laporan mka

38
I. PENDAHULAN A. Latar Belakang Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada keberhasilan budidaya udang. Air, sebagai media hidup ikan, berpengaruh langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air menentukan keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam ekosistem tambak, baik terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem tambak tersebut. Kualitas air yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan budidaya, sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan dan kelulushidupan ikan. Budidaya merupakan suatu kegiatan dimana salah satu tujuannya yaitu untuk melestarikan suatu organisme atau makhluk hidup yang bernilai ekonomis dimana dilakukan dalam lingkup yang terkontrol. Dalam kegiatan budidaya tersebut, tentunya para pembudidaya harus benar – benar

Upload: melinda-oktafiani

Post on 03-Jan-2016

117 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

lampiran manajemen kualitas air

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Mka

I. PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Manajemen kualitas air mempunyai peran yang sangat penting pada

keberhasilan budidaya udang. Air, sebagai media hidup ikan, berpengaruh

langsung terhadap kesehatan dan pertumbuhannya. Kualitas air

menentukan keberadaan berbagai jenis organisme yang ada dalam

ekosistem tambak, baik terhadap kultivan yang dibudidayakan maupun

biota lainnya sebagai penyusun ekosistem tambak tersebut. Kualitas air

yang jauh dari nilai optimal dapat menyebabkan kegagalan budidaya,

sebaliknya kualitas air yang optimal dapat mendukung pertumbuhan dan

kelulushidupan ikan.

Budidaya merupakan suatu kegiatan dimana salah satu tujuannya yaitu

untuk melestarikan suatu organisme atau makhluk hidup yang bernilai

ekonomis dimana dilakukan dalam lingkup yang terkontrol. Dalam

kegiatan budidaya tersebut, tentunya para pembudidaya harus benar –

benar mengelolah suatu usaha budidayanya dengan baik untuk

kelangsungan hidup organisme yang dibudidayakan, dalam hal ini

terhadap para pembudidaya ikan.

Pemahaman mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan tentang manajemen

kualitas air dalam budidaya perairan dan pengolahannya sangat penting

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam budidaya ikan

dan udang. Parameter kualitas air baik faktor fisika, kimia, maupun biologi

sangat berkaitan terhadap keberlangsungan usaha budidaya sehingga harus

Page 2: Laporan Mka

dikontrol dengan baik, terutama usaha budidaya intensif. Oleh karena itu,

praktikum pengamatan parameter kualitas air pada akuarium ini dilakukan.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini, yaitu:

Untuk mengetahui dan mempelajari pengelolaan kualitas air pada

kegiatan budidaya ikan

Mempelajari hubungan antara berbagai parameter kualitas air

terhadap keberlangsungan hidup ikan budidaya.

Page 3: Laporan Mka

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Air

Kualitas air dalam budidaya perairan meliputi faktor fisika, kimia dan

biologi air yang dpat mempengaruhi produksi budidaya perairan (Boyd,

1990). Sebagian besar manajemen kualitas air ditujukan untuk

memperbaiki kondisi kimia dan biologi dalam media budidaya (boyd,

1989). Faktor fisika sering tidak dapat dikontro atau tergantung dangan

pemilihan lokasi yang sesuai. Faktor fisika sangat tergantung dengan

kondisi geologi dan iklim suatu tempat (Boyd, 1990).

Manajemen kualitas air merupakan suatu upaya memanipulasi kondisi

lingkungan sehingga mereka berada dalam kisaran yang sesuai untuk

kehidupan dan pertumbuhan ikan. Di dalam usaha perikanan, diperlukan

untuk mencegah aktivitas manusia yang mempunyai pengaruh merugikan

terhadap kualitas air dan produksi ikan. Pengukuran kualitas air dapat

dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah pengukuran kualitas air

dengan parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut, CO2 bebas, pH,

konduktivitas, kecerahan, alkalinitas), sedangkan yang kedua adalah

pengukuran kualitas air dengan parameter biologi (plankton dan benthos)

(Sihotang, 2006).

Dalam pengukuran kualitas air secara umum, menggunakan metode

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan dengaan

memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi serta keadaan daerah

pengamatan (Fajri, 2013).

Page 4: Laporan Mka

B. pH

pH atau derajat keasaman didefinisikan sebagai logaritme negatif dari

konsentrasi ion hidrogen (H+) yang mempunyai skala 0-14. Secara umum

pH pada perairan adalah kondisi asam atau basa pada perairan ditentukan

berdasarkan nilai pH. Nilai pH antara 0-14, yang mana pH 7 merupakan

pH normal. Kondisi pH kurang dari 7 menunjukkan air bersifat asam,

sedangkan pH di atas 7 menunjukkan kondisi air bersifat basa. Hal ini

diperkuat dengan pernyataan Affan (2012), derajat keasaman (pH) sangat

berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Nilai

pH air laut berkisar 7,5 – 8,4 dan semakin rendah ke wilayah pantai karena

pengaruh air tawar.

pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi

sepanjang hari. Perubahan pH merupakan efek langsung dari fotosintesisis

yang menggunakan CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida dalam

air bereaksi membentuk asam. Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari,

CO2 banyak terpakai dalam proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2

akan menurunkan konsentrasi H+ sehngga menaikkan pH air. Sebaliknya

pada malam hari semua organisme melakukan respirasi yang

menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi turun (Boyd, 1990).

