laporan kasus besar-fajar.docx

127
LAPORAN KASUS BESAR SEORANG WANITA 81 TAHUN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK, PNEUMONIA, HIPERTENSI HEART DISEASE, KEREDUPAN PARU KIRI, HIPERGLIEMIA, RIWAYAT PENGOBATAN TB PARU Diajukan untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam Pembimbing : dr Yudo Murti Mupangati, SpPD K-Ger Disusun oleh : Fajar Akbar Ramadhan 22010113210114 1

Upload: rsadella

Post on 18-Jan-2016

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 81 TAHUN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK,

PNEUMONIA, HIPERTENSI HEART DISEASE, KEREDUPAN PARU KIRI,

HIPERGLIEMIA, RIWAYAT PENGOBATAN TB PARU

Diajukan untuk melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing :

dr Yudo Murti Mupangati, SpPD K-Ger

Disusun oleh :

Fajar Akbar Ramadhan

22010113210114

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

1

Page 2: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Fajar Akbar Ramadhan

NIM : 220103210114

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK Undip

Judul Kasus : SEORANG WANITA 81 TAHUN DENGAN STROKE NON

HEMORAGIK, PNEUMONIA, HIPERTENSI HEART DISEASE, KEREDUPAN

PARU KIRI, HIPERGLIKEMIA, RIWAYAT PENGOBATAN TB PARU

Pembimbing : dr Yudo Murti Mupangati,SpPD K-Ger

Semarang, Oktober 2014

Pembimbing,

dr Yudo Murti Mupangati, SpPD K-Ger

2

Page 3: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. N

Umur : 81 tahun

Pekerjaan : tidak bekerja

Alamat : Pusponjolo Selatan

Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang

Agama : Islam

No.CM : C344436

No.register : 7787229

Masuk RSDK : 18 September 2014

Tanggal Pemeriksaan : 30 September 2014

I.2 DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Stroke non Hemoragik

Pneumonia

Keredupan Paru Kiri

Sinus ritme, LAD, LAE, RVH,

curiga iskemik anteroseptal

Hipertensi Heart Disease

Sindroma Geriatri :

Impairment of vision

Imomobility

Instability

26/09/2014

26/09/2014

26/09/2014

26/092014

1.

2.

3.

Riwayat

pengobatan TB di

Rs Elizabeth pada

bulan Agustus

2013

Riwayat hipertensi

tidak rutin kontrol

dan berobat

Riwayat operasi

payudara kiri 1972

26/09/2014

26/09/2014

3

Page 4: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Inisiasi

I.3 DATA DASAR

I.3.1 Data Subyektif

Data diperoleh dari autoanamnesis dengan pasien dan alloanamesis dengan anak

pasien pada tanggal 26 September 2014 pukul 10.00 di bangsal Rajawali lantai 3A

RSUP Dr.Kariadi Semarang.

Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama : lemah seluruh bagian tubuh kiri

Sejak tanggal 18 September 2014 pasien terjatuh di ruang tamu, ketika pasien

berjalan ke kamar mandi. Pasien tidak tahu kenapa dia jatuh, karena pasien tidak

merasakan apa-apa. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, namun ketika

pasien hendak berdiri pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri. Lalu pasien

di bawa ke Rumah Sakit Dr Kariadi

Kuantitas : Pasien terjatuh secara tiba-tiba

Kualitas : Setelah terjatuh pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri

Faktor yang memperberat : -

Faktor yang memperingan : Pasien hanya dapat berbaring karena merasa lemas tidak

dapat menggerakan anggota gerak kiri.

Gejala penyerta :

Sistem Gastrointestinal:

Mual (+), demam (-), frekuensi BAB sering (-), BAB cair (-), BAB putih seperti

dempul (-), BAB hitam/ berdarah (-), nyeri perut (-), nyeri ulu hati (-), nyeri telan

(-), tersedak (-), nyeri gigi (-)

Sistem Saraf:

Pusing (-), nyeri kepala (+) dan terasa kaku pada tengkuk leher belakang,

kesulitan untuk berdiri/berjalan (+), gemetar (-), kelemahan anggota gerak

tungkai kiri (+), bicara pelo (+), merot (+) kesadaran menurun (-), kejang (-),

4

Page 5: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

bicara tidak nyambung (-), kadang tidak mengenali orang (-), kesemutan (-),

mondar-mandir keluar rumah (-), pegal daerah punggung (-), nyeri menjalar

sampai ke kaki (-), gangguan tidur (-)

Sistem Respirasi:

Sesak napas (+) saat batuk (+), dahak (+) putih kental, nyeri dada saat bernapas

(-), batuk darah (-), hidung meler (-), hidung tersumbat (-), mengi (-).

Sistem Kardiovaskuler:

Nyeri dada menjalar ke bahu (+), payah jika bekerja (-), sesak saat berbaring

sehingga harus menggunakan 2 bantal (+), berdebar-debar (+), bengkak kedua

kaki (-).

Sistem Ekskresi:

BAK lancar lebih dari 4 kali sehari warna kuning jernih. Nyeri BAK (-), sulit

menahan kencing (-) kencing keluar sebelum sempat ke kamar mandi (-), kencing

tidak lancar (-), kencing tidak tuntas (-), kencing berdarah (-), kencing batu (-),

nyeri kencing (-)

Sistem Endokrin dan reproduksi

Mudah haus (-), mudah lapar (-), sering kencing di malam hari (-), berat badan

turun banyak (-).

Sistem Muskuloskeletal

Nyeri sendi (-), nyeri punggung (-), tinggi badan berkurang (-), gerak berjalan

terbatas (-), kaku sendi lutut di pagi hari (-), bunyi berderik saat bergerak (-), kaki

gemetar jika berjalan (-)

Sistem Panca indera

Kurang pendengaran (-), bicara tidak nyambung (-), telinga berdenging (-),

keluhan penglihatan (+), hanya bisa mengenali orang dari jarak dekat (+)

pandangan seperti tertutup kabut (-).

5

Page 6: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Riwayat Penyakit Dahulu

- ± 1,5 tahun lalu pasien mengeluh sesak nafas. Sesak di rasakan di saat siang

hari dan malam hari. Pasien masih dapat mengerjakan pekerjaan rumah,

seperti menyapu, dan mencuci. Sesak nafas tidak di cetuskan oleh debu, cuaca

(udara dingin), maupun makan makanan tertentu.

- Riwayat operasi payudara kiri tahun 1972

- Pada bulan Agustus tahun 2013, riwayat pengobatan TB di RS Elizabeth Kota

Semarang. Pasien rutin untuk kontrol dan berobat.

- Pasien memiliki riwayat sakit tekanan darah tinggi (+) sejak 1,5 tahun yang

lalu, namun karena tidak ada keluhan pasien tidak kontrol dan minum obat.

- Riwayat sakit kencing manis disangkal

- Riwayat sesak napas karena asma disangkal, alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Almarhum suami pernah sakit sesak nafas (+)

- Riwayat sakit kencing manis pada keluarga disangkal

- Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal

- Riwayat batuk lama pada keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang lansia, pasien seorang pensiunan pegawai negeri di

RSDK tahun 1989. Pasien menempuh pendidikan formal di sekolah. Pasien tidak

memiliki anak. Namun pasien tinggal bersama cucu dan cicit. Suami pasien sudah

meninggal dunia saat pasien berusia 52 tahun (tahun 1988). Biaya hidup sehari-hari

dengan menggunakan uang pensiunan dan penghasilan dari anak-anak dan cucu-

cucunya. Penghasilan sebulan dari pensiunan ±1.100.000. Pasien tinggal di rumah

miliknya yang berukuran ±15 x 7 meter, memiliki 1 ruang tamu dengan jendela, 1

ruang keluarga, 4 kamar tidur dengan jendela, 1 ruang makan, 1 dapur, dan 2 kamar

mandi. Dinding tembok, alas ubin, atap menggunakan genteng, sirkulasi udara dan

6

Page 7: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

sinar matahari cukup masuk ke dalam rumah. Sumber air minum menggunakan

PAM, penerangan listrik PLN, memasak menggunakan kompor gas. Sehari pasien

makan 3 kali, nasi dengan lauk pauk (tahu, tempe, telur dan sayur), mandi 2 x sehari.

Biaya pengobatan di rumah sakit menggunakan BPJS.

Kesan : sosial ekonomi cukup

Keterangan :

A Ruang tamu D Kamar mandi

B Kamar tidur E Ruang makan

C Ruang keluarga F Dapur

Lain-lain :

Pasien tidak merokok, tinggal serumah dengan anaknya yang merokok (-)

7

AB

C

D

B

E

B B

D

F

Page 8: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Riwayat Fungsional

- Sebelum masuk RS Elizabeth bulan Agustus 2013

Pasien tidak bekerja dan waktu sehari-hari dihabiskan di rumah dengan cucu

dan buyut-buyutnya. Kegiatan pasien di rumah adalah berbelanja di pasar,

mengantarkan buyut-buyutnya ke sekolah dan membantu cucunya memasak

di rumah. Pasien juga masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari seperti

mandi, makan, membersihkan ruang keluarga rumah dan mencuci piring dan

gelas. Pasien tidak merasakan kesulitan bila BAB dan BAK.

- Sejak sakit sesak nafas bulan Agustus 2013

Pasien sering merasakan sesak terutama pada saat siang dan malam hari,

sehingga pasien sudah tidak lagi berakivitas berat seperti berbelanja di pasar,

mengantar buyut-buyutnya ke sekolah. Dalam melakukan aktivitas sehari-hari

seperti makan, mandi, membersihkan ruang keluarga di rumah masih dapat

dilakukan secara mandiri, namun pasien sudah mengurangi aktivitas

berbelanja dan membantu memasak cucunya di rumah, pasien berjalan dengan

pelan-pelan dan terkadang dibantu oleh anaknya. Oleh karena sesak yang

dirasakan semakin berat pasien memeriksakan ke RS Elizabeth dan rutin

kontrol. Hingga 1 minggu sebelum masuk RSUP dr Kariadi pasien terjatuh

ketika berjalan dari kamar ke kamar mandi, pasien tidak mengalami

penurunan kesadaran, namun pasien mengalami lumpuh seluruh anggota

badan bagian kiri, lalu pasien dibawa ke RSUP dr Kariadi.

