laporan self potensial mbuhh repaired)

30
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geofisika adalah Ilmu yang mempelajari bawah permukaan bumi dengan menerapkan ilmu fisika. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikkan di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi. Metode Self Potensial (SP) merupakan metode Geofisika yang paling sederhana dilakukan, karena hanya memerlukan alat ukur tegangan (miliVoltmeter) yang peka dengan dua elektroda khusus (porouspoode electrode). Dimana dalam melakukan eksplorasi tidak memerlukan biaya yang besar. Metoda potensial diri pada dasarnya merupakan metoda yang menggunakan sifat tegangan alami suatu massa (endapan) di alam. Hanya saja perlu diingat bahwa anomali yang diberikan oleh metoda potensial diri ini tidak dapat langsung dapat dikatakan sebagai badan bijih tanpa ada pemastian dari metoda lain atau pemastian dari kegiatan geologi dilapangan. Karena pengukuran dalam metoda potensial diri diperoleh langsung dari hubungan elektrik dengan bawah permukaan, maka metoda ini tidak baik

Upload: gede-aguztina

Post on 03-Jul-2015

815 views

Category:

Documents


47 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Geofisika adalah Ilmu yang mempelajari bawah permukaan bumi dengan

menerapkan ilmu fisika. Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika

yang mempelajari sifat kelistrikkan di dalam bumi dan bagaimana cara

mendeteksinya di permukaan bumi.

Metode Self Potensial (SP) merupakan metode Geofisika yang paling

sederhana dilakukan, karena hanya memerlukan alat ukur tegangan (miliVoltmeter)

yang peka dengan dua elektroda khusus (porouspoode electrode). Dimana dalam

melakukan eksplorasi tidak memerlukan biaya yang besar. Metoda potensial diri pada

dasarnya merupakan metoda yang menggunakan sifat tegangan alami suatu massa

(endapan) di alam. Hanya saja perlu diingat bahwa anomali yang diberikan oleh

metoda potensial diri ini tidak dapat langsung dapat dikatakan sebagai badan bijih

tanpa ada pemastian dari metoda lain atau pemastian dari kegiatan geologi

dilapangan. Karena pengukuran dalam metoda potensial diri diperoleh langsung dari

hubungan elektrik dengan bawah permukaan, maka metoda ini tidak baik digunakan

pada lapisan-lapisan yang mempunyai sifat pengantar listrik yang tidak baik

(isolator), seperti batuan kristalin yang kering. Metode Self Potensial (SP) merupakan

metode yang paling tua diantara metode – metode Geofisika yang lain, metode ini

merupakan metode pasif dalam bidang Geofisika. Metode Self Potensial (SP)

digunakan untuk mengetahui informasi dibawah permukaan bumi melalui

penghitungan yang tanpa menginjeksikan arus listrik lewat permukaan tanah.

Mengenali sumber yang menyebabkan terjadinya perbedaan potensial adalah

sangat penting untuk mengurangi (eliminate) noise. Pengolahan data biasanya

dilakukan dengan membuat peta potensial antara base/reference elektroda dan

potensial elektroda berjalan. Aliran gas dan fluida di dalam pipa, bocoran dari suatu

reservoir didalam suatu pondasi DAM akan menyebabkan suatu perbedaan potensial

juga.Sehinnga dikenali terlebih dahulu target apa yang akan diukur menggunakan

metode SP (Self Potensial) ini.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penggunaan metode self potensial pada praktikum geolistrik yaitu

untuk mengetahui potensial bawah permukaan daerah penelitian.

Tujuan menggunakan metode self potansial pada praktikum geolistrik adalah

Mengetahui anomali Self Potensial pada daerah penelitian dan

mengintepretasikannya.

