laporan uji potensi antibiotik, pcr dan elektroforensis

Upload: farelfhahrizal

Post on 05-Mar-2016

272 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Tugas Praktikum Mikrobiologi farmasidi upload untuk dijadikan referensi pada praktikum pada skala laboratorium mikrobiologi dimana ditentukan potensi antibiotik ampisilin trihidrat dan penentuan berat molekul DNA dan protein melalui jalur PCR dan elektroforensis

TRANSCRIPT

PERCOBAAN IVPENETAPAN RESPON MIKROBA TERHADAP ZAT ANTIMIKROBA (AMPISILIN TRIHIDRAT)

I. Tujuan1. Menentukan potensi antibiotik Ampisilin Trihidrat2. Menentukan rasio potensi antibiotic AMpisilin Trihidrat terhadap larutan Ampisilin standar

II. Prinsip Membandingkan respon dari mikroba yang peka, dalam kondisi pertumbuhan yang sama (identik) dari dosis sediaan uji (sampel) terhadap sediaan atau zat baku (standar) yang telah diketahui konsentrasi dan potensinya. Respon tersebut berupa efek hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji.

III. Teori umumPenetapan potensi antimikroba termasuk kepada cara-cara penetapan dengan menggunakan metoda hayati, dimana jasad hayati yang digunakan adalah mikroba. Teknik penetapan potensi antibiotika yang umum digunakan meliputi dua cara, yaitu:1. Cara Difusi (cara lempeng)Zat yang diuji berdifusi dari pencadang (reservoir) ke dalam media agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba penguji. Setelah inkubasi, diameter hambatan pertumbuhan diukur dan dibandingkan.2. Cara Tabung (cara turbidimetri) Pada cara ini digunakan media cair. Kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya spektrofotometer.Selain perbedaan dalam teknik pengerjaannya, kedua cara di atas mempunyai dasar yang sama, yaitu:1. Membandingkan sediaan uji yang tidak diketahui potensinya terhadap baku pembanding (standar) yang telah diketahui potensinya.2. Mengukur efek hambatan dari pertumbuhan mikroba yang digunakan.3. Adanya hubungan kuantitatif antara konsentrasi zat aktif dan respon.4. Hubungan kuantitatif tersebut, sama-sama diberikan baik oleh sediaan baku pembanding maupun sediaan uji.

IV. Alat dan Bahana. Alatb. Bahan

- Cawan petri - Media nutrien agar

- Tabung reaksi - Akuades steril

- Ose bundar - Larutan dapar pH 8

- Pinset - Suspensi Sarcina lutea

- Labu takar 25 mL - Ampisilin standar

- Labu takar 10 mL

- Rak tabung reaksi

- Pipet agar 20 mL

- Pipet ukur 1 mL

- Erlenmeyer

- Pipet tetes

- Bunsen

- Pencadang kertas

- Jangka sorong

- Inkubator 37C

- Spektrofotometer

- Antibiotic zone reader

- pH meter

V. Prosedur Kerja

Diagram alir Prosedur Kerja Uji Potensi Antibiotik

VI. Hasil Pengamatan Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Daerah Hambat atau Zona Bening Setiap CawanCawan 1Cawan 2Cawan 3

Seri I

Seri II

Seri III---

Seri IV

Seri V

Tabel 6.2. Hasil Pengukuran Diameter Hambatan (cm)Seri 1S1R(1)S1R(1)S1R(1)

Cawan 132,5322,853

Cawan 22,72,32,82,22,62

Cawan 32,52,32,62,82.20

Seri IIS2R(2)S2R(2)S2R(2)

Cawan 11,92,12,32,12,11,9

Cawan 22,82,62,72,52,82,1

Cawan 32,72,32,62,12,52,1

Seri IIIUR(3)UR(3)UR(3)

Cawan 13,62,33,42,63,22,4

Cawan 232,54,22,43,82,8

Cawan 3323,52,22,32,5

Seri IVS4R(4)S4R(4)S4R(4)

Cawan 122,11,9222,3

Cawan 21,921,921,92,2

Cawan 31,81,91,922,12,2

Seri VS5R(5)S5R(5)S5R(5)

Cawan 12,22,322,32,32

Cawan 22,21,71,92,22,22,1

Cawan 32,32,32,122,22,1

Keterangan : Konsentrasi S1 = 75 g/ml; Konsentrasi S2 = 60 g/ml; Konsentrasi S3 = 48 g/ml; Konsentrasi S4 = 38,4 g/ml; Konsentrasi S5 = 30,72 g/ml.

VII. Perhitungan :1. Diameter rata-rata tiap seriY1 = = = 2,69 cmY2 = = = 2,49 cmY4 = = = 1,93 cmY5 = = = 2,15 cm

2. Rata-rata diameter R tiap seriY31 = = = 2,12 cmY32 = = = 2,20 cmY34 = = = 2,07 cmY35 = = = 2,11 cm

3. Rata-rata diameter R semua seriY3T = = = = 2,18 cm

4. Diameter KoreksiS1(a) = Y1 + ( Y3T Y31 ) = 2,69 + (2,18 - 2,12) = 2,75 cmS2(b) = Y2 + ( Y3T Y32 ) = 2,49 + (2,18 - 2,20) = 2,47 cmS3(c) = Y3T = 2,18 cmS4(d) = Y4 + ( Y3T Y34 ) = 1,93 + (2,18 - 2,07) = 2,04 cmS5(e) = Y5 + ( Y3T Y35 ) = 2,15 + (2,18 - 2,11) = 2,22 cm

5. Nilai log [konsentrasi]Xa = log [S1] = log [75] = 1,875Xb = log [S2] = log [60] = 1,778Xc = log [S3] = log [48] = 1,681Xd = log [S4] = log [38,4]= 1,584Xe = log [S5] = log [30,72] = 1,487

6. Persamaan regresi Sumbu y : diameter koreksi; Sumbu x : log [konsentrasi] y = a + bX = -0,242 + 1,534X

7. Nilai Yu koreksia. Nilai YsYs = a + b(Xc) = -0,242 + 1,534(1,681) = 2,337 cmb. Nilai Yu = diameter rata-rata U pada cawan UYu = = 3,333 cmc. Nilai Y3u = rata-rata diameter R pada seri VY3u = = 2,411 cm

