laporan kasus disproporsi kepala panggul e.c makrosomia
DESCRIPTION
Laporan kasus Disproporsi Kepala Panggul e.c Makrosomia, disproporsi kepala panggul, makrosomia, distokia, sectio caesaria, bayi besarTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Susp DKP e.c Makrosomia
disusun oleh :
dr. Rakhmat Ari Wibowo
RS. BHAYANGKARA MATARAM
Maret 2013
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
SUSP DKP e.c SUSP MAKROSOMIA
Diajukan untuk memenuhi tugas internship di wahana
Mataram,
Peserta, Dokter Pendamping
Internship
Dokter Pendamping
Internship
dr. Rakhmat Ari Wibowo dr. Novi Arviyah dr. Mike Wijayanti Djohar
Dokter Ahli,
dr. I Komang Tresna, SpOG
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………….. 01
Lembar Pengesahan ………………………………………………………………...... 02
Daftar Isi …………………………………………………………………………….. 03
BAB I Pendahuluan …………………………………………………………………. 04
BAB II Laporan Kasus ……………………………………………………………… 05-06
BAB III Tinjauan Pustaka ………………………………………………………….. 07-18
BAB III.1 Distosia ………………………………………………………………. 07-08
BAB III.2 Disproporsi Kepala Panggul …………………………………………….. 09-14
III.2.1. Pengertian Disproporsi Kepala Panggul …....……………………………….. 09
III.2.2. Faktor-faktor Disproporsi Kepala Panggul………………………………….. 09-10
III.2.3. Pemeriksaan pada Disproporsi Kepala Panggul…………………………….. 10-13
III.2.4. Penanganan Disproporsi Kepala Panggul………..........…………………….. 03-14
BAB III.3 Makrosomia ……………………………………………………………… 15-18
BAB III.3.1. Pengertian Makrosomia……………………………………………….. 15
BAB III.3.2. Faktor risiko makrosomia……………………………………………….. 15
BAB III.3.3. Diagnosis Makrosomia………………………………………………..... 15 - 16
BAB III.3.4. Penanganan Makrosomia……………………………………………….. 16 - 17
III.3.5. Prognosis Makrosomia…………………………………………...……............ 17
III.3.6. Makrosomia pada ibu dengan riwayat SC………………………………….. 17 - 18
BAB IV Pembahasan ……………………………………………………………….. 19
BAB V Kesimpulan ………………………………………………………………… 20
BAB VI Daftar Pustaka …………………………………………………………….. 20
3
LAPORAN KASUS : Susp DKP e.c susp Makrosomia
oleh : Rakhmat Ari Wibowo
I. PENDAHULUAN
Angka kejadian sectio caesarea cukup tinggi dan terus meningkat. Di negara maju,
angka kejadian sectio caesarea berkisar 1,5-7%. Di Amerika Serikat, angka sectio caesarea
meningkat sangat tajam yakni 4,5% pada tahun 1965 menjadi 23% pada tahun 1985. Di
Indonesia, angka kejadian sectio caesarea juga terus meningkat. Angka kejadian bedah caesar
di RS Sanglah Denpasar Bali meningkat dari 8,06% pada tahun 1984 menjadi 20,22% pada
tahun 1994. Operasi SC dilakukan jika persalinan pervaginam mengandung risiko yang lebih
besar bagi ibu maupun janin. Sectio caesarea dilakukan berdasarkan beberapa indikasi yang
meliputi indikasi maternal, indikasi fetal maupun keduanya. Indikasi operasi SC dapat
bersifat mutlak maupun relatif. Indikasi sectio caesarea terbanyak meliputi adanya riwayat
sectio caesarea, presentasi bokong, distokia, dan fetal distress. Riwayat sectio caesarea dan
distokia merupakan indikasi utama sectio caesarea di amerika dan negara industri lainnya. Di
Indonesia, disproporsi sefalopelvik merupakan indikasi SC terbanyak. Winkjosastro (2005)
menyebutkan bahwa indikasi umum SC antara lain: disproporsi sefalopelvik 21 persen, gawat
janin 14 persen, plasenta previa 11 persen, riwayat SC sebelumnya 11 persen, kelainan letak
janin 10 persen, pre eklamsi dan hipertensi 10 persen.
Tujuan pembahasan kasus susp DKP e.c susp makrosomia ini adalah untuk
mendeteksi disproporsi kepala panggul dan makrosomia serta penangannya.
Kasus yang akan dipresentasikan ini merupakan kasus asli dan perlu dibahas dalam
rangka pembelajaran agar lebih memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan serta
komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus tersebut.
