limfadenopati
DESCRIPTION
limfaTRANSCRIPT
I. Definsi
Limfadenopati atau hiperplasia limfois adalah pembesaran kelenjar limfe
sebagai respon terhadap proliferasi limfosit R atau limfosit B. Limfadenopati
biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme. Limfadenopati regional
merupakan indikasi adanya infeksi lokal. Sedangkan limfadenopati regional
merupakan indikasi infeksi sistemik seoerti AIDS, atau gangguan autoimun
seperti atritis rematoid atau lupus eritomatosus sistemik. Biasanya limfadenopati
menunjukan keganasan. (Corwin,2009)
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm.
II. Klasifikasi
Berdasarkan luas limfadenopati:
• Generalisata: limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda.
• Lokalisata: limfadenopati pada 1 regio. (Bazemore AW,2002)
Dari semua kasus pasien yang berobat ke sarana layanan kesehatan primer,
sekitar ¾ penderita datang dengan limfadenopati lokalisata dan 1/4 sisanya datang
dengan limfadenopati generalisata.2
III. Etiologi
Obat-obat yang dapat menyebabkan limfadenopati, antara lain, adalah: alopurinol,
atenolol, kaptopril, karbamazepin, emas, hidralazin, penisilin, fenitoin, primidon,
pirimetamin, kuinidin, trimetoprimsulfametoksazol, sulindak. (Bazemore AW,2002)
a. Penyakit Kawasaki
Penyakit Kawasaki, disebut juga sindrom kelenjar getah bening
mukokutaneus, merupakan vaskulitis yang paling sering didapatkan pada anak.
Etiologinya tidak diketahui. Biasanya bersifat swasirna (selflimiting) dengan
manifestasi inflamasi lain yang berlangsung kurang lebih 12 hari. Dapat terjadi
komplikasi berupa aneurisma arteri koroner, kardiomiopati, gagal jantung, infark
miokard, aritmia, dan oklusi arteri perifer. (Sundel,2010)
Diagnosis ditegakkan bila terdapat demam >5 hari dengan minimal 4 dari 5
gejala berikut :
Injeksi konjungtiva bulbar bilateral
Perubahan membran mukosa oral (fi sura dan kemerahan pada bibir,
faring, strawberry tongue)
Perubahan pada ekstremitas (eritema telapak tangan dan kaki, edema
tangan dan kaki pada fase akut, dan deskuamasi periungual pada fase
konvalesen)
Ruam polimorfi k
Limfadenopati servikal (minimal 1 kelenjar dengan diameter >1,5 cm).
b. Limfadenitis Kikuchi
Limfadenitis Kikuchi, disebut juga penyakit Kikuchi, penyakit Kikuchi-
Fujimoto, atau limfadenitis nekrotikans histiositik Kikuchi, merupakan limfadenopati
jinak yang penyebabnya tidak diketahui dengan karakteristik limfadenopati servikal
dan demam. Penyebabnya diduga merupakan respons limfosit T dan histiosit terhadap
infeksi. Infeksi yang diduga menjadi penyebab meliputi Epstein Barr virus (EBV),
human herpesvirus 6, human herpesvirus 8, human immunodeficiency virus (HIV),
parvovirus B19, paramyxoviruses, parainfluenza virus, Yersinia enterocolitica, dan
toksoplasma.(Richard,MJ.2002)
c. Penyakit Kimura
Merupakan kelainan alergi infl amatorik dengan penyebab tidak diketahui;
penyakit endemik di Asia. Penyakit Kimura merupakan keadaan yang jinak, tetapi
dapat disalahtafsirkan sebagai keganasan. Gambaran klinisnya berupa nodul subkutan
di daerah servikal disertai limfadenopati servikal dan/ atau pembesaran kelenjar
parotis. Manifestasi sistemik hanya berupa keterlibatan ginjal. Disebut juga
limfogranuloma eosinofi lik.(Ranka SR,2007)
IV. Diagnosis
A. Anamnesis
a. Umur penderita dan lamanya limfadenopati
Kemungkinan penyebab keganasan sangat rendah pada anak dan
meningkat seiring bertambahnya usia. Kelenjar getah bening teraba pada
periode neonatal dan sebagian besar anak sehat mempunyai kelenjar getah
bening servikal, inguinal, dan aksila yang teraba.
