laporan pbl 1 bhl 4

17
 LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 “Kontrasepsi”  Tutor: dr. Nasid Abdullah Oleh : Indah Annisa D G1A009004 Muarif G1A009013 Ryan Aprilian Putri G1A009025 Masrurotut Daroen G1A009036 Kusnendar I G1A009054 Sylviana Kuswandi G1A009066 Andromeda G1A009074 Pramasanti Hera K. G1A009102 Annisaa Auliyaa G1A009118 Benza Asa Dicaraka G1A009119 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU   ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2012

Upload: ryan-aprilian-putri

Post on 20-Jul-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 1/17

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1

“Kontrasepsi” 

Tutor:

dr. Nasid Abdullah

Oleh :

Indah Annisa D G1A009004

Muarif G1A009013

Ryan Aprilian Putri G1A009025

Masrurotut Daroen G1A009036

Kusnendar I G1A009054

Sylviana Kuswandi G1A009066

Andromeda G1A009074

Pramasanti Hera K. G1A009102

Annisaa Auliyaa G1A009118

Benza Asa Dicaraka G1A009119

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU  – ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 2/17

BAB I

PENDAHULUAN

Program KB nasional merupakan program pembangunan sosial dasar yang

sangat penting artinya bagi pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Dalam

Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera, disebutkan bahwa KB adalah upaya peningkatan

kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,

pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan

kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

Hasil program KB tidak seketika dapat dinikmati, tetapi sangat menentukan bagi

upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun Sumber Daya Manusia

(SDM) yang tangguh di masa depan.

Ada beberapa metode atau alat KB yang bisa digunakan, bagi wanita

antara lain pil KB, suntik KB, susuk atau implant, alat kontrasepsi dalam rahim

(AKDR) dan Medis Operasi Wanita (MOW) biasa disebut tubektomi sedangkan

bagi pria biasanya dengan cara pantang berkala, senggama terputus, kondom dan

Medis Operasi Pria (MOP) atau vasektomi.

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria

dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih

mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan

kontrasepsi pria seperti kondom, pantang berkala, senggama terputus dan

vasektomi, suami mempunyai tanggung jawab utama, sementara bila istri sebagai

pengguna kontrasepsi, suami mempunyai peranan penting dalam mendukung istri

dan menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi. Suami dan istri harus saling

mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena KB dan kesehatan

reproduksi bukan hanya urusan pria atau wanita saja.

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 3/17

BAB II

PEMBAHASAN

Kasus SGD I : Kontrasepsi

Tn. dan Ny. X memiliki 6 orang anak. Tn. X berusia 40 tahun dan Ny. X

berusia 37 tahun, sementara anak bungsu mereka baru berusia 1 tahun. Pasangan

ini datang kepada Anda untuk berkonsultasi tentang metode kontrasepsi. Selama

ini mereka hanya menggunakan perhitungan masa subur (pantang berkala) untuk 

mengatur kehamilan. Akan tetapi kehamilan yang terakhir ternyata di luar rencana

mereka dan menjadi beban pikiran pasangan tersebut, terutama karena alasan

ekonomi. Tn. X ingin agar istrinya mengikuti metode kontrasepsi menggunakan

AKDR/ IUD karena menurutnya lebih aman untuk kesehatan istrinya

dibandingkan alat kontrasepsi hormonal. Di lain pihak, Ny. X tidak bersedia

menggunakan alat kontrasepsi apapun karena bertentangan dengan keyakinannya.

Menurut Ny. X, jika mereka telah diberikan amanat oleh Tuhan untuk mengasuh

seorang anak, maka mereka pasti akan bisa melalui segala macam cobaan. Meski

demikian, Ny. S tidak menyangkal bahwa ia merasa kerepotan mengasuh dan

mendidik 6 anak, terutama dengan penghasilan yang mereka miliki. Tn. X

memiliki latar belakang SLTA dan bekerja sebagai karyawan pabrik sedangkan

Ny. X adalah lulusan SLTP dan tidak bekerja.

