laporan akhir kegiatan analisis peningkatan nilai...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR KEGIATAN
ANALISIS PENINGKATAN NILAITAMBAH PRODUK OLAHAN KOPI DI
DATARAN TINGGI GAYO PROVINSI ACEH
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEHBALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIANKEMENTERIAN PERTANIAN
2014
CUT NINA HERLINA
2
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RDHP : AnalisisPeningkatanNilaiTambahProdukOlahan Kopi Di Dataran Tinggi GayoProvinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi PertanianProvinsi Aceh
3. Alamat Unit Kerja : Jalan P. Nyak Makam No. 27Lampineung Banda Aceh- 23125
4. Sumber Dana : DIPA BPTP Aceh 20135. Status Penelitian : Baru6. Penanggung Jawab :
A. Nama : Cut Nina Herlina, S.PiB. Pangkat/ Golongan : Penata,III/dC. Jabatan : Penyuluh Muda
7. Lokasi : Provinsi Aceh8. Agroekosistem : Dataran Tinggi9. Tahun mulai : 201410. Tahun selesai : 201411. Output tahunan : -12. Output Akhir : a) Tersedianya Informasi Keragaan
Industri Pengolahan Kopi di DataranTinggi Gayo Provinsi Aceh
b) Hasil analisa biaya dan pendapatanusaha pengolahan kopi pada beberapaproduk olahan kopi.
c) Hasil analisa peningkatan nilai tambahbeberapa produk olahan kopi diDataran Tinggi Gayo
13. Biaya : Rp.74.500.000,- (Tujuh Puluh EmpatJuta Lima Ratus Ribu Rupiah)
Mengetahui,Kepala Balai
Ir. Basri AB, M.SNIP. 19600811 198503 1 001
Koordinator Program,
Ir. T. Iskandar, M.SiNIP. 19580121 198303 1 003
Penanggungjawab Kegiatan,
Cut Nina Herlina, S.PiNIP. 19640717 1985032 003
3
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya
penyusunan Laporan akhir Tahun Kegiatan “Analisis Peningkatan Nilai Tambah
Produk Olahan Kopi Di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh”.
Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif
seluruh Dinas/Instansi yang terkait, petani kopi, pelaku industri, penyuluh
lapangan dan penyuluh/peneliti yang ada di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam penyusunan laporan ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan di masa yang akan datang sangat diharapkan.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya
kegiatan ini mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang
dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir tahun ini, kami ucapkan terima
kasih dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Desember 2014Penanggungjawab,
Cut Nina Herlina, S.PiNIP.19640717 1985032 003
4
RINGKASAN
1. Judul RDHP : Analisis Peningkatan Nilai Tambah Produk OlahanKopi di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh
3. Lokasi : Provinsi Aceh
4. Agro ekosistem : Dataran Tinggi
5. Status : Baru
6. Tujuan :a) Mengiventarisir Keragaan Industri PengolahanKopi di Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh
b) Analisis biaya dan pendapatan usahapengolahan kopi pada beberapa produk olahankopi.
c) Menganalisis peningkatan nilai tambahbeberapa produk olahan kopi di Dataran TinggiGayo
7. Keluaran : d) Tersedianya Informasi Keragaan IndustriPengolahan Kopi di Dataran Tinggi GayoProvinsi Aceh
e) Hasil analisa biaya dan pendapatan usahapengolahan kopi pada beberapa produk olahankopi.
f) Hasil analisa peningkatan nilai tambahbeberapa produk olahan kopi di Dataran TinggiGayo
8. Hasil : Sebanyak 63,06 % petani kopi di kabupaten BenerMeriah menjual hasil panen kopi dalam bentukgelondongan basah. Sedangkan mayoritas petanikopi di kabupaten Aceh Tengah menjual hasilpanen kopi dalam bentuk gabah (60 %),Pendapatan tertinggi dalam usaha tani kopi dikabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah apabilapetani kopi menjual dalam bentuk beras denganR/C ratio 2,796. keuntungan tertinggi dengan R/C3,57 dan B/C ratio 2,57 terdapat pada industri kopiyang memproduksi kopi luwak dengan didapatkankeuntungan Rp. 475.200.000 di kabupaten AcehTengah dan Rp. 570.240.000,-di kabupaten BenerMeriah. Nilai tambah bersih yang diterima olehindustri untuk setiap kilogramnya yaitu kopi biasaRp. 34.500 dengan tingkat keuntungan 86 %, kopiluwak Rp. 274.500,- dengan tingkat keuntungan98 % dan kopi premium Rp. 90.000,- dengantingkat keuntungan 94 %.
5
9. Prakiraan Manfaat : 1) Sebagai referensi bagi kalangan akademisi,peneliti/penyuluh untuk melakukan penelitianlebih lanjut terkait dengan industri pengolahanopi
2) Sebagai acuan, bahan pertimbangan. dansumber informasi bagi pembuat kebijakandalam merumuskan kebijakan yang berkaitandengan industri pengolahan kopi.
10. Prakiraan Dampak : 1) Meningkatnya pendapatan petani kopi diDataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh.
2) Berkembangnya berbagai jenis produk olahankopi Dataran Tinggi Gayo Provinsi Aceh.
3) Berkembangnya industri pengolahan kopi yangberdaya saing tinggi di Dataran Tinggi GayoProvinsi Aceh.
11. Prosedur : Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatifdengan menggunakan metode survei. Dalampenelitian survei, informasi dikumpulkan dariresponden dengan menggunakan kuesioner.Pengkajian ini dilaksanakan di daerah datarantinggi ayo pada daerah sentra produksi kopi.Lokasi kegiatan dilaksanakan di 2 kabupaten yaituKabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Mulaibulan Januari sampai dengan bulan Desember2014. Data yang dikumpulkan di analisis dandisajikan dalam bentuk tabel.
12. Jangka Waktu : 1 Tahun
13. BIAYA : RP 74.500.000,-(Tujuh Puluh Empat Juta LimaRatus Ribu Rupiah)
6
SUMMARY
1. Title : Analysis of Added Value Products ProcessedGayo Highlands Coffee in Aceh Province
2. Implementation Unit : Assessment Institute for AgricultureTechnology (AIAT Aceh)
3. Location : Aceh Province
4. Agroecosystem : high land
5. Status : New6. Objectives : a) Performance of Manufacturing Inventory
Gayo Highlands Coffee in Aceh Provinceb) Analysis of costs and revenues in the
coffee processing coffee some processedproducts.
c) Analyzing the increase in value addedseveral products processed coffee inGayo Highlands
7. Output : a) Availability of Information ProcessingIndustry Performance of Gayo HighlandsCoffee in Aceh Province
b) The results of the analysis of the costsand revenues of coffee processing insome processed products of coffee.
c) Results of the analysis of the increase invalue added several products processedcoffee in Gayo Highlands Gayo
8. Outcome : A total of 63.06% of coffee farmers in thedistricts of BenerMeriah sell the coffeeharvest in the form of wet logs. While themajority of coffee farmers in Central Acehdistrict sells the coffee harvest in the form ofgrain (60%), the highest revenues in coffeefarming in Aceh Tengah and BenerMeriahwhen coffee farmers to sell in the form ofrice with R / C ratio was 2.796. The highestgain with R / C 3.57 and B / C ratio of 2.57found in the coffee industry that producescivet coffee with profit earned Rp. 475.2million in Central Aceh district and Rp. 570240 000, -in kabupapenBenerMeriah. Netadded value received by the industry forevery kilogram that regular coffee Rp.34,500 by a margin of 86%, civet coffee Rp.274,500,- by a margin of 98% and apremium coffee Rp. 90.000, - by a margin of94%.
7
9. Expected benefit : 1)As a reference for academics, researcher/instructor to conduct further researchrelated to the processing coffeeindustry.
2) As a reference, consideration. andresources for policy makers informulating policies relating to the coffeeprocessing industry.
10. Expected impact : 1) Increased income of coffee farmers in theGayo Highlands province.
2) The development of various types ofproducts processed coffee GayoHighlands province.
3) The development of the coffee processingindustry is highly competitive in the GayoHighlands province.
11. Procedure : This study uses a quantitative approachusing survey methods. In survey research,the information collected from respondentsusing a questionnaire. This study wasconducted in the Gayo highlands region oncoffee production center. Location ofactivities carried out in two districts of AcehTengah and Bener Meriah. Starting fromJanuary to December 2014. Data werecollected for analysis and presented intabular form.
12. Duration : One Year
13. Budget : IDR 74.500.000
8
DAFTAR ISI
Hal.LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iRINGKASAN ......................................................................... iiSUMMARY ............................................................................ iiiDAFTAR TABEL ...................................................................... ivI. PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................... 11.2. Dasar Pertimbangan ................................................... 21.3. Tujuan ...................................................................... 31.4. Keluaran ................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 42.1. Perkebunan Kopi ........................................................ 42.2. Pengertian dan Kriteria Industri Kopi ............................ 42.3. Panen dan Pasca Panen .............................................. 52.4. Proses Pengolahan Bubuk Kopi .................................... 52.5. Pendapatan ............................................................... 62.6. Konsep Nilai Tambah .................................................. 6
III. METODOLOGI .................................................................... 83.1. Pendekatan ............................................................... 83.2. Ruang Lingkup ........................................................... 83.3. Metode Pelaksanaan ................................................... 93.4. Metode Analisis .......................................................... 9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 114.1. Gambaran Umum Dataran Tinggi Gayo ......................... 114.2. Karakteristik Responden .............................................. 164.3. Keragaan Industri Kopi di Dataran Tinggi Gayo .............. 184.4. Rata-rata Pendapatan dan R/C Ratio yang diiterima oleh
Petani dan Pelaku Industri..........................................