4
II. LAPORAN KASUS
Identitas pasien :
Nama : Ny. N
Usia : 31 tahun
Suku : Sasak
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kekalik Montong
MRS : 26 Februari 2013
Anamnesis :
Pasien G2P1A0 (HPHT ??) datang ingin kontrol kehamilan pasien mengatakan sudah
merasakan kencang-kencang (+) namun masih jarang dan cuma sebentar, keluar lendir darah
dari vagina (-), keluar air ketuban/merembes (-), nyeri kepala (-), nyeri perut di bagian bawah
(-), merasakan gerak bayi (+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), BAB dan BAK tidak
ada keluhan, ANC 4x
RPD:
Hipertensi (+)
Asma (-)
DM (-)
R. Obs:
4500 gram, SC e.c. Bayi besar
5
KU : Compos mentis, baik
TB 155 cm BB sebelum hamil 75 kg BB saat ini ?
Vital sign : TD 140/100 mmHg, HR 80x/menit, RR 16x/menit, t 36,50C
Kepala : Conjunctiva anemis (+)/(+), Sclera ikterik (-)/(-)
Thorax : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : vesikuler +/+, RBK -/-, Wh -/-
Cor : S12 murni regular (+), murmur (-)
Abdomen : pada pemeriksaan Leopold didapatkan TFU 39 cm, puka, kepala belum
masuk panggul, DJJ 13-13-12, osborn test (+)
Ekstremitas : akral hangat (+), clubbing finger (-), sianosis (-) , edema (-)
Pemeriksaan obstetri: pembukaan (-), STLD (-), Selket (+), Konjugata diagonalis 12 cm
Pemeriksaan Laboratorium :
Nilai normalAL 4-10. 10-3/uL 7,9Hb 11-16 g/dL 9,1HCT 37-54 % 33,7AT 100-300. 10-3/uL 123AE 3,5-5,5. 10-6/uL 4,14GDS < 1,5 mg/dL 111Urinalisis Warna kuning; agak keruh; pH 5; BJ
1,030; protein/glu/ keton /nitrit /urobilinogen /bilirubin /lekosit /darah (-); sedimen lekosit 2-5; eritrosit -; epitel 2-5; bakteri -
BT 2 menit 17 detikCT 7 menit 23 detik
USG: BPD 10,2 cm TBJ 4659 gram
Diagnosis :
Susp DKP e.c Susp Makrosomia, G2P1A0 belum dalam persalinan dengan riwayat SC 4,5
thn e.c makrosomia
Hipertensi kronis
Anemia
6
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1.Distokia
Distokia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik kemajuan
persalinan yang abnormal atau lambat. Hal tersebut dapat terjadi dari empat kelainan yang
dapat muncul secara tunggal atau dalam kombinasi, antara lain:
1. Kelainan kontraksi. Kelainan ini bisa disebabkan karena kontraksi uterus yang lemah
atau kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi sehingga tidak cukup. Dapat juga
terjadi akibat kurangnya kontraksi otot-otot volunter dari ibu saat kala dua.
2. Kelainan presentasi, posisi, dan pertumbuhan janin.
3. Kelainan tulang pelvis
4. Kelainan jaringan lunak pada saluran reproduksi yang dapat menghambat penurunan
janin.
Kelainan-kelainan tersebut bisa disederhanakan menjadi 3P yaitu:
1. Power: kontraksi uterus dan usaha ibu dalam mengejan
2. Passanger: Fetus
3. Passage: Pelvis dan jalan lahir
Temuan Klinis pada Distosia:
1. Dilatasi serviks dan penurunan janin yang tidak adekuat:
a. partus lama
b. partus macet
c. gaya ekspulsif tidak adekuat
2. Disproporsi kepala panggul
a. Ukuran janin terlalu besar
b. Kapasitas panggul kurang memadai
c. Malpresentasi atau malposisi janin
3. Ketuban pecah tanpa persalinan
7
Kombinasi kelainan-kelainan tersebut sering berinteraksi dalam menyebabkan distosia. Saat
ini, istilah disproporsi kepala panggul dan kegagalan kemajuan persalinan lebih sering
digunakan untuk menyebut distosia.