Menurut Apridayanti (2008), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap

perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat

mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi

akan berakhir jika pH rendah. Selain itu toksisitas logam-logam

memperlihatkan peningkatan pada pH rendah. Derajat keasaman (pH)

dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida serta ion–ion bersifat asam

atau basa. Fitoplankton dan tanaman air akan mengambil karbondioksida

selama proses fotosintesis berlangsung, sehingga mengakibatkan pH

perairan menjadi meningkat pada siang hari dan menurun pada malam

hari.

Page 5: Laporan Mka

C. Suhu

Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan

lokasi. Radiasi matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi

naik turunnya suhu air. Sinar matahari menyebabkan panas air di

permukaan lebih cepat dibanding badan air yang lebih dalam. Densitas air

turun dengan adanya kenaikan suhu sehingga permukaan air dan air yang

lebih dalam tidak dapat tercampur dengan sempurna. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya stratifikasi suhu dalam badan air, dimana akan

terbentuk tiga lapisan air, yaitu epilimnion, hypolimnion, dan thermoclin

(Boyd, 1990).

Air mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan panas sehingga

suhunya relatif konstan dibandingkan dengan suhu udara (Boyd, 1990).

Perbedaan sushu air antara pagi dan siang hari hanya sekitar 2 0C,

misalnya suhu pagi 280C maka suhu siang 300C. Energi matahari sebagian

besar diabsorbsi di lapisan permukaan air. Semakin ke dalam energinya

semakin berkurang. Konsentrasi baha-bahan terlarut di dalam air akan

menaikkan penyerapan panas. Terjadinya trnasfer panas dari lapisan atas

ke lapisan bawah tergantung dari kekuatan pengadukan air (angin, kincir,

dan sebagainya).

Secara umum suhu pada perairan, suhu di ekosistem perairan tawar mudah

berubah. Perubahan suhu baik musiman dan harian terjadi pada bagian

permukaan dari perairan, sementara bagian dalam biasanya akan lebih

konstan. Suhu rata-rata perairan bisa mengalami kenaikan disebabkan oleh

aktivitas manusia, seperti pemukiman, industri dan area pertanian. Suhu

secara fisika dinyatakan dalam satuan 0C. Metode pengukuran dilakukan

dengan menggunakan termometer atau termistor. Termistor merupakan

alat pengukur suhu berbasis elektronik. Hal ini diperkuat dengan

pernyataan Affan (2012), suhu berperan penting bagi kehidupan dan

perkembangan biota laut, peningkatan suhu dapat menurun kadar oksigen

terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan dan

Page 6: Laporan Mka

konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon dioksida. Suhu

perairan hasil penelitian ini berkisar 29,26 – 29,38 oC.

Menurut Apridayanti (2008), suhu berpengaruh terhadap proses

metabolisme sel organisme air. Peningkatan suhu akan menyebabkan

peningkatan kecepatan proses metabolisme sel dan respirasi organism air,

dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan dekomposisi bahan organik

mikroba. Kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan fitoplankton

adalah suhu antara 20 – 30 °C.

D. DO

Secara umum oksigen terlarut adalah salah satu gas yang terlarut dalam

perairan. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang

terdapat di atmosfer dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan

fitoplankton. Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara

langsung pada kondisi air diam atau terjadi karena agitasi atau pergolakan

massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun. Hal ini

diperkuat oleh Affan (2012), oksigen terlarut merupakan parameter yang

paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen didalam air

dipengaruhi suhu, salinitas dan tekanan udara. Peningkatan suhu, salinitas

dan tekanan menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya.

untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l, namun

untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal 3 mg/l.

Oksigen terlarut meupakan variabel kualitas air yang sangat penting dalam

budidaya perairan. Semua organisme akuatik membutuhkan oksigen

terlarut untuk metabolisme. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada

suhu dan pH. Jika suhu dan pH naik maka kelarutan oksigen akan turun.

Hal ini perlu diperhatikan karena dengan adanya kenaikan suhu air, hewan

air akan lebih aktif sehingga memerlukan lebih banyak oksigen (Boyd,

1990). Oksigen masuk ke dalam air melalui beberapa proses, seperti difusi

secara langsung dari atmosfer, fotosintesis, dan penambahan alat

Page 7: Laporan Mka

penambah suplai oksigen. Tingginya kepadatan tebar (Stocking density)

dan pemberian pakan (feeding rate) dapat menyebabkan turunnya

konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Sisa pakan (uneaten feed) dan sisa

metabolisme mengakibatkan tingginya kebutuhan oksigen untuk

menguraikannya (oxygen demand) yang menyebabkan rendahnya

konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 1990).

Menurut Apridayanti (2008), oksigen merupakan parameter yang penting

di suatu perairan. Oksigen terlarut penting bagi organisme perairan yang

bersifat aerobik, disamping menentukan kecepatan metabolisme dan

respirasi dari keseluruhan ekosistem perairan, juga sangat penting bagi

kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota air. Keberadaan oksigen di

perairan ditentukan oleh kemelimpahan fitoplankton. Hal ini erat

kaitannya dengan kandungan klorofil pada fitoplankton yang

menghasilkan oksigen pada proses fotosintesis. Kandungan oksigen

terlarut di perairan selama penelitian berkisar antara 6,086-12,854 mg/L.