21
4.5. Peningkatan Nilai Tambah Beberapa Produk Olahan KopiDi Dataran Tinggi Gayo
...............................................25
V. KESIMPULAN ..................................................................... 28DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 29LAMPIRAN ........................................................................... .. 30
9
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
1. Data Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Sebaran Penduduk danKepadatan Penduduk Kabupaten Aceh Tengah menurutKecamatan Tahun 2012 ........................................................
12
2. Luas Areal dan Produksi, Produktivitas, Jumlah Petani danPotensi Pengembangan Komoditi Perkebunan Rakyat diKabupaten Aceh Tengah Tahun 2012 ........................................ 14
3. Nama dan Luas Kecamatan Pada Kabupaten Bener Meriah............. 154. Karakteristik responden Berdasarkan Umur .................................. 165. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan .................... 176. Rata-rata Luas lahan kebun kopi milik responden di kabupaten Bener
Meriah ........................................................................... 187. Bentuk hasil Panen Kopi yang dijual oleh petani responden di Kabupaten
Bener Meriah ................................................... 228. Biaya Produksi Untuk Setiap Produk Panen Yang Dihasilkan Pada
Kabupaten Aceh Tengah Dan Bener Meriah .............................. 239. Biaya Produksi Untuk Setiap Produk Panen Yang Dihasilkan Pada
Kabupaten Aceh Tengah Dan Bener Meriah .............................. 2310. Rata-Rata Pendapatan Per Tahun Per Hektar Dan R/C Ratio Petani Kopi
Kabupaten Bener Meriah Menurut Bentuk Hasil Panen Yang Dijual............................................................................... 23
11. Rata-rata Pendapatan per Tahun per Hektar dan R/C ratio Petani KopiKabupaten Bener Meriah Menurut Bentuk Hasil panen yang dijual.............................................................................. 24
12. R/C dan B/C Ratio Pelaku Industri Kopi Dalam Satu Tahun Masa ProduksiDi Kabupaten Aceh Tengah ....................................... 24
13. R/C dan B/C Ratio Pelaku Industri Kopi Dalam Satu Tahun Masa ProduksiDi Kabupaten Bener Meriah ............................ 25
14. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kopi Biasa, Kopi Luwak, dan KopiPremium (spesialty) ............................................................ 26
10
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah penghasil kopi terbesar ke-4 di dunia setelah Brazil,
Kolombia, dan Vietnam.Di Indonesia kopi merupakan salah satu komoditi
unggulan untuk ekspor. Selama tahun 2007 sampai dengan 2011 ekspor kopi
cenderung meningkat dengan trend 8,1% dan masih didominasi oleh ekspor biji
kopi (upstream) sebesar 99,8%. Nilai ekspor biji kopi pada tahun 2011 sebesar
US$ 1,03 milyar.
Sebagai salah satu komoditas ekspor yg penting, kopi diharapkan mampu
memberikan nilai tambah penerimaan devisa baik bagi negara pada umumnya
maupun untuk daerah sentra produksi khususnya. Di Indonesia daerah – daerah
produksi kopi tersebar dihampir semua propinsi dengan sentra produksi utama
yaitu Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu,
Sulawesi Selatan, Jateng, Jatim, NTT dan Bali.
Perkebunan kopi di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan
total areal 1,06 juta ha atau 94,14 %, sementara areal perkebunan besar negara
39,3 ribu ha (3,48 %) dan perkebunan besar swasta 26,8 ribu ha (2,38 %). Areal
perkebunan rakyat tersebut dikelola oleh sekitar 2,12 juta kepala keluarga
petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Menurut
International Coffee Organization (ICO) tahun 2004, Indonesia merupakan
negara penghasil kopi terbesar keempat di dunia dengan kontribusi sebesar
60 % produksi kopi dunia.
Di Indonesia, Provinsi Aceh merupakan daerah penghasil kopi Arabika
terbesar dengan pusat pengembangannya terletak di Dataran Tinggi Gayo yaitu
di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah yang keseluruhannya
merupakan usaha perkebunan rakyat. Pada tahun 2009 luas perkebunan rakyat
di Dataran Tinggi Gayo adalah 87.492 ha dengan rincian 48.001 ha di Kabupaten
Aceh Tengah dan 39.491 ha berada di Kabupaten Bener Meriah (Badan Pusat
statistik aceh,2009). Akan tetapi dari luasan areal perkebunan rakyat tersebut
produksi yang dihasilkan hanya berkisar 27.444 ton dengan tingkat produktivitas
per hektarnya ± 718 kg/tahun. Tingkat produksi dan produktivitas tersebut
masih relatif rendah jika dibandingkan dengan produktivitas kopi Arabika
nasional yang mencapai 852.36 kg/tahun.
11
Tingkat produksi yang rendah otomatis menyebabkan tingkat pendapatan
petani menjadi rendah. Untuk mengantisipasi hal tersebut pengolahan hasil kopi
dengan kualitas yang baik dan memenuhi selera pasar menjadi sangat penting
untuk meningkatkan nilai tambah. Salah satu tujuan pengolahan hasil pertanian
adalah untuk meningkatkan kualitas. Kualitas atau mutu yang baik akan
meningkatkan nilai barang pertanian menjadi lebih tinggi.
Sejalan dengan hal tersebut, meningkatnya permintaan dan persaingan
kopi bubuk pada gilirannya menyebabkan para pengusaha kopi terus berusaha
untuk meningkatkan nilai tambah (value Added) hasil perkebunan kopi melalui
pengolahan lebih lanjut.Keberadaan industri pengolahan kopi secara tidak
langsung telah membantu pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja.
Sektor industri pengolahan mencakup semua perusahaan yang melakukan
kegiatan mengubah barang dasar/bahan baku menjadi barang setengah jadi
ataupun barang jadi yang lebih tinggi nilainya dari sebelumnya.
1.2. Dasar Pertimbangan
Kopi gayo merupakan komoditas andalan masyarakat di Dataran Tinggi
Gayo sejak zaman Belanda dan sudah merambah pasar ekspor.Tercatat, jumlah
petani kopi di Aceh Tengah 34.476 keluarga. Jika satu keluarga diasumsikan
beranggotakan 4 orang, sebanyak 137.904 orang di sana yang menggantungkan
hidup pada kebun kopi. Jumlah itu setara dengan hampir 90 persen total
penduduk Aceh Tengah yang mencapai 149.145 jiwa.
Kondisi yang sama juga terjadi di Bener Meriah. Jumlah petani kopi
mencapai sekitar 21.500 keluarga atau sekitar 84.000 jiwa orang. Itu artinya
sekitar 75 persen penduduk di Bener Meriah atau 111.000 jiwa pada tahun 2010
menggantungkan hidup pada kebun kopi. Belum termasuk pedagang, tauke,
agen kopi, dan warga yang bekerja di pengolahan kopi.Kopi menjadi sumber
kehidupan bagi masyarakat Dataran Tinggi Gayo seperti Aceh Tengah dan Bener
Meriah.
Terdapat banyak jenis olahan kopi yang dihasilkan oleh industri
pengolahan kopi di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, diantaranya yaitu
kopi bubuk, kopi premium dan kopi luwak. Ketiganya dibuat melalui prosesing
yang berbeda dengan nilai jual yang berbeda.Sehingga masing-masing memiliki
nilai tambah yang berbeda.Sebagai gambaran harga yang diterima petani apabila
12
bila menjual hasil kopi dalam bentuk gelondongan (tanpa olahan) per kaleng
setara dengan 12 kg harganya Rp. 70.000 – Rp.120.000,-. Untuk kopi premium
harganya menjadi Rp. 35.000,- - Rp. 100.000,-/kg dalam bentuk beras,
sedangkan kopi luwak dalam bentuk beras berkisar Rp. 200.000,-/kg.
Meskipun harga jual kopi premium dan kopi luwak lebih menguntungkan,
namun sampai dengan saat ini petani belum mengembangkan produk olahan
ini.Hal ini dikarenakan umumnya petani belum mengetahui manfaat produk
olahan kopi bagi peningkatan pendapatan.Kajian Analisis Peningkatan Nilai
Tambah Produk Olahan Kopi di Dataran Tinggi Gayo dilakukan untuk mengetahui
karakteristik industri pengolahan kopi di dataran tinggi gayo dan seberapa besar
keuntungan dan nilai tambah yang diperoleh pada beberapa produk olahan kopi
di dataran tinggi Gayo Provinsi Aceh.
1.3. Tujuan
d) Mengiventarisir keragaan industri pengolahan kopi di dataran Tinggi Gayo
Provinsi Aceh
e) Mengiventarisasi biaya dan pendapatan yang diterima petani kopi dan pelaku
industri dalam bentuk beberapa produk olahan kopi.
f) Menganalisis peningkatan nilai tambah beberapa produk olahan kopi di
Dataran Tinggi Gayo
1.4. Keluaran
g) Tersedianya Informasi Keragaan Industri Pengolahan Kopi di Dataran Tinggi
Gayo Provinsi Aceh
h) Hasil analisa biaya dan pendapatan usaha pengolahan kopi pada beberapa
produk olahan kopi.
i) Hasil analisa peningkatan nilai tambah beberapa produk olahan kopi di
Dataran Tinggi Gayo
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan Kopi
Perkebunan kopi di Indonesia dikelola dalam tiga bentuk pengusahaan
yaitu Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar
Swasta. Dari seluruh luas areal perkebunan kopi Indonesia, 93.07 persen
luasareal perkebunan kopi dimiliki oleh Perkebunan Rakyat, sedangkan sisanya
olehPerkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta masing-masing
sebesar 3.93 persen dan 3.62 persen. Jenis kopi yang ditanam oleh Perkebunan
Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta meliputi dua
jenis kopi, yaitu kopi jenis Robusta sebesar 93 persen dan kopi jenis Arabika
sebesar 3 persen (Lubis, 2002).