PERTANYAAN:

1. 

Klarifikasi istilah dan faktor-faktor kontekstual2.  Permasalahan etik apa(saja)kah yang ada pada kasus ini?

3.  Mengapa masalah tersebut dianggap sebagai masalah etik? Nilai-

nilai/norma/prinsip-prinsip apakah yang dipertaruhkan di sini?

4.  Bagaimana Anda melihat masalah tersebut dari sudut pandang individu-

individu (atau pihak) yang terlibat di dalamnya? Nilai-nilai/norma/prinsip-

prinsip apakah yang dipertimbangkan oleh masing-masing individu tersebut?

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 4/17

5.  Aspek psikologis, sosial, budaya, agama, apakah yang perlu kita

pertimbangkan pada kasus ini?

6.  Apakah ada aspek legal yang harus dipertimbangkan dalam kasus ini?

7.  Apa saja alternatif pemecahan masalah untuk masalah ini?

Pembahasan kasus SGD I : Kontrasepsi

1.  Klarifikasi istilah dan faktor-faktor kontekstual

a.  IUD

IUD (intra uterine device) atau AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastic flexible yang kemudian

dibungkus dengan cooper atau tembaga. AKDR ini dipasang dalam rahim

dengan tujuan mencegah proses bertemunya sel telur dengan sperma.

Keuntungan Penggunaan AKDR :

1) Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi. Sangat efektif 0,6-0,8

kehamilan per 100 perempuan dalam1 tahun pertama(1kegagalan dalan

125-170 kehamilan)

2) AKDR dapat efektf seger setelah pemasangan

3) Metode jangka panjang

4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat

5) Tidak mempengaruhi hubungan sexual

6) Meningkatkan kenyamanan sexual karena tidak perlu takut untuk hamil

7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR(Cu T-380A)

Kerugian penggunaan AKDR

1) Perubahan siklus haid

2) Perforasi dinding uterus(sangat jarang apabila pemasangan benar)

3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS

4) Tidak baik digunaka pada perempuan dengan IMS atau perempuan

yang sering berganti pasangan

5) Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri

(Saifuddin, 2006).

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 5/17

b.  Kontrasepsi

Alat atau metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan, terdapat

kontrasepsi alami seperti perhitungan masa subur maupun buatan seperti

hormonal, tindakan bedah (Saifuddin, 2006). 

c.  Kontrasepsi hormonal

Kontrasepsi hormonal, yaitu kontrasepsi pil, suntik dan implan

dipergunakan secara luas dan memiliki keefektifan yang tinggi untuk 

mencegah kehamilan (Saifuddin, 2006). 

d.  Perhitungan masa subur (pantang berkala)

Hari pertama masa subur adalah hari pertama menstruasi ditambah 12 hari

(hari ke 13) dan hari terakhir masa subur adalah hari pertama menstruasi di

tambah 19 hari (hari ke 20), sedangkan puncak masa subur adalah hari

pertama manstruasi ditambah 14 hari. Perhitungan ini untuk wanita dengan

siklus menstruasi 26-30 hari (manuaba, 2010).

2.  Permasalahan etik apa(saja)kah yang ada pada kasus ini?

a.  Dilemma dokter

1)  Ny. X memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak tindakan

kontrasepsi yang diusulkan suami pasien dan apabila menyetujui,

pasien memiliki hak untuk memilih metode kontrasepsi yang akan

digunakannya setelah mendapat informasi yang jelas dari dokter. Di

lain pihak, dokter mengetahui bahwa tindakan kontrasepsi akan

mendatangkan keuntungan bagi pasien. Karena usia Ny. X 37 tahun

dan kehamilan yang terjadi di usia > 35 tahun akan sangat berbahaya

bagi pasien sekaligus janin yang akan dikandungnya nanti.2)  Inform consent

Segala tindakan yang akan dilakukan dokter harus memiliki inform

consent dari pasien atau pihak yang berwenang (suami atau keluarga).