Nilai Yu koreksi = YukYuk = Ys + (Yu-Y3u) = 2,337 + (3,333 - 2,411) Yuk = 3,259

8. 42

9. Konsentrasi sampel (X)Yuk = -0,242 + 1,534X3,259= -0,242 + 1,534XX = X= 2,282

10. Dosis sampel (Dosis U)Dosis U = dosis S3 = 48 g/ml Dosis U = 65,161 g/ml

11. Potensi ujiPotensi uji = Potensi standar = 957,25 g/ml Potensi uji = 1299,487 g/ml

12. Diameter pada dosis terendah (Yr)Yr = = Yr = 2,62 cm

13. Diameter pada dosis tertinggi (Yt)Yt = = Yt = 2,06 cm

14. Rasio potensiRasio potensi = 100 % = 100 % = 135,71 %

VIII. PembahasanAntimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia. Contoh penggunaan zat antimikroba adalah dengan antiseptik, disinfektan, dan antibiotik. Antiseptik merupakan zat antimikroba untuk membunuh bakteri pada permukaan jaringan hidup, seperti kulit. Antiseptik digunakan untuk mencegah infeksi, sepsis, dan putrefikasi. Berbeda dengan antiseptic, disinfektan merupakan zat antimikroba untuk mencegah, menghambat, atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme pada benda mati dengan menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan, antibiotic merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Pelczar dan Chan, 2005). Antibiotik juga dapat didefinisikan sebagai senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme hidup atau yang diperoleh dari proses sintesis dengan indeks kemoterapi yang tinggi. Antibiotik memiliki kemampuan untuk membunuh mikroorganisme di dalam tubuh, khususnya bakteri saat terjadi infeksi. Aktivitas antibiotik pada dosis sangat rendah secara spesifik mampu menghambat proses vital tertentu pada mikroorganisme. Antibiotik memiliki daya antimikroba yaitu potensi antibiotik, yaitu kekuatan zat tersebut dalam menghambat pertumbuhan mikroba yang bergantung pada kadar (konsentrasi zat tersebut) dan dosis (jumlah penggunaan zat tersebut pada pasien).Menurut Entjang (2003), antibiotik yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat berikut:1. mempunyai kemampuanuntuk mematikanataumenghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas (broad spectrum antibiotic);2. tidakmenimbulkanterjadinyaresistensidarimikroorganismepathogen;3. tidakmenimbulkanpengaruhsamping(side effect) yang buruk pada host, sepertireaksi alergi, kerusakan saraf, iritasi lambung dan lain sebagainya;4. tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau flora kulit; dan5. konsentrasi antibiotik dalam jaringan harus mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau mematikan penyebab infeksi.Pada pengobatan modern yang berkaitan dengan penyakit akibat mikroorganisme, antibiotik dan vaksin memiliki peranan yang besar. Secara umum, antibiotik maupun vaksin memiliki fungsi yang sama, yaitu melawan mikroorganisme yang masuk ke tubuh manusia sehingga kerugian-kerugian yang menyebabkan terganggunya fungsi fisiologis tubuh normal dapat dihambat. Akan tetapi, keduanya memiliki perbedaan yang dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Perbedaan Antibiotik dan VaksinAntibiotikVaksin

Bertindak melawan bakteriBertindak terhadap sebagian besar mikroorganisme, termasuk virus

Sebagian besar diberikan setelah terjadi infeksiDiberikan sebelum manifestasi infeksi

Bekerja terhadap banyak spesies bakteriBekerja secara spesifik, yaitu terhadap satu jenis mikroba

Bekerja dengan merusak bakteri pathogen atau menyebabkan kerusakan biokimia mikroorganismeBekerja dengan meningkatkan imunitas atau kekebalan alami tubuh

Berdasarkan aktivitas luas atau spektrum luas kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi 2, yaitu :1. Antibiotik Spektrum Luas (Broad Spectrum), yaitu antibiotik yang bersifat aktif terhadap banyak jenis mikroba, baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negative. Pada umumnya, antibiotic berspektrum luas digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sesitifitas. Akan tetapi, penggunaan antibiotik ini dianjurkan untuk dihindari karena dapat membunuh bakteri menguntungkan yang sebenenarnya bermanfaat di dalam tubuh. Contoh antibiotic golongan ini yaitu sulfonamida, sefalosporin, tetrasiklin, rifampisin, aminoglikosida, amnifenikol, makrolida, dan turunan penicilin.2. Antibiotik Spektrum Sempit (Narrow Spectrum), yaitu antibiotik yang aktif bekerja hanya secara spesifik hanya terhadap satu jenis mikroba saja, yaitu bakteri gram positif atau bakteri gram negatif. Antibiotik berspektrum sempit bersifat lebih selektif, sehingga obat-obat yang tergolong di dalamnya lebih aktif dalam melawan organisme tunggal. Contoh antibiotic golongan ini adalah eritromisin, klindamisin, kenamisin yang bekerja terhadap bakteri gram positif dan streptomisin, gentamisin yang bekerja terhadap bakteri gram negatif.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi:1. Antibiotik sebagai inhibitor sintesis dinding sel bakteri Pada mekanisme ini, bakteri memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding sel. Antibiotik golongan ini menghambat biosintesis peptidoglikan, sintesis mukopeptida, atau menghambat sintesis peptide dinding sel sehingga menyebabkan dinding sel melemah. AKibat adanya tekanan turgor dari dalam, dinding sel bakteri akan pecah atau lisis sehingga bakteri akan mati. Contoh: golongan -Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, vancomysin, dan basitrasin.2. Antibiotik sebagai inhibitor sintesis protein bakteri Sel mikroba memerlukan sintesis berbagai protein untuk kelangsungan hidupnya. Sintesis proteinterjadidiribosomdenganbantuanmRNAdan tRNA. Ribosom bakteri terdiri dari dua subunit, yaitu ribosom 30S dan 50S. Keduasubunit bersatupadapangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S agar dapat berfungsi pada sintesis protein. Penggunaan antibiotic golongan ini akan menghambat reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-RNA peptidil dari situs aseptor kesitus donoryang menyebabkan sintesis protein terhenti. Contoh: kloramfenikol, golongantetrasiklin,eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin.3. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikrobaSel mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya, yang diperoleh dengan cara mensintesis sendiri dari asam amino benzoat (PABA). Koenzim asam folat diperlukan oleh mikroba untuk sintesis purin, pirimidin, maupun senyawa-senyawa untuk pertumbuhan seluler dan replikasi. Oleh sebab itu, sel-sel tidak dapat tumbuh dan membelah apabila tidak ada asam folat. Antibiotik golongan ini memiliki efekbakteriostatik. Contohnya adalah sulfonamida.Sulfonamidememiliki struktur mirip PABA sehingga penggunaannya akan menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi. Contohlainnya yaitu trimetoprim danasamp-aminosalisilat.4. Antibiotik yang mengganggu keutuhan membran sel mikrobaAntibiotik golongan ini bekerja mengubah permeabilitas membran sel dan memiliki efek bakteriostatik. Kerusakan membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen esensial dalam sel mikroba sehingga sel lisis akibat hilangnya substansi seluler. Contoh: polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, dan kolistin. 5. Antibiotik yang menghambat sintesis Asam Nukleat sel mikroba Contoh antibiotic golongan ini adalah rifampisin dan golongan kuinolon. Rifamisin akan berikatan dengan enzim RNA-polimerase pada subunit sehingga menyebabkan terhambatnya sintesis RNA dan DNA. Sedangkan golongan kuinolon bekerja dengan menghambat enzim DNA-girase yang dapat menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga penggunaannya dapat menghambat replikasi DNA.

Berdasarkan daya kerjanya, antibiotik dikelompokkan menjadi 2 yaitu :1. BakteriosidAntibiotik golongan ini memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis sel. Contoh: penisilin, sefalosporin, rifampisin, dan isoniazid.2. BakteriostatikAntibiotik golongan ini memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan, tetapi tidak membunuh bakteri. Contoh: eritromisin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan sulfonamida.

Menurut Tjay dan Rahardja (2007), berdasarkan gugus kimianya, antibiotik dikelompokkan menjadi :1. Aminoglikosida. Contohnya amikasin, gentamisin, kanamisin, dan streptomisin.2. Beta-laktam. Contohnya karbopenem, sefalosporin, beta-laktam monosiklik, dan penisilin.3. Glikopeptida. Contohnya vakomisin, teikoplanin, ramoplanin, dan dekaplanin.4. Polipeptida. Contohnya makrolida, ketolida, dan tetrasiklin.5. Polimiksin. Contohnya polimiksin dan kolistin.6. Kinolon. Contohnya siprofloksasin, ofloksasin, asam nalidoksat.7. Streptogramin. Contohnya pristinamycin, virginamisin, dan mitramycin.8. Oksazolidinan. Contohnya linezolid dan AZD2563.9. Sulfonamida. Contohnya kotrimoksazol dan trimethoprim.

Penggunaan antibiotik harus diperhatikan, karena jika penggunaannya tidak tepat, tidak sampai habis sesuai dosisnya, atau secara terus menerus, maka sebagian bakteri akan memiliki gen resistensi yang akan ditularkan ke bakteri sejenis lainnya yang belum mengalami resistensi. Mekanisme transfer materi genetik akibat adanya resistensi antibiotik dapat melalui 3 cara, yaitu :1. TransformasiMekanisme: pemindahan materi genetik dari suatu bakteri ke bakteri lain dengan proses fisiologi kompleks secara langsung atau tanpa perantara.2. TransduksiMekanisme: pemindahan materi genetik dengan perantara virus yang membentuk profage sehingga dapat menginfeksi bakteri lain.3. KonjugasiMekanisme: pemindahan materi genetik melalui kontak langsung dengan membentuk jembatan sitoplasma dari sel pili dan terjadi proses pertukaran plasmid.