2.2. Pengertian Dan Kriteria Industri Kecil
Industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimir balikaa atau dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau mengubah
barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya
dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepadan konsumen akhir,
termasuk dalam kegiatan jasa industri dan pekejaan perakitan (Badan Pusat
Statistik, 1998).
Perusahaan atau usaha industri pengolahan dibagi dalam empat kategori
yaitu industri kerajinan, industri kecil, industri sedang dan industri besar. Dengan
demikian industri kecil merupakan suatu kegiatan usaha yang menghasilkan
barang-barang melalui proses pengolahan dengan menggunakan ketrampilan
atau teknologi sederhana, madya atau modern dalam skala kecil. Industri dapat
digolongkan menjadi beberapa kategori berdasarkan jumlah pekerja,jumlah
investasi, jenis komoditi yang dihasilkan dan penggunaan teknologi (Badan Pusat
Statistik, 1998).
14
Masih menurut Badan Pusat Statistik (1998), berdasarkan jumlah pekerja
kategori skala usaha sektor indutri dibagi menjadi empat kelompok yaitu :
(a). Industri kerajinan rumah tangga dengan jumlah pekerja 1-4 orang, (2).
Industri kecil dengan julah pekerja 5-19 orang,
(b). Industri menengah dengan jumlah pekerja 20-99 orang,
(c). Industri besar dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih.
2.3. Panen Dan Pasca Panen
Kopi arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun.Buah yang sudah masak
berwarna merah dan pemetikan dilakukan secara hati-hati jangan sampai ada
bagian pohon yang rusak (Yusianto, 2008). Pengolahan hasil dibagi dua yaitu : a).
Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering selama diperam
selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari dan diputar balikan agar
keringnya merata. Selanjutnya kembali dijemur selama 10 sampai 14 hari untuk
memisahkan kulit buah, b). Pengolahan secara basah, buah yang baru dipetik
ditumbuk dengan lesung dan diberikan sedikit air supaya cepat keluar, selain itu
juga untuk menghilangkan lendir-lendir yang masih memikat perlu diperam dulu
dalam kaleng atau diisi air 3 sampai 4 hari lalu dicuci bersih.
2.4. Proses Pengolahan Bubuk Kopi
Pengolahan kopi beras menjadi kopi bubuk merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan nilai tambah produk kopi di tingkat petani, sehingga dapat
meningkatkan pendapatannya. Proses pengolahan kopi bubuk meliputi persiapan
bahan, penyangraian, blending (pencampuran), pengemasan dan penyimpanan
(Deptan, 2004).
Sebelum diolah menjadi bubuk kopi biasanya kopi masih dalan bentuk
ose.kopi ose yaitu buah/biji kopi yang telah masak telah mengalami beberapa
perlakuan baik secara pengolahan kering maupun basah. Berikut ini proses
pengolahan yang dilakukan :
1. Penggorengan
Biji kopi yang telah kering digoreng dalam wajan yang terbuat dari tanah,
atau dengan menggunakan mesin khusus. Lama penggorengan sangat
menentukan rasa dan aroma yang dihasilkan. Umumnya pencicip citarasa yang
mengetahui seberapa lama proses ini dilakukan.
15
2. Pembubukan
Biji kopi yang telah digoreng, dihancurkan menjadi bubuk dengan
menggunakan alat pembubuk, sehingga dihasilkan kopi dalam bentuk bubuk.Alat
semi modern yang digunakan adalah mesin pemarut kelapa yang dialih
fungsikanmenjadi mesin pembubuk kopi.
3. Pencampuran
Kopi bubuk dapat dikombinasikan dengan bahan campuran lain, seperti
jahe, susu, ginseng, telur kampong, kencur dan lainnya. Proses ini tidak perlu
dilakukan jika ingin menjualnya dalam dalam bentuk kopi bubuk murni.
4. Pengemasan
Kemasan sangat penting, terutama dalam hal pemasaran.Kemasan yang
dapat melindungi produk dan menarik lebih merangsang konsumen
untukmembeli.
2.5. Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu tujuan utama dari perusahaan karena dengan
adanya pendapatan maka operasional perusahaan kedepan akan berjalan
dengan baik atau dengan kata lain bahwa pendapatan merupakan suatu alat
untuk kelangsungan hidup perusahaan. Winardi (1992) mengemukakan
pengertian pendapatan adalah sebagai saluran penerimaan baik berupa uang
maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri yang dimulai
dengan sejumlah uang atau jasa atas dasar harga yang berlaku pada saat itu.
2.6. Konsep Nilai Tambah
Sifat mudah rusak (perishable/bulky) yang dimiliki produk pertanian
memberikan motivasi terhadap petani dan pengusaha untuk melakukan
penanganan yang tepat, sehingga produk pertanian tersebut siap dikonsumsi
oleh konsumen. Di dalam sistem pertanian terjadi arus komoditas yang mengalir
dari hulu ke hilir, yaitu yang berawal dari produsen dan penyalur input pertanian
ke petani, pedagang pengumpul, pedagang besar sampai ke konsumen akhir.
Dalam perjalanan dari produsen ke konsumen akhir, komoditi pertanian tersebut
mendapat perlakuan- perlakuan seperti pengolahan, pengawetan, dan
pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.
16
Konsep nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi
karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang
menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komoditas dapat dilihat dari
adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan bentuk,
tempat, dan waktu. Menurut Belkaoui (2000), laporan nilai tambah pada suatu
perusahaan/industri memiliki tujuan dan kegunaan antara lain: (1) dengan
mengungkapkan nilai tambah, karyawan dapat mengetahui nilai kontribusinya
terhadap total kekayaan perusahaan, (2) nilai tambah dapat menjadi dasar untuk
perhitungan bonus karyawan, dan (3) nilai tambah berguna bagi kelompok
karyawan karena dapat mempengaruhi inspirasi dan pemikiran dalam melakukan
negosiasi.
17
3. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Penelitian ini merupakan kegiatan lapangan yang bersifat partisipatif dan
kemitraan antara peneliti/penyuluh BPTP Aceh, PPL, kelompok tani serta
melibatkan instansi terkait yaitu Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Tengah dan
Bener Meriah, BPP Kecamatan, Lembaga Desa dan lain – lain. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif.Pendekatan kuantitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode survei.Dalam
penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner.
Metode survei menurut Singarimbun (1989), adalah penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat
pengumpulan data yang pokok. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilaksanakan
dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang berkaitan dengan karakteristik
industri pengolahan kopi, jenis olahan kopi, daftar pertanyaan proses produksi
pengolahan kopi, perhitungan input dan out put pengolahan hasil, dsb.
3.2. Ruang Lingkup
3.2.1. Lokasi dan Waktu
Pengkajian ini dilaksanakan di daerah dataran tinggi gayo pada daerah
sentra produksi kopi. Lokasi kegiatan akan dilaksanakan di 2 kabupaten yaitu
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Mulai bulan Januari sampai dengan
bulan Desembar 2014.
3.2.2. Tahapan Pelaksanaan
Persiapanmeliputi : Studi pustaka, Menyusun proposal, menyusun RODHP,
koordinasi dengan instansi terkait, dll.Pelaksanaan meliputi kegiatan survey pada
industri pengolahan kopi di kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah,
menghitung besaran keuntungan dan menganalisis 3 jenis olahan kopi bubuk
biasa, kopi premium dan kopi luwak.Pelaporan dilakukan bertahap meliputi :
penyusunan laporan triwulan, tengah tahunan dan laporan akhir.
18
3.3. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan pada kegiatan ini :
a). Koordinasi di tingkat kabupaten dengan Dinas terkait
b). Penentuan lokasi yang didasarkan atas kriteria yaitu : sentra industri kopi dan
penentuan responden
c). Pengumpulan data dilakukan melalui metode data kepustakaan/desk
study/review dan survei di lapangan serta teknik wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang telah disiapkan.
d). Pemilihan responden dilakukan dengan sengaja (purposif), responden
merupakan petani kopi dan pelaku industri pengolahan kopi.
3.4. Metode Analisis
1. Untuk mengetahui keuntungan dari industri pengolahan kopi dihitung
berdasarkan :
NR = TR – TC
NR = Py. Y – (Px.X + TFC)
Keterangan :NR =Net Revenue (pendapatan bersih)
TR =Total Revenue (pendapatan total)TC =Total Fixed Cost (total biaya tetap)C =Total Cost (biaya total)X =InputPy =Harga outputY =OutputPx =Harga input
2. Gros R/C rasio, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut
(Adnyana, 1995).
Gross
R/C =P x H
B
Keterangan :
P =Produksi
H =Harga Produksi
B =Total Biaya
19
3. B/C Ratio
Perhitungan perbandingan untung dan biaya bersih dapat
dipergunakan rumus sebagai berikut :
XNet B/C Ratio = -------
Y
Dimana : X = nilai kini dari semua pendapatanY = nilai kini dari semua biaya
4. Analisis Nilai Tambah
Menurut Hayami, et.al. (1987), ada dua cara menghitung nilai tambah,
(1) Nilai untuk pengolahan dan; (2) Nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-
faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang
mempengaruhi adalah kapasitas produk, jumlah bahan baku yang digunakan dan
tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang mempengaruhi adalah harga output,
upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan
tenaga kerja.
