leptospirosis

25
[LEPTOSPIROSIS] Ellen 406138113 BAB I. PENDAHULUAN Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan dengan gambaran klinis yang luas disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. 1,2 Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever, dan lain-lain. Pada 90% kasus, leptospirosis bermanifestasi sebagai demam akut dengan biphasic course dan prognosis yang baik. Tanda dan gejala yang tidak spesifik dari leptospirosis (demam, sakit kepala, mual, muntah) seringkali dibingungkan dengan penyakit viral. 2 Pada 10% kasus, presentasi tanda dan gejala bahkan lebih berat, dan infeksi memiliki tingkat mortalitas 10%. Dikenal sebagai penyakit Weil atau leptospirosis ikterik, definisi klasik dari bentuk leptospirosis ini termasuk di antaranya demam, ikterik, gagal renal, dan perdarahan. Sistem organ lain (sistem pulmonar, kardiak, dan saraf pusat) seringkali terlibat. 2 Pengobatan leptospirosis harus dimulai sedini mungkin. Tatalaksana dilakukan secara empiris pada pasien dengan riwayat paparan dan dengan simptom, karena waktu yang diperlukan untuk kultur Leptospira cukup lama. Kriteria standar Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1

Upload: ellenjap

Post on 07-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Leptospirosis Referat 2015

TRANSCRIPT

Leptospirosis

[Leptospirosis]

Ellen 406138113

BAB I.

PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun hewan dengan gambaran klinis yang luas disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.1,2 Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever, dan lain-lain.

Pada 90% kasus, leptospirosis bermanifestasi sebagai demam akut dengan biphasic course dan prognosis yang baik. Tanda dan gejala yang tidak spesifik dari leptospirosis (demam, sakit kepala, mual, muntah) seringkali dibingungkan dengan penyakit viral.2

Pada 10% kasus, presentasi tanda dan gejala bahkan lebih berat, dan infeksi memiliki tingkat mortalitas 10%. Dikenal sebagai penyakit Weil atau leptospirosis ikterik, definisi klasik dari bentuk leptospirosis ini termasuk di antaranya demam, ikterik, gagal renal, dan perdarahan. Sistem organ lain (sistem pulmonar, kardiak, dan saraf pusat) seringkali terlibat.2

Pengobatan leptospirosis harus dimulai sedini mungkin. Tatalaksana dilakukan secara empiris pada pasien dengan riwayat paparan dan dengan simptom, karena waktu yang diperlukan untuk kultur Leptospira cukup lama. Kriteria standar untuk identifikasi serologi leptospira, microscopic agglutination testing (MAT), hanya tersedia pada laboratorium tertentu. 3

Pada infeksi tanpa komplikasi yang tidak memerlukan rawat inap, doksisiklin oral menunjukan penurunan durasi demam dan simptom lainnya. Namun, penggunaan terapi antimikrobial masih kontroversial untuk gejala penyakit yang ringan. Pasien dengan penyakit Weil memerlukan terapi suportif dan manajemen untuk komplikasi renal, hepatik, hematologik, dan sistem saraf pusat. 2

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Definisi

Leptospirosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spirochaeta patogenik dari genus Leptospira. Leptospirosis tersebar di seluruh dunia dan paling banyak terdapat di negara tropik.1

Leptospirosis dikenal sebagai penyakit infeksius re-emerging diantara manusia dan hewan, dan memiliki potensi untuk menjadi merata dengan perubahan cuaca. 3

Spesies leptospira menginfeksi berbagai hewan, termasuk mamalia, burung, amfibia, dan reptil. Organisme ini ditransmisikan melalui eksposur dari membran mukosa atau kulit yang terabrasi kepada cairan tubuh dari hewan yang terinfeksi atau melalui eksposur kepada tanah atau air yang terkontaminasi dengan urin dari hewan yang merupakan karier. 4

Organisme ini masuk melalui kulit atau traktus respiratorius. Umumnya bentuk yang parah (penyakit Weil), yang disertai jaundice dan angka mortalitas tinggi, berhubungan dengan infeksi Leptospira icterohaemorrhagiae setelah kontak dengan air yang terkontaminasi dengan urine tikus. Sekarang sudah diketahui berbagai binatang (contohnya anjing, tikus, dan sapi) yang dapat menjadi reservoir untuk Leptospira, yang mana beberapa serogrup dapat memiliki berbagai spesies hewan sebagai host, dan bahwa penyakit yang berat dapat disebabkan oleh serogrup yang berbeda pula. 5

