laporan kasus luka bakar

43
LAPORAN KASUS LUKA BAKAR I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.S Umur : 65 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status Pernikahan : Sudah menikah Alamat : Daya Jaminan : Jamkesmas Tanggal MRS : 30 Maret 2014 RM : 657254 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Luka Bakar Anamnesis terpimpin: Dialami sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena air panas, nyeri (+). Riwayat pingsan (-), nyeri kepala (-) sesak (-) mual (-), muntah (-). Mekanisme Trauma : Pasien sedang memasak air di kompor, ketika pasien hendak menuangkan air yang telah mendidih ke dalam termos, tiba- tiba pasien menyambar panci yang berisi air panas tersebut hingga tumpah dan percikan air panasnya mengenai tubuh pasien. Pasien belum pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama. 1

Upload: abdullah-zubeidi

Post on 27-Dec-2015

1.919 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Luka Bakar

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny.S

Umur : 65 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Pernikahan : Sudah menikah

Alamat : Daya

Jaminan : Jamkesmas

Tanggal MRS : 30 Maret 2014

RM : 657254

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Luka Bakar

Anamnesis terpimpin:

Dialami sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena air panas, nyeri

(+). Riwayat pingsan (-), nyeri kepala (-) sesak (-) mual (-), muntah (-).

Mekanisme Trauma : Pasien sedang memasak air di kompor, ketika pasien

hendak menuangkan air yang telah mendidih ke dalam termos, tiba- tiba pasien

menyambar panci yang berisi air panas tersebut hingga tumpah dan percikan air

panasnya mengenai tubuh pasien.

Pasien belum pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis

Sakit sedang/ Gizi cukup/ Sadar (GCS15 E4M6V5)

BB = 42 kg

TB = 150 cm

1

Page 2: Laporan Kasus Luka Bakar

Status Vitalis

TD : 120/70 mmHg

N : 72 x/menit, regular, kuat angkat

P : 20 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal

S : 36,8oC per aksilla

Status Lokalis

Regio Facialis

1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 5% , hiperemis (+)

udem (+) hematom (-)

2. Palpasi : Nyeri tekan (+)

Regio Extrimitas superior dextra et sinistra

1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 10% , udem (+) bulla (+)

2. Palpasi : Nyeri tekan (+)

Regio Thorax anterior et posterior

1. Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 18% , hiperemis (+),

udem (+), bulla (+)

2. Palpasi : Nyeri tekan (+)

Foto Klinis

31 Maret 2014

2

Page 3: Laporan Kasus Luka Bakar

Gambar 1. Foto klinis tanggal 31 Maret 2014

1 April 2014

Gambar 2. Foto klinis tanggal 1 April 2014

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium tanggal 30/3/2014

Tes Hasil Tes Hasil

WBC 15.6 PT/APTT 14,1 control

10,7 / 32,1 control

25,4

RBC 4.55 GDS 152

HGB 12.5 Ureum 12

HCT 38.7 Creatinine 0,6

PLT 439 SGOT 31

Na 141 SGPT 14

K 3,8 Albumin 4,1

3

Page 4: Laporan Kasus Luka Bakar

Cl 109 CT/BT 6’30” / 2’00”

V. RESUME

Seorang wanita umur 65 thn masuk Rumah sakit dengan keluhan Luka

Bakar yang dialami sejak ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit akibat terkena air

panas. Nyeri (+) kemerahan (+). Mekanisme Trauma : Pasien sedang memasak

air di kompor, ketika pasien hendak menuangkan air yang telah mendidih ke

dalam termos, tiba- tiba pasien menyambar panci yang berisi air panas tersebut

hingga tumpah dan percikan air panasnya mengenai tubuh pasien.Pasien belum

pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis Sakit sedang/ Gizi cukup/

Sadar (GCS15 E4M6V5). Status vitalis TD: 120/70 mmHg, Nadi: 72 x/menit,

regular, kuat angkat Pernapasan: 20 x/menit, spontan, tipe thoracoabdominal,

Suhu: 36,8oC per aksilla. Status Lokalis : Regio Facialis Inspeksi : Tampak luka

bakar grade II A-II B 5% , hiperemis (+) udem (+) hematom(-) Palpasi: Nyeri

tekan (+). Regio Extrimitas superior dextra et sinistra. Inspeksi: Tampak luka

bakar grade II A-II B 10% , udem (+) bulla (+) , Palpasi : Nyeri tekan (+). Regio

Thorax anterior et posterior Inspeksi : Tampak luka bakar grade II A-II B 18% ,

hiperemis (+) udem (+) bulla (+) Palpasi: Nyeri tekan (+).

