laporan tugas akhir politeknik pertanian universitas andalas payakumbuh
DESCRIPTION
Laporan TATRANSCRIPT
LAporan Tugas Akhir Politeknik pertanian universitas andalas payakumbuh
APLIKASI BUDIDAYA PADI SALIBU I (Satu) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) DI KECAMATAN LIMA
KAUM KABUPATEN TANAH DATAR
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh :NANDA JULIADINBP. 1001321016
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PANGANJURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN
POLITEKNIK PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALASPAYAKUMBUH
2013
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang sangat penting keberadaannya di
Indonesia karena beras yang dihasilkan merupakan sumber makanan pokok dan bahkan bagi
separoh penduduk Asia. Sekitar 1.750 juta jiwa dari 3 milyar penduduk Asia termasuk 200 juta
penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan kalorinya dari beras. Sementara di Afrika dan
Amerika Latin yang berpenduduk sekitar 1,2 milyar, 100 juta diantaranya pun hidup dari beras.
Oleh karena itu, di Negara-negara Asia beras memiliki nilai ekonomis sangat berarti. Oleh
karena itu padi dapat mempengaruhi kestabilan politik, ekonomi dan pertanian negara, serta
mempengaruhi biaya kerja dan harga bahan lainnya (Andoko, 2010).
Perkembangan pembangunan pertanian di bidang pertanian terus meningkat dan tidak
hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta dan masyarakat yang ikut
berperan serta dalam sektor pangan, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja yang akan
mengurangi angka pengangguran di dunia khususnya di negara Indonesia (Burbey, 2002).
Menurut Departemen Pertanian (2006), tingkat konsumsi di Indonesia 139,15 kilogram
per kapita per tahun atau setara dengan kebutuhan beras 47,57 juta ton gabah kering giling
(GKG). Sementara lahan yang tersedia hanya 11 juta – 12 juta hektar(ha) dengan rata – rata
produksi 4-6 ton per ha. Jumlah ini tidak akan cukup pada tahun yang akan datang. Dengan
asumsi laju pertumbuhan 0,92 % per tahun, kebutuhan beras kita akan mencapai 61,23 juta ton
GKG, sementara konversi lahan pertanian berlangsung terus – menerus.
Di tengah rumitnya upaya peningkatan produksi padi ternyata di Kabupaten Tanah Datar
ada suatu inovasi teknologi sejak tahun 2007 telah dikembangkan oleh masyarakat dan sangat
mudah dilaksanakan. Inovasi tersebut adalah “ Teknologi Padi Salibu” , namun yang menjadi
permasalahan bahwa kebanyakan petani masih belum mau menerapkan teknologi tersebut karena
petani masih percaya dengan teknologi tradisional (cara lama) yang selalu dilakukan setiap
periode tanam, sehingga para penyuluh pertanian maupun badan pertanian setempat sulit untuk
memberikan sosialisasi mengenai padi salibu ini.
Padi salibu merupakan sebutan oleh masyarakat Minangkabau terhadap tunas padi yang
tumbuh setelah batangnya dipotong ketika dipanen. Di daerah lain orang menyebutnya padi suli,
padi berlanjut, ratun atau singgang(Jawa) atau turiang (Sunda) dan lain-lain sesuai bahasa daerah
masing-masing. Selama ini padi salibu hanya dijadikan hijauan makananan ternak, karena gabah
yang dihasilkan tidak menguntungkan secara ekonomis.
Menurut Yohanes (2012) Keuntungan penerapan padi salibu/ratun adalah cepat, mudah
dan murah serta dapat meningkatkan produktivitas padi per unit area dan per unit waktu.
Penerapan budidaya padi dengan sistem salibu/ratun melalui pemanfaatan varietas berdaya hasil
tinggi, diduga dapat memberi andil dalam meningkatkan produktivitas padi nasional.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari Laporan Tugas Akhir (LTA) ini adalah :
1. Mengetahui teknologi budidaya salibu pada tanaman padi sawah.
2. Mengetahui pengaruh budidaya padi salibu terhadap produksi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Komoditi
Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan rumput-rumputan.
Berdasarkan taksonomi tanaman, padi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Division : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Monokotyledoneae
Ordo : Graminales
Famili : Graminae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
Sumber : (Andoko, 2010).
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman padi juga
tergolong tanaman pertanian kuno yang berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat yang
beriklim tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang
(Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur
Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India, beberapa wilayah asal padi
adalah Bangladesh Utara, Burma, Thailand, Laos, dan Vietnam (Bantul, 1999).
Secara morfologi tanaman padi termasuk golongan tanaman setahun atau semusim.
Batang berbentuk bulat berongga, daun memanjang seperti pita yang berdiri pada ruas-ruas
batang dan mempunyai sebuah malai yang terdapat pada ujung batang (AAK, 1990). Tanaman
padi terdiri dari bagian vegetatif yang meliputi akar, batang, daun, dan bagian generatif meliputi
malai yang terdiri dari bulir-bulir padi (Hirupbagja, 2009).
Akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula) yang tumbuh
sewaktu berkecambah bersama akar seminal yang jumlahnya antara 1-7. Akar-akar seminal
selanjutnya akan digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh dari buku terbawah batang (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian /BP3 Bogor, 1988).
Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan yang
lainnya dipisah oleh sesuatu buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku. Batang
terdiri dari pelepah-pelepah daun dan ruas-ruas yang tertumpuk padat. Setelah memasuki stadia
reproduktif ruas-ruas tersebut memanjang dan berongga. Dari atas ke bawah, ruas batang itu
makin pendek. (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian /BP3 Bogor, 1988: Hirupbagja,
2009).
Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu
daun pada tiap buku. Daun terdiri dari helaian daun yang terletak pada batang padi, berbentuk
memanjang seperti pita, pelepah daun yang membungkus ruas dan telinga daun (auricle); lidah
daun (ligule).
Daun bendera mempunyai panjang daun terpendek dengan lebar daun yang
terbesar. Jumlah daun dan besar sudut yang dibentuk antara daun bendera dengan malai,
tergantung kepada varietas yang ditanam.
Anakan (tunas) mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 helai daun
dan tumbuh pada dasar batang. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak).
Dari batang utama akan tumbuh anakan primer sampai anakan tersebut memiliki 6 daun dengan
4 - 5 akar. Dari anakan primer selanjutnya tumbuh anakan sekunder yang kemudian
menghasilkan anakan tersier (BPPP Bogor, 2005 ).
Malai merupakan sekumpulan bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling atas.
Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama dari malai, sedangkan butir-butirnya
terdapat pada cabang-cabang pertama maupun cabang-cabang kedua. Pada waktu berbunga,
malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan menjadi buah. Panjang malai
ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka
ragam, pendek (20 cm), sedang (20 - 30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm) (Hirupbagja,
2009). Malai terdiri dari 8 - 10 buku yang menghasilkan cabang-cabang primer dan cabang
primer selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari buku-
buku cabang primer maupun cabang sekunder (Hirupbagja, 2009).
Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua
jenis dengan bakal buah yang di atas. Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek
dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai
putik, dengan dua buah kepala putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih
atau ungu.
Waktu padi hendak berbunga, lodicula menjadi mengembang karena ia mengisap air dari
bakal buah. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka. Hal ini
memungkinkan benang sari yang sedang memanjang, keluar dari bagian atas atau samping bunga
yang terbuka tadi. Terbukanya bunga diikuti dengan pecahnya kandung serbuk, yang kemudian
menumpahkan tepung sarinya. Sesudah tepung sari ditumpahkan dari kandung serbuk maka
lemma dan palea menutup kembali. Dengan berpindahnya tepung sari ke kepala putik maka
selesailah sudah proses penyerbukan. Kemudian terjadilah pembuahan yang menghasilkan
lembaga dan endosperm sebagai sumber makanan cadangan bagi tanaman yang baru tumbuh
(Hirupbagja, 2009).
Buah padi, sehari-hari kita sebut biji padi atau butir/gabah, sebenarnya bukan biji
melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai
penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian-bagian lain membentuk sekam
(kulit gabah). Dinding bakal buah terdiri dari tiga bagian : bagian paling luar disebut epicarpium,
bagian tengah disebut mesocarpium dan bagian dalam disebut endocarpium. Biji sebagian besar
ditempati oleh endosperm yang mengandung zat tepung dan sebagian ditempati oleh embrio
(lembaga) yang terletak di bagian sentral yakni di bagian lemma (Hirupbagja, 2009).
2.2 Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan,
iklim dan jenis tanah. Setiap tanaman menghendaki keadaan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Pada kondisi lingkungan yang sesuai, tanaman padi dapat tumbuh dengan baik
dan berproduksi tinggi. Oleh karena itu, sebelum membudidayakan tanaman perlu diketahui
terlebih dahulu syarat-syarat ekologi nya (Hirupbagja, 2009).
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 450 LU sampai 450 LS
dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan
yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 - 2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di
musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi meningkat asalkan air irigasi selalu
tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan
kurang intensif (Sundowo Harminto, 2003)..
Lahan sawah berpengairan lebih produktif dari lahan sawah tadah hujan yang terdapat
pada sistem sawah. Keragaman produktivitas dan produksi padi itu terjadi karena, baik secara
langsung atau tidak, air mempengaruhi metabolisme karbon dan protein (BPPP Bogor, 2011)
Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Suhu yang panas
merupakan kondisi yang sesuai bagi tanaman padi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik
pada suhu 230 C ke atas, sedangkan di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya
hampir konstan sepanjang tahun. Adapun salah satu pengaruh terhadap tanaman padi yaitu
kehampaan pada biji (AAK, 1990).
Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin
berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan
tanaman. Di dataran rendah padi tumbuh pada ketinggian 0-650 m dpl dengan temperatur
22-270 C sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-230 C
(Bantul, 2011).
