lecture notes : update tatalaksana penyakit hepatitis

93
Lecture Notes : Update PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020 Penulis Editor : Salma Mazkiyah, dr : Lutifta Hilwana, dr

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

Lecture Notes : Update

PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA

Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

Penulis Editor

: Salma Mazkiyah, dr : Lutifta Hilwana, dr

Page 2: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

i

Lecture Notes Update

Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

Penulis: Salma Mazkiyah, dr Editor: Lutifta Hilwana, dr

Daftar Isi

1. Problem dan Tatalaksana Hepatitis B

di Indonesia 1

2. Problem Hepatitis C di Indonesia dan

Tatalaksana DAA untuk terapi

Hepatitis C 19

3. Post Exposure Prophylaxis Hepatitis B 28

4. Vaksinasi Hepatitis B 39

5. Aspek Klinis Transplantasi Hati 50

6. Update Tatalaksana Asites 64

7. Update Tatalaksana Ensefalopati

Hepatik 79

Page 3: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

1

Problem dan Tatalaksana Hepatitis B

di Indonesia

Infeksi Virus Hepatitis B (HBV) adalah

suatu masalah kesehatan utama di dunia pada

umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Kasus hepatitis B dan C di seluruh dunia

hingga saat ini sudah mencapai 325 juta

dengan kematian sekitar 900.000 orang per

tahun. Prevalensi pasien hepatitis B di

Indonesia masih tinggi. Menurut data

Riskesdas, 10% orang di Indonesia menga-

lami hepatitis B dan 1% mengalami hepatitis

C. Persebaran penyakitnya di Indonesia paling

banyak adalah di luar pulau Jawa dengan

rata-rata 7,6% kasus.

Terdapat 3 jenis virus hepatitis yang

menyebabkan kronisitas yakni HBV, virus

hepatitis C (VHC), dan virus hepatitis D (VHD).

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 4: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

2

Jika dilihat dari rata-rata kronisitasnya, anak

anak yang terinfeksi virus hepatitis B, maka

sebesar 90% akan mengalami infeksi kronis.

Sedangkan pada dewasa hanya sekitar 5%

hingga 10%. Pada hepatitis C, sebesar 80%

hingga 90% anak yang terinfeksi dapat

mengalami kronisitas. Tingkat kronisitas pada

dewasa juga cukup tinggi yakni 70% hingga

85% untuk infeksi hepatitis C.

Hepatitis B disebakan infeksi oleh virus

hepatitis B, sebuah virus DNA dari keluarga

Hepadnaviridae dengan struktur virus

berbentuk sirkular dan terdiri dari 3200

pasang basa. Penularannya dapat melalui 2

jalur yakni vertikal dan horizontal. Beberapa

penularan yang sering terjadi adalah transmisi

dari ibu ke anak, terpapar darah pasien yang

terinfeksi, transmisi seksual, serta pengguna-

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 5: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

3

an jarum suntik yang sama. Di Indonesia,

penularan yang terbanyak adalah dari ibu ke

anak atau penularan secara vertikal. Hal ini

disebabkan karena pemeriksaan HBV pada ibu

hamil masih belum rutin dilakukan. Selain itu,

pengobatan antiviral untuk wanita yang

terinfeksi belum diadopsi sebagai pencegahan

transmisi kembali.

Dalam perjalanannya, sebagian virus

Hepatitis B dapat menjadi akut dan sebagian

dapat menjadi kronik. Batasan akut dan kronik

adalah 6 bulan. Jika infeksi tidak sembuh

dalam waktu 6 bulan, maka infeksi virus dapat

merusak hati hingga menjadi sirosis. Pada

hepatitis B akut, nilai HBsAg pada bulan ke-4

sudah mengalami penurunan dan kembali

normal pada bulan ke-5. Sedangkan pada

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 6: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

4

hepatitis B kronis, HbsAg masih tinggi

meskipun sudah bulan ke-5.

Terdapat 4 fase dalam perjalanan

penyakit hepatitis B yaitu fase immune

tolerant, fase immune clearance, fase

pengidap inaktif, dan fase reaktivasi. Fase

immune tolerant ditandai dengan kadar DNA

HBV yang tinggi dengan kadar alanin

aminotransferase (ALT) yang normal. Sedang-

kan, fase immune clearance terjadi ketika

sistem imun berusaha melawan virus. Hal ini

ditandai oleh fluktuasi level ALT serta DNA

HBV. Fase ini adalah fase terbaik dalam

pemberian antiviral untuk mencegah

terjadinya kronisitas. Fase ketiga adalah fase

inaktif, ditandai dengan DNA HBV yang

rendah (<2000 IU/ml), ALT normal, dan

kerusakan hati minimal. Seringkali pasien

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 7: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

5

pada fase inaktif dapat mengalami fase

reaktivasi ketika DNA HBV kembali mencapai

lebih dari 2000 IU/ml dan inflamasi hati

kembali terjadi.

Gambar 1. Fase dalam Perjalanan Penyakit

Hepatitis B

Diagnosis hepatitis B dapat ditegakkan

dari gelaja, tanda, dan meningkatnya enzim

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 8: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

6

hepar di sirkulasi darah. HBsAg dan HBeAg

disekresikan ke pembuluh darah ketika virus

sedang bereplikasi. HBsAg adalah penanda

pertama infeksi HBV akut yang muncul

beberapa minggu sebelum gejala. Sedangkan

untuk HBcAg tidak terdeteksi secara rutin di

dalam serum tetapi anti-HBc dapat cepat

terlihat dalam 1 hingga 2 minggu pertama

setelah timbulnya HBsAg mendahului

terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa

minggu sampai bulan. Adanya variasi waktu

antara munculnya HBsAg dan anti-HBs

menyebabkan terdapat masa tenggang yang

disebut window period. Dalam masa

tenggangnya tersebut HBsAg dan anti-HBs

tidak dapat di deteksi, sehingga anti-HBc yang

akan menjadi penanda infeksi HBV sedang

berlangsung

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 9: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

7

Gambar 2 : imunologi Hepatitis B

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 10: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

8

Pemeriksaan serologi hbv memiliki peran

diagnostik yang cukup tinggi. Hal ini

disebabkan karena setiap fase pada infeksi

HBV akut maupun kronik memiliki kadar yang

berbeda beda. Jika dilihat dari gambar 2, nilai

HBsAg, HBeAg, anti Hbs dan lain sebagainya

berfluktuasi. Artinya pada fase tertentu,

antibody tersebut bisa terdeteksi dan dalam

hitungan minggu hingga bulan, antibody

tertentu bisa tidak terdeteksi. Pemeriksaan

serologi sangat penting untuk menentukan

fase serta jenis infeksi supaya terapi yang

digunakan bisa sesuai.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 11: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

9

Tabel 1 : Diagnosis infeksi HBV berdasarkan

pemeriksaan serologi

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 12: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

10

Permasalahan yang terjadi di Indonesia

perihal hepatitis hingga saat ini adalah karena

kurangnya kesadaran masyarakat tentang

hepatitis B. Tingkat screening di masyarakat

masih relatif rendah, serta banyak pasien

dengan HbsAg positif enggan untuk

melanjutkan pengobatannya. Permasalahan

selanjutnya adalah pemeriksaan dan beberapa

obat hepatitis yang tidak ditanggung oleh

asuransi negara atau BPJS. Selain itu, masih

banyaknya stigma sosial dan diskriminasi

masyarakat pada pasien HbsAg positif.

Tatalaksana hepatitis B menggunakan

National Consensus of InaASL tahun 2017.

Pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi

pre-treatment yakni diagnosis infeksi HBV,

evaluasi derajat kerusakan liver, ada tidaknya

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 13: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

11

penyebab lain dari kerusakan liver, dan

tatalaksana sesuai indikasi.

Terdapat 3 target dari pengobatan

hepatitis B kronis. Pertama adalah target ideal

yakni hilangnya HBsAg dengan/atau tanpa

serokonversi anti HBs. Kedua adalah target

memuaskan yakni tidak ditemukannya relaps

klinis setelah terapi dihentikan pada pasien

HBeAg positif dan HBeAg negatif. Ketiga

adalah target diinginkan yakni penekanan

DNA HBV yang bertahan selama terapi jangka

panjang untuk pasien HBeAg positif tidak

mencapai serokonversi anti HBe dan pada

pasien HBeAg negatif.

Tatalaksana HBeAg positif yang belum

ditemukan adanya tanda sirosis liver

mengikuti diagram di bawah. Jika kadar HBV

DNA di bawah 2000 IU/mL atau 2000 –

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 14: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

12

20.000 IU/mL, atau lebih dari 20.000 iu/mL

dengan ALT meningkat 1 sampai 2x dari batas

normal, maka tatalaksana yang dilakukan

adalah observasi setiap 3 bulan, penilaian

fibrosis non invasif, biopsi hati sesuai indikasi,

serta terapi dimulai jika ditemukan inflamasi

sedang berat atau fibrosis signifikan. Namun,

pada pasien dengan HBV DNA lebih dari

20.000 IU/mL dengan ALT meningkat lebih

dari 2x batas normal, maka observasi dalam 3

bulan jika tidak ada tanda dekompresi, terapi

dimulai jika ALT menetap selama lebih dari

sama dengan 3 bulan atau terdapat resiko

dekompresi serta perlunya dilakukan

pemeriksaan histologi atau derajat fibrosis non

invasif.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 15: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

13

Gambar 3. Tatalaksana HBeAg positif yang

belum ditemukan adanya tanda sirosis liver

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 16: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

14

Pada pasien dengan HBeAg negatif

dengan kadar HBV DNA lebih dari 2000 IU/mL

dan nilai ALT 1 hingga 2 kali batas normal,

tatalaksana yang dilakukan adalah biopsi hati.