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Luka bakar Grade II A- II B 33% ,

- Post Debridement hari 1

VII. PENATALAKSANAAN

IVFD RL 28 tpm ,

Ceftriaxon 500 mg /12jam / IV

Ketorolac ½ amp/8jam/ IV

Ranitidin ½ amp/8jam / IV

GV/rawat luka/hari

4

Page 5: Laporan Kasus Luka Bakar

LUKA BAKAR

I. PENDAHULUAN

Luka bakar atau combusio adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan

jaringan disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti

kobaran api di tubuh (flame), jilitan api ke tubuh (flash), terkena air panas

(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat

bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat

rendah Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat.

Perawatan dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya

mahal, tenaga terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar

lebih tepat dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah

(bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah umum), intensifis, spesialis

penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi Prinsip

yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan

jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam

batas normal melalui resusitasi cairan. Dokter penolong juga harus waspada

dalam melaksanakan tindakan untuk mencegah dan mengobati penyulit

trauma termal, seperti misalnya rhabfomiolisis dan gangguan irama jantung

yang sering terjadi pada trauma listrik. Kontrol suhu tubuh dan menyingkirkan

penderita dari lingkungan yang berbahaya juga merupakan prinsip utama

pengelolaan trauma termal. (1,2,3,4)

II. EPIDEMIOLOGI

Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka

morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan

tempat kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan

raya, 5% di rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.(5)

Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada

Simposium Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan

Universitas Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan

5

Page 6: Laporan Kasus Luka Bakar

unit luka bakar RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60%

karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20%

sisanya karena sebab-sebab lain. Dan angka kematian akibat luka bakar pun di

Indonesia masih tinggi, sekitar 40%, terutama diakibatkan luka bakar berat.(6)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai

peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar dari

tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa

sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit

bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis

kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit

bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan,

telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal

dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan

lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari

mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan

ikat. Kulit sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan

iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.(7,8)

Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-

sel epitel. Sel –sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel

terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan sel Langerhans.

Epidermis terdiri dari lima lapisan yang paling dalam yaitu stratum basale,

stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum

corneum. (7,8)

Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah

dan pembuluh darah limfe. Selain itu, dermis juga tersusun atas kelenjar

keringat, kelenjar sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri dari dua lapisan

yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah

lapisan retikularis. (7,8)

6

Page 7: Laporan Kasus Luka Bakar

Gambar 3: Anatomi kulit

(Dikutip dari : Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com)

Fungsi kulit adalah sebagai berikut :

1) Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam terhadap gangguan fisis atau

mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya

zat-zat kimiawi terutama yang bersifat iritan, misalnya lisol, karbol, asam,

dan alkali. Gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar

ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.

2) Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan

benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap,

begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap

air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel menembus sel-sel

epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.

3) Fungsi ekskresi, kelenjar kulit mengeluarkan zat yang tidak berguna lagi

atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea, asam urat, dan

amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan ini selalu

meminyaki kulit jua menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit

tidak menjadi kering.

4) Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis

dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan–badan

ruffinidermis dan sukutis.

7

Page 8: Laporan Kasus Luka Bakar

5) Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini

dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah

kulit.

6) Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak

di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Pigmen disebar ke

epidermis melalui tangan-tangan dendrit. Sedangkan ke lapisan kulit di

bawahnya dibawa oleh sel melanofag.

7) Fungsi Kreatinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai sel utama yaitu

keratinosit, sel langerhans, melanosis.

8) Fungsi pembentukan vitamin D, dimungkinkan dengan mengubah 7

dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.(2,7)

IV. ETIOLOGI

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin,

ataupun zat kimia.Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka

dipengaruhi oleh derajat panas , durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan

kulit..(1,4,7,10)

1. Luka Bakar Termal (Thermal Burns)

Luka bakar termal disebabkan oleh air panas(scald), jilitan api ke

tubuh (flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak

dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-

lain).

2. Luka Bakar Zat Kimia( Chemical Burns)

Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali

yang biasa digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih

yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.

3. Luka Bakar Listrik(Electrical Burns)

Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,

dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang

memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama

pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan

8

Page 9: Laporan Kasus Luka Bakar

gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi

kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.

4. Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber

radioaktif. Tipe luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan

radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam kedokteran dan industri.

Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan

luka bakar radiasi.

Gambar 4: Tipe luka bakar

(Dikutip dari : Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus)

V. PATOFISIOLOGI

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.