Tanaman padi dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, tetapi untuk padi yang ditanam di
lahan persawahan memerlukan syarat-syarat tertentu, karena tidak semua jenis tanah dapat
dijadikan lahan tergenang air. Sistem tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar
kebutuhan air tanaman padi tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu jenis tanah yang
sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Sebaiknya tanah yang sulit dilewati
air sangat cocok dibuat lahan persawahan (Suparyono, 1997).
Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan
keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan
ketebalan 18 - 22 cm. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0. Pada padi sawah, penggenangan
akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH
8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki
lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral.
Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang
khusus (Bantul, 2011).2.3 Teknologi Produksi
Menurut Krishnamurthy (1988) dalam Susilawati (2011) mengatakan bahwa salibu/ratun
tanaman padi merupakan tunas yang tumbuh dari tunggul batang yang telah dipanen dan
menghasilkan anakan baru hingga dapat dipanen. Praktek budidaya tanaman padi-ratun telah
lama dilakukan petani di daerah tropis dan di daerah beriklim sedang.
Di Indonesia, budidaya ini banyak dilakukan untuk padi lokal yang berumur panjang.
Hasil ratun sering disebut sebagai padi singgang atau turiang. Padi lokal yang berumur panjang,
setelah panen tanaman utama, akan dibiarkan oleh petani hingga musim tanam tahun berikutnya.
Dalam periode tersebut petani akan memanen salibu/ratun dalam waktu sekitar setengah dari
periode tanaman utama, dengan produksi berkisar antara 40-60% dari panen tanaman utamanya.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan salibu antara lain : (a) biaya
produksi lebih rendah karena tidak perlu pengolahan tanah dan penanaman ulang, (b) pupuk
yang dibutuhkan lebih sedikit, yaitu setengahdari dosis yang diberikan pada tanaman utama, (c)
umur panen lebih pendek, dan (d) hasil yang diperoleh dapat memberikan tambahan produksi
dan meningkatkan produktivitas (Krishnamurthy, 1988; Nair dan Rosamma
(2002)dalam Susilawati, 2011)
Kemampuan tanaman padi menghasilkan salibu/ratun dapat ditentukan oleh sifat genetik
dan lingkungan, seperti ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah, sinar matahari, suhu, dan
keadaan hama dan penyakit tanaman (Mahadevappa (1988) dalam Susilawati, 2011). Secara
genetik, setiap jenis padi memiliki kemampuan menghasilkan ratun yang berbeda-beda. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi kemampuan menghasikan salibuadalah panjang pemotongan,
pemupukan dan pengelolaan air. Panjang pemotongan dapat mempengaruhi jumlah anakan,
periode pertumbuhan, vigor ratun dan hasil biji. Ditemukan juga ratun tumbuh dari setiap buku
yang terdapat pada tunggul. Pemotongan yang lebih tinggi atau jika tanaman utamanya masih
tertinggal 2 - 3 ruas (5 - 6 cm), dapat mendorong pertumbuhan tunas ratun lebih baik,
dan menekan kehilangan hasil (Vergara. 1988)dalam Susilawati, 2011)
Ketika batang padi dipotong waktu melakukan panen, maka kurang lebih tiga hari
kemudian pada ruas terdekat dari bekas pemotongan batang biasanya akan muncul tunas
baru. Munculnya tunas tersebut dipengaruhioleh keadaan suatu zat hormon dalam tubuh
tanaman yang disebut dengan auksin. Zat yang cenderung selalu bergerak menuju ke arah
bagian ujung atau pucuk tanaman, karena bagian ujungnya telah terpotong maka hormon tersebut
tertumpuk pada bagian luka bekas pemotongan dan merangsang pertumbuhan tunas baru
disekitar luka. (Harminto, 2003). Tunas inilah yang disebut dengan istilah padi salibu.
Menurut teori vital dalam biologi, pergerakan air dari akar ke bagian ujung tanaman
mengalami proses berlawanan terhadap gaya grafitasi melalui pipa kapiler yang terdapat
di dalam batang dengan proses kapilaritas sehingga tunas yang baru terbentuk di bagian ujung
batang memperoleh air dan zat makanan lainnya dari akar, sehingga tunas yang baru muncul
menjadi lebih kerdil dibanding yang di bawahnya (Harminto, 2003)
Tunas yang baru muncul makin ke pangkal atau makin dekat dengan akar sulit untuk
menerima air dan nutrisi lainnya sehingga pada proses kapilaritas dampak yang ditimbulkan oleh
tunas tersebut akan lebih kecil dibanding dengan tunas yang muncul diatasnya. Pada tanaman
padi ketika tunas muncul pada bagian pangkal batang dekat permukaan tanah, maka pada saat
yang bersamaan pangkal tunas yang baru tumbuh akan diikuti oleh keluarnya akar (Soenarso
wirjoprajitno, 1981). Seiring dengan pertumbuhan tunas tersebut akar juga akan terus
memanjang, bercabang-cabang sampai menembus dan berkembang di dalam tanah dan begitulah
seterusnya.
Pupuk merupakan salah satu input penting bagi pertumbuhan dan hasil ratun padi.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pertumbuhan salibu/ratun sangat tergantung pada komposisi
dan tingkat dosis pupuk yang diberikan (Jason, 2005 dalam Susilawati, 2011). Pupuk
yang diberikan pada tanaman utama, akan berdampak kepada ratun yang tumbuh berikutnya.