Gambar 8.1. Mekanisme penularan gen resisten pada sel bakteri(a) Transformasi; (b) Transduksi; (c) Konjugasi(b) Mekanisme resistensi antibiotik, antara lain :1. Perubahan area target yang menurunkan daya ikat antibiotik.Mekanismeinidilakukandengancaramengubahtempatpengikatanantibiotik di dalam bakteri. Perubahan yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang mengalami mutasi gen. Contoh: antibiotik fluorokuinon bekerja dengan cara mengganggu fungsi protein yang terlibat dalam proses replikasi DNA bakteri. Mutasi yang menyebabkan resistensi terhadap fluorokuinon dapat mengubah konformasi protein sehingga pengikatan antibiotik pada sasaran menjadi berkurang.2. Menghasilkan enzim pengurai antibiotik sehingga antibiotik menjadi tidak aktif. Bakteri akan mengkode gen yang menghasilkan enzim untuk menguraikan molekul antibiotik sebelum dapat bekerja membunuh bakteri. Contoh: enzim -laktamase yang akan menguraikan struktur -laktam pada antibiotik sehingga menjadi tidak aktif dan tidak fungsional.3. Menurunkan akumulasi antibiotik intraseluler dengan cara menurunkan permeabilitas atau mengaktifkan efluks aktif antibiotik. Perubahan permeabilitas membran sel menyebabkan penurunan (influx) masuknya antibiotik dan mengaktifkan pengeluaran (efluks) antibiotik. Dengan demikian, akumulasi antibiotik dalam bakteri menjadi berkurang sehingga efektivitasnya menurun. Contoh: bakteri yang resisten terhadap antibiotik tetrasiklin.4. Mengubah dinding sel sehingga tidak dapat tembus.Mekanisme ini menyebabkan kurangnya target tempat berikatan antibiotik dan membran sel yang tidak dapat ditembus.5. Menghilangkan target antibiotik dengan membentuk jalur metabolik baru.Resistensi terhadap suatu antibiotik menyebabkan terbentuknya enzim dihydrofolate reductase yang resisten terhadap antibiotik dari plasmid atau transposon. Elemen materi genetik yang dapat bergerak ini menyebabkan penyebaran resistensi antibiotik terjadi secara cepat antarbakteri.

Pada percobaan ini, dilakukan penetapan respon mikroba terhadap salah satu zat antimikroba, yaitu penetapan potensi antibiotik. Prinsip percobaan adalah membandingkan respon mikroba yang peka dari dosis sediaan uji (sampel) terhadap sediaan baku standar yang telah diketahui konsentrasi dan potensinya di dalam kondisi pertumbuhan yang sama. Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi menurut Farmakope Indonesia IV yaitu aktivitas (potensi) antibiotic dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambat terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas antimikroba juga dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau biologi biasanya merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas. Potensi antibiotic dinyatakan dalam unit atau g aktivitas. Pengertian g aktivitas berasal dari sediaan antibiotic yang dipilih sebagai baku pembanding yang dianggap secara keseluruhan terdiri dari bahan kimia tunggal, dan oleh karena itu dinyatakan potensi 1000 g per mg.Efektivitas daya hambat pada zat antibiotic dapat diketahui dengan menentukan kadar atau potensinya. Kadar merupakan persentase atau konsentrasi zat antimikroba dalam suatu sediaan, sedangkan potensi merupakan kekuatan suatu zat untuk bekerja terhadap suatu mikroorganisme. Antibiotic tertentu bekerja untuk mikroorganisme (bakteri) tertentu pula pada umumnya. Oleh sebab itu, penggunaan antibiotik harus memperhatikan jumlah agar dapat menghasilkan suatu efek terhadap mikroba tertentu. Jumlah saat penggunaan antibiotic untuk menghasilkan efek disebut dosis. Berdasarkan Farmakope Indonesia IV terdapat 2 metode umum yang dapat dilakukan dalam penetapan potensi antibiotic, yaitu: 1. Penetapan dengan lempeng silinder atau difusiMetode ini didasarkan oleh difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri, sehingga mikroba yang ditambahkan terhambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona di sekeliling silinder berisi larutan antibiotik. Silinder yang dimaksud adalah pencadang (reservoir). Pencadang yang dapat digunakan pada metode ini beragam, antara lain:a. Pecadang logam Kelebihan penggunaan pencadang logam:i. Jumlah antibiotic dalam pencadang logam dapat diatur secara tepat sesuai daya tampung silinderii. Ketersediaann antibiotic dalam pencadang selama waktu inkubasi terjaminKekurangan penggunaan pencadang logam:i. Mudah bergeserii. Mahaliii. Larutan antibiotik dapat mengalir dari pencadang ke permukaan mediaiv. Diameter hambat dalam pencadang satu dan lainnya dapat bersatu sehingga data diameter hambat tidak bisa diukur.

b. Kertas CakramKelebihan penggunaan kertas cakram:i. Jumlah antibiotic dapat diatur sesuai kapasitas kertas cakram sehingga tidak melebar kemana-mana ii. Praktik, ringan, dan ekonomisiii. Tidak mudah bergeseriv. Antibiotik terpusat pada satu titik saja, tidak melebarKekurangan penggunaan kertas cakram:i. Volume antibiotik pada kertas cakram satu dan lainnya tidak diketahui secara pastiii. Kertas cakram tidak presisi dan berbeda ukuraniii. Adanya variasi difusi antibiotik yang membuat diameter hambat bervariasi apabila kertas cakram heterogen.

c. Cetak lubang (Punched holes)Apabila menggunakan pencadang jenis ini, medium agar yang telah diinokulasi dengan mikroba penguji dilubangi dengan alat pengisap agar.Kelebihan penggunaan cetak lubang:i. Jumlah larutan antibiotik yang berdifusi dapat terukurii. Medium yang digunakan tidak terlalu tebal.Kekurangan penggunaan cetak lubang adalah difusi zat uji dapat terpengaruh akibat lubang yang terbentuk tidak sempurna (berbeda ukuran).

Penetapan potensi antibiotik dengan metode difusi ini dilakukan dengan mengamati dan mengukur diameter hambat berupa zona bening di sekitar pencadang. Diameter hambat menggambarkan seberapa besar potensi antibiotic yang akan diuji terhadap mikroba yang peka. Diameter hambat pada tiap seri atau tiap konsentrasi berbeda-beda. Faktor yang mempengaruhi diameter daerah hambatan yaitu konsentrasi dari antibiotik yang digunakan. Semakin besar konsentrasinya, maka semakin besar diameter daerah hambatan. Selain itu, faktor-faktor lainnya antara lain komposisi dan kandungna media, suhu dan waktu inkubasi, ukuran inokulum, pH, kapilaritas kertas cakram atau pencadang lainnya, derajat sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotic, dan laju difusi antimikroba melawan laju pertumbuhan bakteri.Beberapa jenis desain untuk penetapan potensi antibiotik menggunakan metode difusi atau lempeng silinder dibedakan menjadi 3, yaitu1) Desain (2+2)Pada desain ini digunakan satu baku pembanding dan satu sampel, masing-masing dengan dua tingkat dosis yang diperlakukan dalam satu lempeng agar.2) Desain (3+3)Pada desain ini digunakan satu baku pembanding dan satu sampel, masing-masing dengan tiga tingkat dosis yang diperlakukan dalam satu lempeng agar.3) Desain (5+1)Pada desain ini digunakan satu baku pembanding dengan lima tingkat dosis dan satu sampel dengan satu tingkat dosis yang setara dengan dosis menegah baku pembanding.