I.3. Batasan Masalah

Metode self potensial merupakan metode pasif dalam geolistrik. Dimana self

potensial merupakan survei awal penelitian. Menyatakan bahwa daerah tersebut

terdapat anomali.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Geologi regional

II.1.1 Geomorfologi

Berdasarkan geomorfologi regional, kondisi geomorfologi daerah penelitian

berada di zona pegunungan selatan Jawa Tengah-Jawa Timur (Van Bemmellen,

1949). Pegunungan ini menurut Van Bemmellan dibagi menjadi tiga sub zona, yaitu:

Zona Utara, disebut Zona Baturagung dengan ketinggian 200-700 m diatas

permukaan laut, meliputi Kecamatan Patuk, Nglipar, Gendangsari, Ngawen, Semin,

dan Pojong bagian utara. Zona Tengah, disebut Zona Ledoksari dengan ketinggian

150-200 m diatas permukaan laut meliputi Kecamatan Playen, Wonosari,

Karangmojo, Pojong bagian tengah dan Semanu bagian utara. Zona Selatan, disebut

Zona Gunung Seribu dengan ketinggian 100-300 m diatas permukaan laut, meliputi

Kecamatan Pangang, Paliyan, Tepus Saptosari, Rongkop, Semanu bagian selatan dan

Pojong bagian selatan.

Sub zona Gunungsewu merupakan perbukitan karst berporos relatif barat-

timur, dengan beda ketinggian 10-100 m. Bukit-bukit kapur yang berjajar di

dalamnya berdiameter 50-300 m. Meskipun luas keseluruhannya lebih kurang 1.485

km2, area Gunungkidul yang berada di daerah karst hanya kurang lebih 800 km2

(sisi selatan), terdiri dari kurang lebih 45.000 bukit besar dan kecil (jumlah ini

ditaksir dari foto udara).

II.1.2.Stratigrafi

Stratigrafi Regional daerah penelitian berada pada daerah pegunungan selatan

yang berumur diperkirakan berumur Tersier. Batuan tertua yang tersingkap di

Kabupaten Gunungkidul yang berumur Eosen akhir hingga miosen awal. Batuan

penyusun dari batuan dasar ini adalah Formasi Gamping Wungkal, Formasi

Kebobutak, Formasi Mandalika, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi

Sambipitu, Formasi Wuni, Formasi Oyo. Kemudian diatasnya diendapkan Formasi

Wonosari, dan Formasi Kepek.

1. Formasi Gamping Wungkal

Menempati bagian terkecil sebarannya dibagian Timur Laut dan daerah

Inventarisasi. Batuan penyusunnya dibagian bawah napal pasiran dengan lensa

batugamping, sedangkan bagian atasnya perselingan batupasir, batulanau, dan lensa

batugamping.

2. Formasi Mandalika

Dijumpai setempat dengan sebaran terbatas dibagian Timur Laut daerah

Inventerisasi. Batuan pembentuknya umumnya leleran piroklastik yang diendapkan

dilingkungan darat, dicirikan oleh lava andesit dan tuff dasit dengan retas diorit.

Umur batuan tersebut diperkirakan Oligosen Akhir (Sartono, 1964) atau mungkin

hingga Miosen Awal. Formasi Mandalika tersebut tertindih oleh satuan batuan yang

berumur Miosen yang termasuk dalam formasi Wuni, Formasi Semilir dan Formasi

Wonosari. Nama lain satuan ini adalah “Old Andesite Formation” (Bemmellen,

1949).

3. Formasi Nglanggran

Terdiri dari breksi gunung api, angglomerat dan lava andesit-basalt dan tuff.

Batuan ini menempati bagian utara daerah Inventarisasi tersingkap di Sungai

Dengkeng, Kecamatan Nglipar. Batuan pembentuk utamanya breksi gunung api,

tidak berlapis, dengan komponen dari batuan andesit hingga basal, berukuran 2

hingga 50 sentimeter. Lensa batugamping koral terdapat di bagian tengah dari

satuan ini. Batupasir gunung api epiklastika dan tuff berlapis baik terdapat sebagai

sisipan dan sebarannya setempat. Struktur sedimen perairan sejajar, perlapisan

bersusun, dan cetakan beban memberikan indikasi adanya aliran longsoran (debris

flow). Pada lapisan bagian atas permukaannya ererosi yang menunjukan adanya arus

kuat. Hadirnya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut. Lingkungan

pengendapan batuan ini adalah laut yang disertai dengan longsoran bawah laut.