- Saat dirawat bulan September 2014 di RS

Pasien hanya dapat berbaring di tempat tidur, pasien masih terlihat lumpuh

seluruh anggota badan bagian kiri, berbicara pelo, dan mengeluh sedikit sesak,

memerlukan bantuan untuk berubah posisi. Pasien sangat kooperatif saat

diajak berbicara, tidak ada keluhan kurang pendengaran. Pasien dipasang

nasal kanul oksigen dan tidur dengan posisi agak tinggi. Setiap hari pasien

8

Page 9: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

minum susu 3 x 200 cc, makan 3 x sehari. Pasien masih dapat diajak

berkomunikasi dengan baik.

INDEKS KATZ ( Menilai AKS) 29 September 2013

No Aktivitas Mandiri Tergantung 26-09-2014

1. Bathing Memerlukan bantuan

hanya pada 1 bagian

tubuh (bagian

belakang / anggota

tubuh yang terganggu)

atau dapat melakukan

sendiri

Memerlukan bantuan

dalam mandi lebih

dari 1 bagian tubuh

dan saat masuk serta

keluar dari bak

mandi / tidak dapat

mandi sendiri

Tergantung

2. Dressing Menaruh pakaian &

mengambil pakaian,

memakai pakaian,

’brace’, & menalikan

sepatu dilakukan sendiri

Tidak dapat

memakai pakaian

sendiri atau tidak

berpakaian sebagian

Tergantung

3. Toilletting Pergi ke toilet, duduk

berdiri dari kloset,

memakai pakaian

dalam, membersihklan

kotoran (memakai

’bedpan’ pada malam

hari saja & tidak

Memakai ’bedpan’

atau ’comode’ atau

mendapat bantuan

pergi ke toilet atau

memakai toilet

Tergantung

9

Page 10: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

memakai penyangga

mekanik)

4. Transfering Berpindah dari dan ke

tempat tidur &

berpindah dari dan ke

tempat duduk (memakai

atau tidak memakai alat

bantu)

Tidak dapat

melakukan / dengan

bantuan untuk

berpindah dari & ke

tempat tidur / tempat

duduk

Tergantung

5. Continence BAK & BAB baik Tidak dapat

mengontrol sebagian

/ seluruhnya dalam

BAB & BAK,

dengan bantuan

manual / kateter

Tergantung

6. Feeding Mengambil makanan

dari piring / yang

lainnya & memasukkan

ke dalam mulut (tidak

termasuk kemampuan

untuk memotong

daging & menyiapkan

makanan seperti

mengoleskan mentega

di roti)

Memerlukan bantuan

untuk makan atau

tidak dapat makan

semuanya atau

makan per-

parenteral)

Tergantung

Klasifikasi menurut Indeks Katz :

A : Mandiri, untuk 6 fungsi

B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, kecuali bathing & 1 fungsi lain

10

Page 11: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

D : Mandiri, kecuali bathing, dressing, & 1 fungsi lain

E : Mandiri, kecuali bathing, dressing, toiletting & 1 fungsi lain

F : Mandiri,kecuali bathing,dressing,toiletting,transfering &1 fungsi lain

G : Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas

Kesan : Katz G (Ketergantungan untuk semua 6 fungsi di atas)

11

Page 12: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Pada saat dirawat di RS, pasien tidak dapat berubah posisi tidur. Pasien memerlukan bantuan dari anak pasien dan perawat untuk berubah posisi. Pasien selalu tiduran.

Berikut adalah skor untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien.

SKOR NORTON (Untuk Mengukur Risiko Dekubitus)

Penilaian Skor 26-09-2014

Kondisi fisik umum :

Baik

Lumayan

Buruk

Sangat buruk

4

3

2

1

3

Kesadaran :

Komposmentis

Apatis

Konfus/soporus

Stupor/koma

4

3

2

1

4

Aktivitas :

Ambulan

Ambulandengan bantuan

Hanya bisa duduk

Tiduran

4

3

2

1

1

Mobilitas :

Bergerak bebas

Sedikit terbatas

Sangat terbatas

Tak bisa bergerak

4

3

2

1

2

12

Page 13: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Inkontinensia :

Tidak ada

Kadang-kadang

Sering inkontinensia urin

Inkontinensia alvi & urin

4

3

2

1

3

Skor total 13

Kategori : Skor 16-20 : kecil sekali/tak terjadi

12-15 : kemungkinan kecil terjadi

< 12 : kemungkinan besar terjadi

Skor : 13Kesan : kemungkinan kecil terjadi ulkus dekubitus

Riwayat Gizi

- Pasien biasanya makan 3x/hari dengan nasi ± 1 piring dan habis. Lauk sayur

dan tempe tahu, daging, ayam, telur.

- Pasien minum minum air putih 4-5 gelas/hari, sering minum teh manis setiap

hari 1 gelas dengan 2 sendok teh gula pasir

- Masakan di rumah sehari-hari sering masak sendiri, tidak menggunakan MSG

Riwayat Psikiatri

- Sebelum masuk RS, kegiatan pasien selama di rumah biasanya menyapu

ruang keluarga, menonton televisi, memasak dan berinteraksi dengan cucu

dan buyut-buyutnya. Pasien selalu melakukan aktivitas di dalam rumah.

Hubungan dengan tetangga masih baik. Pasien kadang keluar rumah dan

mengobrol dengan tetangga. Hubungan pasien dengan keluarga juga baik.

13

Page 14: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Pemeriksaan Status Mental :

Keadaan umum : Seorang wanita 81 tahun, tampak sesuai umur, berkulit sawo

matang, penampilan cukup bersih dan rapi, rambut berwarna putih, terpasang infus

RL 20 tetes/menit dan nasal kanul oksigen.

Perilaku & Aktivitas Psikomotor : normoaktif

Kesadaran : jernih

Sikap : kontak psikis + wajar, dapat dipertahankan.

Mood : euthyme

Afek : serasi

Gangguan Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-)

Bentuk Pikir : realistik

Proses Pikir : lancar

Isi Pikir : waham (-)

SKALA DEPRESI GERIATRI

Pilihan jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda dalam satu

minggu terakhir:

”Apakah...........”

1. Anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? Ya TIDAK

2. Anda telah meninggalkan banyak kegiatan / minat / kesenangan anda? YA

Tidak

3. Anda merasa kehidupan anda kosong? YA Tidak

4. Anda merasa sering bosan? YA Tidak

5. Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya TIDAK

6. Anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda? YA Tidak

7. Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya TIDAK

8. Anda sering merasa tidak berdaya? YA Tidak

9. Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu

yang baru? YA Tidak

14

Page 15: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

10. Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat anda dibanding

kebanyakan orang? YA Tidak

11. Anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya TIDAK

12. Anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini? YA Tidak

13. Anda merasa anda penuh semangat? Ya TIDAK

14. Anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? YA Tidak

15. Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada anda? YA

Tidak

Jawaban pasien : digaris bawahi

Skor : Hitung jumlah jawaban yang bercetak tebal dan huruf besar

Tiap jawaban bercetak tebal dan bergaris bawah mempunyai nilai 1

Skor antara 1-4 menunjukkan keadaan baik/tidak depresi

Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi

Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi

Skor = 1

Kesan: keadaan baik/ tidak depresi

15

Page 16: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Untuk Skala Depresi Geriatri, Kuesioner Status Mental dan Mini Mental State

Examination

KUESIONER STATUS MENTAL

No DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN

1 Tanggal berapakah hari ini? (bulan, tahun) S

2 Hari apakah ini S

3 Apakah nama tempat ini? B

4 Berapa nomor telepon atau alamat rumah Bapak/Ibu? B

5 Berapa umur Bapak/Ibu? B

6 Kapan Bapak/Ibu lahir? B

7 Siapakah nama presiden kita sekarang S

8 Siapakah nama presiden sebelum ini? S

9 Siapakah nama gadis ibu Anda? B

10 Hitung mundur 3-3 dari 20! B

0 – 2 kesalahan = baik

3 – 4 kesalahan = gangguan intelek ringan

5 – 7 kesalahan = gangguan intelek sedang

8 – 10 kesalahan = gangguan intelek berat

Bila penderita tidak pernah sekolah, nilai kesalahan diperbolehkan +1 dari nilai diatas

Hasil = 4 kesalahan.

Kesan : gangguan intelek ringan

16

Page 17: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

MINI MENTAL STATE EXAMINATION

Ma

x

Nilai

5

5

( 3 )

( 5 )

ORIENTASI

Sekarang (hari-tanggal-bulan-tahun) berapa dan musim apa?

Sekarang kita berada dimana? (Nama rumah sakit, jalan, nomor

rumah, kota kabupaten, provinsi)

3 ( 3 )

REGISTRASI

Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda,misalnya : satu

detik untuk tiap benda. Kemudian mintalah respon mengulang

ketiga nama benda tersebut. Ulangi hingga benar

menyebutkan. Hitung jumlah percobaan dan catat : 2 kali.

5 ( 5 )

ATENSI DAN KALKULASI

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.

Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata

“ WAHYU “ (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum

kesalahan.

3 ( 2 )

RECALL

Tanyakan kembali nama tiga benda yang telah disebut di atas.

Berikan nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar.