Pada 90% kasus, leptospirosis bermanifestasi sebagai demam akut dengan biphasic course dan prognosis yang baik. Tanda dan gejala yang tidak spesifik dari leptospirosis (demam, sakit kepala, mual, muntah) seringkali dibingungkan dengan penyakit viral. 1, 5

Pada 10% kasus, presentasi tanda dan gejala bahkan lebih berat, dan infeksi memiliki tingkat mortalitas 10%. Dikenal sebagai penyakit Weil atau leptospirosis ikterik, definisi klasik dari bentuk leptospirosis ini termasuk diantaranya demam, ikterik, gagal renal, dan perdarahan. Sistem organ lain (sistem pulmonar, kardiak, dan saraf pusat) seringkali terlibat. 5

Pengobatan leptospirosis harus dimulai sedini mungkin. Tatalaksana dilakukan secara empiris pada pasien dengan riwayat eksposur dan dengan simptom, karena waktu yang diperlukan untuk kultur Leptospira cukup lama. Kriteria standar untuk identifikasi serologi leptospira, microscopic agglutination testing (MAT), hanya tersedia pada laboratorium tertentu. 5

Pada infeksi tanpa komplikasi yang tidak memerlukan rawat inap, doksisiklin oral menunjukan penurunan durasi demam dan simptom lainnya. Namun, penggunaan terapi antimikrobial masih kontroversial untuk gejala penyakit yang ringan. Pasien dengan penyakit Weil memerlukan terapi suportif dan manajemen untuk komplikasi renal, hepatik, hematologik, dan sistem saraf pusat. 5

II. 2. Epidemiologi

Paparan melalui pekerjaan sejumlah 30%-50% dari kasus manusia yang terkena leptospirosis. Selain itu pada dekade terakhir ini, leptospirosis juga terus meningkat sebagai penyakit rekreasi. Penyakit ini mungkin didapat saat rekreasi yang berhubungan dengan olahraga air atau mendaki, atau bahkan sebagai konsekuensi dari banjir. 1, 2, 5

Banjir bandang dapat menimbulkan penyebaran leptospirosis pada populasi luas. Penduduk urban yang tinggal di lingkungan dengan ekonomi bawah dapat terkena penyakit ini karena eksposur dengan urin tikus. 5

Di Amerika Serikat, leptospirosis biasanya terjadi setelah kontak dengan anjing. Sapi, babi, maupun hewan pengerat dapat menularkan organisme ini. Pekerja pipa pembuangan air kotor, petani, penjagal hewan, penjaga hewan, dan tentara memiliki risiko untuk terkena penyakit ini. Wabah pernah terjadi akibat berenang di sungai yang terkontaminsai dan setelah memanen hasil tani. Di Amerika Serikat, sekitar 100 kasus dilaporkan per tahunnya, dan satu dari tiga diantaranya merupakan anak-anak. 5

International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.3 Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan/ luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi. Spesies leptospira yang ditemukan di Indonesia diantaranya adalah Leptospira borgpetersenii dan Leptospira kirschneri. 6

II. 3. Etiologi

Leptospira adalah organisme yang tipis, bergulung, gram-negatif, aerobik, berukuran 6-20 m. Bersifat motil, dengan ujung saling terkait dan pasangan flagella axial (satu di setiap ujungnya), yang memungkinkan mereka untuk menggali ke dalam jaringan. Gerakan ditandai dengan putaran kontinu pada axis panjangnya. 5

Leptospira termasuk dalam orde Spirochaetales dan merupakan famili Leptospiraceae. Organisme diklasifikasikan berdasarkan perbedaan antigenik yang terdapat di amplop polisakarida yang mengelilingi dinding sel. Deteksi serologis dari perbedaan ini, didasarkan atas pengidentifikasian serovars dari masing-masing spesies. Genus Leptospira memiliki dua spesies: patogenik Leptospira interrogans, dengan 218 serovars; dan nonpatogenik, saprophytic Leptospira biflexa, yang memiliki 60 serovars. 5

Studi terbaru yang mengklasifikasikan organisme berdasarkan DNA terkait, menemukan bahwa setidaknya terdapat 7 spesies patogenik dari leptospira. 5