Formasi semilir ditindih selaras oleh satuan batuan gunung api yang dikenal

sebagai Formasi nglanggaran. Satuan ini tidak mengandung fosil, dan umurnya

diduga akhir Miosen Awal hingga permulan Miosen Tengah (Samosusastro, 1956).

Formasi Nglanggaran berlokasi tipa di Gunung Nglanggran, di Pematnag Baturagung

Utara Wonosari. Formasi Nglanggran berumur Miosen Awal hingga Miosen Tengah,

ketebalannya sekitar 530 meter, Formasi ini menjemari dengan Formasi semilir,

tertindih selaras dengan formasi Sambipitu, selanjutnya tertindih tidak selaras dengan

Formasi Oyo dan Formasi Wonosari.

4. Formasi Semilir

Tediri dari tuff, breksi batuapung dasitan, batupasir tuffaan dan serpih batuan

ini menempati bagian utara dari bagian daerah inventarisasi. Formasi ini di bagian

bawahnya mempunyai struktur sedimen berlapis baik, perairan, silangsiur berskala

menengah dan permukaan erosi. Lignit yang berasosiasi dengan batupasir tufa

gampingan dan kepingan koral pada breksi gunung api mewarnai satuan ini pada

bagian tengan. Bagian atas satuan ini terdapat batulempung dan serpih, ketebalannya

sekitar 15 sentimeter, mempunyai struktur longsoran bawah laut. Secara keseluruhan

ketebalan satuan ini diperkirakan 460 meter.

Formasi Semilir menindih selaras Formasi Kebobutak, secara setempat tidak

selaras, kemudian menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Oyo

menindih secara tidak selaras. Formasi Semilir menindih selaras satuan di bawahnya.

Runtutannya terdiri dari tuff, serpih, tuff batuapung dasitik, breksi dasitik, breksi

batuapung, batupasir, dan batulempung. Bothe (1928) menyebutkan jika satuan ini

jarang mengandung fosil dan beberapa jenis foraminifera yang ditemukannya

menunjukkan lingkungannya adalah laut. Ismoyowati & Sumarno (1975) menemukan

satuan yang berlokasi tipe di gunung semilir (Pematang Baturagung) ini merupakan

endapan turbidit yang terbentuk di lingkungan Bathial (Ismoyowati & Sumarno,

1975 ; Rahardjo 1995).

5. Formasi Sambipitu

Terdiri dari batupasir dan batulempung. Satuan ini menempati bagian utara.

Satuan ini bagian bawahnya disusun oleh batupasir kasar tidak berlapis dan batupasir

halus, secara setempat diselingi serpih, batulanau gampingan, lensa breksi andesit,

klstika lempung dan fragmen karbon.

Arus turbidit telah membentuk struktur sedimen perlapisan bersusun, perairan

sejajar, dan gelembur gelombang. Bagian atas dari satuan ini terdapat struktur

sedimen perlapisan bersusun, perairan sejajar, silang siur dan gelembur gelombang

yang memberikan indikasi adanya endapan longsoran bawah laut kemudian

berkembang menjadi arus turbidit. Runtutan sedimen klasik Formasi Sambipitu

menindih selaras satuan gunung api di bawahnya. Formasi Sambipitu mempunyai

lokasi tipe di Desa Sambipitu, Utara Wonosari. Umur satuan ini diperkirakan Miosen

Tengah dengan ketebalan sekitar 230 meter.