1. Istilah disproporsi sefalopelvik mulai digunakan sebelum abad ke-20 untuk
menggambarkan persalinan macet akibat ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dan
panggul ibu. Istilah berasal pada saat indikasi utama untuk kelahiran sesar adalah kontraktur
panggul akibat rakhitis. Disproporsi murni sebenarnya langka, dan kebanyakan kasus terjadi
akibat malposisi kepala janin dalam panggul. Hal ini terlihat dari dua pertiga atau lebih
perempuan yang menjalani persalinan sesar dengan indikasi disproporsi sefalopelvis
selanjutnya dapat melahirkan bayi pervaginam.
2. Kegagalan kemajuan persalinan telah menjadi semakin populer untuk mendeskripsikan
distosia. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan kurangnya dilatiasi serviks atau
kurangnya penurunan janin. Berikut ini merupakan istilah-istilah untuk pola persalinan
abnormal:
8
III.2. Disproporsi kepala panggul
III.2.1 Pengertian Disproporsi Kepala Panggul
Disproporsi kepala panggul yaitu suatu keadan yang timbul karena tidak adanya
keseimbangan antara panggul ibu dengan kepala janin.
III.2.2. Faktor-faktor Disproporsi Kepala Panggul
Disproporsi kepala panggul dapat disebabkan karena ukuran janin terlalu besar, kapasitas
panggul kurang memadai, atau gabungan keduanya, serta malpresentasi atau malposisi janin.
1. Kapasitas pelvis yang tidak memadai
Setiap penyempitan diameter panggul yang mengurangi kapasitasnya dapat membuat distosia
selama persalinan. Penyempitan tersebut dapat terjadi pada pintu atas panggul, panggul
tengah, dan pintu bawah panggul.
1). Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior terpendeknya
kurang dari 10 cm, atau diameter taransversa kurang dari 12 cm. oleh karena pada
pangul sempit kemungkinan besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul,
menyebabkan serviks uteri kurang mengaami tekanan kepala sehingga dapat
menyebabkan inersia uteri dan lambatnya pembukaan serviks.
2). Kesempitan panggul tengah
Apabila ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5 cm diwaspadai akan
kemungkinan kesukaran dalam persalinan, ditambah agi bila ukuran diameter
sagitalis juga pendek.
3). Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah pangul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang
mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila distansia tuberum
dengan diameter sagitalis posterior kurangdari 15 cm, maka dapat timbul kemacetan
pada kelahiran ukuran normal.
9
2. Ukuran janin
Ukuran janin saja jarang menimbulkan distosia. Bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini,
batas ukuran janin untuk memprediksi adanya disproporsi kepala panggul masih sulit
dilakukan. Sebagian besar kasus disproporsi timbul pada janin yang berat badannya baik
dalam jangkauan populasi obstetri secara umum. Dua pertiga neonatus yang membutuhkan
kelahiran sesar setelah kegagalan forseps, beratnya kurang dari 3700 g. Dengan demikian,
faktor-faktor lain, seperti malposisi kepala, merupakan faktor yang turut menghambat
penurunan janin.
3. Mal presentasi kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu jalan lahir berada dalam
keadaan fleksi dengan presentasi belakang kepala. Dengan adanya malpresentasi kepala
seperti presentasi puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat
menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan karena kepala tidak dapat
masuk PAP karena diameter kepala pada malpresentasi lebih besar disbanding ukuran
panggul khususnya panjang diameter anteroposterior panggul.
III.2.3. Pemeriksaan pada Disproporsi Kepala Panggul
1. Pelvimetri klinis:
a. Pelvimetri eksternal
Pelvimetri eksternal tidak banyak bermanfaat kecuali untuk pengukuran pintu bawah
panggul
Pelvimetri eksternal untuk pintu bawah panggul
Angulus Subpubic
Bituberous diameter
Anterior and posterior sagittal diameters
10
b. Pelvimetri internal
Dilakukan melalui pemeriksaan dalam pada saat ANC minggu 38 , atau sebelum
persalinan. Pelvimetri internal dilakukan untuk mengukur
Pintu atas panggul:
Diameter transversa
Diameter anteroposterior
Konjugata diagonalis
Pintu tengah panggul:
Distansia interspinarum
Pintu bawah panggul:
Distansia intertuberosum
Diameter anteroposterior
Diameter sagitalposterior
Panggul dinyatakan sempit bila:
Pintu atas panggul:
Diameter transversa <11 cm
Diameter anteroposterior <10 cm
Konjugata diagonalis <11,5 cm
11
Pintu tengah panggul:
Distansia interspinarum <9,5 cm
Pintu bawah panggul:
Distansia intertuberosum <8 cm
Diameter anteroposterior <11,5 cm
Distansia intertuberosum + Diameter sagitalposterior <15 cm
2. Pelvimetri Radiologis
X-ray, CT-Scan, MRI, dan USG transvaginal
3. USG untuk mengukur diameter kepala bayi:
Biparietal diameter, ( BPD)
Occipto-frontal diameter (OFD)
Head circumference (HC).