Gambar 1. Leptospira

II. 3. 1. Hewan reservoir

Kebanyakan serovar leptospira memiliki reservoir primer pada hewan liar, yang kemudian me-reinfeksi populasi domestik. Organisme ini kemudian mengenai setidaknya 160 spesies mamalia dan telah ditemukan pada tikus, anjing, kucing, raccoon, sapi, babi, dan musang. Reservoir terpenting adalah hewan pengerat dan tikus, yang merupakan sumber penularan di seluruh dunia. 5

Banyak serovar yang terkait dengan hewan tertentu. Contohnya L pomona dan L interrogans yang terdapat pada sapi dan babi; L grippotyphosa terdapat pada sapi, kambing, domba, dan tikus; L ballum dan L icterohaemorrhagiae terkait dengan tikus dan mencit; dan L canicola berhubungan dengan anjing. Serotipe lain yang penting termasuk Lautumnalis, Lhebdomidis, dan Laustralis. Host hewan spesies dan serogrup leptospiral dapat beragam dari suatu daerah ke daerah lain. Seekor hewan sendiri dapat membawa beberapa serovar. 5

Leptospirosis pada hewan seringkali subklinis. Leptospira dapat bertahan untuk waktu lama di tubulus renalis dari hewan. Sebagai akibatnya, hewan yang menjadi reservoir dapat memiliki konsentrasi organisme yang tinggi pada urin nya (leptospiuria), tanpa memiliki gejala klinis. 5

Leptospiruria pada hewan ini muncul berbulan-bulan setelah infeksi inisial. Leptospiuria juga ditemukan pada anjing sehat yang sudah diimunisasi. Leptospiuria pada manusia lebih transien, jarang yang lebih lama dari 60 hari. Manusia merupakan ujung dari rantai infeksi karena penularan antara manusia ke manusia sangatlah jarang. 1, 5

II. 3. 2. Transmisi dan Inkubasi

Paparan urin dari hewan yang terinfeksi merupakan sumber penting dari bakteri patogen ini. Kontak dengan organisme melalui urin yang terinfeksi atau media yang terkontaminasi urin menyebabkan infeksi pada manusia. Media yang dimaksud adalah air dan makanan yang terkontaminasi, juga tempat tidur hewan, tanah, lumpur, dan jaringan. Di bawah kondisi yang baik, leptospira dapat bertahan di air tawar selama 16 hari dan di tanah selama 24 hari. 5

Leptospira masuk ke dalam host melalui:

Abrasi kulit yang sehat

Gigitan hewan dan hewan pengerat

Membran mukosa atau konjungtiva

Paru-paru (setelah inhalasi cairan tubuh yang teraerosolisasi)

Plasenta saat kelahiran

Organisme virulen pada host yang terkena langsung mendapatkan akses ke pembuluh darah melalui limfatik, sehingga menjadi leptospiremia dan menyebar ke seluruh organ, terutama hepar dan ginjal. Periode inkubasi biasanya terjadi 5-14 hari. 5

Gambar 2. Transmisi Leptospira

II. 4. Patogenesis

Walaupun invasi langsung ke jaringan dapat menyebabkan efek patologis, peneliti menuliskan bahwa kerusakan jaringan multiorgan muncul secara inkonsisten dengan jumlah leptospira yang ditemukan pada pemeriksaan mikroskopik jaringan. Mediator yang diinduksi oleh leptospira adalah penyebab munculnya manifestasi klinis penyakit ini. Peneliti telah menemukan endotoksin, hemolisin, dan lipase sebagai sumber dari patogenisitas. Namun, mekanisme dari kerusakan jaringan ini masih belum jelas dan melibatkan berbagai macam interaksi. 2

Penemuan patologik pada leptospirosis ialah vaskulitis dari kapiler, yang dimanifestasikan dengan edema endotelial, nekrosis, dan infiltrasi limfositik. Vaskulitis kapiler ditemukan pada seluruh sistem organ yang terkena. Hasilnya adalah kehilangan sel darah merah dan cairan melalui pelebaran junctions dan fenestrae, yang menyebabkan kerusakan jaringan sekunder. 5

Pada ginjal, leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus renalis, dan lumen tubulus, sehingga menyebabkan nefritis interstisial dan nekrosis tubular. Vaskulitis kapiler kini dapat diidentifikasi. Walaupun glomerulus tidak terkena, perjalanan dari fungsi renal yang normal hingga penurunan laju filtrasi glomerulus hingga kegagalan renal yang memerlukan dialisis dapat berjalan cepat. Kegagalan renal biasanya karena kerusakan tubular, namun dehidrasi dari hipovolemia dan dari gangguan permeabilitas kapiler dapat juga berkontribusi pada kegagalan renal. 5

