laporan kasus (tifoid)
DESCRIPTION
demam tifoidTRANSCRIPT
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
• No Rekam Medik : 00 81 ****
• Nama : An. AL
• Jenis Kelamin : Laki - laki
• Usia : 2 tahun
• Tanggal MRS : 21 Agustus 2015
• Alamat : Cempaka Putih Timur
ALLOANAMNESIS (21 Agustus 2015)
Keluhan Utama :
Demam sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
Batuk (+), pilek (+)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os datang dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS, demam dirasakan terus menerus. Sebelumnya Os sempat berobat namun demam tetap tinggi. Ada batuk dan pilek. 1 hari SMRS Os muntah 1 kali. BAB dan BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat kejang pada usia 1 tahun, lamanya ± 5 menit, setelah kejang sadar.
1
Riwayat Pengobatan :
- OS tidak sedang mengkonsumsi obat dan menjalani pengobatan dari suatu penyakit tertentu.
Riwayat Kehamilan :
- ANC dilakukan rutin di bidan,
- Selama hamil tidak pernah sakit, tidak menderita hipertensi.
Riwayat Persalinan :
- Lahir spontan pervaginam, dengan BBL 4000 g dan PBL 50 cm, keadaan sehat
Pola makan :
- Pola makan teratur
Riwayat Imunisasi : Hepatitis B saja
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Tumbuh Kembang:
Tumbuh kembang sesuai dengan usia
Riwayat Alergi :
- Riwayat alergi obat disangkal oleh ibu pasien.
- Riwayat alergi makanan disangkal oleh ibu pasien.
- Riwayat alergi cuaca disangkal oleh ibu pasien.
Riwayat Psikososial :
Lingkungan sekitar rumah pasien bersih. Pasien sering tidak mencuci tangan sebelum makan
2
PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 16 Desember 2014)
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 124x/menit, kuat angkat, isi cukup, regular
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 39 ⁰C
Antropometri
BB : 13,5 kg
TB : 88 cm
Status Gizi
- BB / Umur : 13,5/12,5 x 100% = 108% Kesan : Gizi Baik
- TB / Umur : 88/87 x 100% = 101% Kesan : Normal
- BB/ TB : 13,5/12,6 x 100% = 107% Kesan : Gizi Baik
Kesan : Status Gizi Baik
Status Generalis
Kepala :
- Bentuk kepala normocephal.- Rambut berwarna hitam distribusi merata, rambut tidak rontok.- Ubun ubun besar menutup.- Ubun ubun tidak cekung
Mata :
- Reflek pupil (+/+), pupil isokor (+/+), edema palpebra (-/-)- Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)
3
Hidung :
- Pernafasan cuping hidung (-)- Epistaksis (-), sekret (+), deviasi septum (-)
Telinga :
- Bentuk telinga normotia- Serumen (-/-)- Membrane timpani intake
Mulut :
- Mukosa bibir kering (-)- Perdarahan gusi (-)- Lidah Kotor (+)- Faring hiperemis (-)- Tonsil hiperemis (-), T1/T1
Leher :
- Pembesaran KGB (-/-)- Pembesaran tiroid (-)
Thorak
Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga (-).
Palpasi : Vocal fremitus sama pada kedua lapang paru.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-),
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
4
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 4
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung I, II reguler. Murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : abdomen terlihat datar.
Auskultasi : bising usus normal.
Perkusi : timpani pada 4 kuadran abdomen
Palpasi : perut teraba supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Turgor kulit : Normal
Ekstremitas Atas
Akral : hangat.
CRT : <2 detik.
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Ekstremitas Bawah
Akral : hangat.
CRT : <2 detik
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Genitalia : Normal
Refleks :
R. Fisiologis : R. patella (+), R. Bisep (+), R. Trisep (+) R. Patologis : Kaku kuduk (-)
5
Pemeriksaan Penunjang Tanggal 21 Agustus 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalHemoglobin 10,4 g/dl 11,8 - 15,0 g/dlHematokrit 31 % 40 – 52 %
Leukosit 18.320 / ul 4500 -13.500 ribu / ulTrombosit 371.000 / ul 156.000 – 408.000 / ulEritrosit 4,35 4.40 – 5.90MCV 71 fl 80 – 100 flMCH 24 pg 26 - 34 pg
MCHC 34 g / dl 32 – 36 g/dl
Pemeriksaan Hasil Nilai NormalSalmonela typhi O - NegatifSalmonela typhi H 1/320 NegatifSalmonela paratyphi OA 1/320 NegatifSalmonela paratyphi OB - NegatifSalmonela paratyphi OC - NegatifSalmonela paratyphi HA 1/320 NegatifSalmonela paratyphi HB - NegatifSalmonela paratyphi HC - Negatif
Resume :
Anak laki-laki usia 2 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan demam ±3 hari yang lalu, demam teus menerus. Batuk (+), pilek (+), 1 hari SMRS muntah 1x berupa cairan dan sedikit bercampur makanan, BAB dalam batas normal, BAK dalam batas normal. Riwayat kejang pada usia 1 tahun, lamanya ±5 menit setelah kejang sadar.