Sementara pada kasus ini, Tn X dan Ny. X memiliki selisih paham

mengenai kesediaan menggunakan kontrasepsi.

3)  Adanya tuntutan pemenuhan autonomy dari pasien dan suaminya,

namun karena adanya perbedaan keinginan antara pasangan suami

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 6/17

istri tersebut, menyebabkan nilai ini berbenturan dengan nilai justice

(keadilan) terhadap keduanya.

b. Dilemma pasien

1)  Ny. X tidak bersedia menggunakan alat kontrasepsi apapun karena

bertentangan dengan keyakinannya. Di lain pihak, Ny. X tidak 

menyangkal bahwa ia merasa kerepotan mengasuh dan mendidik 6

anak, terutama dengan penghasilan yang mereka miliki, yang

dirasakan memang kurang mencukupi kebutuhan keluarga.

2)  Terlihat dari keyakinan yang dianut pasien yang tidak mengizinkan

untuk kontrasepsi dan fakta bahwa keluarga pasien belum mapan

secara ekonomi untuk menerima kelahiran kembali.

3)  Pasien dilema tentang keefektifan kontrasepsi buatan lebih efektif 

dibandingkan kontrasepsi alami mengingat beban ekonomi, namun itu

bertentangan dengan keyakinannya. 

4)  Nilai agama hak istri untuk memegang teguh keyakinan yang

diyakini untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi

5)  Nilai ekonomi istri mengakui merasa kerepotan dengan keenam

anak yang ia miliki sekarang

6)  Nilai budaya sebagai seorang istri sudah sewajarnya menaati

kehendak suami karena suamilah yang menjadi kepala keluarga dan

yang memegang keputusan dalam sebuah keluarga.

3.  Mengapa masalah tersebut dianggap sebagai masalah etik? Nilai-

nilai/norma/prinsip-prinsip apakah yang dipertaruhkan di sini?

a. 

Dilema dokter1)  Menghargai autonomy vs beneficence bagi pasien

Prinsip moral tersebut saling berbenturan. Karena pasien memiliki

kewenangan (autonomy) untuk menyetujui atau menolak tindakan

kontrasepsi yang diusulkan suami pasien dan apabila menyetujui,

pasien memiliki hak untuk memilih metode kontrasepsi yang akan

digunakannya setelah mendapat informasi yang jelas dari dokter. Di

lain pihak, dokter mengetahui bahwa tindakan kontrasepsi akan

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 7/17

mendatangkan keuntungan (beneficence) bagi pasien. Karena usia

pasien 37 tahun dan kehamilan yang terjadi di usia > 35 tahun akan

sangat berbahaya bagi pasien sekaligus janin yang akan dikandungnya

nanti. Kehamilan tersebut akan menjadi kehamilan RISTI (Risiko

Tinggi). Di antara risiko yang akan alami ibu hamil RISTI adalah

eklampsi-preeklampsi, abortus, cacat janin, makrosomia, kehamilan

serotinus, dan lain lain (Cunningham, 2010).

2)  Inform consent

Segala tindakan yang akan dilakukan dokter harus memiliki inform

consent dari pasien atau pihak yang berwenang (suami atau keluarga).

Tindakan kontrasepsi merupakan tindakan pencegahan kehamilan

secara sukarela dari PASUTRI (pasangan suami istri). Jadi suami dan

istri memiliki hak dan kewajiban yang sederajat dalam menentukan

tindakan kontrasepsi. Sementara pada kasus ini, Tn X dan Ny. X

memiliki selisih paham mengenai kesediaan menggunakan

kontrasepsi.