Sel darah yang ada di dalamnya ikut mengalami destruksi, sehingga dapat

terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan

menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya

volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan

9

Page 10: Laporan Kasus Luka Bakar

kehilangan cairan akibat evaporasi yang berlebihan, masuknya cairan ke bula

yang terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari

keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi

tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok

hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,

berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin

berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah

delapan jam.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat

terjadi kerusakan  mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang

terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan

jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak

bewarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida

akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi

mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing,

mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa lebih dari

60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 – 24 jam,

permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali

cairan edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis 3

Respon Lokal

Terdapat 3 zona luka bakar menurut Jackson 1947 yaitu: (1)

1. Zona Koagulasi

Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan

sumber panas dan terjadi nekrosis dan kerusakan jaringan yang irevisibel

disebabkan oleh koagulasi constituent proteins.

2. Zona Stasis

Zona stasis berada sekitar zona koagulasi, di mana zona ini

mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit

sehingga penurunan perfusi jaringan diikuti perubahan permeabilitas

10

Page 11: Laporan Kasus Luka Bakar

kapiler(kebocoran vaskuler) dan respon inflamasi lokal. Proses ini

berlangsung selam 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berkakhir

dengan nekrosis jaringan.

3. Zona Hiperemia

Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi,

jaringannya masih viable. Proses penyembuhan berawal dari zona ini

kecuali jika terjadi sepsi berat dan hipoperfusi yang berkepanjangan.

Gambar 5: Zona luka bakar Jackson 1947 dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat.

(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Respon Sistemik

Perlepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya

luka bakar memiliki efek sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan

tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai efek sistemik tersebut berupa: (1)

1. Gangguan Kardiovaskuler, berupa peningkatan permeabilitas vaskuler yang

menyebabkan keluarnya protein dan cairan dari intravaskuler ke interstitial.

Terjadi vasokontriksi di pembuluh darah splanchnic dan perifer. Kontratilitas

miokardium menurun, kemungkinan adanya tumor necrosis factor-α (TNF-α).

Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar menyebabkan

hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ.

11

Page 12: Laporan Kasus Luka Bakar

2. Gangguan respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokontriksi, dan

pada luka bakar yang berat dapat timbul Respiratory Distress Syndrome

(RDS).

3. Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali

lipat. Hal ini disertai dengan dengan adanya hipoperfusi splanchnic

menyababkan dibutuhkannya pemberian makanan enteral secara agresif untuk

menurunkan katabolisme dan mempertahankan integritas saluran pencernaan.

4. Gangguan imunologis, terdapat penurunan sistem imun yang mempengaruhi

sistem imun humoral dan seluler.

Gambar 6:Respon sistemik terjadi setelah luka bakar

(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel

akibat dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi

ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome

(MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan

akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan

perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.(1)

12

Page 13: Laporan Kasus Luka Bakar

VI. KLASIFIKASI

Berdasarkan American Burn Association luka bakar diklasifikasikan

berdasarkan kedalaman, luas permukaan, dan derajat ringan luka bakar. .(1,4,7)

I. Berdasarkan kedalamannya.

1. Luka bakar derajat I(superficial burns)

Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis.

Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari

dermis, nyeri, hangat pada perabaan dan pengisian kapilernya cepat.

Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh luka bakar derajat I

adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu lama, atau

tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka

bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan

pengobatannya bertujuan agar pasien merasa nayaman dengan

mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya. .(1,2,4)

2. Luka bakar derajat II (partial thickness burns)

Luka bakar derajat II merupakan luka bakar yang kedalamanya

mencapai dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan

dermis, luka bakar ini dikenali sebagai superficial partial thickeness

burns atau luka bakar derajat II A. Luka bakar derajat II A ini tampak

eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi

cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas

dindingya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis

yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut dan kelenjar keringat dalam

7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat

memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waltu yang lama. .(1,2,4,7,10)

Luka bakar derajat II yang mengenai sebagian bagian reticular

dermis (deep partial thickeness) , luka bakar ini dikenali sebagai deep

partial thickeness burns atau luka bakar derajat II B. Luka bakar

derajat II B ini tampak lebih pucat, tetapi masih nyeri jika ditusuk

degan jarum (pin prick test). Luka ini sembuh dalam 14-35 hari

dengan reepitelisasi dari folikel rambut, keratinosit dan kelenjar

13

Page 14: Laporan Kasus Luka Bakar

keringat, seringkali parut muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis. (1,2, 4,7,10)

