adat
kita orang Tionghoa pasti tunggu sampai semua lengkap, tunggu anak perempuan
laki-laki walau dalam atau luar negeri, pulangnya kan sekian hari makan waktu lama,
jadi kita tetap maklum tetap tungguin. Kita tunggu walau mayatnya sudah agak
berubah, bau, karena memang mayat ga boleh lewat 24 jam, kalau lewat pasti bau
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
kalau tanpa suntik formalin, makanya sekarang ada suntik formalin. Ya itu semua
pasti adat, karena ini paling penting bagi adat kita, yaitu hormat terakhir.
T: Mau turunin nilai apa?
J: Bukan mau turunin nilai apa kok, cuma ini memang adat dan gak boleh dilupakan.
Kecuali memang anggotanya sudah pindah haluan ke agama lain, Kristen dll, misal
gak boleh pake hio.
T: Generasi muda sekarang gak semua mengerti detailnya, tapi tetap melakukan.
Memang ada maksud apa ya pek?
J: marga Makanya anak cucu cicit tetap harus lakuin begini, tapi kalau sudah ada
keturunan biasa sudah diturunkan. Tetap harus pergi kelenteng, kalau gak ada
kelenteng pergi tepi sungai ambil air cuci muka bersihkan, kemas, pakein baju.
Kecuali bujangan, gak ada sanak saudara, tapi begitu pun pasti ada yang bantu dia
bersihin. Ini hal yang gak bisa dilupain. Jadi habis itu ada semayamkan, jaga malam
umpama sampai 3 hari 5 hari atau 7 hari. Diurus sampai dimakamkan, tetap
sembayangin. Sembayangnya itu ada 7 hari, jadi tiap-tiap manusia sampai 3 tahun
pasti ada sembahyang 7 kali baru sah. Udah sembayang 7 kali baru ikut umum yang 1
tahun 2 kali. Yang sembayang bukan karena mitos ya, tapi adat. Walau pihak lain
bilang ini menghamburkan uang, ini tetap adat. Jadi kita turun menurun gak bisa
melupakan, kecuali memang udah gak bisa kayak pindah agama. Walau pindah
agama sekalipun, tetap kan orang tua kita ga pindah agama, ini dari nenek moyang
hormat terakhir masa kamu gak ikut pegang hio? Kristen kan misalnya gak larang
sampai begitu, Cuma mereka fanatik aja. Tapi kalau menurut orang tua kita hormat
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
terakhir tetap harus pake hio. Ya karena apa, mereka kan orang tua kita, kalau gak
ada mereka ya gak ada kita. Kalau menurut saya ya begitu ya, jangan sampai salah
nanti.
T: Ini memang waktu bagi anak-anak untuk bakti dan hormat orang tuanya ya?
J: Iya memang begitu, ini kewajibannya ya. Jadi suku budaya Tionghoa tetap adat
menyetujui, kalau saya gak lakuin ya keturunan saya gak ikut. Lama-lama ya
budayanya hilang donk, melupakan. Kita ya agak mau singgung agama mereka juga,
mereka juga punya adat kan. Misal mereka semimggu atau tujuh hari, mereka pakai
bunga, kita ya pake hio. Pakai bahan2 yang ditentukan. Penting kan kita tetap bakar
hio. Memangnya kenapa tiap tahun kita sembahyang bakar-bakar habisin uang, ya
memang ini budayanya. biasa ditanya kenapa bakar kertas habisin uang merepotkan,
tapi ini memang adat. Ditanya merepotkan pun siapa yang mau repot, tapi tetap
namanya budaya.
T: lalu kalau pek-pek lihat, kan ada orang Tionghoa gak lakuin ini lagi apa yang pek-
pek pribadi rasain sih?
J: ya ini bagi kita ada yang bisa memaafkan lah, karena misal dia tidak
berpenghasilan, sembahyang untuk lestarikan budaya tetap butuh biaya. Kecuali
orang ini dia gak mampu lagi,untuk dia hidup sendiri juga dia susah, mana bisa kita
nilai dari situ. Tapi ada juga yang kaya-kaya sengaja gak mau laksanakan ikut
budaya, ada juga yang kayak gitu. Tiap-tiap manusia gak sama. Ada yang orang bisa
kepikiran jauh, bisa ngerti. Tapi ada juga yang laksanakan, tapi tetap berfikir ini
buang-buang uang, ada juga orang kayak gitu. Kalau gak mampu ya gak bisa paksa.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: kalau misal mampu tapi gak mau lagi, rasanya gimana pek?
