laptup sken 5 kelompok 3

41
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Blok 11, Blok Hematopoetik dan Limforetikuler Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario 5 ini serta Learning Objective yang kami cari. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami. Tak lupa terimakasih kami ucapkan kepada dr. Ima Arum Lestari M. Si. Med, Sp. PK selaku tutor kami atas masukan-masukan beliau selama proses diskusi. Kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kepada para pembaca. Mataram, 23 Mei 2013 Skenario 5” Kelompok Tutorial 3 Page 1

Upload: gowindamijaya

Post on 22-Oct-2015

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial ini

sebagai suatu laporan atas hasil diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan

tutorial pada Blok 11, Blok Hematopoetik dan Limforetikuler

Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan

dalam menggali semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan

dengan skenario 5 ini serta Learning Objective yang kami cari. Karena ini semua

disebabkan oleh keterbatasan kami.

Tak lupa terimakasih kami ucapkan kepada dr. Ima Arum Lestari M. Si.

Med, Sp. PK selaku tutor kami atas masukan-masukan beliau selama proses

diskusi. Kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat

kepada para pembaca.

Mataram, 23 Mei 2013

( Kelompok Tutorial III )

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 2: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................1

Daftar Isi..........................................................................................................2

I. Pendahuluan

1.1 Skenario 5 Blok 11...............................................................................3

1.2 Mind Map.............................................................................................3

1.3 Learning Objective...............................................................................4

II. Pembahasan

2.1 Drainase Sistem Limfatik……… …............................................. ...6

2.2 Diagnosa Banding Pada Skenario..………..……………………........6

a. Limfadenitis……………………………………………………….6

b. Neoplasma…………………………………………………………8

2.3 Analisis Skenario……………………………………………………..24

III. Penutup

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... ...27

Daftar Pustaka................................................................................................28

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 3: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario V Blok 11

Tn. Irawan, 25 tahun datang ke seorang dokter praktek swasta dengan

keluhan terdapat benjolan di leher kanan yang baru disadari sejak 1 minggu yang

lalu. Tn. I tidak mengetahui kapan benjolan tersebut mulai muncul. Menurut

pasien benjolan tersebut tidak nyeri. Pasien juga mengeluh sering mengalami

panas badan hilang timbul sejak sekitar 3 minggu yang lalu namun tidak pernah

diobati. Riwayat penurunan berat badan tidak dikeluhkan namun pasien mengaku

nafsu makan mulai berkurang.

Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan adanya nodul di regio

submandibula coli sinistra, nodul tunggal ukuran 1 x 1 cm, tidak nyeri pada

perabaan, konsistensi padat dan dapat digerakkan. Pada pemeriksaan mulut dan

gusi didapatkan caries dentis pada molar 3 kiri. Dokter yang memeriksa

menyarankan pasien untuk memeriksakan diri ke rumah sakit setempat.

1.2 Mind Map

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 4: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

1.3 Learning Objective

1. Drainase sitem limfatik

2. Diagnosis Banding pada Skenario

3. Analisis Skenario

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 5: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Drainase Sistem Limfatik

Tabel 1. Kelompok Limpa Nodus : Lokasi, Drainase Limfatik, dan Diagosis Banding

Lokasi Drainase Limfatik Penyebab

Submandibular Lidah, kelenjar

submaksilaris, bibir dan

mulut, konjungtiva

Infeksi pada kepala, leher, sinus,

telinga, mata, kulit kepala, faring

Submental Bibir bawah, lantai mulut,

ujung lidah, kulit pipi

Sindrom mononukleosis, EBV,

CMV, toksoplasmosis

Jugular Lidah, tonsil, pinna,

parotid

Organisme faringitis, rubella

Servikal

posterior

Kulit kepala, leher, kulit

tangan dan pektoral,

toraks, servikal, dan nodus

aksilaris

Tuberkulosis, limfoma, kepala

dan leher, malignansi

Suboccipital

postauricular

Kulit kepala dan kepala,

meatus auditory eksterna,

pinna

Infeksi lokal

Preauricular Kelopak mata dan

konjungtiva, regio

temporal, pinna

Infeks lokal

Nodus

supraclavicular

dextra

Mediastinum, paru-paru,

esophagus

Paru-paru, kanker gastrointestinal

atau retroperitoneal

Nodus Toraks, abdomen via Limfoma, kanker thoraks atau

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 6: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