6. Formasi Wuni

Terdiri dari agglomerat bersisipan batupasir tuffan dan batupasir kasar. Satuan

ini menempati secaraterisolasi di bagian selatan. Bagian bawah satuan ini disusun

oleh breksi agglomerat, kayu dan bongkah terkersikan. Komponen agglomerat terdiri

dari andesit dan basal berukuran 10 hingga 15 sentimeter, setempat bisa mencapai 2

meter. Bagian tengah satuan ini terdapat sisipan batupasir tuffan, batulanau dan

konglomerat. Sisipan batugamping koral menempati bagian atas satuan ini.Ketebalan

satuan ini diperkirakan 150 meter. Satuan ini ke arah barat berubah menjadi formasi

Nglanggran, namun sulit dibedakan. Formasi ini menjemari dengan Formasi

Wonosari.

7. Formasi Oyo

Disusun oleh sedimen klasik gampingan terdiri dari batupasir gampingan,

batugamping tuffaan, batugamping berlapis bersisipan napal dan tuff. Pengendapan

batugamping ini berbarengan dengan aktifitas gunung api sehingga tuff mewarnai

endapan ini. Semakin ke arah atas unsur material gunung api berkurang. Kemiringan

lapisan ke selatan dengan derjat kemiringan 20o – 25o. Lapisan ini mudah dikenali di

lapangan sepanjang singkapan di Kali Oyo. Pada batupasir gampingan, batugamping

berlapis dan napal banyak dijumpai kandungan fosil.

Formasi Oyo yang manindih tidak selaras dengan satuan klasik dibawahnya

terdiri dari batupasir tuffaan, napal tuffaan, batugamping dan konglomerat, bersisipan

tuff, konglomerat batugamping dan breksi gampingan. Satuan ini berlokasi tipe di

Sungai Oyo di Gunung Tugu dan Gunung Temas (perbukitan Bayat), Rahardjo

(1995) menjumpai batugamping tuffaan berlapis bersisipan nepal ; sedang di Gunung

kampak ia mengamati adanya perubahan fasies batugamping menjadi batugamping

algae dan batugamping oral, sehingga lingkungannya berhimpun dengan terumbu.

8. Formasi Wonosari

Disusun oleh batugamping baik batugamping berlapis maupun batugamping

terumbu, batugamping napalan dan batugamping konglomeratan. Satuan ini juga

terdapat batupasir tuffaan dan lanau. Foermasi wonosari di bagian Selatan menempati

perbukitan Karst dominannya disusun oleh batugamping terumbu yang bersifat pejal

(bioherm) menunjukkan lingkungnpengerndapannya relatif stabil sehingga terumbu

batugamping tumbuh secara sempurna. Pada bagian lereng-lereng bukit terjal

biasanya disusun oleh batugamping konglomeratan sebagai endapan hancuran berupa

talus yang mengelilingi bukit tubuh terumbu tersebut.

9. Formasi Kepek

Penyusun utama Formasi Kepek adalah selang-seling antara lempung, napal

pasiran dan batugamping berlapis .Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut

dangkal terisolasi.

II.1.3.Struktur Geologi

Pola struktur geologi yang terdapat di daerah penyelidikan sebagian besar

berkaitan dengan gejala-gejala tektonik yang pernah berlangsung pada “Java

Trench” dan pembentukan sistem pegunungan di selatan jawa. 

Bentuk struktur yang terdapat didaerah penyelidikan dan sekitarnya selain

diperkuat oleh kenampakan permukaan juga di dukung oleh karakteristik anomali

geofisika (geomagnet, gayaberat dan head-on). Struktur yang ada didaerah

penyelidikan adalah berupa Sesar, normal ( Bantul, Bambang Lipuro dan Mudal),

sesar medatar ( Parangkusumo, Soka Nambangngan dan Siluk); ketidak selarasan,

kekar dan Kelarasan (fracturing).