Ya itu masing-masing perbuatan dia tanggung jawab masing-masing. Nanti punya
anak, kan anak ikut juga bisa menular itu.kamu gak mau sembahyang nanti punya
anak dia gak mau sembahyang kamu juga, benar punya itu.
T: kita sembahyang biar apa ya pek? Untuk orangtua jalanya lancar gitu ya pek?
J: Iya, kita si pasti berharap begitu. Kita berharap kita datangnya lancar, karena tiap-
tiap manusia datang pasti semua doa, pulangnya juga sama doa untuk selamat di
jalan, jangan sampai ada gangguan di jalan. Kenapa bisa ada gangguan, ya ini
memang bukti nyata ya, kayak sekarang kok ada tua-tua yang masih segar bugar, di
nafas penghabisan gak kenapa-kenapa. Ada juga yang keluar masuk rumah sakit, baru
lihat hari ini keluar besok masuk lagi. Budaya kita memang anggap itu nasib ya, itu
lah fungsi doa kita orang Tionghoa agar selamat datang dan selamat pergi. Yang
paling tidak rela adalah belum apa-apa langsung meninggal, rasanya tidak rela belum
sempat rawat pergi gak ada kabar.
T: lalu hubungan kita harus sembahyangin orangtua kita dengan yang barusan pek-
pek ceritain apa ya pek?
J: Ya ini keturunan ya, satu generasi ke satu generasi, dari nenek moyang turun
menurun menular. Kalau gak sembahyang kita orang Tionghoa paling takut, termasuk
kayak fanatik ya.
T: Jadi kita lakuin hal yang baik agar keturunan kita juga lakukan hal yang sama ya
pek?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: benar, benar gitu. Emang ada punya ya. Misal kayak sekarang di kehidupan bumi
suka bunuh, bakar rumah orang, sampai sana baru tahu akhiratnya kayak apa. Itu
akhirat tetap ada.
T: lalu waktu orangtua meninggal, kan caranya banyak, ada pembagian gak seperti
acara sebelum masuk peti, acara tutup peti, penyemayaman dll?
J: Ada, itu tergantung waktu ya. Itu semua tergantung menunggu siapa, atau keluarga
belum lengkap meninjau, soalnya kan hormat terakhir jadi semua ditunggu. Jadi ada
juga yang lihat hari, arah, itu hal yang adat kami gak bisa lupakan. Lalu kalau sudah
waktunya pantas ditutup walaupun ada yang belum datang dan gak sempat lagi di
tunggu harus ditutup. Sekian waktu uda karena waktu udah diumumkan, karena
berhubungan juga sama yayasan kematian, kapan mau dikebumikan kan mau yayasan
bantu kumpulkan anggota. Karena peti Tionghoa kan berat sekali, jadi harus ramai-
ramai bantu angkat ke tujuan tempat.
T: lalu dalam peti mati banyak barang ya pek?
J: Oh, iya, tentu. Seperti anak bayi baru lahir datang kan telanjang bulat, sampai dia
ngerti masalah kemanusiaan umur 2 -3 tahun, mulai dipakaiin baju untuk melindungi
kemaluannya. Sampai dia jadi orangtua lalu meninggal, walau jadi mayat tetap kita
kasiin baju rapi-rapi. Anak cucu cicit semua rapiin, yang wanita di dandanin. Anak-
anak bergiliran lap mukanya. Lalu kemudian suapin nasi, maksudnya itu hormat
terakhir habis ini putus hubungan, perpisahan selama-lamanya. Jadi setelah beres
semua mayat dirapiin dibuat tegak-tegak, rapi-rapi baru liat anak cucu cicit kemudian
tutup.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: Tapi ada taruh-taruh barang ya pek?
J: Ada, anggap itu mitos, kan barang dia di dunia, yang dia pakai sehari-hari ya kita
kembalikan. Semua kembalikan dia, kecuali anak cucu mau kenang-kenangan sama
dia minta satu atau dua helai. Ada pelengkap semua.
T: Lalu pek, untuk sanak saudara di rumah ada tanda tertentu apa yang
melambangkan keluarga sedang berduka?