supraclavicular

sinistra

duktus torasikus retroperitoneal, infeksi bakteri

atau fungi

Aksilaris Lengan, dinding toraks,

payudara

Infeksi, cat-scratch disease,

limfoma, kanker payudara, implan

silikon, brucellosis, melanoma

Epithroclear Bagian ulnar pada lengan

bawah dan tangan

Infeksi, limfoma, sarcoidosis,

tularemia, sifilis sekunder

Inguinal Penis, scrotum, vulva,

vagina, perineum, regio

gluteal, dinding abdomen

bawah, kanal anal bawah

Infeksi pada kaki, PMS (herpes

simplex, infeksi gonoccocal,

sifilis, chancroid, granuloma

inguinal, dll) limfoma,

malignansu pelvis, bubonic plak

2.2 Diagnosis Banding

a. Limfadenitis

1. Epidemiologi

Limfadenitis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

terutama di daerah pedesaan. Penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi

cacing filaria. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Di

Indonesia Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Provinsi. Berdasarkan

laporan daerah dan hasil survai (Rapid Mapping) pada tahun 2000 yang lalu

tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553 desa 674 Puskesmas di 231

Kabupaten, 26 Provinsi. Sampai tahun 2004 kasus kronis yang dilaporkan

sebanyak 8003 orang yang tersebar di 32 provinsi.

Hasil survai darah jari, dengan rentangan didapatkan prevalensi mikrofilaria

(Mf rate) berkisar antara 0,5 – 27,6%. Tingkat penularan penyakit filariasis

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 7: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

di Indonesia masih tinggi. Diperkirakan sekitar 10 juta orang sudah

terinfeksi cacing filaria dan sekitar 60 juta orang mempunyai risiko tinggi

untuk tertular karena nyamuk penularnya tersebar luas.

Untuk pemberantasan penyakit ini sampai tuntas, WHO sudah menetapkan

kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis

as a Public Health Problem by The Year 2020). Program eliminasi

dilaksanakan melalui pengobatan massal DEC dan Albendazol setahun

sekali selama minimal 5 tahun di daerah endemis dan perawatan kasus klinis

baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi

penderitaannya.

2. Etiologi

Limfadenitis hampir selalu dihasilkan dari sebuah infeksi, yang

kemungkinan disebabkan oleh bakteri, virus, protozoa, ricketsia, atau jamur.

Ciri khasnya, infeksi tersebut menyebar menuju kelenjar getah bening dari

infeksi kulit, telinga, hidung, atau mata atau dari beberapa infeksi seperti

infectious mononucleosis, infeksi cytomegalovirus, infeksi streptococcal,

tuberkulosis, atau sifilis. Infeksi tersebut bisa mempengaruhi kelenjar getah

bening atau hanya pada salah satu daerah pada tubuh

3. Patogenesis

Suatu cairan disebut getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik

dan mmebawa limfosit (sel darah putih) mengelilingi tubuh. limfosit ini

merupakan sel-sel dari system imun yang membantu tubuh melawan

penyakit. Terdapat 2 tipe utama limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B,

karena cairan limfe tidak mengandung sel darah merah maka ia berwarna

putih.

Pembuluh limfatik melalui kelenjar getah bening, kelenjar getah bening

berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak sebagai penyaring menangkap

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 8: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

organisme yang menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus. Kelenjar

getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok sebagai contoh

tardapat sekelompok besar di ketiak, dileher dan lipat.pangkal paha.

Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau bengkak, kelenjar getah bening

terdekat sering membesar dan nyeri. hal berikut ini terjadi sebagai contoh

jika seseorang dengan sakit leher mengalami “pembengkakan kelenjar” di

leher. cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah

bening di leher, dimana organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan

dicegah penyebarannya ke bagian tubuh lainnya.    

b. Neoplasma

Neoplasma dibedakan menjadi neoplasma primer dan neoplasma sekunder.

Primer

Limfoma malignum merupakan neoplasma ganas primer pada kelenjar

getah bening atau sistem limfatis dan ditandai oleh pembesaran

kelenjar getah bening yang terkena. Dapat dibedakan menjadi

Limfoma malignum Hodgkin dan Non Hodgkin Limfoma.

Sekunder

Metastasis dari suatu proses keganasan secara limfogen pertama-tama

akan mengenai kelenjar getah bening regional sebelum sampai ke

tempat lain yang lebih jauh, dan keadaan ini yang menyebabkan

pembesaran KGB. KGB yang mengandung metastasis akan teraba

lebih padat atau keras, tidak nyeri, dapat digerakkan dan dapat

multipel.

1. Limfoma Malignum Hodgkin

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 9: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

a. Definisi

Limfoma adalah suatu kanker (keganasan) dari sistem limfatik (getah

bening). Sistem limfatik membawa tipe khusus dari sel darah putih yang

disebut limfosit melalui suatu jaringan dari saluran tubuler (pembuluh

getah bening) ke seluruh jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang.

Tersebarnya jaringan ini merupakan suatu kumpulan limfosit dalam nodus

limfatikus yang disebut kelenjar getah bening. Limfosit yang ganas (sel

limfoma) dapat bersatu menjadi kelenjar getah bening tunggal atau dapat

menyebar di seluruh tubuh, bahkan hampir di semua organ.