Pada umumnya orientasi sesar SE-NW berkisar antara N 275°W hingga N

310° W dan NE-SW berkisar antara N20°E hingga 50°E. Diantara sesar-sesar

tsb diatas Sesar Parangkusumo dengan  arah   N 300°W, menunjam 80° ke

baratdaya, merupakan sesar yang penting karena mengontrol pemunculan mata air

panas Parangtritis. Sudut penunjam sesar menyebabkan pembukaan zona kekaran

(“fracturing zones”).

Zona Pegunungan Selatan dibatasi oleh Dataran Yogyakarta-Surakarta di

sebelah barat dan utara, sedangkan di sebelah timur oleh Waduk Gajahmungkur,

Wonogiri dan di sebelah selatan oleh Lautan India. Di sebelah barat, antara

Pegunungan Selatan dan Dataran Yogyakarta dibatasi oleh aliran K. Opak, sedangkan

di bagian utara berupa gawir Baturagung. Bentuk Pegunungan Selatan ini hampir

membujur barat-timur sepanjang lk. 50 km dan ke arah utara-selatan mempunyai

lebar lk. 40 km (Bronto dan Hartono, 2001).

Gambar II.1. Geologi regional DIY (Salman Padmanagara, 1983)

II.2.Geologi lokal

II.2.1. Letak Wilayah

Secara geografis wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 107°15’03”

sampai dengan 100°29’30” Bujur Timur dan 7°34’51” sampai dengan 7°47’03”

Lintang Selatan. Di sebelah utara, wilayah Kabupaten Sleman berbatasan

dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah, di

sebelah timur berbatasan dengan KabupatenKlaten, Propinsi Jawa Tengah, di

sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah,dan di sebelah

selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten

Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

II.2.2. Kondisi Geologi

Daerah Kabupaten Sleman merupakan daerah dataran, perbukitan dan kaki

gunung api. Daerah dataran dengan kemiringan lereng < 5%, terletak pada ketinggian

< 5,00 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh endapan alluvial dan satuan batuan

gunung api Merapi (Qvm) yang berupa lempung, lanau dan pasir. Daerah perbukitan

membentuk deretan perbukitan memanjang dari barat ke timur dengan kemiringan

lereng agak terjal hingga terjal (15 - >50%), terletak pada ketinggian 200 - 400 m di

atas permukaan laut, dibentuk oleh satuan batuan dari Formasi Sentolo (Tmps),

Formasi Nanggulan (Teon), Formasi Wonosari (Tmw), Formasi Oyo (Tmo), Formasi

Sambipitu (Tms), Formasi Nglanggran (Tmn), dan Formasi Semilir (Tmse). Daerah

kaki gunung api dengan kemiringan lereng 15 - 30%, terletak pada ketinggian 500 -

1000 m dpl dan dibentuk oleh endapan volkanik gunung Merapi (Qvm).

Sungai - sungai yang mengalir umumnya bersifat permanen (mengalir

sepanjang tahun), antara lain S. Opak, S. Oyo, S. Bedog, S. Dengkeng, S. Gondang

bersama-sama anak sungainya membentuk pola aliran subdendritik - trellis dan

subparalel. Air tanah di daerah penyelidikan berupa air permukaan dan air tanah

bebas. Air permukaan berupa air sungai dan air genangan (air rawa), sedang air tanah

bebas merupakan air yang tersimpan dalam suatu lapisan pembawa air tanpa lapisan

kedap air di bagian atasnya.

Gambar II.2. Kolom stratigrafi regional daerah Pegunungan Selatan (Rahardjo drr.,

1977; Surono drr., 1992). Litologi di daerah penelitian termasuk ke

dalam Formasi Semilir.