Keterlibatan hepar ditandai dengan nekrosis sentrilobular dan proliferasi sel Kupffer. Jaundice disebabkan oleh disfungsi hepatoselular. 5

Keterlibatan pulmoner karena kerusakan alveolar dan pembuluh interstitial dapat menyebabkan perdarahan. Komplikasi inilah yang menyebabkan kematian terkait leptospirosis. 5

Lesi kardiak ditemukan pada pemeriksaan postmortem. Pada otopsi dari kasus fatal leptospirosis di Mumbai, India tahun 2005, keterlibatan sistem kardiovaskular ditemukan pada 41 dari 44 kasus. Miokarditis interstitial merupakan penemuan penting pada pemeriksaan histopatologik. Peneliti ini kemudian mengusulkan bahwa leptospirosis merupakan vaskulitis sistemik infektif. 5

Kulit juga terkena akibat dari kerusakan vaskular epitelial. Keterlibatan otot skeletal adalah karena edema, miofibril vakuolisasi, dan kerusakan pembuluh darah. Mikrosirkulasi muskular terganggu dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga menyebabkan kebocoran cairan serta hipovolemia sirkulasi. 5

Kerusakan terhadap sistem vaskular dapat menyebabkan kebocoran kapiler, hipovolemia, dan syok. Pasien dengan leptospirosis dapat mengalami disseminated intravascular coagulation (DIC), hemolytic uremic syndrome (HUS), atau thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP). Trombositopenia mengindikasikan sakit berat dan kecurigaan akan terjadinya perdarahan. 5

Apabila host berhasil melalui infeksi akut, septikemia dan multiplikasi organisme bertahan hingga pembentukan imunoglobulin opsonisasi di plasma, diikuti dengan rapid immune clearance. Walaupun respon imun sistemik dapat mengeliminasi organisme dari tubuh, hal ini dapat pula menyebabkan reaksi inflamasi simptomatik yang kemudian menyebabkan kerusakan organ akhir. 5

Walaupun telah dibersihkan dari darah, leptospira dapat bertahan di tubulus renalis, otak, dan akuos humorus dari mata, selama minggu hingga bulan. Leptospira persisten pada mata biasanya menyebabkan uveitis kronik atau rekuren. Pada manusia, leptospira pada tubulus renalis dan leptospiuria jarang bertahan lebih dari 60 hari. 5

II. 5. Tanda dan Gejala

Spektrum dari leptospirosis beragam mulai dari infeksi asimptomatik hingga disfungsi multiorgan berat dengan mortalitas tinggi. Gejala klinisnya adalah bifasik. Setelah periode inkubasi selama 7-12 hari, fase inisial atau fase septikemik dimulai. Leptospira dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal, dan jaringan lain. Simptom inisial, yang berlangsung selama 2-7 hari, mungkin diikuti oleh periode singkat bebas gejala dan selanjutnya fase imun. Fase imun berkaitan dengan munculnya antibodi sirkular, hilangnya organisme dari darah dan cairan serebrospinal, dan munculnya tanda dan gejala tambahan yang berhubungan dengan lokalisasi leptospira di jaringan. Fase imun atau leptospiruria dapat bertahan hingga beberapa minggu. 1

Kebanyakan kasus leptospirosis pada manusia adalah subklinis atau sangat rigan, dengan infeksi yang biasanya mengenai kelompok pekerjaan risiko tinggi seperti petani dan keluarganya. Infeksi simptomatik dapat muncul sebagai demam akut dengan tanda dan gejala tidak spesifik (70%), meningitis aseptic (20%), atau disfungsi hepatorenal (10%). Onsetnya tiba-tiba dan penyakitnya seringkali memiliki pola bifasik. 1

Perjalanan Penyakit Leptospirosis

1. Fase inisial

Periode inkubasi adalah 7-12 hari, dengan rata-rata 10 hari. Demam, menggigil, sakit kepala, myalgia (terutama area lumbar dan betis), konjungtivitis tanpa eksudat, fotofobia, limfadenopati servikal, dan faringitis sering terjadi. Fase ini berlangsung selama 2-7 hari. 2