Penyakit Hodgkin (Limfoma Hodgkin) adalah suatu jenis limfoma yang

dibedakan berdasarkan jenis sel kanker tertentu yang disebut sel Reed-

Stenberg, yang memiliki tampilan yang khas dibawah mikroskop. Sel

Reed-Sternberg memiliki limfositosis besar yang ganas yang lebih besar

dari satu inti sel. Sel-sel tersebut dapat dilihat pada biopsi yang diambil

dari jaringan kelenjar getah bening, yang kemudian diperiksa dibawah

mikroskop.

b. Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa

penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr. Penyakit Hodgkin

bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10

tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas

60 tahun.

c. Epidemiologi

Di amerika Serikat terdapat 7500 kasus baru Penyakit Hodgkin setiap

tahunnya, rasio kekerapan laki-laki dan perempuan adalah 1,3-1,4

berbanding 1. Terdapat distribusi umur bimodal, yaitu pada usia 15-34

tahun dan usia di atas 55 tahun.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 10: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Factor resiko untuk penyakit ini adalah infeksi virus onkogenik diduga

berperan dalam menimbulkan lesi genetic, virus memperkenalkan gen

asing ke dalam sel target. Virus-virus tersebut adalah virus EBV,

Sitomegalovirus, HIV, dan Human Herpes Virus-6 (HHV-6). Factor resiko

lainnya adalah defisiensi imun misalnya pemberian obat imunosupresan

atau pada pasien cangkok sumsum tulang. Keluarga dari pasien Hodgkin

(adik-kakak) juga mempunyai risiko untuk terjadi penyakit Hodgkin.

d. Faktor Resiko

Infeksi virus seperti EBV, CMV, HIV, dan Human Herpes Virus (HHV-

6).

Defisiensi imun misalnya pada transplantasi organ dengan pemberian

imunosupresif atau pada pasien cangkok SST.

Keluarga dari pasien Hodgkin

e. Gambaran Klinis

- Limfadenopati yang bersifat tidak nyeri , tidak nyeri tekan, asimetris,

padat, berbatas tegas.

- Terjadi splenomegali pada 50% pasien dan jarang bersifat massif. Hati

mungkin membesar.

- Tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstremitas, sindrom vena cava,

kompresi medulla spinalis, dan lain-lain

- Neuropati

- Demam bersifat continue dan siklik

- Penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, kelemahan,

anoreksia.

f. Pemeriksaan Laboratorium

Temuan Hematologik dan biokimia

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 11: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

- Anemia normositik normokromik paling sering ditemukan. Disertai

dengan adanya infiltrasi dari sumsum tulang, dapat terjadi kegagalan

sumsum tulang dengan anemia leukoeritroblastik.

- Sepertiga pasien menderita leukositosis karena peningkatan neutrofil

- Eosinofilia

- Jumlah trombosit normal atau meningkat selama awal penyakit, dan

menurun pada stadium lanjut.

- LED dan protein C reaktif biasanya menigkat, dan berguna dalam

pemantauan perjalanan penyakit

- Kadar Laktat dehidrogenase (LDH) serum meningkat, dan peningkatan

kadar transaminase serum menunjukkan keterlibatan hati.

Histologis

- Pemeriksaan histologis delakukan pada kelenjar getah bening yang

dieksisi. Sel Reed Sternberg poliploid yang berinti lebih dari satu yang

khas penting untuk penegakkan diagnosis.

Radiologis

- Foto toraks untuk melihat efusi pleura atau lesi parenkim paru.

Pemeriksaan ct scan toraks mendeteksi abnormalitas parenkim paru

dan mediastinal, sedangkan CT scan abdomen memperlihatkan

limfadenopati retro peritoneal, mesentrik, hepatosplenomegali atau lesi

ginjal.

g. Tatalaksana

1. Radioterapi

Penderita Hodgkin stadium I dan II dapat disembuhkan dengan

pemberian radioterapi. Radioterapi meliputi Extended Field

Radiotherapy (IFRT),dan radioterapi RT pada limfoma residual dan

bulky disease.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 12: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Radioterapi juga berperan dalam pengobatan massa tumor besar,

misalnya tumor mediastinum pada penyakit sklerosis nodular atau

deposit rangka, kelenjar getah bening atau jaringan lunak yang nyeri.

2. Kemoterapi

Kemoterapi siklik digunakan untuk penyakit stadium II dan IV dan

juga pada pasien stadium I dan II yang mempunyai penyakit dengan

massa besar, atau lebih mengalami relaps setelah radioterapi awal.

Kemoterapi yang direkomendasikan adalah ABVD dan Stanford V.