Pupuk N merupakan unsur yang dapat mempercepat pertumbuhan berupa pertambahan tinggi
dan jumlah anakan produktif.
Pupuk P berperan dalam memperkokoh tanaman, memacu terbentuknya bunga dan bulir
pada malai, memperbaiki kualitas gabah dan meningkatkan akar-akar rambut. Pupuk K
memacu pertumbuhan akar, memperbaiki kualitas bulir dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangan hama dan penyakit (Dobermann dan Fairhurst, 2000 dalam Susilawati, 2011).
Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa hanya N yang secara nyata berpengaruh
terhadap penampilan dan hasil ratun (McCauley, 2006 dalam Susilawati, 2011). Jumlah P dan K
yang diberikan cukup pada tanaman utama, masih dapat dimanfaatkan oleh salibu/ratun. Di
Taiwan, P dan K tidak berpengaruh terhadap hasil ratun, dan di Texas P dan K yang
diaplikasikan pada ratun menjadi tidak penting jika tanaman utamanya menerima cukup jumlah
unsur tersebut. Penggenangan selama beberapa hari setelah panen tanaman utama mendorong
pertumbuhan salibu/ratun dan meningkatkan jumlah malai.
III. METODOLOGI PELAKSANAAN
3.1 Waktu Dan Tempat
Laporan ini ditulis berdasarkan kegiatan pengalaman kerja praktek mahasiswa (PKPM)
tahun ajaran 2013-2014 selama tiga bulan terhitung mulai tanggal 18 Maret sampai 18
Juni 2013. Tempat pelaksanaan di kelompok tani Balerong, Jorong Balai Batu, Kecamatan
Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada proses produksi tanaman padi mulai dari pengolahan tanah
sampai pada pelaksanaan panen adalah : mesin potong rumput, cangkul, sabit, karung, terpal
dan ember,. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih padi varietas Batang Piaman, Urea,
SP-36, KCl, jerami batang padi Batang Piaman yang telah disabit dan pupuk kandang sapi
3.3 Pelaksanaan.
1. Menjaga Kelembaban Tanah
Pada kondisi lahan sawah yang terlalu kering, segera setelah padi di panen lahan
digenangi air setinggi ± 5 cm selama 2-3 hari, kemudian saluran pembuangan air dilepas
kembali. Tujuannya adalah untuk menjaga kelembapan tanah dan menghindari agar batang padi
yang masih berdiri tidak mati kekeringan.
2. Pemberian Pupuk Kandang, pemotongan batang dan menabur Jerami
Sebelum melakukan pemotongan batang, pupuk kandang diberikan pada lahan terlebih
dahulu dengan kebutuhan 1 ton/ha. Pemotongan dilakukan pada pangkal batang menggunakan
mesin potong rumput dengan ketinggian ± 5 cm dari permukaan tanah.
Setelah selesai melakukan pemotongan maka semua jerami baik sisa pemanenan ataupun
bekas pemotongan batang ditabur merata di permukaan lahan. tunggul padi tidak ada yang
tertutup oleh tumpukan jerami, kalau itu terjadi maka tunas baru tidak akan tumbuh.
3. Memupuk Dan Melumpurkan Tanah
Untuk merangsang pertumbuhan maka kurang lebih dua minggu setelah pemotongan
pangkal batang atau setelah sebagian besar tunas muncul ke permukaan maka dilakukan
pemupukan pertama dengan cara menaburkan pupuk Urea diantara rumpun padi secara merata
sebanyak 150 kg/ ha. Untuk menjaga pertumbuhan dan ketersediaan air maka pertahankan
kondisi air di permukaan lahan dalam keadaan macak – macak, di mana saluran pemasukan dan
pengeluaran air dalam keadaan tertutup.
Untuk melumpurkan tanah di hamparan persawahan maka dilakukan dengan cara
menginjak – injak tanah dan jerami di antara rumpun padi sampai jeraminya terbenam kedalam
tanah. Perlakuan menginjak – injak tanah dan jerami tersebut di samping untuk melumpurkan
tanah dan mempercepat proses pelapukan jerami juga sebagai upaya untuk
penyiangan. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk Urea sebanyak 150
kg/ha. Pemupukan kedua dilakukan pada tanaman berumur 40 hari, pupuk yang diberikan
adalah SP36 125 kg dan KCl diberikan sebanyak 25 kg. Pemupukan KCl dilakukan
dengan ½ dosis dari dosis anjuran.4. Pengendalian Hama dan Penyakit
Karena tidak ada masa berat antara satu daur hidup tanaman dengan daur hidup
berikutnya maka penerapan sistem budidaya padi salibu akan lebih rentan terhadap berbagai
kemungkinan serangan hama dan penyakit.
5. Panen dan Pasca Panen
a. Panen
Penentuan saat panen tanaman pangan bijian merupakan syarat awal mutu yang baik.
Pada budidaya padi salibu panen bisa dilakukan pada umur ± 90 hari. Jika terlambat memanen
padi, akan mengakibatkan banyak biji yanag tercecer atau busuk sehingga mengurangi produksi.