3)  Terdapat beberapa nilai yang bersumber dari UNESCO yang

dipertaruhkan dalam kasus ini antara lain:

a)  Human dignity and human rights

b)  Benefit and harm

c)  Autonomy and individual responsibility

d)  Consent

e)  Respect for human vulnerability and personal integrity

f)  Equality, justice and equity

g) 

Respect for cultural diversity and pluralismh)  Protecting future generations

b.  Dilemma pasien

1)  Terdapat benturan antara autonomi vs beneficence

Ny X tidak bersedia menggunakan alat kontrasepsi apapun karena

bertentanga dengan keyakinannya. Menurut Ny. X, jika mereka telah

diberikan amanat oleh Tuhan untuk mengasuh seorang anak, maka

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 8/17

mereka pasti akan bisa melalui segala macam cobaan. Meski

demikian, Ny. X tidak menyangkal bahwa ia merasa kerepotan

mengasuh dan mendidik 6 anak, terutama dengan penghasilan yang

mereka miliki. Pada kasus ini terjadi dilemma prinsip autonomy

dimana Ny. X ingin mengikuti keyakinannya untuk tidak memasang

alat kontrasepsi, namun di lain pihak mempertaruhkan prinsip

beneficence, karena sebenarnya Ny. X sudah merasa kerepotan

mengasuh dan mendidik 6 anak.

2)  Terdapat benturan nilai agama dan nilai sosial

Terlihat dari keyakinan yang dianut pasien yang tidak mengizinkan

untuk kontrasepsi dan fakta bahwa keluarga pasien belum mapan

secara ekonomi untuk menerima kelahiran kembali.

3)  Karena bertentangan dengan prinsip keadilan yang dimiliki pasien

sebagai pemilik tubuh dan pasien berhak atas tubuhnya sendiri dan

berhak memutuskan yang terbaik untuk dirinya sendiri.

4)  Nilai keyakinan keyakinan istri untuk tetap tidak memasang alat

kontrasepsi sesuai ajaran agamanya

5)  Nilai ekonomi penghasilan yang pas-pasan dari suaminya tidak 

menutup kebutuhan dengan banyak anak 

6)  Nilai budaya ketaatan terhadap suami

4.  Bagaimana Anda melihat masalah tersebut dari sudut pandang individu-

individu (atau pihak) yang terlibat di dalamnya? Nilai-nilai/norma/prinsip-

prinsip apakah yang dipertimbangkan oleh masing-masing individu tersebut?

a.  Sudut pandang suami

1) 

Dari sudut pandang suami ada beberapa prinsip yang dipertimbangkanyaitu prinsip beneficence dan non maleficence hal ini terlihat dari

keinginan suami agar istrinya menggunakan alat kontrasepesi dengan

alasan karena sudah mempunyai enam orang anak dan keadaan

ekonomi yang kurang baik.

2)  Keyakinan agama yang dianut suami diasumsikan sama dengan

keyakinan istri dimana di agama tersebut tidak memperbolehkan

umatnya untuk menggunakan kontrasepsi. Namun, suami merasa

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 9/17

keberatan apabila terjadi kehamilan kembali, karena suami yang

bertanggungjawab penuh untuk menafkahi keluarga belum mapan

secara ekonomi. Suami belum mampu menafkahi lebih keluarganya

yang terdiri dari istri dan 6 orang anak.

3)  Karena masalah ini menyangkut agama dan keyakinan, ada baiknya

dikonsultasikan terlebih dahulu pada ahli agama mengingat banyak 

pertimbangan dalam kasus ini

4)  Autonomy dan non maleficence, menghargai autonomy istri atas

keinginannya untuk tidak menginginkan kontrasepsi dengan alasan

religious, namun berbenturan dengan nilai non maleficience dalam

kaitannya untuk mencegah perburukan perekonomian keluarga.

b.  Sudut pandang istri

1)  Dari sudut pandang istri terdapat beberapa prinsip yang

dipertimbangkan antara prinsip autonomy dan beneficence, hal ini

dapat dilihat dari keinginann istri yang tidak ingin menggunakan alat

kontrasepsi, selain bertentangan dengan keyakinan yang dianut,

namun juga karena ada beberapa efek samping yang mngkin akan

terjadi akibat pemasangan alat kontrasepsi. Namun disamping itu juga

prinsip beneficence yang dipertimbangkan dengan alasan karena

sudah mempunyai enam orang anak dan keadaan ekonomi yang

kurang baik.