J: Oh, berduka pasti nampak. Meskipun di rumah, rumah sakit, kamar mayat,
yayasan, adat Tionghoa tetap ramai orang. Selain tetangga, keluarga jauh belum
datang, semua tetap ditunggu untuk kumpul. Itu semua tandanya, terkait sama kenaa
3 atau 5 hari kebumikan tetap ada kertas putih silang ditempel di pintu. Anak-anak
semua pakaiannya beda sendiri, baju putih, gak oleh sisiran atau berdandan. Tetap
baju putih untuk bedain sama tamu. Kecuali ini nenek moyang yang pakai lentera
merah, itu karena sudah cukup usianya 100 tahun baru pakai lentera dan baju merah.
Panjang umur, jadi kita bersyukur. Sekarang tahun 2000an sudah sedikit sekali yang
umur panjang.
T: oh, makanya kalau ada yang berumur 100 tahun semua anak cucu ikut gembira ya?
J: Iya donk, pakai baju merah, lentera merah.
T: Jadi itu tetap acara duka atau gembira ya pek?
J: Duka, duka. Tetap acara duka, Cuma duka ini rasanya puas. Kalau dibandingkan
dengan umur 50 atau 60 kita rasanya gak rela mau tambah 5 atau 10 tahun kan, kalau
100 tahun ya sudah puas lah.
T: lalu orang rumah ada pantangan tertentu apa ya pek kalau ada yang meninggal?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Pantangnya ya jangan pergi jauh-jauh, kalau ke warung dekat ya masih boleh,
kalau pantang ya misal di rumah ada disemayamkan mayat, trus kita main ke tetangga
ya gak bisa walaupun keluarga, gak boleh masuk. Tunggu setelah mayat uda
dimakamkan, sekitar 7 hari sampai setengah bulan jangan ke rumah orang. Setelah
lewat sa chit baru boleh. Acara kebahagiaan gak boleh pergi, gak boleh bikin juga.
Waktu nikahan misal, paling titip angpao aja itu boleh, untuk bantu ringan biaya.
Sama juga kayak orang Tionghoa kenapa meninggal butuh subangan dari orang, itu
untuk ringankan biaya keluarga. yang kaya-kaya kan gak perlu, tapi kalau dikasi
harus diterima. Tapi kalau dia ngerasa gak butuh ya boleh juga dikumpuin terus
sumbangin ke yayasan, atau panti jompo. Itu tergantung pikiran manusianya?
T: ohh, iya benar... lalu pek, orang-orang bakar uang kertas buat apa ya pek?
J: Bakar uang kertas gini ya adat Tionghoa seperti mempunyai sebuah mitos, seperti
di bumi mau pergi, nenek pasti kasi uang untuk biaya, ongkos. Takut kalau mau jajan
gak ada duit ya gimana? Makanya waktu di dunia kita dikasi uang, jelas kalau
orangtua nenek kakek sayang sama anaknya pasti dikasi duit. Sekarang waktu
meninggal butuh biaya juga. Waktu dia masih hidup ya kita kasinya uang, sekarang
meninggal kan ini dianggap uangnya alam sana, makanya dibakar. Walaupun
memang tidak nampak, tapi kita gak bisa melupakan. Tetap lakukan meskipun kita
gak tahu dia bakal keambil atau gak, kita tetap gak mau ambil resiko nyusahin
orangtua. Karena kita ingat waktu dia masih hidup, kita mau kemana aja dikasi uang,
jadi ini cukup masuk akal. Kita samakan, meskipun yang ini gak kelihatan.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: saya dengar ada cerita orang dulu bahwa kalau di rumah tidak ada orang atau
anggota keluarganya kurang, akan disewa orang untuk menangis. Benar gak pek?
J: dia gak mau merepotkan orang, yang ini gak mau, itu gak mau, akhirnya dia kasi
upah. Ada kok kasusnya, biasa memang orang yang ekonominya kurang baru lakuin
itu, karena mereka bantu kita ya kita kasi upah. Gak apa-apa punya itu.
T: Lalu kenapa harus menangis ya pek?
J: Namanya manusia kalau ada yang meninggal pasti rasanya sedih, karena selama-
lamanya gak ketemu. Jelas karena sedih baru bisa menangis. Ada juga gak bisa
nangis, dia upah orang. Makin sedih ya upah makin besar, gak nangis gak dikais
uang, jadi nangisnya diancam. Tapi hal ini gak boleh dilakuin, karena nyiksa orang
hidup.
