laporan lengkap pem
TRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
BLOK KEDOKTERAN KOMUNITAS
Modul 1
“PROTEIN ENERGY MALNUTRITION”
OLEH :KELOMPOK I
Dosen Tutor :dr. ASMARANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
KELOMPOK I
1. SEMUEL PALALANGAN K1A1 09 009
2. MUH. ALIM AL-FATH K1A1 09 015
3. SITTI RAHMADANI SARANANI K1A1 09 021
4. WA ODE SHARLY SAERA K1A1 09 027
5. ZIFFA SHINTA FAUZIAH K1A1 09 039
6. NITA ANUGERAWATI K1A1 09 045
7. ESTIANI NINGSIH K1A1 09 050
8. RIZKY AMELIA BARLIAN K1A1 09 051
9. YULIANA DIADI K1A1 09 056
10. SITI WAHIDATUN ASRIANI K1A1 09 057
11. RIDHA NUR RAHMA ARIANI K1A1 09 063
12. ARSYAWATI K1A1 09 033
13. SUHARDIMANSYAH K1A1 09 003
14.
MODUL: MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
I. Skenario
seorang anak perempuan, umur 6 bulan di bawa ibunya ke puskesmas dengan sering
mencret sejak 1 bulan terakhir. Riwayat pemberian makan ASI diberikan sampai 3 bulan,
selanjutnya air tajin sampai sekarang. Riwayat kelahiran : BBL 2900 gram, PB 48 cm.
Pemeriksaan fisik didapatkan BB 6 kg, PB 60 cm, telapak tangan tampak pucat.
Ditemukan edema pada tungkai bawah dan abdomen. Tampak otore pada telinga kanan
dan kiri. Hati teraba 2 cm di bawah arkus costa, laboratorium Hb 5 gr/dl.
II. Kata Sulit
Otore : sekret dari telinga (Kamus Kedokteran DORLAND)
Mencret : Buang air besar yang konsistensinya lebih cair dengan frekuensi lebih
dari 3 kali per hari.
Air Tajin : merupakan cairan putih kental yang di hasilkan oleh beras ketika kita
memasak nasi. Karena mengandung partikel beras, air tajin mengandung karbohidrat.