2. Fase sembuh sementara (phase of apparent recovery)

Simptom biasanya (tidak selalu) menghilang setelah 2-3 hari. 2

3. Fase sistemik

Demam muncul kembali dan biasanya terdapat sakit kepala, nyeri otot, nyeri tekan di abdomen dan punggung, mual dan muntah. Konjungtivitis dan uveitis sering terjadi. Keterlibatan paru-paru, jantung, dan sendi sering terjadi. Manifestasi ini muncul karena terjadinya vaskulitis. 2

A. SISTEM SARAF PUSAT

Sistem saraf pusat terlibat pada 50-90% kasus. Sakit kepala hebat dan kaku kuduk ringan sering terjadi, tetapi delirium, koma, dan tanda neurologis fokal juga mungkin dapat dijumpai. 2

B. RENAL DAN HEPAR

Pada sekitar 50% kasus, ginjal dan hati juga terlibat. Hematuria dan oliguria atau anuria kadang terjadi. Jaundice mungkin berhubungan dengan pembesaran dan nyeri tekan hati. 2

C. KANTUNG EMPEDU

Leptospirosis dapat menyebabkan akalkulus kolesistitis pada anak, yang dapat diinterpretasikan menggunakan ultrasound abdomen sebagai kantung empedu yang ter dilatasi dan tidak berfungsi. Pankreatitis jarang terjadi. 2

D. PERDARAHAN

Petekie, ekimosis, perdarahan gastrointestinal mungkin dapat menjadi cukup berat. 2

E. RUAM

Ruam muncul pada 10-30% kasus. Dapat berupa ruam makulopapular dan menyebar, atau berupa petekie atau purpura. Biasanya eritema nodosum juga terlihat. Deskuamasi perifer pada ruam mungkin terjadi. Area gangrenosa kadang terjadi di ekstremitas distal. Pada kasus demikian, biopsi kulit menunjukan adanya vaskulitis yang melibatkan sirkulasi arteri dan vena. 2

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Leptospirosis

II. 5. 1. Leptospirosis Anikterik

Onset dari fase septikemik tidak terduga, dengan demam, menggigil, letargi, sakit kepala berat, malaise, mual, muntah, dan myalgia. Beberapa pasien mungkin mengalami bradikardi dan hipotensi tetapi kolaps sirkulasi jarang ditemukan. Pemeriksaan fisik tambahan berupa nyeri otot berat, terutama pada ekstremitas bawah, daerah lumbosakral, dan abdomen.1

Conjunctival suffusion dengan fotofobia dan nyeri orbita (tanpa kemosis dan eksudat purulen), limfadenopati generalisata, dan hepatosplenomegali dapat ditemukan. Ruam yang muncul dan bertahan < 24 jam, mungkin terjadi pada 10% kasus dan biasanya berupa ruam eritematosus makulopapular, urtika, petekie, purpura, atau deskuamasi. Manifestasi lain yang agak jarang berupa faringitis, pneuomonitis, arthritis, karditis, kolesistitis, dan orkitis.1

Gambar 5. Conjunctival suffusion

Fase kedua atau fase imun mengikuti periode bebas gejala, dan memiliki karakteristik demam rekuren dan aseptic meningitis. Walaupun 80% anak yang terinfeksi memiliki hasil abnormal pada pemeriksaan CSF, hanya 50% yang memiliki manifestasi meningeal. Abnormalitas CSF termasuk diantaranya peningkatan tekanan, pleositosis dengan leukosit polimorfonuklear diikuti mononuclear dan jarang melebihi 500 sel/mm3, normal atau meningkatnya protein, dan nilai glukosa yang normal. Ensefalitis, neuropati cranial dan peripheral, papiledema dan paralisis jarang ditemukan. Uveitis dapat ditemukan saat fase ini; dapat unilateral maupun bilateral dan biasanya self-limited, jarang menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Simptom yang berhubungan dengan sistem saraf pusat biasanya sembuh spontan dalam 1 minggu. 1

II. 5. 2. Leptospirosis Ikterik (Weil Disease)

Bentuk berat dari leptospirosis ini terjadi pada 50% kasus, tetapi hanya sementara dan tidak berasal dari koagulasi intravascular diseminata (DIC). Mortalitas sebesar 5-15%. 1

Gambar 4. Fase pada leptospirosis anikterik dan ikterik.