3. Imunoterapi

Imunoterapi merupakan terapi pada penyakit Hodgkin yang masih

diteliti.

h. Prognosis

Ada tujuh faktor resiko independen untuk memprediksi masa bebas

progresi penyakit FFR (Freedom From Progression), yaitu : jenis kelamin,

usia > 45 tahun, stadium IV, Hb < 10 gr%, leukosit > 15000/mm3 , limfosit

< 600/mm3 atau < 8% leukosit, serum albumin < 4gr%.

2. Non Hodgkin Limfoma.

a. Pendahuluan

Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit

yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal

dari sel NK ("natural killer") yang berada dalam sistem limfe; yang sangat

heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap

pengobatan, maupun prognosis. Pada LNH sebuah sel limfosit berproliferasi

secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor. Seluruh sel

LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor pasien LNH

sel B memililci imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 13: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru,

dan 26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5% kasus LNH

barn terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya. Pada tahun 1997, LNH

dilaporkan sebagai penyebab kematian akibat kanker utama pada pria usia 20-

39 tahun/Insidensi LNH di Amerika Serikat menurut National Cancer

Institute tahun 1996 adalah 15.5 per 100.000. LNH secara umum lebih sering

terjadi pada pria. Insidensi LNH meningkat seiring dengan bertambahnya usia

dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun. Saat ini angka pasien

LNH di Amerika semakin meningkat dengan pertambahan 5-10%

pertahunnya ,menjadikannya urutan ke lima tersering dengan angka kejadian 12-

15 per 100.000 penduduk. Di Perancis penyakit ini merupakan keganasan ketujuh

tersering. Di Indonesia sendiri LNH bersama sama dengan penyakit Hodgkin

dan leukemia menduduki urutan ke enam tersering .Sampai saat ini belum

diketahui sepenuhnya mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya

hubungan yang erat antara penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan

adanya hubungan antara LNH dengan infeksi.

b. Patogenesis Transformasi dan Migrasi Limfosit

Berbeda dengan sel hematopoeitik yang lain, limfosit kecil (matang/tua) bukanlah

merupakan sel tahap akhir dari perkembangannya, akan tetapi mereka dapat

merupakan permulaan limfopoiesis baru yang timbul sebagai reaksi terhadap

rangsangan antigen yang tepat. Hal ini dibuktikan oleh Nowell pada tahun 1960

dan peneliti lain yang memperlihatkan sel limfosit kecil (matang) mampu

mengadakan perubahan morfologi (transformasi) dan berproliferasi sebagai

reaksi terhadap rangsangan lektin nabati (plant lectin).

Seperti sel darah lainnya, sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-

sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial

pada tahap awal bertransformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian

berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami "pematangan" dalam

kelenjar thymus untuk menjadi sel limfosit T, dan sebagian lagi menuju kelenjar

limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 14: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

limfosit B.

Apabila ada rangsangan oleh antigen yang "sesuai" maka limfosit T maupun B

akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif

menjalankan fungsi respon imunitas seluler, sedangkan limfosit B aktif menjadi

imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk

imunoglobulin. Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubahan

ini, dimana sitoplasma yang sedikit atau kecil pada limfosit B "tua" menjadi

bersitoplasma banyak/luas pada sel plasma, perubahan ini terjadi pada sel limfosit B

disekitar atau di dalam "centrum germinativum"; sedangkan limfosit T aktif

berukuran lebih besar dibanding limfosit T "tua".

Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya

mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah

berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya

rangsangan imunogen). Hal yang perlu diketahui adalah proses ini terjadi di

dalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada diluar "centrum

germinativum" sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral dari

"centrum germinativum" Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua

antara lain: I ). Ukurannya makin besar; 2). Kromatin inti menjadi

lebih"halus"; 3). Nukleolinya terlihat; 4). Protein permukaan sel mengalami

perubahan (reseptor ?).

Hal mendasar lain yang perlu diingat adalah bahwa sel yang berubah menjadi

sel kanker seringkali tetap mempertahankan sifat "dasar"nya. Misalnya sel

kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran

darah namun dengan tingkat mitosis yang rendah, sedangkan sel kanker dari

imunoblas amat jarang masuk ke dalam aliran darah, namun dengan tingkat

mitosis yang tinggi.

c. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi sebagian besar LNH tidak diketahui. Namun terdapat beberapa

faktor risiko terjadinya LNH, antara lain:

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 15: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

ImunoDefisiensi

25% kelainan herediter langka yang berhubungan dengan terjadinya LNH antara

lain adalah severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia,

common variable immunodeficiency, WiztottAldrich syndrome, dan ataxia-

telangiectasia. Limfoma yang berhubungan dengan kelainan-kelainan

tersebut seringkali dihubungkan pula dengan Epstein-Ban virus (EBV) dan

jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia poliklonal sel B hingga limfoma

monoklonal.