4. Pemeriksaan untuk mendeteksi disproporsi kepala panggul
Metode Osborn: Tangan kiri menekan kepala janin dari atas ke arah rongga panggul
sedangkan tangan kanan diletakkan di atas simfisis pubis untuk menentukan apakah bagian
kepala menonjol di atas simfisis atau tidak.
Metode Muller Hillis: Tangan kiri memegang kepala janin dan menekannya ke arah
rongga panggul, sedangkan dua jari tangan yang lain dimasukkan ke dalam rongga vagina
untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut. Ibu jari tangan kanan
diletakkan di atas simfisis pubis untuk memeriksa hubungan antara kepala dan simfisis.
12
Modifikasi Metode Muller Hillis: Pemeriksaan menggunakan metode muller Hillis
namun dilakukan pada saat kala II. Metode ini memiliki nilai prediksi yang lebih tinggi
dibandingkan metode muller Hillis.
III.2.4. Penanganan Disproporsi Kepala Panggul
Dewasa ini ada dua tindakan utama yang dilakukan untuk menangani persalinan dengan
disproporsi kepala panggul, yaitu seksio sesarea dan partus percobaan. Disamping itu
kadang-kadang ada indikasi dilakukan kraniotomia yang dikerjakan bila pada janin mati.
1. Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalina mulai atau
pada awal fase persalinan, dan secara sekunder yakni sesudah persalinan berlangsung selama
beberapa waktu. Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dulu dan dalakukan pada
kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat atau karena terdapat
disproporsi kepala panggul yang cukup nyata. Selain itu, seksio sesarea dilakukan pada
kesempitan pangul ringan apabila ada faktor-faktor lain yang merupakan komplikasi seperti
primigravida tua, kelainan letak janin yang tidak dapat diperbaiki, kehamila pada wanita yang
mwngalami masa infertilitas yang lama dan riwayat penyakit jantung. Seksio sesarea
sekunder dilakukan karena partus percobaan dianggap gagal atau karena timbul indikasi
untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalianan per
vaginam tidak atau belum terpenuhi.
2. Partus percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaaan pada hamil tua diadakan penilaian
tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul dalam semua bidang dan hubungan antara kepala
janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan
dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk dilakukan
persalinan percobaan. Persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya
akomodasi, termasuk moulage kepala janin. Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan
percobaan harus dilakukan dengan cermat. Janin harus berada pada presentasi kepala dan
tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Mengenai penanganan khusus pada partus
percobaan perlu diperhatikan hal-hal berikut:
13
a. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalinan
yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis pada ibu.
b. Kualitas dan turunnya kepala janin harus terus diawasi. Kesempitan panggul tidak jarang
mengakibatkan kelainan his dan gangguan pembukan serviks.
c. Sebelum ketuban pecah, pada umumnya kepala janin tidak dapat masuk kedalam rongga
panggul dengan sempurna. Pemecahan ketuban secar aktif hanya dapat dilakukan bila his
berjalan secara teratur dan udah ada pembukaan serviks sepruhnya atau lebih.
d. Masalah yang penting ialah menentukan berapa lama partus percobaan boleh berlangsung.
Apabila his cukup sempurna maka sebgai indicator berhasil atau tidaknya partus percobaan
tersebut ada hal-hal yang mencakup keadaan-keadaan berikut:
1). Adakah gangguan pembukaan serviks, misalnya pemanjangan fase laten; pemanjangan
fase aktif 2). Bagaimana kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?
3). Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan adanya bahaya
bagi anak atau ibu (gawat janin, rupture uteri) Apabila ada salah satu gangguan diatas maka
menandakan bahwa persalinan per vaginam tidak mungkin dan harus diseleaikan dengan
seksio sesarea. Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancar,
maka persalinan per vaginam bisa dilaksanakan.
14
III.3. Makrosomia
III.3.1. Pengertian Makrosomia
Makrosomia merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan janin yang sangat
besar. Berat badan bayi baru lahir melebihi 4000 g adalah ambang batas yang sering
digunakan untuk mendefinisikan makrosomia.