II.3.Penelitian Terdahulu Metode Self Potensial

Dari hasil pengolahan data pada inverse Model Resistivity Section yang

mempunyai iteration 3 RMS error 6.0 % didapatkan pada kedalaman 3-6.8 m dengan

bentangan sepanjang 7-34 m dan nilai resistivitas 593-2755 ohm m, berdasarkan

kondisi geologi di lapangan dapat disimpulkan sebagai endapan pasir, pada

kedalaman 0.684-3 m dengan bentangan sepanjang 6-34 m dan nilai resistivity 2755-

21375 berdasarkan kondisi geologi di lapangan dapat disimpulkan sebagai semen cor

(Rahardjo drr., 1977; Surono drr., 1992).

Pada inverse Model Chargeability Section mempunyai iteration 3 RMS error

6.6 pada kedalaman 0.6-3 m dengan bentangan sepanjang 21-27 m dan 29-34m nilai

chargeability 1-4.79 ohm m,Sedangkan pada kedalaman 0.6-6.8 pada bentangan

sejauh 6-33 m mempunyai harga chargeability senilai 4.79-20.9.Dari nilai

Chargeability tersebut maka batuan pada daerah pengamblian data mempunyai

kemampuan menyimpan arus listrik yang rendah sehingga tidak ditemukan mineral-

mineral logam (mineral sulfida).

Berdasarkan gambar penampang resistivitas dan chargeability menggunakan

Res2dinV pada praktikum IP konfigurasi dipole-dipole maka kita dapat

menyimpulkan

pada kedalaman 3-6.8 m dengan bentangan sepanjang 7-34 m dan nilai

resistivitas 593-2755 ohm m merupakan endapan pasir

pada kedalaman 0.684-3 m dengan bentangan sepanjang 6-34 m dan nilai

resistivity 2755-21375 ohm m merupakan semen cor.

Pada lokasi pengambilan data tidak ditemukan mineral sulfida logam

BAB III

DASAR TEORI

Metoda potensial diri pada dasarnya merupakan metoda yang menggunakan

sifat tegangan alami suatu massa (endapan) di alam. Hanya saja perlu diingat bahwa

anomali yang diberikan oleh metoda potensial diri ini tidak dapat langsung dapat

dikatakan sebagai badan bijih tanpa ada pemastian dari metoda lain atau pemastian

dari kegiatan geologi lapangan.

Karena pengukuran dalam metoda potensial diri diperoleh langsung dari

hubungan elektrik dengan bawah permukaan, maka metoda ini tidak baik digunakan

pada lapisan-lapisan yang mempunyai sifat pengantar listrik yang tidak baik

(isolator), seperti batuan kristalin yang kering.

Potensial diri yang ada di alam dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

The small background potenstials, yang mempunyai interval (fraksi) sampai

dengan puluhan mV. Potensial alami ini juga dapat bernilai minus.

Potensial mineralisasi, yang mempunyai orde dari ratusan mV sampai dengan

ribuan mV.

Secara umum, peralatan yang digunakan pada metoda potensial diri ini terdiri dari

elektroda, kabel, dan voltmeter. Elektroda yang digunakan terbuat seperti tabung

panjang yang diisi dengan larutan CuSO4 dengan porosnya terbuat dari dari tembaga.

Tipe lainnya dikenal dengan elektroda Calomel yang diisi oleh KCl-HgCl2 (lihat

Gambar 9). Voltmeter digunakan sebagai penghubung elektroda-elektroda.

Gambar III.1 Elektroda yang digunakan dalam metoda potensial diri

Ada dua alternatif dalam melakukan pengukuran metoda potensial diri ini :

Cara yang pertama, salah satu elektroda tetap, sedangkan yang satu lagi

bergerak pada lintasannya.

Cara yang kedua, kedua elektroda bergerak bersamaan secara simultan,

katakanlah dengan interval 50 m.

Hasil pengukuran digrafikkan antara jarak (m) dengan hasil pengukuran (mV). Jika

gradien hasil pengukuran memperlihatkan gradien yang tinggi (negatif ke positif yang

tinggi) terhadap zero level dapat dijadikan sebagai indikator anomali (titik infleksi),

lihat Gambar 10.