Pemberian antiviral dimulai ketika ditemukan

inflamasi sedang hingga berat atau fibrosis

signifikan. Apabila nilai ALT meningkat 2 kali

lebih dari nilai normal, maka observasi tanda-

tanda sirosis dekompensata dalam 3 bulan,

terapi antiviral dimulai kerika ALT menetap

setelah lebih dari 3 bulan, kemudian dilakukan

pemeriksaan hitologi atau derajat fibrosis non

invasif.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 17: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

15

Gambar 4. Tatalaksana Pasien HBeAg

Negatif

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 18: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

16

Tatalaksana pada pasien sirosis kom-

pensata yakni Ketika kadar HBV DNA lebih

dari 2000 IU/mL dan ALT normal, maka

diberikan terapi antivirus. Jika pasien sirosis

dekompensata atau terdapat reaktivasi berat

hepatitis kronis, maka terapi antivirus harus

segera diberikan.

Sampai sekarang telah terdapat

setidaknya 2 jenis obat hepatitis B yang

diterima secara luas, yaitu golongan inter-

feron, baik interferon konvensional, pegylated

interferon α-2a, maupun pegylated interferon

α-2b, serta golongan analog nukleosida

(antiviral). Golongan analog nukleosida ini

lebih jauh lagi terdiri atas lamivudin, adefovir,

entecavir, telbivudin, dan tenofovir. Pilihan

pertama dari antiviral yang dapat digunakan

adalah entecavir, telbivudine, dan tenofovir.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 19: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

17

Pilihan antiviral yang paling aman adalah

entecavir 0.5 mg.

Pada akhirnya, semua kendala pe-

nanganan pasien hepatitis B adalah kurangnya

kesadaran masyarakat tentang penyakit ini.

Edukasi kepada masyarakat sangat penting

untuk dilakukan untuk mencegah kronisitas

dari infeksi. Apabila persebaran penyakit

sudah dapat terkontrol, untuk kedepannya

diharapkan kasus hepatitis B dapat berkurang

sehingga tidak lagi menjadi masalah di dunia

pada umumnya dan indonesia pada

khususnya.

Daftar Pustaka :

WHO. 2020. World Hepatitis Day. [online

https://www.who.int/campaigns/world-

hepatitis-day/2020]

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 20: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

18

Kementrian Kesehatan RI. 2007. Riset

Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia 2007.

PPHI. 2017. Konsensus Nasional

Penatalaksanaan Hepatitis B.

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.

Jakarta

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 21: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

19

Problem Hepatitis C di Indonesia dan

Tatalaksana DAA untuk

terapi Hepatitis C

Sejak ditemukan pada tahun 1989, virus

hepatitis C sudah menjadi salah satu

penyebab utama penyakit hati kronik.

Prevalensi kasus hepatitis C di dunia adalah 1

hingga 5% dari total populasi dunia atau

terdapat 3 hingga 4 juta kasus baru setiap

tahun dengan kematian sebesar 350.000 jiwa

pertahun. Di Indonesia, prevalensi kasusnya

adalah sebesar 1 hingga 3%, dan terbanyak

ditemukan di pulau Jawa.

Hepatitis C adalah RNA virus dari

keluarga Flaviviridae. Virus ini terdiri dari

protein struktural (C, E1, dan E2) serta protein

non-struktural (NS1, NS2, NS3, NS4A, NS4B,

NS5A, dan NS5B). Virus ini bereplikasi di

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 22: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

20

hepar karena pada pasien hepatitis C, protein

non-struktural virus ditemukan dalam hepar.

Penularan hepatitis C terutama pada

paparan media darah dan cairan tubuh pasien

hepatitis C. Penularan paling banyak terjadi

pada usia dewasa yakni pada kalangan

pengguna narkoba suntik (60 sampai 80%),

tenaga medis yang tertusuk jarum (3 sampai

10%), dan penularan ibu ke anak (3 sampai

5%). Pada kasus ini, kronisitas banyak terjadi

ketika pasien terinfeksi pada usia dewasa. Hal

ini sangat berbeda dengan kronisitas hepatitis

B yang menyerang anak.

Pada perjalanan penyakitnya, sebesar

20% pasien hepatitis C akan sembuh dan

80% sisanya akan menjadi hepatitis C kronis.

Setelah 15 hingga 20 tahun, pasien tersebut

dapat mengalami sirosis, dan pada akhirnya

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 23: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

21

akan berujung pada kematian. Tanda dan

gejala hepatitis C akut sering kali tidak

muncul, sehingga banyak kasus hepatitis C

yang terlambat diketahui.

Diagnosis hepatitis C dapat dilakukan

dengan memeriksa anti HCV dan HCV RNA.

Jika anti HCV positif dan HCV RNA positif,

maka pasien mengalami hepatitis C akut atau

kronis tergantung pada gejala yang muncul.

Jika anti HCV positif dan HCV RNA negatif,

maka pasien mungkin saja mengalami resolusi

virus hepatitis C (HVC) atau status pasien

belum dapat ditentukan karena kemungkinan

berada dalam fase intermittent viremia. Jadi,

pasien bisa saja sudah sembuh, atau sedang

sakit namun belum terbentuk HCV RNA nya.

Jika anti HCV negatif dan HCV RNA positif,

maka pasien mengalami infeksi HVC akut awal

atau infeksi HVC pada pasien imuno-

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 24: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

22

kompromais (HIV, pasien hemodialisis, dan

pengguna obat imunosupresi). Jika anti HCV

dan HCV RNA negatif, maka tidak ada infeksi

HVC. Pada hepatitis C kronis, diagnosis

ditegakkan ketika anti HCV dan HCV RNA

tetap terdeteksi selama lebih dari 6 bulan dan

disertai gejala penyakit hati kronik.

Terapi infeksi HVC diberikan pada pasien

dengan anti HCV dan HVC RNA positif. Tujuan

dari terapi adalah eradikasi virus hepatitis C

terutama mencegah komplikasi penyakit hati,

fibrosis, sirosis, karsinoma hepatoselular, dan

kematian. Pemberian terapi diprioritaskan un-

tuk pasien yang mengalami fibrosis berat,

koinfeksi dengan HIV atau HBV, kandidat

transplantasi organ yang membutuhkan terapi

imunosupresan, sindrom metabolik dengan

manifestasi ekstrahepatik, dan memiliki risiko

tinggi untuk menularkan virus. Pemberian

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 25: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

23

terapi direct acting antivirus (DAA) dapat

ditunda pada pasien tanpa fibrosis maupun

dengan fibrosis ringan. Sedangkan pemberian

terapi DAA tidak direkomendasikan pada

pasien dengan komorbid penyakit hati berat

yang dapat mempengaruhi hidup.

Saat ini, pengobatan hepatitis C

menggunakan kombinasi obat DAA. Tingkat

kesembuhan dengan penggunaan kombinasi

obat ini bisa mencapai 90% pada pasien

hepatitis C. Sebelumnya, tingkat kesembuhan

pasien hepatitis C cukup rendah ketika

menggunakan terapi kombinasi interferon

dengan DAA. Beberapa kelebihan DAA

dibanding interferon adalah DAA merupakan

obat minum, tingkat keberhasilan tinggi,

nyaman, efek samping rendah, dan singkat

yakni hanya 3 bulan atau 6 bulan pada sirosis.

Terapi hepatitis C bekerja di 3 titik siklus

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 26: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

24

hidup virus, yakni pada NS3A, NS5A, dan

NS5B.

Beberapa DAA yang sudah beredar di

Indonesia adalah simeprevir, sofosbuvir,

daklatavir, elbavir, dan valvapravir. Semua

DAA yang berakhiran buvir, previr, dan asvirs

dapat dikombinasikan untuk terapi. Efek

samping yang dikeluhkan pada penggunaan

DAA jenis simeprevir adalah mual, ruam,

gatal, dispnea, dan fotosensitifitas. Sedangkan

efek samping yang sering dikeluhkan pada

pemakaian elbavir adalah nyeri kepala dan

mual. Pemakaian sofosbuvir juga harus

diperhatikan pada pasien dengan kelainan

ginjal karena sebanyak 80% sofosbuvir

diekskresi di urin

Pada pasien hepatitis C dengan koinfeksi

HIV, terapi berbasis interferon diberikan jika

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 27: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

25

nilai CD4 lebih dari 350 sel/mm3 atau tanpa

memandang CD4 pada terapi DAA tanpa

interferon. Pasien koinfeksi HCV dan HBV

harus ditentukan infeksi yang paling dominan

terlebih dahulu. Jika terdapat peningkatan

HBV DNA, maka diberikan terapi analog

nukleosida. Kombinasi yang disarankan adalah

tenofovir dan DAA lainnya dengan

mengevaluasi fungsi ginjal. Pada pasien

dengan koinfeksi HCV dan TBC, terapi TBC

harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum

memulai terapi DAA. Hal ini disebabkan

karena adanya interaksi antara OAT yakni

rifampisin dengan obat DAA.