Sebagian besar penyebab limfadenopati pada anak adalah infeksi atau
penyebab yang bersifat jinak. Berdasarkan sebuah laporan, dari 628
penderita yang menjalani biopsi karena limfadenopati, penyebab yang
jinak dan swasirna (self-limiting) ditemukan pada 79% penderita berusia
kurang dari 30 tahun, 59% penderita antara 31-50 tahun, dan 39%
penderita di atas 50 tahun.3 Di sarana layanan kesehatan primer, penderita
berusia 40 tahun atau lebih dengan limfadenopati mempunyai risiko
keganasan sekitar 4%. Pada usia di bawah 40 tahun, risiko keganasan
sebagai penyebab limfadenopati sebesar 0,4%.2 Limfadenopati yang
berlangsung kurang dari 2 minggu atau lebih dari 1 tahun tanpa
progresivitas ukuran mempunyai kemungkinan sangat kecil bahwa
etiologinya adalah keganasan.(Banzemore AW,2002)
b. Pajanan
Anamnesis pajanan penting untuk menentukan penyebab
limfadenopati. Pajanan binatang dan gigitan serangga, penggunaan obat,
kontak penderita infeksi dan riwayat infeksi rekuren penting dalam
evaluasi limfadenopati persisten. Pajanan setelah bepergian dan riwayat
vaksinasi penting diketahui karena dapat berkaitan dengan limfadenopati
persisten, seperti tuberkulosis, tripanosomiasis, scrub typhus,
leishmaniasis, tularemia, bruselosis, sampar, dan anthrax. Pajanan rokok,
alkohol, dan radiasi ultraviolet dapat berhubungan dengan metastasis
karsinoma organ dalam, kanker kepala dan leher, atau kanker kulit.
Pajanan silikon dan berilium dapat menimbulkan limfadenopati. Riwayat
kontak seksual penting dalam menentukan penyebab limfadenopati
inguinal dan servikal yang ditransmisikan secara seksual. Penderita
acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) mempunyai beberapa
kemungkinan penyebab limfadenopati; risiko keganasan, seperti sarkoma
Kaposi dan limfoma maligna non-Hodgkin meningkat pada kelompok ini.
Riwayat keganasan pada keluarga, seperti kanker payudara atau familial
dysplastic nevus syndrome dan melanoma, dapat membantu menduga
penyebab limfadenopati.(Banzemore AW,2002)
c. Gejala yang menyertai
Gejala konstitusi, seperti fatigue, malaise, dan demam, sering
menyertai limfadenopati servikal dan limfositosis atipikal pada sindrom
mononukleosis. Demam, keringat malam, dan penurunan berat badan
lebih dari 10% dapat merupakan gejala limfoma B symptom. Pada
limfoma Hodgkin, B symptom didapatkan pada 8% penderita stadium I
dan 68% penderita stadium IV. B symptom juga didapatkan pada 10%
penderita limfoma non-Hodgkin. Gejala artralgia, kelemahan otot, atau
ruam dapat menunjukkan kemungkinan adanya penyakit autoimun, seperti
artritis reumatoid, lupus eritematosus, atau dermatomiositis. Nyeri pada
limfadenopati setelah penggunaan alkohol merupakan hal yang jarang,
tetapi spesifi k untuk limfoma Hodgkin.(Bazemore AW,2002)
B. Pemeriksaan Fisik
a. Karakter dan ukuran kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening yang keras dan tidak nyeri meningkatkan
kemungkinan penyebab keganasan atau penyakit granulomatosa.
Limfoma Hodgkin tipe sklerosa nodular mempunyai karakteristik terfi
ksasi dan terlokalisasi dengan konsistensi kenyal. Limfadenopati karena
virus mempunyai karakteristik bilateral, dapat digerakkan, tidak nyeri,
dan berbatas tegas. Limfadenopati dengan konsistensi lunak dan nyeri
biasanya disebabkan oleh inflamasi karena infeksi. Pada kasus yang
jarang, limfadenopati yang nyeri disebabkan oleh perdarahan pada
kelenjar yang nekrotik atau tekanan dari kapsul kelenjar karena ekspansi
tumor yang cepat.(Banzemore AW,2002).
Pada umumnya, kelenjar getah bening normal berukuran sampai
diameter 1 cm, tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa kelenjar
epitroklear lebih dari 0,5 cm atau kelenjar getah bening inguinal lebih
dari 1,5 cm merupakan hal abnormal. Terdapat laporan bahwa pada
penderita dewasa, tidak ada keganasan pada penderita dengan ukuran
kelenjar di bawah 1 cm, keganasan ditemukan pada 8% penderita dengan
ukuran kelenjar 1-2,25 cm dan pada 38% penderita dengan ukuran
kelenjar di atas 2,25 cm. Pada anak, kelenjar getah bening berukuran
lebih besar dari 2 cm disertai gambaran radiologi toraks abnormal tanpa
adanya gejala kelainan telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan
gambaran prediktif untuk penyakit granulomatosa (tuberkulosis,
catscratch disease, atau sarkoidosis) atau kanker (terutama limfoma).