Korelasi antara penemuan klinis dan munculnya leptospira pada cairan tubuh. 1

II. 6. Diagnosis

Leptospirosis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding untuk semua demam akut dimana terdapat kontak langsung dengan hewan atau tanah atau air yang terkontaminasi dengan urin hewan, dan terutama bila onset terjadi tiba-tiba disertai menggigil, demam, myalgia berat, conjunctival suffusion, sakit kepala, mual, dan muntah. 1

Diagnosis dapat diperoleh melalui uji serologi dan isolasi organisme dari specimen. Uji serologi untuk leptospira termasuk genus-specific dan uji serogroup-specific. Metode referensinya adalah uji aglutinasi mikroskopik (MAT), yaitu serogroup-spesifik assay menggunakan suspensi antigen hidup dari serovar leptospira. Uji ini dibaca di mikroskop lapang gelap untuk aglutinasi, dan titer ditentukan. Uji ini memerlukan kultur hidup dari semua serovar untuk digunakan sebagai antigen. Diagnosis ditentukan dengan peningkatan 4 kali atau lebih titer. Aglutinin biasa muncul pada hari ke-12 dari penyakit dan mencapai titer maksimal pada minggu ke-3. Titer yang rendah dapat bertahan hingga tahunan. Setidaknya 10% orang yang terinfeksi tidak terdeteksi aglutininnya, kemungkinan karena antisera yang tersedia tidak dapat mengenali semua serotipe leptospira. Metode lain berupa ELISA, termasuk IgM-spesifik dot-ELISA test, juga telah dikembangkan. 1

Metode Warthin-Starry silver staining dan imunofluoresen dan imunohistokimia dapat mengidentifikasi leptospira pada jaringan dan cairan tubuh yang terinfeksi. 1

II. 6. 1. Pemeriksaan Laboratorium

Leptospira ada pada darah dan cairan serebrospinal pada 10 hari pertama penyakit. Mereka muncul di urine pada minggu kedua, dimana mereka bertahan selama 30 hari atau lebih. Sulit dilakukan kultur karena memerlukan media dan kondisi khusus. 2

Hitung sel darah putih mungkin meningkat, terutama bila ada keterlibatan hepar. Bilirubin serum biasanya di bawah 20 mg/dL. Tes fungsi hati lainnya mungkin abnormal, walaupun aspartat transaminase biasanya hanya meningkat sedikit. Meningkatnya serum kreatinin kinase biasanya ditemukan. 2

Cairan serebrospinal menunjukan pleositosis sedang (38 C

Ya/tidak

2/0

Meningismus

Ya/tidak

4/0

Nyeri otot terutama betis

Ya/tidak

4/0

Meningismus, nyeri otot dan konjungtiva suffosion bersamaan

Ya/tidak

10/0

Ikterik

Ya/tidak

1/0

Albuminuria atau azotemia

Ya/tidak

2/0

B.

Faktor epidemiologi seperti riwayat kontak binatang ke hutan, rekreasi, tempat kerja atau diduga atau diketahui kontak dengan air yang terkontaminasi.

Ya/tidak

10/0

C.

Hasil laboratorium serologi :

Serologi (+) di daerah endemik :

Single (+), titer rendah

Ya/tidak

2/0

Single (+), titer tinggi

Ya/tidak

10/0

Pair sera, titer meningkat

Ya/tidak

25/0

Serologi (+) bukan daerah endemik :

Single (+), titer rendah

Ya/tidak

5/0

Single (+), titer tinggi

Ya/tidak

15/0

Pair sera, titer meningkat

Ya/tidak

25/0

Tabel 1. Kriteria WHO untuk Leptospirosis

Keterangan : Berdasarkan kriteria di bawah, leptospirosis dapat ditegakkan bila jumlah A+B >25, atau A+B+C >25 disebutpresumptive leptospirosis; dan bila A+B nilai antara 20-25 disebutsuggestive leptospirosis.