2)  Sebagai pasien, saya yang memiliki kesadaran penuh berhak untuk 

menentukan yang terbaik bagi diri saya sendiri setelah diberikan

informed consent yang jelas dari dokter (autonomy). Sementara di sisi

lain prinsip keadilan perlu ditegakkan karena saya telah memahamikondisi yang terjadi, dan saya dapat menggunakan informasi yang

diberikan untuk menentukan pilihan yang realistis dan beralasan.

3)  Akan tetap mempertimbangkan keinginan istri dengan keyakinan

yang ia yakini karena merupakan hak dalam agamanya. Pertimbangan

segi agama kembali, karena bisa dimungkinkan pengetahuannya

sendiri mengenai kontrasepsi dalam agamanya kurang begitu

dimengerti hukumnya secara pasti. Mempertimbangkan pula

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 10/17

keinginan suami karena dalam budaya Indonesia seorag suami lebih

dominan dalam mengambil keputusan dibandingkan autonomy istri.

Selain itu, dalam agama pun dikehendaki istri untuk senantiasa

menaati suami selagi jalannya benar.

c.  Sudut pandang dokter

Dokter mengalami dilema apakah Ny. X dapat diberikan kontrasepsi

AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) atau tidak. Di satu pihak dokter

mempertimbangkan prinsip beneficence dimana keluarga Ny. X sudah

memiliki banyak anak yakni 6 orang anak, keadaan social ekonomi yang

rendah pada keluarga Ny. X dan usia Ny. X juga sudah rentan yakni 38

tahun untuk hamil, maka akan lebih bermanfaat apabila pemsangan

kontrasepsi pada Ny. X dilakukan. Di sisi lain dokter harus dapat

menghormati hak  autonomy pasien karena Ny. X memiliki keyakinan

yang menentang pemasangan AKDR tersebut.

5.  Aspek psikologis, sosial, budaya, agama, apakah yang perlu kita

pertimbangkan pada kasus ini?

a.  Aspek social

Ny. X lulusan SLTA sebagai karyawan pabrik 

Tn. X lulusan SLTP dan tidak bekerja

b.  Kebudayaan

1)  Seperti kita tahu bahwa kebudayaan yang ada di indonesia seorang

istri harus mengikuti keputusan suami, tetapi dalam kasus ini Ny. X

mempunyai keyakinan sendiri atas keputusan yang akan dia ambil.

c.  Psikologis

1) 

Aspek psikologis dapat dilihat dari dilema yang dialami oleh Ny. Xdisatu sisi Ny. X mempunyai keyakinan untuk tidak menggunakan

alat kontrasepsi sedangkan disisi lain Ny. X juga sudah merasa

kerepotan mengurus ke enam anaknya

6.  Apakah ada aspek legal yang harus dipertimbangkan dalam kasus ini?

Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera pasal 19 menyebutkan suami dan istri

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 11/17

mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan sederajat dalam

menentukan cara mengatur kehamilan. Penyelenggaraan Keluarga Berencana

dapat dibenarkan dengan memperhatikan butir-butir berikut :

a.  Pasal 17

1)  Pengaturan kelahiran diselenggarakan dengan tata cara yang berdaya

guna dan berhasil guna serta dapat diterima oleh pasangan suami istri

sesuai dengan pilihannya.

2)  Penyelenggaraan pengaturan kelahiran dilakukan dengan cara yang

dapat dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, etik dan agama

yang dianut penduduk yang bersangkutan.

Penjelasan :

1)  Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan harkat

dan martabat manusia serta mengindahkan nilai-nilai agama dan sosial

budaya yang berlaku di dalam masyarakat.