3. Luka bakar derajat III (full-thickess burns)

Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan

epidermis sampai ke lemak subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan

eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam, putih, atau merah

ceri. Tidak ada sisa epidermis maupun dermis sehingga luka harus

sembuh dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full-thickness burns

memerlukan eksisi dengan skin grafting. (1,2, 4,7,10)

4. Luka bakar derjat IV

Luka bakar derajat ini bisa meluas hingga mencapai organ

dibawah kulit seperti otot dan tulang. (1,2, 4,7,10)

Gambar 7: Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

(Dikutip dari : 2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam)

II. Berdasarkan luas permukaan luka bakar.

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas

permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk

menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari

14

Page 15: Laporan Kasus Luka Bakar

Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa,

karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-

anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu

ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun. (1,2, 4,7,10)

Gambar 8: Wallence Rule of Nines

(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

Gambar 9: Lund and Browder

(Dikutip dari : Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2)

III. Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn

Association: (1,4,7,10)

1. Luka Bakar Ringan

a. Luka bakar derajat II < 5%

15

Page 16: Laporan Kasus Luka Bakar

b. Luka bakar derajat II 10% pada anak

c. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)

2. Luka Bakar Sedang

a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa

b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak

c. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)

3. Luka Bakar Berat

a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa

b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak

c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

d. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan

genitalia/perineum.

e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain. (1,4,7,10)

VII. KRITERIA PERAWATAN

Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang

digunakan untuk pasien yang harus diadministrasi dan dirawat khusus di unit

luka bakar adalah seperti berikut: (1,4,7,10)

I. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur

kurang dari 10 tahun atau lebih dari 50 tahun.

II. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia

lainnya.

III. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns

(luka bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin,

perineum, atau sendi utama.

IV. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada

semua kelompok usia.

V. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.

16

Page 17: Laporan Kasus Luka Bakar

VI. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang

bisa mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau

mempengaruhi kematian.

VII. Luka bakar kimia.

VIII. Trauma inhalasi

IX. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana

luka bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan

mortalitas.

X. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit

perawatan anak yang berkualitas maupun peralatannya.

XI. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti

sosial, emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak. (1,4,7,10)

VIII. PENATALAKSANAAN

1. Prehospital

Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka

bakar di tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran.

Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan

memperhatikan keselamatan diri sendiri. Bahan yang meleleh atau

menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air suhu kamar dapat

disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian, namun air

dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan

vasokonstriksi. (1,2,4,7,10)

2. Resusitasi jalan nafas

Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada

luka bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan

sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum

dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan dengan menggunakan face

mask. Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,

fasilitas pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan

broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi perdebatan

17

Page 18: Laporan Kasus Luka Bakar

karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar

dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang

diperkirakan akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada

luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan

pemberian oksigen 2-4 liter/menit melalui pipa endotracheal. Terapi

inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih baik disaluran napas

dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada proses

inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah

dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan

distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu,

pernapasan dangkal, bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor.

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah analisa gas darah

serial dan foto thorax. (1,2,4,7,10)

3. Resusitasi cairan

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:

1. Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh

vaskuler regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan

2. Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak

diperlukan.

3. Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk

menjamin survival seluruh sel

4. Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan

stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. (1,4,7,10)

I. Jenis cairan

Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan

hipertonik dan koloid: (1,4,7,10)

Larutan kristaloid

Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini

adalah Ringer Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati

18

Page 19: Laporan Kasus Luka Bakar

kadarnya dalam plasma atau memiliki osmolalitas hampir sama

dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak hanya

dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar

ke ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan

meningkatkan volume intravaskuer 300 ml. (1,4,7,10)

Larutan hipertonik

Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali

dan penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.

Larutan garam hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu

NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi

cairan intraseluler sehingga cairan akan berpindah dari intraseluler ke

ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan volume

intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler. (1,4,7,10)

Larutan koloid

Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan

Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi

membran kapiler, oleh karena itu sebagian akan tetap dipertahankan

didalam ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi

peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke

ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang

ada. (1,3.6, 8)

HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin

sintetik, HES berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik.

T ½ dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek

samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah

klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara

menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga

menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian

terakhir mengemukakan bahwa HES memiliki efek antiinflamasi

dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan oleh

19

Page 20: Laporan Kasus Luka Bakar

endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek anti

inflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS. (1,4,7,10)

II. Dasar pemilihan Cairan

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan

adalah efek hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan

permeabilitas kapiler, oksigen, PH buffering, efek hemostasis,

modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi praktis dan

efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi

klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang

berpendapat bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman

digunakan untuk tujuan resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu.

Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas klinik lain. Hal ini

dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang

memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi

kehilangan ciran di kompartemen interstisial secara masif dan

bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan

pemberian cairan kristaloid. (1,4,7,10)

III. Penentuan jumlah cairan

Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan

tiga sampai empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan

kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid

hanya sedikit meningkatkan cardiac output dan memperbaiki transpor

oksigen.(1,4,7,10)

Penatalaksanaan dalam 2 4 jam pertama

Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat,

menggunakan beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus

luka bakar > 25-30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam

pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)]ml. 70% adalah

20

Page 21: Laporan Kasus Luka Bakar

volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan

tubuh dapat menimbulkan gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)

Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-

30%, tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan

rumus baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. (1,4,7,10)

Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum

digunakan pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini

mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat

diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan. (1,4,7,10)

Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut: (1,4,7,10)

1. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam

pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan

orang tua, kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi

maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.

2. Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3

mg/kgBB dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah

tetesan dibagi rata dalam 24 jam.

3. Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral

(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi

urin melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah

cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.

4. Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan

sedimen).

5. Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas

cairan lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan

pasase lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan

berat. (1,4,7,10)

Penatalaksanaan 24 jam kedua

21

Page 22: Laporan Kasus Luka Bakar

1. Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24

jam. Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-

2000 ml. Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.

2. Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah

produksi uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB

3. Pemantauan analisa gas darah, elektrolit(1,4,7,10)

Penatalaksanaan setelah 48 jam

4. Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance

5. Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB),

hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

Rumus Baxter:

Pada dewasa:

1. Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar

2. Hari II: Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%

Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam

berikutnya.

Pada anak:

Hari I:

RL: dex 5% = 17:3

(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal

Kebutuhan Faal:

<1 thn = kgBB X 100cc

1 – 5 thn = kgBB X 75cc

22

Page 23: Laporan Kasus Luka Bakar

5-15 thn = kgBB X 50cc

Hari II: sesuai kebutuhan faal

F ormula Parkland : (1,4,7,10)

Hari I (24jam pertama):

8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

Penambahan cairan rumatan pada anak :

4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama

2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)

1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg

Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1%

dari kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari

produksi urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5

cc/kg/jam. (1,4,7,10)

4. Perawatan luka

Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas,

mekanisme bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi

debridement secara alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi),

pencucian luka, wound dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan

perawatan luka adalah untuk menutup luka dengan mengupaya proses

reepiteliasasi, mencegah infeksi, mengurangi jaringan parut dan kontraktur

dan untuk menyamankan pasien. Debridement diusahakan sedini mungkin

untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial. Tindakan ini

dilakukan setelah keadaan penderita stabil, karena merupakan tindakan yang

cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan

untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa membuang lapisan epidermis

diatasnya. (1,4,7,10)

23

Page 24: Laporan Kasus Luka Bakar

Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka

bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab

pengerutan keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat

mengakibatkan penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan

sirkulasi sehingga bahgian distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini

penjepitan (compartment syndrome) berupa nyeri kemudian kehilangan daya

rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-ujung distal. Keaadan ini harus

cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka keropeng

sampai penjepitan bebas. (1,4,7,10)

Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien

atau dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut

dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka

tertutup dengan occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.

Penggunaan tulle (antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai

penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim

antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka. (1,4,7,10)

5. Eksisi dan graft

Luka bakar derajat IIB dan III tidak dapat mengalami penyembuhan

spontan tanpa autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan

menjadi fokus inflamasi dan infeksi. Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan

sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih banyak keuntungan

dibandingkan debridement serial. Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup

melalui skin graft (pencakokan kulit) dengan menggunakan biological

dressing. Terdapat 3 bahan biological dressing yaitu homografts (kulit mayat

dan penutup luka sementara), xenografts/heterografts (kulit binatang seperti

babi dan penutup luka sementara) dan autografts (kulit pasien sendiri dan

penutup luka permanen). Idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri

(autograft). Terdapat 2 tipe primer autografts kulit yaitu split-thickness skin

grafts (STSG) dan full-thickness skin grafts (FTSG). Pada luka bakar 20-30%

biasanya dapat dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh

STSG diambil dari bagian tubuh pasien. (1,4,7,10)

24

Page 25: Laporan Kasus Luka Bakar

6. Lain-lain

Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis

infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana

populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-

patogen.Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-

3 hari pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak

diperlukan antibiotik. Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan

adalah silver sulfadiazine 1%, silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan

xerofom/bacitracin. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak beban (tukak

stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi dan analgetik bila nyeri. (1,4,7,10)