Kandungan oksigen terlarut di Waduk Lahor tergolong tinggi mungkin

karena kelimpahan fitoplanktonnya juga tinggi.

E. Bobot/individu

Bobot ikan merupakan suatu tanda dimana ikan mengalami pertumbuhan.

Bobot/individu sangat berkaitan erat dengan biomassa ikan dan

dipengaruhi oleh pakan. Tolak ukur keberhasilan budidaya ikan dapat

diamati dari biomassa ikan dalam proses produksi. Target produksi dapat

ditentukan dari jumlah bobot ikan yang dihasilkan yakni dengan cara

menghitung biomassa pada sekuen kegiatan pembesaran. Semakin tinggi

biomassa yang diperoleh saat pemanenan maka dapat dikatakan semakin

tinggi keberhasilan budidaya. Pakan sangat berpengaruh pada laju dan

kualitas ikan yang kita budidayakan. kualitas dan kandungan pakan yang

kita berikan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan dari ikan. Kualitas

pakan dapat diamati secara langsung. Pakan yang baik tidak menunjukkan

kerontokan atau berdebu saat kita pegang dan bentuk akan berubah secara

Page 8: Laporan Mka

perlahan apabila sudah terkena air. Berbeda dengan pakan berkualitas

baik, pakan berkualitas buruk akan menunjukkan kerontokan bila kita

pegang atau angkat dan akan langsung memencar ketika terkena air. Pakan

diberikan sebesar 3-4% dari berat badan ikan perhari dengan waktu

pemberian pakan sesuai dengan karakter ikan yang dibudidayakan maupun

kuantitas yang diberikan pada ikan tersebut. Bobot ikan dapat dilihat

dengan secara bertahap atau dapat juga disebut sampling. Teknik sampling

ini bertujuan untuk melihat tingkat pertumbuhan ikan, dan dapat melihat

efisiensi pakan yang diberikan (Prasetyo, 2011).

F. Ammoniak

Secara umum ammonia pada suatu perairan berasal dari urin dan feses

yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan ammonia ada dalam jumlah yang

relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi.

Sehingga kandungan ammonia dalam perairan bertambah seiring dengan

bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat

ammonia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian

atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil.

Konsentrasi ammonia yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan

kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Hal ini diperkuat oleh

pendapat Djenar (2008), air limbah berasal dari sisa – sisa pengolahan

limbah cair yang mengandung amoniak dan urea yang dibuang ke badan

air sehingga terjadi penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan

gangguan, kerusakan dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang

bergantung pada sumberdaya air tersebut contohnya amoniak yang

terkandung dalam limbah cair pada konsentrasi 1 – 3 ppm dapat meracuni

ikan dan makhluk air yang lain. Jika kandungan ammonia yang dibuang ke

perairan lebih tinggi daripada baku mutu air golongan B, maka air yang

mengandung ammonia tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah

ammonia. Pada suhu dan tekanan normal ammonia di perairan alami

berada dalam bentuk gas dan membentuk kesetimbangan dengan ion

ammonium.

Page 9: Laporan Mka

Menurut Syamsuddin (2008), konsentrasi ammonia tertinggi (0,26 ppm)

terjadi pada lokasi restoran terapung dan tempat penambatan perahu dan

pemukiman penduduk. Hal ini disebabkan menumpuknya limbah yang

mengandung protein dan urea yang berasal dari restoran dan pemukiman

penduduk. Konsentrasi amoniak pada perairan sekitar areal pertambakan

di Desa Bojo (Teluk Labuange) berkisar 0,16-0,19 ppm. Gas ammonia di

lokasi terutama berasal dari sisa – sisa pakan udang di tambak – tambak

yang mengalami dekomposisi dan keluar ke perairan di sekitarnya pada

saat penggantian air dan pengeringan tambak menjelang dan sesudah

panen

G. Kepadatan

Kepadatan banyaknya ikan dalam suatu tempat atau wadah sangat

berpengaruh pada pertumbuhan dan kesehatan ikan. Ikan membutuhkan

oksigen dan ruang yang cocok dan cukup untuk tumbuh. Apabila wadah

budidaya terlalu sempit dapat menyebabkan kompetisi oksigen antar ikan

dan dapat dimungkinkan terjadinya kematian. Wadah yang terlalu luas

dapat menimbulkan hasil yang positif bagi pertumbuhan ikan namun dapat

meningkatkan kerugian yang diterima pengelola pembudidaya.

Padat penebaran berpengaruh sangat nyata terhadap laju oksidasi amoniak,

laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi. Baik laju oksidasi amoniak, laju

oksidasi nitrit, maupun laju nitrifikasi meningkat dengan meningkatnya

padat penebaran yang secara tidak langsung berkaitan dengan makin

meningkatnya buangan metabolit dan sisa pakan di dalam sistem

budidaya. Dekomposisi metabolit dan sisa pakan yang meningkat akan

meningkatkan konsentrasi amoniak di dalam sistem (Hirayama 1970;

Spotte 1979), sehingga mendorong meningkatnya laju oksidasi amoniak,

laju oksidasi nitrit, dan laju nirifikasi. Boyd (1981) menyatakan bahwa

untuk proses oksidasi amoniak dibutuhkan amoniak (NH4-N) sebagai

sumber energi, CO2 sebagai sumber karbon dan O2 untuk proses

Page 10: Laporan Mka

oksidasinya. Hanya saja di atas padat penebaran 40 ekor/100 l, dan pada

padat penebaran berapa laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit, dan laju

nitrifaksi dalam sistem resirkulasi tertutup mulai menurun, hasilnya tidak

dapat diketahui dari penelitian ini.