2. Penetapan dengan tabung atau turbidimetriMetode turbidimetri didasarkan hambatan pertumbuhan mikroba dalam larutan berisi antibiotik pada media cair yang dapat diamati kekeruhannya. Metode ini menggunakan instrumen yang sesuai seperti spektrofotometer. Semakin keruh zat dalam tabung, maka semakin banyak jumlah mikroba yang tumbuh dalam media. Pada spektrofotometer, dihasilkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu lalu melewati suspense dalam tabung. Saat terkena partikel, dalam hal ini mikroba, maka gelombang akan diserap atau dipantulkan dan apabila tidak, gelombang akan diteruskan. Hasil pengukuran spektrofotometer dinyatakan dalam transmitan yang menunjukkan banyaknya cahaya yang diteruskan oleh sampel yang diukur. Semakin kecil transmitan, maka semakin sedikit cahaya yang diteruskan. Hal ini menggambarkan larutan (media) yang semakin keruh.Pada percobaan ini, potensi antibiotic yang akan ditetapkan adalah Ampisilin Trihidrat. Ampisilin berbentuk anhidrat dan trihidrat memiliki rumus molekul C16H19N3O4S.3H2O dengan berat molekul 403,45. Ampisilin berbentuk anhidrat atau trihidrat mengandung tidak kurang dari 95,0% C16H19N3O4S dihitung terhadap zat anhidrat. Antibiotik ini berwarna putih, tidak berbau, berwujud serbuk kristal dan higroskopis, serta sangat larut dalam air dan mengandung 0,9 % NaCl. Ampisilin trihidrat mempunyai kelarutan dalam air sekitar 6 mg/mL pada suhu 200C dan 10 mg/mL pada suhu 400C. Garam trihidratnya stabil pada suhu kamar, dengan kelarutan 1 g/ml dalam air, 1 g/250 ml dalam etanol absolut dan praktis tidak larut dalam eter dan kloroform (Ditjen POM, 1995).

Gambar 8.2. Struktur Ampisilin TrihidratAntibiotik ini memiliki spectrum antimikroba yang luas dan digunakan dalam pengobatan infeksi yang peka (non-betalaktamase-producting organism). Mekanisme kerja Ampisilin Trihidrat adalah menghambat sintesa dinding bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein (PBPs protein binding peniilins) sehingga terjadi penghambatan pada tahap akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri. Dengan demikian, biosintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi pecah (lisis).Proses persiapan ampisilin trihidrat standar menggunakan ampisilin standar dengan konsentrasi 957,25 g/ml, kemudian dilarutkan dalam aquades hingga diperoleh larutan induk standar dengan konsentrasi 1000 g/ml, lalu dilakukan pengenceran dengan desain 5+1 hingga diperoleh dosis S1 S5. Pengenceran dilakukan dengan larutan dapar pH 8 dengan tujuan untuk mengkontrol pH antibiotik dan inokulan pada rentang netral, sehingga interaksi antara antibiotik dan inokulan tidak terganggu oleh perubahan pH. Selain itu, pH tersebut merupakan pH optimum bagi pertumbuhan mikroba yang diinokulasikan, yaitu Sarcina lutea. Alasan penggunaan Sarcina lutea sebagai mikroba penguji adalah karena zat antibiotic yang diuji dan dibandingkan dalam percobaan ini bersifat toksik selektif terhadap bakteri ini. Ampisilin trihidrat dapat bekerja pada bakteri gram positif maupun negatif khususnya pada bakteri pencernaan di usus, yaitu Sarcina lutea yang memiliki zat karotenoid dengan warna kuning, sehingga pengamatan menjadi lebih mudah. Selain itu, penggunaan kombinasi uji ampisilin trihidrat dengan Sarcina lutea ditujukan karena keduanya memiliki potensi yang setara antara potensi pertumbuhannya dan potensi antibiotiknya. Profil bakteri Sarcina luteaKingdom: BacteriaPhylum: FirmicutasClass: ClostridiaOrdo: ClostridialesFamili: Clostridiaceae

Gambar 8.3. Sarcina luteaGenus: SarcinaSpesies: Sarcina luteaSarcina lutea merupakan bakteri non-motil, gram positif, bersifat aerob obligat, micrococcus penghasil pigmen, dan dapat ditemukan di udara, tanah, maupun air. Koloni bakteri ini berwarna kuning. Kondisi ideal pertumbuhannya adalah pada suhu 25oC.Pembuatan agar inokula menggunakan media agar Nutrien Agar (NA) yang ditambahkan dengan 1ml suspense Sarcina lutea (agar inokulas 1%) lalu diambil sebanyak 20ml pada cawan petri hingga memadat. Setelah agar inokula padat, pencadang kertas cakram diletakkan pada permukaan media, lalu diteteskan larutan standard an larutan uji masing-masing sebanyak 10l pada tiap kertas cakram yang telah diberi label. Setelah itu, dilakukan proses pre-inkubasi pada suhu kamar selama 20 menit hingga 30 menit sebelum diinkubasi pada 37oC selama 18 hingga 24 jam. Proses pre-inkubasi bertujuan supaya antibiotik ampisilin trihidrat dapat berdifusi sempurna pada agar inokulas, sehingga terjadi interaksi langsung antara antibiotik dan inokulan. Apabila langsung dimasukkan ke dalam inkubator, maka suhu lingkungan adalah suhu yang paling optimal bagi pertumbuhan bakteri (37oC) sehingga pertumbuhan bakteri berlangsung cepat dan antibiotik tidak dapat bekerja dengan baik untuk melawan pertumbuhan bakteri.Berdasarkan data hasil perhitungan, didapatkan data diameter hambat rata-rata yang bervariasi pada tiap seri. Secara kuantitatif, hubungan diameter hambat dengan konsentrasi larutan antibiotic seharusnya adalah berbanding lurus, artinya semakin besar konsentrasi antibiotic, maka semakin besar diameter hambat yang dapat diamati. Hal ini ditandai dengan kurva regresi yang seharusnya linier. Akan tetapi, hasil perhitungan yang didapatkan tidak sesuai dengan teori sebab diameter hambat rata-rata pada tiap seri saat digambarkan dalam grafik menunjukkan hasil yang tidak linier. Padahal aktivitas antibiotic seharusnya semakin menurun dari seri I ke seri berikutnya. Hasil diameter hambar rata-rata yang didapat adalah S1> S2> S3(R)> S5> S4. Selain itu, didapatkan pula diameter hambat yang berbeda-beda di ketiga cawan pada seri yang sama padahal hasil aktivitas antibiotic yang ditujukan seharusnya sama karena nutrisi dan lingkungan ketiga cawan pada setiap seri adalah sama.Dengan demikian, data yang didapatkan tergolong kurang akurat akibat beberapa faktor kesalahan yang mungkin terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain:1. Pencampuran media NA dan suspense Sarcina lutea yang kurang merata atau tidak homogeny sehingga pertumbuhan bakteri pada tiap daerah berbeda-beda. Terdapat daerah yang banyak mengandung mikroba dan daerah yang hanya mengandung sedikit mikroba. Oleh sebab itu, pada daerah yang terdapat banyak mikroba, zona bening (diameter hambatnya) besar, begitupun sebaliknya.2. Perbedaan ukuran kertas cakram yang digunakan. Ukuran kertas cakram yang tidak presisi sama mempengaruhi difusi larutan yang diteteskan, baik larutan uji maupun larutan standar sehingga aktivitasnya pada tiap daerah juga berbeda. 3. Perbedaan jumlah larutan yang diteteskan. Walaupun telah ditetapkan bahwa tiap larutan diteteskan sebanyak 10l menggunakan mikro-pipet, namun dapat terjadi perbedaan jumlah larutan yang dilepaskan dari mikro pipet akibat adanya gelembung udara atau sejumlah kecil larutan yang terperangkap dalam pipet sehingga jumlah yang diteteskan pada tiap kertas cakram tidak persis sama.4. Penguruan diameter hambat yang kurang tepat. Pada hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa diameter hambat pada beberapa cawan cukup besar pada tiap daerah yang ditandai pencadang, sehingga melebar dan menyatu dengan zona bening disekitarnya. Hal ini membuat sedikit kesulitan dalam pengukuran diameter hambat sehingga hasil yang didapat kurang tepat.5. Pengenceran yang kurang tepat. Pada saat dilakukan pengenceran untuk tiap seri, dapat terjadi kesalahan seperti pencampuran yang kurang homogen, pengambilan zat tidak presisi, atau bahkan konsentrasi zat yang tidak tepat.

