laporan ta
TRANSCRIPT
LAPORAN TUGAS AKHIR
MESIN PERAJANG KETELA KAPASITAS 40 KG/JAM
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD IMAM MUSTAKIM (NIM : 091.33.1015)
PRIYANTO (NIM : 091.33.1004)
ERI SUBARKAH (NIM : 111.33.3049)
ANZAN FAUZI (NIM : 091.33.1034)
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN
MESIN PERAJANG KETELA
Laporan ini disusun guna memenuhi persyaratan mengambil mata kuliah
Tugas Akhir
Disusun oleh:
Nama NIM
Priyanto 091.33.1004
Muhammad Imam Mustakim 091.33.1015
Eri Subarkah 111.33.3049
Anzan Fauzi 091.33.1034
Mengetahui,
Dosen Pembimbing I Ketua Pelaksana
(Anak Agung Putu S., S.T., M.Tech.) (Priyanto)
Ketua Jurusan Teknik Mesin,
(Drs. H. Khairul Muhajir, MT)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar Ali Madya atau gelar lainnya di suatu
perguruan tinggi, sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali sebagai acuan
atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Yogyakarta, 5 Juli 2012
Yang menyatakan,
Priyanto
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan meningkatnya volume permintaan suatu produk, maka
berkembang pula pola pikir manusia untuk mempercepat dan meningkatkan
produksinya. Penggunaan teknologi tepat guna merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan hasil produksi. Industri menengah ke bawah merupakan
lahan yang sangat membutuhkan sentuhan teknologi tepat guna ini. Karena
sudah saatnya cara – cara tradisional yang tidak efektif dan efisien
ditinggalkan dan diganti dengan cara baru yang lebih efektif dan efisien.
Ketela pohon atau singkong dapat di olah menjadi berbagai makanan
olahan, diantaranya adalah di buat menjadi ceriping / keripik singkong.
Keripik singkong sekarang ini sudah berkembang sehingga memiliki
berbagai macam rasa, jika dahulu kita hanya mengenal keripik singkong
dengan rasa gurih, sekarang telah tersedia berbagai macam rasa, diantaranya
keripik singkong rasa balado, keju, dll. Pada industri menengah ke bawah,
pengolahan ketela yaitu pada proses pemotongan ketela masih menggunakan
cara manual / tradisional yaitu dengan menggunakan tenaga manusia.
Sehingga menyebabkan terbatasnya jumlah produksi dan ketidakstabilan
kualitas diakibatkan ketebalan hasil pemotongan ketela tersebut tidak
seragam karena masih menggunakan cara tradisional.
Hal tersebut di atas yang menyebabkan industri kecil tidak bisa
mengembangkan usahanya karena tidak mampu bersaing dengan industri
yang lebih besar, baik dari segi jumlah produksi maupun kualitas hasil
produksinya. Dari kondisi semacam ini, nampaknya perlu dikembangkan
suatu alat yaitu mesin perajang ketela untuk membantu proses produksi pada
industri kecil supaya dapat meningkatkan produksinya dan menjaga kualitas
produknya sehingga usahanya dapat berkembang dan mampu bersaing
dengan industri besar.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang terjadi, ada beberapa
permasalahan yang harus dipecahkan, mempermudah kita dapat
mengidentifikasikan permasalahan tersebu diantaranya ;
1. Alat yang sudah ada untuk perajang ketela masih menggunakan
tenaga manusia.
2. Kapasitas produksi dengan alat manual cukup rendah.
3. Proses pengerolan menggunakan alat manual tidak efisien dan
membutuhkan banyak tenaga.
4. Metode pemotonganyang tepat pada mesin perajang ketela.
5. Merancang mesin perajang ketela dengan harga yang terjangkau.
C. Batasan Masalah
Dari permasalahan yang telah diidentifikasi, maka dibatasi pada
pembuatan mesin perajang ketela yang bekerja secara mekanis, dengan
kapasitas 40 kg/jam dengan system transmisi menggunakan V belt.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perencanaan mesin perajang ketela dengan kapasitas 40
kg / jam?
2. Bagaimana metode pemotongan yang baik sehingga ukuran
ketebalan hasil pemotongan ketela sekitar 1 sampai 1,5 mm?
3. Bagamana perencanaan sistem transmisi pada mesin perajang ketela
tersebut?
4. Bagaimana proses perencanaan pada mesin perajang ketela yang
bergerak secara mekanis?