Gambar III.2 Potensial diri dan gradien potensial diri sepanjang penampang

melintang tubuh bijih.

Hasil dari survei potensial ini disajikan dalam bentuk peta isopotensial, dan

interpretasi dilakukan terhadap daerah anomali dengan menggunakan penampang

melintang yang memotong daerah anomali.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Design Survey

Praktikum Geolistrik metode Self Potensial, dilakukan pada hari Sabtu, 16

Oktober 2010. Pada pukul 06.30 WIB. Berlokasi di UPN Veteran Yogyakarta,

Condong Catur, Sleman.

Secara Geografis letak penelitian berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Jalan Raya Ring Road

Sebelah Selatan : Geung Pertanian

Sebelah Timur : Halaman Pertanian

Sebelah Barat : Gedung Pertanian

IV.2. Peralatan yang digunakan

Pada Praktikum Geolistrik metode Self Potensial ini menggunakan alat-alat

sebagai berikut :

1. Multimeter

2. 2 buah porouspot larutan CuSO4

3. 1 kabel

4. Meteran

5. Stopwatch

IV.3 Pengambilan Data Lapangan

Langkah Kerja :

1. Membentang meteran sejauh 50 meter.

2. Mencari dan mencatat Azimuth lintasan dan koordinat daerah penelitian

3. Mengatur (mensetting alat)

4. Base???

5. Menghubungkan alat multimeter rover dengan porouspot Setelah semua

dipasang, rangkaian dicek.

6. Setelah yakin rangkaian alat tidak ada yang salah maka pengukuran sudah

bisa dimulai. Pertama tekan tombol on, tentukan skla yang digunakan.

7. Setelah di peroleh harga potensial (V), catat nilainya pada table yang telah

disiapkan.

8. Lanjutkan pengukuran dengan spasi elektroda yang telah ditentukan dengan

langkah-langkah yang sama dengan langkah 3 sampai 6

IV.4 Pengolahan Data Lapangan

Pengolahan data lapangan dari survey metode seft potensial adalah sebagai

berikut:

1. Dari nilai V base dan rover maka dapat menghitung nilai SP terkoreksi

2. Kemudian menghitung nilai MA SP

3. Membuat grafik MA SP dan SP terkoreksi

4. Mengolah data surfer

Pengolahan data menggunakan Software Surfer 8

1. Masuk ke dalam software Surfer 8 pilih File, New, WorkSheet copy data

x,y dan MA SP

2. Save dengan type *dat.

3. File ,New, Work Plot.

4. Pilih data yang telah disimpan dengan format *dat

5. Grid, Data. Pilih data yang dengan format *dat

6. Map, contour layer.

7. Klik kanan properties,

8. Map, post layer untuk membuat lintasannya.

IV.5. Diagran Alir Penelitian

Gambar IV.5. Diagram alir penelitian.

Pengambilan data lapangan (V)

Surfer

Orientasi Lapangan

Pengolahan Data

Mempersiapkan Alat

Selesai

Peta isopotensial

Studi Literatur

Pembahasan Hasil

Kesimpulan

Mulai

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Hasil

435080 435085 435090 435095 435100 435105

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

SP Terkoreksi VS MA SP

SP terkoreksiMa SP

X

MA

dan

SP

Gambar V.1 grafik SP MA Vs SP

Gambar V.2 Grafik SP terkoreksi Vs Offset

435080 435085 435090 435095 435100 435105

-0.03

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

0.07

SP terkoreksi VS Offset

SP terkoreksi VS Offset

435080 435085 435090 435095 435100 435105

-0.02

-0.01

0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

MA SP Vs Offset

MA SP Vs Offset

Gambar V.3 Grafik MA SP Vs Offset

PETA ISOPOTENSIAL

Gambar.V.1 Peta Isopotensial

434800 434900 435000 435100

9141400

9141500

9141600

9141700

9141800

9141900

9142000

-130-120-110-100-90-80-70-60-50-40-30-20-100102030405060708090100

0 50 100 150 200 250

IV.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian dapat memberi pembahasan.