T: terhadap orangtua sendiri, menangis ini punya sesuatu arti atau gak pek?
J: Ya jelas ada, itu kan ekspresi sedih. Pulang-pulang ke rumah orangtua sudah gak
ada. Ya sedih, kita nangis.
T: oh, gitu.. okoke pek.. hmm, lalu di adat Tionghoa ketika ada yang meninggal ada
syair atau ujaran khusus gak pek?
J: ada donk, misal kayak baca doa, itu semua ngomng yang baik-baik untuk anak
cucunya. Semua pengucapnya pasti ngomong yang baik-baik.
T: lalu apa ada aturan atau cara ngomong tertentu pek? Atau gimana aja bebas
ngomongnya yg penting baik aja isinya?
J: iya, maknanya. Gimana aja boleh..
T: Oh, gitu.. jadi terserah pengucapnya pek?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: iya, terserah pengucap. Tapi harus dicocokkan dengan keadaan anak-anaknya.
Misalkan anaknya durhaka melawan orangtua waktu masih hidup, lalu ketika
meninggal sedih nangis, itu semua bohong. Berbakti atau gak. Kalau berbakti nanti
dikasi imbalan sama almarhum, diberkati begitu. Kalau waktu hidup nyumpah-
nyumpah, gak ngasih makan orangtua, setelah dia meninggal kamu nangis itu sih
lakuin buat diliat orang aja. Makanya yang baca doa harus cocokkan. Kalau jelek ya
jangan di bagusin, biasa-biasa aja.
T: lalu ada kesempatan khusus gak untuk anak-anak kumpul dulu doa bersama untuk
orang tua ini?
J: ada, yaitu waktu peti mati belum di tutup. Ada juga yang gak begitu, biasa-biasa
aja. Seperti orang Kristen sebelum peti di tutup di bikini misa, kita orang Tionghoa
ada juga di budaya Tionghoa. Tapi ada dua jenis, satu untuk agama Koghucu, ada
adat ini. Di adat Singkawang, lebih kuat lagi adatnya. Kita Konghucu di sini masih
boleh beberapa di lewatkan, kalau di Singkawang gak bisa lebih berat ya.
T: lalu biasa orang meninggal banyak yang antar bingkai bunga sama kain duka
isinya ada 4 huruf? Apa artinya pek?
J: iya, antara orang tua ini sama anaknya mungkin terlibat bisnis, uda kaya raya ya
gak perlu dikasi uang lagi, kasinya bingkai bunga sama bingkai kain. Tapi ada
maknanya juga, antara orang tua ini baik, untuk kenang-kenangan, sebagai hormat
terakhir juga. Dan anaknya juga senang, wah meriah ya. Karena ada juga acara
berduka sepi,, semua tergantung pergaulannya. Pergaulan kurang siapa yang datang?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Kalau sedikit kerabat pasti sepi. Karena hormat terakhir, pasti hadir. Apalagi kena
marga besar, seperti marga Tio ini, karena dia pengurus yayasan, makanya ramai.
T: Pek, kalau orang meninggal, anak laki-laki terbesar itu punya tanggung jawab
lebih besar ya. Untuk orang Tionghoa itu punya makna apa?
J: Iya benar. Karena dia datang duluan, pertama yang hadir. Dia harus menurut pada
adat, harus jadi contoh untuk adiknya. Kalau dia yang tertua baik, semua pasti ikut
baik.
T: Tapi kenapa harus laki-lai ya pek, kenapa gak bisa perempuan?
J: ya karena itu adat. Jadi bedanya misal marga, marga tan marga bong, laki-laki tetap
marga itu. Walaupun yang cewek marganya bong juga, tapi dia harus berkeluarga,
nanti marga anaknya akan ikut suami.
T: lalu pek kenapa sembahyang perlu pakai hio, itu artinya apa ya pek?
J: Hio itu turun menurun, gak bisa dilupakan.
T: lalu artinya apa ya pek?