Monitoring HCV RNA dilakukan

tergantung pada terapi yang digunakan. Pada

terapi DAA, HCV RNA diperiksa pada awal

terapi dan saat SVR 12 (sustained virologic

response 12 minggu setelah pengobatan).

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 28: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

26

Sedangkan pada dual terapi DAA dan

interferon, HCV RNA diperiksa pada awal

terapi, minggu ke-4, minggu ke-12, minggu

ke-24, akhir terapi, dan SVR 24.

Pasien yang mencapai SVR 12 tanpa

sirosis atau fibrosis tidak memerlukan follow

up. Pasien dengan sirosis atau fibrosis F3 dan

F4 perlu dilakukan pemeriksaan USG.

Sedangkan pasien dengan risiko terinfeksi

kembali harus melakukan pemeriksaan HCV

RNA setiap 1 tahun sekali.

Pada akhirnya, penggunaan DAA untuk

terapi hepatitis C saat ini sudah memberikan

hasil yang baik dibandingkan dengan

interferon, sehingga pemakaian interferon

sudah banyak ditinggalkan. Jika penyebaran

terapi kombinasi DAA sudah menyeluruh,

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 29: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

27

diharapkan tidak ada lagi kompliksi yang

terjadi akibat dari infeksi virus hepatitis C.

Daftar Pustaka :

Kementrian Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

PPHI. 2014. Konsensus Penataksanaan Hepatitis C di Indonesia 2014. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Jakarta

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 30: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

28

Post Exposure Prophylaxis Hepatitis B

Resiko paparan Hepatitis B virus (HBV)

dibedakan menjadi 2 yakni paparan karena

pekerjaan dan bukan karena pekerjaan.

Beberapa contoh kasus paparan yang bukab

karena perkerjaan adalah tertusuk jarum

bekas pasien hepatitis B yang ditemukan di

lingkungan rumah, tidak sengaja terkena

darah dan cairan pasien, luka tusuk dikulit

seperti saat kecelakaan, pemasangan tatoo

atau tindik, luka gigitan dari orang yang

terinfeksi HBV, sex bebas dan berbagi jarum

suntik pada orang yang mengonsumsi

narkoba.

Ketika terpapar, kemungkinan tertular

infeksi HBV menjadi sangat tinggi. Pen-

cegahan penularannya salah satunya adalah

dengan Post exposure Prophylaxis (PEP).

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 31: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

29

Pemberian PEP adalah pemberian terapi yang

digunakan setelah seseorang kemungkinan

terpapar darah atau cairan yang beresiko

menular. Pemberian PEP pada HBV bertujuan

untuk menurunkan resiko infeksi HBV namun

tidak dapat menurunkan resiko tertularnya

HCV, HIV dan lain sebagainya.

PEP diberikan pada keadaan darurat

ketika terdapat kesalahan dalam perlindungan

diri misalnya pada tenaga medis yang

terpapar cairan pasien, pemakaian kondom

yang bocor, pemerkosaan, sex bebas, berbagi

suntik dengan pasien terinfeksi HBV, dan

tertusuk jarum di lingkungan masyarakat.

Resiko infeksi HBV pada orang yang

terpapar tergantung dari sumber paparan, dan

kejadian perlukaannya. Salah satu yang paling

banyak terjadi adalah akibat dari sharp atau

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 32: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

30

needle stick injury. Sekitar 350.000 kasus

tertusuk jarum pasien yang terinfeksi terjadi

dalam 1 tahun, atau terjadi lebih dari 1000

kasus perhari. Kebanyakan kasus terjadi di

rumah sakit, atau beberapa sarana kesehatan

lain. Kejadian Needle stick injury membuat

orang yang mengalaminya memerlukan biaya

yang cukup tinggi, yakni 71 hingga 5000 dolar

perkasus. Hal ini disebabkan karena

kemungkinan berkurangnya produktifitas

kerja, kehilangan pekerjaan atau karir,

gangguan emosional, hingga gangguan sosial.

Kejadian tertusuk jarum paling sering

terjadi saat digunakan, akan dibuang, setelah

dibuang dan dibuang. Sekitar 43% kejadian

needle stick injury dialami oleh perawat, dan

28% dialami oleh dokter. Lokasi kejadian yang

paling sering terjadi adalah di ruang rawat

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 33: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

31

inap, ruang Operasi, poli, IGD dan labo-

ratorium. Needle stick injury sebenarnya

dapat dicegah dengan beberapa cara, yakni

bijak dalam menggunakan benda dengan

ujung yang tajam, menggunakan alat yang

memiliki safety features, dan menggunakan

benda tajam dengan hati hati.

Manajemen post exposure pertama

adalah merawat luka bekas tusukan atau

sayatan benda tajam. Kedua adalah

melaporkan kejadian ke pihak yang

menanganinya. Selanjutnya menjelaskan

resiko infeksi yakni tipe dan keparahan

paparan serta riwayat pemeriksaan darah

orang yang memberi paparan. Baru

mendapatkan terapi yang tepat, follow up dan

konseling.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 34: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

32

Cara merawat luka bekas tusukan adalah

membersihkan luka dengan air dan sabun.

Selanjutnya siram luka dengan air. Tidak perlu

menggunakan salep antiseptik atau menekan

sekitar luka untuk mengeluarkan darah

(milking).

Pelaporan post exposure harus memenuhi

bebwrapa hal, antara lain :

1. Tanggal dan waktu paparan

2. Prosedur atau cara paparan : lokasi,

bekas siapa, bagaimana prosesnya serta

dengan alat apa

3. Detail tentang paparan : rute, lama atau

durasi kontak dengan paparan.

4. Informasi atau Riwayat pasien yang

memberi paparan. Pada pasien yang

tidak diketahui riwayatnya, maka cari

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 35: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

33

tahu prevalensi infeksi HBV, HCV dan

HIV di lingkungannya.

Jika orang yang memberi paparan sudah

diketahui riwayat infeksinya, maka sangat

perlu membuat inform consent serta

merahasiakan identitas pasien. Selain itu bisa

juga dilakukan pemeriksaan fisik dan la-

boratorium berupa HBsAG, pemeriksaan HCV

antibody serta HIV antibody jika diperlukan.

Selanjutnya adalah evaluasi orang yang

terpapar berupa pemeriksaan laboratorium

standar serta menentukan waktu dan jenis

pemberian PEP sesuai dengan hasil pe-

meriksaannya. Lalu bisa juga dilakukan kon-

seling dan follow up tanda dan gejala dari

orang tersebut.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 36: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

34

Rekomendasi pemberian PEP untuk

hepatitis B dibedakan berdasarkan status

vaksinasi orang yang terpapar dan hasil pe-

meriksaan HBsAg orang yang memberi

paparan. Jika orang yang tertusuk jarum

belum pernah mendapat vaksin hepatitis B

dan orang yang memberi paparan memiliki

HBsAg positif, maka PEP yang diberikan

adalah HBIG dan vaksin. Namun jika HBsAg

orang yang memberi paparan adalah negatif

atau tidak diketahui, maka orang yang

terpapar hanya diberi PEP berupa vaksin. Jika

orang yang terpapar baru saja mendapat

vaksin hepatitis B, dan orang yang memberi

paparan memiliki HBsAg positif atau negatif,

maka PEP tidak perlu diberikan. Jika orang

yang terpapar sudah pernah divaksinasi

namun belum menunjukkan respon vaksin,

serta orang yang memberi paparan memiliki

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 37: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

35

HBsAg positif, maka PEP yang diberikan

adalah PEP berupa HBIG 1 kali dan vaksin

atau HBIG 2 kali.

Perlu dingat bahwa pemberian HBIG

dengan vaksin harus berbeda tempat. HBIG

disuntikkan di pantat kiri, maka vaksin

diberikan di regio deltoid.

Orang yang

terpapar

Orang yang memberi

paparan

HBsAg

(+)

HBsAg

(-)

Tidak

diketahui

Tidak vaksin HBIG +

vaksin Vaksin Vaksin

Baru saja vaksin

hepatitis B

Responder

Tidak

perlu

terapi

TIdak

perlu

terapi

Tidak perlu

terapi

Nonresponder

HBIG 1x

+ vaksin

atau

Tidak

perlu

terapi

Jika

beresiko

tinggi,

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 38: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

36

HBIG 2x terapi

sesuai

dengan

HBsAg (+)

Tidak diketahui

status vaksinasi

Periksa

anti HBs

(+) :

tidak

perlu

terapi

(-) :

HBIG 1x

+ vaksin

Tidak

perlu

terapi

Periksa anti

HBs

(+) : tidak

perlu terapi

(-) : vaksin

periksa

ulang 1

hingga 2

bulan

Ketika vaksinasi hepatitis B sudah pernah

dilakukan, maka antibody hepatitis B dapat

bertahan 8 hingga 10 tahun. Sedangkan,

memori imun hepatitis B bisa bertahan hingga

20 tahun di dalam tubuh manusia paska

imunisasi. Saat ini, vaksinasi booster tidak

direkomendasikan untuk diberikan. Sehingga

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 39: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

37

jika sudah diberi vaksinasi, maka tidak perlu

khawatir.