10 hari menjelang panen sebaiknya sawah dikeringkan, tujuannya adalah untuk
menyerempakkan pematanagan gabah.
Ciri – ciri padi yang sudah bisa dipanen adalah : apabila butir gabah yang menguning
sudah mencapai 80 % dan tangkainya sudah merunduk. Untuk lebih memastikan padi sudah siap
untuk dipanen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirnya sudah keras berisi maka
saat itu paling tepat untuk dipanen. Padi dipanen dengan menggunakan sabit dan batang
disisakan 5-10 cm di atas permukaan tanah.
Setelah pemanenan, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Perontokan dilakukan
dengan alat perontok bertenaga manusia. Adapun cara perontokan dengan alat ini adalah dengan
cara batang padi dipukul-pukulkan ke kayu hingga padi berjatuhan. Untuk mengantisipasi agar
gabah tidak terbuang saat perontokan harus diberi alas dari anyaman bambu atau lembaran
plastik (terpal). Dengan alas tersebut maka seluruh gabah diharapkan dapat tertampung.
Setelah dirontokkan butir-butir gabah dibersihkan dari sisa-sisa batang padi, kemudian
dikumpulkan untuk dimasukkan ke dalam karung dan dibawa ke gudang penyimpanan
sementara.
b. Pasca panen
Kegiatan pasca panen merupakan perlakuan padi setelah dipanen yaitu meliputi
pengeringan dan penyimpanan. Pengeringan bertujuan agar gabah tetap utuh dan tidak berjamur
sementara itu penyimpanan dilakukan hanya bersifat sementara apabila padi langsung terjual
maka gabah tidak perlu disimpan di gudang penyimpanan sementara.
Pengeringan gabah dilakukan di bawah sinar matahari. Gabah yang dikeringkan ini
dihamparkan di atas lantai semen terbuka yang di alas dengan terpal agar gabah tidak tercampur
dengan tanah ataupun kotoran lainnya. Lamanya penjemuran tergantung pada kondisi cuaca. Bila
keadaan cuaca yang kurang mendukung (terkadang mendung dan gerimis) maka penjemuran
dapat berlangsung lebih lama.c. Pengamatan
Pada kegiatan budidaya padi salibu ini dilakukan pengamatan vegetatif dan
generatif. Pengamatan vegetatif dan generatif dilakukan pada waktu pemanenan. Pengamatan
vegetatif yang dilakukan adalah pengamatan tinggi tanaman terakhir, jumlah anakan, Sedangkan
pengamatan generatif yang dilakukan adalah menghitung komponen hasil tanaman yang
meliputi, jumlah malai/tanaman, jumlah anakan/tanaman, jumlah bulir/malai, berat 1000 biji dan
produksi tanaman/ ha.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HasilTabel 1. Pengamatan vegetatif dan generatif tanaman padi konvensional dan padi salibu
Perlakuan RarataTinggi
Tanaman(cm)
RerataJumlah
Anakan (anakan )
Jumlah biji / malai (biji
/ malai)
Bobot 1000 butir(gr)
Produksi/ha(ton)
padi konvensional
89,5 32,33 125 27,79 6,1
padi salibu 89 46,66 129 30,93 7,2NB: rarata diambil dari 3 sampel yang diamati.
4.2. Pembahasan
Pada pengamatan vegetatif dan generatif tanaman padi pada tabel 1 dapat kita lihat
bahwa tanaman padi salibu lebih baik dari padi konvensional, kecuali untuk tinggi tanaman. Hal
ini menunjukan bahwa padi salibu lebih efektif dibandingkan dengan padi konvensional.
Anakan padi salibu lebih banyak dibanding padi konvensional ini disebabkan karena
pengaruh sifat genetik dan lingkungan, seperti ketersediaan air, tingkat kesuburan tanah, sinar
matahari, suhu, dan keadaan hama dan penyakit tanaman. Dari aspek fisiologi, aktifitas
perakaran padi salibu lebih luas, karakteristik morfologi menunjukan perakaran lebih kuat,
dengan perakaran padi yang luas dan kuat sehingga proses penyerapan unsur hara, hal ini sangat
berpengaruh terhadap anakan padi dan jumlah gabah per malai banyak dan berat butir 1000
gabah tinggi jika dibandingkan dengan padi konvensional (Khush 1995;
Abdullah. 2005 dalam Susilawati, 2011)
Panjang malai berkolaborasi dengan jumlah gabah per malai, Zhoa – Wei
(2003) dalam Susilawati (2011) menjelaskan bahwa sebagian besar unsur N pada tunggul dan
bagian lain termasuk daun dan selubung batang ratun diangkut ke malai dalam pengisian biji,
sehinnga panjang malai meningkat dan pengisian butir ratun tinggi. Studi lain menyatakan
bahwa hanya N yang secara nyata berpengaruh terhadap penampilan tanaman ratun, pemberian
N dapat meningkatkan rumpun dan meningkatkan jumlah bulir per malai serta hasil tanaman
ratun (De Datta dan Bernasor (1988) dalam Susilawati, 2011)
Kondisi tanaman setelah panen tanaman utama menunjukkan bahwa kelebihan unsur hara
akan dimanfaatkan tanaman sebagai cadangan makanan dan sebagian akan ditranslokasikan ke
daerah pemanfaatan vegetatif. Akar dan batang pada tunggul adalah bagian pemanfaatan hasil
fotosintesis selama pertumbuhan ratun. Sisa hasil fotosintesis yang dimanfaatkan akar dan batang
mempengaruhi pertumbuhan anakan ratun yang akan muncul dari tunggul, sehingga anakan
ratun banyak terbentuk (Gardner, 1991 dalam Susilawati, 2011)
Pada tabel 2 dapat kita lihat bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan dalam budidaya padi
salibu adalah 114HKP dan waktu yang dibutuhkan dalam budidaya padi salibu adalah 106 hari
jika dibandingkan dengan padi konvensional dapat kita liahat bahwa tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam budidaya padi konvensional adalah 148 HKP dan waktu yang dibutuhkan
dalam budidaya adalah 126 hari, dalam perbandingan tenaga kerja padi salibu lebih menghemat
tenaga kerja 34 HKP dan efisiensi waktu padi salibu selama 20 hari.