9 ( 7 )

BAHASA

a. Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil atau arloji

(2 nilai)

b. Ulangi kalimat berikut : “ JIKA TIDAK, DAN ATAU

TAPI (1 nilai)

c. Laksanakanlah 3 buah perintah ini: Peganglah selembar

kertas dengan tangan kananmu, lipatlah kertas tersebut

pada pertengahan dan letakkan di lantai (3 nilai )

17

Page 18: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

d. Bacalah dan laksanakanlah perintah berikut: “

PEJAMKAN MATA ANDA” (1 nilai)

e. Tuliskanlah sebuah kalimat (1 nilai)

f. Tirulah gambar ini (1 nilai )

Jumlah skor : 25

Kategori : Skor 24-30 : normal

17-23 : Probable gangguan kognitif

0-16 : definite gangguan kognitif

Skor : 25

Kesan : normal

I.3.2 Data Obyektif

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal30 November 2013 pukul 11.30 di Bangsal

Geriatri RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Keadaan umum : Tampak lemah, terpasang nasal kanul oksigen, dispneu (+),

terpasang infus RL

Kesadaran : Composmentis, GCS E4V5M6=15

Tanda vital : TD : 140/90mmHg (berbaring), 140/90 (duduk)

RR : 28x/menit

N : 90x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup

t : 36,80C

Status gizi :BB : 40 kg

TB :151cm

IMT :17,54kg/m2

18

Page 19: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Kesan : underweight

Kepala : mesosefal

Kulit : turgor cukup, pucat (-)

Mata : konjungtiva palpebra pucat(-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : discharge (-/-), tinitus (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

Hidung : epistaksis (-/-),discharge (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

Mulut : bibir pucat (-), bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi

berdarah (-), pursed lip breathing (-), gigi palsu (-)

Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

Leher : trakea deviasi ke kanan (+), pembesaran nnll -/+ multipel(+)

mobile(+) nyeri (-), JVP R+1cm

Thorax : bentuk normal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostal

(-), sela iga melebar (-)

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak di SIC VI 2cm lateral linea

medioclavicularis sinistra

Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC VI 2cm lateral linea

Medioclavicularis sinistra, kuat angkat (-), melebar (-),

pulsasi epigastrial (-), pulsasi parasternal (-).

Perkusi : Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kanan : SIC V linea parasternalis dextra

Batas kiri :SIC VI 2 cm lateral linea midclavicularis

sinistra

Auskultasi : HR= 90x/menit, reguler, BJ I-II normal , bising (-),

gallop(-)

Pulmo depan dan belakang

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Pada SIC VI ke bawah paru sinistra redup

19

Page 20: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Pada SIC V ke atas paru sinistra didapatkan

sonor.

Sonor pada seluruh lapang paru kanan

Auskultasi : Pada SIC V keatas paru dextra dan sinistra SD bronkhial +/+,

ST (-)

Pada SIC VI kebawah paru dextra dan sinistra

SD : bronkhial +/+, ST : RBK

Abdomen :

Inspeksi : Datar, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani,pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube

timpani

Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

20

RBK (+) RBK (+)

Page 21: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

PEMERIKSAAN NEUROLOGIKUS (Nn CRANIALES)

N I(OLFAKTORIUS) Kanan Kiri

Subjektif + +

Objektif + +

N II (OPTICUS) Kanan Kiri

Tajam Penglihatan >3/60 >3/60

Lapangan Penglihatan sama dengan pemeriksa sama dengan

pemeriksa

Melihat Warna + +

Fundus okuli tidak dilakukan tidak dilakukan

N III (OCULOMOTORIUS) Kanan Kiri

Sela Mata 2,5 cm 2,5 cm

Pergerakan bulbus bebas bebas

Strabismus - -

Nystagmus - -

Eksoftalmus - -

Pupil Diameter 2,5mm 2,5mm

Bentuk Pupil bulat bulat

Reflek terhadap sinar + +

Reflek konsensual + +

Melihat kembar - -

N IV (TROCHLEARIS) Kanan Kiri

Pergerakan mata + +

Sikap bulbus sentral sentral

Melihat kembar - -

21

Page 22: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

N V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri

Membuka mulut + +

Mengunyah + +

Menggigit + +

Reflek kornea + +

Sensibilitas Muka + +

N VI (ABDUSCEN) Kanan Kiri

Pergerakan mata ke lateral + +

Sikap bulbus sentral sentral

Melihat kembar - -

N VII(FACIALIS) Kanan Kiri

Menutup mata + +

Memperlihatkan gigi + -

Bersiul + -

Mengerutkan dahi + -

Perasaan lidah 2/3 depan Tidak dilakukan

NVIII (VESTIBULOKLEARIS) Kanan Kiri

Tes Gesekan + +

Detik Arloji + +

Test Rinne Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan

Tes Scwabach Tidak dilakukan

N IX(GLOSSOPHARYNGEUS)

Perasa lidah 1/3 belakang Tidak dilakukan

Sensibilitas pharynx Tidak dilakukan

22

Page 23: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

N X (VAGUS)

Arcus pharynx: simetris uvula, di tengah

Bicara : +

Menelan : +

N XI(ACCESORUS) Kanan Kiri

Mengangkat bahu + +

Memalingkan kepala + +

N XII (HYPOGLOSSUS)

Pergerakan lidah : asimetris

Tremor lidah : -

Artikulasi : -

Deviasi : ke kiri

Ekstremitas : superior inferior

Oedem -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Clubbing finger -/- -/-

Cap. Refill <2”/ <2” <2”/ <2”

Refleks fisiologis +2/+2 +2/+2

Refleks Patologis -/- -/-

Tonus N/N N/+(babinsky)

Kekuatan 5-5-5/1-1-1 5-5-5/1-1-1

Sensibilitas +N/+N menurun/menurun

23

Page 24: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah Rutin dan Kimia Klinik

Tanggal 18/09/14 19/09/14 22/09/14 Nilai normal

Hb 13,1 - - 12-15 gr%

Ht 38,1 - - 35-47 %

Eritrosit 4,4 - - 3.9-5,6 jt/mm3

MCH 30,4 - - 27-32 pg

MCV 88,0 - - 76-96 fl

MCHC 34,5 - - 29-36 g/dl

Leukosit 9,8 - - 4-11 rb/mm3

Trombosit 363,9 - - 150-400 rb/mm3

GDS 179 - - 80-110 mg/dl

Ureum 29 15-39 mg/l

Kreatinin 0,67 0,6-1,30 mg/dl

Na 139,8 136-145 mmol/l

K 4,5 3,5-5,1 mmol/l

Chlorida 104,9 98-107 mmol/l

hbA1c - 5,7 6,0-8,0 %

Glukosa puasa 94 94 80-109 : baik, 110-125 : sedang,

≥ 126 : buruk (mg/dl)

Glukosa PP 2 jam

129 137 80-140 : baik, 145-179 : sedang,

≥ 180 : buruk (mg/dl)

Cholesterol total 147 153 < 200 mg/dl

Trigliserid 86 87 <150 mg/dl

HDL Cholesterol 50 45 40-60 mg/dl

LDL direk 100 93 0-100 mg/dl

Asam urat 3,7 2,7 2,6-6,0 mg/dl

24

Page 25: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

X-FOTO THORAX (18 September 2014)

Cor : apeks kordis bergeser ke laterokaudalElongatio dan kalsifikasi arkus aorta

Pulmo : Corakan vaskuler tampak meningkat Tampak bercak pada lapangan atas paru kiri dan lapangan bawah paru kanan

Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemothorak kiriHemidiafragma knan setinggi costa 1 posterior, tampak flatteningSudut kostofrenikus kanan lancip kiri tumpulStruktur tulang tampak porotikKesan : - Suspek kardiomegali (LV)

- Elongatio dan kalsifikasi arcus aorta- Efusi pleura kiri- Thorak emfisematous

25

Page 26: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

MSCT Kepala tanpa kontras (18 September 2014)

Kesan :

- Infark luas pada lobus temporoparietal kanan- Infark lama pada lobus temporal dan thalamus kanan- Gambaran aging atrophy cerebri

26

Page 27: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

HASIL PEMERIKSAAN EKG

29 November 2013

Kesan : Normosinus, Left axis deviation, left atrium enlargement, rightventrikel hipertrofi

27

Page 28: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

I.3.3 DAFTAR ABNORMALITAS

1. Lemah seluruh bagian tubuh kiri.

2. Sesak hilang timbul terutama pada siang hari

3. Dada berdebar-debar (+)

4. Keluhan gangguan penglihatan berkabut seperti tertutup kabut sejak 1 tahun

yang lalu

5. RPD : Riwayat pengobatan TB rutin kontrol di RS Elizabeth Kota Semarang 1

tahun ini

6. RPD : Riwayat sakit darah tinggi sejak 1 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan

minum obat tidak teratur.

7. Skor AKS indeks KATZ G

8. Skor Norton kemungkinan kecil terjadi ulkus decubitus

9. Kuesioner status mental : gangguan intelek ringan

10. Tekanan darah : 140/90

11. Laboratorium (18/09/2014) GDS : 179 mg/dl

12. X foto thoraks : Suspek kardiomegali (LV), efusi pleura kiri

13. MSCT kepala tanpa kontras : infark luas pada lobus temporoparietal kanan,

infark lama pada lobus temporal dan thalamus kanan, dan gambaran aging

atrophy cerebri

28

Page 29: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

IV. DAFTAR MASALAH

A. Sindroma Geriatri

sindroma serebral (-)

konfusio (-)

gangguan otonom (-)

inkontinensia (+)

jatuh (-)

kelainan tulang dan patah tulang (+)

dekubitus (-)

B. AKS

Immobility Isolation

Impaction Impotence

Instability Immuno-deficiency

Iatrogenic Infection

Intelectual impairment Inanition

Insomnia Impairment of vision,smell and hearing

Incontinence Impecunity

C. Problem Medis

1. Stroke non hemoragik

2. Pneumonia

3. Hipertensi stage I

4. Keredupan paru kiri

5. Hiperglikemia

29

Page 30: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

V. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. Stroke non Hemoragik

Assesment : Mengevaluasi luasnya infark dan komplikasi

Ip Dx : CT-Scan kepala ulang ( bila perlu)

Ip Rx : Aspilet 80mg/24 jam, Captopril 12,5 mg/ 8 jam

Diet rendah garam 1700 kkal

Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital per 8jam,

Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar menjaga

asupan makanan rendah garam.