Efikasi pemberian PEP untuk mencegah

HBV adalah 70 hingga 75% pada pemberian

HBIG 2 kali dengan jarak 1 minggu. Pada

penggunaan vaksin hepatitis B, efikasi

pencegaha HBV bisa 70 hingga 75 persen.

Sedangkan kombinasi HBIG dan vaksin

hepatitis B dapat memberikan efikasi

pencegahan HBV sekitar 85 hingga 95%.

Pada paparan virus hepatitis C, jika anti

HCV orang yang memberi paparan posistf,

maka orang yang terpapar harus melakukan

pemeriksaan anti HCV dan ALT. sedangkan

jika orang yang terpapar tidak terinfeksi

hepatitis C, maka orang yang terpapar tidak

perlu melakukan pemeriksaan laboratorium.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 40: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

38

Daftar Pustaka :

WHO. Occupational health. [online :

http://www.who.int/occupational_healt

h /activities/Spepguid.pdf]

Hepatitis B Foundation. Post exposure

hepatitis B. [online :

http://www.hepb.org/professionals/pos

t-exposure_guidelines_summary.htm]

http://conditions.health.qld.gov.au/HealthCon

dition/condition/14/188/114/post-

exposure-prophylaxis-hepatitis-b

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 41: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

39

Vaksinasi Hepatitis B

Hepatitis B adalah salah satu penyakit

menular yang banyak menimbulkan kematian.

Sekitar 325 juta orang di dunia terinfeksi

hepatitis dan 1,4 juta meninggal dunia.

Prevalensi Hepatitis di Indonesia pada tahun

2013 sebesar 1,2% meningkat dua kali

dibandingkan Riskesdas tahun 2007 yang

sebesar 0,6%. Nusa Tenggara Timur

merupakan provinsi dengan prevalensi

Hepatitis tertinggi pada tahun 2013 yaitu

sebesar 4,3%.

Jumlah kasus hepatitis B setiap tahunnya

selalu meningkat, padahal hepatitis me-

rupakan salah satu penyakit yang bisa

dicegah, dan diobati. Menurut data, sekitar

80% orang yang terinfeksi hepatitis terjadi

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 42: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

40

akibat kurangnya pencegahan dan diagnosa

dini.

Hepatitis B adalah penyakit yang

ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh

pasien, seperti darah dan produk darah, air

liur, cairan serebrospinal, cairan peritoneum,

cairan pleura, cairan amnion, semen, cairan

vagina, dan cairan tubuh lainnya. Dalam

perjalanannya, hepatitis B dapat menjadi akut

dan kronis. Jika infeksi tidak sembuh dalam

waktu 6 bulan, maka infeksi virus dapat

merusak hati hingga menjadi sirosis. Sebelum

menjadi kronis, Hepatitis B dapat di-

sembuhkan jika diterapi pada waktu yang

tepat.

Hepatitis B dapat dicegah dengan cara

menghindari kontak langsung degan cairan

tubuh pasien terinfeksi HBV serta pemberian

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 43: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

41

vaksin hepatitis B. Vaksin adalah zat atau

senyawa yang berfungsi untuk membentuk

kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit.

Vaksin bisa berisi bakteri atau virus yang

dilemahkan. Ketika masuk ke dalam tubuh,

vaksin akan merangsang sistem kekebalan

tubuh untuk memproduksi antibodi. Proses

pembentukan antibodi inilah yang disebut

imunisasi.

Terdapat dua bentuk imunisasi, yakni

imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif

dicapai dengan memberikan vaksin hepatitis

B. Vaksin tersebut berisi HBsAg dari serum

penderita hepatitis B yang dimurnikan atau

dari hasil rekombinasi DNA sel ragi untuk

menghasilkan HBsAg.

Vaksin hepatitis B adalah vaksin yang

aman dan efektif. Vaksin ini direkomendasikan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 44: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

42

untuk semua bayi saat lahir dan untuk anak-

anak hingga usia 18 tahun. Selain itu, Vaksin

hepatitis B juga direkomendasikan untuk

orang dewasa yang memiliki faktor resiko

tertular virus hepatitis B. beberapa kelompok

yang direkomendasikan antara lain :

1. Semua bayi, dimulai saat lahir

2. Semua anak usia di bawah 19 tahun yang

belum pernah divaksinasi

3. Pasangan seksual yang rentan dari orang

dengan hepatitis B positif

4. Orang yang aktif secara seksual dan sering

berganti pasangan

5. Orang yang sedang pengobatan penyakit

menular seksual

6. Pria yang berhubungan seks dengan pria

7. Pengguna narkoba suntikan

8. Kontak satu rumah dengan orang hepatitis

B positif

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 45: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

43

9. Petugas kesehatan

10. Orang dengan penyakit ginjal stadium

akhir, termasuk pra-dialisis, hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan pasien dialisis di

rumah

11. Penghuni dan staf fasilitas penyandang

cacat perkembangan

12. Wisatawan ke negara endemis hepatitis B

misalnya Asia, Afrika, Amerika Selatan,

Kepulauan Pasifik, Eropa Timur, dan

Timur Tengah

13. Orang dengan penyakit hati kronis, selain

hepatitis B (misalnya sirosis, penyakit hati

berlemak, dan lain sebagainya)

14. Orang dengan infeksi hepatitis C.

15. Orang dengan infeksi HIV

16. Orang dewasa dengan diabetes berusia

19 hingga 59 tahun

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 46: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

44

17. Semua orang lain yang mencari

perlindungan dari infeksi HBV

Pada anak anak, vaksin hepatitis B

pertama diberikan pada saat anak baru lahir.

Di Indonesia, pemberian vaksin dilanjutkan

pada bulan ke 2, 3 dan 4. Jika terlewatkan,

maka vaksin hepatitis B dapat diberikan catch

up yakni vaksin susulan yang bisa diberikan

diluar jadwal dikarenakan terlambat

mendapatkan vaksin sebelumnya. Pada bayi

yang dilahirkan oleh ibu dengan hepatitis B

positif, maka bayi harus mendapatkan HBIg

dalam 12 jam pertama kehidupannya. Saat ini,

prevalensi vaksin hepatitis B saat pertama kali

lahir sekitar 83,1%, artinya pemberian vaksin

hepatitis B pertama sudah banyak dilakukan.

Selain itu, screening kehamilan terhadap

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 47: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

45

infeksi virus hepatitis B juga sudah digalakkan,

namun masih kurang maksimal,

Pada dewasa, vaksin hepatitis B bisa

diberikan dalam dua atau tiga dosis

tergantung vaksin yang digunakan. Pemberian

2 dosis yakni menggunakan Heplisav-B

dengan jarak antar sumtikan adalah 4

minggu. Pemberian vaksin dengan 3 dosis

yakni dengan mengguakan Engerix-B atau

Recombivax HB. Jadwal pemberiannya adalah

0, 1, 6 bulan. Interval dosis pertama dan

kedua minimal adalah 4 minggu, sedangkan

dosis 2 dan 3 minimal harus berjarak 8

minggu. Selain itu dapat pula menggunakan

vaksin kombinasi Hepatitis A dan Hepatitis B

yakni Twinrix yang diberikan pada 0, 1, 6

bulan. Interval minimal dosis 1 dan 2 adalah 4

minggu dan 5 bulan antara dosis 2 dan 3.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 48: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

46

Pemberian 3 dosis vaksin ini akan

menghasilkan respon antibodi protektif pada

30-55% dewasa sehat berumur dibawah 40

tahun setelah dosis pertama, kurang dari 75%

setelah dosis kedua dan lebih dari 90%

setelah dosis ketiga. Vaksinasi Hepatitis B

mampu memberikan perlindungan terhadap

infeksi Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun.

Keberhasilan vaksinasi dinilai dari

terdeteksinya anti-HBs di serum pasien

setelah pemberian imunisasi hepatitis B

lengkap.

Booster vaksin hepatitis B sebenarnya

tidak dianjurkan untuk orang dengan status

kekebalan normal dan pernah divaksin

sebelumnya. Namun, pada beberapa kasus,

pemberian vaksin hepatitis B booster perlu

diberikan. Misalnya pada pasien hemodialisis,

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 49: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

47

jika pemeriksaan antibodi terhadap antigen

permukaan hepatitis B (anti-HBs)

menunjukkan penurunan hingga kurang dari

10 mlU / mL dalam 1 tahun, maka booster

harus diberikan. Booster juga diberikan untuk

orang dengan gangguan kekebalan tubuh

lainnya, seperti HIV, penerima transplantasi

sel induk hematopoietik, dan orang yang

menerima kemoterapi.