Dasar perhitungan dari analisis nilai tambah adalah per kg hasil, standar
harga yang digunakan untuk bahan baku dan produksi ditingkat
pengolah/produsen. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja,
modal dan manajemen. Secara matematis faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah dapat dinyatakan sebagai berikut:
Nilai tambah = f (K, B, I, U, H, h, L)Keterangan:K = Kapasitas produksi (Kg)B = Bahan baku yang digunakan (Kg)T = Tenaga kerja yang digunakan (HOK)U = Upah tenaga kerja (Rp)H = Harga output (Rp/Kg)h = Harga bahan bakuL = Nilai input lainDari hasil perhitungan tersebut akan dihasilkan keterangan sebagai
berikut:1. Perkiraan nilai tambah (Rp)2. Rasio nilai tambah (%)3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp)
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Dataran Tinggi Gayo
Dataran Tinggi Gayo adalah daerah yang berada di salah satu bagian
punggung pegunungan Bukit Barisan yang membentang sepanjang Pulau
Sumatera. Secara administratif dataran tinggi Gayo meliputi wilayah
KabupatenAceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah serta kabupaten Gayo
Lues. Tiga kota utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren dan Simpang Tiga
Redelong. Jalan yang menghubungkan ketiga kota ini melewati daerah dengan
pemandangan yang sangat indah. Pada masa lalu daerah Gayo merupakan
kawasan yang terisolir sebelum pembangunan jalan dilaksanakan di daerah ini.
Mata pencarian masyarakat Gayo pada umumnya adalah bertani dan berkebun
antara lain padi, sayur-sayuran, kopi dan tembakau. Kegiatan perkebunan kopi
dan tembakau dilakukan dengan membuka wilayah hutan yang ada di wilayah
ini.
4.1.1. Kabupaten Aceh Tengah
Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak ditengah-
tengah Provinsi Aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Tengah berada pada
posisi antara 4010”-4058” LU dan 96018” - 96022” BT. Wilayahnya yang seluas
431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39 Km2, berbatasan langsung dengan
Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen di sebelah utara, Kabupaten Gayo Lues di
sebelah selatan, Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat, serta
Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur. Secara administrative, wilayahnya
terbagi menjadi 14 kecamatan yang meliputi 269 desa/ kampung defenitif dan 27
kampung persiapan. Pada Triwulan I tahun 2011, jumlah penduduknya mencapai
202.114 jiwa dengan kepadatan rata-rata 47 jiwa/Km2.
Keadaan pendududuk berdasarkan suku bangsa, Kabupaten Aceh Tengah
merupakan daerah yang majemuk dengan komposisi penduduk bersuku Gayo ±
60%, suku Jawa 30%, Aceh Pesisir 5%, dan sisanya merupakan suku lainnya
seperti Batak, Padang, Cina, dsb dengan mayoritas penduduk beragama Islam
yakni sebanyak 97%. Mata pencaharian penduduknya didominasi oleh kegiatan
pertanian dengan tenaga kerja sebesar 80%, disusul lapangan pekerjaan
disektor perdagangan sebanyak 8%, sektor jasa sebesar 5% dan sektor lainnya
sebesar 7%.
21
Berikut disajikan data Penduduk Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan
kecamatan Tahun 2012.
Tabel 1. Data Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Sebaran Penduduk dan Kepa-datan Penduduk Kabupaten Aceh Tengah menurut KecamatanTahun2012.
No. Kecamatan Luas Wilayah
(km2)
JumlahPenduduk(Jiwa)
SebaranPenduduk(%)
KepadatanPenduduk
(Jiwa/Km2)1. Linge 2.075,28 9.195 4,99 4,432. Atu Lintang 82,53 6.092 3,31 73,823. Jagong Jeget 105,04 9.314 5,05 88,674. Bintang 429,00 8.929 4,84 20,815. Lut Tawar 99,56 18.858 10,23 189,.416. Kebayakan 56,34 14.742 8,00 261,66
7. Pegasing 99,00 18.521 10,05 187,08
8. Bies 28,86 6.735 3,65 233,37
9. Bebesen 47,19 36.060 19,57 764,14
10. Kute Panang 35,06 7.155 3,88 204,08
11. Silih Nara 98,00 21.568 11,70 220,08
12. Ketol 404,53 11.909 6,46 29,44
13. Celala 89,00 8.784 4,77 98,70
14. Rusip Antara 669,00 6.435 3,49 9,62
Jumlah 4.318,39 184.297 100,00 42,68
Sumber : BPS Provinsi Aceh, 2013
Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah bergunung dan
berbukit dengan ketinggian rata-rata bervariasi antara 200 – 2.600 meter diatas
permukaan laut. Penggunaan lahannya didominasi oleh kawasan hutan seluas
280.647 Ha atau 64,98% dari luas wilayah, dan sisanya berupa tanah bangunan,
sawah, tegal/ kebun, lading/huma, padang rumput, rawa-rawa, kolam, tambak,
perkebunan dan areal peruntukan lainnya. Pada umumnya jenis tanahnya
bervariasi, 68% diantaranya terdiri dari tanah podsolik coklat dan merah kuning
dengan tekstur liat berpasir, struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas
sedang.
Keadaan tersebut menjadikan Aceh Tengah sebagai daerah yang subur dan
menjadi pusat produksi hasil pertanian dataran tinggi di Provinsi Aceh. Sesuai
dengan letak geografisnya, iklimnya termasuk iklim equatorial, dengan jumlah
22
hari hujan rata-rata 137 hari/ tahun dan curah hujan rata-rata 1.822 m/tahun.
Suhu udara rata-rata berkisar pada 20 derajad celcius dengan kelembaban nisbi
antara 80 – 84%.
a. Potensi Ekonomi
Kabupaten Aceh Tengah memiliki sumber daya alam yang cukup beragam
dan potensial bagi kegiatan investasi dan perdagangan. Beberapa sektor
unggulan yang prospektif untuk dikembangkan masih diarahkan pada sektor
pertanian sebagai sektor dominan, disamping sektor lain yang juga cukup
potensial seperti sektor perikanan, peternakan, industri dan pariwisata.
Beragamnya potensi yang dimiliki ini, sebagaia besar belum dimanfaatkan secara
optimal akibat kurangnya sarana pendukung dan penguasaan tekhnologi
termasuk tenaga skill, sehingga memberikan peluang yang cukup besar untuk
pengembangan/ pemberdayaan ekonomi yang berbasis kerakyatan.
b. Potensi Perkebunan
Sektor perkebunan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh
Tengah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Komoditi perkebunan yang menjadi unggulan
adalah kopi. Luas perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 47.854
ha atau 11% dari luas wilayah kabupaten, dengan jumlah produksi kopi (biji
hijau) rata-rata sebesar 21.861,42 ton/ tahun. Untuk perluasan tanaman kopi,
masih terdapat potensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebar hampir diseluruh
kecamatan, sehingga secara total proporsi ekspor kopi Aceh Tengah mencapai
7% dari volume total ekspor nasional. Namun keuntungan dari hasil produksi dan
penjualan kopi belum berpihak kepada petani secara langsung, melainkan,
komoditi ini masih dinikmati oleh para pedagang, akibat keterbatasan
pengetahuan dan informasi para petani.
Disamping tanaman kopi, komoditi lain pada sektor perkebunan yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan sesuai dengan potensi lahan dan
budidaya serta prospek pasar baik lokal maupun ekspor adalah tebu. Tanaman
tebu di Kabupaten Aceh Tengah yang diusahakan oleh penduduk adalah
merupakan bahan baku untuk membuat gula merah, yang diproduksi oleh
masyarakat petani tebu di daerah ini. Pada saat ini luas tanaman tebu mencapai
5.532 ha dengan luas produksi sebanyak 31.118 ton per tahun. Secara
23
keseluruhan, tanaman perkebunan di Kabupaten Aceh Tengah meliputi 15 jenis
tanaman, jenis dan besar produksi tahunan seperti tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Areal dan Produksi, Produktivitas, Jumlah Petani danPotensi Pengembangan Komoditi Perkebunan Rakyat diKabupaten Aceh Tengah Tahun 2012
No. Komoditi Luas Areal(ha)
JumlahProduksi(ton/thn)
Produktivitas(kg/Ha/thn)
JumlahPetani(KK)
PotensiPengem-bangan
(Ha)
1. Kopi Arabika 48.300 25.370,0 720 35.410 1.500
2. Kopi Robusta 2.315 793,0 520 2.885 670
3. Tebu 7.939 48.888,0 8.000 6.188 1.185
4. Kemiri 667 220,0 351 1.309 849
5. Cassiavera 594 586,0 1.000 1.501 1.211
6. Kakao 2.322 546,0 304 1.733 3.302
7. Kapulaga 82 29,0 460 88 0
8. Pinang 124 76,0 616 362 1.656
9. Aren 60 28,1 544 172 220
10. Kelapa dalam 103 11,0 168 445 1.260
11. Lada 27 4,7 205 180 23
12. Kapuk/Randu 2 0,8 461 41 4
13. Tembakau 58 45 900 177 886
14. Serai Wangi 3 0 0 13 10
15. Nilam 23 100,0 5.000 97 1.500Sumber : BPS Aceh Tengah, 2013
4.1.2. Kabupaten Bener Meriah
Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu kabupaten baru di provinsi
Darussalam. Ibu kota kabupaten ini adalah Simpang Tiga Redelong. Kabupaten
ini merupakan hasil pemekaran kabupaten Aceh Tengah, berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten
Bener Meriah. Secara geografis, Kabupaten Bener Meriah terletak pada 040 33’50”
– 040 54’50”garis Lintang Utara dan 960 40’75” – 970 17’50” Bujur Timur,
berada pada ketinggian 100 – 2.500 m dpl. Batas-batas Kabupaten Bener Meriah
adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur.