Berdasarkan hasil perhitungan pula, diperoleh data diameter rata-rata R tiap seri lebih kecil daripada diameter rata-rata konsentrasi tiap seri. Hal ini menunjukkan bahwa antibiotic yang diuji memiliki aktivitas hambat yang lebih tinggi daripada larutan standar, yaitu dengan potensi sebesar 1299,487 g/ml dibandingkan larutan standar yang hanya memiliki potensi 957,25 g/ml. Akibatnya, rasio potensi yang didapat juga sangat tinggi, yaitu sebesar 135,71%.IX. Kesimpulan1. Potensi antibiotic Ampisilin Trihidrat yang diuji adalah 1299,487 g/ml.2. Rasio potensi antibiotic Ampisilin Trihidrat yang diuji terhadap larutan Ampisilin standar adalah 135,71%.

PERCOBAAN VI dan VIIDETEKSI DNA DENGAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)ELEKTROFORESIS DNA DAN PROTEIN

I. Tujuan 1. Menentukan bobot molekul DNA sampel2. Menentukan bobot molekul protein sampel3. Menentukan kemurnian DNA sampel

II. Prinsip percobaan Fragmen DNA spesifik dapat diamplifikasi menggunakan teknik in vitro yang disebut dengan PCR. Pada prinsipnya sepasang primer yang membatasi fragmen DNA yang diamplifikasi mengawali reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase yaitu Taq DNA polimerase. PCR dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan DNA patogen bila fragmen DNA tersebut hanya spesifik berada pada patogen tersebut. Kespesifikan PCR ditentukan oleh primer yang digunakan.Setelah selesai diamplifikasi sebanyak siklus tertentu, perlu dilakukan elektroforesis terhadap produk PCR untuk mengetahui apakah produk PCR dihasilkan dan bila dihasilkan merupakan produk PCR yang dikehendaki. Molekul DNA dan protein merupakan molekul yang bermuatan sehingga bila diletakkan dalam medan listrik akan bergerak ke daerah yang muatannya berlawan, dengan kecepatan migrasi berdasarkan bobot molekulnya. Dalam hal ini, DNA bermuatan negatif sehingga akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif pada elektroforesis.

III. Teori UmumPolymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik atau metode replikasi DNA tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Pada dasarnya PCR menggunakan suhu untuk amplifikasi DNA. Suhu diatur sedemikian rupa agar terjadi proses denaturasi, annealing (penempelan), dan elongasi. Setelah melalui proses ini, fragmen DNA hasil amplifikasi akan terbentuk. Fragmen DNA ini akan diuji bobot molekul dan kemurniannya dengan elektroforesis. Elektroforesis adalah sebuah metode separasi atau pemisahan sebuah molekul besar dari campuran molekul yang serupa. Elektroforesis digunakan untuk memisahkan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. DNA dan protein merupakan senyawa polimer yang terdapat dalam makhluk hidup. Apabila dillakukan isolasi DNA atau protein tertentu baik dari sel mikroba, tanaman ataupun manusia biasanya masih berupa campuran sehingga perlu dilakukan permisahan dan karakterisasi lebih lanjut. Salah satu metode yang digunakan adalah elektroforesis, dimana DNA dan protein dalam matriks yang berpori (gel) diletakkan pada medan listrik yang memiliki kutub negatif dan positif. Berdasarkan bobot molekulnya, DNA dan protein akan terpisah dan bergerak ke kutub yang muatannya berlawanan. DNA yang bermuatan negaif akan bergerak ke kutub positif. Protein dibuat linier dan bermuatan negatif dengan pemanasan, penambahan senyawa pereduksi dan Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) sehingga akan bergerak ke kutub positif. Gel yang digunakan pada elektroforesis DNA adalah gel agarosa sedangkan untuk protein digunakan gel poliakrilamid. Elektroforesis protein disebut Sodium Dodecyl Sulfate-Poliacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).Tahap akhir elektroforesis adalah visualisasi DNA/protein menggunakan pewarna/molekul yang dapat mengikat atau berinteraksi dengan DNA/protein. Untuk menentukan bobot molekul, elektroforesis dilakukan bersamaan dengan suatu marka DNA/protein target dihitung berdasarkan kurva logaritma bobot molekul senyawa target terhadap jarak migrasinya.IV. Alat dan bahana. b. Alat dan Bahan untuk Deteksi DNA dengan teknik PCRc. Alat dan bahan untuk Elektroforesis DNA dan Protein

a.1. Alat Tabung PCR 100 l Pipet mikro 10 dan 50 l Thermocycler Alat elektroforesis DNA dan power supply Sentrifuga Rak tabung Eppendorf Tempat es dan es

a.2. Bahan 2 l Cetakan DNA 0,3 l Taq DNA polymerase 5 IU/l 0,5 l dNTP 10mM 0,7 l MgCl2 25 mM 2,5 l Buffer PCR 10x Agarose Etidium bromida Loading bufferDNA Parafilm 0,5 l P1 30 mM 0,5 l P2 30 mM 18 l Aqua bidest Larutan TAE 1x steril Brom fenol biru

b.1. Alat- Kit Elektroforesis DNA dan Protein- Mikropipet- Erlenmeyer- Transluminator ultraviolet

b.2. Bahan- Larutan TAE 1x steril- EtBr (Etidium Bromida ) 10mg/ ml- Loading buffer DNA dan Protein- Agarosa- Akrilamid 30%- Separting buffer- Stacking buffer- APS 10% (Ammonium persulfat )- TEMED- Buffer elektroforesis- Coomasie blue- Larutan staining dan destaining

V. Prosedur kerjaDiagram 5.1. Diagram Alir Prosedur Kerja PCR dan Elektroforesis DNA

Alat Bio-Rad Mini Protean II disiapkanLempeng kaca, spacer, dan alat pencetak gel dibersihkan dan dikeringkan Gel sandwich disusun dengan menyelipkan lempengan kaca yang disisipi spacer APS 10% dan TEMED dimasukkan paling akhir.Separating gel 12% (b/v) dan stacking gel 4% (b/v) disiapkanAquades dimasukkan ke ruang pencetak gel untuk memastikan tidak ada kebocoranCampuran di homogenkan lalu di tuang ke dalam gel sandwichGel separating dimasukkan ke dalam gel sandwich secara perlahan hingga garis batas dengan gel stackingDibiarkan hingga memadatPada persiapan gel stacking, APS 10% dan TEMED 10 di tambahkan untuk memulai proses polimerasiGel stacking di masukkan ke dalam sandwich secara perlahan hinga penuhSisir pencetak sumur diselipkan pada gel stacking secara hati-hati sampai menyentuh bagian atas dari gel separatingDibiarkan hingga memadatSampel protein diambil dalam jumlah yang setara ( untuk protein murni minimal mencapai 1 atau leih ) dan ditambhakan sampel buffer 2x ( 10 sampel protein , 10 buffer )Campuran sampel protein dididihkan selama 10-15 menit lalu dihomogenkan

Pada gel yang sudah memadat, sisir penceta k sumur ditarik Aquades ditambahkan untuk mengeluarkan gelembung udara pada sumurGel sandwich dimasukkan ke dalam chamber elektroforesis elektroforesis SDS-PAGE dilakukan pada tegangan 125 V selama 45 menitSampel protein dimasukkan menggunakan mikropipet sebanyak 20 dan juga marka proteinChamber diisi dengan buffer elektroforesis hingga sumur penuhGel hasil eletroforesis distainingdengan cara merendam gel ke dalam solution Coomasie blue selama 15 menitGel di destaining untuk menghilangkan sisa staining

Diagram 5.2. Diagram Alir Prosedur Kerja Elektroforesis Protein

VI. Hasil Pengamatan dan Perhitungan

Gambar 6.1. Hasil Elektroforesis DNA

Tabel 6.1. Hasil Perhitungan Jarak Migrasi Molekul DNABM (dalam base pair)Jarak Migrasi (cm)log BM

30002.33.477121255

25002.53.397940009

20002.73.301029996

15003.23.176091259

12003.63.079181246

10003.83.000

9004.02.954242509

8004.22.903089987

7004.42.84509804

6004.62.77815125

5004.92.698970004

4005.22.602059991

3005.62.477121255

2006.02.30102996

1006.52.000

Grafik 6.1. Grafik Logaritma Bobot Molekul DNA terhadap Jarak Migrasi

Persamaan regresi yang didapat adalah Jarak sumur ke pita paling terang sebagai jarak migrasi (x) adalah 6,2 cm sehingga:

1. Perhitungan Bobot Molekul DNABM (Bobot Molekul) = anti log y = anti log (2,23602) BM (Bobot Molekul) = 172,194 bp

2. Persentase galat

Gambar 6.2. Hasil Elektroforesis ProteinTabel 6.2. Hasil Perhitungan Jarak Migrasi Molekul ProteinBM (kDa)JarakMigrasi (cm)log BM

116,00.92.064457989

66,21.51.820857989

45,02.51.653212514

35,03.51.544068044

25,04.11.397940009

18,44.81.264817823

14,45.51.158362492

Grafik 6.2. Grafik Logaritma Bobot Molekul Protein terhadap Jarak Migrasi

Persamaan regresi yang didapat adalah Jarak sumur ke pita paling terang sebagai jarak migrasi = 2,6 cm sehingga: =

Perhitungan Bobot Molekul DNABM (Bobot Molekul) = anti log y = anti log (1,67902) BM (Bobot Molekul) = 47,755 kDa

VII. PembahasanPolymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode replikasi DNA secara in vitro (di luar tubuh organisme). Prinsip kerja PCR adalah memanfaatkan suhu untuk menghasilkan sejumlah DNA dalam waktu yang relatif singkat. Proses PCR dapat menghasilkan fragmen DNA target dalam jumlah besar sehingga banyak dimanfaatkan pada berbagai aplikasi biologi molekular. Beberapa aplikasi yang memanfaatkan PCR, antara lain:1. Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.2. Membuat fragmen gen DNA dalam jumlah besar.3. Mendeteksi atau mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami kelainan sebelum dilahirkan.4. Mengetahui kekerabatan antar spesies.5. Tes DNA.Terdapat tiga tahapan penting dalam PCR, yaitu denaturasi, penempelan primer atau disebut annealing, dan elongasi. Sebelum ketiga tahap tersebut dilakukan, mesin PCR (thermo cycler) diatur pada program suhu 94C selama 5 menit sebagai tahap persiapan denaturasi. Tahapan pra-PCR ini dilakukan untuk memastikan suhu sudah mencapai 94 C. Selanjutnya, suhu diatur pada 94 C selama 1 menit untuk tahap denaturasi. Pada tahap ini, ikatan hidrogen DNA terputus sehingga untai ganda DNA berubah menjadi untai tunggal. Untai tunggal ini bersifat tidak stabil dan siap menjadi tempat penempelan primer. Tahap berikutnya adalah annealing atau penempelan pada suhu 50-65C selama 1 menit. Pada tahap ini primer menempel pada bagian DNA yang berkomplementer urutan basanya. Setelah itu adalah elongasi atau pemanjangan pada suhu 72C selama 1 menit. Pada tahap ini, terjadi pemanjangan primer hingga terbentuk fragmen untai ganda DNA yang utuh. Ketiga tahap di atas diatur untuk dilakukan pengulangan sebanyak 25-35 kali sehingga dapat menghasilkan banyak fragmen DNA. Tahap paling akhir adalah proses pasca-PCR yang dilakukan pada 72C selama 10 menit untuk memastikan setiap fragmen DNA yang terbentuk telah mengalami proses pemanjangan secara utuh.Dalam proses PCR, terdapat beberapa komponen utama sebagai bahan untuk membuat campuran PCR atau PCR mixture, yaitu:1. DNA cetakanDNA cetakan merupakan fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. DNA fragmen berfungsi sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. DNA cetakan ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid, ataupun fragmen DNA lain asalkan di dalam DNA cetakan tersebut terdapat fragmen DNA target yang dituju.2. Oligonukleotida primerOligonukleotida primer adalah suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua, yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5-fosfat dan oligonukleotida yang kedua identic dengan sekuen pada ujung 3-OH rantai DNA.3. Desoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)Campuran dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP. Masing-masing terdapat pada konsentrasi akhir baik 10 mM atau 25 mM. DNTP berfungsi sebaga penyedia nukleotida dalam proses elongasi.4. Taq DNA PolimeraseTaq DNA polimerasi berasal dari bakteri Thermus aquaticus, yang bersifat termostabil pada suhu tinggi saat denaturasi. Taq DNA polymerase tersusun atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzim ini memiliki kemampuan polimerasi DNA yang sangat tinggi. Taq DNA polimerase mempunyai suhu optimum yang cukup tinggi untuk sintesis DNA yaitu 75-80 C.Aktivitas spesifik enzim ini dalam menggabungkan nukleotida mencapai 150 nukleotida per detik per molekul enzim. Taq DNA polimerase mempunyai keunikan yaitu mampu menambahkan satu nukleotida, terutama dATP, pada ujung 3 fragmen DNA hasil polimerasi meskipun tanpa adanya cetakan.Dengan demikian, ujungfragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR pada umumnya tidak pepat, melainkan ada tambahan satu nukleotida pada kedua ujungnya.5. Buffer dan MgCl2Buffer standar untuk PCR tersusun dari 50 mM KCl, 10 mM Tris-Cl (pH 8,3) dan 1,5 mM MgCl2. Buffer standar ini bekerja denganbaik untuk DNA cetakan dan primer dengan kondisi tertentu. MgCl2berperan sebagai kofaktor yang menstimulasi aktivitas DNA polimerasi dan meningkatkan interaksi primer dengan cetakan.Selain itu, konsentrasi ion magnesium dalam PCR merupakan faktor yang penting karena dapat mempengaruhi suhu disosiasi untai DNA cetakan dan produk PCR.Setelah menyelesaikan semua tahap yang telah diprogram pada thermo cycler, perlu dilakukan elektroforesis terhadap produk PCR untuk mengetahui apakah benar telah dihasilkan produk DNA yang baru dan memastikan produk PCR yang dihasilkan tersebut merupakan produk yang dikehendaki. Elektroforesisadalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinyadalam sebuahmedan listrik. Ada beberapa jenis elektroforesis, yaitu:1. Elektroforesis kertasElektroforesis kertas terdiri dari kertas sebagai fase diam dan partikel bermuatan yang terlarut (terutama ion-ion kompleks) sebagai fase gerak. Fase diam yang biasa digunakan yaitu kertas selulosa asetat. Pemisahan tersebut terjadi karena adanya gradasi konsentrasi sepanjang sistem pemisahan. Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit, kekuatan ion, pH, viskositas, dan daya absopsi zat terlarut.2. Elektroforesis kapilerElektroforesis kapiler adalah metode elektroforesis yang digunakan untuk memisahkan asam amino, protein, lipid, karbohidrat, dan nukleotida dengan resolusi tinggi yang dilakukan pada pipa kapiler berisi buffer. Metode ini menggunakan listrik bertegangan tinggi yang menyebabkan semua komponen ion atau molekul netral bergerak ke katoda. Deteksi dapat dilakukan dengan teknik pendeteksian spektrometri atau elektrokimia. Teknik pemisahan ini dipengaruhi oleh tegangan listrik, koefisien difusi, panjang, dan diameter pipa kapiler, serta konsentrasi sampel.3. Elektroforesis gelElektroforesis gel menggunakan gel sebagai fase diam untuk memisahkan molekul-molekul seperti DNA dan protein menjadi pita-pita yang masing-masing terdiri atas molekul-molekul dengan panjang yang sama. Teknik yang digunakan yaitu memberi gaya pada makromolekul tersebut untuk melewati medium berisi gel yang dibantu dengan tenaga listrik. Elektroforesis gel memisahkan berdasarkan laju perpindahannya melewati suatu gel di bawah pengaruh medan listrik. Komponen umum dalam elektroforesis gel yaitu (Birren & Lai, 2007) loading buffer, running buffer, sisir sebagai pembentuk sumur pada gel, tray sebagai cetakan gel, chamber sebagai wadah gel, sumber listrik untuk memberi arus saat proses elektroforesis, larutan elektrolit sebagai larutan pembawa komponen, umumnya buffer dengan pH tertentu, dan elektroda dengan anoda dan katoda yang dihubungkan arus listrik. Elektroforesis gel umumnya menggunakan gel agarosa untuk elektrofesis DNA dan gel poliakrilamid untuk elektroforesis protein sebagai fase diam. Perbedaan kedua gel ini dapat dilihat pada tabel berikut (Fatchiyah, 2006):Tabel 7. Perbandingan Gel Agarosa dan Gel PoliakrilamidNo.Gel AgarosaGel Poliakrilamid

1.