Agen Infeksius

EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkit endemik, dan lebih jarang

ditemukan pada limfoma Burkit sporadik. Karena tidak pada semua kasus

limfoma Burkit ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap

terjadinya limfoma Burkit belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan

bahwa infeksi awal EBV dan faktor lingkungan dapat meningkatkan

jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan meningkatkan risiko

terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan

posttransplant lymphoproliferative disorders (PTLDs) dan AIDS-

associated lymphomas.

Paparan Lingkungan dan Pekerjaan

Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan risiko tinggi adalah

petemak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya

paparan herbisida dan pelarut organik.

Diet dan Paparan Lainnya

Risiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak

hewani, merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 16: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

d. Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Umum :

- Pembesaran kelenjar getah bening dan malaise umum

- Keringat malam

- Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan

- Demam tinggi 38°C 1 minggu tanpa sebab

Gejala sinstemik

- Keluhan anemia

- Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)

- Penggunaan obat (Diphantoine)

Khusus:

- Penyakit autoimun (SLE, Sjogren, Reuma)

- Kelainan darah

- Penyakit infeksi (toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis lues,

penyakit cakar kucing)

Pemeriksaan fisik

- Pembesaran KGB

- Kelainan/pembesaran organ

- Performace status: ECOG atau WHO/Karnofsky

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 17: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Pemeriksaan penunjang

- Laboratorium

a . Rut in

1 . Hemato log i : Darah perifer lengkap (DPL)-Gambaran darah

tepi (GDT)

2 . Urinalisis : urin lengkap

Kimia klinik : SGOT,SGPT, LDH, protein total, albumin, asam

urat alkali fosfatase Gula darah puasa dan 2 jam pp, Elektrolit:

Na, K, Cl, Ca,P

b . Khusus

1. Gamma GT : Cholinesterase (CHE)

2. LDH/fraksi : serum protein

elektroporesis (SPE), Imuno

Elektroforese (IEP)

3. Tes Coombs : B2 Mikroglobulin

- Biopsi

Biopsi KGB dilakukan hanya 1 kelenjar yang paling representatif,

superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer atau superfisial

yang representatif, maka tidak perlu biopsi intra abdominal atau

intratorakal. Spesimen kelenjar diperiksa :

Rutin : Histopatologi: REAL-WHO dan Working Formulation

Khusus : Imunoglobulin permukaan Histo/sitokimia

Diagnosis ditegakkan berdasarkan histopatologi dan sitologi. FNAB

dilakukan atas indikasi tertentu.

a. Aspirasi sumsum tulang (BMP)dan biopsi sumsum tulang dan 2 sisi

spina iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm.

b. Radiologi

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 18: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Rutin : Toraks foto PA dan lateral dan CT scan seluruh abdomen

(atas dan bawah)

Khusus: CT scan toraks, USG Abdomen, Limfografi dan

limfosintigrafi

c. Konsultasi THT: Bila cincin Waldeyer terkena, dilakukan gastroskopi atau

foto saluran cerna atas dengan kontras

d. Cairan tubuh lain: cairan pleura, asites, cairan cerebrospinal jika dilakukan

punksi/aspirasi diperiksa sitologi dengan cara cytospin, di samping

pemeriksaan rutin lainnya.

e. Immunophenotyping: Parafm panel: CD 20, CD 3.

f. Faktor Prognostik

LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent Lymphoma dan

Agresif Lymphoma. LNH Indolen memiliki prognosis yang relatif baik, dengan

median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium

lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma

agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat

disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Risiko

kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologis "divergen" baik pada

kelompok Indolen maupun Agresif.

International Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien

dengan LNH Agresif Difus yang mendapatkan kemoterapi regimen kombinasi yang

mengandung Antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe

LNH. Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi prognosis, yaitu usia, serum LDH,

status performans, stadium anatomis, dan jumlah lokasi ekstra nodal. Tiap faktor

memiliki efek yang sama terhadap outcome, sehingga abnormalitas dijumlahkan

untuk mendapatkan indeks prognostik. Skor yang didapat antara 0-5. Pada pasien

usia <60 " (age adjusted 1131), indeks yang digunakan lebih sederhana yaitu hanya

meliputi faktor stadium anatomis, serum LDH, dan status "pelformance", tanpa

status ekstra nodal.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 19: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

g. Terapi

1. LNH Indolen

Indolen, Stadium I dan Stadium II,

Kontrol penyakit jangka panjang atau perbaikan masa bebas penyakit ("disease free

survival") secara bermakna dapat dicapai pada sejumlah pasien LNH indolen

stadium I atau stadium II dengan menggunakan dosis radiasi 2500-4000 cGy pada

lokasi yang terlibat atau pada lapangan yang lebih luas yang mencakup lokasi

nodal yang berdekatan. (termasuk sistem KGB terkait dengan FAcstra nodal yang

terlibat)