III.3.2. Faktor risiko makrosomia:
1. Maternal diabetes
2. Maternal prepregnancy weight
3. Previous macrosomic infant
4. Excessive weight gain
5. Gestational age more than 40 weeks
6. Maternal age younger than 17 years
7. Maternal impaired glucose intolerance
8. Male fetus
9. Multiparity
10. Parental stature
11. Need for labor augmentation
12. Prolonged gestation
13. Prolonged second stage
14. Maternal obesity
III.3.3. Diagnosis Makrosomia
Tiga metode utama untuk memprediksi makrosomia yaitu penilaian faktor risiko,
pemeriksaan klinis, dan ultrasonografi
Pemeriksaan leopold dan pengukuran tinggi fundus merupakan pemeriksaan utama untuk
memperkirakan berat janin. Jika presentasi kepala, penentuan taksiran berat janin dapat
dihitung berdasarkan tinggi fundus uteri dengan rumus Johnson
15
Jika kepala sudah masuk panggul:
Taksiran berat janin = (TFU-11) x 155 gram
Jika kepala belum masuk panggul
Taksiran berat janin = (TFU-12) x 155 gram
Akurasi USG dalam memprediksi taksiran berat janin tidak lebih baik dibanding dengan
pemeriksaan leopold. USG merupakan pemeriksaan tambahan yang membantu dalam
mengekslusi diagnosis makrosomia karena memiliki spesifitas yang cukup tinggi (90 persen)
namun sensitiftasnya hanya 60 persen.
III.3.4 Penanganan Makrosomia
1. Sectio caesarea
Sectio caesarea elektif pada kasus yang diduga makrosomia merupakan cara untuk mencegah
terjadinya kegagalan kemajuan persalinan dan mencegah trauma lahir. SC dipertimbangkan
untuk kasus suspek makrosomia dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram pada ibu
hamil tanpa diabetes dan suspek makrosomia dengan taksiran berat janin lebih dari 4500
gram pada ibu hamil dengan diabetes.
Sectio caesaria sekunder dilakukan karena partus percobaan gagal atau timbul indikasi untuk
menyelesaikan persalinan sesegera mungkin.
2. Partus percobaan
Persalinan pervaginam bukanlah kontraindikasi pada ibu hamil tanpa diabetes dengan
taksiran berat janin kurang dari 5000 gram. Komplikasi seperti distosia bahu dan trauma
plexus brachialis tidak hanya disebabkan karena berat lahir saja namun dipengaruhi juga oleh
faktor anatomi maternal. Riwayat obstetri, proses selama persalinan, ukuran pelvis, dan
tanda-tanda DKP harus digunakan untuk menentukan intervensi. Pada janin dengan taksiran
berat lebih dari 4500 gram, kala II memanjang dan kala II macet merupakan indikasi untuk
dilakukannya SC.
16
III.3.5. Prognosis
1. Bahaya pada bayi
Meskipun jarang (1,4 persen), distosia bahu merupakan komplikasi paling serius dari
makrosomia. Pada bayi dengan berat lahir lebih dari 4500 gram, risiko distosia bahu
meningkat antara 9,2 hingga 24 persen pada ibu hamil tanpa diabetes sedangkan pada ibu
hamil dengan diabetes risiko meningkat antara 19,9 hingga 50 persen. Fraktur clavicula dan
kerusakan plexus brachialis merupakan trauma pada bayi lahir makrosomia yang paling
sering dijumpai. Pada bayi dengan berat lahir lebih dari 4500 gram, risiko fraktur clavicula
meningkat hingga 10 kali lipat dan risiko kerusakan plexus brachialis meningkat antara 18
hingga 21 kali lipat.
2. Bahaya pada ibu
Kelahiran pervaginam bayi makrosomia meningkatkan risiko laserasi derajat tiga dan empat
hingga lima kali lipat. Bayi dengan berat lahir lebih dari 4500 gram juga meningkatkan risiko
SC hingga dua kali lipat.
III.3.6. Makrosomia pada ibu dengan riwayat SC
Janin yang diduga makrosomia bukan merupakan kontraindikasi untuk dilakukannya
VBAC. Namun, bayi dengan berat lahir kurang dari 4000 gram merupakan faktor fetal yang
paling konsisten yang meningkatkan keberhasilan VBAC sehingga VBAC sebaiknya
dihindari pada janin dengan TBJ lebih dari 4000 gram. Selain dari faktor fetal, keberhasilan
VBAC juga dipengaruhi oleh faktor maternal dan faktor persalinan. Dari faktor maternal, ras
dan etnis merupakan prediktor paling kuat untuk VBAC. Ras hispanic dan afrikan amerika
memiliki rasio keberhasilan VBAC yang lebih rendah. Usia yang lebih tua, tingkat
pendidikan, adanya penyakit maternal, dan BMI lebih dari 30 menurunkan keberhasilan
VBAC. Adanya riwayat persalinan pervaginal baik sebelum ataupun sesudah SC merupakan
faktor prediktor yang meningkatkan keberhasilan VBAC. Faktor persalinan yang
meningkatkan keberhasilan VBAC antara lain besarnya pembukaan servks, pecahnya selaput
ketuban, cervical effacement yang sudah mencapai 75 hingga 90 persen, station, dan bishop
score. Normogram berikut ini digunakan untuk menilai probabilitas VBAC.