Memotivasi pasien untuk dapat latihan rutin agar dapat

beraktivitas

2. Pneumonia

Assesment : CAP, Etiologi kuman

Ip Dx : pengecatan sputum BTA 3x, gram, dan kultur sputum

Ip Rx : Ceftriakson 2 gr/24 jam IV

N-Asetilsistin 200mg/8jam

Ip Mx : Keadaan umum, tanda vital, ronkhi / 12 jam

Ip Ex : Menjelaskan pada pasien jika batuk agar menutup mulut,

jangan meludah sembarangan, dan menampung dahak untuk pemeriksaan

sputum.

3. Hipertensi stage I

Assesment : - Etiologi primer

- Etiologi sekunder (CKD, Hipertiroid

- Faktor resiko penyakit jantung iskemik lainnya

-Tanda-tanda komplikasi (retinopati hipertensi)

Ip Dx : Urin rutin, urin khusus, konsul mata

Ip Rx : Captopril 12,5 mg/ 8 jam

Diet rendah garam 1700 kkal

Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital

30

Page 31: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Ip Ex :

1. Menjelaskan bahwa penyakitnya disebabkan oleh proses degenerative

pada pembuluh darah.

2. Menjelaskan pada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang

asin dan mengandung MSG (penyedap rasa).

3. Edukasi untuk rutin kontrol ke dokter dan minum obat antihipertensi

secara teratur.

4. Efusi pleura kiri

Assesment : Kegawatan

Ip Dx : Pungsi diagnostik dan terapik

Ip Rx : -

Ip Mx : Keadaan umum dan tanda vital/8 jam

Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk lapor

ke dokter atau perawat jika sesak bertambah berat.

Meminta persetujuan kepada pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan

tindakan pengambilan cairan pada paru kiri.

5. Hiperglikemia

Assesment : Diabetes melitus

Reaktif

IFG/IFT

Ip Dx : GD I/II, Hba1C, Funduskopi

Ip Rx : -

Ip Mx : GD I/II setiap bulan

31

Page 32: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Ip Ex : Menjelaskan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan

dari rumah sakit.

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien untuk

memeriksakan kadar gula darah secara teratur.

32

Page 33: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ASPEK KESEHATAN LANJUT USIA (GERIATRI)1,2

A. Teori Proses Menua

Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan

memperbaiki kerusakan yang diderita. Populasi lansia (usia ≥ 60 tahun) semakin

meningkat. Diperkirakan 600 juta di tahun 2000 dan diramalkan menjadi 2 milyar di

tahun 2050. Dengan semakin berkembangnya teknologi kesehatan, populasi lansia

akan semakin meningkat dan demikian berpengaruh pada angka ketergantungan.

Demikian juga problem kesehatan yang ditemui pada populasi lansia semakin

banyak.

Ada beberapa teori proses menua, antara lain:

1. Teori genetic clock

Setiap spesies memiliki jam genetik yang akan berhenti sesuai waktunya. Usia

harapan hidup dipengaruhi pula oleh jenis kelamin.

2. Mutasi somatik (error catastrophe)

Faktor lingkungan (radiasi, zat kimia) yang toksik atau karsinogenik menyebabkan

kesalahan transkripsi dan translasi DNA sehingga timbul kesalahan yang

menyebabkan metabolit berbahaya (mutasi)

3. Rusaknya sistem imun tubuh

Mutasi berulang menyebabkan kemampuan sistem tubuh mengenal diri sendiri

sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang mengenai berbagai macam jaringan.

4. Teori menua akibat metabolisme

Semakin banyak metabolisme, akan semakin cepat timbul proses degenerasi

33

Page 34: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

5. Kerusakan akibat radikal bebas

Radikal bebas sebagai produk sampingan respirasi aerob dihasilkan menumpuk

melebihi kapasitas anti radikal bebas tubuh (SOD, katalase, glutation peroksidase)

sehingga menimbulkan kerusakan sel

Menua atau menjadi tua merupakan proses yang dialami oleh semua orang dan

tidak dapat dihindari. Yang dapat diusahakan adalah tetap sehat ada saat menua

“Healthy Aging”. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang

dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.

B. Perubahan dalam Proses Penuaan

Perubahan dalam penuaan terdiri dari perubahan anatomi, patologi, dan

psikososial akibat proses menua. Pada panca indra didapatkan perubahan degeneratif

otot akomodasi, jaringan ikat periorbita, fungsi kelenjar lakrimalis, perubahan

elastisitas lensa, degenerasi neuron kortikal sehingga visus dapat terganggu. Fungsi

telinga juga menurun akibat hilangnya sel rambut pada organ corti. Dalam sistem

pencernaan terjadi atrofi mukosa, penurunan aliran darah, turunnya elastisitas otot

dan tulang rawan laring sehingga timbul gangguan pengecapan, turunnya refleks

batuk dan menelan, kesulitan mencerna makanan, perubahan nafsu makan,

malabsorbsi makanan. Dengan ini lansia akan mudah tersedak dan mengalami

kekurangan gizi. Sistem kardiovaskuler berubah di mana terjadi penebalan dan

kekakuan dinding pembuluh darah, degenerasi katup jantung sehingga terjadi

penurunan curah jantung dan mempengaruhi aliran darah otak. Sistem respirasi

berubah di mana elastisitas alveolus menurun, terjadi degenerasi epitel, dan

kelemahan otot pernapasan sehingga kapasitas vital menurun dan refleks batuk

menurun. Dengan ini lansia peka terhadap pneumonia dan mudah mengalami gagal

respirasi.

Perubahan T4 menjadi T3 menurun sehingga metabolisme menurun pada

lansia. Hormon seksual menurunkan fertilitas, estrogen yang menurun mempengaruhi

metabolisme tulang sehingga mudah timbul osteoporosis. Transmisi asetilkolin,

34

Page 35: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

dopamin, dan noradrenalin terganggu sehingga lansia mudah mengalami hipotensi

postural dan kesulitan regulasi suhu. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya

usia akibat perubahan degeneratif.

Kulit menjadi atrofi dan mengalami penipisan lemak subkutan sehingga

elastisitasnya menurun. Hal ini menyebabkan lansia mudah terkena abrasi dan infeksi

kulit. Degenerasi tulang rawan, ligamen, dan jaringan sendi membuat penurunan

elastisitas dan mobilitas sendi yang menimbulkan kekakuan pada lansia. Sistem

imunologi menurun dengan hasil timbulnya penyakit autoimun dan kanker. Secara

umum postur tubuh lansia juga akan menjadi bungkuk sehingga mudah terjadi nyeri

punggung.

C. Asesmen Kesehatan dan Penyakit Pada Usia Lanjut

Konsep kesehatan usia lanjut meliputi status fungsional individu yang

bermanifestasi pada aktivitas hidup sehari-hari (fisik, sosial, psikis), sindroma

geriatrik, serta penyakit pada usia lanjut. Penanganan geriatrik dipusatkan pada

strategi pencegahan meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier lewat

modifikasi perilaku dan gaya hidup.

Sifat penyakit pada lansia memiliki perbedaan mendasar dengan penyakit pada

dewasa umumnya menyangkut beberapa hal berikut:

Parameter Usia lanjut Usia muda

Etiologi Endogen (dari dalam)

Tersembunyi

Kumulatif/multipel

Lama terjadi

Eksogen (dari luar)

Jelas, nyata

Spesifik, tunggal

Recent

Awitan gejala Insidious, kronik

Tidak khas

Florid (jelas sekali)

Khas, memenuhi

hukum Parsimoni

(gejala dan tanda khas

35

Page 36: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

untuk masing-masing

penyakit)

Perjalanan penyakit Kronik/menahun,

progresif,

menyebabkan cacat

lama

Menjadi rentan

penyakit lain

Self-limiting

Memberi kekebalan

Variasi individual Beragam kecil

Oleh karena itu penanganan penderita geriatri harus menyeluruh (holistik) dengan

model analisis multi disiplin (asesmen geriatri). Asesmen ini bertujuan menegakkan

diagnosis kelainan yang fisiologis maupun patologis, menemukan adanya

impairment, disabilitas, atau handicap yang perlu rehabilitasi, menilai sumber daya

ekonomi, sosial, dan lingkungan pasien.

D. Sindroma Geriatri

Dalam menilai kesehatan lansia perlu dibedakan antara perubahan akibat penuaan

dengan perubahan akibat proses patologis. Beberapa problema klinik dari penyakit

pada lanjut usia yang sering dijumpai. Sindroma geriatri antara lain adalah:

“the O complex” : fall, confusion, incontinence, iatrogenic disorders, impaired

homeostasis

“the big three” : intelectual failure, instability, incontinence

“the 14 I”: Imobility, Impaction, Instability, Iatrogenic, Intelectual Impairment,

Insomnia, Incontinence, Isolation, Impotence, Immunodefficiency, Infection,

Inanition, Impairment of Vision, smelling, hearing, Impecunity

36

Page 37: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Menurut Brocklehurst, Allen et al dikenal istilah geriatric giants sebagai berikut:

1. Sindroma serebral

Pada lanjut usia terjadi penurunan aliran darah otak sekitar 30 mL/100gram

jaringan otak/menit. Metabolisme otak juga menurun karena terjadi atrofi neuron.

Normal pada dewasa nilainya 50 mL/100 gram/menit. Penurunan aliran darah

otak hingga 23 mL/100 gram/menit dapat menimbulkan sindroma serebral, yaitu

perubahan patologik pembuluh darah otak. Gejala yang timbul dapat berupa

gejala umum (rigiditas, peningkatan refleks, tendensi condong ke belakang, sulit

berjalan) gejala klinis daerah yang diperdarahi karotis (TIA, stroke, arteritis) dan

vertebrobasiler (drop attack, TIA).

Penurunan aliran darah otak pada lansia dapat disebabkan oleh sebab mekanik

maupun akibat perubahan autoregulasi aliran darah otak. Secara mekanik

didapatkan bahwa pada lansia terbentuk osteofit pada vertebra sehingga

menimbulkan jepitan pada arteri vertebralis yang menyuplai darah ke otak lewat

susunan vertebrobasiler. Selain itu degenerasi diskus intervertebralis membuat

arteri vertebralis menjadi berkelok-kelok dengan akibat turunnya aliran darah

menuju ke otak. Dengan demikian gerakan leher dapat membuat lansia

kekurangan sirkulasi darah otak dan tiba-tiba terjatuh.