III. Kata Kunci
1. Bayi 6 bulan
2. Mencret selama 1 bulan
3. Pemberian ASI hanya sampai 3 bulan, selanjutnya air tajin
4. Riwayat kelahiran; BBL: 2900 gr, PB: 48 cm
5. Telapak tangan pucat
6. Udem tungkai bawah dan abdomen
7. Pemfis; BB: 6 kg, PB: 60 cm
8. Otore telinga kanan dan kiri
9. Hati teraba 2 cm di bawah arcus costa
10. Laboratorium; Hb: 5 gr/dl
IV. Pertanyaan
1. Berapakah nilai normal bayi pada umur 6 bulan dan nilai normal Hb pada kasus?
2. Bagaimana patogenesis dari gejala-gejala yang timbul dari skenario?
3. Apa saja manfaat air tajin dan kandungannya sehingga bisa menggantikan ASI?
4. Jelaskan klasifikasi dari PEM ?
5. Bagaimana cara menentukan status gizi pada kasus?
6. Apa saja diferential diagnosis dari skenario?
7. Bagaimana langkah-langkah diagnosis?
V. Jawaban Pertanyaan
1. Nilai normal
Tabel berat badan dan panjang rata-rata bayi berumur 0-1 tahun
Perempuan
Umur Berat (g) Panjang (cm)
0 3014 48
1 bulan 3787 52
2 bulan 4845 56
3 bulan 5430 57
4 bulan 6087 61
5 bulan 6506 62
6 bulan 6803 63
7 bulan 7147 64
8 bulan 7361 66
9 bulan 7500 67
10 bulan 7637 69
11 bulan 7791 69
12 bulan 8010 70
Kadar Hb normal menurut WHO 1972 :
Pria dewasa : 13 gram
Wanita hamil : 11 gram
Wanita tidak hamil : 12 gram
Anak 6 bulan-6 tahun : 11 gram
Anak 6 tahun-14 tahun : 14 gram
(kadar normal/100 ml darah)
2. Patogenesis Gejala :
a. Diare
Patomekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare yaitu:
1) Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam ronggga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus. Isi rongga usus akan berlebihan ini
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare
timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3) Gangguan motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Mekanisme Diare pada kasus ada 2 kemungkinan:
a) Gangguan osmotik
Pemberian air tajin pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan (sejak umur
3 bulan) tidak dapat diserap dengan baik oleh usus bayi karena di samping
fungsi usus bayi yang belum sempurna air tajin juga mengandung glukosa
yang sulit diserap berbeda dengan pemberian ASI karena pada ASI
mengandung laktosa yang mudah diserap dengan kata lain cocok untuk usus
bayi. Sehingga dengan pemberian air tajin ini yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus. Isi rongga usus akan berlebihan
ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b) Diare karena infeksi (gangguan sekresi )
Pada anak dengan gizi buruk yaitu karena kekurangan energi, protein dan
mikronutrisi lainnya maka akan daya imunnya akan menurun. Sehingga
mudah terjadi infeksi. Akibat dari infeksi ini bisa menyebabkan jasad renik
yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan
asam lambung. Jasad renik ini berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus
halus kemudian mengeluarkan toksin dan akibat dari toksin tersebut terjadi
hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
b. Edem
Pada kasus bayi berumur 3 bulan hanya diberi air tajin dimana air tajin ini
tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus bayi sehingga kandungan-kandungan zat
gizi dalam air tajin tersebut tidak dapat diserap dengan baik. Salah satu zat gizi
tersebut adalah protein. Dimana apabila kekurangan protein dalam diet, akan terjadi
kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk
sintesis dan metabolisme. Bila diet cukup mengandung karbohidrat, maka produksi
insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan kejaringan otot. Makin berkurangnya asam amino
dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar sehingga
terjadi hipoalbuminemia yang mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma
sehingga cairan dari intravascular bergeser ke intertisium yang kemudian berakibat
timbulnya edema.
c. Hepatomegali
Defisiensi protein dapat menyebabkan gangguan pembentukan beta-
lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak terganggu, sehingga
terjadi akumulasi lemak di hepar akibatnya terjadi penimbunan lemak dalam hati
sehingga terjadi hepatomegali.
d. Anemia
Hipoproteinemia, keadaan ini menyebabkan kekurangan produksi eritropoietin
akibatnya Produksi eritrosit juga berkurang. Hipoproteinemia juga bisa
menyebabkan stem sel tidak berkembang. Dimana stem sel ini yang
berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit
pembentuk koloni blas), kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk
koloni eritrosit). Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2
dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam sirkulasi diatur
sedemikian rupa agar cukup untuk menyulai O2 ke seluruh jaringan. Sehingga
bila stem sel tersebut tidak berkembang maka pada ujungnya akan terjadi
anemia.
Bisa juga diakibatkan karena kurangnya absorbi besi dari makanan yang
dimakan oleh bayi. Dimana besi (Fe++) ini penting dalam pembentukan heme.
Heme kemudian bergabung dengan rantai polipeptida panjang globin
membentuk hemoglobin. Tapi bila besi (Fe++) ini berkurang maka pembentukan
Hb juga terganggu yang akhirnya menyebabkan anemia.
e. Otore
Pada anak dengan gizi buruk yaitu karena kekurangan energi, protein dan
mikronutrisi lainnya maka akan daya imunnya akan menurun. Ditambah lagi
pemberian ASI Cuma sampai umur 3 bulan, sehingga bayi tersebut memiliki
resiko untuk terkena ISPA. Dimana salah satu penyebab otore pada bayi yaitu
riwayat ISPA sebelumnya dimana bakteri-bakteri bisa dengan mudah berpindah
ke telinga tengah melalui tuba auditiva yang menginfeksi dan mengakibatkan
peradangan pada telinga tengah sehingga terjadi otore.
3. Manfaat air tajin :
Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua orang suka meminum air susu maka air
tajin dapat menjadi pilihan (Saleh,2004). Walaupun kandungan dalam air tajin jauh lebih
kecil bila dibandingkan dengan susu formula namun dapat menjadi solusi pengganti susu
bagi masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah. Selain itu, hebohnya bakteri
patogen, E.sakazakii yang terdapat pada susu formula membuat masyarakat berpikir ulang
untuk mencari pilihan lain untuk melengkapi kebutuhan nutrisi anak mereka. Salah satu
alternatifnya adalah air tajin.