Sebelah Barat berbatasan dengan dengan Kabupaten Aceh Tengah.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Bireun.
. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah.
24
Letak topografi sebagian besar desa di kabupaten Bener Meriah adalah di
daerah yang berbukit-bukit dan pegunungan dengan jumlah wilayah administrasi
sebanyak 115 desa. Kabupaten Bener Meriah ini bercorak sebagai daerah
pegunungan dan memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Talang
(masih aktif), Gunung Geureudong, Gunung BurneRajawali, Gunung Burne
Draung Malem, Gunung Kulam Raja. Keadaan topografi Kabupaten Bener Meriah
yang umumnya berupa pegunungan dan perbukitan sangat potensial untuk
pengembangan pertanian, perkebunan dan tanaman pangan, peternakan dan
perikanan. Selain itu, daerah ini juga memiliki potensi yang cukup menjanjikan di
bidang pariwisata, baik wisata alam maupun wisata sejara.Berdasarkan kelas
ketinggian maka Kabupaten Bener Meriah didominasi kelas ketinggian 100 -
1.200 m diatas permukaan laut,
Kabupaten Bener Meriah merupakan kawasan beriklim tropis dengan curah
hujan berkisar 1.000 – 2.500 [mm] per tahun dengan jumlah hari hujan 143 –
178.Hujan umumnya turun pada bulan September hingga Pebruari. Musim
kemarau terjadi pada bulan Maret sampai Agustus. Temperatur maksimum
berkisar pada 260 C dan minimum antara 18 – 23 [0 C]. Kelembaban relatif
maksimum 75,8% dan kelembaban relative minimum 20%.
Secara keseluruhan kabupaten Bener Meriah berada di dataran tinggi Gayo,
yang meliputi areal seluas ± 1.888,70 km2. Kabupaten ini terdiri dari 10
kecamatan, seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Nama dan Luas Kecamatan Pada Kabupaten Bener Meriah
NO. NAMA KECAMATAN LUAS (km2)1. Bandar 102,8422. Bukit 95,3353. Permata 193,2264. Pintu Rime Gayo 364,5655. Syiah Utama 943,8416. Timang Gajah 111,8987. Wih Pesam 54,3898. Bener Kelipah 19,759. Mesidah 286,8310. Gajah Putih 73,57
25
4.2. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin Responden di kecamatan Bandar kabupaten Bener Meriah
untuk laki-laki berjumlah 89 % dari total responden (67 org) dan responden
perempuan berjumlah 11 % (8 org). Maka mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki. Hal ini mempresentasikan bahwa mayoritas petani kopi di kecamatan
Bebesan berjenis kelamin laki-laki. Tidak berbeda dengan di Aceh Tengah
mayoritas petani kopi di kecamatan Bebesan juga berjenis kelamin laki-laki.
Responden laki-laki berjumlah 68 orang dari total responden 75 (90 %),
responden perempuan berjumlah 8 orang (10 %).
b. Umur Responden
Umur responden dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu: umur ≤ 35
tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun, dan >56 tahun. Persentase umur responden
paling banyak terdapat pada rentang umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 52 %,
diikuti dengan rentang kelompok umur < 35 tahun sebanyak 28 %, kemudian
kelompok umur 46-55 sebanyak 15 %, terakhir kelompok umur >56 tahun
sebanyak 5 %.
Tingkatan umur terbanyak bagi responden di Aceh Tengah pada rentang
umur 36-45 tahun sebanyak 43 %, disusul 46-55 tahun sebanyak 27 %, >56
tahun sebanyak 21 % dan terakhir sebanyak 9 %. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Karakteristik responden Berdasarkan Umur
No. Umur Bener Meriah Aceh TengahOrang % Orang %
1. ≤ 35 tahun 21 28 7 92. 36-45 tahun 39 52 32 433. 46-55 tahun 11 15 20 274. >56 tahun 4 5 16 21
75 100 75 100
Sumber :Data Primer (diolah), 2014
26
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan menunjukkan pengetahuan dan daya pikir yang
dimiliki oleh seorang responden. Oleh karena itulah dalam penelitian ini maka
tingkat pendidikan responden diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan bagian
yaitu : SMA, D3/S1 dan SMP.
Adapun deskripsi profil responden menurut jenis pendidikan dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Responden Menurut TingkatPendidikan
No. TingkatPendidikan Bener Meriah Aceh Tengah
Orang % Orang %1. SMP 35 47 20 27
2. SMA 34 45 46 61
3. S1/D3 6 8 9 12
75 100 75 100
Sumber :Data Primer (diolah), 2014
Berdasarkan tabel diatas sebagian besar responden di kabupaten Bener
Meriah lebih banyak memiliki jenjang pendidikan SMP 47 %. Disusul dengan
tingkat pendidikan SMA sebesar 45 % dan S1/D3 8 %. Sedangkan di kabupaten
Aceh Tengah mayoritas tingkat pendidikannya SMA 61 %, SMP 27 % dan S1/D3
12 %.
d. Pendapatan Utama Responden
Sumber pendapatan utama pendapatan resonden baik di kabupaten Bener
Meriah maupun di kabupaten Aceh Tengah adalah sebagai petani kopi,
sedangkan pendapatan tambahan umumnya adalah petani sayuran, pedagang,
petani palawija, peternak, pedagang, namun ada juga responden yang memiliki
penghasilan utama sebagai pegawai negeri sipil dan petani kopi sebagai usaha
tambahan.
e. Luas Kebun yang dimiliki Responden
Luas kepemilikan lahan petani kopi sebagai responden yang terendah 0,25
Ha, sedangkan terluas mencapai 3,75 Ha. Kepemilikan kebun kopi terbanyak
pada responden di kecamatan Bandar kabupaten Bener Meriah terdapat pada
27
kisaran luas 0,76 – 1,25 Ha yaitu 36 %, sedangkan responden di kecamatan
Bebesan Kabupaten Aceh Tengah terbanyak pada luasan 0,25 – 0,75 Ha yaitu
36 %, dengan rincian seperti pada Tabel 6.
Tabel 6.Rata-rata Luas lahan kebun kopi milik responden di kabupaten BenerMeriah
No. Luas KebunKab. Bener Meriah Kab. Aceh Tengah
Orang % Orang %1. 0,25 – 0,75 Ha 16 21 27 362. 0,76 – 1,25 Ha 27 36 20 273. 1,26 – 1,75 Ha 13 17 9 124. 1,76 – 2,25 Ha 12 16 11 155. 2,26 – 3,75 Ha 7 9 8 11
Jumlah 75 100 75 100Sumber : Data primer (diolah), 2014
4.3. Keragaan Industri Pengolahan KopiDi Dataran Tinggi GayoProvinsi Aceh
Perkembangan industri kopi di kabupaten Aceh tengah dan Bener Meriah
dalam kurun 5 tahun terakhir terus meningkat sejalan dengan semakin
bertambahnya permintaan dan meningkatnya produksi kopi olahan yang
dihasilkan oleh industri pengolahan kopi, dan seiring dengan semakin suburnya
Cafe dan warung kopi di kota-kota yang ada di Provinsi Aceh.
Produk kopi olahan saat ini tidak hanya berupa kopi bubuk (roast and
ground) tetapi telah terdapat berbagai diversifikasi produk kopi olahan seperti
kopi specialty, kopi luwak, dll. Hal ini didukung oleh peningkatan konsumsi kopi
domestik, pola sosial masyarakat dalam mengkonsumsi kopi, juga ditunjang
dengan harga yang terjangkau, kepraktisan dalam penyajian serta keragaman
rasa/citarasa yang sesuai dengan selera konsumen.
Strata Industri kopi di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah sangat
beragam, dimulai dari unit usaha berskala home industry hingga industri kopi
berskala besar. Produk-produk yang dihasilkan tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi kopi dalam negeri, namun juga untuk mengisi pasar di luar
negeri. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kopi di dalam negeri
merupakan pasar yang menarik bagi kalangan pengusaha yang masih
memberikan prospek dan peluang sekaligus menunjukkan adanya kondisi yang
kondusif dalam berinvestasi dibidang industri kopi.
28
4.3.1. Kelas Industri Kopi
Ada tiga kelas Industri Kopi di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah,yaitu :
a. Industri Kopi Olahan Kelas Kecil (Home Industry)
Industri yang tergolong dalam kelompok ini adalah industri yang bersifat
rumah tangga (home industri) dimana tenaga kerjanya adalah anggota keluarga
dengan melibatkan satu atau beberapa karyawan. Produknya dipasarkan di
warung atau pasar yang ada disekitarnya dengan brand name atau tanpa brand
name. Industri yang tergolong pada kelompok ini pada umumnya tidak terdaftar
di Dinas Perindustrian maupun di Dinas POM. Industri pada kelompok ini tersebar
di seluruh daerah penghasil kopi.
b. Industri Kopi Olahan Kelas Menengah
Industri kopi yang tergolong pada kelompok ini merupakan industri
pengolahan kopi yang menghasilkan kopi bubuk atau produk kopi olahan lainnya
seperti minuman kopi yang produknya dipasarkan di wilayah Kecamatan atau
Kabupaten tempat produk tersebut dihasilkan. Produknya dalam bentuk kemasan
sederhana yang pada umumnya telah memperoleh Izin dari Dinas Perindustrian
sebagai produk Rumah tangga.
c. Industri Kopi Olahan Kelas Besar
Industri kopi kelompok ini merupakan industri pengolahan kopi yang
menghasilkan kopi bubuk, kopi instant atau kopi mix dan kopi olahan lainnya
yang produknya dipasarkan di berbagai daerah di dalam negeri atau diekspor.