2.3.4.

5.6.

7.8.9.

Umumnya memisahkan fragmen DNA berukuran 100bp 50kb, namun bisa juga protein berukuran > 200 kDa.Resolusi lebih rendahVoltase lebih rendahMempunyai laju pemisahan lebih cepatMedan gerak biasanya horizontalPreparasi gel lebih mudah dan murahBersifat non-toksikMudah rusak oleh tanganPita yang dihasilkan dapat berkabut dan menyebar agak jauhUmumnya memisahkan protein berukuran 5-200 kDa, namun bisa juga DNA berukuran 5-500 bp

Resolusi lebih tinggiVoltase lebih tinggiMempunyai laju pemisahan lebih lambatMedan gerak biasanya vertikalPreparasi gel lebih sulit dan mahal

Toksik

Elektroforesis dapat diaplikasikan untuk berbagai hal berikut:1. Membandingkan gen homolog dari spesies yang berbeda dan mengetahui susunan sekuens berbagai genom. 2. Sidik jari DNA (DNA fingerprinting) dan mendeteksi kelainan genetik. 3. Mendeteksi lokasi dan jumlah mRNA dalam sel atau jaringan tertentu. 4. Mengetahui aktivitas gen selama perkembangan berbagai tipe sel organisme atau percobaan perlakuan gen.5. Mempelajari evolusi tingkat molecular dan variasi genetik yang ada di alam. 6. Menentukan atau mengidentifikasi berat molekul DNA, RNA, dan protein tertentu. 7. Mengidentifikasi persamaan dan perbedaan genetik antar individu. 8. Mengetahui jumlah fragmen DNA yang diklon dalam rekombinan DNA plasmid. 9. Menganalisis fragmen DNA yang diamplifikasi lewat PCR.Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam elektroforesis. Dalam pengambilan bahan, mikropipet yang digunakan haruslah mikropipet dengan range ukuran yang sesuai. Apabila tidak sesuai, maka mikropipet dapat rusak. Tegangan ketika hendak menjalankan elektroforesis juga perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi hasil yang di dapat. Ketika melakukan pewarnaan dan destaining, sebaiknya tidak boleh terlalu lama karena akan menyebabkan hasil sulit dibaca ketika diamati di transluminator. Pada percobaan ini, jenis elektroforesis yang digunakan adalah elektroforesis gel. Pada dasarnya, elektroforesis memanfaatkan muatan listrik yang terdapat pada makromolekul, dalam hal ini DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, maka molekul tersebut akan bergerak dari muatan negatif menuju muatan positif. Faktor yang mempengaruhi pergerakan makromolekul dalam elektroforesis yaitu:a. Ukuran dan bentuk molekul Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel karena hambatan yang akan dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan molekul berukuran besar. Molekul yang memiliki bentuk elips atau fibril akan lebih cepat bergerak dibandingkan dengan yang berbentuk bulat. Molekul berbentuk sekunder atau tersier memiliki pergerakan yang lebih lambat dibandingkan dengan bentuk primer.b. Konsentrasi gelSemakin tinggi konsentrasi gel, pori-pori akan semakin kecil dan gel akan semakin kaku sehingga pergerakan molekul menjadi lebih lambat. Selain itu, dengan semakin tingginya konsentrasi gel ukuran molekul yang dapat lewat juga semakin kecil.c. Densitas muatanMolekul dengan densitas muatan tinggi akan bergerak lebih cepat dibandingkan molekul dengan densitas muatan yang rendah.d. Pori-pori gelSemakin kecil pori-pori gel yang digunakan, semakin lambat pergerakan molekul.e. VoltaseSemakin tinggi tegangan listrik yang diberikan, semakin cepat pergerakan molekul.