Berbeda dengan laju nitrifikasi, pengaruh padat penebaran terhadap

pertumbuhan bersifat berbanding terbalik. Pertumbuhan ikan makin baik

pada padat penebaran yang makin rendah, sehingga mempunyai hubungan

yang terbalik juga dengan laju nitrifikasi. Makin rendahnya pertumbuhan

seiring dengan meningkatnya kepadatan merupakan sebuah gejala yang

normal. Christensen (1989) menyatakan bahwa pada padat penebaran yang

tinggi, ruang gerak ikan menjadi sempit sehingga kompetisi terhadap

oksigen dan pakan menjadi meningkat. Akibatnya pertumbuhan ikan akan

terhambat. Kepadatan yang tinggi juga mempercepat penurunan kualitas

air budidaya, akibat akumulasi metabolit dan sisa pakan, sehingga

berpengaruh besar terhadap pertumbuhan (Zonnefeld et al. 1991).

Page 11: Laporan Mka

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini pada tanggal 22 Mei – 3 Juni

Juni 2013 bertempat di Laboraturium Nutrisi dan Pakan Ternak Jurusan

Peternakan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas lampung.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu akuarium, aerator,

heater, filter, DO-meter, pH-meter, thermometer, tetra kit, pippet tetes,

tabung reaksi, cuvet, spektrofotometer, dan timbangan digital. Adapun

bahan yang digunakan, yaitu ikan gurame dan pakan, serta larutan sodium

phenate, lautan MnSO4, dan larutan Natrium Clhorat.

C. Cara Kerja

Cara kerja dari praktikum ini adalah :

1. Persiapan Akuarium

Menyiapkan akuarium sebanyak 9 buah (volume seragam)

Meletakkan akuarium pada kondisi yang sama (cahaya dan suhu)

diruang tertutup

Mengisi air dengan volume air 5 cm dari atas akuarium

Membagi akuarium sebanyak tiga kelompok

Menggunakan aerasi

Menggunakan filter

Menggunakan filter dan heater

Page 12: Laporan Mka

2. Persiapan Ikan

Menghitung jumlah ikan yang akan digunakan disesuaikan dengan

volume akuarium

Volume ikan dibagi menjadi tiga kelompok

Kepadatan 25/m³

Kepadatan 50/m³

Kepadatan 100/m³

Menyiapkan ikan dengan jenis, umur dan ukuran yang seragam

Menempatkan ikan yang akan digunakan pada satu bak selama 3

hari (diberi pakan dan disifon)

Memasukan ikan ke dalam akuarium yang sudah diberi label sesuai

kelompok

3. Pemeliharaan Ikan

Dilakukan selama 14 hari

Pemberian pakan 3% dari rata-rata bobot ikan sebanyak 3x sehari

4. Pengamatan Kualitas Air Akuarium

Parameter yang akan diamati, yaitu

DO (setiap hari)

pH (setiap hari)

Suhu (setiap hari)

Amoniak (3 hari sekali)

Biomassa (3 hari sekali)

SR (akhir praktikum)

Page 13: Laporan Mka

IV. HASIL DAN PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan

1. Suhu

Tabel 1. Suhu Air dalam Akuarium

NoPrameter

I II III IV V VI VII VIII IX1 27 28 28 29 29 29 36 31 34

2 27.5 27

27,5 30

29.5 29 29

34.5 34

3 27.5

27.5

27,5

30.6

29.5

29.5

34.5

34.5 34

4 27.5 28 30

30.5 30

29.5

32.5

34.5

34.5

527

26.5 27

28.5

29.5

29.5 32 33 34

627 28

26,5

27.5

29.5 29

32.5 32 -

726 27

25,5

28.5 29

28.5 35 34 35

825 26

25,5

27.5

29.5 28 36 34 34

925 27 26

26.5

28.5

29.5 33 34

33.5

1025 28 26

30.5 30 29 35 34 34

1126 27 27 29

29.5 34

33.5 35

12 27.5 26

28.5

32.5 35

34.5

1327 29 35

33.5

34.5

14 34 34

Page 14: Laporan Mka

2. Dissolvedd Oxygen (DO)

Tabel 2. DO Air dalam Akuarium

Hari ke

Perlakuan ke-I II III IV V VI VII VIII IX

1 - - - - - 5,33 - - -2 2.77 3.375 2.74 2.755 2.775 5.49 - 2.7 2.8853 5.205 5.5 5.465 5.65 5.25 5.605 6.275 5.325 5.4254 5.305 5.4 5.46 5.085 5.655 5.605 8.095 5.275 5.335 8.175 4.845 2.385 3.375 5.365 5.405 2.36 5.16 2.9056 7.715 5.3 3.955 4.58 5.18 8.49 7.82 6.715 5.3357 8.755 7.235 8.675 3.985 9.415 8.925 9.53 8.865 7.938 9.345 9.58 9.505 6.16 10.555 8.87 9.875 9.885 10.359 8.48 8.935 9.775 7.26 9.02 9.165 7.48 6.21 9.24