E. Tujuan dan Manfaat
Sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan dari pembuatan
mesin perajang ketela dengan kapasitas 40 kg/jam adalah :
1. Mewujudkan mesin perajang ketela yang sederhana, murah dan mudah
di operasikan.
2. Menganalisis kemampuan kerja mesin perajang ketela.
3. Membantu industri kecil meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi.
Manfaat dari pembuatan mesin perajang ketela dengan kapasitas
40 kg/jam adalah :
1. Bagi Penulis
a. Guna memenuhi mata kuliah Tugas Akhir yang wajib ditempuh
untuk mendapatkan gelar Ahli Madya pada Jurusan Teknik
Mesin, Institus Sains & Teknologi Akprind.
b. Sebagai praktik aplikasi teori perkuliahan yang telah dipelajari
selama kuliah di Institus Sains & Teknologi Akprind.
2. Bagi Mahasiswa
a. Sebagai wahana antar ilmu yang dimiliki mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Sebagai bekal pengalaman dalam melakukan perancangan dan
proses pembuatan mesin perajang ketela untuk menerapkan pada
karya teknologi baru ataupun bentuk modifikasi lain.
3. Bagi Fakultas Teknik Mesin Institus Sains & Teknologi Akprind.
a. Dapat direalisasikan menjadi program pengabdian kepada
masyarakat dalam bentuk pembuatan teknologi tepat guna bagi
industry kecil dan menengah.
b. Sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih lanjut mengenai
system perajangan ketela.
4. Bagi Universitas
Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan tri dharma
perguruan tinggi. Sehingga perguruan tinggi mampu memberikan
kontribusi yang berguna bagi masyarakat. Dan dapat dijadikan sarana
untuk lebih memajukan dunia industri dan pendidikan.
F. Keaslian
Mesin perajang ketela yang kami buat merupakan modifikasi dan ide
dari team.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Landasan Teori
Mesin perajang ketela ini digunakan untuk merajang ketela secara
otomatis, sehingga memudahkan orang untuk merajang ketela secara cepat.
Mesin ini menggunakan motor sebagai penggerak yang memutar pisau,
kemudian ketela yang akan dirajang ditempel ke pisau, pisau yang berputar
akan merajang ketela secara cepat.
Dalam proses pembuatan mesin perajang ketela ada beberapa kegiatan
yang dilakukan, diantaranya sebagai berikut;
a. Proses gambar kerja dengan autoCAD.
Sebelum membuat mesin perajang ketela ini sebaiknya digambar atau
didesain terlebih dahulu untuk membuat bentuk dan cara kerja dari
mesin. Dalam menggambar mesin perajang ketela ini memgguakan
autoCAD.
b. Proses pemotongan logam
Proses pemotongan dilakukan untuk memotong logam yang akan
dibentuk sebagai kerangka mesin. Proses pemotongan ini sendiri
menggunakan gergaji besi.
c. Proses pengelasan
Proses pengelasan dibagi dalam dua katagori utama, yaitu pengelasan
lebur dan pengelasan padat. Pengelasan lebur menggunakan panas untuk
melebur permukaan yang akan disambung, beberapa operasi
menggunakan logam pengisi dan yang lain tanpa logam pengisi.
Pengelasan padat proses penyambungannya menggunakan panas
dan/atau tekanan, tetapi tidak terjadi peleburan pada logam dasar dan
tanpa penambahan logam pengisi.
d. Proses penyelesaian permukaan
Tujuan penyelesaian permukaan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan produk yang tahan terhadap korosi.
2. Menghasilkan produk yang tahan terhadap fatigue (kelelahan
logam).
3. Untuk menghasilkan produk yang tahan terhadap wear (keausan)
4. Sebagai dekoratif.
1.8 Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Umum
Dewasa ini kegunaan dari singkong banyak sekali, diantaranya
daun ketela dapat digunakan sebagai sayur, batangnya dapat
digunakan sebagai kayu bakar, dan singkongnya bisa diolah menjadi
keripik singkong.
Pada umumnya pengolahan keripik singkong yaitu pada
proses pemotongannya masih menggunakan cara manual, sehingga
hasil yang didapatkan relatif masih dalam kapasitas kecil, dengan
waktu pengerjaan yang lama, dan hasil irisan yang tidak seragam satu
sama lain. Untuk memenuhi kebutuhan produksi yang besar, dan
untuk mempercepat proses pemotongannya dibutuhkan suatu alat
yang dapat mengerjakan proses tersebut.