J: Hio sebelum nyala kamu masih sembarang ngomong gak apa-apa, tapi kalau
hionya sudah nyala gak boleh sembarang ngomong. Mungkin sejenis mitos, tetap gak
sembarang ngomong. Tetap meminta, tetap baca doa yang bagus, terlepas ada
pendeta atau gak, kita dalam hati ya, karena memang gak mau sembarang ngomong.
T: Oh, jadi ini sudah seperti cara komunikasi ya?
J: iya, ini turun menurun caranya begini. Sampai sekarang gak bisa melupakan,
kecuali udah ada pantangan gak boleh dipakai lagi, kayak pindah agama.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
T: lalu waktu penyemayaman, tamu yang datang dikasi jeruk, benang merah, bunga
emas, itu artinya apa pek?
J:itu imbalan keselamatan. Jangan sampai karena datang acara berduka terjadi hal
yang tidak dinginkan. Jadi adat kita kasih itu untuk keselamatan.
T: memang untuk orang Tionghoa kematian itu artinya apa? Kenapa sampai harus
kasih hal keselamatan? Padahal kan hormat terakhir pek?
J: Hormat ya benar, hormat orang ini. ini persiapan, jangan sampai kecelakaan,
karena kami berduka, tamu sengaja datang untuk kasi hormat. Kita sebagai keluarga
harus kasi imbalan, yaitu keselamatan.
T: Anak cucu disebut hau ce ya pek?
J: iya benar, semua disebut hau ce. Semua keluarga besar yang ada kumpul tempat
berduka ini, disebut hau ce. Artinya anak berbakti. Misalkan ada lahirkan 4 anak, ada
1 yang pindah agama jadi pantang buat dia, ya gak bisa dibilang hau ce. Karena
agama masing-masing gak boleh dipaksa, bisa hina agama. Kayak islam misal gak
boleh, cuma datang lihat gak bisa ikut upacara.
T: lalu sebelum penyemayaman ada sembahayang langit, hau ce semua cheng hok
(pakai baju khusus Hau Ce), kenapa beda ya jenis dan warnanya?
J: Iya, ada beda warna. Biru itu cucu luar, cucu dari anak perempuan. Kalau yang
putih itu cucu dalam, bedanya disitu. Keponakan kandung putih, keponakan luar juga
biru. Kalau cicit pakai kuning sama merah. Itu semua untuk usia udah cukup.
T: Lalu yang cowok pakai topi jerami, yang cewek beda lagi ya pek?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Ya itu beda, menantu dalam menantu laki. Semua lain bedanya. Kalau udah usia
100 tahun semua merah, gak ada beda. Karena usianya sudah cukup.
T: Lalu kenapa menantu harus lempar kendi ya pek?
J: itu ada yang ambil air dulu, menurut adat ini dilakukan untuk menghormati orang
yang meninggal, jadi yang tua pergi ke kelenteng ambil air atau ke sungai. Jadi nanti
si laki-laki terbesar pergi ambil air, nanti pulang harus istri saya yang menyambut. Ini
bentuk hormat, nanti yang sambut kendinya dia juga yang pecahkan. Tetap harus
pecah karena memang adat. Kalau sampai tidak pecah, biasanya ada musibah. Karena
aneh kalau tanah liat kena aspal tidak pecah, pasti ada musibah. Ini jadi tanda untuk
adat kita, tetap gak lama pasti nampak.
T: oh gitu.. lalu kalau ada orang meninggal gak mau disemayamkan langsung
dikuburkan boleh tidak?
J: Ya mungkin dia kekurangan biaya, mungkin keluarga ini gak mampu. Makanya
adat kita ada gotong royong bantu dari yayasan atau teman-teman langsung bantu
kebumikan, karena biaya berpengaruh besar.
T: lalu di atas peti mati kenapa di taruh payung ya pek?
J: itu adat juga, takut waktu mayat disimpan ada angina rebut, hujan lebat, kadang-
kadang bawa petir. Itu payung tandanya untuk menghindari petir, jadi jangan sampai
angina hujan ganggu dia ya, maknya di tutup dikasi payung di atas peti. Laki-laki
perempuan sama.
T: Oh oke pek.. lalu setelah selesai dimakamkan ada tebar cheng ci ya pek?
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
J: Oh, tabur bibit itu ya. Jadi ada hubungannya sama pembaca doa, jadi harus doakan
yang baik-baik, biar aman selamat kaya. Ucapkan yang baik, lalu tabur ke anak. Anak
harus ambil lalu disimpan. Kan ada lima jenis, kayak padi kacang hijau sama padi itu
boleh di tanam, sisa uang logam sama paku itu disimpan. Ada tanam dirumah, di pot.