Standar pilihan terapi:

1. Iradiasi

2. Kemoterapi dengan terapi radiasi

3. Extended (regional) irradiasi, untuk mencapai nodal yang bersebelahan

4. Kemoterapi saja atau "Wait and see" jika terapi radiasi tidak dapat dilakukan.

5). Sub total/total iradiasi lymphoid (jarang). Radioterapi luas talc meningkatkan

angka kesembuhan dan dapat menurunkan toleransi terhadap kemoterapi

lanjutan nantinya

Indolen Stage

Pengelolaan optimal pada LNH indolen stadium lanjut masih kontroversial dan

masih melalui berbagai penelitian klinis. Standar pilihan terapi:

Tanpa terapi/ Wait and see: pasien asimptomatik dilakukan penundaan terapi

dengan observasi. Pasien stadium lanjut dapat diobservasi dan dilaporkan tidak

mempengaruhi harapan hidup. Remisi spontan dapat terjadi. Terapi diberikan

bila ada gejala sistemik, perkembangan tumor yang cepat dan komplikasi

akibat perkembangan tumor.(misal: obstruksi atau effusi )

Rituximab (anti CD 20 monoclonal antibodi; Rituxan, Mab Thera) sebagai

`first line therapy" , diberikan tunggal atau kombinasi. Merupakan anti

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 20: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

CD20 antibodi monoklonal kimera yang telah disetujui untuk terapi LNH

indolen yang relaps atau refrakter. Obat ini bekerja dengan cara aktivasi

antibodi-dependent sitotoksik T-sel, mungkin melalui aktivasi komplemen dan

memperantarai sinyal intraseluler:

1. Untuk LNH indolen, dihasilkan ORR 50% dengan lama respons bertahan

sekitar 1 tahun. Pada large cell lymphoma, dihasilkan respons sekitar 30%.

Kombinasi kemoterapi dengan rituximab bersifat sinergis.

2. Dosis baku rituximab 375 mg/m2 IV setiap minggu selama 4 sampai 8

minggu dan dosis maksimum yang bisa ditoleransi belum ditentukan. Terapi

ulang memberikan respons 40%.

Efek samping berupa demam dan menggigil biasa dijumpai terutama pada

infus pertama. Efek samping yang fatal (seperti anafilaksis, ARDS dan

sindrom lisis tumor) pernah juga dilaporkan terutama pada pasien dengan

sel limfoma dalam sirkulasi atau CLL

Purine nucleoside analogs (Fludarabin atau 2-klorodoksiadenosin; kladribin)

memberikan respons sampai 50% pada pasien yang telah diobati/kambuh.

Alkylating Agent Oral (dengan atau tanpa steroid)

Kemoterapi Kombinasi. Terutama untuk memberikan hasil yang cepat. Biasanya

digunakan kombinasi klorambusil atau siklofosfamid plus kortikosteroid, dan

fludarabin plus mitoksantron. Kemoterapi tunggal atau kombinasi

menghasilkan respons cukup baik (60-80%). Terapi diteruskan sampai

mencapai hasil maksimum. Terapi "maintenance" tak meningkatkan harapan

hidup, bahkan dapat memperlemah respon terapi berikut dan mempertinggi

efek leukemogenik

Beberapa protokol kombinasi antara lain:

CVP : iklofosfamid + Vinkristin + Prednison

C(M)OPP : Siklofosfamid + Vinkristin + Prokarbazin + Prednison

CHOP : Siklofosfamid + Doksorubisin + Vinkristin + Prednison

FND : Fludarabin+Mitoksantron Deksametason

Antibodi Monoklonal Radioaktif. Angka respons berkisar antara 5080% pada

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 21: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

kasus yang pernah diterapi. Sediaan yang tersedia antara lain I-anti CD20

(tositumomab, Bexxar®) dan "Y-anti CD20 (lbritumomabtiuxetan,Zevalin®),

digunakan pada pasien relaps dengan/tanpa keterlibatan sumsum tulang

minimal (< 25%). Suatu penelitian acak yang membandingkan tiuxetan vs

rituximab menunjukan tingkat respon pengobatan (80% vs 55%) dan remisi

lengkap (30% vs 15%) untuk keuntungan radio imuno-konjugasi.

Kemoterapi Intensif dengan/tanpa "total-body irradiation" diikuti dengan

transplantasi sumsum tulang/"stem cell perifer autologous atau allogenic"/

PBSCT (masih dalam evaluasi klinis).

Kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi diikuti anti-idiotype vaccine

(penelitian fase III)

Penggunaan IFN-alpha pada limfoma folikular sampai sekarang belum jelas.

Hasil beberapa penelitian menunjukkan efek potensiasi angka respons,

perpanjangan waktu remisi dan kemungkinan pengaruhnya pada harapan

hidup.