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : CM; Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
N : 124 x/m; S : 39,4 C; RR : 22 x/m; Lidah kotor (+)
Lab : Hb : 10,4 S. Typhi H : 1/320
Ht : 31 S. Paratyphi AH : 1/320
Trombosit : 371.000 S. Paratyphi AO : 1/320
Leukosit : 18.300
6
ASESMENT DAN DIAGNOSIS
Assesment
- Febris H4
- Batuk
Diagnosis
- Klinis : Demam Tifoid
- Gizi : Gizi Baik
- Imunisasi : Imunisasi dasar tidak lengkap
- Tumbang : Sesuai Usia
TATALAKSANA
- Terapi cairan RL 1050 cc / 24 jam = 11 tetes per menit makro
- Terapi oral Ceftriaxone 1x1 grParacetmol 3x150 mgSalbutamol 3x0,6 mgBisolvon 3x1/4 tab
FOLLOW UP
Hari/Tanggal S O A P22 Agustus 2015 Demam (+)
masih naik turun sejak malam
Batuk (+) tidak berdahakPilek (-)
S: 36,0 CN: 89 x/mRR: 24 x/m
Lidah kotor (+)
Typhoid IVFD RL 12 tpmCeftriaxone 1x1 grParacetmol 3x150mgSalbutamol 3x0,6 mgBisolvon 3x1/4 tab
23 Agustus 2015(09.30)
Demam (+) jam 3 pagiBatuk (+)BAB (-)BAK (+) TAK
S: 35,1 CN: 90 x/mRR: 24x/m
Typhoid dengan perbaikan
Terapi lanjutkan
23 Agustus 2015(19.30)
Demam (-)Batuk (+)BAB (3x) TAKBAK TAK
S: 36,9 CN: 90 x/mRR: 23x/m
Typhoid dengan perbaikan
Terapi lanjutkan
7
Lidah kotor (-)BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati,limpa,kelenjar limfe usus
dan Peyer’s patch.
II. Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
sedang berkembang. Diperkirakan angka kejadian dari 900/100.000/tahun di Asia. Umur
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui secret saluran
nafas,urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada di
luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di air,es,debu atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang
dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi
(temp 63⁰C). Terjadi penularan sebagian besar melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau biasanya bersam-sama keluar bersama
dengan tinja. (rute oralfekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu
hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya.
III. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri gram negative,
mempunyai flagella,tidak berkapsul,tidak membentuk spora,fakultatif anaerob. Mempunyai
8
antigen somatic (o) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan
dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
IV. Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organism, yaitu :
1. Penempelan dan invasi sel-sel M payer’s patch
2. Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s Patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (PH<2) banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-
sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus tepatnya di ileum
dan yeyenum. Sel-sel M sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s Patch,merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan
RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi bermutiplikasi di dalam sel fagosit
mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. Setelah
melewati periode inkubasi, yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta
respon imun pejamu maka salmonella typhi akann keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini, maka salmonella typhi dapat
mencapai organ yang disukai seperti hati.limpa,sumsum tulang, kandung empedu dan Peyer’s
Patch dari ileum terminal.
9
Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-
14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak
memerlukan perawatan khusus smapai berat sehingga harus di rawat. Semua pasien demam
tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada demam tifoid ada istilah khusus
yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidus, kemudian
naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada minggu pertama, setelah
itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis,
kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolestitis, abses jaringan lunak maka demam akan
menetap. Pada saat demam tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf
pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi atau penurunan kesadaran
mulai apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia,nausea,mialgia,nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berat pada
saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat dijumpai penderita demam
tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kekurangan cairan dan makanan.
Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi yang disusul episode diare, pada
sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya
kemerahan. Dapat dijumpai gejala meteorismus. Rose spot suatu ruam makulopapular yang
berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen,
toraks,ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan
pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.
Penyulit (Komplikasi)
1. Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3% sedangkan perdarahan usus
pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya terjadi padaa minggu ke3
sakit, walau pernah dilaporkan pada minggu pertama. Komplikasi didahului dengan
penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus
halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah kemudian diikuti
10
muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar
dan tanda-tanda peritonitis.