Ada yang tanam di atas kuburannya juga.
T: kalau ada yang meninggal gak bisa sendiri, pasti lewat yayasan ya pek.
J: Iya, itu gotong royong, memang adat Tionghoa. Gak bisa sendiri-sendiri.
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Curriculum Vitae
Name : Melisa Wijaya
Major : Public Relation
Gender : Female
Place/Date of Birth : Pontianak, April 28th
1992
Marital Status : Single
Region : Christian
G.P.A (IPK) : 3,96 (in scale 4,00)
Mobile Phone : 0819 562 3241 / 0838 0787 5597
E-mail : [email protected]
Educational Background :
School/Institution Years Attended
Bruder Dahlia Elementary School
(SD Bruder Dahlia, Pontianak)
1998-2004
Bruder Junior High School
(SMP Bruder, Pontianak)
2004-2007
Santo Paulus Senior High School
(SMA Santo Paulus, Pontianak)
2007-2010
Multimedia Nusantara University / Public Relation
(Universitas Multimedia Nusantara / Jurusan Public Relation)
2010-now
Achievements:
Year
Award
Institution
Remarks
2011-2013 Scholarship Multimedia Nusantara
University
GPA : 4 for semester 2 and 5 ;
GPA 3,9 for semester 3 and 4
2010 Scholarship Multimedia Nusantara
University
Passing academy pathways (Got
30% off on registration fee) 2010 Scholarship Binus University Passing academy pathways (No
need to pay registration fee) 2010 Best SPG Profit Mobile Selling more than 100 phone each
day
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Organization experience
Brief Description of Activites Office Held Year Participated
Communication Festival 2013
(Promote by Ikatan Mahasiswa Komunikasi UMN)
Coordinator of
Communication
Festival’s Seminars and
Workshops
2013
FIKOM Night 2012
(Promote by Ikatan Mahasiswa Komunikasi UMN)
Committee 2012
Multimedia Nusantara University Student Orientation PIC 2012
Multimedia Nusantara University FunBike 2012 Committee 2012
Multimedia Nusantara University Student Orientation PIC 2011
FIKOM Night 2011
(Promote by Ikatan Mahasiswa Komunikasi UMN)
Committee 2011
Saint Paul Senior High School Golden Year Reunion
(50th
)
Committee 2010
100th
Katedral Santo Yusuf Pontianak Committee 2010
Saint Paul Senior High School Prom Night and Year
Book 2010
Event Coordinator 2010
Student Organization of Santo Paulus Senior High
School (OSIS)
Committee 2008-2009
Student Orientation of Santo Paulus Senior High
School
PIC 2008
Special Courses / Training Attended
Year
Course/Training
Place/Insitution
Remark
2012 Mandarin Course NOW Mandarin Course
Gading Serpong
Training during the long
holiday
2007-2008 Mandarin Course Xi Wang Bu Xi Ban
Pontianak
HSK
2003-2007 Private Mandarin Course - Learning grammar, speaking,
reading, writing
2003-2006 English (Intermediate Class) Longman English Course
Pontianak
Learning grammar,
vocabulary
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014
Working Experience:
Year
Company
Position Held
Responsiblities
2013-Now Herbalife Independent Distributor
Selling and Coaching Customer
2013 PT Sure Indonesia Corporate
Marketing
Promotion support - Internsgip
2012 Ai Le Bu Xi Ban Teacher Teaching Mandarin (Writing, Speaking)
2012 Astalift SPG Promoting products (Skin Care)
2012 Owning Catering - Cooking
2012 Hotel Santika
Pontianak
Marketing and
Front Officer
Media Monitoring, Tele Sales,
Supporting Marketing Team
2012 Be 1st (course) Primary School
Teacher
Teaching Mathematic and English
Personal skills:
1. Microsoft Office (Word, Excel, Power Point)
2. English (Speaking and writing)
3. Indonesian (Native)
4. Mandarin (Speaking fluently and writing)
5. Tio Ciu and Khek (Native)
6. Cooking
Regards,
Melisa Wijaya
Makna Ritual..., Melisa Wijaya, FIKOM UMN, 2014