10 - 9.945 8.24 2.71 8.82 8.785 4.53 4.785 4.62511 - 9.78 7.31 3.73 8.98 8.77 9.63 7.265 7.78512 - 9.51 18.33 - 8.845 - 10.74 7.965 9.7913 - 10.4 4.86 - 9.82 - 10.75 10.35 4.185

3. pH (Derajat Keasaman

Tabel 3. pH Air dalam Akuarium

NoPerlakuan ke

I II III IV V VI VII VIII IX1 6 6 6 6 6 6 6 6 62 6 6 6 6 6 6,5 6 6 63 6 6 6 6 6 6 6 6 64 6 6 7 6 6 6 6 6 65 6 6 7 6 6 6,5 6 6 66 6 6 7 6 6 6 6 6 67 6 6 7 6 6 5,5 6 6,5 68 6 6 7 6 6,5 5,5 6 6 69 6 6 6 6 6 6 6 6

10 6 6 7 6 6,5 5,5 5,25 5,5 5,5

Page 15: Laporan Mka

11 6 6 6 5,5 6 612 6 6 6 613 7 6 614

4. Bobot Ikan

Tabel 4. Bobot Ikan dalam Akuarium

Pengamatan ke

Perlakuan ke-I II III IV V VI VII VIII IX

1 2,54 2,54 2,54 2,54 2,54 2,54 2,54 2,54 2,542 0,87 4,2 0,4 3 4,3 4,63 5,3 5,3 6,73 5 3 0,52 3 5,5 7.5 5,67 5,12 34 - - 8 2 3 6 6 4,94 4

5. Total Amoniak

Tabel 5. Total Amoniak dalam Akuarium

Pengamatan ke

Perlakuan ke-I II III IV V VI VII VIII IX

1 0,311 0,045 0,045 0,044 0,046

0,046 0,054 0,044 0,051

2 - 0,297 0,031 0,029 0,031

0,038 0,034 0,031 0,026

3 - 0,304 0,250 0,350 0,026

0,030 - 0,005 0,032

B. Pembahasan

Pada praktikum Manajemen Kualitas Air tentang pengamatan pH,

digunakan kertas lakmus untuk melihat pH air di akuarium. Caraya

dengan mnyelupkan kertas lakmus ke dalam air, ditunggu beberapa saat

kemudian diangkata dan dicatat hasilnya. Dari hasil praktikum yang

didapat diketahui bahwa pH di setiap perlakuan cenderung stabil. Pada

perlakuan I dan IV, pH air dari awal hingga akhir adalah 6, yang berarti

bahwa air akuarium bersifat asam. Pada perlakuan II, pH air dari hari ke-1

Page 16: Laporan Mka

hingga ke-12 tetap 6 dan naik menjadi 7 pada hari ke-13. Untuk perlakuan

III, pH air dari hari ke-1 hingga ke-3 ialah 6 dan dari hari ke 4 hingga ke

10 naik menjadi 7 yang bersarti netral. Untuk perlakuan V, pH berada

pada kisaran 6 – 6,5 yang berarti asam, meskipun tidak terlalu asam karena

hampir mencapai pH netral. Untuk perlakuan VI pH awal 6 namun turun

menjadi 5,5 di hari ke-10 dan 11, dari sini terlihat bahwa pada perlakuan

VI dan VIII pH berada pada kondisi kurang stabil, karena berubah-ubah,

dari pH 6 naik menjadi 6,5 dan turun menjadi 5,5. Pada perlakuan VII dan

IX, pH yaitu 6, namun kemudian di hari ke-10 turun menjadi 5,25 dan 5,5,

namun naik kembali di hari ke-11. Menurut Apridayanti (2008), sebagian

besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH

sekitar 7–8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan,

misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Selain itu

toksisitas logam-logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah.

Derajat keasaman (pH) dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida serta

ion–ion bersifat asam atau basa. Fitoplankton dan tanaman air akan

mengambil karbondioksida selama proses fotosintesis berlangsung,

sehingga mengakibatkan pH perairan menjadi meningkat pada siang hari

dan menurun pada malam hari.

Pengukuran suhu dilakukan dengan memasukkan termometer ke dalam air

akuarium selama beberapa menit dan dilihat suhunya. Berdasarkan data

yang ada, diketahui bahwa suhu pada masing-masing perlakuan berbeda-

beda. Untuk suhu yang paling rendah yaitu pada perlakuan I yang hanya

menggunakan aerator tanpa heater dan filter dengan kepadatan 250 ekor/

m3, sebesar 250C. Suhu tertinggi ialah perlakuan dengan menggunakan

heater dan filter, yaitu sebesar 350C. Berdasarkan pengamatan, seharusnya

suhu pada perlakuan I tidak serendah itu hingga mencapai 250C, tetapi hal

ini dapat disebabkan karena termometer yang rusak di tengah pengamatan,

sehingga pengamatan sedikit terganggu. Sedangkan tingginya suhu pada

perlakuan menggunakan hiater dan filter dapat disebabkan oleh pengaturan

suhu yang tinggi pada heater atau terjadi akumulasi suhu pada perlakuan

Page 17: Laporan Mka

tersebut. Menurut pernyataan Affan (2012), suhu berperan penting bagi

kehidupan dan perkembangan biota laut, peningkatan suhu dapat menurun

kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju

pernafasan dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon

dioksida. Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 29,26 – 29,38 oC.