Mengacu pada keadaan ini, penulis mencoba merancang suatu
perencanaan mesin dan dibuat protoype mesin perajang ketela dengan
kapasitas produksi 40 kg/jam. Untuk membantu industri rumahan agar
dapat meningkatkan hasil produksinya baik secara kualitas maupun
kuantitas.
2. Memotong ketela.
Proses pemotongan tidak dilakukan dengan menggunakan meja
melainkan dikerjakan langsung dengan posisi duduk di atas lantai. Proses
pemotongan dengan keadaan tersebut menyebabkan posisi kerja yang tidak
nyaman bagi pekerja karena dilakukan dengan posisi punggung yang
membungkuk, posisi kepala yang selalu tertunduk dan kaki yang selalu
tertekuk.
Dalam melakukan proses kerjanya posisi tubuh operator terhadap alat
perajang singkong lebih tinggi. Cara kerja operator tangan kiri menggerakkan
tuas alat perajang dengan cara memutar atau diengkol, tangan kanan
memegang singkong kemudian mengarahkannya ke mata pisau alat perajang.
Posisi kepala dan pandangan mata terhadap alat perajang dengan leher selalu
menunduk serta posisi punggung membungkuk dan posisi kaki yang tertekuk,
menyebabkan kelelahan fisik pada tengkuk dan tulang belakang serta kaki
sering mengalami kesemutan.
Berdasar permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah bagaimana merancang alat perajang ketela yang murah,
mudah dioperasikan dan efisien, dengan penggerak motor elektrik.
3. Teori – Teori Perhitungan.
a. Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap
mesin. Hampir setiap mesin meneruskan tenaga bersama – sama dengan
putaran. Peranan utama dalam transmisi seperti ini dipegang oleh poros.
Poros untuk meneruskam daya diklasifikasikan menurut pembebanan
nya sebagai berikut:
1. Poros transmisi
Poros semacam ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan
lentur. Daya di transmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi
puli sabuk atau sprocket rantai, dll.
2. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin
perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut sepindel.
Syarat yang harus di penuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil
dan bentuk serta ukuranya harus teliti
3. Gandar
Poros seperti yang di pasang di antara roda – roda kereta barang,
dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang – kadang tidak
boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban lentur,
kecali jika digerakan oleh penggerak mula dimana akan mengalami
beban puntir juga.
Menurut bentuk poros dapat digolongkan atas poros lurus umum,
poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak, dll. Poros luwes
untuk tranmisi daya kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah,
dan lain-lain. Contoh gambar poros ialah pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.1. Poros
b. Perencanaan
Hal-hal penting dalam perencanaan poros sebagai berikut ini
perlu di perhatikan :
1. Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami suatu beban puntir atau
lentur atau gabungan antara puntir dan lentur seperti telah di utarakan
diatas. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti
poros baling- baling kapal atau turbin.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh kosentrasi tegangan bila
diameter poros diperkecil (poros bertangga ) atau bila poros mempunyai
alur pasak, harus di perhatikan. Sebuah poros harus di rencanakan
hingga cukup kuat untuk menahan beban- benan di atas.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup tetapi
jika lenturan atau defleksi puntiran terlalu besar akan mengakibatkan
ketidak telitian atau getaran dan suara. Karena itu, di samping kekuatan
poros, kekakuannya juga harus di perhatikan dan disesuaikan dengan
macam mesin yang akan di layani poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran suatu mesin dinaikan maka suatu harga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini di
sebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak, motor
listrik , dll dan dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian
bagian lainya. Jika mungkin, poros harus direncanakan sedemikian rupa
hingga putaran kerjanya lebih rendah dari putaran kritisnya.
c. Perhitungan pada poros
Pada poros yang menderita beban puntir dan beban lentur
sekaligus, maka pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser
karena momen puntir dan tegangan lentur karena momen lengkung,
maka daya rencana poros dapat ditentukan denan rumus:
Pd=f c P (kW )
Dimana
Pd = daya rencana (kW)
Fc = factor koreksi
P = daya nominal motor penggerak (kW)
Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah
T (kg.mm) maka:
Pd=(T /1000 ) (2 πn1/60 )102
sehingga
T=9 ,74 x105Pd
n1
Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter
poros d (mm), maka tegangan geser (kg.mm2) yang terjadi adalah:
τ= T
( πd3 /16 )=5,1T
d3
Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban
hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada
kemungkinan pemakaian dengan beban lentur dimasa mendatang. Jika
memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka
dapat dipertimbangkan pemakaian factor Cb yang harganya antara 1,2-
2,3.(jika tidak diperkirakan akan terjadi pembebanan lentur maka Cb
diambil = 1,0).