Karena autoregulasi sebagai mekanisme proteksi otak mengalami penurunan,

sedikit perubahan tekanan darah atau diameter arteri otak akan mengurangi aliran

darah otak yang sulit dikompensasi oleh lansia. Kelainan vaskuler

arteriosklerosis mengurangi perfusi otak yang menimbulkan infark lakuner.

Hipoksemia akibat gangguan respirasi atau kardiovaskuler (gagal jantung,

bronkopneumonia, interaksi obat) juga menurunkan aliran darah otak. Diabetes

dan hipertensi menurunkan aliran darah otak dengan timbulnya angiopati.

2. Konfusio Akut dan Dementia

Konfusio akut adalah gangguan menyeluruh fungsi kognitif yang ditandai oleh

memburuknya secara mendadak derajat kesadarah dan kewaspadaan dan proses

berpikir yang berakibat terjadinya disorientasi. Penyebab konfusio dapat akibat

37

Page 38: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

penyebab intraserebral, penurunan nutrisi serebral, penyebab toksik, kegagalan

mekanisme homeostatik, dan lain-lain seperti nyeri, depresi, perubahan

lingkungan, obat-obatan.

Dementia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual

dan ingatan sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.

Perjalanannya bertahap dan tidak ada gangguan kesadaran. Biasanya dementia

tidak didiagnosis karena dianggap wajar oleh masyarakat. Gangguan memori

yang menurun tanpa perubahan fungsi kognitif dan ADL dinamakan Mild

Cognitive Impairment. Sebagian keadaan ini akan berkembang menjadi

dementia.

Diagnosis dementia ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan Mini Mental

State Examination dan penyebab pastinya dengan pemeriksaan patologi.

Dementia dibagi menjadi 4 golongan: dementia degeneratif primer/Alzheimer

(50-60%), dementia multi infark (10-20%), dementia reversibel/sebagian

reversibel (20-30%), dan gangguan lain (5-10%).

Penyebab dementia yang reversibel dapat dibuat matriks jembatan keledai

berikut:

D : drugs

E : emotional (emosi, depresi)

M : metabolik/endokrin

E : eye and ear (mata dan telinga)

N : nutrisi

T : tumor trauma

I : infeksi

A : arteriosklerosis

Prinsip tatalaksana dementia adalah optimalisasi fungsi pasien, mengenali dan

mengatasi komplikasi, rawat berkelanjutan, informasi pada keluarga, dan nasihat

pada keluarga.

38

Page 39: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

3. Gangguan otonom

Pada lansia terjadi penurunan kolin-esterase dan aktivitas reseptor kolin yang

berakibat penurunan fungsi otonom. Beberapa gangguannya adalah hipotensi

ortostatik, gangguan pengaturan suhu, kandung kemih, gerakan esofagus dan

usus besar.

Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan sistolik/diastolik sebanyak 20

mmHg pada saat berubah dari posisi tidur ke posisi tegak setelah 1-2 menit.Hal

ini terjadi akibat penurunan isi sekuncup jantung dan perpindahan darah ke posisi

bawah tubuh. Biasanya tidak menimbulkan gejala karena mekanisme

kompensasi. Namun pada lansia dapat terjadi adanya penurunan elastisitas

pembuluh darah, gangguan barorefleks akibat tirah baring lama, hipovolemia,

hiponatremia, pemberian obat hipotensif, atau penyakit SSP maupun neuropati

lain (parkinson, CVD, diabetes mellitus). Gejala bisa berupa penurunan

kesadaran atau jatuh. Penatalaksanaannya adalah meninggikan kepala waktu

tidur. Terapi farmakologis dapat menggunakan hormon mineralokortikoid,

simpatomimetik, atau vasokonstriktor lainnya seperti fluorokortison, kafein,

pindolol.

Gangguan regulasi suhu juga ditemukan pada lansia sehingga mereka rentan

mengalami hipertermia maupun hipotermia. Hipertermia adalah suhu inti tubuh >

40,6oC, disfungsi saraf pusat hebat (psikosis, delirium, koma). Sementara itu

hipotermia adalah penurunan suhu inti tubuh di bawah 35oC.

4. Inkontinensia

Inkontinensia adalah pengeluaran urin (atau feses) tanpa disadari, dalam jumlah

dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan

atau sosial. Ini bukan konsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebab

inkontinensia berasal dari kelainan urologik (radang, batu, tumor), kelainan

neurologik (stroke, trauma medula spinalis, dementia), atau lainnya (imobilisasi,

lingkungan). Inkontinensia dapat akut di saat timbul penyakit atau yang

kronik/lama.

39

Page 40: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Inkontinensia akut yang biasanya reversibel dapat diformulasi dengan akronim

DRIP yang merupakan Delirium, Restriksi mobilitas retensi, Infeksi inflamasi

impaksi feses, Pharmasi poliuri. Juga dengan akronim DIAPPERS : Delirium,

Infection, Atrophic vaginitis/uretheritis, Pharmaceuticals, Physiologic factor,

Excess urine output, Restricted mobility, Stool impaction.

Inkontinensia menetap dapat terjadi akibat aktivitas detrusor berlebih (over active

bladder), aktivitas detrusor yang menurun (overflow), kegagalan uretra (stress

type), atau obstruksi uretra.

Tatalaksana inkontinensia urin meliputi behavioral training (bladder training,

pelvic floor exercise), farmakologis, pembedahan. Obat yang digunakan dapat

meliputi antikolinergik antispasmodik (imipramin) untuk tipe urgensi/stres, α-

adrenergik agonis (pseudoefedrin, fenilpropanolamin) untuk tipe stres atau

urgensi, estrogen agonis(oral/topikal) untuk tipe stres atau urgensi, kolinergik

agonis (betanekol), α-arendergik antagonis (terasozine) untuk tipe overflow atau

urgensi karena pembesaran prostat. Pembedahan meliputi juga kateterisasi

sementara (2-4 kali sehari) atau menetap.

5. Jatuh

Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari tempat yang

lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya. Sebanyak 30%

lansia ≥ 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi stabilitas badan

yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan, pendengaran, vestibuler,

proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan fungsi muskuloskeletal. Ia juga

dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh obat dan kondisi lingkungan.

Penyebab jatuh ada beragam, antara lain kecelakaan, nyeri kepala dan atau

vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan (diuretik, antihipertensi, antidepresan

trisiklik, sedatif, antipsikotik, hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia,

TIA, stroke, parkinson), idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).

Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur (terutama

pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal. Jatuh perlu

40

Page 41: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun ekstrinsik,

penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan pemeriksaan rutin.

Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan evaluasi status kesehatan.

Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai dengan etiologi yang dirasa memberi

risiko terjadinya jatuh.

6. Kelainan tulang dan patah tulang

Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan pria > 80

tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan tulang yang

timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis, dan keganasan

tulang.

Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3 jenis

yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur pergelangan

tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau baji).

7. Dekubitus

Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit, menembus otot

sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus

menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah setempat. Ulkus dekubitus

terjadi terutama pada tonjolan tulang. Usia lanjut memiliki potensi dekubitus

karena jaringan lemak subkutan berkurang, jaringan kolagen dan elastis

berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang. Pada penderita imobil, tekanan

jaringan akan melebihi tekanan kapiler, sehingga timbul iskemi dan nekrosis.

Proses ini dipengaruhi oleh tekanan, daya regang, gesekan, dan kelembaban.

Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko

dekubitus. Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya ulkus.

Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit, mengurangi

gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi yang cukup, menjaga

kelembaban kulit. Perlu diingat komplikasi ulkus dekubitus adalah sepsis.

41

Page 42: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

II. STROKE Non Hemoragik

DEFINISI STROKE

Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis

yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun

global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak

disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke

akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic,

perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarachnoid (PSA).2,3

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di

daerah yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral

akibat lesi di traktus kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah

terjadinya gangguan kesadaran sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak

selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak penyebab lain yang mungkin

menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak seharusnya diinterpretasikan

sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis fokal.2

FAKTOR RISIKO STROKE 5,6

Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari

berbagai macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola

hidup yang memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan

masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori

besar yakni:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Usia

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin

besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses

degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada

42

Page 43: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak

(atherosklerosis).

Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan

dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung

merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh

darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.

Herediter

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat

stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke

dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

Ras/etnik

Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang

lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

Hipertensi (darah tinggi)

Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar

untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar

(etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus

hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter

pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir

ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO)

maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia),

karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama

akan mengalami kematian.

Penyakit jantung

43

Page 44: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard

(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.

Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di

jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan,

maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah

yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat

mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.

Diabetes melitus

Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini

terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih

kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa

darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam

darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis

LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,

yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran

darah.

Obesitas

Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal

tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah

pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).

Merokok

Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok

ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan

dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat

mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh

44

Page 45: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan

gangguan aliran darah.

JENIS-JENIS STROKE

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat

diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada

stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah

yang telah menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh

darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke

dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. 4,5

Gambar 4 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan

adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama

sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.

45

Page 46: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah

kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya

irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis

ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis

(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah

yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di

sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak)

bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran

darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal

memberikan darah ke sebagian besar otak.

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel

saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila

gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan

terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan

dapat diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua,

yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik

46

Page 47: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk

membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik

tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.

Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam

pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan

tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri

media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang

lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga

terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient

ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului,

karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA

merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu

berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian

mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun

lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi

secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke

dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24

jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit

dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau

reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya

trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan

masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior

umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85%

aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya

terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.

47

Page 48: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis

langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya

serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya

bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik

karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke

waktu.

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam

darah yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri

vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah

yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke

semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang

baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau

gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika

lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya

bergabung di dalam sebuah arteri.