Air tajin adalah air rebusan beras atau air putih hasil dari memasak beras. Kadar
protein air tajin ternyata lebih banyak dari susu kedelai maupun susu sapi yang hanya 3%
sedangkan air tajin 7 % juga menjadi salah satu pertimbangan sedangkan kandungan
kalsium 6 g. (Direktorat Gizi,1996).
Di desa-desa air tajin dimanfaatkan sebagai makanan pendamping air susu,hal itu
disebabkan karena tidak adanya susu dan karena mahalnya harga susu. Air tajin
mengandung banyak glukosa yaitu 21 % yang akan mempermudah penyerapan elektrolit
selain itu ada 2 macam poliglukosa yang dapat membuat feses lebih padat, air tajin juga
mengandung protein yaitu 7-10%, vitamin dan mineral seperti B1, B6, polisakarida, dan
kalsium dan juga air tajin bebas dari bahan pengawet sehingga air tajin terbebas dari
kemungkinan zat-zat kimia yang tidak diinginkan masuk kedalam tubuh dibandingkan
dengan susu yang didalamnya ditambahkan bahan tambahan pangan. Air tajin dapat
diperoleh atau tanpa adanya biaya tambahan proses pembuatan air tajin tanpa waktu yang
lama dan air tajin efektif untuk mengatasi diare dan juga dibandingkan oralit karena air
tajin mengandung glukosa, protein dan mineral yang mudah diserap.
Disebutkan bahwa bayi yang sudah mendapatkan makanan padat,pemberian air
tajin dapat diberikan kapan saja. Biasanya air tajin diberikan dengan perbandingan ¼ botol
air tajin dan ¾ air panas biasa. Mengenai ukuran pemberian disesuaikan dengan
kemampuan bayi. Ada yang cukup diberikan 5-6sendok makan sehari. Air tajin yang
paling baik, adalah dari beras yang belum dislip atau masih ada kulit arinya. Jadi vitamin
yang bermanfaat masih banyak terkandung dalam beras tersebut. Beras merah merupakan
beras terbaik penghasil air tajin.
4. Klasifikasi PEM :
1) Wellcome Trust classification (BB/U)
a. Kwashiorkor: BB 60 – 80% dari BB yang seharusnya, menurut umur dengan
edema.
b. Undernutrition: BB 60 – 80% dari BB yang seharusnya, menurut umur tanpa
edema.
c. Marasmus: BB < 60% dari BB yang seharusnya menurut umur tanpa edema.
d. Marasmic kwashiorkor: BB < 60% dari BB yang seharusnya menurut umur
dengan edema.
2) WHO
Moderate undernutrition Severe undernutrition
Symmetrical edema No Yes
Weight for height
(measure of wasting)
SD score -2 to -3
(70-79% of expected)
SD score < -3
(<70% of expected)
Height for age
(measure of stunting)
SD score -2 to -3
(80-89% of expected)
SD score < -3
(<85% of expected)
3) Menurut Gomes
BB anak dibandingkan BB baku menurut umur.
PEM ringan : BB = 76 – 90% BB baku
PEM sedang :BB = 61 – 75% BB baku
PEM berat :BB < 60 % BB baku
5. Status Gizi pada kasus:
Dik :
BBL = 2900 gr
PBL = 48 cm
BB = 6000gr = 6kg
PB = 60 cm
Dit : status gizi=…..??
Penyelesaian :
Berdasarkan gambaran klinik dan keadaan umum anak, dilakukan koreksi edema 20%.