Radioterapi paliatif. Diberikan pada kasus tumor besar (bulky) atau untuk

mengurangi obstruksi dan nyeri.

Konversi Histologis. LNH indolen yang bertransformasi menjadi agresif

memiliki prognosis jelek dan dapat melibatkan sistem saraf pusat

(terutama: meningeal). Biasanya memberikan respon terapi yang baik

dengan protokol pengobatan LNH derajat keganasan menengah atau tinggi.

Kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sel induk untuk kasus ini hams

dipertimbangkan.

2. LNH Agresif

LNH Intermediate/High Grade Terlokalisir. Non bulky stadium IA dan IIA,

dengan keterlibatan ekstranodal (E), dapat diterapi dengan regimen yang

mengandung doxorubicin (CHOP/CHVmP/BV) minimal 3 siklus, dilanjutkan

dengan IFRT (ekuivalen dengan 3000 cGy dalam 10 fraksi). Kombinasi

kemoterapi dan radioterapi pada stadium awal memberikan hasil yang lebih

baik dibandingkan kemoterapi saja.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 22: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

Stadium I-II (Bulky), Ill dan IV. diterapi dengan CHOP siklus lengkap atau

CHVmP/BV 8 siklus (dalam penelitian). Untuk daerah "bulky" IFRT dapat

diberikan guna meningkatkan lokal kontrol. Mc Kelvey melaporkan dengan regimen

CHOP 50% sampai 71% pasien mencapai remisi lengkap dan 75% diantaranya bertahan

hidup lebih dart tiga tahun. Harryanto R dan Djumhana melaporkan di Indonesia angka

angka ini lebih rendah, belum diketahui faktor pasti penyebabnya. Penelitian

secara acak terhadap protokol CHOP (generasi pertama) dibandingkan dengan

beberapa protokol generasi 11 / Ill seperti: m-BACOD, MACOP-B, dan

ProMACE-CYtaBOM oleh "The Inter Group Study" melaporkan tidak ada

perbedaan bermakna dart sudut angka harapan hidup dan masa bebas penyakit.

Harapan hidup aktuarial berkisar antara 40% sampai 45%. Dengan demikian

protokol CHOP tetap merupakan protokol baku terapi awal LNH agresif.

Selain itu, hasil GELA study (Coiffier et al) menunjukkan bahwa pasien usia tua

dengan LNH agresif dengan penambahan rituximab pada setiap siklus CHOP

meningkatkan overall survival dengan pengamatan 3 tahun dan 49% menjadi

62% bila dibandingkan dengan CHOP saja. Selain itu, regimen yang sama dapat

menghasilkan "disease control' (cure) sekitar 30-40% pada pasien stadium lanjut

LNH derajat keganasan menengah dan tinggi

3. LNH Intermediet atau High Grade Yang Refrakter

pasien refrakter yang gagal mencapai complete respons diberikan terapi

salvage dengan RT jika area yang terkena tidak ekstensif. Terapi pilihan bila

mungkin adalah kemoterapi salvage diikuti dengan transplantasi stem cell

autologus/PBSCT

Kemoterapi salvage terdiri dari high-dose sitosin arabinose, kortikosteroid

dan cisplatin dengan atau tanpa etoposide. Pilihan lain ICE, MINE, dan yang

lain seperti CEPP/B, EVA, miniBEAM, VAPEC B dan infus EPOCH.

Kemoterapi dosis tinggi dengan RT diikuti PBSCT Allogenic BMT.

MCL (Mantle Cell lymphoma) agresif. Hyper CVAD alternating dengan

metotreksat dosis tinggi plus sitarabin dosis tinggi. Rituximab ditambahkan untuk

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 23: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

regimen ini. Pasien <65 tahun dipertimbangkan dilakukan transplantasi

autologus atau alogenik setelah dua atau empat siklus kemoterapi. Siklus

regimen ini diulang setiap 21 hari. Protokol Leiden khususnya untuk stadium III

dan IV, mengikuti "European Intergroup Trial" membandingkan mieloablatif

radiokemoterapi diikuti dengan transplantasi sumsum tulang atau dosis

pemeliharaan dengan INF-ct setelah tercapai remisi dan sitoreduksi dengan

kemoterapi yang mengandung kombinasi antrasiklin.