Produknya dalam bentuk kemasan yang pada umumnya telah memperoleh
nomor Merek Dagang dan atau label lainnya.
Beberapa jenis olahan kopi yang berkembang di Kabupaten Aceh Tengah
dan Bener Meriah : Kopi Bubuk Biasa, Kopi Luwak, Kopi Premium/ Kopi Specialty,
Kopi Madu, dll dengan keragaman Kemasan. Mulai dari produk yang bersifat
tradisional dengan menggunakan kertas sampul atau kemasan plastik sederhana
sampai dengan kemasan alumunium foil. Kemasan-kemasan produk kopi pada
umumnya berupa sachet siap saji, atau kemasan pack dengan isi yang beragam.
Sedangkan untuk beberapa jenis produk kopi olahan tujuan ekspor terdapat
kemasan boks berukuran besar untuk produk roasted coffee dan instant coffee.
Sedangkan untuk liquid extract coffee berupa kemasan khusus yaitu drum.
29
4.3.2. Perbedaan produk kopi biasa, kopi luwak dan kopi premium (spesialty)
a. Kopi Bubuk Biasa
Kopi bubuk biasa adalah bentuk kopi yang paling sering kita jumpai. Kopi
bubuk ini adalah biji kopi yang sudah diproses dan digiling halus dalam bentuk
butiran-butiran kecil sehingga mudah diseduh dengan air panas dan dikonsumsi.
Adakalanya beberapa bahan lain dicampurkan dalam proses pembuatan kopi
bubuk ini, seperti jahe panggang. Proses terakhir dalam pembuatan kopi bubuk
dibungkus dalam kemasan-kemasan tertentu. Produk bubuk kopi, terutama yang
diproduksi oleh pedesaan, biasanya dikemas dalam bungkus plastik.Padahal,
bungkus plastik kemungkinan besar tidak bisa menjaga kualitas dan kesegaran
bubuk kopi. Kopi bubuk biasa harganya jauh lebih murah bila dibandingkan
dengan kopi luwak dan kopi premium atau spesialy karena kopi yang dihasilkan
tidak berasal dari kopi biji pilihan dengan asal-usul varitas tertentu.
b. Kopi Luwak
Kopi luwak liar berasal dari kotoran luwak yang di ambil di hutan. Luwak
makan buah kopi ketika malam hari, dan mengeluarkan kotoran di pagi hari.
Para petani pergi ke hutan setiap pagi untuk mengumpulkan kotoran luwak
tersebut. Kemudian di sorting dan dicuci lalu di proses menjadi green bean.
Sedangkan luwak tangkar, kopi berasal dari kotoran luwak yang di kandangkan.
Para petani mengambil buah kopi dari kebun, dan kemudian diberikan kepada
luwak. Kopi luwak liar umumnya memiliki kualitas lebih baik. Semua proses
berjalan secara alami, tanpa campur tangan manusia. Luwak bebas memilih
buah kopi yang benar-benar matang dengan sempurna. Dari segi aroma
biasanya luwak liar lebih harum, dan dari rasa lebih clean dan memiliki long after
taste. Secara teknis, perbedaan dari kopi luwak premium dan peaberry adalah
dari type biji nya. Kopi Luwak peaberry diambil dari biji jantan/tunggal/peaberry.
Jika umum nya dalam satu buah kopi ada dua biji, khusus peaberry hanya
terdapat satu biji, oleh karena itu bentuknya bulat utuh seperti kacang. Jumlah
nya sangat terbatas, dari 100kg kopi luwak premium, jumlah sortingan biji kopi
luwak peaberry hanya 3-5% saja. Pada dasarnya, kopi luwak peaberry adalah
sortingan dari yang premium, terdapat perbedaan aroma dan rasa yang tidak
jauh. Kopi luwak peaberry memiliki aroma dan rasa yang lebih kuat.
30
c. Kopi Premium (spesialty)
Kopi spesial adalah sebutan yang umum dipakai untuk menyebut kopi
"gourmet" atau "premium". Menurut Specialty Coffee Association of America
(SCAA), kopi bernilai 80 atau lebih pada skala 100 poin dianggap "spesial". Kopi
spesial tumbuh di iklim istimewa dan ideal, serta berbeda karena rasanya yang
lengkap dan memiliki sedikit kecacatan atau bahkan tidak ada sama sekali. Rasa
yang unik ini adalah hasil dari karakteristik dan komposisi tanah tempat kopi-kopi
tersebut ditanam
Kopi spesialty berasal dari Amerika Serikat. Awalnya untuk menjelaskan
produk olahan kopi yang dijual dikedai-kedai bergengsi dengan maksud
memebedakan dengan produk-produk kopi umum yang dijual di super market
atau toko-toko pengecer lainnya. Kata kopi spesialty menunjukan bahwa biji kopi
yang dijual pada cafe shop khusus. Cakupannya meliputi kopi berkualitas, diberi
cita rasa spesial, kopi dengan latar belakang tidak umum atau kopi dengan
riwayat yang khusus. Karakteristik kopi spesialty adalah sbb :
Hanya berasal dari green bean (biji mentah) terbaik.
Total defect/trase/biji rusak <5% dari keseluruhan biji kopi yang dijual.
Proses penyangraian tanpa campuran beras dan jagung, murni biji kopi
terbaik.
Tidak menggunakan bahan pengawet, oleh karena itu kopi ini hanya bisa
bertahan kesegaran nya tidak lebih dari 3 bulan.
Tidak menggunakan flavour dan penguat rasa
4.4. Rata-Rata Pendapatan Dan R/C Ratio Yang Diterima Petani KopiDan Pelaku Industri
4.4.1. Bentuk Hasil Produksi Kopi Yang Dijual Petani
Sebagian besar petani kopi di kabupaten Bener Meriah yang dijadikan
responden menjual hasil panen kopi dalam bentuk gelondongan basah. Hasil
survey menunjukan dari 65 orang petani kopi yang menjadi responden sebanyak
48 orang menjual hasil panen kopinya dalam bentuk gelondongan basah (74 %),
selebihnya menjual dalam bentuk gabah, beras, kering labu. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 7.
31
Tabel 7. Bentuk hasil Panen Kopi yang dijual oleh petani responden di KabupatenBener Meriah
No. Bentuk Hasil Panen Kab. Bener Meriah Kab. Aceh TengahOrang % Orang %
1. Gelondongan Merah 48 74 13 202. Gabah 4 6 39 603. Beras 3 5 2 34. Kering Labu 2 3 2 35. Gelondongan dan beras 3 5 3 56. Gelondongan dan
gabah2 3 3 5
7. Gelondongan, berasdan gabah
3 5 3 5
Jumlah 65 100 65 100
Sumber : data primer (diolah) 2014
Sedangkan mayoritas petani kopi di kabupaten Aceh Tengah menjual hasil
panen kopi dalam bentuk gabah (60 %), dan hanya 20 % yang menjual dalam
bentuk gelondongan. Hal ini diasumsikan bahwa petani Aceh Tengah sedikit lebih
maju dalam pemikiran dan pengambilan keputusan untuk menambahkan
tambahan penghasilan dari usahataninya. Sesuai dengan tingkat pendidikan
responden di kecamatan Bebesan aceh Tengah yang mayoritasnya berpendidikan
setingkat SMA yaitu sebanyak 61 % dibandingkan dengan di kacamatan Bandar
yang mayoritas pendidikan setingkat SMP.
4.4.2. Biaya Produksi
Biaya produksi terdiri dari biaya perawatan tanaman, biaya tenaga kerja,
dan biaya panen per hektar yang dikeluarkan oleh petani selama satu tahun.
Biaya rata-rata pengeluaran petani kopi di kabupaten Bener Meriah apabila hasil
panen yang dijual dalam bentuk gelondongan merah sebesar Rp. 13.069.000,-,
untuk gabah Rp. 14.100.000,-, untuk labu kering Rp. 14.700.000,- dan kopi
beras Rp. 14.900.000,-. Sedangkan di kabupaten Bener Meriah Tengah, rata-
rata biaya pengeluaran petani kopi di kabupaten ini hasil panen yang dijual
dalam bentuk gelondongan merah sebesar Rp. 13.520.000,-, untuk gabah Rp.
14.600.000,-, untuk labu kering Rp. 15.356.000,- dan kopi beras Rp.
15.670.000,-. Terjadi penambahan biaya produksi pada setiap perubahan bentuk
hasil panen dikarenakan adanya penambahan biaya penanganan hasil panen
sehingga menjadi bentuk panen yang dijual. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 8.
32
Tabel 8.Biaya Produksi Untuk Setiap Produk Panen Yang Dihasilkan PadaKabupaten Aceh Tengah Dan Bener Meriah
No. Bentuk Hasil PanenBiaya Pemeliharaan
tanaman (Rp)Biaya panen danPengolahan Hasil
(Rp.)
Total BiayaTengah(Rp.)