Dari persamaan diatas diperoleh rumus untuk menghitung
diameter poros
d=[5,1τa
K t CbT ]1/3
dimana :τ a=σ B /(sf 1 x sf 2 )
Perhitungan putaran kritis
Nc=52700d2
Il √ IW
Dimana :
W = berat beban yang berputar
l = jarak antara bantalan
b. Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban,
sehingga putaran atau geraan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus,
aman, dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan
poros serta elemen mesin lainya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak
berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh system akan menurun atau tidak
dapat bekerja secara semestinya. Jadi bantalan dalam permesinan dapat
disamakan perannya dengan pondasi pada gedung.
Dalam memilih bantalan yang digunakan, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Tinggi rendahnya putaran poros
2. Jenis bahan yang digunaka
3. Besar kecilnya beban yang dikenakan
4. Kemudahan perawatan
Adapun analisa terhadap bantalan dilakukan untuk menghitung umur
bantalan berdasar beban yang diterima oleh bantalan. Perhitungan umur
bantalan tersebut menggunakan:
Setiap beban
L =(C
F )a
, dimana L = Dalam jutaan putaran
C = FL
1a
Beban bantalan
L1
L2
=( F2
F1)
; di mana a =3 untuk bantalan peluru
a = 10/3 untuk bantalan rol
Tegangan geser maksimum:
σ max=√[ σ x
2 ]2
+τ2
xy
( kpsi )
Umur bantalan yang menerima
Nilai beban dasar :
CR = F[( LD
LR)( nD
ng)]
1a
F = Beban radial bantalan yang sebenarnya
c. Puli
Puli merupakan salah satu elemen mesin yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya seperti halnya sprocket rantai dan roda gigi (Gambar
2.4). Puli pada umumnya dibuat dari besi cor kelabu FC 20 atau FC 30, dan
adapula yang terbuat dari baja.
Perkembangan pesat dalam bidang penggerak pada berbagai mesin
perkakas dengan menggunakan motor listrik telah membuat arti sabuk untuk
alat penggerak menjadi berkurang. Akan tetapi sifat elastisitas daya dari
sabuk untuk menampung kejutan dan getaran pada saat transmisi membuat
sabuk tetap dimanfaatkan untuk mentransmisikan daya dari penggerak pada
mesin perkakas.
Keuntungan jika menggunakan puli :
1. Bidang kontak sabuk-puli luas, tegangan puli biasanya lebih kecil sehingga
lebar puli bisa dikurangi.
2. Tidak menimbulkan suara yang bising dan lebih tenang.
Gambar 1.2. Puli
d. Transmisi Sabuk - V
Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkkinkan
transmisi langsung dengan roda gigi. Dalam hal demikian, cara transmisi
putaran atau daya yang lain dapat di terapkan, di mana sebuah sabuk luwes
atau rantai dibelitkan sekeliling puli atau sprocket pada poros.
Sabuk atau belt terbuat dari karet dan mempunyai penampung
trapezium. Tenunan, teteron dan semacamnya digunakan sebagai inti sabuk
untuk membawa tarikan yang besar. Sabuk V dibelitkan pada alur puli yang
berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit akan mengalami lengkungan
sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar. Gaya gesekan juga
akan bertambah karena pengaruh bentuk baji, yamg akan menghasilkan
transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Hal ini
merupakan salah satu keunggulan dari sabuk-V jika dibandingkan dengan
sabuk rata.
Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk – V karena
mudah penanganannya dan harganyapun murah. Kecepatan sabuk
direncanakan untuk 10 sampai 20 (m/s) pada umumnya, dan maksimal
sampai 25 (m/s). Dalam gambar 2.5 diberikan sebagai proporsi penampang
sabuk – V yang umum dipakai. Daya maksimum yang dapat ditransmisikan
kurang lebih 500 (kW). Dalam pembasahan ini akan membahas dasar – dasar
pemilihan sabuk V dan puli.
Gambar 1.3 Konstruksi dan ukuran penampang sabuk-V
(Sularso, 1994: 164)
Pemilihan puli belt sebagai elemen transmisi didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
Dibandingkan roda gigi atau rantai, penggunaan sabuk lebih halus, tidak
bersuara, sehingga akan mengurangi kebisingan.