Kontraindikasi pemberian vaksin hepatitis

B adalah pada orang yang memiliki alegi

terhadap vaksin hepatitis B. Hal ini

ditunjukkan dengan munculnya keluhan alergi

setelah vaksin pertama kali. Keluhan ringan

seperti batuk pilek dan demam bukan

merupakan alasan untuk tidak memberikan

vaksin hepatitis B.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 50: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

48

Pada akhirnya, pencegahan penularan

hepatitis B yang paling utama adalah menjaga

diri dari paparan penyebab penularan. Jika

sudah pernah terinfeksi, maka tindakan yang

harus dilakukan selanjutnya adalah melindungi

orang sekitar supaya tidak tertular. Jika aktif

secara seksual, maka bicarakan dengan

pasangan perihal resiko penularannya,

gunakan kondom lateks baru setiap kali

berhubungan seks, tetapi ingat bahwa

kondom mengurangi tetapi tidak meng-

hilangkan resikonya.

Selanjutnya adalah sarankan pasangan

untuk melakukan pemeriksaan hepatitis B

juga. Selain itu, ingat untuk tidak berbagi

barang perawatan pribadi seperti jarum

suntik, pisau cukur atau sikat gigi yang dapat

membawa darah terinfeksi. Ketika pencegahn

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 51: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

49

sudah dilakukan dengan benar, maka

diharapkan kasus infeksi hepatitis B di dunia

dapat berkurang sehingga resiko kejadian

sirosis juga bisa berkurang.

Daftar Pustaka

Hepatitis B Foundation. 2019. Vaccination. [online : https://www.hepb.org/prevention-and-diagnosis/vaccination/]

CDC. 2019. Vaccine Hepatitis B. [online

https://www.cdc.gov/vaccines/hcp/vis/vis-statements/hep-b.html]

PPHI. 2012. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B Indonesia. Perhimpunan

Peneliti Hati Indonesia. Jakarta

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 52: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

50

Aspek Klinis Transplantasi Hati

Hati adalah organ internal terbesar dan

menjalankan beberapa fungsi penting. Fungsi

pertama adalah untuk memproses nutrisi,

obat obatan dan hormon. Kedua adalah

memproduksi empedu untuk membantu tubuh

menyerap lemak, kolesterol, dan vitamin yang

larut dalam lemak. Ketiga adalah membuat

protein yang membantu pembekuan darah.

Kemudian menghilangkan bakteri dan racun

dari darah, mencegah infeksi serta mengatur

respon imun tubuh.

Ketika terdapat kerusakan di hati

seseorang, fungsinya akan berkurang

sehingga dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan dalam tubuh. Jika tidak segera

diperbaiki, maka dapat menimbulkan masalah

kesehatan dan yang paling akhir adalah

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 53: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

51

kematian. Kerusakan hati yang terjadi secara

tiba tiba sebagai akibat dari infeksi atau

komplikasi dari pengobatan tertentu disebut

gagal hati akut. Sedangkan gagal hati kronik

adalah ketika kerusakan hati berlangsung

selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau

puluhan tahun. Penyebab paling umum dari

gagal hati kronis adalah jaringan parut pada

hati (sirosis). Ketika sirosis terjadi, jaringan

parut akan menggantikan jaringan hati yang

normal dan menyebabkan hati tidak berfungsi

dengan baik. Pada kasus kasus tersebut,

transplantasi hati adalah salah satu terapi

yang direkomendasikan.

Transplantasi hati adalah prosedur

pembedahan untuk mengangkat hati yang

tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya

(gagal hati) dan menggantikannya dengan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 54: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

52

hati yang sehat dari donor yang sudah

meninggal atau sebagian dari hati yang sehat

dari donor yang masih hidup.

Penyebab utama transplantasi hati adalah

sirosis. Penyakit ini sendiri banyak disebabkan

karena infeksi Hepatitis B dan C, penyakit hati

alkoholik yang menyebabkan kerusakan pada

hati karena konsumsi alkohol berlebihan, fatty

liver non-alcohol, penyakit genetik yang

mempengaruhi hati termasuk hemo-

chromatosis dan penyakit Wilson. Di Amerika,

penyebab paling utama transplantasi hati

adalah kolangitis yang disebabkan oleh

hepatitis C kronis dan penyalahgunaan alkohol

jangka panjang. Pada anak anak, transplantasi

hati sering dilakukan pada kasus atresia bilier.

Berdasarkan kasus yang terjadi, tidak

semua kerusakan hepar atau pasien sirosis

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 55: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

53

dekompensata bisa melakukan prosedur

transplantasi hepar. Pasien harus mampu

bertahan dari operasi dan potensi komplikasi

pasca operasi, bisa meminum obat yang

berfungsi mencegah penolakan organ dan

infeksi oportunistik, mematuhi kunjungan

klinik dan tes laboratorium, dan tidak terlibat

dalam aktivitas yang akan melukai hati,

seperti minum alkohol. Beberapa kondisi yang

dianggap kontra-indikasi mutlak untuk

transplantasi hati antara lain :

- Penyakit medis yang parah dan tidak

dapat disembuhkan sehingga membatasi

harapan hidup jangka pendek

- Hipertensi pulmonal yang parah

(tekanan arteri pulmonalis rata rata

lebih dari 50 mmHg)

- Kanker yang telah metastase ke luar hati

- Infeksi sistemik yang tidak terkendali

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 56: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

54

- Penyalahgunaan zat aktif (obat obatan

atau alcohol)

- Riwayat ketidak patuhan atau

ketidakmampuan untuk mematuhi

aturan medis yang ketat

- Penyakit kejiwaan yang tidak terkontrol

Terdapat 2 tipe pendonor liver pada

proses transplantasi liver. Pertama adalah

donor organ yang berasal dari orang yang

sudah meninggal. Selama transplantasi donor

yang telah meninggal, ahli bedah mengangkat

hati pasien yang sakit dan menggantinya

dengan hati pendonor. Orang dewasa

biasanya menerima seluruh hati dari donor

yang telah meninggal. Namun, ahli bedah

juga bisa membagi hati pendonor menjadi 2.

Bagian yang besar utuk orang dewasa dan

bagian yang lebih kecil untuk anak-anak yang

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 57: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

55

lebih kecil. Tipe pendonor yang kedua adalah

donor dari orang yang masih hidup. Pendonor

hidup yang paling sering terjadi adalah

anggota keluarga pasien. Selama transplantasi

donor hidup, ahli bedah mengangkat sebagian

dari hati sehat donor hidup. Setelah itu akan

mengganti hati pasien dengan sebgaian hati

pendonor. Hati donor yang hidup akan

tumbuh kembali ke ukuran normal segera

setelah operasi. Bagian hati yang diterima

pasien juga tumbuh menjadi ukuran normal.

Namun, transplantasi donor hidup lebih jarang

dilakukan dibandingkan transplantasi donor

yang sudah meninggal.

Setelah melakukan prosedur transplantasi

hati, ada beberapa komplikasi yang bisa

terjadi. Seperti prosedur pembedahan lainnya,

komplikasi yang terkait dengan operasi dapat

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 58: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

56

terjadi. Beberapa masalah khusus untuk

transplantasi hati yang mungkin ditemui

meliputi :

1. Tidak berfungsinya hati baru atau

buruknya fungsi hati yang baru.

Kejadian tersebut terjadi pada sekitar 1

hingga 5% kasus. Jika fungsi hati tidak

membaik dengan cukup cepat, pasien

mungkin membutuhkan transplantasi

kedua untuk bertahan hidup.

2. Trombosis arteri hepatik, atau

pembekuan arteri hepatik. Kondisi ini

terjadi pada 2-5% dari semua

transplantasi donor meninggal.

Risikonya menjadi dua kali lipat pada

pasien yang menerima transplantasi

donor hidup. Saluran empedu sangat

bergantung pada arteri hepatik untuk

mendapatkan nutrisi. Hilangnya aliran

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 59: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

57

tersebut dapat menyebabkan jaringan

parut dan infeksi saluran empedu. Jika

ini terjadi, maka transplantasi lain

mungkin diperlukan.

3. Trombosis vena porta atau pembekuan

vena besar yang membawa darah dari

organ perut (usus, pankreas, dan limpa

- organ yang termasuk dalam sirkulasi

portal) ke hati jarang terjadi. Komplikasi

ini mungkin memerlukan atau tidak

memerlukan transplantasi hati kedua.

4. Komplikasi bilier: Secara umum, ada dua

jenis masalah bilier yakni kebocoran

atau penyempitan. Komplikasi bilier

mempengaruhi sekitar 15% dari semua

transplantasi donor yang telah

meninggal dan hingga 40% dari semua

transplantasi donor yang masih hidup.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 60: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

58

5. Pendarahan adalah risiko dari setiap

prosedur pembedahan. Sebagian besar

pasien transplantasi mengalami pen-

darahan dalam jumlah kecil dan

mungkin mendapatkan transfusi tam-

bahan setelah operasi. Secara umum,

sekitar 10% penerima transplantasi akan

membutuhkan operasi kedua untuk

pendarahan.

6. Infeksi dapat terjadi selama pe-

nyembuhan luka yang disebabkan oleh

operasi apa pun. Penerima transplantasi

hati juga berisiko mengalami infeksi jauh

di dalam perut, terutama jika ada

tumpukan darah atau empedu.