Pada grafik Sp terkoreksi Vs oofset dan Ma.Sp Vs Offset dapat dijelaskan bahwa

penyebaran atau keberadaan anomaly self potensial batuan bawah permukaan.

Dimana pada grafik Sp terkoreksi Vs Offset menunjukan anomaly secara dominan

berada di bawah water table dari pada diatas water table. Dapat dillihat bahwa grafik

lebih dominan berada dibawah angka nol atau bernilai negatif . Nilainya berkisar

antara 0 sampai -0.03. Tetapi grafik juga membelok di atas nilai nol samapi titik 0.05

tetapi tidak dominan. Jadi dapat dijelaskan bahwa anomaly potensial diri berada di

bawah water table.

Pada grafik Ma.Sp Vs offset Matching dengan grafik Sp terkoreksi Vs offset

dimana bentuk grafik tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dan rentang harga

yang tidak terlalu jauh. Pada grafik Ma.Sp Vs offset nilai kisaran grafik secara

dominan berada di bawah nol atau benilai negatif. Hal ini juga menjelaskan bahwa

anomaly berada dibawah water table.

Berdasarkan Peta isopotensial daerah tersebut mendapatkan hasil dari

beberapa lintasan-lintasan pada daerah tersebut. Dimana penyebaran Potensial diri

tinggi berada pada koordinat X ( 434900) sampai ( 4345000 ) dan Y ( 9141900 )

sampai ( 9142000) yang ditunjukan dengan warna oranye sampai merah dengan

kisaran harga 40 – 100 mV. Sedangkan potensial diri sedang mendominasi daerah ini

deitunjukan dengan warna hijau dan kuning dengan kisaran harga -60 sampai 40 mV.

Sedangkan Potensial diri rendah terdapat pada koordinat X (434800) dan Y

( 9141200) yang ditunjukan dengan waran biru sampai ungu.

Pada Lintasan 9 terdapat kesalahan pada koordinat X yang tidak sesuai

dengan hasil yang diharapkan. Hal tersebut disebabkan kurangnya ketelitian saat

melakukan praktikum.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa anomaly terdapat pada koordinat

X (434800) dan Y ( 9141200) yang ditunjukan dengan waran biru sampai ungu

dengan nilai (-130) – (-60 ) mV. Dimana penyebaran Potensial diri tinggi berada pada

koordinat X ( 434900) sampai ( 4345000 ) dan Y ( 9141900 ) sampai ( 9142000)

yang ditunjukan dengan warna oranye sampai merah dengan kisaran harga 40 – 100

mV. Sedangkan potensial diri sedang mendominasi daerah ini deitunjukan dengan

warna hijau dan kuning dengan kisaran harga -60 sampai 40 mV. Pada Lintasan 9

terdapat kesalahan pada nilai koordinat X, sehingga pada peta isopotensial terdapat

perbedaan garis kontur. Pada lintasan tersebut

V.2. Saran

Pada saat praktikum ketelitian pengambilan koordinat X dan Y harus tepat,

sehingga tidak menyebabkan kesalahan pada peta isopotensial.

DAFTAR PUSTAKA

Laboratorium Geofisika Eksplorasi, Buku Panduan Praktikum geolistrik Fakultas

Teknologi mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

2010.

Habberjam, G.M. (1979) Apparent Resistivity and the Use of Square Array

Techniques. Gebruder Borntraeger, Berlin.

Kearey, P. dan Brooks, M. (1984) An Introduction to Geophysical Exploration. Palo

Alto, California.

http://www.docstoc.com/docs/27545457/PENGUKURAN-RESISTIVITAS-PADA-

DAERAH-DUGAAN-SUMBER-PENYEBAB-ANOMALI.