Koreksi edema = 6 kg x 20%
= 1,2 kg
Jadi, BB actual anak = 6 kg – 1,2 kg
= 4,8 kg = 4.800 gram
Sehingga berdasarkan growth chart:
BB/BBU = 4,8 kg / 6,3 kg x 100% = 76,19 % (PEM ringan)
Pada kasus terjadi PEM ringan dengan persentase 76,19 % +edem sehingga dikatakan
Kwashiorkor
6. Diferensial Diagnosa :
Kwashiokor Marasmus Marasmus
Kwashiokor
Perempuan 6 bulan + + +
Mencret 1 bulan + + +
Udem Tungkai &
Abdomen
+ - +
Otore + - +
Anemia + +/- +
Hepatomegaly + - +
Status Gizi + - -
7. Langkah-langkah diagnosis :
1. Anamnesa: riwayat dietetic anak, penyakit yang pernah diderita, status ekonomi
orang tua. Dengan anamnesis ini juga kita membedakan apakah anak ini
menderita malnutrisi primer atau sekunderKeadaan lingkungan social ekonomi
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : Rambut mudah dicabut, kering, halus, rapuh, hipopigmentasi,
Bulu mata panjang dan lentik, Moon face, Pucat, kurus, Edema dan ascites
Kulit crazy pavement dermatosis
Palpasi dan perkusi: Pitting edem, Pembesaran hati (Hepatomegali).
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium.
Darah perifer. Hipoglikemi dan hipoalbuminemia
Hb menilai anemia
Apusan tinja untuk menentukan penyebab diare
PA. adanya perlemak hati
VI. Pembahasan Diferensial Diagnosa
A. Kwashiorkor
Kwasiorkhor merupakan suatu bentuk malnutrisi yang terjadi akibat defisiensi
protein. Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini,
pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan
bidang industrinya.
Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena
biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya,
maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan
baik gejala kwashiorkor maupun marasmus.
Kwashiorkor biasanya terjadi pada umur 1-4 tahun, namun dapat juga terjadi pada
bayi. Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor
adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak
seimbang. Kwasiorkhor juga dapat disebabkan oleh penyakit akut, gastroenteritis atau
infeksi lain.
Etiologi
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain (5):
1) Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup,
tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang
masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur,
keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan (6). Kurangnya pengetahuan ibu
mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor,
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI (2).
2) Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan
sosial dan politik tidak stabil (7), ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor (5).
3) Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana
ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya (2).
4) Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun
dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Tanda dan gejala
Kwasiorkhor. Pada anak kwasiorkhor terdapat edema (peripheral dan periorbital),
moon face, protrusi abdomen karena otot abdominal melemah, usus berdistensi, hati
membesar, dan adanya ascites. Kulit kering, tipis, keriput, lesi kulit hipopigmentasi,
deskuamasi, dan hipopigmentasi yang berselang-seling sehingga timbul gambaran “cat
terkelupas”. Kelainan rambut antara lain penurunan warna secara keseluruhan atau pita-
pita gelap dan pucat pada rambut, tekstur yang halus, dan kurangnya daya lekat rambut
kek kulit kepala. Tidak seperti pada marasmus, kekurangan protein yang mencolok
menyebabkan sangat berkurangnya kompartemen protein visera sehingga terjadi
hipoalbuminemia yang menyebabkan edema generalisata dan dependen. Berat anak
dengan kwasiorkhor berat biasanya 60-80% dari normal. Namun, penurunan berat yang
sesungguhnya tersamar oleh peningkatan retensi cairan (edema). Perbedaan lain dengan
marasmus adalah bahwa lemak subkutis dan massa otot relative tidak terpengaruh.
Gambaran lain ynag membedakan kwasiorkhor dengan marasmus adalah perlemakan
hati. Pada kwasiorkhor, terjadi perlemakan hati yang membesar (akibat berkurangnya
sintesis protein pengangkut B-lipoprotein) dan anak kwasiorkhor kecenderungan
mengalami apati, gelisah, dan kehilangan nafsu makan.
Diagnosis
Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk menentukan tipe,
keparahan, karakter, derajat dehidrasi, serta adanya infeksi. Penting untuk mengetahui
kemungkinan adanya pneumonia, tuberculosis, meningitis, malaria, diare, dan kondisi
lain yang membutuhkan perhatian dan penanganan segera.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah protein serum atau
albumin serum, tinja rutin, urin, dan pemeriksaan hematologi. Protein serum atau
albumin memberikan gambaran umum mengenai keparahan defisiensi protein dan
merupakan pemeriksaan laboratorium yang cocok untuk memperkirakan penanganan.
Menentukan volume urin, densitas, dan pH membantu dalam evaluasi dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin untuk melihat
adanya infeksi urinaria yang membutuhkan penanganan yang segera. Pemeriksaan urine
juga membantu mendeteksi gangguan ginjal yang mungkin menjadi penyebab edema.