2)  Untuk menghindarkan hal yang berakibat negatif, setiap alat, obat dan

cara yang dipakai sebagai pengatur kehamilan harus aman dari segi

medik dan dibenarkan oleh agama, moral dan etika.

b.  Pasal 18

Setiap pasangan suami istri dapat menentukan pilihannya dalam

merencanakan dan mengatur jumlah anak, dan jarak antara kelahiran anak 

yang berlandaskan pada kesadaran dan tanggung jawab terhadap generasi

sekarang maupun generasi mendatang.

c.  Pasal 19

Suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama serta kedudukan

yang sederajat dalam menentukan cara pengaturan kelahiran.

Penjelasan :

Suami dan isteri harus sepakat mengenai pengaturan kehamilan dan cara

yang akan dipakai agar tujuannya tercapai dengan baik. Keputusan atau

tindakan sepihak dapat menimbulkan kegagalan atau masalah di kemudian

hari. Kewajiban yang sama antara keduanya berarti juga, bahwa apabila

isteri tidak dapat memakai alat, obat dan cara pengaturan kelahiran,

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 12/17

misalnya karena alasan kesehatan, maka suami mempergunakan alat, obat

dan cara yang diperuntukkan bagi laki-laki.

7.  Apa saja alternatif pemecahan masalah untuk masalah ini?

a.  Dilakukan informed consent  terlebih dahulu oleh dokter yang

bersangkutan, jika istri memilih untuk dipasang AKDR, maka

dijelaskan risiko-risikonya maupun konsekuensi bahwa AKDR hanya

dapat bertahan dalam beberapa tahun saja, lalu tetap dilakukan

konseling berkelanjutan. Jika istri memilih untuk menolak dimasang

AKDR, maka beri pengertian kepada suami dan istri, diberi alternative

solusi jika hamil kembali maka ini merupakan kehamilan terakhir lalu

dilakukan sterilisasi (beri penjelasan kepada istri), ataupun solusi lain

tetap tidak pasang dan lanjutkan perhitungan masa subur dengan

catatan harus teliti dan telaten mencatat masa subur, serta dilakukan

konseling yang rutin. 

b.  Memberikan waktu bagi PASUTRI untuk memantapkan keputusan

bagi keduanya. Hal ini dilakukan setelah pasien diinformasikan secara

lengkap mengenai prosedur, manfaat, efek samping, komplikasi,

keamanan, kenyamanan, kemungkinan gagal dan juga biaya dari

tindakan kontrasepsi.

c.  Berikan alternatif solusi tindakan lain. Misal dengan memberikan

informasi tentang jenis kontrasepsi lain. Jika istri tidak bersedia, alat

kontrasepsi dapat dipasang kepada suami. Misal dengan menggunakan

kondom atau melakukan steril (vasektomi).

d.  Memastikan bahwa suami dan istri mempunyai hak dan kewajiban

yang sama serta kedudukan sederajat dalam menentukan cara KB danharus sepakat mengenai cara yang akan dipakai agar tujuan kontrasepsi

tercapai dengan baik.

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 13/17

e.  Langkah pembuatan keputusan etik 

langkah membuat keputusan etik 

 fact deliberation

Konflik 

“Tn.X ingin istrinya

melakukan kontrasepsi

dengan alasan financial

keluarga jika memiliki

keturunan lagi, sedangkan

Ny.X menolak dengan

religius” 

Fakta

Kontrasepsi adalah usaha untuk 

mengurangi kemungkinan terbentuknya

atau mencegah konsepsi (Dorland, 2002)

Hasil positif yang diperoleh dari

kontrasepsi menurut Keiszkiewics dkk 

dalam Ilmu kandungan oleh hanifa

Wiknjosastro 2001;

-  Kehidupan seksual lebih baik (libido,

orgasmus,frekuensi koitus)