1. Gelondongan merah 10.950.000 2.119.000 13.069.000
2. Gabah 10.950.000 3.150.000 14.100.000
3. Labu Kering 10.950.000 3.750.000 14.700.000
4. Beras 10.950.000 3.950.000 14.900.000Sumber : data primer (diolah) 2014
Tabel 9. Biaya Produksi Untuk Setiap Produk Panen Yang Dihasilkan PadaKabupaten Aceh Tengah Dan Bener Meriah
No. Bentuk Hasil Panen Biaya Pemeliharaantanaman (Rp)
Biaya panen danPengolahan Hasil(Rp.)
Total BiayaTengah (Rp.)
1. Gelondongan merah 11.025.000 2.495.000 13.520.000
2. Gabah 11.025.000 3.575.000 14.600.000
3. Labu Kering 11.025.000 4.331.000 15.356.000
4. Beras 11.025.000 4.645.000 15.670.000Sumber : data primer (diolah) 2014
Tabel 10.Rata-Rata Pendapatan Per Tahun Per Hektar Dan R/C Ratio Petani KopiKabupaten Bener Meriah Menurut Bentuk Hasil Panen Yang Dijual.
No. Tolok UkurBentuk Hasil Panen
Gelondongan Gabah kering Labu kering Beras1. Kadar air (%) 100 40-45 14 12,5
2. Produksi(KG) 4700 1.567 783 744
3. HargaJual (Rp) 7.000 24.000 52.000 56.000
4. Penerimaan (Rp.) 32.900.000 37.608.000 40.716.000 41.664.000
5. Pengeluaran (Rp.) 13.069.000 14.100.000 14.700.000 14.900.000
6. Pendapatan (Rp.) 19.831.000 23.508.000 26.016.000 26.764.000
7. R/C ratio 2,517 2,667 2,770 2,796
Sumber : data primer (diolah) 2014
33
4.4.3. Rata-rata pendapatan dan R/C ratio
a. Pendapatan dan R/C ratio diterima petani kopi.
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa pendapatan tertinggi apabila
petani kopi menjual dalam bentuk beras yaitu sebesar Rp. 26.764.000,- R/C ratio
2,796, disusul dengan labu kering Rp. 26.061.000,- dengan R/C ratio 2,770,
gabah kering Rp. 23.508.000 dengan R/C ratio 2,667. dan gelondongan merah
Rp. 19.831.000,- dengan R/C ratio 2.517. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11. Rata-rata Pendapatan per Tahun per Hektar dan R/C ratio Petani KopiKabupaten Bener Meriah Menurut Bentuk Hasil panen yang dijual.
No. Tolok UkurBentuk Hasil Panen
Gelondongan Gabah kering Labu kering Beras1. Kadar air (%) 100 40-45 14 12,5
2. Produksi(KG) 4.989 1.663 832 790
3. HargaJual (Rp) 7.000 24.000 52.000 56.0004. Penerimaan (Rp.) 34.923.000 39.912.000 43.264.000 44.240.000
5. Pengeluaran (Rp.) 13.520.000 14.600.000 15.356.000 15.670.000
6. Pendapatan (Rp.) 21.403.000 25.312.000 27.908.000 28.570.0007. R/C ratio 2,583 2,734 2,817 2,823
Sumber : data primer (diolah) 2014
b. Pendapatan, R/C, dan B/C Ratio Usaha Pelaku Industri
Perhitungan keuntungan diketahui dengan menggunakan analisis Revenue
Cost Ratio (R-C ratio). Nilai R-C ratio = 1 artinya usaha tidak untung/rugi, nilai R-
C ratio > 1 berarti usaha menguntungkan/efisien, nilai R-C ratio < 1 berarti
usaha merugikan/tidak efisien. Pendapatan yang diterima oleh pelaku industri
dalam pengelolaan usaha kopi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah
dapat dilihat pada Tabel 12 dan 13.
Tabel 12. R/C dan B/C Ratio Pelaku Industri Kopi Dalam Satu Tahun MasaProduksi Di Kabupaten Aceh Tengah
No. Tolok Ukur Produk OlahanKopi Biasa Kopi Luwak Kopi Premium
1. Harga beli bahan baku 56.000 120.000 80.0002. Produksi (kg) 1.320 1.320 1.3203. Harga Jual (Rp.) 120.000 500.000 220.0004. Penerimaan (Rp.) 158.400.000 660.000.000 290.400.0005. Biaya produksi 100.320.000 184.800.000 132.000.0006. Keuntungan 58.080.000 475.200.000 158.400.0007. R/C ratio 1,58 3,57 2,208. B/C ratio 0,58 2,57 1,20
Sumber : data primer (diolah) 2014
34
Tabel 13. R/C dan B/C Ratio Pelaku Industri Kopi Dalam Satu Tahun MasaProduksi Di Kabupaten Bener Meriah
No. Tolok Ukur Produk OlahanKopi Biasa Kopi Luwak Kopi Premium
1. Harga beli bahan baku 56.000 120.000 80.000
2. Produksi (kg) 1.584 1.584 1.584
3. Harga Jual (Rp.) 120.000 500.000 220.000
4. Penerimaan (Rp.) 190.080.000 792.000.000 348.480.000
5. Biaya produksi 120.384.000 221.760.000 158.400.000
6. Keuntungan 69.696.000 570.240.000 190.080.000
7. R/C ratio 1,58 3,57 2,20
8. B/C ratio 0,58 2,57 1,20
Sumber : data primer (diolah) 2014
Berdasarkan tabel 12 dan 13 diatas menunjukan bahwa baik di kabupaten
Aceh tengah maupun Bener Meriah, keuntungan tertinggi dengan R/C 3,57 dan
B/C ratio 2,57 terdapat pada industri kopi yang memproduksi kopi luwak dengan
nilai jual produk sebesar Rp. 500.000,- per kg, sehingga didapatkan keuntungan
bagi pelaku industri kopi di kabupaten Aceh Tengah Rp. 475.200.000 dan di
kabupapen Bener Meriah sebesar Rp. 570.240.000,- selama 1 tahun.
Menurut Soekartawi1 (1995), analisis benefit-cost ratio (B/C) ini pada
prinsipnya sama saja dengan analisis R/C (revenue-cost ratio), hanya saja pada
analisis B/C ratio ini data yang diperhitungkan adalah besarnya manfaat. B/C > 1
Jika B/C > 1, maka suatu usaha tani dikatakan memberikan manfaat bagi pelaku
usaha atau layak untuk diusahakan. B/C = 1 Jika B/C = 1, maka suatu usaha tani
dikatakan impas atau tidak memberikan keuntungan dan tidak memberikan
kerugian, dalam analisis kelayakan dikatakan tidak layak. Jika B/C < 1, maka
suatu usaha dikatakan tidak memberikan manfaat bagi pelaku usaha atau tidak
layak untuk diusahakan.
4.5. Peningkatan Nilai Tambah Beberapa Produk Olahan Kopi DiDataran Tinggi Gayo
Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan
dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan
sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input
lainnya, tidak termasuk tenaga kerja.
35
Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara niali output
yang akan dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Nilai faktor konversi
produksi kopi biasa, luwak dan premium sebesar 0,80 masing-masing sebesar
didapatkan dari pembagian jumlah produksi sebesar 120 kg dengan jumlah
bahan baku yang digunakan sebesar sebanyak 150 kg kopi biasa, kopi luwak dan
kopi premium.
Koefisien tenaga kerja adalah nilai pembagian dari jumlah jam kerja tenaga
kerja yang digunakan dengan jumlah bahan baku yang digunakan dalam
kegiatan produksi. Koefisien tenaga kerja menunjukan banyaknya jam kerja yang
dibutuhkan untuk mengolah satu satuan input (Hayami, et al. 1987).
Tabel 14. Perhitungan Nilai Tambah Produk Kopi Biasa, Kopi Luwak, dan KopiPremium (spesialty)
No. Variabel Kopi Biasa Kopi Luwak Kopi PremiumNilai Nilai Nilai
Output, Input dan Harga1. Output yang dihasilkan (kg/bln) 120,00 120,00 120,002. Bahan baku yang digunakan (kg/bln) 150,00 150,00 150,003. Tenaga Kerja (jam/bulan) 55,00 55,00 55,004. Faktor Konversi (1/2) 0,80 0,80 0,805. Koefisiensi tenaga kerja (3/2) 0,37 0,37 0,376. Harga Output (Rp/kg) 120.000,00 500.000,00 220.000,007. Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/jam) 15.000,00 15.000,00 15.000,00
Pendapatan dan Keuntungan8. Harga bahan baku (Rp/kg) 56.000,00 120.000,00 80.000,009. Sumbangan input lain (Rp/kg output) 0 0 010.
Nilai output (4x6) (Rp) 96.000,00 400.000,00 176.000,00
11.
a. Nilai tambah (10-9-8) (Rp) 40.000,00 280.000,00 96.000,00
b.Ratio nilai tambah (11a/10) x 100 % 0,42 0,70 0,5512.
a. Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp) 5.500,00 5.500,00 5.500,00
b. Bagian tenaga kerja (12a/11a) x 100 % 0 0 013.
a. Keuntungan (11a-12a) (Rp) 34.500,00 274.500,00 90.500
b. Tingkat Keuntungan (13a-11a) x 100 % 86,00 98,00 94,00Sumber : data primer (diolah) 2014
Hasil perhitungan pada tabel diatas, diketahui bahwa koefisien tenaga
kerja yaitu sebesar 0,37 didapatkan dari pembagian jumlah jam kerja sebanyak
55 jam dengan jumlah bahan baku yang digunakan selama satu bulan yaitu
sebesar 150 kg. Jadi curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah satu
kg biji kopi kering menjadi bubuk kopi adalah 0,37 jam.