(Farrer R,1998)
Tidak ada ketentuan pasti mengenai batas ukuran kelenjar yang
menjadi tanda kecurigaan keganasan. Ada laporan bahwa ukuran kelenjar
maksimum 2 cm dan 1,5 cm merupakan batas ukuran yang memerlukan
evaluasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan
penyakit granulomatosa. .(Banzemore AW,2002)
b. Lokasi limfadenopati
Limfadenopati daerah kepala dan leher
Kelenjar getah bening servikal teraba pada sebagian besar anak,
tetapi ditemukan juga pada 56% orang dewasa. Penyebab utama
limfadenopati servikal adalah infeksi; pada anak, umumnya berupa
infeksi virus akut yang swasirna. Pada infeksi mikobakterium
atipikal, cat-scratch disease, toksoplasmosis, limfadenitis Kikuchi,
sarkoidosis, dan penyakit Kawasaki, limfadenopati dapat
berlangsung selama beberapa bulan. Limfadenopati supraklavikula
kemungkinan besar (54%-85%) disebabkan oleh keganasan.3
Kelenjar getah bening servikal yang mengalami inflamasi dalam
beberapa hari, kemudian berfluktuasi (terutama pada anak-anak)
khas untuk limfadenopati akibat infeksi stafi lokokus dan
streptokokus.(Fletchr.2010).
Kelenjar getah bening servikal yang berfl uktuasi dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan tanpa tanda-tanda infl
amasi atau nyeri yang signifi kan merupakan petunjuk infeksi
mikobakterium, mikobakterium atipikal atau Bartonella henselae
(penyebab cat scratch disease).1 Kelenjar getah bening servikal yang
keras, terutama pada orang usia lanjut dan perokok menunjukkan
metastasis keganasan kepala dan leher (orofaring, nasofaring, laring,
tiroid, dan esofagus).1 Limfadenopati servikal merupakan
manifestasi limfadenitis tuberkulosa yang paling sering (63-77%
kasus), disebut skrofula. Kelainan ini dapat juga disebabkan oleh
mikobakterium nontuberkulosa. (Spelmun D.2010)
Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis.
Penyebabnya meliputi infeksi di lengan bawah atau tangan, limfoma,
sarkoidosis, tularemia, dan sifi lis sekunder.
Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi
atau jejas pada ekstremitas atas. Adenokarsinoma payudara sering
bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan sentral
yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma
jarang bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi,
hanya di kelenjar getah bening aksila. Limfadenopati antekubital
atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau melanoma di
ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.
(Banzemore AW,2002)
Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat
dengan keganasan. Pada penelitian, keganasan ditemukan pada 34%
dan 50% penderita. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita di
atas usia 40 tahun.1 Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus.
Limfadenopati supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan
dengan keganasan abdominal (lambung, kandung empedu, pankreas,
testis, ovarium, prostat).1
Limfadenopati inguinal
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2
cm pada orang normal, terutama yang bekerja tanpa alas kaki.
Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi merupakan penyebab
tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan
vulva, limfoma, serta melanoma dapat disertai limfadenopati
inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan pada 58% penderita
karsinoma penis atau uretra. .(Banzemore AW,2002)
Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi
serius, penyakit autoimun, dan keganasan, dibandingkan dengan
limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak adalah infeksi
adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh
leukemia, limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut.
Limfadenopati
C. Biopsi kelenjar
Jika diputuskan tindakan biopsi, idealnya dilakukan pada kelenjar yang
paling besar, paling dicurigai, dan paling mudah diakses dengan
pertimbangan nilai diagnostiknya. Kelenjar getah bening inguinal mempunyai
nilai diagnostik paling rendah. Kelenjar getah bening supraklavikular
mempunyai nilai diagnostik paling tinggi. Meskipun teknik pewarnaan
imunohistokimia dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifi sitas biopsi
aspirasi jarum halus, biopsi eksisi tetap merupakan prosedur diagnostik
terpilih. Adanya gambaran arsitektur kelenjar pada biopsi merupakan hal yang
penting untuk diagnostik yang tepat, terutama untuk membedakan limfoma
dengan hiperplasia reaktif yang jinak.(Banzemore AW,2002)
Daftar Pustaka
1. Corwin.2009.Patofisiologi.Jakarta.EGC
2. Fletcher RH. 2010.Evaluation of peripheral lymphadenopathy in adults.Am Fam
Physician
3. Ferrer R.1998. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam
Physician.
4. Bazemore AW. Smucker DR.2002.Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam
Physician.
5. Sundel R.2010.Epidemiology and etiology of Kawasaki disease. Am Fam Physician
6. Sundel R.2010.Clinical manifestations and diagnosis of Kawasaki disease.Am Fam
Physician
7. Richards MJ. 2010.Kikuchi’s disease. Am Fam Physician
8. Ranka SR, Rajput A, Kantharia CV.2004.Kimura’s disease. Indian J Otolaryngol Head
Neck Surg.