-  Ketakutan akan hamil yang tidak 

diinginkan ↓ 

-  Keluhan-keluhan premenstrual tension

↓ 

-  Kehidupan kekeluargaan menjadi lebih

baik 

-  Nafsu kerja meningkat

Value deliberation

(nilai – nilai yang dipertaruhkan)

Consent

Autonomy

Non maleficience

Justice

Duty deliberation

(alternative - alternatif)

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 14/17

 

Refleksi pada kebanyakan kasus

(Wiknjosastro, 2001)

-  Frekuensi kegagalan kontrasepsi

dapat dipengaruhi oleh faktor

psikologis  terutama jika

pilihan cara kontrasepsi kurang

sesuai dengan kepribadian atau

emosional pemakainya

-  Perlu diperhatikan aspek 

pendidikan (di rumah / sekolah),

agama, kedudukan dalam

aktifitas social, sikap mental

wanita terhadap kehidupan

seksual dan usaha KB

-  Keputusan wanita untuk 

kontrasepsi bawah sadar (sub

concious) yang kuat akan

kehamilan

-  Cara tertentu dapat

dikontraindikasikan psikologis,

terutama kondom, koitus

interuptus, sterilisasi

-  Yang > umum diterima 

pantang berkala dan pil antihamil

Refleksi pada kasus lain

(Wiknjosastro, 2001)

-  Penanganan psikiatrik 

obstetric konseling psikolog

Testing consistency

Hukum

Dasar hokum

kontrasepsi (?) 

legal

Pertanyaan diri

“mengembalikan

kondisi yang dihadapi

pasien kedalam diri

Selalu meminta

persetujuan

pasien/pihak terkait

untuk tindakan yang

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 15/17

sendiri” akan dilakukan

Conclusion

Menerima (consent)

-  Kontrasepsi pada istri AKDR

jenis lain (susuk/implant)

-  Kontrasepsi pada suami 

sterilisasi

Menolak (refusal)

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 16/17

BAB III

KESIMPULAN

1.  Obstetri dan Ginekologi banyak berhubungan dengan masalah-masalah

kelahiran, reproduksi, dan kematian; yang kesemuanya itu penuh dengan

dilemma etik , moral, dan hukum.

2.  Salah satu dilemma pada bidang obstetric dan ginekologi yaitu

penyelenggaraan kontrasepsi.

3.  Peraturan perundang-undangan tentang kontap belum ada di Indonesia.

4.  Pendapat tokoh-tokoh agama beraneka ragam dan kenyataannya lebih

banyak yang menentang cara kontrasepsi itu karena mengurangi harkat

dan kodrat seseorang.

5.  Meskipun menuai dilemma, dalam pengambilan keputusan tetap harus

mengacu pada UU RI no.10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pasal 17, 18 dan 19

serta memperhatikan 5 langkah dalam mengambil keputusan etik.

6.  Pada kasus Ny. X dan Tn. X perlu dilakukan informed concent yang

sebelumnya dilakukan pemberian informasi selengkap-lengkapnya dan

memberikan waktu untuk memikirkan kembali kemudian dilakukan

pengambilan keputusan ulang dan diusahakan keputusan yang sudah ada

adalah keputusan bersama dari pasangan.

5/17/2018 laporan pbl 1 bhl 4 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-pbl-1-bhl-4 17/17

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham et al. 2010. Williams Obstetrics 23

rd 

ed . USA : The McGraw-HillCompanies, Inc.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta:

EGC.

Hanafiah, Jusuf dan Amri, Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.

Edisi 4. Jakarta: EGC.

Manuaba, Ida Ayu., Ida Bagus Gde Fajar Manuaba., Ida Bagus Gde Manuaba.

2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan

Bidan. Jakarta: EGC.

Saifuddin, Abdul Bari., dkk. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.

Edisi 2, Cetakan 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 

Wiknjosastro, Hanifa dkk. 2001. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta : Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.