17
18
IV. PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, didapatkan bahwa diagnosis pasien adalah suspek DKP e.c
makrosomia. Hal ini didasarkan pada : diagnosis : pemeriksaan osborn, pemeriksaan leopold
dan pengukuran tinggi fundus uteri, serta pemeriksaan USG. Pada pemeriksaan osborn,
didapatkan hasil (+). Pada pemeriksaan leopold dan tinggi fundus uteri didapatkan janin
belum masuk panggul dan TFU 39 cm. Hal ini diperkirakan berat lahir mencapai 4100 gram.
Pemeriksaan USG juga mengkonfirmasi bahwa taksiran berat janin mencapai 4659 gram.
Pasien ini direncanakan SC elektif. Makrosomia sendiri bukan merupakan
kontraindikasi untuk dilakukan VBAC. Namun, pada pasien ini terdapat kecurigaan DKP
serta memiliki probabilitas VBAC yang rendah. Kecurigaan DKP didapatkan dari data bahwa
kepala belum masuk panggul pada usia kehamilan 40-41 minggu dan osborn test (+). Pada
pemeriksaan dalam, didapatkan konjugata diagonalis lebih dari 11,5 cm sehingga
kemungkinan panggul ibu tidak sempit. Pada kasus ini disproporsi kepala panggul
diperkirakan karena faktor janin. Untuk probabilitas VBAC, data yang didapatkan adalah
sebagai berikut:
Umur ibu 31 tahun: 8
BMI 31,2 :26
African-american No : 7
Hispanic No: 7
Riwayat persalinan pervaginal sejak SC terakhir (-) : 0
Riwayat persalinan pervaginal (-) : 0
Recurrent primary indication (-) : 6
Total poin: 54
Probabilitas: 60%
19
V. KESIMPULAN
1) Diagnosis pasien ini susp DKP e.c susp makrosomia dengan ditemukan osborn test
(+),
2) Faktor resiko utama pasien memiliki bayi besar antara lain berat badan sebelum
hamil, riwayat memiliki bayi besar dan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
3) Pada pasien ini disproporsi kepala panggul kemungkinan akibat dari faktor janin
4) Pada pasien ini direncanakan SC elektif karena terdapat kecurigaan DKP dan
probabilitas VBAC yang rendah.
VI. DAFTAR PUSTAKA
ACOG Practice bulletin No.49. 2003. Dysocia and augmentation of labor. Obstet Gynecol 102: 1445-54
Chatfield, J. 2001. ACOG Issues Guidelines on Fetal Macrosomia. Am Fam Physician. Jul 1;64(1):169-170.
Cunningham, F.G. et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. The McGraw-Hill Companies
Ebell, M.H. 2007. Predicting the Likelihood of Successful Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Am Fam Physician. Oct 15;76(8):1192-1194.
Herbst, M.A. 2005. Treatment of suspected fetal macrosomia: a cost-effectiveness analysis. Am J Obstet Gynecol 193(3 Pt 2): 1035-9
March, M.R., et al. 1996. The modified Mueller Hillis maneurver in predicting abnormalities in second stage labor. Int J Gynaecol Obstet 55(2):105-9
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rouse, D.J. dan Owen, J. 1999. Prophylactic caesarean delivery for fetal macrosomia diagnosed by means of ultrasonography - A Faustian Bargain?. Am J Obstet Gynecol 181(2):332-8
Thorp, J.M., Pahel-Short, L., Bowes, W.A. 1993. The Mueller Hillis Maneuver: can it be used to predict dystocia?. Obstet Gynecol 82(4 Pt 1): 519-22
Wiknjosastro, H. 2005. dalam Ilmu Kebidanan Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Zamorski, M.A. dan Biggs, W.S. 2001. Management of Suspected Fetal Macrosomia. Am Fam Physician 63(2): 302-306
20