Pada praktikum Manajemen Kualitas Air tentang pengamatan DO

(Oksigen Terlarut), langkah pertama yang harus dilakukan adalah

disiapkan alat dan bahan. Kemudian pen DO meter dicelupkan dalam

akuarium, selanjutnya ditekan tombol ON/ OFF pada DO-meter.

Selanjutnya ditunggu hingga angka yang muncul pada layar DO meter

stabil. Dan dicatat hasilnya. Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui

bahwa semakin lama waktu praktikum, maka semakin besar nilai DO yang

didapat, meskipun terdapat penurunan DO pada hari-hari tertentu dan

perlakuan tertentu. Namun secara umum dapat dikatan bahwa DO

meningkat meskipun tidak stabil. Seperti pada perlakuan I pada hari ke-1

didapat nilai DO sebesar 2,77 dan terus meningkat hingga hari ke 5 dan

turun pada hari ke-6, namun kembali naik pada hari ke-7 dan 8. Menurut

Affan (2012), oksigen terlarut merupakan parameter yang paling kritis di

dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen didalam air dipengaruhi suhu,

salinitas dan tekanan udara. Peningkatan suhu, salinitas dan tekanan

menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya. untuk bertahan

hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l, namun untuk dapat tumbuh

dan berkembang minimal 3 mg/l.

Parameter kualitas air di atas, seperti suhu, pH (derajat keasaman) dan Do

(dissolved oxygen) juga mempengaruhi survival rate (SR) ikan budidaya.

Dalam praktikum Manajemen Kualitas Air tentang Survival Rate (kelulus

hidupan) tidak dapat dihitung dengan pasti karena yang diperoleh, yaitu

jumlah ikan awal dan ikan yang hidup di akhir praktikum tidak

dilampirkan dengan jelas, sehingga menyulitkan perhitungan. Namun,

secara teori, menurut literatur tingkat kelulushidupan (SR) dihitung

dengan rumus:

Page 18: Laporan Mka

SR =  NtNo

x 100%,

Keterangan :

SR       = Survival rate (%)

Nt        = Jumlah benih pada akhir penelitian (ekor)

N0          = Jumlah benih pada awal penelitian (ekor)

Untuk nilai SR yang paling rendah didapat pada perlakuan ke I, IV, dan

VI, yairu masing-masing 0%. Hal ini terjadi karena pada akhir praktikum

tidak terdapat lagi ikan yang hidup. Sedangkan SR untuk kelompok lain

juga sangat kecil dan berbeda untuk masing-masing kelompok. Nilai

tersebut berbeda – beda karena terdapat faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal di antaranya seperti umur, daya tahan tubuh ikan,

gen, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan di

mana dalam hal ini meruakan perlakuan yang diberikan yang

menyebabkan kematian pada ikan tersebut, seperti suhu, pH, DO, dan lain-

lain. Mortalitas atau angka kematian dapat juga dijadikan sebagai tolak

ukur keberhasilan dalam budidaya. Salah satu target produksi dapat

ditentukan dari banyaknya jumlah ikan yang dihasilkan (menghitung

tingkat kelangsungan hidupnya) khususnya untuk sekuen kegiatan

pembenihan. Budidaya dapat dikatakan berhasil apabila prosentase

mortalitas ikan yang dibudidayakan kurang dari 25%. Semakin rendah

angka mortalitas maka semakin besar persentase keberhasilan budidaya

yang dilakukan.

Untuk pengaruh kualitas air terhadap amoniak cukup terlihat jelas. Kadar

amoniak tertinggi didapat dari akuarium yang menggunakan aerator dalam

perlakuannya, kadar amoniak terendah perlakuan menggunakan filter,

sedangkan kadar amoniak menggunakan filter dan heater berada di

antaranya. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh kepadatan. Dari data

tersebut diketahui bahwa kadar amoniak atau di sni yang dihitung ialah

Total Amoniak Nitrogen (TAN) diengaruhi oleh perlakuan dan padat

Page 19: Laporan Mka

tebar. Dari tabel di atas didapatkan hasil bahwa kadar amoniak tertinggi

ialah pada perlakuan yang hanya menggunakan aerasi dengan padat tebar

250 ekor/ m3, yaitu sebesar 0,311 mg/l. Sedangkan kadar amoniak yang

paling rendah pada perhitungan pertama ialah dengan perlakuan filter

dengan padat tebar 500 ekor/m3, yaitu 0,044 mg/l dan perlakuan

menggunakan heater dan filter pada padat tebar 500 ekor/m3, yaitu 0,044

mg/l. Pada perhitungan ketiga kadar amoniak yang paling rendah masih

dengan perlakuan menggunakan heater dan filter pada padat tebar sebesar

500 ekor/m3, yaitu 0,005 mg/l dan yang tertinggi dengan perlakuan

menggunakan aerasi dengan padat tebar 500 ekor/ m3, yaitu sebesar 0,304

mg/l. Dari data tersebut terlihat bahwa kadar total amoniak nitrogen

diengaruhi oleh jenis perlakuan dan jumlah padat tebar. Tetapi untuk nilai

amoniaknya sendiri, selain dipengaruhi oleh jenis perlakuan dan jumlah

padat tebar, juga dipengaruhi oleh suhu dan pH.