Kecepatan putar pada transmisi sabuk lebih tinggi jika dibandingkan dengan
belt.
Karena sifat penggunaan belt yang dapat selip, maka jika terjadi kemacetan
atau gangguan pada salah satu elemen tidak akan menyebabkan kerusakan
pada elemen lain.
Pada mesin perajang ketela ini menggunakan sabuk V sebagai penerus daya
dari motor listrik ke poros, dengan rumus perhitungan :
Perbandingan transmisi (Sularso, 1994 :166)
n1
n2
=d2
d1
Dimana :
n1 = putaran poros pertama (rpm)
n2 = Putaran poros kedua (rpm)
d1 = diameter puli penggerak (mm)
d2 = diameter puli yang digerakan (mm)
Kecepatan sabuk
v= π . d .n60 .1000
(m/s)
Dimana :
V = kecepatan sabuk (m/s)
d = diameter puli motor (mm)
n = putaran motor listrik (rpm)
Panjang sabuk
L = 2C +
π2
(dp + Dp) +
14 . C
(Dp - dp)2
Dimana :
L = panjang sabuk (mm)
C = jarak sumbu poros (mm)
D1
= diameter puli penggerak (mm)
D2
= diameter puli poros (mm)
e. Motor Elekktrik
Motor elektrik berfungsi sebagai tenaga penggerak yang digunakan
untuk memutarkan roll pemarut. Pengguanaan dari motor elektrik ini
disesuaikan dengan kebutuhan daya dari ,mesin pemarut singkong tersebut,
yaitu daya yang diperlukan dalam proses pemarutan.
Gambar 1.3. Motor Elektrik
Jika n1
(rpm) adalah putaran dari poros motor listrik dan T (kg.mm)
adalah torsi pada poros motor listrik, maka besarnya daya P (kW) yang
diperlukan untuk menggerakkan sistem adalah :
P= T
9 ,74×105n1
(Sularso, 1997)
Dimana :
P = Daya motor listrik (kW)
T = Torsi (kg.mm)
f. Mur dan Baut
Mur dan baut merupakan alat pengikat yng sangat penting dalam
suatu rangkaian mesin. Untuk mencegah kecelakaan dan kerusakan pada
mesin, pemilihan mur dan baut sebagai pengikat harus dilakukan dengan
teliti untuk mendapatkan ukuran yang sesuai dengan beban yang diterimanya.
Pada mesin pemarut ini, mur dan baut digunakan untuk mengikat beberapa
komponen, antara lain :
1. Pengikat pada bantalan
2. Pengikat pada dudukan motor listrik
3. Pengikat pada puli
Gambar 1.4. Macam-macam Mur dan Baut
(Sularso, 1994 : 293-295)
Untuk menentukan jenis dan ukuran mur dan baut, harus
memperhatikan berbagai faktor seperti sifat gaya yang bekerja pada baut,
cara kerja mesin, kekuatan bahan, dan lain sebagainya. Adapun gaya-gaya
yang bekerja pada baut dapat berupa:
1. Beban statis aksial murn
2. Beban aksial bersama beban puntir
3. Beban geser
g. Pengelasan
Berdasarkan definisi dari Deutche Industries Normen (DIN), las
adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang
dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersbut dapat
dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa
batang logam yang menggunakan energi panas.
Dalam pengertian lain, las adalah penyambungan dua buah logam
sejenis maupun tidak sejenis dengan cara memanaskan (mencairkan) logam
tersebut di bawah atau di atas titik leburnya, disertai dengan atau tanpa
tekanan dan disertai atau tidak disertai logam pengisi.
Berdasarkan cara kerjanya, pengelasan diklasifikasikan menjadi tiga
kelas utama yaitu pengelasan cair, pengelasan tekan, dan pematrian.
1. Pengelasan cair adalah metode pengelasan dimana bagian yang akan
disambung dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik
ataupun busur gas.
2. Pengelasan tekan adalah metode pangalasan dimana bagian yang akan
disambung dipanaskan sampai lumer (tidak sampai mencair), kemudian
ditekan hingga menjadi satu tanpa bahan tambahan.
3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana bagian yang akan disambung diikat
dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair
yang rendah. Dengan metode pengelasan ini logam induk tidak ikut mencair.
h. Klasifikasi Las Berdasarkan Sambungan dan Bentuk Alurnya.