Komplikasi yang dapat terjadi selanjutnya

adalah rejection atau penolakan tubuh

terhadap organ baru di dalam tubuh. Sistem

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 61: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

59

kekebalan di dalam tubuh berfungsi untuk

melawan infeksi. Ketika ada benda asing yang

terdapat di dalam tubuh, tubuh secara

otomatis akan mengaktifkan system imun

untuk melawan benda asing tersebut. Ketika

hati pendonor masuk ke dalam tubuh pasien,

maka tubuh pasien akan bereaksi melawannya

karena menganggap benda asing tersebut

adalah ancaman untuk tubuh. proses inilah

yang disebut rejection. Penolakan seluler akut

terjadi pada 25-50% dari semua penerima

transplantasi hati dalam tahun pertama

setelah transplantasi dengan periode risiko

tertinggi dalam empat hingga enam minggu

pertama transplantasi.

Untuk mengontrol respons imun alami ini,

pasien dengan hati yang baru harus meminum

obat immunosuppresant seumur hidup seperti

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 62: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

60

prednison, tacrolimus, azathioprine, myco-

phenylate mofetil, cyclosporine, dan sirolimus.

Jika rejection tidak diobati, maka hati dapat

mengalami kerusakan permanen atau bahkan

kematian.

Penggunaan obat immunosuppressant

dapat memunculkan efek samping pada

tubuh. karena sistem imun dilemahkan, virus

dan bakteri lebih mudah menginfeksi tubuh.

Infeksi dapat dicegah dengan mencuci tangan

secara teratur, menghindari kemungkinan

terkena spora jamur di udara dengan meng-

hindari merokok serta paparan pekerjaan

tertentu, dan menghindari kontak dengan

orang sakit.

Selain infeksi, sistem imun yang

dilemahkan dapat berpengaruh pada sel

kanker. Pasien yang mengonsumsi immu-

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 63: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

61

nosuppressant berisiko lebih tinggi mengalami

jenis kanker tertentu seperti Non-Melanoma

Skin Cancer (NMSC) atau Limfoproliferatif

Pasca-Transplantasi (PTLD).

PTLD adalah jenis kanker yang tidak

biasa yang muncul secara eksklusif pada

penerima transplantasi. Kanker ini hampir

selalu dikaitkan dengan virus Epstein-Barr

(EBV). PTLD terkait EBV dapat berkembang

setelah transplantasi karena imunosupresi

memungkinkan virus untuk aktif kembali. Saat

ini, pemberian obat rituximab data diberikan

untuk mengantisipasi efek obat immu-

nosuppressant. Namun, jika pemberian obat

tersebut tidak dapat mengendalikan PTLD,

maka rejimen obat kemoterapi yang lebih

konvensional biasanya diberikan untuk

mengobatinya.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 64: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

62

Pada akhirnya, hasil transplantasi hati

secara keseluruhan sangat baik, tetapi sangat

bervariasi tergantung pada indikasi

transplantasi hati serta faktor-faktor yang

terkait dengan donor. Secara umum, ke-

langsungan hidup pasien satu tahun setelah

transplantasi hati adalah 88%. Kelangsungan

hidup pasien lima tahun setelah transplantasi

hati adalah 73%. Namun, pasien yang

menjalani transplantasi karena karsinoma

hepatoseluler memiliki kelangsungan hidup

satu tahun hanya 86% sedangkan pasien

yang menjalani transplantasi untuk penyakit

hati atresia bilier memiliki kelangsungan hidup

satu tahun 94%. Selama 20 tahun terakhir,

kelangsungan hidup pasien jangka pendek

dan panjang terus meningkat. Hal ini

disebabkan karena adanya kemajuan dalam

teknik bedah, pengawetan organ, perawatan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 65: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

63

perioperatif, dan imunosupresi sehingga

harapan hidup akan terus meningkat di masa

depan.

Daftar Pustaka

Mayoclinic. Liver Transplant. [online : https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/liver-transplant/about/pac-20384842]

American Liver Foundation. Liver Transplant.

[online : https://liverfoundation.org/for-patients/about-the-liver/the-progression-of-liver-disease/liver-transplant/#when-is-a-liver-transplant-recommended]

NIDDK. 2017. The Liver Transplant Process. [online : https://www.niddk.nih.gov/health-information/liver-disease/liver-transplant/definition-facts]

Roayaie K, and Feng S. 2020. Liver Transplant.[online : https://transplantsurgery.ucsf.edu/conditions--procedures/liver-transplant.aspx]

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 66: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

64

Update Tatalaksana Asites

Sirosis hepatis merupakan penyakit yang

banyak disebabkan oleh infeksi virus hepatitis

B. Sirosis dapat menyebabkan kegagalan

fungsi hati secara bertahap dan mengganggu

sirkulasi darah intrahepatik.

Berdasarkan data World Health

Organization (WHO) tahun 2010 sirosis

hepatis termasuk kedalam dua puluh

penyebab kematian terbanyak di dunia

dengan prevalensi 1,3%. Komplikasi yang

terjadi pada sirosis adalah salah satu

penyumbang kematian akibat sirosis.

Beberapa komplikasi sirosis yang sering terjadi

adalah ensefalopati hepatik, perdarahan

varises esofagus, serta asites.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 67: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

65

Asites adalah penimbunan cairan secara

abnormal dirongga peritoneum. Sekitra 60%

pasien dengan sirosis kompensasi ber-

kembang menjadi asites dalam 10 tahun

selama perjalanan penyakit mereka.

Perkembangan asites penting dalam per-

jalanan alamiah sirosis karena berkaitkan

dengan 50% mortalitas lebih dari dua tahun.

Selain itu, perkembagan asites juga

merupakan salah satu tanda pertimbangan

transplantasi hati sebagai terapi pilihan.

Angka mortalitas sirosis telah meningkat

dari 6 per 100 000 populasi pada tahun 1993

menjadi 12.7 per 100 000 populasi pada

tahun 2000. Asites dapat menyebabkan

komplikasi seperti peritonitis bakterialis

spontan (PBS) dan sindroma hepatorenal

(SHR).

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 68: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

66

Asites dapat disebabkan oleh berbagai

hal. Sebagian besar (75%) dari pasien asietes

disebabkan oleh sirosis. Penyebab lain pada

asites adalah keganasan (10%), gagal jantung

(3%), TBC (2%), pankreatitis (1%), dan

penyebab lainnya.

Dua faktor utama yang berperan dalam

pembentukan asites pada pasien sirosis

adalah retensi natrium dan air, serta

hipertensi portal. Perubahan struktur hati

pada sirosis serta meningkatnya aliran darah

ke splanikus adalah penyebab dari hipertensi

portal. Penumpukan kolagen yang progresif

dan terbentuknya nodul mengubah keadaan

normal pembuluh darah hati dan

meningkatkan resistensi terhadap aliran

portal. Sinusoid menjadi kurang lentur karena

terbentuknya kolagen didalam ruang disse.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 69: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

67

Hal ini akan menyebabkan tekanan pada

sistem portal static. Hipertensi portal akan

meningkatkan tekanan hidrostatik di dalam

sinusoid hati dan menyebabkan transudasi

cairan masuk kedalam ruang peritoneum.

Beberapa teori lain menyatakan bahwa

retensi natrium pada ginjal pasien sirosis

terjadi karena vasodilatasi arteri splanknikus

yang menyebabkan menurunnya volume

darah arteri dengan aktivasi reseptor. Retensi

natrium ginjal menyebabkan ekspansi volume

cairan ekstrasel dan akhirnya terjadi asites

serta edema.

Pada pemeriksaan, perut pasien asites

penuh dan menonjol sehingga didapatkan

suara perkusi yang redup di panggul. Jika

suara redup didapatkan lebih tinggi dari batas

lateral timpani, maka pasien akan diminta

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 70: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

68

untuk mengubah posisi menjadi tidur miring.

Selanjutnya akan diperkusi lagi untuk

mengevaluasi ada tidaknya perpindahan suara

redup ketengah. Pemeriksaan ini disebut

shifting dullness. Adanya shifting dullness

memiliki sensitivitas 83% dan spesifisitas 56%

dalam mendeteksi asites. Suara redup pada

abdomen akan terdengar jika terdapat cairan

sebanyak 1.500 mL. Jika tidak ditemukan

suara redup pada abdomen, kemungkinan

pasien asites adalah kurang dari 10%.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien

dengan asites adalah pemeriksaan cairan

asites dengan parasintesis. Analisis cairan

asites sangat penting dilakukan sebelum

pemberian terapi. Tujuanya adalah untuk

menyingkirkan penyebab asites selain karena

sirosis dan spontaneous bacterial peritonitis

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 71: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

69

(SBP). Ketika diagnosis sirosis tidak terbukti

secara klinis, asites akibat hipertensi portal

dapat dibedakan dari asites karena penyebab

lain oleh serum-asites albumin gradient

(SAAG). Jika SAAG lebih besar dari atau sama

dengan 11 g / L, maka hipertensi porta

dianggap menjadi penyebab asites dengan

perkiraan akurasi 97%. Selain itu, penilaian

konsentrasi protein cairan asites total harus

diukur untuk menilai risiko SBP. Hal ini

disebabkan karena pasien dengan konsentrasi

protein lebih rendah dari 15 g / L beresiko

lebih tinggi mengalami SBP. Jumlah neutrophil

juga harus diperoleh untuk menyingkirkan ada

tidaknya SBP. Inokulasi cairan asites (10 ml)

dalam botol kultur darah harus dilakukan di

samping tempat tidur pada semua pasien.