Dari hasil pengamatan selama hampir 2 minngu dam pengamatan

amoniak seminggu setiap 3 hari sekali, didapatkan hasil bahwa amoniak

rata – rata tiap perlakuan di 3 hari pertama ke 3 hari kedua dan 3 hari

ketiga berbeda. Berdasarkan data yang didapat dari praktikum yang telah

dilaksanakan diketahui bahwa kepadatan berpengaruh terhadap nilai total

amoniak nitrogen (TAN) pada air dalam akuarium meskipun pengaruhnya

tidak terlalu signifikan. Kadar amoniak yang didapat tidak stabil dan

cenderung tidak dapat ditarik kesimppula dari data tersebut. Seperti dapat

dilihat pada tabel 5 bahwa nilai kenaikan atau penurunan nilai amoniak

tidak beraturan terhadap kepadatan yang ditebar. Pada perlakuan

menggunakan aerasi, nilai amoniak naik seiring dengan naiknya padat

kepadatan dan konstan pada kenaikan kepadatan berikutnya, begitu juga

pada perlakuan menggunakan filter, namun pada perlakuan menggunakan

heater dan filter, nilai amoniak turun dari padat tebar 250 ekor/m3 ke 500

ekor/m3 dan naik di kepadatan 1000 ekor/m3. Padahal berdasarkan

penelitian Sidik dkk (2002) padat penebaran berpengaruh sangat nyata

(P<0.01) terhadap laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit dan laju

Page 20: Laporan Mka

nitrifikasi. Baik laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit, maupun laju

nitrifikasi meningkat dengan meningkatnya padat penebaran yang secara

tidak langsung berkaitan dengan makin meningkatnya buangan metabolit

dan sisa pakan di dalam sistem budidaya. Dekomposisi metabolit dan sisa

pakan yang meningkat akan meningkatkan konsentrasi amoniak di dalam

sistem (Hirayama 1970; Spotte 1979), sehingga mendorong meningkatnya

laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit, dan laju nirifikasi. Namun

peningkatan kadar amoniak hanya terjadi pada perlakuan menggunakan

aerator dan filter. Pada perlakuan menggunakan aerator, dengan kepadatan

250 ekor/m3 didapatkan nilai TAN sebesar 0,311 mg/l dan meningkat

pada kepadatan 500 ekor/m3 menjadi 0,045 0 mg/l, namun nilainya tetap

sama pada kepadatan 1000 ekor/m3 yaitu 045 mg/l. Pada perlakuan

menggunakan filter dengan kepadatan 250 ekor/m3 didapatkan nilai TAN

sebesar 0,044 mg/l dan meningkat pada kepadatan 500 ekor/m3 menjadi

0,046 mg/l, namun nilainya tetap sama pada kepadatan 1000 ekor/m3

yaitu 0,046 mg/l. Pada perlakuan menggunakan filter dan heater , dengan

kepadatan 250 ekor/m3 didapatkan nilai TAN sebesar 0,054 mg/l dan turun

pada pengitungan amoniak pada kepadatan 500 ekor/m3 menjadi 0,044

mg/l, dan meningkat pada kepadatan 1000 ekor/m3 yaitu 0,51 mg/l.

Adapun permasalahan yang terdapat pada pelaksanaan praktikum ini ialah

ikan yang digunakan untuk praktikum telah terjangkiti penyakit, sehingga

survival rate-nya sangat kecil. Seperti diketahui bahwa penyakit dan hama

adalah salah satu kendala yang paling sering kita jumpai dalam budidaya.