GEJALA UMUM STROKE

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh

informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara

sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat

dipahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi

terhadap bahaya serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

Kesulitan menelan

Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)

Nyeri kepala

Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran

Penglihatan ganda.

48

Page 49: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

Pergerakan yang tidak biasa.

Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

Ketidakseimbangan dan terjatuh.

Pingsan.

Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.

Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya

fungsi sensorik

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,

mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,

ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah

lemah.

3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,

kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan

sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau

serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama,

misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh.

Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila

telah terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah

kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya.

Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient

Ischaemic Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah,

atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan

49

Page 50: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal

dalam waktu cepat, kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya

akan menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti kelumpuhan.

Gejala stroke iskemik 2,4,

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung

neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

1. Arteri serebri anterior

Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke

area korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan

sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat

inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).

Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri

anterior adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai

anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari

miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan

dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.

2. Arteri serebri media

Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari

hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi

kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.

Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu

menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa

disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi

dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang

memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal

inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia

50

Page 51: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia,

stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan

identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai

sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).

Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio

(lokasi percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi

superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian,

akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan

wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia, dan bila

mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).

Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan

aliran darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang

lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di

bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan

gejala paralisis kaki sisi kontralateral.

3. Arteri karotis interna

Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri

karotis komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang

menjadi arteri serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang

memberikan suplai darah ke retina.

Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis

interna ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15%

stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului

oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler yang bersifat

sementara, yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.

Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi

arteri serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus

yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia,

homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.

51

Page 52: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

4. Arteri serebri posterior

Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang

memberikan aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis,

talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri

basilaris dapat menyumbat arteri ini.

Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior

menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan

pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri

serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan

vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear,

dan defiasi vertikal drai bola mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat

terjadi afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia

(tidak dapat membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan

untuk mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di

korpus kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan

dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri

posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal,

gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang

sebenarnya sudah dikenali).

5. Arteri basilaris

Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra.

Cabang dari arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus

temporal media, talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan

serebelum.

Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan

defisit neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis

52

Page 53: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

basiler mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan

darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan

mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti

konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom

oklusi basiler dengan penurunan kesadaran.

Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri

basilaris mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis

asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran.

Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada

kasus demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat

mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan gangguan visual

(hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak konvergen,

paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi)

abnormal tanpa gangguan motorik.

6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial

Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri

sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis

superior.

Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior

mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini

dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris

wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia,

disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan

mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan sindrom

klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.

Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral

pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau

skew deviation.

7. Cabang vertebrobasiler paramedian

53

Page 54: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak

mulai dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini

meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio

retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).

Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi

terjadi. Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor

(N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus

fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus

hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi

klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.

8. Cabang vertebrobasilar basalis

Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi

vertebral batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala

yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral,

dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus

kranialis ipsilateral.

9. Infark lakunar

Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%,

talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior

10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke

sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik

yang spesifik:7,8

1. Timbul mendadak

54

Page 55: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang

tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem

karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun

prinsipnya sama.

3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.

Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.

Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)

akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri

atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan neurologic, dan pemeriksaan penunjang

Dasar Diagnosis 2,3

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,

mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan

ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat,

sedang bekerja atau sewaktu istirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke

misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-

obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit

lainnya.

Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,

dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis

tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:

55

Page 56: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

1. Karakteristik gejala dan tanda:

Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?

Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan

apakah seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?

Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal

Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,

hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya

menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?

2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa

mengangkat tangan)

3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:

Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?

Apakah onsetnya mendadak?

Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset;

apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul,

ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi

antara fungsi normal dan abnormal.

4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.

Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum

onset

5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:

Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri

dada.

6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang

relevan.

Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?

Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus,

angina, infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?

7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?

56

Page 57: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus

obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-

obatan rekreasional seperti amfetamin).

Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti

tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran

penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar

pemantauan selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap

stimulasi verbal, harus mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara

mengguncang hingga mencubit, menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya

penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai

pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau

adakah disfasia.

Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang

disampaikan maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan

mengingat nama objek atau kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit

dengan gagap semuanya menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk

memperhatikan stimuli pada satu sisi lapang pandang atau tubuh menunjukkan

neglect syndrome. Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien untuk

menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk

kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien

berupa:

Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi

Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya

57

Page 58: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)

Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam

Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli

noxious (menggelitik hidung)

Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara

berbicara dan memeriksa mulut

Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,

kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki

Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi

sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan

sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis,

sesuai dermatomnya)

Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan

disdiadokokinesis

Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke

tangan pemeriksa

Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat,

yang kiri normal)

Refleks patologis (Babinski, Chaddock)

PEMERIKSAAN PENUNJANG 7,8

Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan kimia darah lengkap:

58

Page 59: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

o Gula darah sewaktu

Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat

mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur

kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT,

SGPT, CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)

Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):

o Waktu protrombin

o APTT

o Kadar fibrinogen

o D-dimer

o INR

o Viskositas plasma

Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:

o Protein S

o Protein C

o ACA

o Homosistein

Pemeriksaan Neurokardiologi

Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan

elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat

serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan

elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn oatak yang menyerupai suatu

infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya

CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG

dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya potensial

source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography

59

Page 60: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

terutama Transesofagial ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli

cardial.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah

1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.

Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen

perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-

Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika

dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam

serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.

Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh

karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses

patologik di batang otak.

2. Pemeriksaan foto toraks:

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat

pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda

hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan

lain pada jantung.

Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial

mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk

prognosis.

PENATALAKSAAN 6,7

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan

merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan

jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan

60

Page 61: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.

Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer

lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia

darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain

di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta

memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun

penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta

telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada

keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta

tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Stroke Iskemik

Terapi umum: 2,3

Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang;

ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah

stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai

didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi

dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih

penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan

cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan,

hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral

hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau

kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

61

Page 62: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu

150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.

Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi

segera dengan dekstrosa 40% iv sampai

kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan

sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan

sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP)

≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau

didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan

tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium

nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,

diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500

mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu

tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit

sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,

maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,

karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan

peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena

0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau

keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama

3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,

dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

62

Page 63: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Terapi khusus:

Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada

penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut,

harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan

kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak

dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak

mrmpunyai “anaerob glycolysis” sehingga “survival time” hanya beberapa menit

pada iskemik otak fokal dan lebih lama (mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi

medic stroke merupakan intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses

sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta

merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena

stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan

sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.

2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan

emboli atau thrombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA

(recombinant – tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke

akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset

stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan

reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang

terkena terutama daerah penumbra.

63

Page 64: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik

akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid

(fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan

mencegah pembentukan thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah

inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil pembentukan

fibrin dan propagasi thrombus.

2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.

Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan.

Uji klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke

berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

Terapi neuroprotektif

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat

neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan

kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam

menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic

cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium,

produksi berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi

inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal

injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10

hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:

citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui

beberapa percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.

III. HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi

64

Page 65: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Menurut WHO tahun 2001, secara umum hipertensi adalah suatu keadaan

dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50

tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun. Harus

dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih

memastikan keadaan tersebut dan pada kejadian berulang dapat meningkatkan risiko

terhadap penyakit stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal.

Pengertian ini juga sesuai dengan sistem klasifikasi yang ada pada saat ini, yaitu

sesuai dengan JNC VII. Klasifikasi hipertensi penting untuk penentuan diagnosis dan

kebijakan para klinisi dalam penanganan yang optimal mengingat komplikasi yang

dapat ditimbulkan.6

B. Klasifikasi Hipertensi

Menurut JNC VII, tekanan darah dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu : normal,

pre-hipertensi, hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2. Klasifikasi ini berdasarkan

pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang

pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat.

Klasifikasi

Tekanan

Darah

Tekanan

Darah

Sistolik

(mmhg)

Tekanan

Darah

Diastolik

(mmhg)

Modifika

si Gaya

Hidup

Obat Awal

Tanpa

indikasi

Dengan

Indikasi

Normal <120 < 80 Anjuran Tidak perlu

menggunakan

obat anti

hipertensi

Gunakan obat

yang spesifik

dengan indikasi

(risiko)

Pre

Hipertensi120 – 139 80 – 89 Ya

Hipertensi

Stage I

140 – 159 90 – 99 Ya Untuk semua

kasus gunakan

diuretik jenis

thiazide

dengan

pertimbangan

ACEi, ARB,

Gunakan obat

yang spesifik

dengan indikasi

(risiko).

Kemudian

tambahkan

dengan obat anti

65

Page 66: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

BB, CCB, atau

kombinasikan

hipertensi

(diuretik, ACEi,

ARB, BB, CCB)

seperti yang

dibutuhkan

Hipertensi

Stage II≥ 160 ≥ 100 Ya

Gunakan

kombinasi 2

obat ( biasanya

diuretik jenis

thiazide) dan

ACEi/ARB/B

B/CCB

Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang

menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya

peningkatan edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi

gaya hidup dalam rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah

ke arah hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu strategi dalam

pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit

degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah.7

C. Penyebab hipertensi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan

hipertensi sekunder.

a. Hipertensi esensial ( primer/idiopatik ).

Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Kelainan

hemodinamik utama pada jenis ini adalah peningkatan resistensi perifer. Yang

menjadi penyebab jenis ini adalah faktor genetik ( terlihat dari adanya riwayat

penyakit kardiovaskuler dari keluarga, sensitivitas pada natrium, kepekaan

terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskular terhadap vasokonstriktor,

dan resistensi insulin ) dan faktor lingkungan ( makan garam berlebihan, stress

psikis, dan obesitas ).

b. Hipertensi sekunder

66

Page 67: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Prevalensinya hanya sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi

ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin

(hipertensi endokrin), obat dan lain-lain.

D. Faktor risiko hipertensi

Faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu, sebagai berikut :

Usia

Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia.