Terapi induksi 1: (R-Hyper VCAD)

1. Rituximab 375 mg/m2 N hari I dan 8

2. Siklofosfamid 300mg/m2 N setiap 12 jam hari 1-3

3. Vinkristin 2mg N hari ke 4 dan 11

4. Doksorubisin 25 mg/m2, infus selama 24 jam hari ke 4 dan 5

Deksametason 40 mg N atau PO, hari 14 dan hari ke 11-14 Granulosit

Colony-stimulating factor (G-CSF), 514/kg N atau SC setiap hari,

dimulai hari ke 6 sampai neutropil >4500/gL

Terapi Induksi 2: (dimulai setelah pulih dan siklus 1)

1. Rituximab 375mg/m2 iv infus hari 1

2. Metotreksat 200 mg/m2 iv bolus hari 1, diikuti 800mg/m2 infus N selam

24 jam; berikan larutan N alkalin

3. Leukovorin, 50mg PO diberikan 24 jam setelah infus metotreksat selesai

diikuti 15mgPo setiap 6 jam total 8 dosis (dosis disesuaikan berdasarkan

kadar serum metotreksat)

4. Sitarabin 3000mg/m2 iv selama 1 jam setiap 12 jam total 4 dosis dimulai

hari ke 2 (dosis dikurangi menjadi 1000 mg/m2 perdosis untuk pasien >60

tahun dengan serum kreatinin lebih dan 1,5mg/d1)

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 24: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

2.4 Analisis Skenario

1. Pembesaran kelenjar di leher kanan multipel

Kemungkinan kelenjar yang mengalami pembesaran pada leher kanan pasien

adalah kelenjar limfe karena bersifat multipel. Untuk mengetahui kelainan

kelenjar limfe lebih lanjut, berikut ini adalah anatomi kelenjar limfe :

Beberapa etiologi yang dapat menyebabkan pembesaran kelenjar limfe antara

lain :

Pembesaran kelenjar limfe ini dapat terjadi akibat penambahan sel-sel

pertahanan tubuh yang berasal dari kelenjar limfe itu sendiri seperti limfosit,

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 25: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

sel plasma, monosit dan histiosit atau karena datangnya sel-sel peradangan

(neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar limfe. Selain itu, pembesaran

kelenjar limfe juga dapat diakibatkan oleh infiltrasi sel-sel ganas.

Selain etiologi diatas, pembesaran kelenjar limfe juga dapat terjadi akibat

reaksi obat. Adapun obat – obat yang dapat memicu perbesaran kelenjar limfe

adalah :

2. Demam Berulang

Keluhan demam berulang kemungkinan besar dapat terjadi akibat adanya

infeksi berulang pada pasien dengan dugaan keganasan

3. Nafsu makan berkurang

Kemungkinan yang dapat menyebabkan keluhan ini pada pasien antara lain :

Gangguan pada mulut, faring atau GI tract

Peradangan

Mediator radang seperti Serotonin yang merupakan Zat Anoreksigenik

menyebabkan nafsu makan menurun sehingga menyebabkan terjadinya

kesulitan makan dan anak kurang aktif.

Infeksi berat dan keganasan

Aktivasi sistem melanokortin meningkat menyebabkan nafsu makan

berkurang namun meningkatkan pengeluaran energi yang menyebabkan

penurunan penyimpanan energi di dalam tubuh yang menyebabkan anak

kurang aktif.

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terlihat pada skenario,

diduga pasien mengalami limfoma Hodgkin. Hal ini dilihat dari gambaran klinis

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 26: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

yang terlihat seperti: limfadenopati yang tidak nyeri dengan konsistensi padat dan

juga demam yang bersifat hilang timbul. Selain itu jika dilihat dari usia pasien,

limfoma Hodgkin biasanya menyerang usia 15-34 tahun sedangkan limfoma non

Hodgkin 80-84 tahun. Namun jika dilihat kembali mengenai nodul yang dapat

digerakkan, ini merupakan ciri khas adanya metastasis karena pada limfoma nodul

bersifat immovable (tidak dapat digerakkan). Untuk menentukan diagnosis kerja

dari penyakit pada scenario diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 27: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Dari hasil diskusi skenario lima tentang keganasan, pada dasarnya tanpa

hasil pemeriksaan penunjang yang lebih khusus tidak bisa ditentukan diagnosis

kerja yang pasti. Namun, jika dilihat dari manifestasi klinis dapat diduga pasien

mengalami limfoma namun dengan adanya nodul yang dapat digerakkan dapat

juga dicurigai adanya metastasis. Namun untuk lebih mengetahui diagnosis kerja

yang pasti masih diperlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1

Page 28: LAPTUP SKEN 5 KELOMPOK 3

DAFTAR PUSTAKA

Reksodipura, Harryanto A, & Irawan, Cosphiadi, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Pusat Penerbit Penyakit Dalam FK UI; Jakarta.

Hoffbrand-Pettit-Moss, 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. EGC : Jakarta.

Sudoyo, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Pusat

Penerbitan IPD FKUI : Jakarta.

Kasper, D. 2004. Harrison’s Principles Internal Medicine. 16th edition. Mc.Grow

Hill : Boston

“ S k e n a r i o 5 ” K e l o m p o k T u t o r i a l 3 Page 1