f. Larutan buffer elektroforesisBuffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan konduktansi listrik sehingga mempercepat migrasi. pHbuffer berpengaruh pada titik isoelektrik sehingga dapat mempengaruhi tingkat dan arah pergerakan protein.g. SuhuPada elektroforesis, suhu akan mempengaruhi denaturasi protein dimana pada elektroforesis digunakan suhu 90-95oC untuk mendenaturasi protein.Dalam elektroforesis DNA, terdapat beberapa komponen atau bahan yang digunakan, yaitu:1. Gel agarosaGel agarosa adalah suatu polisakarida yang diekstraksi dari berbagai jenis ganggang merah. Gel agarosa dapat digunakan untuk pemisahan sampel DNA dengan ukuran 200 hingga 20.000 pasangan basa (pb).2. Etidium Bromida Etidium bromida merupakan senyawa yang bersifat karsionogenik.Etidium bromide digunakan untuk meningkatkan daya fluoresensi dari DNA sehingga visualisasi DNA dapat dilihat dengan jelas.Etidium Bromida bekerja dengan menyelip di sela-sela basa nukleotida.3. Loading buffer Loading buffer berfungsi untuk meningkatkan densitas sampel DNA sehingga fragmen tersebut berada di dasar sumur dan tidak menyebar. Buffer ini juga dapat membantu pergerakan sampel ke anoda. Loading buffer pada elektroforesis DNA berisi pelarut ddH2O, pewarna Brom fenol biru Blue, dan pemberat sukrosa. Brom fenol biru berfungsi untuk memberi warna pada fragmen DNA sehingga mempermudah pengamatan proses elektroforesis dalam memantau kecepatan molekul DNA bergerak dalam gel. Sukrosa berfungsi sebagai pemberat sehingga sampel masuk ke dalam sumur.4. TAETAE merupakan running buffer yang berfungsi sebagai penstabil DNA pada pH 8 dan buffer. Running buffer berfungsi sebagai tempat pemisahan fragmen DNA, penyangga dan media penghantar listrik yang tepat. Buffer TAE memiliki kapasitas buffering terendah tetapi memberikan resolusi terbaik untuk DNA yang lebih besar. Ini berarti tegangan yang digunakan lebih rendah dan menghabiskan lebih banyak waktu, tapi produk yang dihasilkan lebih baik.Pada percobaan ini, konsentrasi gel agarosa yang dibuat adalah sebesar 1%. Konsentrasi ini dibuat sesuai dengan ukuran DNA yang akan melewatinya. Apabila konsentrasi yang dibuat lebih tinggi dari 1%, maka gel yang terbentuk akan menjadi lebih padat dan sulit dilalui oleh DNA. Sebaliknya, apabila konsentrasi yang digunakan lebih rendah, pori-pori gel menjadi terlalu besar sehingga gel terlalu cepat dilalui oleh DNA.Sebelum memadat, larutan agarosa dimasukkan kedalam cetakan yang telah dipasang sisir. Sisir berfungsi untuk membuat sumur-sumur pada gel agarosa. Sumur-sumur tersebut digunakan sebagai tempat meletakkan sampel DNA yang akan dielektroforesis. Salah satu sumur diisi dengan marka DNA sebagai pembanding dalam mengukur jarak migrasi DNA. Sumur-sumur lainnya diisi dengan larutan sampel yang dibuat dari campuran loading buffer dan produk PCR, yaitu dengan perbandingan 1:5. Larutan sampel dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang terbentuk menggunakan mikro pipet. Selanjutnya, elektroforesis dilakukan pada 80 volt selama 45 menit untuk memastikan sampel sudah bermigrasi secara sempurna. Apabila voltase yang digunakan lebih besar, maka waktu yang diperlukan akan menjadi lebih singkat. Hasil elektroforesis DNA divisualisasi di atas transluminator Ultra Violet supaya hasil dapat diamati dengan jelas. Hal ini dilakukan karena terdapat EtBr (EtidiumBromida) di dalam gel yang bersifat karsinogenik. Hasil penyinaran dengan sinar UV tersebut menghasilkan garis-garis terang pada gel agarosa.Berdasarkan hasil perhitungan regresi jarak migrasi pada marka dan logaritma berat molekul dalam satuan bp (base pair), diperoleh persamaan regresi . Jarak sumur ke pita paling terang sebagai jarak migrasi adalah sebesar 6,2 cm sehingga diperoleh berat molekul sampel DNA adalah 172,194 bp. Dengan demikian, didapatkan persentase kemurnian sampel DNA sebesar 89,684%. Akan tetapi, diperoleh persentase galat percobaan sebesar 10,3156%. Hal ini dapat terjadi akibat beberapa faktor kesalahan, seperti jumlah zat yang kurang tepat saat pembuatan campuran PCR, proses PCR yang kurang sempurna, konsentrasi agarosa yang kurang tepat, yaitu lebih besar sehingga pori-pori agarosa menjadi lebih kecil, dan pengukuran jarak migrasi yang kurang teliti.Pada elektroforesis protein atau disebut dengan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Poliacrylamide Gel Electrophoresis), komponen-komponen yang diperlukan, yaitu: 1. PoliakrilamidPoliakrilamid merupakan fasa diam pada elektroforesis protein. Polikarilamid berfungsi untuk mencegah difusi akibat timbulnya panas pada arus listrik. Media ini dipilih karena memiliki ukuran pori-pori yang lebih kecil sehingga dapat memisahkan molekul protein yang kecil dan perbedaan protein dapat teramati. Konsentrasi akrilamid total dalam gel dapat mempengaruhi migrasi protein. Poliakrilamid merupakan hasil polimerisasi secara spontan dari akrilamid dan bisakrilamid jika tidak terdapat oksigen.2. Separating bufferSeparating buffer berfungsi untuk memisahkan atau menseparasi protein berdasarkan berat molekulnya.3. Stacking bufferStacking bufferberfungsi untuk mencetak sumur, menimbun atau memekatkan protein menjadi satu jalur yang sempit sebelum protein itu memasuki gel pemisah dan menahan sementara agar sampel bermigrasi pada waktu yang bersamaan. 4. SDS (Sodium Dodecyl Sulfate)SDS merupakan detergen anionik, yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas. SDS berfungsi memberikan muatan negatif pada protein yang akan dianalisis. Selain itu, SDS dapat mendenaturasi protein, mempermudah menyamakan kondisi, dan menyederhanakan protein (bentuk, ukuran, dan muatan). Muatan negatif SDS akan menghancurkan sebagian stuktur kompleks protein dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila ditempatkan pada suatu medan listrik.Dalam pembuatan gel separating dan stacking, terdapat beberapa bahan yang digunakan seperti TrisHCl, SDS, APS dan TEMED. TrisHCl merupakan buffer pada gel dengan pH dan konsentrasi yang berbeda untuk masing-masing gel (1.5 M dengan pH 8.8 untuk gel separating dan 0.5 M dengan pH 6.8 untuk gel stacking). TrisHCl pH 6,8 berguna untuk menstabilkan pH buffer agar muatan dari protein tidak berubah dan pH 8,8 berguna untuk mendapatkan pori-pori yang lebih kecil sehingga protein akan terseparasi dengan baik. Saat proses elektroforesis (running), pH 8,8 menjaga protein agar tetap dalam keadaan muatan negatif dan pH 6,8 berfungsi agar kondisi pH stacking gel berada di bawah isoelektrik protein (pH 8) sehingga protein akan tersusun secara berjajar pada bagian bawah dari stacking gel. Metode yang digunakan dalam elektroforesis protein adalah metode vertikal. SDS berguna untuk memberikan muatan negatif pada protein. APS digunakan sebagai katalisator dalam polimerasi gel poliakrilamid dan TEMED digunakan sebagai katalisator pembentukan radikal bebas dari ammonium persulfat serta sebagai pemadat. Oleh karena itu, APS dan TEMED pencampurannya dilakukan terakhir agar larutan tidak menjadi padat terlebih dahulu sebelum seluruh bahan tercampur. Protein yang digunakan dalam elektroforesis gel sebelumnya didenaturasi dengan menggunakan SDS dan memutus ikatan disulfida pada struktur protein menggunakan beta-merkaptoetanol. Hal ini bertujuan agar protein memiliki struktur primer yang seragam.Seperti prosedur kerja pada elektroforesis pada DNA, sumur-sumur yang telah terbentuk pada stacking gel diisi dengan larutan sampel yang dibuat dari campuran loading buffer dan sampel protein, yaitu dengan perbandingan 1:4. Selanjutnya, SDS-PAGE dilakukan pada 125 volt selama 45 menit. Gel hasil elektroforesis direndam dalam larutan staining untuk diwarnai selama 15 menit, lalu dilakukan proses destaining selama satu malam untuk menghilangkan larutan staining. Sebagian besar komposisi larutan staining dan destaining sama, hanya saja larutan destaining tidak mengandung zat pewarnaCoomassieBrilliantBlue.Hasil elektroforesis protein yang telah melalui proses destaining selama 24 jam menunjukkan adanya garis-garis berwarna biru pada gel yang menandakan jarak migrasi protein. Setelah dilakukan pengukuran jarak migrasi, diperoleh persamaan yang didapat dari perhitungan regresi jarak migrasi pada marka dan logaritma berat molekul dalam satuan kDa (kilo Dalton). Jarak migrasi protein adalah sebesar 2,6 cm sehingga diperoleh berat molekul sampel protein adalah 47,755 kDa.

VIII. Kesimpulan1. Bobot molekul DNA sampel adalah 172,194 pasangan basa.2. Bobot molekul protein sampel adalah 47,755 kDa atau 47.755 Dalton.3. Persentase kemurnian DNA sampel adalah .

DAFTAR PUSTAKA

Birren, B. dan E. Lai. 1993. Pulsed field gel electrophoresis: a practical guide. San Diego: Academic Press, Inc.Blair, J.M.A., Webber, M.A., Baylay, A.J., dan Piddock, L.J.V. 2015. Molecular Mechanisms of Antibiotic Resistance. Nature Reviews Microbiology. Halaman 42-51.Burkhulailah. 1995. Studi Hubungan Kadar Senyawa Aktif Sulfametoksazol, Trimetoprim, dan Kotrimoksazol yang Ditetapkan Secara Spektrofotometri Lembayung Ultra dengan Diameter Hambatan Terhadap Bakteri Escherichia Coli ATCC 10536. Surabaya: Universitas Airlangga, hal 18-19Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 891.Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi Untuk AKademi Keperawatan Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. Bandung: Citra Aditya BaktiFatchiyah. 2006. Gel Elektroforesis. Malang: Lab Sentral Biologi Molekuler dan Seluler Departemen Biologi Universitas BrawijayaJawetz, et.al. 2004. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Halaman 451.Kee, J.L. dan Evelyn, R.H. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan Cetakan I. Jakarta: Buku Kedokteran EGCMadigan, Michael T. dan John M.Matinko. 2015. Brock Biology of Microorganism. USA: Prentice Hall, halaman 319-320Magdeldin, Sameh. 2012. Gel Electrophoresis Principles and Basics, Croatia: InTech PublisherPelezar, J., M.E.C.S., Chan.1998. Dasar Dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta : UI Press. Halaman 530-535 dan 901http://ffarmasi.unand.ac.id/bahanajar,rpkps,jurnal,buku,cv/BA.RPKPS/Akmal/Akmal%20Djamaan%20(Bhn%20Ajar%20Mikfar%20II).pdf, diakses pada 8 November 2015, pukul 15.12 WIBhttp://fungsi.web.id/2014/09/perbedaan-antara-vaksin-dan-antibiotik.html, diakses pada 7 November 2015 pukul 18.32 http://lsihub.lecture.ub.ac.id/category/bakteri/, diakses pada 6 November 2015, pukul 11.38 WIBhttps://modmedmicrobes.wikispaces.com/Sarcina+Lutea, diakses pada 6 November 2015, pukul 11.34 WIB