Pada usia pertengahan tahun, laki – laki lebih berisiko untuk mengalami

hipertensi sedangkan wanita lebih berisiko untuk mengalami hipertensi

setelah menopause.

Ras

Hipertensi lebih sering terjadi pada ras hitam, seringkali terjadi pada usia

muda jika dibandingkan dengan ras kulit putih putih. Komplikasi serius,

seperti stroke dan serangan jantung, lebih sering terjadi pada ras kulit

hitam.

Riwayat keluarga

Overweight atau obesitas

Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami

hipertensi. Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan

darah yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi

jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang melalui pembuluh

darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat.

67

Page 68: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Kurang aktif bergerak.

Individu yang kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki

denyut jantung lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung, semakin berat

jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan semakin kuat tekanan pada

arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko kegemukan.

Merokok

Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah sementara tetapi

zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding

arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah

akan meningkat.

Diet tinggi garam ( sodium)

Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan

meningkatkan tekanan darah.

Diet kurang potasium

Potasium membantu menyeimbangkan kadar sodium dalam sel. Diet

kurang potasium akan menyebabkan akumulasi sodium dalam darah.

Diet kurang vitamin D

Mekanisme defisiensi vitamin D dengan peningkatan tekanan darah belum

sepenuhnya dimengerti. Vitamin D diduga berefek pada enzim yang

diproduksi oleh ginjal yang akan mempengaruhi tekanan darah.

Alkohol

Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan

hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung.

Stres

Penyakit kronik

Individu yang menderita kolesterol, diabetes, penyakit ginjal kronik dan

sleep apneu berisiko untuk mengalami hipertensi8

Komplikasi target Organ ( TOD) pada hipertensi:

68

Page 69: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

- Hipertrofi ventrikel kiri

- Penebalan dinding arteri atau plag aterosklerosis

- Creatinin : pria > 1,3-1,5 mg/dl

Wanita > 1,2-1,4mg/dl

- Mikroalbuminuria : 30-300mg/24jam

Albumin creatinin ratio : pria ≥ 22, wanita ≥ 31mg/g

Penyakit Penyerta pada hipertensi :

Penyakit serebrovaskular

Penyakit jantung : infark miokard

Angina

Revaskularisasi koroner

Gagal jantung kongestif

Penyakit ginjal : nefropati diabetik

Gagal ginjal

Penyakit Vaskular perifer

Retinopati lanjut : perdarahan, eksudat dan papil edema

Langkah diagnosis diambil untuk mengetahui :

1. Tingkat tekanan darah yang tetap

2. Mengidentifikasi hipertensi sekunder.

3. Mengevaluasi faktor risiko lainnya, kerusakan target organ dan penyakit

penyerta

Langkah- langkah pemeriksaan meliputi :8

1. Pengukuran tekanan darah berulang.

Tekanan darah mengalami variasi yang besar baik dalam sehari

maupuin di antara hari yang berbeda sehingga pengukuran tekanan darah

harus dilakukan beberapakali pada keadaan yang berbeda. Jika tekanan

darah hanya meningkat ringan maka pengukuran diulang selama beberapa

bulan. JNC 7 menyebutkan bahwa diagnosis hipertensi ditegakkan

69

Page 70: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

berdasarkan rata-rata dari 2 atau lebih pengukuran posisi duduk pada

setiap 2 atau lebih kunjungan.

2. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang seharusnya dicari adalah :

- Lama dan level tekanan darah sebelumnya.

- Gejala yang mengarah pada hipertensi sekunder dan obat yang dapat

menyebabkan naiknya tekanan darah.

- Gaya hidup seperti diet lemak hewani, garam dan alkohol, merokok,

aktifitas fisik dan penambahan berat badan sejak awal usia dewasa.

- Riwayat penyakit dahulu : penyakit jantung koroner, gagal jantung,

diabetes melitus, gout, dislipidemi, bronkospasme, atau penyakit

lainnya dan obat yang dipakai.

- Terapi antihipertensi sebelumnya.

- Riwayat pribadi, keluarga dan lingkungan.

3. Pemeriksaan fisik

Pengukuran tekanan darah juga dilakukan pada lengan kontralateral.

Pemeriksaan fisik harus mencari adanya tanda kerusakan target organ,

faktor risiko ( obesitas sentral) dan kemungkinan penyebab hipertensi

sekunder yaitu :

Tanda hipertensi sekunder :

- Tanda sindroma Cushing

- Stigmata kulit neurofibromatosis ( feokromositoma)

- Palpasi pembesaran Ginjal ( ginjal polikistik)

- Murmur abdomen ( hipertensi renovaskular)

- Murmur precordial ( Koartasio aorta)

- Tekanan darah femoral yang berkurang dan denyut yang terlambat

dan mengurang ( koartasio aorta)

Tanda kerusakan organ :

- Otak : murmur di arteri leher, defek motorik dan sensorik.

70

Page 71: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

- Kelainan funduskopi.

- Jantung : tanda pembesaran jantung, irama jantung, gallop, ronki

basah, dan udem.

- Arteri perifer : pulsasi yang hilang, berkurang atau asimetri,

ekstremitas dingin dan lesi kulit iskemi.

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan rutin meliputi :Gula darah, Kolesterol total, HDL, TGA

puasa, asam urat, creatinin serum, Kalium serum, Hemoglobin dan

hematokrit, urinalisis, dan elektrokardiogram.

Pemeriksaan yang direkomendasikan :Ekokardiografi, USG karotis, C-

reactive Protein, Mikroalbuminuria, proteinuria kwantitatif, funduskopi.

Pemeriksaan lebih lanjut :

- Hipertensi komplikasi: pemeriksaan fungsi otak, jantung dan ginjal.

- Pemeriksaan hipertensi sekunder : pemeriksaan renin, aldosterone,

kortikosteroid, katekolamin, arteriografi, USG ginjal dan adrenal, MRI

otak.

Terapi

Pedoman untuk memulai terapi anti hipertensi berdasarkan dua kriteria yaitu :

1. Total risiko kardiovaskuler

2. Level tekanan sistolik dan diastolik.

Rekomendasi terapi WHO/ISH tidak lagi terbatas pada hipertensi stage 1

dan 2 tetapi juga penderita dengan tekanan darah normal tinggi. Bukti- bukti

penelitian menunjukkan bahwa penderita dengan tekanan darah < 140/90

dengan riwayat stroke, TIA , jika tidak diterapi memiliki insiden kejadian

Kardiovaskular 17% dalam 4 tahun, dan risiko turun24%dengan penurunan

tekanan darah ( PROGRESS Study), demikian juga pada HOPE study

terhadap penderita normotensi dengan risiko koroner tinggi.

71

Page 72: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Pemberian terapi pada penderita dengan tekanan darah normal tinggi

terbatas pada penderita dengan risiko tinggi sedangkan penderita dengan

risiko sedang dan rendah hanya dilakukan pengawasan ketat dan perubahan

gaya hidup.

Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan

efektifitas obat antihipertensi dan menurunkan risiko kardiovaskular. Sebagai

contoh, perencanaan diet natrium 1600 mg mempunyai efek yang sama

dengan pemberian terapi 1 macam obat.

Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi

Modifikasi Rekomendasi

Perkiraan Penurunan

Tekanan darah

sistolik

- Penurunan BB Pertahankan BMI 18,5-24,9 5-20 mmHg/ 10 kg

- Perencanaan pola

makan

Konsumsi kaya buah, sayur dan

rendah lemak

8-14 mmHg

- Diet rendah Natrium Diet Natrium tidak lebih dari 2,4 g

Na atau 6 g NaCl

2-8 mmHg

- Aktivitas Fisik Aktifitas aerobik minimal 30

menit sehari

4-9 mmHg

- Konsumsi alkohol

sedang

Konsumsi alkohol tidak lebih dari

2 gelas sehari.

2-4 mmHg

Terapi Farmakologi

Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah

dengan obat Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin

receptor blockers (ARBs), β blocker, calcium chanel blocker dan thiazhide akan

mengurangi semua komplikasi hipertensi.

72

Page 73: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Thiazide, berdasarkan hasil beberapa penelitian , merupakan dasar dari terapi

hipertensi.Diuretik merupakan terapi hipertensi yang dapat mencegah komplikasi

kardiovaskuler yang tak tertandingi. Diuretik dapat meningkatkan efektivitas

antihipertensi dari berbagai jenis obat, dan bermanfaat dalam mencapai target

tekanan darah dan lebih baik dari golongan antihipertensi lain.

Thiazide seharusnya digunakan sebagai terapi awal bagi sebagian besar pasien

hipertensi, baik tunggal maupun kombinasi dengan obat lain.

Target Terapi

Target penurunan tekanan darah adalah kurang 140/90mmHg yang dapat

menurunkan komplikasi penyakit jantung.

Pada penderita hipertensi dengan diabetes dan penyakit ginjal maka

targetnya adalh kurang dari 130/80mmHg. Pada lanjut usia penurunan tekanan

sistolik di bawah 140 mmHg sulit dicapai. Bilaproteinuria <1g/hari maka target

tekanan darah adalah 130/85mmHg dan bila > 1g/hari maka targetnya adalah

125/75mmHg.

Strategi Terapi

Pada kebanyakan pasien, terapi dimulai bertahap, dan target tekanan

darah dicapai dalambeberapa minggu.Untuk mencapai target tekanan darah, tidak

jarang diperlukan kombinasi dengan beberapa obat.Pada Hipertensi Stage 1, terpi

dimulai dengan monoterapi. Penelitian ALLHAT, yangmerekrut stage 1 dan 2

menunjukkan bahwa 60% penderita tetap menggunakan monoterapi.Penelitian

HOT pada Hipertensi stage 2 dan 3 menunjukkan hanya 25-40% penderita yang

tetap monoterapi.Pada penderita diabetes, kebanyakan penderita memerlukan

sekurang-kurangnya 2 obat.