Penyakit biasanya disebabkan oleh infeksi dari organisme patogen berupa

jamur dan bakteri. Dalam praktikum ini diperkirakan penyakit yang

menjangkiti ikan disebabkan oleh jamur karena tubuh ikan diselimuti oleh

benang-benang hifa yang menyebabkan pergerakan ikan melambat dan

nafsu makannya berkurang. Penyakit atau hama dapat menyerang ikan

yang kita budidayakan dikarenakan lemahnya kondisi kekebalan tubuh

dari ikan itu sendiri. Meskipun telah diobati menggunakan metilen blue

sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, namun ternyata pengangan

Page 21: Laporan Mka

tersebut belum opttimal. Sisa jamur masih menempel di badan ikan

sehingga penyakit terus menyebar dan menyebabkan kematian ikan. Selain

itu juga, perlakuan praktikkan dalam mengontrol kualitas air kurang

optimal, sehingga perlakuan yang dilakukan kurang optimal pula. Seperti

pada kelompok 4 yang menggunakan filter, namun pada minggu kedua

filter tersebut rusak, sehingga perlakuan yang diamati kurang tepat dengan

keadaan riilnya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi

penyakit yang menyerang ikan ialah dengan menjaga kualitas air yang

digunakan. Di sini maksudnya ialah menjaga kualitas air sebelum dan

sesudah ikan dimasukkan ke dalam akuarium. Dalam menjaga kualitas air

diharuskan melakukan penggantian air secara berkala agar kemungkinan

adanya organisme patogen dapat dihindarkan. Penggantian air dilakukan

dengan tujuan untuk mengeluarkan atau membuang air yang mengandung

kotoran dan sisa-sisa makanan yang masuk ke dasar kolam. Penggantian

air dapat juga dilakukan dengan cara memberi in let di permukaan kolam

untuk saluran masuknya air baru dan out let pada dasar kolam untuk

saluran keluarnya air lama. Serangan penyakit dan hama dapat juga

diminimalisir dengan pemberian pakan yang mengandung antibody untuk

kekebalan tubuh ikan. Pada ikan yang telah terjangkit hama atau penyakit

dapat dilakukan pengobatan dengan menggunakan obat yang telah

disesesuaikan untuk masalah penyakit yang diderita ikan. Pemberian

antibiotik dengan cara penyuntikan juga dapat dilakukan untuk

meningkatkan kekebalan tubuh ikan terhadap penyakit. Intinya SR

tertinggi terdapat pada perlakuan menggunaka heater dan filter karena

kontrol kualitas air yang dilakukan lebih intensif, yaitu dari suhu dan

kejernihan air.

Page 22: Laporan Mka

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yag dapat diambil dari praktikum ini antara lain:

Parameter kualitas air, seperti suhu, pH dan DO sangat

mempengaruhi nilai survival rate (SR) yang didapat.

Perlakuan yang paling baik yang menghasilkan survival rate

teringgi ialah pada perlakuan menggunakan filter dan heater.

Perlakuan yang kurang baik untuk dilakukan ialah hanya dengan

menggunakan aerator.

SR yang didapat dalam setiap praktikum bernilai kecil.

Terjadi akumulasi DO pada pagi dan sore hari.

pH yang didapat rata-rata stabil, umumnya 6 yang berati asam.

Terjadi akumulasi susuh pada agi dan sore hari.

Kepadatan mempengaruhi kadar amoniak air.

B. Saran

Praktikkan seharusnya lebih serius dan bertanggung jawab dalam menjalankan praktikum, seperti melaksanakan piket yang telah dijadwalkan. Selain itu, seharusnya ikan yang digunakan adalah ikan yang sehat, sehingga hasil pengamatan dapat diamatai dengan baik. Alat

Page 23: Laporan Mka

praktikum juga sebaiknya ditambah karena dengan jumlah yang ada saat ini membuat praktikum yang dilaksankan menjadi lambat sevat harus bergantian dengan kelompok lain.

DAFTAR PUSTAKA

Affan, J.M. 2012. Identifikasi Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Keramba

Jaring Apung (KJA) Berdasarkan FaktorLingkungan Dan Kualitas Air di

Perairan Pantai Timur Bangka Tengah. Jurnal Mahasiswa Budidaya

Perairan. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Apridayanti, E. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lohor

Kabupaten Malang Iawa Timur. Tesis. Semarang.

Boyd, C.E. 1989. Water Quality Manajement for Pond Fish Culture. Departement

of Fisheries and Allied Aquacultures, Auburn University, Alabama. USA

Boyd, C.E. 1990. Water in Pond for Aquaculture. Departement of Fisheries and

Allied Aquacultures, Auburn University, Alabama. USA.

Christensen, M.S. 1989. Teknik dan Ekonomi Pemeliharaan Intensif Ikan Jelawat

dan Ikan Lempam dalam Karamba. Persada Utama. Jakarta. 141 hal.

Djenar, N.S. dan H. Budiastuti. 2008. Absopsi Polutan Amoniak Di Dalam Air

Tanah Dengan Memanfaatkan Tanaman Enceng Gondok (Eichhornia

crassipes). Vol 15. nomor 2. Spektrum Teknologi. Bandung.

Page 24: Laporan Mka

Fajri, Nur El dan Agustina. 2013. Penuntun Praktikum dan Lembar Kerja

Praktikum Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UR.

Pekanbaru.

Hirayama, K. 1970. Studies on water control by filtration through sand bed in a

marine aquarium with closed recirculating system, VI. Acidification of

aquarium water. Nippon Suisan Gakkaishi. Japan 36: 26-34

Kadarini, T. 2010. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Sintasan Dan

Pertumbuhan Benih Ikan Hias Silver Dollar (Metynnis hypsauchen) Dalam

Sistem Resirkulasi. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.

Prasetyo. 2011. Tolak Ukur Keberhasilan dan Kendala dalam Budidaya Perairan.

http://iimprasetyo.blogspot.com/2011/10/tolak-ukur-keberhasilan-dan-

kendala.html. Diakses tanggal 16 Juni 2013 pukul 20.30 WIB.

Sidik, Sarwono dan Agustina. 2002. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Laju

Nitrifikasi Dalam Budidaya Ikan Sistem Resirkulasi Tertutup. Jurnal

Akuakultur Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sihotang,C. dan Efawani. 2006. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan UR. Pekanbaru.

Spotte, S. 1979. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Closed

Systems. Wiley Intersci. Pub. New York. 179 p.

Syamsuddin, R. 2008. Kondisi Ekologi Perairan Pantai Mallusetasi, Kabupaten

barru, Sulewesi Selatan(hubungan dengan perikanan Budidaya.Torani,

Vol. 18(4). 306-313. ISSN: 0853-4489. FPIK. UNHAS. Makasar.

Zonnefeld, N.E., A. Huisman & J.H. Boon, 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 p.

Page 25: Laporan Mka

LAMPIRAN