Lebih lamanya waktu dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sistem konvensional
karena sebelum lahan sawah ditanami didahului dengan proses persiapan lahan, pengolahan
tanah, persemaian dan penanaman pada padi salibu kegiatan tersebut tidak ada. Hal ini
menunjukan bahwa dari segi tenaga kerja dan waktu padi salibu lebih efisien dan efektif
dibanding padi konvensional.
Pada lampiran 6 tabel 3 dapat kita lihat analisa finansial terhadap kedua sistem budidaya
ternyata secara umum budidaya padi sistem salibu/ratun lebih unggul dibandingkan budidaya
padi sistem konvensional, Pada tabel4, perbandingan modal dan pendapatan yang diperoleh dari
kedua sistem budidaya padi ini dapat kita lihat bahwa untuk padi salibu mendatangkan
keuntungan yang lebih banyak dibandingkan dengan padi sistem konvensional. Hal ini
disebabkan karena pada budidaya padi salibu tidak ada menggunakan benih, kegiatan
pengolahan tanah, persemaian, penanaman, penyulaman. Jadi biaya produksi sangat rendah
sedangkan produksinya tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh sangat tinggi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah dilakukan kegiatan PKPM dan sesuai judul yang saya ambil yaitu Pengaruh
Produksi Terhadap Penggunaan Teknologi Budidaya Salibu I (satu) Pada Tanaman Padi (Oryza
sativa l.) Di Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar bisa diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ditinjau dari aspek teknis teknologi padi salibu sangat mudah dilaksanakan karena hemat waktu
dan tenaga kerja. Tidak ada pekerjaan mengolah tanah, menyemai, menanam. Oleh sebab itu
bisa meningkatkan frekuensi panen dan produksi gabah per tahun.
2. Dari aspek ekonomi sistem salibu jauh lebih menguntungkan karena dengan biaya input yang
rendah mampu menghasilkan gabah relatif sama dengan yang dihasilkan sistem konvensional
bahkan bisa melebihi dari tanaman utama. Secara sosial ternayata padi salibu sangat diminati
oleh petani, jauh melampaui minat melaksanakan inovasi teknologi lainnya
3. Padi salibu perakarannya lebih kuat dan areal perakarannya luas sehingga dalam penyerapan
unsur hara dan air lebih efektif sehingga pertubuhan vegetatif tanaman baik, hal ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif sehingga produksi meningkat
5.2. Saran
Melalui tulisan ini saya menyarankan kepada semua pihak yang memegang kebijakan
dalam menggerakan dan membangun pertanian dinegri ini. walaupun teknologi padi salibu
hanya merupakan pengetahuan lokal masyarakat agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut agar
lebih bermanfaat bagi kita semua.