Tingkat keparahan dan jenis anemia juga harus ditentukan, untuk selanjutnya dijadikan
panduan dalam terpai tambahan. Pemeriksaan tinja untuk melihat adanya amebiasis dan
shigellosis, agar dapat ditangani selanjutnya.
Penanganan
Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi tiga fase :
1. Fase inisial / akut (2-10 hari). Penanganan komplikasi seperti dehidrasi, hipoglikemia,
dan infeksi. Mulai pemberian terapi diet.
2. Fase penyembuhan / rehabilitasi (2-6 minggu). Peningkatan intake diet dan
peningkatan berat badan.
3. Fase follow up (6-26 minggu)
Langkah pertama dalam menangani PEM adalah untuk memperbaiki gangguan
cairan dan elektrolit serta menangani infeksi. Pada Kwashiorkor dengan tanda klinis
dehidrasi, akibat diare yang sedang dan parah : terjadi dehidrasi, hiperosmolaritas, dan
kehilangan berbagai anion dan kation, utamanya kehilangan potassium. Segera diberikan
larutan hipotonik buffer intravena untuk mengatasi asidosis dan hiperosmolaritas, serta
mulai mengoreksi dehidrasi dan oligouria. Pemberian larutan yang terdiri dari 1/6 molar
sodium lactate, larutan Ringer’s, dan glukosa 3%. Laktat pada larutan ini mengatasi
asidosis, glukosa menghilangkan ketosis dan larutan Ringer’s mengoreksi hipocalcemia
dan kehilangan potassium. Dosis bervariasi dari 40-50 cc/kg intravena, dengan 40-50
tetes/menit.
Pemberian diuresis dapat dimulai setelah penanganan awal dilakukan. Kemudian
dilanjutkan dengan larutan Darrow’s (Darrow’s solution per 1000 ml mengandung :
NaCl-3,0 g, KCL-2.7 g, dan NaHCO3-4.4 g) 20-25 tetes/menit dengan dosis 90-110
cc/kgBB/hari, dan pemberian glukosa 5% tambahan dalam larutan salin normal ataupun
Ringer’s untuk mengganti kehilangan cairan. Biasanya pemberian cairan pada 24 jam
pertama yaitu 150-200 cc/kgBB.
Penanganan infeksi. WHO merekomendasikan pemberian antibiotik spektrum
luas pada semua anak dengan PEM berat. Pemberian antibiotik spektrum luas seperti
cotrimoxazole (sulfamethoxazole 20 mg + trimethoprin 4 mg)/kg 2 x sehari, walaupun
tanpa tanda infeksi, tetap diberikan.
Langkah selanjutnya (setelah 24-48 jam pada anak-anak) yaitu memberikan
makronutrien melalui terapi diet. Formula milk-based (berbahan dasar susu) merupakan
terpai pilihan. Pada awal diet, pemberian diet secara ad libitum (sesuai dengan keinginan
pasien). Setelah satu minggu, intake harus mendekati 175 kcal/kg dan 4g/kg protein bagi
anak-anak dan 2 g/kg protein bagi orang dewasa. Multivitamin harian juga ditambahkan.
B. Marasmus
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Marasmus
disebabkan oleh defisiensi kalori dan energi. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh
terhadap terjadinya marasmus (6). Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah
sebagai berikut:
1. Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
2. Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
3. Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pancreas.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang
kurang kuat.
5. Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
6. Gangguan metabolic
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
7. Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah
disingkirkan.
8. Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan
menimbulkan marasmus.
9. Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus;
meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan
kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat
dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama
gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
patofisiologi
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh
sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan). Gopalan
menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat,
protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar,
sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi
setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi
karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan
separuh dari tubuh.
Gambaran klinis
Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok
adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak
lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi,
bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit
dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya
longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu
tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.
Diagnosis
Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui
penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat
penyakit yang lalu.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebab diketahui (7,14,15). Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang
paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke
atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita didaerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori
dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan (14). Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,
asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.
Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau
Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam
16-20 jam berikutnya.
Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian
terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan
sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-
1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga
mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kgBB/hari. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u
peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan
200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi
Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV
atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25
ml/kgBB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1
ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan
untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan
makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap
ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg
diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian
makanan lunak dan makanan padat.
Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi.
Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan
streptomycin.