2. Sebagian besar komplikasi neuropsikiatri bermanifestasi klinis gangguan kesadaran,
disorientasi,delirium,obtundasi, stupor dan koma. Penyakit neurologi lain adalah
trombosis serebral, afasia, ataksia serebral akut, tuli, mielitis transversal, neuritis
perifer maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain Barre.
3. Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi berupa aritmia, perubahan ST pada
EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.
4. Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai
peningkatan kadar transminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa
disertai kenaikan kadar transminase, maupun kolestitis akut juga dapat dijumpai.
5. Pneumoniae sebagai penyulit sering dapat dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun seringkali sebagai akibat
sekunder infeksi lain.
6. Trombositopenia
7. Koagulasi intravaskular diseminata
8. Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre biotik, sekarang lebih
jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul kembali 2 minggu setelah
penghentian antibiotik.
Gambaran darah tepi
Anemia normokromi normositik terjadi sebagai akibat perdarahan usus atau supresi sumsum
tulang. Jumlah leukosit rendah, namun jarang di bawah 3000/ul. Apabila terjadi abses
piogenik maka jumlah leukosit dapat meningkat mencapai 20.000 – 25.000/ul.
Trombositopenia sering dijumpai, kadang-kadang beberapa minggu.
V. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran dengan kriteria ini
11
maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis pasti
ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan
mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien lebih besar daripada minggu berikutnya. Biakan
yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen
yang berasal dari sumsum tulang mempunyai sensitivitas yang lebih tertinggi, hasil positif di
dapat pada 90% kasus. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang
diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam
tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji widal
slide aglutinin menunjukkan nilai positif 96%. Apabila titer O aglutinin sekali periksa
1/200 atau pada titer terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.
Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (carrier).
VI. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopenumoniae. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler
seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid
yang berat, sepsis,leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat dijadikan sebagai
diagnosis banding.
VII. Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang
memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk
kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping observasi kemungkinan timbul penyulit. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan
dengan keadaan bakteremia. Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada
12
pengobatan demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4
kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada
kasus dengan malnutrisi atau penyakit pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6
untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan
kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan carrier.
Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg/bb/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama. Kombinasi trimetophrim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil
yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10
mg/kg/hari atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di india sudah dilaporkan terjadi
resisten ganda terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%.
Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian
sefasloporin generasi ketiga seperti seftriakson 100 mg/kgBB/hari di bagi dalam1-2 dosis
(maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam
3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan untuk
anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan
sebagai alternatif, terutama apabila leukosit <2000/ul atau dijumpai resistensi terhadap
S.typhi.
Pada demam tifoid yang kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma atau
shock pemberian deksametason intravena (3mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang
memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid
dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan
apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto
abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparotomi segera dilakukan jika perforasi
usus disertai penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10
cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hiup. Transfusi
trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup berat sehingga
menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan
untuk dilakukan intervensi bedah.
13
Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral ditambah
dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu
memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bila
terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil,
koleksistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam
4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama 30 hari. Kasus demam tifoid yang mengalami
relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid serangan pertama.
VIII. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usai, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,meningitis, endokarditis,
dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
IX. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit
atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C untuk
beberapa menit atau secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi.
Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap
higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
X. Vaksin demam tifoid
14
Saat sekarang dikenal 3 macam vaksin untuk penyakit demam tifoid yaitu yang berisi
kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella typhi. Vaksin yang
berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine)
dengan cara pemberian suntikan subkutan, namun vaksin ini hanya memberikan kekebalan
yang terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup kering. Vaksin
yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga
kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin
Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari
Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70%
selama 3 tahun.
XI. Indikasi Rawat Inap
Demam tifoid berat harus dirawat inap di rumah sakit.
1. Cairan dan kalori
- Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori
diberikan melalui sonde lambung.
- Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan
kadar natrium rendah.
- Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan.
- Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik.
- Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2.
- Pelihara keadaan nutrisi.
- Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit.
2. Antipiretik diberikan apabila demam >39C kecuali pada pasien dengan riwayat
kejang demam dapat diberikan lebih awal.
3. Diet
- Makanan tidak berserat dan mudah dicerna.
- Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori
cukup.
4. Transfusi darah
Kadang- kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi usus.
15
XII. Pemantauan
Terapi
- Evaluasi demam dengan memonitor shu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan
demam tidak reda, maka harus segera kembali di evaluasi adakah komplikasi, sumber
infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik atau kemungkinan salah
menegakkan diagnosis.
- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan
dilanjutkan di rumah.
16
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmo, Sumarmo.S Poorwo. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Pudjiadi, H Antonius.2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid I.Jakarta.
17