Tulisan ini saya susun berdasarkan hasil survei ke lapangan yang kualitas hasilnya tidak
sesempurna menggunakan metoda eksperimen, namun demikian kalau ada yang ingin
mempelajari lebih lanjut silahkan datang ke Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Budidaya Tanaman Padi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Andoko, A. 2010. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.Burbey, 2002, Pengelolaan Tanaman Dan Sumberdaya Terpadu Padi Sawah Irigasi, Padang
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (BP3) Bogor, 1988. Budidaya Tanaman Padi. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
Departemen Pertanian, 2006. Sistem Legowo di Lahan Sawah. Deptan.go.id/ind.Di akses tanggal 15 Maret 2012
Hirupbagja. 2009. Budidaya Tanaman/Morfologi Tanaman Padi. html. Blogspot.Com. Di akses tanggal 20 maret 2012
Soenarso Wirjoprajitno. 1981, Gema Penyuluh Pertanian Bercocok Tanam Padi, Dirjen Tanaman Pangan, Jakarta
Sundowo Harminto ddk. 2003. Biologi Umum, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta
Suparyono dan Agus S, 1997. Mengatasi masalah budidaya padi, Penebar Swadaya, Jakarta, 109 hal
Susilawati, 2011. Agronomi Ratun Genotipe – Genotipe Padi Potensial Untuk Lahan Pasang Surut. Disertasi Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 94 Hal
Warintek Bantul. 1999. Budidaya Tanaman/Morfologi Tanaman Padi. html. Blogspot.Com. Di akses tanggal 20 Maret 2012
Yohanes. 2012. Tanam Sekali Panen Berkali-Kali Dengan Teknologi Padi Salibu. UPT Dinas Pertanian Dan Kehutanan Kab.Tanah Datar Kecamatan Lima Kaum, 22 Hal
@@@@@@@@@@@@tabela
TABELA adalah teknologi baru bagi kita. Tabela ( Tanam Benih Langsung ) merupakan salah
satu teknik tanam padi.’ Pada perkembanganya teknik penyempurnaan Tabela-pun
berkembang salah satunya adalah BAYTANI. Baytani Alat Sebar Benih Padi Sistem
Tabela.Baytani singkatan dari Bayer dan petani, atau Bayer – Tabela – Harmani, ini berarti
suatu komitmen bahwa Bayer menjadi partner petani dalam bercocok tanam padi sistem tabela
yang baik.
Baytani dirancang bangun oleh Harmani Dwidjowinoto pada 2005 yang pada saat itu masih
menjadi karyawan PT Bayer Indonesia, Bayer CropScience. Kelebihan Baytani dibandingkan
atabela yang sudah ada di antaranya kebutuhan benih lebih sedikit. Tanaman larikan dan ada
jarak tanam dalam barisan sehingga tanaman rapi seperti pada sistem pindah tanam. Benih
padi tidak akan hilang walaupun turun hujan setelah sebar. Dan populasi tanaman tidak
sepadat sistem tabela yang sudah ada sehingga memungkinkan kuantitas dan kualitas produksi
lebih baik.
Spesifikasi Baytani
Baytani dibuat dari kayu dan plastik, panjang total 210 cm; lebar 52 cm, tinggi tanpa penarik 52
cm dan berat 11,5 kg. Konstruksinya knock down untuk mempermudah dibawa dalam
pengangkutan. Kebutuhan benih 20—25 kg per hektar (ha) dengan kapasitas kerja 3—6 jam
per ha tergantung pengalaman operator.Tabung benih terbuat dari pipa paralon dengan ukuran
4 inci. Pada tabung benih terdapat 8 baris lubang untuk keluarnya benih dengan jarak
antarbaris 25 cm. Di dalam tabung dipasang penyekat untuk memisahkan tabung menjadi 4
baris lubang di kanan dan 4 baris lubang di kiri. Tiap baris melingkar paralon terdapat 7 lubang
dengan diameter lubang 12 mm dan dilengkapi penutup lubang sehingga memungkinkan hanya
lubang paling bawah yang terbuka pada saat dioperasikan Pembuat larikan (marker) terdiri dari
kayu
pemegang dan ujung marker terbuat dari plastik.
Keduanya dihubungkan dengan dua baut supaya panjang marker dapat diatur sesuai
kedalaman larikan yang diinginkan. Marker dipasang sebaris dengan lubang benih sehingga
benih jatuh pada alur dan tertutup oleh lumpur. Roda terbuat dari kayu dengan diameter 50 cm
dan tebal 4 cm. Pada roda bagian luar dipasang tujuh sayap segaris dengan lubang benih.
Sayap pada roda
berfungsi membuat jarak tanam dalam barisan dan menahan roda agar tidak selip saat
ditarik.Pengisian benih dilakukan melalui kedua pusat roda
bagian luar yang dapat dibuka dan ditutup. Agar benih dapat jatuh dengan baik, tabung hanya
diisi 70%–80% dari volumenya. Setiap kali mengisi tabung sekitar 6–7 kg benih, masing-masing
3–3,5 kg di kiri dan kanan, untuk 0,25–0,3 ha sawah.Baytani dirancang bangun dengan
harapan, sistem tabela dapat menjadi alternatif dalam bercocok tanam padi selain sistem
pindah tanam. Sekaligus sebagai solusi makin sulitnya tenaga tanam. Dan yang lebih penting,
tabela – baytani merupakan teknologi bertanam padi hemat air.Secara teori antara tabela
dengan sistem pindah tanam, kebutuhan airnya berbeda. Pada sistem pindah tanam, yang
ditanam adalah bibit sehingga perlu air untuk penggenangan. Jika tidak digenangi, maka bibit
akan mati. Sedangkan pada tabela, biji yang ditanam akan tumbuh dalam situasi aerob, jadi bila
digenangi jadi bila digenangi akan mati. Jadi, diperlukan kondisi yang tidak tergenang. Dari sisi
bahan yang ditanam saja menunjukkan tabela memang hemat air. Setelah sebar benih sampai
umur 19 hari, kondisi lahan hanya macak-macak. Pada umur 10—30 hari, tanaman memasuki
masa pertumbuhan. Perbanyakan anakan akan berlangsung bagus bila diberikan air secara
berkala 2—3 hari sekali. Air masuk cukup sampai memenuhi caren dan membasahi permukaan
guludan. Setelah 30 hari dan seterusnya, tanaman bisa diperlakukan seperti sistem pindah
tanam.