Berdasarkan tingkat tekanan darah awal dan ada atau tidaknya

komplikasi, tampaknya baik monoterapi maupun kombinasi cukup

beralasan.Keuntungan menggunakan monoterapi adalah bila penderita ternyata

tidak toleran dengan obat pertama maka dapat segera diketahui dan diganti obat

lain. Sedangkan keuntungan terapi kombinasi adalah lebih besar kemungkinan

73

Page 74: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

mengontrol tekanan darah dan komplikasi, masing-masing obat dapat diberi

dengan dosis kecil sehingga efek samping minimal.

Kombinasi obat yang direkomendasikan adalah :

- Diuretik dan β blocker

- Diuretik dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonist

- Calcium antagonist dan diuretik

- Calcium antagonist dan B Blocker

- Calcium antagonis dan ACE inhibitor atau angiotensin receptor antagonis

- αblocker dan β blocker

- Kombinasi lain : obat efek sentral demham ACE inhibitor dan angiotensin

receptor antagonist

Hipertensi pada Lanjut Usia9,10,11

Dua pertiga penderita lanjut usia (>65 tahun) menderita hipertensi.

Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif pada usia lanjut sedikit

berbeda dengan yang terjadi pada usia yang lebih muda :

Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan

tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan

TD sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan

mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha

kompensasi/adaptasi.

Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan

malah akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.

Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar

renin darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga bukan

sebagai penyebab hipertensi pada lansia.

Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-

adrenergik masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya.

74

Page 75: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer.

Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi

postural (penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang

terjadi akibat perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi

akibat berkurangnya sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.

Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.

Terapi pada lanjut usia prinsipnya sama dengan terapi hipertensi golongan usia

muda tetapi dengan dosis awal yang lebih rendah.2 Dalam beberapa penelitian

menunjukkan bahwa yang menjadi lini pertama pada terapi hipertensi sistolik

terisolasi adalah diuretik dan Calcium antagonis dihydropyridine.

Jenis-jenis hipertensi pada usia lanjut

1. Hipertensi sistolik saja

Hipertensi ini terdapat 6-12% penderita diatas usia 60 tahun, terutama pada

wanita. Insidensi meningkat dengan bertambahnya usia

2. Hipertensi diastolik

Terdapat antara 12-14% penderita diatas usia 60 tahun terutama pada pria. Insiden

meningkat dengan bertambahnya usia.

3. Hipertensi sistolik-diastolik

Terdapat antara 6-8%% penderita diatas usia 60 tahun lebih banyak pada wanita.

Insiden meningkat dengan bertambahnya usia.

Komplikasi

Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat

sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard,

penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada

kerusakan organ.Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini

membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil

percobaan klinis.Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan.

75

Page 76: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas

obat serta tekanan darah target yang harus dicapai.9,10

76

Page 77: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Dengan indikasi khusus Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk indikasi khusus

tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretik ACEi, BB,

CCB)

Hipertensi tingkat I(sistolik 140-159 mmHg atau

diastolik 90-99 mmHg)Diuretik golongan Tiazide.

Dapat dipertimbangkan pemberian ACEi, BB, CCB atau

kombinasi)

Hipertensi tingkat II(sistolik 160 mmHg atau diastolik >100

mmHg)Kombinasi dua obat.

Biasanya diuretik dengan ACEi atau BB

atau CCB

Obat antihipertensi inisial

Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg pada pasien DM, penyakit ginjal kronik, ≥ 3 faktor

risiko atau adanya penyakit) penyerta tertentu)

Modifikasi gaya hidup

Target tekanan darah tidak terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain.

Pertimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis.

E. Penatalaksanaan hipertensi9

77

Page 78: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, seorang wanita berusia 81 tahun datang dengan keluhan lumpuh

seluruh anggota tubuh kiri. Pasien terjatuh di ruang tamu, ketika pasien berjalan ke

kamar mandi. Pasien tidak tahu kenapa dia jatuh, karena pasien tidak merasakan apa-

apa. Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, namun ketika pasien hendak

berdiri pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri. Lalu pasien di bawa ke

Rumah Sakit Dr Kariadi

Kuantitas : Pasien terjatuh secara tiba-tiba

Kualitas : Setelah terjatuh pasien tidak dapat menggerakan anggota gerak kiri

Faktor yang memperberat : -

Faktor yang memperingan : Pasien hanya dapat berbaring karena merasa lemas tidak

dapat menggerakan anggota gerak kiri. Gejala penyerta dada berdebar-debar (+),

berbicara pelo, dan mulut merot membuat pasien merasa sangat ketakutan dan cemas.

Pada geriatri tidak hanya dinilai dari aspek medik saja, namun juga melakukan

assesment dari segi fisik, psikologik, dan sosial ekonomi. Interaksi dari 3 komponen

tersebut menggambarkan keadaan fungsional organ/dan atau tubuh secara

keseluruhan, yang dapat dimengerti, merupakan gambaran “kesehatan” secara luas

pada usia lanjut. Pada usia lain hal ini tidak terjadi, dan keadaan fisik, psikis, dan

sosial ekonomi seolah-olah tidak saling berkaitan.

Penyakit pada usia lanjut berbeda tampilan dan perjalanan alamiahnya dibanding

penyakit pada golongan populasi muda. Pada populasi muda setiap penyakit pada

satu organ yang disebabkan oleh agen tertentu akan memberikan gejala dan tanda

yang khas bagi penyakit dan organ yang bersangkutan. Pada populasi usia lanjut hal

tersebut tidak bisa dilakukan, karena gejala dan tanda yang timbul adalah tidak khas

dan menyelinap, karena merupakan akibat dari berbagai keadaan penurunan

78

Page 79: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

fisiologik dan berbagai keadaan patologik yang bercampur menjadi satu ditambah

lagi dengan adanya pengaruh lingkungan dan sosial-ekonomi serta gangguan psikis.

Oleh karena itu untuk mendiagnosis kelainan atau penyakit yang ada perlu diadakan

analisis multidimensional, yang mencakup bukan saja keadaan fisik, tetapi juga

keadaan psikis, sosial, dan lingkungan dari penderita.

Setelah dilakukan assesment yang mencakup 3 komponen tersebut, pasien ini

menderita menderita Stroke non hemoragik, pneumonia, hipertensi stage I, keredupan

paru kiri, dan hiperglikemia. Selama ini, anak pasien selalu memperhatikan dan

merawat pasien, bahkan anak pasien yang mengantarkan pasien berobat ke

Puskesmas dan Dokter bila sakit. Dari segi lingkungan rumah pasien juga sudah

mendukung untuk kesembuhan dan keamanan pasien, karena ventilasi dan

pencahayaan yang cukup, WC duduk namun tidak ada pegangan di tembok untuk

pasien berjalan, serta lantai licin terutama lantai kamar mandi. Faktor internal pada

pasien ini seperti sesak. Kita ketahui bahwa mobilitas pasien untuk berjalan mulai

terbatas karena sesaknya. Fungsi depresi pada pasien ini : baik / tidak depresi; Mini

Mental Score Examination : normal; Skor Norton (mengukur risiko dekubitus) :

kemungkinan kecil terjadi dekubitus; indek Katz (menilai AKS) : G, tergantung

untuk semua fungsi; kuesioner status mental : gangguan intelek ringan. Sindroma

geriatri : sindroma serebral (-), konfusio (-), gangguan otonom (-), inkontinensia (+),

jatuh (-), kelainan tulang atau patah tulang (+), dekubitus (-), AKS : Immobility (+),

Impairment of vision (+), instability (+), Incontinence (+), Inanition

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, dispneu (+),

terpasang nasal kanul oksigen, infus RL. TD:140/90 mmHg (berbaring), RR:

28x/menit, N: 85x/menit,reguler, isi dan tegangan cukup, t: 36,80C (aksiler).

Dari hasil anamnesis keluhan lumpuh anggota badan bagian kiri setelah jatuh,

berbicara pelo, dan merot serta pemeriksaan MSCT Kepala tanpa kontras dengan

hasil Infark luas pada lobus temporoparietal kanan dan infark lama pada lobus

temporal dan thalamus kanan maka pasien didiagnosis mengalami Stroke non

hemoragik.

79

Page 80: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

Penatalaksanaan awal pasien ini saat tiba di UGD adalah memberikan

penanganan terhadap kegawatdaruratan stroke non hemoragik yaitu dengan

memberikan oksigenasi nasal kanul 3 lpm, infus RL 20 tpm, Inj Ranitidin 90 mg/12

jam, Inj citicolin 500 mg/ 12 jam, aspilet 80 mg/ 24 jam. Saat di bangsal, pasien

diberikan oksigen 3 lpm nasal kanul, infus RL 20 tpm, diet lunak 1500kkal, Inj

ceftriaxone 2 gram/ 24 jam, aspilet 80mg/24jam, N-Asetil sistein 200mg/8jam,

captopril 12,5mg/8jam aspilet 1x80 mg, Plavix 75 mg, heparinisasi 600 unit/jam

selama 48 jam dengan monitoring keadaan umum, tanda vital, balance cairan, tirah

baring, dan sesak nafas.

80

Page 81: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran, 2009.

2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.

3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka

Cendekia Press, 2009.

4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.

Accessed on 10th January 2012.

5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in

Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006:

233-271.

6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-

1633.

7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri

Ketiga. Jakarta, 2004.

8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

9. Buku Ajar Geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut) editor : R. Boedhi Darmojo, H.

Hadi Martono, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia 1999 p196-200, p297-299.

10. I Made Bakta. Pendekatan terhadap pasien anemia. In: Sudoyo, A.W.,

Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: Indonesia; 2006: 1109-15.

11. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam editor : Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi,

Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati, Jakarta : InternaPublishing

2009 p812-824

81

Page 82: LAPORAN KASUS BESAR-fajar.docx

12. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya

Pengembangan Pusat Pelayanan Lanjut Usia. Oktober 2001

13. Soejono CH. Patofisiologi dan diagnosis pneumonia pada pasien geriatri.

Penatalaksanaan pasien geriatric dengan pendekatan interdisiplin. Prosiding

Temu Ilmiah Geriatri 2003. Jakarta: Interna Publishing; 2003. p. 55-8.)

82