Nilai sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input
lain dengan jumlah output yang dihasilkan. Nilai output merupakan merupakan
hasil perkalian antara harga produk dengan faktor konversi. Harga jual kopi biasa
36
(120.000), luwak (500.000) dan premium (220.000) dikalikan dengan nilai faktor
konversi sebesar 0,80 sehingga besarnya nilai output yang dihasilkan dari setiap
kilogram kopi kering adalah kopi biasa sebesar 96.000, kopi luwak 400.000 dan
kopi premium 176.000.
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai output dengan harga bahan
baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut merupakan nilai tambahan
kotor karena masih mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Nilai
tambah yang diperoleh dari produksi dari produksi bubuk kopi biasa, luwak dan
premium yaitu sebesar 40.000/kg, 280.000/kg dan 96.000/kg.
Rasio nilai tambah merupakan presentase nilai tambah terhadap nilai
output. Besarnya rasio nilai tambah yang didapatkan yaitu untuk kopi biasa
sebesar 0,42 %, kopi luwak 0,70 % sebesar dan premium sebesar 0,55 %. Hasil
ratio nilai tambah ini menunjukan bahwa setiap Rp. 100,- nilai produk kopi akan
diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 42,-, Rp. 70,- dan Rp. 55,-.
Imbalan tenaga kerja pada pengolahan kopi biasa, luwak dan premium
diperoleh dari perkalian antara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata
tenaga kerja. Balas jasa tenaga kerja menunjukan jumlah pendapatan rata-rata
yang diterima oleh tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan setiap kilogram kopi.
Besar imbalan tenaga kerja yang diterima untuk setiap kilogram kopi biasa, kopi
luwak dan kopi premium masing-masing sebesar Rp. 5.500,-
Keuntungan industri merupakan selisih antara nilai tambah dengan imbalan
tenaga kerja, sehingga dianggap sebagai nilai tambah bersih yang diterima oleh
industri. Keuntungan yang didapatkan oleh industri kopi untuk setiap
kilogramnya yaitu kopi biasa Rp. 34.500,- dengan tingkat keuntungan 86 %, kopi
luwak Rp. 274.500,- dengan tingkat keuntungan 98 % dan kopi premium Rp.
90.500,- dengan tingkat keuntungan 94 %.
37
V. KESIMPULAN
1. Sebagian besar (63,06 %) petani kopi di kabupaten Bener Meriah menjual
hasil panen kopi dalam bentuk gelondongan basah. Sedangkan mayoritas
petani kopi di kabupaten Aceh Tengah menjual hasil panen kopi dalam bentuk
gabah (60 %), dan hanya 20 % yang menjual dalam bentuk gelondongan. Hal
ini diasumsikan bahwa petani Aceh Tengah sedikit lebih maju dalam pemikiran
dan pengambilan keputusan untuk menambahkan tambahan penghasilan dari
usahataninya.
2. Pendapatan tertinggi dalam usahatani kopi di kabupaten aceh Tengah dan
Bener Meriah apabila petani kopi menjual dalam bentuk beras yaitu sebesar
Rp. 26.764.000,- R/C ratio 2,796, disusul dengan labu kering Rp. 26.061.000,-
dengan R/C ratio 2,770, gabah kering Rp. 23.508.000 dengan R/C ratio 2,667.
dan gelondongan merah Rp. 19.831.000,- dengan R/C ratio 2.517.
3. keuntungan tertinggi dengan R/C 3,57 dan B/C ratio 2,57 terdapat pada
industri kopi yang memproduksi kopi luwak dengan nilai jual produk sebesar
Rp. 500.000,- per kg, sehingga didapatkan keuntungan bagi pelaku industri
kopi di kabupaten Aceh Tengah Rp. 475.200.000 dan di kabupapen Bener
Meriah sebesar Rp. 570.240.000,- selama 1 tahun.
4. Nilai tambah bersih yang diterima oleh industri untuk setiap kilogramnya yaitu
kopi biasa Rp. 34.500 dengan tingkat keuntungan 86 %, kopi luwak Rp.
274.500,- dengan tingkat keuntungan 98 % dan kopi premium Rp. 90.000,-
dengan tingkat keuntungan 94 %.
38
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 1998. Statistik Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Jakarta.
Badan Pusat Statistik Aceh, 2009. Aceh Dalam Angka. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik Aceh Tengah, 2013. Aceh Tengah Dalam Angka.
Belkaoui, Ahmed Riahi. 2000. Teori Akuntansi, Edisi Pertama, Alih BahasaMarwata S.E., Akt, Salemba Empat, Jakarta.
Marwata S.E., Akt, Salemba Empat, Jakarta.Dinas Perkebunan dan KehutananPropinsi NAD, 2008. Statistik Perkebunan Propinsi NAD.
Departemen Pertanian, 2004.Statistik Perkebunan Indonesia, Kopi 2001-2003.Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta 87p.
Departemen Perdagangan Nanggroe Aceh Darussalam, 2006. PengembanganAgroindutri Kopi Berbasis Pertanian dan Masyarakat Lokal . Banda Aceh.
Departemen Pertanian dan Perkebunan Nanggroe Aceh Darussalam. 2007.
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Aceh Tengah. 2008. Laporan Tahunan.
Hayami, et.al. 1987. Agricultural Marketing and Processing in Upland Java, APerspective From Sunda Village. Coarse Grains Pulses Roots and TuberCentre ( CGPRTC). Bogor.
Hidayati, N.W. 2000. Analisis nilai Tambah dan Prospek Pengembangan IndustriPengolahan Ubi Kayu. Skripsi Sarjana. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengolahan-kopi-bubuk
Lubis, S. N. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan IndustriKopi Indonesia dan Perdagangan Kopi Dunia. Disertasi Doktor. ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Marthen, M. 1996. Analisis Nilai Tambah Pengolahan dan Strategi PemasaranProduk Mie Instan. Studi Kasus Pada PT DEF Indonesia.Jurusan SosialEkonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Statistik Perkebunan 2006. Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Soekartawi,2005. Agroindustri dalam Prospektif Sosial Ekonomi.Raja GrafindoPersada Jakarta.
Sartika, S. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Kopi Arabika danRobusta.Skripsi :Program Sarjana ektensi Manajemen Agribisnis. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor.
Singarimbun, Masri dkk, (1989), Metode Penelitian Survei, Cetakan Ke-18,Februari 2006 (Edisi Revisi), Penerbit Pustaka LP3ES, Jakarta.
Winardi, 1992.Azas-azas Marketing, CV Mandar Maju. Bandung
Yusianto, 2008.Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo.PusatPenelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Hal 137-141
http://www.regionalinvestment.com/newsipid/id/userfiles/ppi/Bener_Meriah.pdf
39
Lampiran 1.
ANALISIS RESIKO
Daftar Resiko
No. RESIKO PENYEBAB DAMPAK
1. Data KarakteristikIndustri PengolahanKopi
Ada keraguan dari respondenuntuk menjawab pertanyaanyang ada di kuisioner karenaterikat dengan kode etikperusahaan.
Validitas datakurang
2. Menghitungkeuntungan danAnalisis Nilai Tambah
Pembukuan dari perusahaanyang kurang lengkap
Hasil analisiskurang akurat
4.2. Daftar Penanganan Resiko
No. RESIKO PENYEBAB PENANGANANRESIKO
1. Data KarakteristikIndustriPengolahan Kopi
Ada keraguan dariresponden untuk menjawabpertanyaan yang ada dikuisioner karena terikatdengan kode etikperusahaan.
Perlu adanyasosialisasi dankoordinasi sebelumdilakukan kegiatan
2. Menghitungkeuntungan danAnalisis NilaiTambah
Pembukuan dari perusahaanyang kurang lengkap
Penjajakan lebihlanjut terhadap datayang dihimpun
40
Lampiran 2.
TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
Nama Lengkapdan Gelar
Posisidalam
Kegiatan
Gol/Pangkat/
NIP
JabatanStruktural/Fungsional
BidangKeahlian
AlokasiWaktu
(Jam/minggu)
Cut NinaHerlina,S.Pi
Penjab Penata,III/c19640717198503 2 003
PenyuluhMuda
Budidaya 9
Fenty Ferayanti,SP
AnggotaPenata Tk. I,III/b19773103200212 2 001
PenelitiPertama
Budidaya 7
Ir. M. Ferizal, M.Si
Anggota Pembina,IV/a19650219199203 1 002
Peneliti nonklas
Sosek 7
Cut Hilda Rahmi,SP Anggota
PenataMuda, III/a
Peneliti nonklas
Budidaya 6
Ir. Khalid AnggotaPenata Tk. I,III/d
Peneliti nonklas
Budidaya 6
41
Lampiran 3.
FOTO-FOTO KEGIATAN
Nara sumber berasal dari instansi Dinas Perkebunan,Dinas Perdagangan dan Industri dan Kepala BPP
Ir. Ferizal, M.Si selaku mewakili KepalaBalai PengkajianTeknologi Pertanian Aceh sedang memberikan Sambutan dan
Pengarahan
42
Melakukan wawancara kepada pelaku industrididampingi Sekretaris Dinas Perkebunan Aceh Tengah
Peninjauan ke lokasi industri kopi diKabupaten Bener Meriah
43
Alat roasting kopi yang dirakit sendiri oleh pelaku industridengan modal hanya Rp. 15.000.000,-
Alat roasting kopi buatan Jerman yang harganyamencapai ratusan juta rupiah
44
Hasil panen kopi dalam bentuk gelondongan
Penjemuran Kopi sebelum diroasting