Sumber Gambar: agus PT. Bayer CorpScienceKabupaten Klaten yang di kenal sebagai daerah
penyangga pangan khususnya beras di Provinsi Jawa Tengah dan masih menjadi andalan di tingkat
nasional, pertama kali para petani mengenal tabela pada tahun 2000 ketika BPTP yogyakarta
mengadakan kegiatan di Kecamatan Juwiring, karena ketika itu Alat Tanam Benih Langsung (atabela)
terbuat dari bahan besi maka oleh petani investasi alat dan mobilitas operasional dipandang terlalu berat,
meskipun keuntungan bertanam model tabela lebih efisien dan profitasnya baik. Baru pada tahun 2008
ketika di Desa Jurangjero Kecamatan Karanganom diadakan demonstrasi cara sekaligus demplot tabela
padi di lahan petani seluas 0,25 ha menggunakan atabela Baytani (Bayer Harmani) dengan bahan yang
sederhana dari kayu dan pralon, di luar dugaan respon petani cukup tinggi, sehingga sampai saat ini
teknologi tanam padi tabela menjadi salah satu alternatif dan berkembang di wilayah Kabupaten Klaten.
Keuntungan tanam padi tabela; 1) penggunaan benih lebih hemat, 2) tidak memerlukan lahan
pesemaian, 3) tanaman tidak mengalami stagnasi pertumbuhan, 4) anakan produktif lebih banyak dan
malai tumbuh lebih panjang, 5) waktu panen lebih cepat. Kendala tanam padi tabela; 1) lahan tergenang
air, 2) populasi burung tinggi, 3) investasi gulma tinggi. Cara tanam padi tabela: 1. Persiapan lahan yaitu
pengolahan tanah sama dengan tanam pindah. 2. Pembuatan saluran air (caren) berfungsi untuk
mengontrol keluar dan masuknya air kelahan padi. 3. Perlakuan benih dengan cara seleksi benih bernas,
kemudian di peram sehari semalam (benih mulai ada titik tumbuh/nggondok-jawa). 4. Benih siap
dimasukkan ke atabela (tabung pralon cukup 75% dari volume pralon, atau 5-6 kg per Baytani, supaya
saat atabela di tarik benih dengan lancar keluar dari lubang, sebelum di tarik atabela sedikit di goyang-
goyangkan, sehingga benih di dalam tabung tersebar merata. 5. Penanaman segera dilakukan setelah
olah tanah dan pembuatan caren selesai, dalam kondisi tanah berlumpur/tidak keras. Kondisi air saat
tanam harus macak-macak sehingga benih terendam/masuk dalam lumpur untuk menghindari gangguan
burung dan tikus. Atabela dapat ditarik dengan berjalan mundur atau berjalan miring, usahakan ada
hentakan setiap langkah sehingga tercipta jarak tanam yang teratur. 6. Pengairan, hindari genangan air di
bedengan saat benih baru sebar/tanam sampai umur 10 hari ( lahan dipertahankan dalam kondisi
lembab/hemat air), umur 10-30 hari setelah sebar pengairan cukup dua-tiga hari sekali, lahan tidak perlu
digenangi terus menerus karena dengan tabela akarnya lebih dalam dan lebih banyak, sehingga
cenderung tahan kekeringan. 7. Pemupukan, pemberian pupuk organik padat pada saat olah tanah dan
pemberian pupuk NPK umur 14-18 hari setelah sebar (HST), urea 24-28 HST dan 35-39 HST (untuk
varietas padi inbrida genjah, sedang untuk varietas sedang 28-32 HST dan 43-47 HST), dosis pupuk
berdasar spesifik lokasi. 8. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) menggunakan
konsep Pengendalian Terpadu (PHT). 9. Pemeliharaan tanaman terutama saat tanaman umur 1-30 hari
setelah sebar dalam hal mengatasi gulma bisa dilakukan secara fisik maupun mekanis, karena
pengalaman selama ini bagi petani yang tanam model tabela akan merasa khawatir menunggu tanaman
padi tumbuh sampai umur 25-30 hari, maka diperlukan pemahaman bahwa merawat tanaman padi 0-30
HST sama dengan merawat pesemaian . Setelah melampaui umur 30 hari pemeliharaan tanaman sama
dengan taam pindah (tapin). Kesimpulan : 1. Tanam padi tabela sebagai alternatif cara budidaya padi
perlu mempertimbangkan spesifik lokasi, guna meningkatkan provitas, pendapatan dan efisiensi
usahatani padi. 2. Inovasi teknologi budidaya padi perlu terus dikembangkan dan di coba sehingga akan
banyak pilihan-pilihan teknologi yang efisien sesuai kondisi spesifik lokasi. 3. Untuk Atabela BAYTANI
bisa menghubungi Bayer CorpSnience, selamat mencoba. Admin Klaten [email protected]
Facebook 9