1. Sambungan Las Dasar
Sambungan las pada konstruksi baja pada dasarnya dibagi menjadi
sambungan tumpul, sambungan T, sambungan sudut dan sambungan
tumpang. Sebagai perkembangan sambungan dasar di atas terjadi
sambungan silang, sambungan dengan penguat dan sambungan sisi yang
ditunjukan pada gambar 2.8.1 Jenis – jenis sambungan dasar di bawah
ini.
Gambar 1.5 Jenis-jenis sambungan dasar
(Wiryo Sumarto H, 1994, 157)
2. Sambungan Tumpul
Sambungan tumpul adalah jenis sambungan las yang paling efisien,
sambungan ini terbagi menjadi dua yaitu :
1) Sambungan penetrasi penuh
2) Sambungan penetrasi sebagian
Sambungan penetrasi penuh terbagi lagi menjadi sambungan tanpa
plat pembantu dan sambungan dengan plat pembantu. Bentuk alur dalam
sambungan tumpul sangat mempengaruhi efisiensi pekerjaan dan
jaminan sambungan.
Pada dasarnya dalam pemilihan bentuk alur harus mengacu pada
penurunan masukan panas dan penurunan logam las sampai harga
terendah yang tidak menurunkan mutu sambungan.
3. Sambungan bentuk T dan bentuk silang
Sambungan bentuk T dan bentuk silang ini secara garis besar terbagi
menjadi dua jenis (seperti pada gambar 2.8.2), yaitu :
1) Jenis las dengan alur datar
2) Jenis las sudut
Dalam pelaksanaan pengelasan mungkin ada bagian batang yang
menghalangi, hal ini dapat diatasi dengan memperbesar sudut alur.
Ganbar 1.6 Macam-macam sambungan T
(Wiryosumarto H, 1994 : 159)
4. Sambungan Tumpang
Sambungan tumpang dibagi menjadi tiga jenis seperti yang
ditunjukan pada gambar Gambar 2.8.4 Sambungan Tumpang
dikarenakan sambungan jenis ini tingkat keefisienannya rendah, maka
jarang sekali jarang sekali digunaka untuk pelaksanaan sambungan
konstruksi utama.
Gambar 1.7 Sambungan Tumpang
(Wiryosumarto H, 1994 : 160)
5. Sambungan Sisi
Sambungan sisi dibagi menjadi dua (seperti ditunjukan pada gambar
2.8.5), yaitu :
1. Sambungan las dengan alur : Untuk jenis sambungan ini platnya
harus dibuat alur terlebih dahulu.
2. Sambungan las ujung : Sedangkan untuk jenis sambungan ini
pengelasan dilakukan pada ujung plat tanpa ada alur. Sambungan las
ujung hasilnya kurang memuaskan, kecuiali jika dilakukan pada
posisi datar dengan aliran listrik yang tinggi. Oleh karena itu, maka
pengelasan jenis ini hanya dipakai untuk pengelasan tambahan atau
pengelasan sementara pada pengelasan plat-plat yang tebal.
Gambar 1.8 Sambungan Sisi
(Wiryosumarto H, 1994 : 161)
6. Sambungan Dengan Plat Penguat
Sambungan ini dibagi dalam dua jenis yaitusambungan dengan plat
penguat tunggal dan sambungam dengan plat penguat ganda seperti yang
ditunjukan pada gambar 2.8.6. Sambungan jenis ini mirip dengan
sambungan tumpang, maka sambungan jenis ini pun jarang digunakan
untuk penyambungan konstruksi utama.
Gambar 1.9 Sambungan Dengan Penguat
(Wiryosumarto H, 1994 : 161)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan las, oleh
karena itu penyambungan dalam proses pengelasan harus memenuhi
beberapa syarat, antara lain :
1. Benda yang dilas tersebut harus dapat cair atau lebur oleh panas
2. Bahwa antara benda-benda padat yang disambungkan tersebut terdapat
kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak melemahkan atau meninggalkan
sambungan tersebut.
3. Cara-cara penyambungan harus sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan
dari penyambungannya.
4. Perhitungan kekuatan las, seperti pada rumus di bawah ini :
Tegangan Total :
τ= F0,7 . A
×√1+[ 6 . Hl ]
2
(Zainul Achmad, 1999: 59)
Dengan :
F = Gaya yang bekerja (N)
τ = Tegangan total (N/mm
2
)
H = Tinggi plat (mm)
A = Luas penampang (A = 2.a.l
)
a = Lebar pengelasan (mm)
l = Panjang las