Hal-hal yang lain perlu diperhatikan :
a. Kemungkinan hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar
gula darah kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV
b. Hipotermi. Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat
diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.
Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu pertama
sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai penyesuaian barulah
dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan
sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah kembali
dan penyakit infeksi telah teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi normal
kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada orang tua
diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai pemilihan bahan
makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya. Mengingat sulitnya merawat
penderita dengan malnutrisi, maka usaha pencegahan perlu lebih ditingkatkan.
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering
disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena
infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan
mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila
penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan
yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition.
C. Marasmus Kwashiorkor
Berdasarkan definisi kelainan gizi ini menunjukkan gejala klinis campuran
antara marasmus dan kwashiorkor.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh kembang. Disamping itu terdapat pula
satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatosis, perubahan rambut, hepatomegali,
perubahan mental, hipotrofi otot, jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, dan
defisiensi vitamin. Berat badan dengan edema kurang dari 60% nilai berat badan terhadap umur
pada standar baku (berdasarkan Lokakarya Antropometri Gizi 1975, untuk anak balita dipakai
standar P50 Harvard).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan anemia ringan sampai sedang, yang umumnya
berupa anemia hipokromik atau normokromik. Pada uji faal hati tampak nilai albumin sedikit
atau amat rendah, trigliserida normal, dan kolesterol normal atau sedikit menurun. Kadar
elektrolit K rendah bahkan mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Na, Zn, dan Cu bias normal
atau menurun.
Kadar gula darah umunya rendah, asam lemak bebas normal atau meninggi, dan nilai
beta lipoprotein tidak menentu, dapat meningkat atau menurun. Kadar hormone insulin umunya
menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapat normal, meningkat atau menurun.
Analisis asam amino dalam urine menunjukkan kadar 3-metil histidin meningkat dan
indeks hidroksiprolin menurun. Pada biopsy hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang
dijumpai kasus perlemakan yang berat. Nilai enzim urea-siklase dalam hati menurun, tetapi
kadar enzim pembentuk asam amino meningkat. Pemeriksaan radiologik tulang
memperlihatkan osteoporosis ringan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan marasmus kwashiorkor dalam garis besarnya terdiri dari terapi nutrisi,
pengobatan terhadap penyakit penyerta, dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.
Keberhasilannya ditentukan oleh faktor sosioekonomi, dan budaya keluarga, misalnya tingkat
pendidikan ibu, penghasilan keluarga, atau peran dan pengaruh anggota keluarga lain.
Terapi nutrisi diberikan dengan pemberian makanan tinggi energi dan tinggi protein,
seperti pada marasmus dan kwashiorkor. Energi diberikan 150 kkal/kgBB/hari, protein sebanyak
3-5 g/kgBB/hari; keduanya diberikan secara bertahap.
Sebagai tambahan diberikan pula KCl 75-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 32 dosis,
MgSO4 50% sebanyak 0,25 ml/kgBB/hari secara Im dsan roboransia.
Vitamin A perlu diberikan dengan dosis profilaksis, kecuali bila ditemukan tanpa
defisiensi vitamin A, harus diberikan dosis terapeutik sebanyak 50.000 SI/kgBB dengan
maksimal 400.000 SI. Senyawa besi atau asam folat ditambahkan bila dijumpai anemia defisiensi
besi atau anemia megaloblastik.
Penyakit penyerta yang sering ditemukan adalah infeksi saluran nafas atas,
bronkopneumonia, Koch Pulmonum, Otitis Media Supurativ, Infeksi Saluran Kemih, penyakit
parasit dan diare. Tidak jarang penyakit penyerta ini menjadi faktor penyebab utama marasmus
kwashiorkor, misalnya diare menahun atau Koch Pulmonum. Oleh karena itu penyakit penyerta
tersebut harus diobati secra tuntas.
Penyuluhan gizi akan sangat bermanfaat untuk mencegah kekambuhan dan mencegah
kejadian kurang gizi pada anak lainnya…
Komplikasi :
1. Cor pulmonal
VII. Kesimpulan
Berdasarkan gejala-gejala dan status gizi pada skenario maka kami mendiognosa
sementara bahwa pasien pada kasus termasuk kwarsiokor tapi masih dibutuhkan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan diagnosa sebenarnya.