Pemeriksaan penunjang lain, seperti amilase,

sitologi, PCR dan kultur untuk mikobakteri

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 72: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

70

dilakukan hanya jika diagnosis hipertensi porta

tidak jelas atau ada kecurigaan klinis penyakit

pankreas, keganasan, atau tuberculosis

Tabel 1 : Serum Ascites Albumin Gradient

(SAAG)

SAAG > 11g/L SAAG < 11g/L

Sirosis Hepatis Keganasan

Gagal Jantung Pancreatitis

Sindroma nefrotik Tuberkulosis

Asites tanpa komplikasi diklasifikasikan

menjadi 3 berdasarkan tingkat keparahan dan

penatalaksanaannya. Derajat ringan apabila

asites ringan dan hanya terdeteksi dari USG.

Pada asites ringan, tidak diperlukan

penatalaksanaan karena diharapkan cairan

akan terserap sendiri oleh tubuh. derajat

sedang adalah ketika asites sedang yakni

dibuktikan dengan distensi abdomen sedang

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 73: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

71

dan simetris. Penatalaksanaannya berupa

restriksi garam dan pemberian diuretik.

Sedangkan derajat berat adalah ketika asites

luas dengan distensi abdomen yang nyata.

Penatalaksanaannya berupa parasintesis di-

ikuti restriksi garam dan diuretik.

Tabel 2 : Derajat dan Terapi Asites tanpa

komplikasi

Derajat 1 (ringan)

asites ringan dan hanya terdeteksi dari USG

Tidak diterapi

Derajat 2 (Sedang)

asites sedang yakni dibuktikan dengan distensi abdomen sedang dan

simetris

Restriksi garam dan diuretik

Derajat 3 (Berat)

asites luas dengan distensi abdomen

yang nyata

parasintesis diikuti restriksi garam dan diuretic

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 74: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

72

atau refrakter

Restriksi garam pada tatalaksana asites

adalah membatasi konsumsi garam 80 hingga

120 mmol/hari atau 4,6 hingga 6,9 gram/hari.

AASLD Practice guideline menyebutkan

restriksi garam sebanyak 88 mmol garam/hari

atau 2000 mg garam/hari. Mengurangi asupan

garam 10-20% terutama pada pasien yang

mengalami asites untuk pertama kalinya dapat

mengurangi asites.

Pemberian diuretik merupakan terapi

utama pada asites. Jenis diuretik yang

disarankan dapat digunakan seharai hari

adalah penggunaan spironolakton, furosemid,

amilorid, dan bumetanide. Retensi natrium

ginjal pada pasien sirosis dengan asites

terutama disebabkan oleh peningkatan

reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 75: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

73

distal. Peningkatan ini terjadi Sebagian besar

karena berhubungan dengan hiperaldosteon,

sehingga pemberian antagonis aldosterone

lebih efektif dibandingkan loop diuretik.

Spironolakton adalah pilihan utama ketika

memulai terapi asites. Spironolakton me-

rupakan antagonis aldosteron yang bekerja di

tubulus distal untuk meningkatkan natriuresis

dan mempertahankan kalium. Dosis awal 100

mg dapat dinaikkan bertahap sampai 400 mg

untuk mencapai natriuresis yang adekuat.

Efek natriuresis akan muncul 3-5 hari setelah

penggunaan spironolakton. Sedangkan, furo-

semid merupakan loop diuretik, dosis awal 40

mg/hari dan dinaikkan setiap 2-3 hari

mencapai dosis 160 mg/hari.

Kombinasi antagonis aldosteron dan

furosemid memberikan hasil yang adekuat

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 76: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

74

pada pasien asites rekuren, namun tidak pada

asites baru. Sehingga pemberiannya adalah

spironolakton yang dinaikkan secara bertahap

selama 7 hari (100 – 400 mg/hari dan di-

naikkan 100/mg/hari) dengan menambahkan

furosemid (40 – 160 mg/hari dan dinaikkan 40

mg/hari). Pada pasien baru, pemberian

diuretik yang disarankan adalah spironolakton.

Large Volume Paracentesis (LVP) harus

dilakukan dalam kondisi steril. Jarum

dimasukkan ke kiri atau kanan bawah kuadran

perut menggunakan ‘’Z’’ track kulit ditembus

tegak lurus. Jarum masuk miring di subkutan

jaringan dan kemudian rongga peritoneal

ditusuk dengan menusuk jarum tegak lurus

dinding perut. Hal ini dilakukan untuk

memastikan bahwa jalur jarum memiliki

tusukan pada kulit dan peritoneum yang tidak

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 77: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

75

berhimpitan satu sama lain. Seluruh cairan

asites harus dikeluarkan dalam satu sesi

secepat mungkin sekitar 1 hingga 4 jam.

Selain itu, dapat dibantu dengan mobilisasi

lembut dari kanula atau memutar pasien ke

sisi kanula jika diperlukan.

Efek samping dari LVP yang harus

diperhatikan adalah post paracentesis

circulatory dysfunction (PPCD), yakni kondisi

ketika cairan asites keluar dengan cepat

sehingga bisa mengakibatkan retensi cairan,

hiponatremi, dan peningkatan tekanan vena

porta. Pencegahan PPCD yang sesuai adalah

dengan pemberian infus albumin. Selain

albumin, pemberian cairan yang sesuai

dengan jumlah cairan asites yang dikeluarkan

juga bisa menjadi pencegah PPCD. Pada

pengeluaran asites kurang dari 5 liter dapat

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 78: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

76

diberikan dextran-70 (8g/liter asites yang

dikeluarkan) atau polygeline (150ml/liter

asites yang dikeluarkan). Namun jika cairan

yang dikeluarkan lebih dari 5 liter, maka

albumin yang harus diberikan.

Pada asites dengan komplikasi, tatalak-

sana yang diberikan harus sesuai dengan

komplikasinya. Asites refrakter yakni ketika

cairan asites tidak bisa dikeluarkan atau

Kembali lagi setelah dilakukan LVP,

tatalaksana yang dilakukan adalah LVP

dengan pemberian albumin (8g/L cairan asites

yang dikeluarkan). Diuretik harus dihentikan

jika ekskresi sodium kurang dari 30

mmol/hari. Selain itu, Transjugular intra-

hepatic portosystemic shunt (TIPS) juga

merupakan terapi yang efektif pada asites

refrakter.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 79: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

77

Asites yang sudah menjadi peritonitis

bakterialis spontan (PBS) memiliki angka

mortalitas yang tinggi yakni 90%. Pada pasien

dengan hitung jumlah neutrofil asites > 250

sel/mm3, dapat diberikan antibiotik empiric

seperti sefalosporin generasi (cefotaksim).

Pasien PBS dengan gangguan fungsi ginjal

dapat diberikan albumin 1,5 gram/kg pada 6

jam pertama diikuti dengan 1 gram/kg pada

hari ke tiga. Pasien PBS yang telah sembuh

perlu diberikan profilaksis dengan norfloksasin

400 mg/hari atau siprofloksasin 500 mg satu

kali sehari. Semua pasien PBS dipertim-

bangkan untuk mendapatkan transplantasi

hati.

Terapi asites yang adekuat merupakan

hal yang sangat penting. Hal ini disebabkan

karena dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien sirosis serta mencegah komplikasi

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 80: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

78

serius seperti PBS. Namun, tidak semua

pasien sirosis dengan asites merupakan

kandidat untuk dilakukan transplantasi hati.

Daftar Pustaka

AASLD. 2012. Management of Adult Patients with Ascites Due to Cirrhosis: Update 2012.

Maghfiroh D, et al. 2018. Penatalaksanaan Asites pada Sirosis Hepatis. J. Ked. N. Med VOL. 1 : no 3, September 2018

ESAL. 2010. EASL clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and

hepatorenal syndrome in cirrhosis. Journal of Hepatology 2010 vol. 53 j 397–417

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 81: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

79

Update Tatalaksana Ensefalopati

Hepatik

Ensefalopati Hepatik (EH) adalah kom-

plikasi yang sering terjadi pada pasien sirosis

hepatis. Penyakit ini merupakan perubahan

status mental dan fungsi kognitif yang terjadi

pada kondisi gagal hati. Lebih dari sepertiga

pasien sirosis yang menjalani rawat inap

adalah karena ensefalopati hepatik. Penyakit

ini dapat menyebabkan pasien memiliki

kelangsungan hidup yang buruk serta resiko

kambuh yang cukup tinggi. Prevalensi

terjadinya ensefalopati hepatik adalah se-

besar 30 hingga 40% dari pasien sirosis hati.