II. 7. Diagnosis Banding

Demam dan myalgia yang berhubungan dengan injeksi konjungtiva merupakan karakterisktik leptospirosis. Pada fase prodromal, malaria, demam tifoid, tifus, artritis reumatoid, bruselosis, dan influenza dapat dicurigai. Setelahnya, tergantung dari organ mana yang terlibat, berbagai penyakit perlu disingkirkan, termasuk ensefalitis, meningitis viral atau tuberkulosis, hepatitis viral, glomerulonefritis, pneumonia viral maupun bakterial, demam reumatik, endokarditis infektif subakut, acute surgical abdomen, dan penyakit Kawasaki. 2

II. 8. Tatalaksana

Meskipun secara in vitro Leptospira sensitive terhadap penisilin dan tetrasiklin dan efikasi agen ini untuk mengobati infeksi ini secara eksperimental, namun efektivitasnya pada manusia masih kontroversial. Inisiasi sebelum hari ke-7 dapat mempersingkat penyakit dan menurunkan keparahan penyakit, dan karena itulah pengobatan penisilin atau tetrasiklin (pada anak umur 9 tahun atau lebih) harus dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan. 1

Penisilin G (150,000 U/kgBB/hari, diberikan dalam 4-6 dosis intravena untuk 7-10 hari) dapat diberikan. Alternatif lain dapat didberikan tetrasiklin (10-20 mg/kgBB/hari dibagi setiap 6 jam PO atau IV selama 7 hari) untuk pasien yang alergi dengan penisilin. 1

Agen alternatif dapat berupa sefotaksim, seftriakson, atau doksisiklin parenteral. Reaksi Jarisch-Herxheimer dapat terjadi. Doksisiklin oral dapat dipakai untuk pasien dengan sakit ringan. Doksisiklin sebaiknya tidak diberikan untuk anak di bawah umur 8 tahun maupun wanita hamil. 3

Perawatan simptomatik dan suportif diindikasikan, terutama untuk kegagalan renal dan hepar dan perdarahan. Isolasi kontak direkomendasikan karena potensi penularan melalui kontak dengan urine. 5

II. 9. Pencegahan

Pencegahan termasuk menghindari air dan tanah yang terkontaminasi, rodent control, imunisasi untuk anjing dan hewan lainnya, dan sanitasi yang baik. Sarung tangan, sepatu bot, dan pakaian pelindung lain dapat digunakan apabila kontak tidak dapat dihindarkan. Profilaksis antimikrobial dengan doxycycline (200 mg PO, sekali dalam seminggu) dapat dipakai untuk pekerja dengan risiko tinggi, namun tidak dianjurkan untuk anak di bawah umur 8 tahun kecuali manfaatnya melebihi efek sampingnya. 1

II. 10. Prognosis

Leptospirosis biasanya merupakan self-limiting disease dan tidak memiliki karakteristik jaundice. Penyakit ini biasanya berlangsung 1-3 minggu atau lebih. Relaps dapat terjadi. Biasanya tidak ada sekuel permanen yang berhubungan dengan infeksi sistem saraf pusat, walaupun sakit kepala mungkin dapat terjadi. Mortalitas di Amerika Serikat sebanyak 5%, biasanya karena kegagalan renal. Mortalitas dapat mencapai 20% atau lebih pada pasien lanjut usia yang mengalami keterlibatan ginjal dan hepar. 2

BAB III.

PENUTUP

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman Leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung yang terjadi secara insidental. Leptospirosis sering kali menunjukkan gejala yang tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.

Leptospirosis terdiri dari dua fase, antara lain fase septikemia dan fase imun. Leptospirosis terbagi menjadi dua yaitu leptospirosis anikterik dan leptospirosis ikterik. Leptospirosis ikterik memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan yang leptospirosis anikterik, selain itu antara fase septikemia dan fase imun tidak jelas batasnya.

Gejala klinis dapat timbul mulai dari ringan sampai yang berat bahkan dapat mengakibatkan kematian, apabila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi terpapar diharapkan dapat melindungi dari serangan leptospirosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. Chapter 202, Leptospira.

2. Hay WW, Levin MJ , Sondheimer JM, Deterding RR. A Lange Medical Book, Current Diagnosis & Treatment Pediatric. 20th Edition. The McGraw-Hill Medical Companies; 2011: 2424-27.

3. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis Guidance for Diagnosis, Surveillance and Control. Geneva. WHO: 2003.

4. Centers for Disease Control and Prevention: Leptospirosis. Available at: http://www.cdc.gov/leptospirosis/

5. Sandra G Gompf, MD, FACP, FIDSA. Medscape: Leptospirosis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview

6. Krieg NR, Parte A, Ludwig W, Whitman WB, Hedlund BP, Paster BJ. Bergeys Manual of Systematic Bacteriology. 2nd edition. Volume 4. USA: 2010.

Ilmu Kesehatan Anak RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

16