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak

2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan

diberikan melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian

nutrisi enteral dini melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera

bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral

dilakukan dengan aman bila Gastric Residual Volume (GRV) <150 ml/jam

yang menandakan pasase saluran cerna baik. (1,4,7,10)

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk

memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu

sendi diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar

luas harus dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat

dilihat dari diuresis normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah

sirkulasi normal atau tidak dengan menilai produksi urin,analisa gas darah,

elektrolit, hemoglobin dan hematokrit. (1,4,7,10)

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi

saat perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan

eksisi dan grafting.Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah

SIRS, sepsis dan MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga

25

Page 26: Laporan Kasus Luka Bakar

dapat terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas

usus menurun dan ileus. Pada ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis

karena perfusi ke renal menurun. Skin graft loss merupakan komplikasi yang

sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya graft.

Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut pada kulit

berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur.Kontraktur kulit

dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekeauan sendi. Kekakuan sendi

memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan

tindakan bedah. (1,4,7,10)

X. PROGNOSIS

Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas

permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti

infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini

dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat

dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mugkin dapat menimbulkan luka parut.

Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus,

pembedahan dapat diperlukan untuk membuang jaringan parut. (1,4,7,10)

PEMBAHASAN KASUS

\

Pasien dengan riwayat luka bakar pada daerah wajah, ekstremitas atas

kiri dan kanan, dan daerah dada dan punggung dialami sejak 1 jam sebelum

masuk rumah sakit yang disebabkan tersiram air panas. Pasien mengeluh adanya

26

Page 27: Laporan Kasus Luka Bakar

nyeri dan kemerahan pada daerah tempat luka bakar tersebut. Pasien belum

pernah berobat ke RS sebelumnya dengan keluhan yang sama.

Kemudian dari pemeriksaan fisik yang bermakna, pasien tampak sakit

sedang, gizi cukup, compos mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 72

x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 36.8°C (axilla). Dari pemeriksaan tempat

luka, didapatkan pada daerah wajah tampak luka bakar bakar grade II A-II B 5% ,

kemerahan dan udem tapi tidak terdapat hematom, ketika di tekan akan terasa

nyeri. Pada daerah Extremitas atas kiri dan kanan, tampak luka bakar grade II A-II

B 10% , terdapat udem dan bulla, ketika di tekan akan terasa nyeri. Pada daerah

dada dan punggung, tampak luka bakar grade II A-II B 18% , kemerahan, udem

dan adanya bulla, ditekan terasa nyeri.

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan dari jumlah

leukosit (sel darah putih) yaitu 15.600 yang dalam keadaan normal berjumlah

4.000-10.000.

Resusitasi cairan dalam rangka mengatasi resiko terjadinya syok harus

dilakukan sejak dari awal masuk rumah sakit dengan pemberian cairan berupa

Ringer Laktat mengikuti Rumus Baxter yaitu :

Hari I: 4 ml x kgBB x % luas luka bakar

= 4 x 42 x 33

= 5544 ml/24 jam

Berdasarkan Formula Parkland maka pemberiannya :

Hari I (24jam pertama):

8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam

= (0,5 x 4 x 42 x 33) /8 = 346 cc/jam

16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam

27

Page 28: Laporan Kasus Luka Bakar

= (0,5 x 4 x 42 x 33) / 16 = 173 cc/jam

Resusitasi cairan yang telah diberikan pada pasien yaitu 5500 mL

kristaloid dengan pemberian 8 jam pertama 540cc/ jam dan 16 jam kedua

diberikan 173 cc/jam. Produksi urin sebanyak 40 cc/jam menunjukkan produksi

urin yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. p 66-88

2. David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam : Surabaya Plastic Surgery.

28

Page 29: Laporan Kasus Luka Bakar

3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia. p 118-129

4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12. McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259

5. Jerome FX Naradzay. http: // www. emedicine. com/ med/ Burns, Thermal. November 2006

6. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus. Januari 2008

7. Benjamin C. Wedro. First Aid for Burns. http://www.medicinenet.com. Agustus 2008

8. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216

9. St. John Ambulance. First aid: First on the Scene: Activity Book, Chapter 19. http://en.wikipedia.org/wiki/Burn_%28injury%29. Agustus 2007

10. Mayo clinic staff. Burns First Aids. http: // www.mayo.clinic.com. Januari 2006

29