Sekitar 30% pasien ensefalopati hepatik

mengalami kematian

Patofisiologi EH tidak sepenuhnya jelas,

tetapi kondisi ini mencerminkan gangguan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 82: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

80

fungsi otak yang menyebar akibat penyakit

hati lanjut atau large liver portosystemic

shunts (PSSs). EH dianggap merupakan

pengaruh bersama dari beberapa faktor

seperti kadar amonia, inflamasi dan kelainan

elektrolit. Amonia dianggap sebagai faktor

yang paling penting pada kejadian

ensefalopati hepatik. Amonia mencapai

sirkulasi sistemik melalui shunting porto

sistemik dan kegagalan hati untuk meta-

bolisme ammonia. Kadar ammonia yang

ekstrim dapat dilihat pada ganglia basalis dan

serebelum pasien sirosis dengan ensefalopati

hepatik. Hal ini diyakini memberikan kontribusi

terhadap terjadinya peningkatan disfungsi

motor dan gejala seperti ekstrapiramidal yang

diakibatkan karena perubahan fungsi dan

morfologi dari astrosit karena peningkatan

kadar dari ammonia.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 83: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

81

Berdasarkan penyakit yang mendasari,

EH diklasifikasikan menjadi 3 yakni A, B dan

C. EH A adalah kondisi yang disebabkan oleh

ALF. Tipe B adalah kondisi yang disebabkan

akibat gangguan Bypass portal-sistemik tanpa

ada penyakit hepatoselular intrinsik.

Sedangkan tipe C adalah berasal dari sirosis

dan hipertensi portal.

Secara klinis, EH di klasifikasikan

berdasarkan kriteria West Haven. Derajat 0

berupa asimptomatis. Derajat 1 ditandai

dengan perubahan kesadaran dan perilaku

mulai dari perubahan pola bangun tidur,

penurunan konsentrasi, depresi, ansietas dan

mudah marah. Pada pemeriksaan didapatkan

suara yang monoton, tremor, penurunan

kemampuan untuk menulis serta apraksia.

Derajat 2 ditandai dengan letargi, berperilaku

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 84: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

82

aneh, dan disorientasi. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan ataksia, disaria dan asteriksis.

Derajat 3 ditandai dengan somnolen, amnesia,

gangguan emosi dan penurunan daya ingat.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan nystagmus,

kekakuan oot, hiper atau hiporeflek,

Sedangkan derajat 4 ditandai dengan koma.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pupil

dilatasi serta munculnya refleks patologis.

Tabel 1 : kriteria West Haven

Derajat Kognitif dan

perilaku Fungsi

Neuromuskular

Derajat 0 Asimptomatik Tidak ada

Derajat 1

Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, depresi, ansietas dan mudah marah

Suara monoton, tremor, penurunan kemampuan menulis, dan apraksia

Derajat 2 Letargi,

disorientasi,

Ataksia, disatria,

asteriksis

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 85: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

83

penurunan daya ingat

Derajat 3

Somnolen,

kebingungan, amnesia, gangguan emosi

Nystagmus, kekakuan otot, hiper/hiporeflek

Derajat 4 koma

Pupil dilatasi,

refleks patologis (+)

Terdapat beberapa faktor pencetus EH

pada orang dengan gangguan hati. Tiga faktor

resiko yang paling sering menyebabkan

terjadinya episodic EH infeksi, perdarahan GI,

dan oeverdosis diuretik. Sedangkan tiga faktor

resiko yang paling sering menyebabkan

terjadinya EH berulang (EH terjadi kembali

dalam minimal jangka waktu 6 bulan) antara

lain gangguan elektrolit, infeksi, dan tidak

diketahui.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 86: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

84

Pemeriksaan kadar ammonia yang tinggi

dalam darah dapat menambah nilai

diagnostik, menentukan stadium atau

prognosis pada EH. Pemeriksaan lain seperti

CT scan dan MRI tidak banyak membantu

mendiagnosa EH. Namun, pemeriksaan

tersebut dapat dilakukan utnuk mendeteksi

dini ada tidaknya perdarahan intracerebral

pada pasien EH.

Penatalaksaan awal pasien EH adalah

menangani faktor pencetus, mengoreksi

kondisi secara umum dan stabilisasi. Beberapa

terapi farmakologi khusus untuk EH sebagian

besar bekerja untuk menurunkan kadar

amonia darah. Pada EH derajat 0 dan 1, terapi

yang diberikan adalah lactulose. Jika gagal

hanya dengan laktulosa, maka dapat

ditambahkan rifaximin atau Branched-Chain

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 87: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

85

Amino Acids (BCAA). Sedangkan pada EH

derajat 2, 3 dan 4, terapi yang dilakukan

pertama adalah stabilisasi, identifikasi faktor

pencetus, terapi faktor pencetus, pemberian

terapi nutrisi yang baik, serta laktulosa.

Farmako terapi untuk pencegahan rekurensi

EH, adalah laktulosa.

Laktulosa bekerja sebagai pencahar

osmotik, prebiotik, dan gut acidifying agent.

Efek menguntungkan dari laktulosa yakni

mengurangi produksi dan penyerapan amonia

di usus dengan cara mengubah mikrobiota

usus. Pada penelitian oleh Cochrane tentang

pengobatan EH menemukan bahwa dari 31 uji

coba terkontrol secara acak, laktulosa memiliki

efek pada pasien EH, serta sebagai

pencegahan EH berulang. Selain itu, laktulosa

juga tidak menimbulkan efek samping yang

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 88: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

86

berbahaya seperti gagal hati, perdarahan

varises, peritonitis bakteri spontan, sindrom

hepatorenal, dan kematian. Efek samping dari

laktulosa sebagian besar bersifat sementara

dan tidak berbahaya. Laktulosa juga mudah

ditemukan dan memiliki harga yang ter-

jangkau.

Pada sirosis, kadar plasma asam amino

rantai cabang (BCAA: leusin, isoleusin, valin)

menurun akibat dari homeostasis asam amino

umum. Pemberian BCAA memiliki efeknya

detoksifikasi amonia di luar hati melalui efek

sintesis protein otot rangka. Amonia

menurunkan sintesis protein dengan merusak

pensinyalan mTOR, sebuah efek yang

ditangkal oleh BCAA.

Pada penelitian Cochrane 2016 tentang

efek BCAA pada EH menunjukkan bahwa

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 89: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

87

BCAA memiliki efek menguntungkan pada

manifestasi EH. Selain itu, BCAA juga

menurunan risiko relatif pada EH. BCAA yang

disarankan adalah berupa oral bukan

intravena.

Rifaximin adalah antibiotik yang melawan

bakteri usus penghasil urease serta memiliki

efek penurun amonia. Beberapa contoh lain

dari antibiotic jenis ini adalah neomisin,

paromomisin, metronidazol, vankomisin, dan

rifaximin. Rifaximin merupakan obat yang

paling disarankan karena memiliki penyerapan

sistemik yang rendah namun spektrum

antimikrobanya luas. Selain itu, rifaximin juga

memiliki efek samping yang ringan. Antibiotik

ini memiliki peran utama dalam pencegahan

kekambuhan EH ketika penggunaan laktulosa

gagal. Namun, biaya yang harus dikeluarkan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 90: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

88

untuk membeli rifaximin cukup tinggi.

Antibiotik lain sejenis rifaximin memiliki efek

samping yang cukup berbahaya. Neomisin

menyebabkan nefrotoksisitas, ototoksisitas,

dan malabsorpsi. Metronidazol menyebabkan

neurotoksisitas perifer irreversibel. Oleh

karena itu, penggunaan jangka panjang tidak

disarankan.

Pada penyakit hati lanjut, produksi

albumin dalam tubuh akan berkurang.

Pemberian infus albumin pada EH bisa

menjadi kombinasi dari penurunan stres

oksidatif dan peningkatan fungsi sirkulasi.

Beberapa penelitian disebutkan bahwa

albumin mungkin memiliki efek mengun-

tungkan pada pemulihan dan kematian EH.

Namun, belum da bukti yang pasti pada

efektifitas albumin jika dikombinai dengan

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 91: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

89

laktulosa sehingga penggunaannya masih

harus diteliti lagi.

Sampai saat ini, pengobatan EH ber-

sumber pada pengalaman pribadi, keter-

sediaan obat, dan tradisi di lingkungan rumah

sakit masing-masing. Karena semakin banyak

penelitian yang dilakukan dan dilaporkan,

semakin banyak pula bukti kuat untuk

mendukung efek menguntungkan yang nyata

dari strategi pengobatan EH konvensional

yakni laktulosa, asam amino rantai cabang,

dan rifaximin. Selain itu, dapat menegaskan

peran sentralnya dalam pengobatan EH

spesifik. Pada beberapa pasien yang terpilih,

embolisasi PSS besar dan transplantasi hati

adalah pengobatan yang efisien.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 92: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

90

Daftar Pustaka

Linda S et al. 2018. Update on the Therapeutic Management of Hepatic Encephalopathy. [online : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5895665/]

Suyoso et al. 2015. Ensefalopati Hepatik pada

Sirosis Hati: Faktor Presipitasi dan Luaran Perawatan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, No. 4, Agustus 2015

Hendrik et al. 2014. Hepatic Encephalopathy in Chronic Liver Disease: 2014 Practice Guideline by the American Association for the Study of Liver Diseases and the European Association for the Study of the

Liver.

Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis Kronik 2020

"Dokter Post" Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 93: Lecture Notes : Update Tatalaksana Penyakit Hepatitis

Media Informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia