laporan akhir ekpd 2009 lampung - unila
TRANSCRIPT
i
KATA PENGANTAR
Laporan Akhir Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Lampung ini disusun dengan maksud agar dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dalam kegiatan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di Provinsi Lampung.
Penilaian laporan ini antara lain menyajikan Pendahuluan, Tujuan, Sasaran, Keluaran,
Metodologi, Hasil – hasil yang telah dicapai dan Rekomendasi Kebijakan.
TIM Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung
mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan oleh Bappenas untuk
bekerjasama dalam penyusunan Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi
Lampung dan diharapkan kerjasama ini berlanjut untuk tahun berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan Laporan Akhir
Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Lampung ini diucapkan terima
kasih. Semoga Laporan Akhir Tim Independen Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
Lampung ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan pihak-pihak yang terkait dalam
meningkatkan kinerja pembangunan Provinsi Lampung.
Bandar Lampung, Desember 2009
Rektor Universitas Lampung, Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S. NIP. 19580923 198211 1 001
ii
DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ……………….……………………………………. i Daftar Isi …..……………………………………………….…………
Daftar Tabel …………………………………………………………. ii iii
Daftar Gambar …….………………………………………………… iv BAB I PENDAHULUAN.....................................................…….. 1 1.1 Latar Belakang dan Tujuan ...………………………… 1 1.2 Keluaran ...……………...………………………………. 2 BAB II HASIL EVALUASI.............................................................. 10 Deskripsi ..……………………………………………………. 10 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1 Capaian Indikator ……………………………….. 2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan
Menonjol …………………………………………. 2.1.3 Rekomendasi Kebijakan ………………………..
2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA … 2.2.1 Capaian Indikator ……………………………….. 2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan
Menonjol …………………………………………. 2.2.3 Rekomendasi Kebijakan ………………………..
2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI …………….. 2.3.1 Capaian Indikator ……………………………….. 2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan
Menonjol …………………………………………. 2.3.3 Rekomendasi Kebijakan ………………………..
2.4 TINGKAT PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP…………………………... 2.4.1 Capaian Indikator ……………………………….. 2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan
Menonjol …………………………………………. 2.4.3 Rekomendasi Kebijakan ………………………..
2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN SOSIAL ……………… 2.5.1 Capaian Indikator ……………………………….. 2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan
Menonjol …………………………………………. 2.5.3 Rekomendasi Kebijakan ……………………………..
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………...
11 11 21
22 24 24 44
44 45 45 64
65 68
68 77
78 78 78 92
93
95
iii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.3.1
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah) ..................................................................
47
Tabel 2.3.2
Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah) .................................
47
Tabel 2.3.3
Produk Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 (rupiah) ......................................................
49
Tabel 2.3.4
Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah) .................................
49
Tabel 2.3.5
Persentanse Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN (milliar rupiah) dan PMA (juta dollar) ………………………
54
Tabel 2.3.6
Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Propinsi Lampung ...........................................................................
59
Tabel 2.3.6
Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Tingkat Nasional
60
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Peta Provinsi Lampung ……….……………………………. 2 Gambar 1. Kerangka Kerja EKPD 2009 ….......................................... 3 Gambar 2. Hubungan antara indikator dengan pendekatan
pengukuran kinerja ...........................................................
5
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan nasional dan pemerataan hasil-hasilnya adalah salah satu prasyarat
untuk mempertahankan eksistensi suatu bangsa. Dalam kaitan itu, mudah dipahami
bahwa pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pembangunan nasional. Pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya yang
terencana secara sistematis untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan
masa depan daerah yang lebih baik dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pemahaman dan argumentasi tersebut di atas pada dasarnya sejalan dengan
amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-
undang tersebut secara jelas menegaskan bahwa Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan di
daerah masing-masing. Regulasi ini sangat tepat mengingat bahwa kondisi, peluang, dan
tantangan masing-masing daerah sangat bervariasi sesuai dengan sumber daya yang
dimiliki.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
seberapa jauh relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang
waktu 2004 – 2008. Selain itu, evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah
pembangunan di daerah telah mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan dan apakah
masyarakat telah mendapatkan manfaat yang diharapkan dari program pembangunan
daerah tersebut.
Secara kuantitatif, hasil evaluasi ini diharapkan akan memberikan informasi penting,
yang berguna sebagai alat untuk membantu para pemangku kepentingan dan pengambil
kebijakan pembangunan untuk memahami, mengelola, dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya. Hasil evaluasi juga dapat digunakan sebagai rekomendasi yang
spesifik sesuai dengan kondisi lokal, guna mempertajam perencanaan dan penganggaran
pembangunan di pusat dan daerah pada periode berikutnya, termasuk untuk penentuan
alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
2
1.2. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan EKPD 2009 meliputi:
a. Terhimpunnya data dan informasi hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah di
Provinsi Lampung;
b. Tersusunnya hasil analisis evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi
Lampung sesuai dengan sistematika penulisan pada buku panduan.
Gambar 1. Peta Provinsi Lampung
1.3 Metodologi
1.3.1 Kerangka Kerja EKPD 2009
Kerangka kerja EKPD 2009 meliputi beberapa tahapan kegiatan utama yaitu: (1)
Penentuan indikator hasil (outcomes) yang memiliki pengaruh besar terhadap pencapaian
tujuan pembangunan daerah; (2) Pemilihan pendekatan dalam melakukan evaluasi; dan
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan. Secara lengkap
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
3
kerangka kerja disajikan sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Ketiga tahapan tersebut
diuraikan sebagai berikut:
Gambar 2. Kerangka Kerja EKPD 2009
(1) Penentuan Indikator Hasil (outcomes)
Indikator kinerja dari tujuan/sasaran pembangunan daerah merupakan indikator
dampak (impacts) yang didukung melalui pencapaian 5 kategori indikator hasil
(outcomes) terpilih. Pengelompokan indikator hasil serta pemilihan indikator
pendukungnya, dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
a. Specific, atau indikator dapat diidentifikasi dengan jelas;
b. Relevant: mencerminkan keterkaitan secara langsung dan logis antara target
output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara
target outcomes dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan;
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
4
c. Measurable : jelas dan dapat diukur dengan skala penilaian tertentu yang
disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas dan biaya;
d. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan
tingkatan kinerja;
e. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk
menghasilkan indikator;
f. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan
data.
Pengelompokan 5 kategori indikator hasil (outcomes) yang mencerminkan
tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi:
a. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi.
b. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia.
c. Tingkat Pembangunan Ekonomi.
d. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam.
e. Tingkat Kesejahteraan sosial.
(2) Pemilihan Pendekatan Dalam Melakukan Evaluasi
Hubungan antar tingkat indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja
pembangunan dapat dilihat dalam Gambar 3. Secara lebih rinci hubungan
tersebut dapat dijelaskan sbb.:
a. Relevansi untuk menilai sejauh mana pembangunan yang dijalankan relevan
terhadap sasaran atau kebutuhan daerah dalam menjawab permasalahannya.
b. Efektivitas, untuk melihat apakah pembangunan yang dilakukan berkontribusi
terhadap pencapaian baik tujuan spesifik maupun umum pembangunan
daerah.
c. Efisiensi, untuk mengetahui bagaimana masukan (inputs) diubah dalam
proses yang telah direncanakan untuk menjadi keluaran (outputs).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
5
d. Efektivitas Biaya, untuk menggambarkan hubungan antara input dengan
outcomes pembangunan.
e. Kualitas, yaitu pengukuran derajat kesesuaian antara hasil-hasil
pembangunan yang dicapai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
f. Waktu, yaitu ketepatan waktu/periode pencapaian kinerja yang ditetapkan.
g. Produktivitas, untuk melihat nilai tambah, setiap tahapan proses
pembangunan dibandingkan dengan sumber daya yang telah digunakan.
Mengingat adanya keterbatasan waktu dan sumber daya yang tersedia dalam
pelaksanaan EKPD 2009, maka pendekatan dalam melakukan evaluasi kinerja
hanya meliputi aspek relevansi dan efektivitas pencapaian hasil saja. Namun,
tetap diharapkan bahwa hasil yang diperoleh dapat mencerminkan kinerja
pembangunan daerah yang sesungguhnya.
Gambar 3. Hubungan antara indikator dengan pendekatan pengukuran kinerja.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
6
(3) Pelaksanaan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan
Tahapan evaluasi dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
utama pembangunan daerah serta mengidentifikasi tujuan pembangunan daerah.
Tahap kedua adalah melengkapi dan mengoreksi Tabel Capaian yang dilanjutkan dengan tahap ketiga yaitu melakukan penilaian berkaitan dengan relevansi dan
efektivitas pencapaian.
Tahap keempat adalah melakukan identifikasi berbagai alasan atau isu yang
menyebabkan capaian pembangunan daerah (tidak) relevan dan (tidak) efektif.
Tim Evaluasi Provinsi menjelaskan “How and Why” berkaitan dengan capaian
pembangunan daerah.
Tahap kelima adalah menyusun rekomendasi untuk mempertajam perencanaan
dan penganggaran pembangunan periode berikutnya.
Tahap keenam, Bappenas melakukan perbandingan kinerja terkait hasil evaluasi
di atas berupa review dan pemetaan berdasarkan capaian tertinggi sampai
terendah.
1.3.2 Penentuan Indikator
Metode yang digunakan untuk menentukan capaian pada 5 kelompok indikator
hasil adalah sebagai berikut:
(1) Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih yang
memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes).
(2) Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung, dengan satuan yang digunakan adalah persentase.
(3) Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri.
(4) Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
7
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah.
(5) Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil dibagi
jumlah dari penyusun indikator hasil (indikator pendukungnya). Contoh untuk
indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial disusun oleh:
a. Persentase penduduk miskin
b. Tingkat pengangguran terbuka
c. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
d. Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
e. Presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
Semua penyusun komponen indikator hasil ini bermakna negatif (Lihat No.4) Sehingga:
Indikator kesejahteraan sosial = {(100% - persentase penduduk miskin) + (100% -
tingkat pengangguran terbuka) + (100% - persentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi anak) + (100%- persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut
usia) + (100% - persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial}/5
Daftar indikator keluaran (outputs) yang menjadi komponen pendukung untuk
masing-masing kategori indikator hasil (outcomes) dapat dilihat pada Lampiran 1.
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas.
Relevansi digunakan untuk menganalisis sejauh mana tujuan/sasaran
pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan utama/tantangan.
Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah trend capaian pembangunan
daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan nasional.
Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara
hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Efektivitas
pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik
dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
8
Dalam mengumpulkan data dan informasi untuk ecaluasi, teknik yang digunakan dapat
melalui:
Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek
pembangunan di daerah, di antaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan,
politik, lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi yang
terkait.
Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh melalui FGD dengan para pemangku kepentingan
pembangunan daerah. Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam
menggali masukan dan tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data dan informasi yang telah tersedia pada instansi
pemerintah seperti BPS daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
terkait.
1.4 Sistematika Penulisan Laporan
Kata Pengantar (ditandatangani oleh Rektor PTN) Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Tujuan (mengikuti latar belakang EKPD 2009 pada panduan) 1.2 Keluaran 1.3 Metodologi 1.4 Sistematika Penulisan Laporan
BAB II HASIL EVALUASI
Deskripsi permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah serta identifikasi tujuan pembangunan daerah. 2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI
2.1.1. Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
9
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan 2.2 TINGKAT KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
2.2.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
2.2.3 Rekomendasi Kebijakan 2.3 TINGKAT PEMBANGUNAN EKONOMI
2.3.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung outcomes yang spesifik dan menonjol
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan 2.4 KUALITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
2.4.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa Analisis Relevansi Analisis efektifitas
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator pendukung penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan 2.5 TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT
2.5.1 Capaian Indikator Grafik capaian indikator outcomes Provinsi dibandingkan dengan capaian indikator outcomes nasional dan analisa. Analisis relevansi Analisis efektivitas
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Gambaran dan analisa capaian indikator output penunjang outcomes yang spesifik dan menonjol
2.5.2 Rekomendasi Kebijakan BAB III. KESIMPULAN
Menyimpulkan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah relevan dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
10
Bab II HASIL DAN EVALUASI Deskripsi Secara garis besar, permasalahan dan tantangan utama pembangunan daerah yang dihadapi
Provinsi Lampung yang tercantum dalam Rencana kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun
2009 adalah :
1. Efektifitas penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Bidang kesejahteraan
sosial);
2. Aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan (Bidang Sumber Daya Manusia);
3. Optimalisasi kinerja pemerintah daerah (Bidang pelayanan publik);
4. Meningkatkan dukungan infrastruktur bagi pembangunan (Bidang pembangunan
ekonomi);
5. Meningkatkan ketahanan pangan dan produktivitas pertanian dalam arti luas (Bidang
pembangunan ekonomi);
6. Efektivitas penanganan kerusakan dan pencemaran lingkungan (Bidang pengelolaan
sumber daya alam);
7. Penanganan bencana dan pengangguran resiko bencana (Bidang pengelolaan sumber
daya alam);
8. Meningkatkan investasi dan daya saing ekspor (Bidang pembangunan ekonomi);
9. Penghematan dan diversifikasi energi (Bidang pengelolaan sumber daya alam);
10. Menstabilkan harga kebutuhan pokok dan sarana produksi pertanian akibat ancaman
kenaikan harga minyak dunia (Bidang pembangunan ekonomi); dan menjaga stabilitas
politik setelah pilkada pada akhir tahun 2008 dan menjelang pemilu tahun 2009 (Bidang
pelayanan publik dan demokrasi).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
11
2.1 TINGKAT PELAYANAN PUBLIK DAN DEMOKRASI 2.1.1 Capaian Indikator a. Pelayanan Publik Indikator Pelayanan Publik terdiri atas persentase kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, Persentase aparat yang berijazah Sarjana (S-1),
Kabupaten/Kota yang memiliki Perda satu atap, Gender Development Index (GDI) dan Gender
Empowerement Meassurement (GEM)
Pemberantasan korupsi merupakan sebuah tema penting dalam perjalanan bangsa di
era orde reformasi. Salah satu butir dari 9 (sembilan) tuntutan reformasi politik Indonesia tahun
1998 disamping implementasi otonomi daerah adalah pemberantasan korupsi. Bahkan
pemberantasan korupsi masuk dalam salah satu butir TAP MPR NO. XI Tahun 1998.
Pemerintahan yang amanah dan akuntabel merupakan tujuan penting yang hendak
diraih oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam masa kepemimpinan keduanya, oleh
sebab itu sinergisitas pemberantasan korupsi antara pemerintah pusat dan deaerah mesti
intensif dilakukan dan selalu dilakukan pengawasan secara simultan.
Dalam konteks Provinsi Lampung, data menunjukkan kinerja aparat dalam menangani
kasus korupsi sudah cukup baik hal ini terihat dari data tahun 2004 angka penanganan kasus
korupsi mencapai angka 100% berdasarkan pada laporan yang masuk dan penanganan
sebanyak 2 (dua) kasus korupsi pada tahun 2004 berhasil ditangani oleh aparat penegak
hukum, pada tahun 2005 jumlah kasus korupsi yang dilaporkan masuk adalah 1 (satu) kasus
korupsi dan berhasil ditangani hal ini secara kuantitatif menunjukkan tren yang sama pada
tahun sebelumnya walaupun jumlah kasus yang dilaporkan mengalami penurunan sebanyak 1
(satu) kasus korupsi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
12
Grafik 2.1.1 Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkan yang dilaporkan Nasional dan
Provinsi Lampung
y = 3,0333x - 5,7667R2 = 0,482
y = -0,2x + 0,2R2 = 0,3333
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r Out
com
e
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,001 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkanyang dilaporkan NasionalPersentase jumlah kasus korupsi yang tertangani dibandingkanyang dilaporkan Provinsi LampungTren Nasional
Tren provinsi
Linear (Tren Nasional)
Poly. (Tren provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada tahun 2006 trend ini mengalami penurunan dari 4 (empat) kasus korupsi yang
dilaporkan, aparat penegak hukum hanya menangani 2 (dua) kasus korupsi saja atau 50% dari
kasus korupsi yang dilaporkan, pada tahun berikutnya 2007, jumlah kasus korupsi yang
dilaporkan hanya 3 (tiga) kasus korupsi dan ketiga kasus korupsi tersebut berhasil ditangani
dengan baik oleh aparat penegak hukum atau 100% dari kasus korupsi yang dilaporkan. Pada
tahun 2008 jumlah kasus korupsi yang dilaporkan mengalami kenaikan menjadi 4 (empat)
kasus korupsi dan berhasil ditangani sebanyak 3 (tiga) kasus korpsi oleh aparat penegak
hukum atau 75% dari total jumlah kasus korupsi yang dilaporkan, kemudian pada tahun 2009
dari 3 (tiga) kasus korupsi yang dilaporkan aparat penegak hukum berhasil menangani 3 (tiga)
kasus korupsi tersebut atau 100% dari jumlah kasus korupsi yang dilaporkan. Jika dilihat dari tren penanganan kasus korupsi di Lampung maka grafik menunjukkan
jumlah kasus korupsi dan penanganannya di lampung terlihat datar berkisar dua sampai
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
13
dengan empat kasus per tahun-nya hal ini berbeda dengan penanganan kasus korupsi di level
nasional yang mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahun terutama pada tahun 2009.
Grafik 2.1.2 Persentase jumlah aparat yang berijasah S1 Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,0026x2 + 0,023x - 0,0351R2 = 0,1905
y = 0,0937x - 0,1944R2 = 0,533
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,20
-0,10
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,501 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Persentase aparat yang berijasah S1 NasionalPersentase aparat yang berijasah S1 Provinsi lampungTren NasionalTren ProvinsiPoly. (Tren Provinsi)Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari data yang diperoleh mengenai jumlah aparat yang berijazah S-1 diperoleh data
sebagai berikut tahun 2004 jumlah aparat yang berijazah S-1 adalah 31,96%, tahun 2005
jumlah aparat yang berijazah S-1 sejumlah 31,95%, tahun 2006 aparat yang berijazah S-1
meningkat menjadi 33,7%, pada tahun 2007 menjadi 33,61%, pada tahun 2008 jumlah aparat
yang berijazah S-1 mencapai angka 29,96% angka terendah yang sejak tahun 2004 sampai
dengan 2007, sedangkan pada tahun 2009 persentase aparat yang berijazah S-1 kembali
menaik menjadi 30,11%.
Data diatas menunjukkan bahwa persentase aparat yang berijazah s-1 di level provinsi
cenderung konstan, hanya pada tahun 2008 saja mengalami penurunan persentase yang cukup
signifikan mencapai angka 29,96%.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
14
Grafik 2.1.3 Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap Nasional
dan Provinsi lampung
y = 0,0007x2 - 0,0053x + 0,006R2 = 0,2143
y = 0,5648x - 1,3244R2 = 0,3943
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,00-0,500,000,501,001,502,002,503,003,50
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Persentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturandaerah pelayanan satu atap NasionalPersentase jumlah kabupaten/kota yang memiliki peraturandaerah pelayanan satu atap provinsi LampungTren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)
Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari grafik didapatkan bahwa jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda pelayanan
satu atap masih relatif kurang di Provinsi Lampung. Hanya pada level pemerintah provinsi saja
perda pelayanan satu atap yaitu perda layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Grafik 2.1.4 Gender Development Index (GDI) Nasional dan Provinsi Lampung
y = 9,0626x + 13,953R2 = 0,4055
y = 0,0216x - 0,0592R2 = 0,7358
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r
Out
com
e
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,501 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Gender Development Index (GDI) Nasional
Gender Development Index Provinsi Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Gender Development Index (GDI) Nasional)
Linear (Tren Provinsi) Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
15
Gender Development Indeks atau GDI adalah secara teknis dipahami sebagai tingkat
pembangunan gender yang merupakan salah satu ukuran yang di rilist oleh Bank Dunia dan
digunakan sebagai alat ukur dalam pencapaian Millenium Development Goal (MDGs).
Data grafik menunjukkan untuk level provinsi Lampung pada tahun 2004, GDI provinsi
Lampung mencapai angka 58,04 pada tahun 2005 GDI mengalami peningkatan mencapai
angka 59,54 pada tahun 2006 GDI kembali mengalami peningkatan mencapai 60,40 pada
tahun 2007 GDI Provinsi Lampung kembali naik 0,30 menjadi 60,70 pada tahun 2008 GDI
mengalami penurunan menjadi 58,30 dan pada tahun 2009 GDI kembali mengalami penurunan
mencapai 57,01.
Dari data GDI berdasarkan grafik didapatkan bahwa tingkat GDI provinsi Lampung terus
mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, kemudian mengalami
penurunan pada tahun yang relatif signifikan pada tahun 2008 dan 2009.
Grafik 2.1.5 Gender Empowerment Messurement (GEM) Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,017x - 0,0506R2 = 0,961
y = 0,3371x - 0,6959R2 = 0,5192
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,001 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
Gender Empow erment Messurement (GEM) nasional
Gender Empow erment Messurement (GEM) Provinsi lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Provinsi)
Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
16
Gender Empowerement Messurement adalah tolak ukur yang dipakai untuk mengukur
tingkat pemberdayaan gender dalam masyarakat. Begitupun Gender Development Index atau
GDI, GDM juga merupakan alat ukur yang dipakai oleh Workd Bank untuk sebagai salah satu
bagian mencapai MDGs.
Dalam konteks provinsi Lampung, indeks Gender Empowerement Meassurement (GEM)
terlihat konstan dan tidak ada peningkatan yang cukup signifikan, yaitu pada tahun 2004 indeks
mencapai 59,32, pada tahun 2005 mencapai 60,60 kemudian pada tahun 2006 mencapai 61,40
dan mengalami kenaikan menjadi 61,50 pada tahun 2007. Akan tetapi indeks tersebut
mengalami penurunan 1 (satu) level pada tahun 2008 dan kembali mengalami penurunan 1,20
level menjadi 59,30 pada tahun 2009. Jika melihat tren maka indeks terus mengalami kenaikan
dari tahun 2004, 2005, 2006 sampai tahun 2007 kemudian mengalami penurunan pada tahun
2008 dan 2009.
b. Demokrasi
Indikator demokrasi dalam Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tahun
2009 ini terdiri atas Indikator Tingkat Partisipasi Politik dalam Pemilu kepala daerah, Partisipasi
Politik dalam Pemilu Legislatif Nasional dan Partisipasi Politik dalam Pemilihan Presiden.
Grafik 2.1.6 Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah Provinsi nasional dan Provinsi
Lampung
y = 0,0016x2 - 0,009x + 0,0091R2 = 0,3734
y = 0,3334x2 - 1,6669x + 1,6002R2 = 0,6522
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r
Out
com
e
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,501 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r
Out
com
e
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepaladaerah NasionalTingkat partisipasi poltik masyarakat dalam pemilihan kepaladaerah Provinsi lampungTren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Nasional)
Poly. (Tren Provinsi) Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
17
Mencermati beberapa Pilkada di tanah air belakang ini, kita semua menjadi semakin
miris manakala pemimpin yang dihasilkan dari proses-proses yang sangat demokratis tersebut
ternyata jauh dari pemimpin yang mumpuni dan berkualitas. Pilkada baik untuk level Gubernur,
Bupati maupun Wailkota pada awalnya diciptakan sebagai wahana rekrutmen politik untuk
mencari pemimpin politik yang berkualitas dan mempunyai kapasitas sebagai pemimpin daerah.
Banyak kalangan dalam dan luar negeri berpendapat bahwa pelaksanaan demokrasi di
Indonesia dianggap memiliki progres kemajuan yang luar biasa, akan tetapi sangat
disayangkan karena progresivitas tersebut hanya pada sisi formalisme demokrasi saja dan tidak
diikuti oleh kemajuan dari sisi pemahaman akan substansi demokrasi.
Fenomena semakin meningkatnya golput pada awalnya, Pilkada (Gubenur, Bupati dan
Walikota) sebenarnya di setting untuk menghasilkan pemimpin lokal yang memiliki legitimasi
tinggi, akan tetapi fenomena yang terjadi mengindikasikan bahwa asumsi awal yang dibangun
tersebut jauh dari realita. Bagaimana misalnya pemimpin politik yang dipilih dari cara yang
demokratis (pilkada) mempunyai legitimasi kuat untuk menjalankan pembangunan jika angka
golput melebihi angka yang memilih pemimpin tersebut.
Pembangunan dapat terlaksana jika legitimasi politik kuat akan tetapi hal ini bertolak
belakang dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini khususnya di tanah air. Merujuk pada data
desk Pilkada Depdagri pada tahun 2005 diambil dari 175 wilayah menunjukkan terjadinya
penurunan partisipasi untuk memilih atau golput. Pada pemilihan legislatif 2004 golput
berjumlah 15,93%, Pilpres tahap I golput berjumlah 20.24%, Pilpres tahap II golput berjumlah
22,56% dan pada Pilkada Golput berjumlah 30,65%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa tren
golput akan terus naik, dan klimaksnya akan terjadi golput yang sangat besar pada tahun 2009.
Pada Pilkada Gubernur Lampung tahun 2009 angka partisipasi politik hanya mencapai
66,67%, angka ini berada pada range rata-rata persentase golput Pilkada yang diperkirakan
mencapai angka 25-35 persen. Salah satu persoalan mendasar golput yanh cukup tinggi pada
pilkada adalah kemungkinan kejenuhan masyarakat yang terus menerus dihadapkan pada
event-event pilkada.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
18
2.1.7 tingkat Partisipasi Politik Masyarakat dalam pemilihan legislatif Nasional dan Provinsi lampung
y = -0,6075x + 2,4273R2 = 0,5018
y = -0,8062x + 2,9218R2 = 0,6484
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-1,50-1,00-0,500,000,501,001,502,002,503,003,50
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilihanlegislatif NasionalTingkat partisipasi politik masyarakatdalam pemilihanlegislatif Provinsi Lampungtren Nasional
tren provinsi
Linear (tren Nasional)
Linear (tren provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Sejak reformasi politik berlangsung yakni sejak tahun 1998, sudah dua kali
mengadakan pemilihan legislatif tingkat nasional. Pemilihan legislatif nasional dilakukan untuk
memilih para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI yang akan mewakili daerah pemilihan
Provinsi Lampung. Terdapat 18 orang anggota DPR-RI yang akan mewakili daerah pemilihan
Lampung. Daerah pemilihan lampung terbagi menjadi 2 (Dua) DP yaitu DP Lampung I dan DP
Lampung II.
Merujuk pada grafik maka didapatkan angka partisipasi politik untuk pemilihan legislatif
nasional mencapai angka 76,6% pada tahun 2004 dan angka partisipasi politik itu (voter turn
out) mengalami penurunan 0,85% yakni menjadi 75,75% pada tahun 2009. Penurunan angka
partisipasi politik pada tahun 2009 masih merupakan angka yang dapat ditoleransi mengingat
dalam beberapa kasus di provinsi lain angka partisipasi politik untuk pemilihan legislatif nasional
turun dengan sangat signifikan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
19
grafik 2.1. 8 Tingkat Partispasi Politik Masyarakat dalam Pilpres Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,6341x + 2,5335R2 = 0,5017
y = -0,8201x + 2,9802R2 = 0,6447
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,50-1,00-0,500,000,501,001,502,002,503,003,504,00
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilpres Nasional
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pilpres ProvinsiLampungTren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Nasional)
Linear (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Indonesia telah melaksanan 2 (dua) kali pemilihan presiden secara langsung pada tahun
2004 pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla terpilih pada saat itu menyisihkan
pasagan Megawati dan Hasyim Muzadi. Walaupun pemilihan presiden langsung pada saat itu
berlangsung dua putaran angka partisipasi politik pada saat itu mencapai 77,01%. Pada
pemilihan Presiden secara langsung tahun 2009 angka partispasi politik menurun menjadi
75,1% walaupun Pilpres hanya berlangsung 1 (satu) putaran saja.
Banyak alasan yang menyebabkan tingkat partisipasi politik pada Pilpres tahun 2009
menurun jika dibandingkan dengan tahun 2004, salah satu aspek yang menonjol adalah karena
persoalan perubahan tata cara pemungutan suara yang dilakukan dengan cara menconteng
yang sebelumnya dicoblos, sosialisasi yang belum maksimal oleh KPU dan KPUD
menyebabkan hal itu terjadi. Disamping persoalan sosialisasi yang minim, persoalan lainnya
adalah kejenuhan masyarakat dalam mengikuti event-event pemilu.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
20
Grafik 2.1.9 Tingkat pelayanan Publik Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,0179x2 + 0,1053x - 0,0802R2 = 0,1063
y = 0,3956x - 1,2824R2 = 0,4404
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,502004 2005 2006 2007 2008 2009
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Tingkat Pelayanan Publik NasionalTingkat Pelayanan Publik provinsi LampungTren NasionalTren ProvinsiPoly. (Tren Provinsi)Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Secara umum tingkat pelayanan publik nasional lebih fluktuatif yang cenderung
bergerak positif dibandingkan dengan tingkat pelayanan publik Provinsi Lampung. Pada tahun
2004, 2005, 2006 dan 2007 tingkat pelayanan publik Lampung masih lebih baik dibandingkan
dengan tingkat pelayanan publik akan tetapi tren itu semakin berkurang pada tahun 2008 dan
titik terendahnya terjadi pada tahun 2009 dimana tren nasional bergerak positif sedangkan tren
Lampung bergerak negatif. Hal ini dimungkinkan karena bagi Provinsi Lampung tahun 2008 dan
2009 adalah “tahun politik”. Pada tahun 2008, Pemilihan Gubernur Lampung diselenggarakan
sehingga besar kemungkinan event-event politik itu yang mengganggu kinerja pelayanan publik
di Provinsi Lampung.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
21
Grafik 2.1.10 Tingkat Demokrasi Nasional dan Provinsi lampung
y = -0,3042x + 1,3102R2 = 0,7482
y = -0,2039x + 1,0176R2 = 0,5023
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,202004 2005 2006 2007 2008 2009
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Tingkat Demokrasi NasionalTingkat Demokrasi provinsi LampungTren NasionalTren ProvinsiLinear (Tren Provinsi)Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
2.1.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol Pada umumnya tren tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Lampung lajunya
cenderung stagnan. Walaupun sebenarnya jika beberapa aspek dimaksimalkan ada sebuah
harapan besar dimasa depan akan prospek tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
Lampung akan lebih baik.
Dari seluruh indikator utama tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Lampung terlihat bahwa
1. Tren penanganan kasus korupsi nasional lebih baik jika dibandingkan dengan tren
penanganan kasus korupsi Provinsi Lampung. Tren penanganan kasus korupsi di
Lampung cenderung stagnan.
2. Tren aparat yang berijazah S-1 (sarjana) di Provinsi Lampung cenderung stagnan jika
dibandingkan dengan tren aparat yang berijazah S-1 (sarjana) yang selalu mengalami
peningkatan tahun per tahun.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
22
3. Tren jumlah kabupaten/kota yang memiliki perda satu atap Provinsi Lampung cenderung
stagnan dibandingkan dengan tren nasional yang mengalami peningkatan yang
signifikan dari tahun 2004 s.d 2009.
4. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
Provinsi Lampung cenderung stagnan jika dibandingkan dengan GDI (Gender
Development Index) dan GEM (Gender Empowerement Messurement) Nasional.
5. Dalam Partisipasi Politik di pilkada (pemilihan gubernur) tren Lampung lebih baik jika
dibandingkan dengan tren nasional yang cenderung stagnan.
6. Tren Partsipasi Politik dalam pemilihan legislatif nasional antara nasional dan Lampung
cenderung pada level yang sama.
7. Tren Partsipasi Politik dalam Pilpres antara tren nasional dan Lampung cenderung pada
level yang sama.
Jika dilihat dari beberapa indikator dalam tingkat pelayanan publik dan demokrasi di
Lampung maka perlunya peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah terhadap penanganan
kasus korupsi. Pada bagian lain menjadi penting juga untuk meningkatkan kualitas SDM aparat
pemerintahan dengan meningkatkan kapasitas pendidikan formal. Oleh sebab ke depan
menjadi bagian penting adalah melakukan sinergisitas kerja antara aparat pemerintah daerah,
pengguna pelayanan publik dan stake holders.
2.1.3 Rekomendasi Kebijakan Setelah memberikan penilaian dan analisis, maka dalam konteks tingkat pelayanan
publik dan demokrasi di Lampung terdapat beberapa hal yang mendesak dan harus segera
dibenahi antara lain:
1. Permasalahan masih rendahnya penanganan kasus korupsi di Lampung yang disebab-
kan oleh sedikitnya temuan atau laporan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Tinggi
dan Kepolisian Daerah Lampung.
2. Perlunya peningkatan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) aparat pemerintah
daerah terutama pada sektor pendidikan formal.
3. Masih sedikitnya kabupaten/kota yang memiliki perda satu atap juga menjadi masalah
serius yang harus segera dibenahi dan dipercepat prosesnya.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
23
4. Gender Development Index (GDI) dan Gender Empowerement Messurement (GEM)
Lampung yang rendah dibandingkan indek nasional menjadi masalah yang juga harus
dibenahi.
5. Partisipasi Politik pilgub relatif lebih baik dibandingkan daerah lain, akan tetapi permasa-
lahannya adalah partisipasi politik legislatif dan pilpres yang masih berada di bawah
level angka partisipasi politik (voter turn out) nasional.
Oleh sebab itu untuk mempercepat proses perlunya adanya intervensi kebijakan yang terumus
dalam beberapa rekomedasi kebijakan yang mesti dilakukan adalah :
A. Rekomedasi Kebijakan bagi Peningkatan Pelayan Publik
1. Mendorong peran masyarakat luas dalam penegakan hukum untuk memberantas
korupsi serta mempercepat reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan
masyarakat.
2. Perlunya peningkatan kinerja aparatur penegak hukum (korupsi) dalam menangani
kasus korupsi daerah.
3. Perlunya intervensi kebijakan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur
pemerintah daerah dengan meningkatkan pendidikan formal jenjang Sarjana dan Pasca
Sarjana serta pelatihan soft skill peningkatan pelayanan publik.
4. Perlunya intervensi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
B. Rekomendasi Kebijakan bagi Demokrasi
1. Pemerintah daerah dapat menjaga stabilitas politik daerah setelah pemilu 2009 sampai
dengan 2014.
2. Perlunya intervensi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Gender Development
Index (GDI) dan Gender Empowerement Meassurement (GEM)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
24
3. Perlunya intervensi kebijakan (Pemda, KPUD dan stake holder) dalam bentuk program
dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya
partisipasi politik dalam event-event politik kenegaraan.
2.2 Tingkat Pembangunan Sumber Daya Manusia 2.2.1 Capaian Indikator
Nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting untuk
menilai kemajuan pembangunan SDM masyarakat. Nilai IPM Provinsi Lampung dalam kurun
waktu 2005 sampai 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2005 IPM
Provinsi Lampung sebesar 68,80 dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 70,10. Peningkatan
nilai IPM di Provinsi Lampung ini didukung pula oleh peningkatan tiga indikator pendukungnya
yaitu indeks kelangsungan hidup, indeks pengetahuan, dan indeks daya beli.
Pembangunan pada bidang pendidikan di Provinsi Lampung telah memperlihatkan
banyak kemajuan. Beberapa kemajuan yang dicapai antara lain, telah terjadi peningkatan
penuntasan Wajib Belajar Sembilan tahun. Dari sisi kebijakan alokasi dana pembangunan,
alokasi dana untuk pendidikan telah meningkat secara bertahap dan pada tahun 2009
mencapai 20% dari belanja langsung. Selain itu, terjadi pula peningkatan Angka Partisipasi
Murni (APM) pada tingkat SD, SMP, dan SMA.
Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator yang sangat penting
dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia. Indikator kesehatan masyarakat antara
lain dapat tergambar pada nilai Umur Harapan Hidup (UHH), angka mortalitas dan morbiditas,
serta status gizi masyarakat.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
25
Analisis Relevansi dan Efektivitas
a. Indeks Pembangunan Manusia
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.1 dapat dilihat bahwa secara nasional nilai indeks pembangunan
manusia cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan peningkatan
yang sama terjadi pula pada indeks pembangunan manusia di Provinsi Lampung pada kurun
waktu tersebut. Apabila dicermati, pada Grafik 2.2.1 juga terlihat bahwa angka indeks
pembangunan manusia di Provinsi Lampung masih sedikit berada di bawah angka indeks
pembangunan manusia secara nasional. Fakta ini mencerminkan bahwa ke depan Pemerintah
Provinsi Lampung harus secara khusus mengarahkan program pembangunan yang secara
langsung dapat berdampak terhadap peningkatan nilai IPM, sehingga paling tidak dapat
menyamai pencapaian nilai IPM di tingkat nasional.
Dilihat dari tren peningkatan nilai IPM di tingkat nasional dan Provinsi Lampung yang
cenderung sejalan, terdapat indikasi bahwa ada relevansi antara program di tingkat nasional
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
26
dan provinsi. Hanya saja untuk tingkat provinsi efektivitas program peningkatan nilai IPM masih
relatif lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nasional. Hal ini disebabkan pada indeks
pembangunan manusia dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu indeks kelangsungan hidup,
pendidikan dan pengetahuan, serta indeks daya beli (gambaran kemampuan masyarakat dalam
mengakses sumberdaya ekonomi) dan ketiga indikator tersebut masih berada di bawah
nasional terutama untuk tingkat pendidikan dan tingkat daya beli masyarakat.
b. Pendidikan
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.2 dapat dilihat bahwa secara nasional angka partisipasi murni tingkat
SD/MI nasional cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Pada kurun waktu
tersebut kecenderungan peningkatan yang sama terjadi pula untuk angka partisipasi murni
tingkat SD/MI di Provinsi Lampung. Selain itu, tampak pula bahwa dari tahun 2004 sampai
tahun 2008 angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI di Provinsi Lampung jauh berada di
atas angka tingkat partisipasi murni tingkat T SD/MI secara nasional. Namun, perlu dicermati
bahwa pada tahun 2008 angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI di Provinsi Lampung
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
27
sudah terlihat hampir sama dengan angka tingkat partisipasi murni tingkat SD/MI secara
nasional. Hal ini perlu diantisipasi dan menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Lampung,
untuk segera mengambil langkah-langkah nyata dalam peningkatan partisipasi murni tingkat
SD/MI di Provinsi Lampung karena peningkatan angka partisipasi tersebut relatif mendatar,
sehingga sesungguhnya laju peningkatan relatife kecil.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.3 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
rata-rata nilai akhir tingkat SMP/MTs cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi
pula untuk rata-rata nilai akhir tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Namun, secara linier tampak bahwa laju peningkatan rata-rata nilai akhir tingkat
SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan laju peningkatan rata-rata
nilai akhir tingkat SMP/MTs pada tingkat nasional. Peningkatan angka rata-rata nilai akhir
tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung sangat signifikan terjadi pada tahun 2005 dan 2008
sehingga melebihi angka persentase secara nasional. Sedangkan untuk tahun 2004 angka rata-
rata nilai akhir tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung sama dengan nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
28
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.4 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama
terjadi pula untuk rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung pada kurun
waktu tersebut. Pada Grafik 2.2.4 juga terlihat bahwa dalam kurun waktu 2004 – 2009 angka
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung terlihat hampir sama dengan
rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA secara nasional, hanya saja pada tahun 2004 dan
2008 rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung lebih rendah dari rata-rata
nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
29
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.5 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SD/MI cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi
pula untuk angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut.
Selama kurun waktu 2007 – 2008 angka angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi
Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan angka putus sekolah tingkat SD/MI pada tingkat
nasional, akan tetapi pada tahun 2004 dan 2006 angka putus sekolah tingkat SD/MI Provinsi
Lampung hampir sama dengan angka putus sekolah tingkat SD/MI nasional walupun sedikit
masih lebih rendah, untuk tahun 2005 angka putus sekolah tingkat SD/MI Provinsi Lampung
jauh lebih rendah dari angka putus sekolah tingkat SD/MI nasional. Namun, perlu dicermati
oleh Pemerintah Provinsi Lampung bahwa pada tahun 2007 dan 2008 kecenderungan yang
ada angka putus sekolah tingkat SD/MI di Provinsi Lampung sudah melebihi angka rata-rata
tingkat nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
30
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.6 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SMP/MTs cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama
terjadi pula untuk angka putus sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2004 dan 2005 angka putus
sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung masih lebih tinggi di bandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs nasional. Namun, selama kurun waktu 2006 – 2008 angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMP/MTs pada tingkat nasional. Hal ini mencerminkan keberhasilan
Pemerintah Provinsi Lampung dalam menekan angka putus sekolah tingkat SMP/MTs.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
31
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.7 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA relatif konstan. Namun, ada kecenderungan terjadi
peningkatan angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung khususnya pada
kurun waktu 2008 – 2009. Selain itu selama kurun waktu 2006 – 2008 angka angka putus
sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan angka
putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA pada tingkat nasional, meskipun pada tahun 2004 dan
2006 angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung labih rendah jika
dibandingkan dengan angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA nasional. Untuk tahun 2006
angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Lampung dan nasional peninkatan angka
putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA sangat signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Hal lain yang perlu dicermati baik di tingkat provinsi maupun nasional
kecenderungan peningkatan persentase angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA polanya
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
32
sama antara tahun 2004 – 2006 dengan tahun 2007 dan 2008 walupun ada penurunan pada
periode 2007 -2008 dibandingkan dengan periode tahun 2004 - 2006.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.8 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
persentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas cenderung
meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase rata-rata angka melek
aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi Lampung pada kurun waktu
tersebut. Pada Grafik 2.2.8 juga terlihat bahwa dalam kurun waktu 2004 – 2009 angka
persentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi
Lampung jauh lebih tinggi dari prosentase rata-rata angka melek aksara penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas secara nasional. Akan tetapi peningkatan persentase rata-rata angka
melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas di Provinsi Lampung dari tahun 2006-
2009 relatif sangat kecil atau cenderung mendatar.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
33
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.9 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs cenderung meningkat.
Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase jumlah guru yang layak mengajar
tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Selama kurun waktu 2004 –
2007 jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung lebih rendah
dibandingkan dengan persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs pada
tingkat nasional. Akan tetapi khusus pada tahun 2008 persentase jumlah guru yang layak
mengajar tingkat SMP/MTs Provinsi Lampung lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah guru
yang layak mengajar tingkat SMP/MTs nasional. Garis linier peningkatan persentase jumlah
guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs untuk Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan
dengan garis linier untuk nasional. Pada Grafik 2.2.9 juga terlihat bahwa angka prosentase
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
34
jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs di Provinsi Lampung masih sedikit berada di
bawah angka prosentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMP/MTs secara nasional.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.10 dapat dilihat pada kurun waktu 2004 – 2009 bahwa secara nasional
persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA cenderung meningkat.
Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase jumlah guru yang layak mengajar
tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Selama kurun waktu
2004 – 2009 jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung
lebih rendah dibandingkan dengan persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat
SMA/SMK/MA pada tingkat nasional. Garis linier peningkatan persentase jumlah guru yang
layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA untuk Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan
dengan garis linier untuk nasional. Pada Grafik 2.2.10 juga terlihat bahwa angka prosentase
jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Lampung masih sedikit
berada di bawah angka prosentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA
secara nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
35
Jika dilihat dari segi relevansi antara program nasional dan daerah untuk peningkatan
pendidikan sudah sama/relevan, tetapi jika dilihat dari segi efektivitas program tingkat provinsi
lebih tinggi dari nasional. Peningkatan ini disebabkan program – program peningkatan kualitas
pendidikan di Provinsi Lampung berjalan dengan baik seperti program tuntas wajib belajar
Sembilan tahun, sertifikasi guru, dan peningkatan mutu sarana dan prasarana pendidikan.
c. Kesehatan
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.11 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
umur harapan hidup (UHH) cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula
untuk umur harapan hidup (UHH) di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Namun,
perlu dicermati bahwa selama kurun waktu 2004 – 2006 angka umur harapan hidup (UHH) di
Provinsi Lampung selalu lebih rendah dibandingkan dengan umur harapan hidup (UHH) pada
tingkat nasional, sedangkan untuk kurun waktu 2007 -2008 umur harapan hidup (UHH) provinsi
maupun nasional relatif sama, akan tetapi pada tahun 2009 umur harapan hidup (UHH) di
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
36
Provinsi Lampung jauh lebih tinggi dari umur harapan hidup (UHH) pada tingkat nasional. Garis
linier peningkatan umur harapan hidup (UHH) Provinsi Lampung lebih curam jika dibandingkan
dengan garis linier peningkatan umur harapan hidup (UHH) secara nasional.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.12 dapat dilihat pada kurun waktu 2004 – 2009 bahwa secara nasional
angka kematian bayi (AKB) cenderung sama dari tahun ke tahun atau relatif konstan. Akan
tetapi untuk angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Lampung mengalami penurunan yang
signifikan pada kurun waktu 2004- 2006, namun penurun yang terjadi pada kurun waktu 2007 –
2008 relatif sangat kecil. Akan tetapi angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Lampung selalu
lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian bayi (AKB) pada tingkat nasional kecuali
pada tahun 2006. Garis linier angka kematian bayi (AKB) Provinsi Lampung labih curam jika
dibandingkan dengan garis linier angka kematian bayi (AKB) secara nasional. Pada Grafik
2.2.12 juga dapat dilihat bahwa angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Lampung khususnya
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
37
pada tahun 2004 dan 2007 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian bayi
(AKB) nasional.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.13 dapat dilihat pada kurun waktu 2004 – 2009 bahwa secara nasional
angka kematian ibu (AKI) cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi juga untuk
angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Penurunan yang
signifikan terjadi pada tahun 2008, sedangkan penurunan yang terjadi pada kurun waktu 2004 –
2006 relatif kecil. Akan tetapi angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Lampung selalu rendah
dibandingkan dengan angka kematian ibu (AKI) pada tingkat nasional, kecuali pada tahun 2007
angka kamtian ibu (AKI) di Provinsi Lampung jauh lebih tinggi dari angka kematian ibu (AKI)
secara nasional. Garis linier angka kematian ibu (AKI) Provinsi Lampung relatif sama dengan
garis linier angka kematian ibu (AKI) secara nasional. Pada Grafik 2.2.12 juga dapat dilihat
bahwa angka kematian ibu (AKI) di Provinsi Lampung khususnya pada tahun 2007 jauh lebih
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
38
tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu (AKI) nasional, akan tetapi secara umum
masih lebih rendah dari nasional pada kurun waktu 2004 – 2009.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.14 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 Prevalensi Gizi
Buruk Nasional maupun Provinsi Lampung sama persis, kecuali pada tahun 2007 di mana
Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Lampung lebih rendah dari nasional. Garis linier Prevalensi
Gizi Buruk Nasional maupun Provinsi Lampung sama persis, yang juga sangat perlu dicermati
adalah pada Grafik 2.2.14 Prevalensi Gizi Buruk Nasional maupun Provinsi Lampung
persentasenya juga sama persis.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
39
Grafik 2.2.15 Prevalensi gizi Kurang Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,0038x2 + 0,029x - 0,0332R2 = 0,0585
y = -0,0038x2 + 0,029x - 0,0332R2 = 0,0585
84
86
88
90
92
94
96
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,06
-0,04
-0,02
0,00
0,02
0,04
0,06
0,081 2 3 4 5
Tren
Indi
kato
r O
utco
me
Prevalensi gizi kurang Nasional prevalensi gizi kurang Prov. Lampung
Tren Nasional Tren Provinsi
Poly. (Tren Nasional) Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.15 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 Prevalensi Gizi
Kurang Nasional maupun Provinsi Lampung kecenderungannya sama-sama meningkat pada
jumlah persentase yang juga sama persis. Akan tetapi ada terjadi penurunan tahun 2005 dari
tahun 2004, serta juga terjadi pada tahun 2007 dari tahun 2006. Garis linier Prevalensi Gizi
Kurang Nasional maupun Provinsi Lampung sama persis.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
40
Grafik 2.2.16 Persentase tenaga kesehatan penduduk Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0007x - 0,0019R2 = 0,7423
y = -0,0001x + 0,0005R2 = 0,481
99,6099,6599,7099,7599,8099,8599,9099,95
100,00100,05
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
0,000,000,000,000,000,000,000,000,000,00
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Persentase tenaga kesehatan penduduk Nasional
Persentase tenaga kesehatan pendudduk Prov. Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Nasional)
Linear (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.16 dapat dilihat pada kurun waktu 2004 – 2009 bahwa secara nasional
persentase tenaga kesehatan penduduk cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama
terjadi juga untuk persentase tenaga kesehatan penduduk di Provinsi Lampung pada kurun
waktu tersebut. Akan tetapi persentase tenaga kesehatan penduduk di Provinsi Lampung selalu
lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase tenaga kesehatan penduduk tingkat nasional,
kecuali pada tahun 2009 persentase tenaga kesehatan penduduk di Provinsi Lampung lebih
rendah dari persentase tenaga kesehatan penduduk secara nasional. Garis linier persentase
tenaga kesehatan penduduk Provinsi Lampung lebih landai jika dibandingkan dengan garis
linier persentase tenaga kesehatan penduduk secara nasional. Pada Grafik 2.2.16 juga dapat
dilihat bahwa persentase tenaga kesehatan penduduk di Provinsi Lampung khususnya pada
tahun pada peride tahun 2005 - 2007 jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan persentase
tenaga kesehatan penduduk nasional.
Dilihat dari indikator kesehatan, ada indikasi program peningkatan kualitas kesehatan
antara nasional dan daerah sudah relevan dan relative efektif. Peningkatan pada indicator
yang ada dapat bersifat positif dan negatif. Pada indikator umur harapan hidup tren nasional
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
41
cenderung berada dibawah tren provinsi, peningkatan ini bersifat positif yang artinya jika UHH
semakin tinggi dalam suatu wilayah maka tingkat kesehatan di wilayah tersebut semakin baik.
Pada tren AKB tingkat nasional cenderung stagnan (tidak perubahan yang signifikan)
sedangkan untuk tingkat provinsi dari tahu 2004 – 2009 cenderung mengalami penurunan.
Penurunan ini bersifat positif dimana semakin kecil AKB maka tingkat kesehatan semakin baik.
Begitu pula AKI tingkat nasional dan daerah cenderung mengalami penurunan namun
penurunan pada tingkat nasional lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat daerah. Hal ini
disebabkan di Provinsi Lampung pelayanan kesehatan ibu hamil terutama di desa – desa sudah
baik, tetapi tingkat kesadaran masyarakat dalam hal memeriksakan kesehatan ibu hamil masih
rendah.
d. Keluarga Berencana
Grafik 2.2.17 Persentase penduduk ber KB Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0011x2 - 0,0553x + 0,0159R2 = 0,2437
y = -0,0489x + 0,0085R2 = 0,2435
0
5
10
15
20
25
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,35-0,30-0,25-0,20-0,15-0,10-0,050,000,050,100,15
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase penduduk ber-KB Nasional
Persentase penduduk ber KB Prov. LampungTren Nasional
Tren ProvinsiPoly. (Tren Nasional)
Linear (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.17 dapat dilihat pada kurun waktu 2004 – 2009 bahwa secara nasional
persentase penduduk ber-KB cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi juga
untuk persentase penduduk ber-KB di Provinsi Lampung pada kurun waktu tersebut. Akan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
42
tetapi persentase penduduk ber-KB di Provinsi Lampung dan penduduk ber-KB nasional
mengalami kenaikan hanya pada tahun 2006. Garis linier persentase penduduk ber-KB
Provinsi Lampung dengan garis linier persentase penduduk ber-KB secara nasional. Pada
Grafik 2.2.17 juga dapat dilihat bahwa persentase penduduk ber-KB di Provinsi Lampung dan
nasional dari tahun ke tahun pada grafik yang sama dengan garis yang berhimpit.
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.18 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
maupun Provinsi Lampung persentase laju pertumbuhan berfluktuasi. Tahun 2005 mengalami
kenaikan dari tahun 2004, tetapi tahun 2006 menurun dari tahun 2005 sedangkan pada tahun
2007 naik dari tahun 2006 pola yang juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya walaupun
presentasenya tidak sama. Garis linier persentase laju pertumbuhan Provinsi Lampung sama
dengan garis linier persentase laju pertumbuhan secara nasional. Pada Grafik 2.2.18 juga
dapat dilihat bahwa persentase laju pertumbuhan di Provinsi Lampung dan nasional dari tahun
ke tahun pada grafik yang sama dengan garis yang berhimpit.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
43
Grafik 2.2.19 Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0034x2 - 0,024x + 0,0126R2 = 0,0702
y = 0,0027x2 - 0,0205x + 0,0103R2 = 0,1179
80,00
82,00
84,00
86,00
88,00
90,00
92,00
94,00
96,00
98,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r Out
com
e
-0,08-0,07
-0,06-0,05-0,04-0,03
-0,02-0,010,00
0,010,02
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Kualitas Sumber Daya Manusia NasionalKualitas sumber daya manusia Prov. LampungTren NasionalTren ProvinsiPoly. (Tren Provinsi)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.2.19 dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2004 – 2009 secara nasional
maupun Provinsi Lampung tingkat kualitas sumberdaya manusia cenderung mengalami
penurunan. Sesungguhnya ada kenaikan relatif kecil yang terjadi pada tahun 2006, akan tetapi
juga tidak melebihi dari tingkat kualitas sumberdaya manusia pada tahun 2004. Garis linier
tingkat kualitas sumberdaya manusia Provinsi Lampung relatif sama dengan garis linier tingkat
kualitas sumberdaya manusia secara nasional. Pada Grafik 2.2.19 juga dapat dilihat bahwa
tingkat kualitas sumberdaya manusia di Provinsi Lampung dan nasional dari tahun ke tahun
pada grafik yang sama dengan garis yang berhimpit, yang relatif ada perbedaan hanya terjadi
pada tahun 2007 nasional relatif lebih baik.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
44
Tingkat kualitas SDM cenderung menurun baik nasional maupun Provinsi Lampung.
Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas program untuk meningkatkan kualitas SDM masih
rendah, namun sejak 2008 tingkat kualitas SDM di Provinsi Lampung memiliki trend yang
meningkat dan lebih baik dibandingkan trend nasional. Hal ini menunjukkan adanya
peningkatan efektivitas program peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Provinsi
Lampung seperti wajar Sembilan tahun, sertifikasi guru, peningkatan sarana dan prasarana
pendidikan sebesar 20% dari APBD, peningkatan program pengentasan kemiskinan, program
ketahanan pangan daerah dan pembangunan daerah tertinggal.
2.2.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Selama kurun waktu 2004 – 2009 capaian indikator yang tampak secara spesifik dan
menonjol di Provinsi Lampung adalah beberapa indikator yang terkait dengan bidang
pendidikan dan kesehatan. Perbaikan pada kualitas pendidikan dan kesehatan tersebut
berdampak pada perbaikan mutu sumber daya manusia. Dibandingkan capaian pada tingkat
nasional, beberapa capaian yang menonjol pada bidang pendidikan dan kesehatan di Provinsi
Lampung selama kurun waktu 2004 – 2009 adalah:
1. Angka partisipasi murni tingkat SD/MI
2. Rata-rata nilai akhir tingkat SMP/MTs
3. Angka putus sekolah tingkat SMP/MTs
4. Angka melek aksara penduduk yang berumur 15 tahun ke atas
5. Angka kematian ibu (AKI)
6. Persentase tenaga kesehatan penduduk.
2.2.3 Rekomendasi kebijakan
Selama kurun waktu 2004 – 2009 capaian pada beberapa indikator yang terkait dengan
bidang pendidikan dan kesehatan di Provinsi Lampung belum memuaskan dibandingkan
dengan capaian pada tingkat nasional. Oleh karena itu Pemerintah Provinsi Lampung
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
45
selayaknya memberikan perhatian khusus pada program-program di bidang pendidikan dan
kesehatan yang secara langsung meningkatkan kinerja terkait indikator yang belum baik.
Beberapa indikator keberhasilan pembangunan yang perlu diperhatikan pencapaiannya
pada masa yang akan datang adalah:
1. Nilai indeks pembangunan manusia (IPM)
2. Rata-rata nilai akhir tingkat SMA/SMK/MA
3. Angka putus sekolah tingkat SD/MI
4. Angka putus sekolah tingkat SMA/SMK/MA
5. Persentase jumlah guru yang layak mengajar tingkat SMA/SMK/MA
6. Angka kematian bayi (AKB).
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan secara bertahap alokasi dana
untuk peningkatan mutu pendidikan menjadi sekurang-kurangnya 20% seperti telah
diamanatkan oleh undang-undang. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah penyusunan
perencanaan dan program yang baik, serta meningkatkan pengawasan pembangunan
sehingga alokasi dana yang diberikan menjadi efektif.
2.3 Tingkat Pembangunan Ekonomi
2.3.1 Capaian Indikator
a. Ekonomi Makro Pada tahun 2008 kondisi perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang
sangat dinamis dan bisa dikatakan penuh dengan tantangan akibat gejolak perekonomian dunia
yang mengalami resesi dan perlambatan. Gejolak keuangan dan resesi global memberi dampak
negatif terhadap perekonomian Lampung terutama pada triwulan IV-2008, sehingga pada 2008
perekonomian Lampung hanya tumbuh 5.24% (yoy).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
46
Perekonomian Lampung yang di dominasi oleh sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh
kondisi makro ekonomi nasional dan global. Sejak tahun 2004 perekonomian Lampung terus
tumbuh dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 yakni tumbuh sebesar 5.63% (yoy). Namun
secara rata-rata pertumbuhan perkonomian Lampung dari 2004 - 2008 masih dibawah
pertumbuhan nasional yakni tumbuh sebesar 5.05% (yoy) sedangkan pertumbuhan nasional
secara rata-rata tumbuh sebesar 5.38% (yoy).
Grafik 2.3.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Provinsi lampung
y = -0,2442x + 0,6326R2 = 0,5721
y = -0,0693x2 + 0,4545x - 0,5279R2 = 0,6825
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utcm
e
-1,20-1,00-0,80-0,60-0,40-0,200,000,200,400,60
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Laju pertumbuhan ekonomi NasionalLaju pertumbuhan ekonomi Provinsi LampungTren NasionalTren ProvinsiLinear (Tren Nasional)Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.3.1 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase tingkat pembangunan
ekonomi nasional cenderung meningkat dari 2004 sampai 2008. Kecenderungan yang sama
terjadi pula untuk persentase tingkat pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Namun,
secara linier tampak bahwa laju peningkatan persentase tingkat pembangunan ekonomi di
Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan dengan laju peningkatan persentase tingkat
pembangunan ekonomi pada tingkat nasional. Garis linier peningkatan persentase tingkat
pembangunan ekonomi untuk Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan dengan garis linier
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
47
untuk nasional. Pada Grafik 2.3.1 juga terlihat bahwa angka prosentase tingkat pembangunan
ekonomi di Provinsi Lampung masih sedikit berada di bawah angka prosentase tingkat
pembangunan ekonomi secara nasional.
Tabel 2.3.1
Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah)
Produk Domestik
Bruto Indonesia
Produk Domestik
Regional Bruto Lampung
Kontribusi PDRB Lampung
terhadap PDB Nasional
2004 1,447,182 36,016 2.49% 2005 1,521,193 40,907 2.69% 2006 1,847,127 49,119 2.66% 2007 1,963,092 60,922 3.10% 2008 2,082,104
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Secara tahunan, kontribusi PDRB Lampung terhadap PDB Nasional untuk kurun waktu
2004-2007 masih sangat kecil, kontribusi PDRB lampung masih berada dikisaran 2,5% - 3,1%.
Sumbangan PDRB Lampung ke PDB nasional yang masih di bawah 4% dan laju pertumbuhan
ekonomi yang masih dibawah petumbuhan nasional perlu menjadi fokus kebijakan pemerintah
daerah agar kedepan Lampung mampu menjadi salah satu kontributor perekonomian nasional
dikarenakan kedekatan geografis dengan pulau jawa dan ibukota Jakarta sebagai pusat
pemerintahan serta ekonomi.
Tabel 2.3.2
Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto Lampung
2004 2005 2006 2007
Lampung IDR bn 36,016 40,907 49,119 60,922Oil & Its Product IDR bn 1,143 1,500 1,413 1,436Without Oil & Its Product IDR bn 34,872 39,407 47,706 59,485Agriculture IDR bn 13,556 15,140 18,167 22,733Mining & Quarrying (MQ) IDR bn 1,684 2,042 2,152 2,190Manufacturing Industries IDR bn 4,495 5,260 6,147 8,314
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
48
Electricity, Gas & Water Supply (EG) IDR bn 267 292 360 401Construction IDR bn 1,917 1,972 2,650 3,079Trade, Hotel & Restaurant (TH) IDR bn 5,256 6,150 7,573 8,715Transport & Communication (TC) IDR bn 2,240 2,759 3,814 5,095Financial, Ownership & Business IDR bn 2,537 2,744 2,968 3,665Services (SE) IDR bn 4,063 4,547 5,288 6,730
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari sisi porsi/pangsa masing-masing sektor, sektor pertanian masih menjadi sektor
dominan perekonomian Lampung. Sektor pertanian tercatat memiliki pangsa rata-rata sejak
2006-2008 sebesar 38.04% dari total PDRB Provinsi Lampung. Kemudian diikuti sektor
perdagangan dan restoran (PHR) dengan pangsa 14.2% dan sektor industri pengolahan
dengan pangsa 13.5%. Ketiga sektor ini masih menjadi tumpuan utama dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, sedangkan dari sisi/pangsa masing-masing sektor, semuanya
mengalami pertumbuhan positif dari tahun ketahun. Oleh karena itu prioritas pembangunan
lebih dititik beratkan kepada peningkatan pembangunan pertanian, industri pengolahan hasil-
hasil pertanian dan perdagangan dan jasa. Pembangunan pertanian harus berwawasan
agribisnis dan berkelanjutan agar pertumbuhan ekonomi juga diikuti oleh pemerataan
pendapatan dan peningkatan lapangan kerja.
Pengembangan agroindustri (industri pengolah hasil pertanian) sangat penting dilakukan
di Provinsi Lampung agar nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh penduduk di
Provinsi Lampung. Dukungan kebijakan pemerintah dibidang pengembangan infrastruktur
pertanian (jaringan irigasi, jalan usahatani, dan sarana transportasi) sangat diperlukan demikian
pula dengan kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung peningkatan efisiensi usahatani
dan usaha industri pertanian.
Tabel 2.3.3 Produk Domestik Bruto Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 (rupiah)
Tahun GDP per Capita: % pertumbuhan GDP per Capita: 2000 % pertumbuhan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
49
2000 Base: Indonesia
Base: Lampung
2003 9.429.500 4.647.890 2004 10,610,080 12.52% 5,098,640 9.70% 2005 12,675,545 19.47% 5,748,420 12.74% 2006 15,028,519 18.56% 6,811,120 18.49% 2007 17,545,443 16.75% 8,357,190 22.70% 2008 21,678,470 23.56%
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Peranan ekspor sebagai komponen pembentuk PDRB dari tahun ketahun terus
mengalami trend peningkatan yang positif, pertumbuhan ekspor terhadap PDRB Lampung
secara tahunan dapat terus diatas 15%.
Tabel 2.3.4
Produk Domestik Regional Bruto Lampung Atas Dasar Harga Konstan 2000 (milliar rupiah)
Produk Domestik Regional Bruto Lampung
2004 2005 2006 2007
Private Consumption Expenditure IDR bn 21,748.82 25,352.90 29,742.75 34,704.82Private Non Profit Institution Consumption IDR bn 328.73 292.93 299.47 704.78General Government Consumption Expenditure IDR bn 4,487.57 5,231.58 6,383.86 7,668.89Gross Domestic Fixed Capital Formation IDR bn 5,807.55 7,379.05 8,586.10 10,127.98Change in Stocks IDR bn 47.47 -2,798.95 -1,115.46 2,882.59Export of Goods and Services IDR bn 12,836.38 16,965.48 19,699.20 23,779.60Less Import of Goods and Services IDR bn 9,240.98 11,516.20 14,476.92 18,946.68ID: GDP: 2000 Base: Lampung IDR bn 36,015.536 40,906.79 49,118.99 60,921.97
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
50
Grafik 2.3.2 Persentase PDRB Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0091x2 - 0,0644x + 0,0639R2 = 0,7748
60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
85,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,06-0,05-0,04-0,03-0,02-0,010,000,010,020,03
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase ekspor terhadap PDRB Nasional
Persentase ekspor terhadap PDRB Prov. Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi Lampung
Poly. (Tren Provinsi Lampung)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.3.2 dapat dilihat bahwa secara nasional tingkat persentase ekspor
terhadap PDRB Nasional cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk
tingkat persentase ekspor terhadap PDRB di Provinsi Lampung. Selain itu, tampak pula bahwa
dari tahun 2004 sampai tahun 2008 angka tingkat persentase ekspor terhadap PDRB di
Provinsi Lampung terlihat sama dengan angka tingkat persentase ekspor terhadap PDRB
secara nasional. Namun, perlu dicermati bahwa pada tahun 2009 tingkat persentase ekspor
terhadap PDRB di Provinsi Lampung sudah terlihat semakin menurun dan penurunan ini sama
dengan angka tingkat persentase ekspor terhadap PDRB secara nasional. Hal ini perlu
diantisipasi dan menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Lampung, untuk segera
mengambil langkah-langkah nyata dalam peningkatan nilai ekspor dan mendorong investasi
baru di Daerah Lampung.
Kegiatan ekspor Lampung untuk kurun waktu 2009 sampir dengan akhir 2010
diperkirakan masih akan mengalami perlambatan menyusul menurunya permintaan dari luar
negri serta ketidakpastian harga-harga komoditas ekspor Lampung terutama komoditas
perkebunan. Nilai ekspor Lampung yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor
mengindikasikan terjadinya surplus perdagangan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
51
Grafik 2.3.3 Persentase Output Manufaktur terhadap PDRB Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0006x2 - 0,0046x + 0,0025R2 = 0,1032
84,50
85,00
85,50
86,00
86,50
87,00
87,50
88,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r
Out
com
e
-0,01-0,01-0,01-0,01-0,010,000,000,000,000,000,01
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r
Out
com
e
Persentase output manufaktur terhadap PDRB Nasional
Persentase output manufaktur terhadap PDRB ProvinsiLampungTren Nasional
Tren Provinsi lampung
Poly. (Tren Provinsi lampung) Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Tabel 2.3.3 memperlihatkan bahwa dari sisi persentase output manufaktur terhadap
PDRB Provinsi Lampung, secara tahunan masih di bawah pertumbuhan nasional. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ekonomi Lampung masih bersumber dari sektor pertanian yang
memegang kunci perekonomian Provinsi Lampung.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
52
Grafik 2.3.4 Persentase Output UMKM terhadap PDRB Nasional dan Provinsi lampung
y = 0R2 = #N/A
y = 0,2172x - 0,4167R2 = 0,4874
0,0020,0040,0060,0080,00
100,00120,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,40-0,200,000,200,400,600,801,001,20
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r ou
tcom
e
Persentase output UMKM terhadap PDRB Nasional
Persentase output UMKM terhadap PDRB Provinsi lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Provinsi)
Linear (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.3.4 dapat dilihat bahwa secara nasional tingkat presentase output UMKM
terhadap PDRB nasional cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk
tingkat presentase output UMKM terhadap PDRB di Provinsi Lampung.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
53
Grafik 2.3.5 Pendapatan Per Kapita Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,1427x2 + 0,6593x - 0,5252R2 = 0,6194
y = -0,0145x2 + 0,097x + 0,0482R2 = 0,7926
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,20-1,00-0,80-0,60-0,40-0,200,000,200,40
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
cme
Pendapatan Perkapita (dalam juta rupiah) Nasional
Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah) Provinsi Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Nasional)
Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Produk domestik bruto per kapita untuk Provinsi Lampung mengalami trend peningkatan
yang positif dari tahun ke tahun. yakni tumbuh rata-rata sebesar 15,9 %. Akan tetapi
pertumbuhan ini masih di bawah pertumbuhan rata-rata nasional yakni sebesar 18,1 %.
Grafik 2.3.6 Laju Inflasi Nasional dan Provinsi lampung
y = -0,6141Ln(x) + 0,543R2 = 0,2364
y = 0,5165x2 - 3,3294x + 5,2275R2 = 0,5311
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,501 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Laju inflasi Nasional Laju inflasi Prov. Lampung
Tren Nasional Tren Provinsi
Log. (Tren Nasional) Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
54
Pada Grafik 2.3.6 dapat dilihat bahwa secara nasional laju inflasi cenderung meningkat.
Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk laju inflasi di Provinsi Lampung. Namun, perlu
dicermati bahwa selama kurun waktu 2004 – 2006 dan 2008 angka tingkat laju inflasi di Provinsi
Lampung selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat laju inflasi pada tingkat nasional, Hal
disinyalir sebagai akibat dari gejolak harga komoditi administered (komoditas yang
perkembangan harganya diatur oleh pemerintah) dan faktor musiman. Hal ini tentu saja harus
menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Lampung.
b. Investasi
Realisasi investasi di Propinsi Lampung baik modal dalam negeri maupun modal asing
secara rata-rata tahunan mengalami trend yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan salah
satunya oleh kondisi perekonomian yang masih lesu. Terlebih dengan adanya resisi global
peranan investasi asing akan menurun sebagai dampak lesunya perekonomian global.
Tabel 2.3.5
Persentanse Pertumbuhan Realisasi Investasi PMDN (milliar rupiah) dan PMA (juta dollar)
2003 2004 2005 2006 2007 2008 Realisasi Investasi PMDN 35.0 13.2 1055.6 607.0 163.8 735.2 -62.29% 7896.97% -42.50% -73.01% 348.84%Realisasi Investasi PMA 1.0 23.1 72.2 116.1 124.5 67.0 2210.00% 212.55% 60.80% 7.24% -46.18
%
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
55
grafik 2.3.7 Persentase Pertumbuhan Realisasi Investasi PMA Nasional dan Provinsi Lampung
y = -13,491x2 + 81,23x - 115,13R2 = 0,9638
-10000
-5000
0
5000
10000
15000
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-60,00-50,00-40,00-30,00-20,00-10,000,0010,00
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
Persentase pertumbuhan realisasi PMA Nasional
Persentase pertumbuhan realisasi PMA Provinsi Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Grafik 2.3.8 Persentase Pertumbuhan Realisasi PMDN Nasional dan Provinsi lampung
y = 1,5606x - 3,5735R2 = 0,7267
-2500-2000-1500-1000-500
0500
10001500
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-3,00-2,00-1,000,001,002,003,004,005,006,007,00
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase pertumbuhan realisasi PMDN Nasioanl
Persentase pertumbuhan realisasi PMDN Provinsi lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Provinsi )
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
56
c. Infrastruktur
Dalam upaya mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka fungsi
pelayanan transportasi adalah melalui penyediaan jasa transportasi guna mendorong
pemerataan pembangunan, melayani kebutuhan masyarakat luas dengan harga terjangkau
baik di perkotaan maupun perdesaan, mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat di
wilayah pedalaman dan terpencil, serta untuk melancarkan mobilitas distribusi barang dan jasa
dan mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi nasional. Transportasi secara umum juga
berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan
wilayah, dan pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Oleh sebab itu pembangunan transportasi diarahkan untuk meningkatkan pelayanan
jasa transportasi secara efisien, andal, berkualitas, aman dan dengan harga terjangkau. Selain
itu perlu dikembangkan pembangunan sistem transportasi nasional (Sistranas) untuk mencapai
keterpaduan secara intermoda dan keterpaduan dengan sistem tata ruang nasional,
pembangunan wilayah dan berkelanjutan; serta terciptanya sistem distribusi nasional, regional
dan internasional yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas,
termasuk meningkatkan jaringan transportasi antara desa-kota dan daerah produksi-pemasaran
serta memadai.
Permasalahan yang masih dihadapi pada pembangunan lalu lintas angkutan jalan
sampai dengan tahun 2009, baik prasarana dan sarana moda transportasi jalan terutama
adalah kelaikan prasarana dan sarana jalan, disiplin dan keselamatan lalu lintas di jalan serta
perkembangan armada dan pergerakan angkutan jalan yang terus meningkat yang tidak
sebanding dengan perkembangan panjang dan kapasitas prasarana jalan setiap tahunnya. Di
samping itu, tingkat jangkauan pelayanan angkutan jalan di wilayah perdesaan dan terpencil,
masih terbatas, dilihat dari terbatasnya pembangunan prasarana jalan dan penyediaan
angkutan umum perintis.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
57
Capaian Indikator
Sasaran pembangunan Sektor Transportasi Nasional secara umum antara lain (1)
meningkatnya kondisi dan kualitas prasarana dan sarana dengan menurunkan tingkat backlog
pemeliharaan; (2) meningkatnya jumlah dan kualitas pelayanan transportasi, terutama
keselamatan transportasi nasional; (3) meningkatnya kualitas pelayanan transportasi yang
berkesinambungan dan ramah lingkungan, serta sesuai dengan standar pelayanan yang di
masyarakat. (4) meningkatnya mobilitas dan distribusi nasional dan wilayah; (5) meningkatnya
pemerataan dan keadilan pelayanan transportasi baik antar wilayah maupun antar golongan
masyarakat di perkotaan, perdesaan, maupun daerah terpencil dan perbatasan; (6)
meningkatnya akuntabilitas pelayanan transportasi melalui pemantapan sistem transportasi
nasional, wilayah dan lokal; (7) khusus untuk daerah yang terkena bencana nasional akan
dilakukan program rehabilitasi sarana prasarana transportasi dan pembinaan sumber daya
manusia yang terpadu dengan program-program sektor-sektor lainnya dan rencana
pengembangan wilayah.
Analisa Relevansi
Data menunjukkan bahwa pada Tahun 2009, Panjang jalan di propinsi lampung
sepanjang 13.156 km dengan rincian: Jalan nasional ( 1004 km) terdiri dari kondisi mantap 892
km; baik 602 km; 289 km sedang; 111,9 tidak mantap; 67,8 km rusak ringan; 44.1 km rusak
berat. Sedangkan jalan Propinsi sepanjang kurang lebih 2370 km dengan kondisinya sebagai
berikut: 1241 km mantap; 308 km baik; 933 km dalam kondisi sedang; 1128km tidak mantap;
463 km rusak ringan; 664 km rusak berat. Disamping itu yang masih harus banyak
mendapatkan perhatian adalah jalan kabupaten sepanjang 9.782 km dengan kondisi sebagai
berikut: 5.429 km mantap; 2.034 km baik; 3.394 km sedang; 4.353 km tidak mantap 2.481 km
rusak ringan; 1.872 km rusak berat.
Infrastruktur jalan dan jembatan Panjang ruas Jalan Nasional di Provinsi Lampung pada
tahun 2004 (SK Menteri Kimpraswil No. 376/KPTS/M/2004) mencapai 1.004,16 km. Jalan
Provinsi tercatat sepanjang 2.369,97 Km (SK Mendagri No.55 Tahun 2000), sehingga panjang
jalan secara keseluruhan mencapai 3.506,08 Km. Tingkat kemantapan pelayanan jalan untuk
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
58
Jalan Nasional di Provinsi Lampung hingga akhir tahun 2005 berkisar 75,5% dan Jalan Provinsi
60,75%. Sedangkan pada tahun 2009 kondisi mantap pada jalan Provinsi menjadi (62.00 %);
dan jalan nasional (89,67 %).
Melihat perkembangan tersebut, relevansi dengan capaian RPJMN secara umum
masih terkendala pada upaya mempertahankan tendensi peningkatan kapasitas dan mutu
kondisi jalan terutama pada jalan Kabupaten dan jalan Propinsi. Sedangkan pada kondisi jalan
Nasional di Propinsi Lampung, meskipun cenderung stagnasi setelah tahun 2007, namun
peningkatan prosentase jalan yang mempunyai kondisi mantap masih mengalami kenaikan
meskipun sangat kecil (sekitar 2% selama 3 tahun terakhir).
Selanjutnya dalam upaya mendukung transportasi hasil di bidang industri dan
agroindustri, pemerintah Provinsi Lampung semenjak tahun 2006 telah melakukan kerjasama
dengan pihak swasta melalui peningkatan akses jalan melalui pilot projek pada ruas jalan yaitu
Sp. Penawar – Rawa Jitu; dan Seputih Surabaya – Sadewa dan pada tahun berikutnya
diprogramkan juga untuk ruas-ruas jalan yang strategis. Pada tahun 2005 rencana pembukaan
jalan pada daerah terisolir sudah masuk dalam program bekerjasama dengan Kabupaten
Lampung Barat dan Tanggamus dengan melibatkan TNI dan masyarakat.
Program untuk mempertahankan dan meningkatkan daya dukung, kapasitas, maupun
dan kualitas pelayanan prasarana jalan telah dilakukan baik dengan dana APBN maupun dari
dana swadaya masyarakat melalui program pemberdayaan di tingkat kabupaten misalnya
dengan Program Gerakan Masyarakat Membangun (GEMA) Tapis Berseri di Kota Bandar
Lampung, Program Jejamo Ngebangun Sai Bumi Nengah Nyappur di Kabupaten Tulang
Bawang, Program Beguwai Jajamo Wawai di Kabupaten Lampung Tengah, dan Program
Gerakan Membangun Beguai Jejama Sai Betik di Kabupaten Lampung Barat namun program-
program tersebut belum mampu mendorong percepatan distribusi barang dan jasa serta hasil
produksi terutama hasil pertanian. Sampai dengan tahun ini rencana pembangunan jalan tol
Babatan – Tegineneng juga belum terealisasi, sehingga menjadikan penumpukan transportasi
kedaraan ke jalan dalam kota dan mendorong terjadinya kemacetan.
Pembangunan Jalan lintas pantai Timur juga masih belum dapat diselesaikan sampai
dengan tahun 2009 mengingat kendala-kendala teknis di lapangan terutama masalah
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
59
pembebasan lahan. prasarana jalan yang baik/hotmix baru menyentuh kawasan pusat
perdagangan, perkotaan, pusat-pusat peme-rintahan dan kawasan-kawasan industri besar
yang berkembang di Lampung. Prasarana transportasi menyentuh wilayah penghasil kopi, lada
dan coklat yang berada di padalaman, sehingga petani membawa hasil bumi mereka sangat
kesulitan. Saat ini mereka “berjuang” sendiri dengan memanfaatkan “ojek”, sepeda motor yang
disewakan sebagai angkutan barang dengan biaya transportasi yang sangat mahal. Namun
demikian usaha keraha peningkatan koordinasi diantara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah untuk memperjelas hak dan kewajiban dalam penanganan prasarana jalan telah dimulai
dilakukan dalam konteks pelayanan intermoda dan sistem transportasi nasional (Sistranas)
mengingat panjang jalan nasional di Propinsi Lampung terus meningkat dari hanya kurang lebih
800 km pada tahun 2003 menjadi hampir dua kali lipatnya pada tahun 2008. Namun hal ini tidak
diikuti dengan panjang jalan yang di bangun/rehabilitasi pada jalan kelas dua sampai kelas tiga
yang notabene langsung mendorong peningkatan transportasi hasil pertanian. Namun dengan
pemekaran daerah kabupaten baru diharapkan keterbatasan dana dalam pembangunan jalan
dapat dikurangi.
Tabel 2.3.6
Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Propinsi Lampung
No Indikator
Pendukung
Capaian Tahun (%)
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Infrastruktur
Persentase panjang jalan nasional berdasarkan kondis:
� Baik 25.39 35.79 46.19 50.89 51.53 52.16
� Sedang 25.04 37.80 35.76 33.98 37.51 37.51
� Buruk 49.58 26.41 18.05 15.13 10.95 10.33
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
60
Persentase panjang jalan provinsi dan kabupaten berdasarkan kondisi:
� Baik 26.41 30.78 42.82 48.13 40.90 40.90
� Sedang 39.54 28.90 18.35 20.63 21.20 21.10
� Buruk 34.06 40.33 38.83 31.24 37.90 38.00
Penambahan panjang jalan provinsi per tahun
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Tabel 2.3.6
Capaian Indikator Infrastruktur Jalan di Tingkat Nasional
km % km % km % km % km % km %1 Baik 12812.7 37 17037.4 49.2 10956.6 31.6 11905.4 34.4 17200.9 49.7 17993.3 52.0 2 Sedang 15236.7 44 10873.4 31.4 17314.3 50.0 16565.7 47.8 11620.1 33.6 12155.4 35.1 3 R Ringan 2770.3 8 2874.2 8.3 3210.1 9.3 3232.7 9.3 4617.9 13.3 4480.1 12.94 R. Berat 3809.2 11 3843.8 11.1 3147.8 9.1 2925 8.4 1189.9 3.4 0 -
34628.8 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8 34628.8
2006 2007 2008 2009Kondisi JalanNo 2004 2005
Analisa Efektifitas
Efektifitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian antara hasil dan dampak
pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan. Untuk menguraikan efektifitas kinerja
pembangunan di sektor prasarana jalan, berikut disajikan grafik prosentase kondisi jalan dari
tahun 2004 sampai dengan 2009.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
61
Grafik 2.3.9 Persentase Jalan Nasional dan Jalan Nasional di Provinsi Lampung dengan Kondisi Baik
y = 0,0241x2 - 0,2521x + 0,6563R2 = 0,9763
y = -0,016x2 + 0,0478x + 0,285R2 = 0,2141
0,010,020,030,040,050,060,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,100,000,100,200,300,400,50
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Persentase Jalan Nas. secara NasionalPersentase Jalan Nas. di Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Provinsi Lampung)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Grafik 2.3.10 Persentase Jalan Nasional dan Jalan Nasional di Provinsi Lampung dengan Kondisi Sedang
y = 0,0764x2 - 0,5445x + 0,8952R2 = 0,6959
y = 0,0355x2 - 0,117x - 0,2741R2 = 0,4379
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,80
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,601 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
Persentase Jalan Nas. secara NasionalPersentase Jalan Nas. di Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Provinsi Lampung)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
62
Grafik 2.3.11 Persentase (Outcome) Jalan Nasional dan Jalan Nasional di Provinsi Lampung dengan Kondisi
Buruk
y = -0,0094x2 + 0,1427x - 0,5801R2 = 0,7752
y = -0,0249x2 + 0,0886x - 0,04R2 = 0,9545
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r
Out
com
e
-0,50
-0,40
-0,30
-0,20
-0,10
0,00
0,101 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Persentase Jalan Nas. secara NasionalPersentase Jalan Nas. di Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Provinsi Lampung)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Dari grafik 2.3.9 nampak bahwa terjadi kenaikan signifikan kondisi jalan yang
berkategori baik antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, namun cenderung stagnasi
setelah tahun 2007. Secara umum capaian dari tahun ke tahun cenderung sedikit menurun
yang menunjukkan efektifitasnya juga cenderung menurun dan menjadi relatif stagnasi setelah
tahun 2007.
Meskipun kecil namun panjang total jalan Nasional di Propinsi Lampung terjadi
peningkatan dari 1004.16 km pada tahun 2004 menjadi 1229.8 km pada tahun 2009. Namun
panjang total jalan Propinsi tidak mengalami perubahan. Hal ini relatif tidak mudah untuk
dijadikan indikator, karena total jalan (penambahan jalan propinsi) bukan semata kondisi
fisiknya namun harus ditetapkan berdasarkan SK Menteri.
Mengingat kondisi jalan propinsi secara finansial menjadi beban pemerintah daerah,
(tidak seperti jalan Nasional yang merupakan beban pendanaan pemerintah pusat), maka
kondisi jalan di Propinsi Lampung sangat tergantung dengan perkembangan penganggaran
dana pembangunan daerah. Seperti terlihat, bahwa trend kenaikan prosentase kondisi jalan
dengan kategori baik meningkat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007, namun beban
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
63
anggaran yang dituntut untuk prioritas bidang lain, maka sasaran pemerintah daerah dalam hal
ini Dinas Pekerjaan Umum adalah mempertahankan total panjang jalan yang layak meskipun
dengan konsekuensi prosentase jalan dengan kategori baik akan menurun sebagaimana pada
tahun 2008 dan 2009. Dengan demikian efektifitas pembangunan prasarana jalan seharusnya
juga harus dilihat besaran anggaran yang dialokasikan dan hasil yang dicapai.
Grafik 2.3.12 Persentase Jalan Nasional dan Jalan Propinsi di Provinsi Lampung dengan Kondisi Baik
y = -0,016x2 + 0,0478x + 0,285R2 = 0,2141
y = -0,016x2 + 0,0478x + 0,285R2 = 0,2141
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Inikat
or
Otu
com
e
0,000,050,100,150,200,250,300,350,400,450,50
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Inikat
or
Out
com
e
Persentase Jalan Nas. secara NasionalPersentase Jalan Prop. di Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Provinsi Lampung)Poly. (Tren Provinsi Lampung)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Grafik 2.3.13 Persentase Jalan Nasional dan Jalan Propinsi di Provinsi Lampung dengan Kondisi Sedang
y = -0,0113x2 - 0,0194x + 0,2887R2 = 0,4804
y = 0,0355x2 - 0,117x - 0,2741R2 = 0,4379
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indika
tor O
utco
me
-0,80
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,601 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indika
tor O
utco
me
Persentase Jalan Nas. secara NasionalPersentase Jalan Prop. di Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Provinsi Lampung)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
64
Grafik 2.3.14 Persentase Jalan Nasional dan Jalan Propinsi di Provinsi Lampung dengan Kondisi Buruk
y = 0,1384x + 36,241R2 = 0,0058
y = 0,042x2 - 0,2633x + 0,3613R2 = 0,2292
0,05,0
10,015,020,025,030,035,040,045,0
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
-0,30-0,25-0,20-0,15-0,10-0,050,000,050,100,150,200,25
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase Jalan Nas. secara Nasional
Persentase Jalan Prop. di Prov. Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi Lampung
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
2.3.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Trend perkembangan ekonomi Lampung dapat terus tumbuh positif, dan memberikan
harapan besar dimasa depan akan prospek ekonomi Lampung, pertumbuhan ekonomi
Lampung yang di dominasi oleh sektor pertanian dan jasa membukan peluang besar kepada
sektor industri untuk berkontribusi lebih besar.
Dari seluruh indikator utama perekonomian Lampung terlihat bahwa
1. Pertumbuhan ekonomi Lampung secara tahunan masih di bawah pertumbuhan nasional
2. Kontribusi PDRB Lampung terhadap PDB Nasional masih dibawah 4 %
3. Rendahnya pangsa manufaktur dlm PDRB
4. Rendahnya pangsa output UMKM
5. Pendapatan perkapita yang masih dibawah rata-rata pendapatan nasional
6. Tekanan inflasi yang sering melebihi besarnya inflasi nasional
7. Rendahnya pertumbuhan PMA dan PMDN bahkan negatif
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
65
Intervensi kebijakan dari pemerintah daerah guna mendorong sektor selain petanian
seperti industri manufaktur dan peternakan perlu sesegera mungkin ditingkatkan agar potensi
Lampung yang dekat dengan pasar yakni pulau jawa mampu dioptimalkan dengan baik.
Berkaitan dengan realisasi investasi, iklim investasi dan kemudahan perizinan serta
prasarana penunjang perlu di ditingkatkan keberadanya agar mampu menarik investor luar
Lampung untuk berinvestasi di Lampung.
2.3.3 Rekomendasi Kebijakan
Dokumen rencana kerja Pemerintah Daerah Lampung 2009 telah menggariskan bahwa
tema pembangunan Provinsi lampung pada tahun 2009 adalah “Percepatan pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas dan pemerataan pembangunan dalam rangka efektivitas
penanggulangan kemiskinan”. Saat ini Pemerintah Provinsi Lampung dihadapkan pada
beberapa tantangan antara lain:
1. Menurunkan jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan
2. Memperluas penciptaan lapangan kerja
3. Meningkatkan ketahanan pangan dan produktivitas pertanian dalam arti luas
4. Meningkatkan investasi dan daya saing eskpor
5. Penghematan dan diversifikasi energy
6. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan
7. Mendorong peran masyarakat luas dalam penegakan hukum untuk memberantas
korupsi serta mempercepat reformasi birokrasi untuk meningkatkan pelayanan
masyarakat
8. Meningkatkan rasa aman, nyaman dan kondisi yang kondusif
9. Meningkatkan penanganan bencana dan pengurangan risiko bencana, serta
pemberantasan penyakit menular
10. Menstabilkan harga kebutuhan pokok dan sarana produksi pertanian akibat ancaman
kenaikan harga minyak dunia
11. Menjaga stabilitas politik setelah pilkada pada akhir 2008 dan menjelang pemilu 2009
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
66
Arah kebijakan ekonomi daerah
Pemerintah Provinsi Lampung berpendapat bahwa kunci dari upaya pemecahan
berbagai permasalah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi adalah terciptanya kepercayaan
masyarakat, baik dalam dan luar negri terhadap pelaksanaan program-program pembangunan.
Sehingga kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung di bidang ekonomi makro pada tahun 2005-
2009 akan difokuskan pada upaya:
1. Merancang strategi dan implementasi program pengentasan kemiskinan di Provinsi
Lampung
2. Menciptakan investasi dalam rangka meningkatkan realisasi investasi di daerah
3. Meningkatkan dan mengembangkan ekspor produk-produk unggulan Provinsi Lampung
4. Meningkatkan kelancaran distribusi barang dana jasa yang lebih efisien dan efektif
5. Memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan
6. Meningkatkan kesejahteraan petani
7. Mengelola, mengembangkan dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara optimal, adil
dan berkelanjutan
8. Memperkuat struktur dan daya saing industri
9. Menciptakan iklim yang kondusif dan fasilitasi untuk pengembangan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM)
10. Meningkatkan koalitas kelembagaan koperasi
11. Memantapkan dan melanjutkan program lintas SKPD dan pengentasan kemiskinan
yang berbasis ekonomi kerakyatan.
Pengaruh lesunya perekonomian dunia sebagai imbas dari krisis global masih akan
berdampak terhadap perekonomian Lampung. Terutama permintaan ekspor komoditi pertanian.
Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih bertumpu pada konsumsi masyarakat.
Konsumsi masyarakat akan ditopang oleh membaiknya pendapatan, adanya panen raya,
kenaikan gaji/UMP dan program stimulus fiscal pemerintah dan juga oleh rendahnya tingkat
inflasi. Di tahun 2009 pertumbuhan konsumsi masyarakat akan didorong oleh adanya masa
kampanye pemilihan Presiden 2009.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
67
Kondisi perekonomian Lampung yang masih ditopang oleh besarnya konsumsi
masyarakat menjadi catatan penting kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah
terutama dalam mendorong percepatan dan realisasi belanja pemerintah dalam bentuk belanja
modal dan pembangunan infrastruktur perlu didorong agar dapat direalisasiskan segera untuk
membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi regional. Belanja pemerintah diharapkan
menjadi stimulus bagi percepatan perekonomian terutama dalam menghadapi gejolak
perekonomian global. Sektor pertanian yang merupakan sektor yang menopang laju
pertumbuhan ekonomi lampung perlu mendapatkan intervensi kebijakan di sisi produksi dan
pemasaran, agar kualitas produk dan harga tidak jatuh saat panen raya.
Tekanaan inflasi di Lampung yang sering berfluaktuatif dan cenderung lebih tinggi dari
inflasi nasional menjadi salah satu factor yang perlu mendapat perhatian pemerintah,
pemerintah daerah dan bank sentral perlu merumuskan kebijakan yang dapat mengurangi
volatilitas harga barang di pasar.
Faktor kebijakan penurunan harga komoditi administered perlu di cermati lebih jauh
untuk dapat meminimalisasi kenaikan harga diantaranya adalah menjaga kelancaran distribusi
bahan makanan, termasuk percepatan pelayanan pelabuhan Merak-Bakauheni, ketersedian
infrastruktur dalam keadaan yang baik serta peningkatan koordinasi satker terutama dalam
tercukupinya bahan makanan maupun bahan bakar.
Kebijakan dan koordinasi setiap satker yang membawahi bidang ekonomi menjadi salah
satu factor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Lampung agar kebijakan yang
telah di tetapkan mampu dijalankan dan diimplemetasikan dengan baik.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
68
2.4 Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 2.2.4 Capaian Indikator Capaian Indikator Kehutanan
Kondisi hutan di Provinsi Lampung sudah sangat memprihatinkan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Penurunan luas kawasan hutan cukup cepat dan signifikan. Tingkat
kerusakan cukup berat, yakni mencapai ± 65%, sehingga pada saat ini luas kawasan hutan di
Provinsi Lampung hanya tinggal ± 30 % dari luas daratan Provinsi Lampung. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebenarnya luas hutan Provinsi
Lampung 30 % masih memenuhi syarat, namun demikian karena letaknya sporadis dengan
kualitas yang sudah terdegradasi, maka hal ini telah memunculkan pentingnya issue kerusakan
lingkungan dan SDA.
Meskipun kawasan hutan Lampung masih cukup luas, namun adanya kerusakan
menyebabkan fungsi hutan secara ekologis tidak dapat berjalan secara optimal. Hal tersebut
terbukti dengan semakin luasnya lahan kritis, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar
kawasan hutan. Pada saat ini diperkirakan luas lahan kritis Provinsi Lampung 768.284,94 Ha. Fungsi hutan secara ekologis yang sangat vital adalah sebagai catchment area, yakni
sebagai daerah resapan air. Sementara itu, peningkatan lahan kritis akan menyebabkan
kemampuan tanah untuk menyerap air (infiltrasi) menjadi rendah sehingga akan menyebabkan
aliran air dan erosi yang semakin tinggi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
69
Analisis Relevansi dan Efektifitas
Grafik 2.4.1 Persentase Luas Lahan Kawasan Konservasi dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis Nasional dan Provinsi
lampung
y = -0,0014x2 + 0,007x - 0,0022R2 = 0,2523
y = -0,0004x2 + 0,0025x - 0,0012R2 = 0,1209
96,5097,0097,5098,0098,5099,0099,50
100,00100,50
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
0,000,000,000,000,010,010,010,010,010,02
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
Persentase Rehabilitasi luas lahan konservasi dalam hutanterhadap lahan kritis nasionalPersentase rehabilitasi luas lahan kaw asan konservasi dalamhutan terhadap lahan kritis Prov. LampungTren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)
Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.1 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase Luas Lahan Kawasan
Konservasi dalam Hutan Kritis Nasional cenderung meningkat pada tahap awal kemudian
secara gradual mulai berkurang/menurun. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada
nasional persentase Luas Lahan Kawasan Konservasi dalam Hutan Kritis di Provinsi Lampung.
Namun laju peningkatan persentase Luas Lahan Kawasan Konservasi dalam Hutan Kritis di
Provinsi Lampung pada awalnya lebih tinggi, tetapi dengan waktu terjadi penurunan yang lebih
rendah dibandingkan dengan laju peningkatan nasional persentase Luas Lahan Kawasan
Konservasi dalam Hutan Kritis pada tingkat nasional.
Hal ini menunjukkan bahwa penanganan lahan kritis di Provinsi Lampung cenderung
lebih baik daripada tingkat nasional. Berbagai program penanganan lahan kritis di Provinsi
Lampung seperti one man one tree, GNRHL, penanaman sejuta pohon, Pelaksanaan tahun
menanam, dan lain-lain tampak memberikan kemajuan yang lebih baik daripada tingkat
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
70
nasional, walaupun hasil yang diperoleh belum maksimal. Pada Grafik 2.4.1 juga terlihat bahwa
angka prosentase nasional persentase Luas Lahan Kawasan Konservasi dalam Hutan Kritis di
Provinsi Lampung masih sedikit berada di bawah angka prosentase nasional persentase Luas
Lahan Kawasan Konservasi dalam Hutan Kritis secara nasional.
Grafik 2.4.2 Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Nasional dan Provinsi lampung
y = 0,0534x2 - 0,3473x + 0,2229R2 = 0,5165
y = -0,4646x2 + 2,4241x - 1,9116R2 = 0,3581
0,0050.000,00
100.000,00150.000,00200.000,00250.000,00300.000,00350.000,00400.000,00450.000,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,001 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Rehabilitasi lahan luar hutan Nasional
Rehabilitasi lahan luar hutan Prov. Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)
Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.2 dapat dilihat bahwa secara nasional Rehabilitasi Lahan Luar Hutan
cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi pula pada Rehabilitasi Lahan Luar
Hutan di Provinsi Lampung. Laju penurunan persentase Rehabilitasi Lahan Luar Hutan di
Provinsi Lampung lebih rendah dibandingkan dengan laju penurunan persentase Rehabilitasi
Lahan Luar Hutan pada tingkat nasional. Kurva Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Provinsi
Lampung lebih landai dibandingkan dengan penurunan Rehabilitasi Lahan Luar Hutan untuk
nasional. Pada Grafik 2.4.2 juga terlihat bahwa Rehabilitasi Lahan Luar Hutan Provinsi
Lampung jauh berada di bawah angka Rehabilitasi Lahan Luar Hutan secara nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
71
Grafik 2.4.3 Luas Konservasi Hutan Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,1999x + 0,3761R2 = 0,5231
y = 0,0071x - 0,0106R2 = 0,3497
0,00
5.000.000,00
10.000.000,00
15.000.000,00
20.000.000,00
25.000.000,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,20-1,00-0,80-0,60-0,40-0,200,000,200,40
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Luas Kaw asan Konservasi NasionalLuas kaw asan konservasi Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi
Linear (Tren Nasional)Linear (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.3 menunjukkan bahwa secara nasional Luas Kawasan Konservasi
Hutan cenderung menurun. Sebaliknya dengan Luas Kawasan Konservasi Hutan di Provinsi
Lampung. Kondisi ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Provinsi Lampung telah
menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tingkat nasional. Persentase Luas
Kawasan Konservasi Hutan di Provinsi Lampung dari waktu ke waktu terus meningkat. Hasil
ini menunjukkan bahwa progran reboisasi dan penghijauan yang dilakukan meskipun belum
maksimal tetapi telah menunjukkan indikasi yang lebih baik. Pada Grafik 2.4.3 juga terlihat
bahwa Luas Kawasan Konservasi Hutan Provinsi Lampung jauh berada di bawah angka Luas
Kawasan Konservasi Hutan secara nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
72
Capaian Indikator Perikanan
Menurut laporan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2007), luas
perairan laut Provinsi Lampung (12 mil) adalah 24.820 km2 dan luas total daerah tangkapan
wilayah perairan darat 17.807 km2. Wilayah ini merupakan potensi pendapatan bagi
masyarakat. Sayangnya tidak semua masyarakat mampu mengakses sumberdaya yang
melimpah tersebut karena biaya yang diperlukan relatif lebih besar dibandingkan dengan
besarnya penerimaan nelayan. Dibutuhkan investasi dan pengembangan kapasitas SDM
nelayan.
Sumberdaya wilayah pesisir Lampung terbentang di sepanjang 1.105 km garis pantai,
dengan luas perairan pesisir 16.625,3 km2, dicirikan dengan produktivitas ekosistem yang
tinggi, sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat selama ini. Telah terbukti bahwa komoditi dari sumberdaya alam pesisir tahan
terhadap krisis ekonomi yang berkepanjangan. Di lain pihak eksploitasi terhadap sumberdaya
tersebut telah menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang kompleks dan terlihat adanya
indikasi telah terlampauinya daya dukung ekologis. Dari permasalahan di wilayah ini telah
diangkat 10 (sepuluh) isu-isu pengelolaan dan isu pengelolaan pulaupulau kecil oleh pihak-
pihak yang berkepentingan (stakeholders) di wilayah pesisir, yaitu :
1. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
2. Rendahnya penaatan dan penegakan hukum
3. Belum adanya penataan ruang wilayah pesisir
4. Degradasi habitat wilayah pesisir
5. Pencemaran wilayah pesisir
6. Kerusakan hutan, Taman Nasional, dan Cagar Alam Laut
7. Potensi dan obyek wisata bahari belum dikembangkan secara optimal
8. Belum optimalnya pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya
9. Rawan bencana alam (gempa, tanah longsor, banjir)
10. Ancaman intrusi air laut
11. Isu pengelolaan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
73
Analisis Relevansi dan Efektivitas Indikator Perikanan
Grafik 2.4.4 Jumlah Tindak pidana Perikanan Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,2004x + 0,2089R2 = 0,7559
y = 0R2 = #N/A
0
50
100
150
200
250
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-1,20-1,00-0,80-0,60-0,40-0,200,000,20
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
Jumlah Tindak Pidana perikanan NasionalJumlah Tindak Pidana Perikanan Prov. LampungTren NasionalTren ProvinsiLinear (Tren Nasional)Linear (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.4 dapat dilihat bahwa secara nasional Jumlah Tindak Pidana Perikanan
cenderung menurun. Kecenderungan yang sama terjadi pula pada Jumlah Tindak Pidana
Perikanan di Provinsi Lampung. Laju penurunan persentase Jumlah Tindak Pidana Perikanan
di Provinsi Lampung jauh lebih rendah dibandingkan dengan laju penurunan persentase Jumlah
Tindak Pidana Perikanan pada tingkat nasional. Rendahnya Tindak Pidana Perikanan di
Provinsi Lampung disebabkan karena pengawasan dan pembinaan terhadap masyarakat cukup
baik. Pada Grafik 2.4.4 juga terlihat bahwa Jumlah Tindak Pidana Perikanan Provinsi Lampung
jauh berada di bawah angka Jumlah Tindak Pidana Perikanan secara nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
74
Grafik 2.4.5 Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik Nasional dan Provinsi lampung
y = 0,0864x - 0,1678R2 = 0,4645
y = -0,0008x + 0,0097R2 = 0,0269
0
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,20-0,10
0,000,10
0,200,30
0,400,50
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase terumbu karang dalam keadaan baik NasionalPersentase terumbu karang dalam keadaan baik Prov. LampungTren Nasionaltren Provinsi lampungLinear (Tren Nasional)Linear (tren Provinsi lampung)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.5 dapat dilihat bahwa secara nasional Persentase Terumbu Karang
dalam Keadaan Baik cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula pada
Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik di Provinsi Lampung. Namun, secara linier
tampak bahwa laju peningkatan Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik di Provinsi
Lampung relatif lebih tinggi dibandingkan dengan laju peningkatan Persentase Terumbu
Karang dalam Keadaan Baik pada tingkat nasional. Persentase Terumbu Karang dalam
Keadaan Baik Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan dengan garis linier Persentase
Terumbu Karang dalam Keadaan Baik untuk nasional. Pada Grafik 2.4.5 juga terlihat bahwa
Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik Provinsi Lampung jauh berada di atas angka
Persentase Terumbu Karang dalam Keadaan Baik secara nasional, kecuali pada tahun 2009
nasional maupun provinsi persis sama.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
75
Grafik 2.4.6 Luas konservasi laut Nasional dan Provinsi lampung
0,00-0,42 -0,28 -0,23 -0,23
y = 0,0534x2 - 0,3473x + 0,2229R2 = 0,5165
y = -0,4646x2 + 2,4241x - 1,9116R2 = 0,3581
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,001 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Luas kaw asan konservasi laut NasionalLuas kaw asan konservasi laut Prov. LampungTren NasionalTren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.6 dapat dilihat bahwa luas konservasi laut di Provinsi Lampung dari
tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan yang signifikan, hanya belum
dapat dibandingkankan dengan peningkatan yang terjadi secara nasional. Kurva luas
konservasi laut di Provinsi Lampung terlihat masih landai. Pada Grafik 2.4.6 juga terlihat bahwa
luas konservasi laut Provinsi Lampung belum dapat dibandingkan dengan luas konservasi laut
secara nasional.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
76
Analisis Relevansi dan Efektifitas Koalitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Grafik 2.4.7 Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Nasional dan Provinsi Lampung
96,42 96,4298,15 98,57 98,89 99,13
y = -0,0018x2 + 0,0096x - 0,0039R2 = 0,2654
y = 0,0074x2 + 0,0172x - 0,121R2 = 0,7656
75,00
80,00
85,00
90,00
95,00
100,00
105,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,15-0,10-0,050,000,050,100,150,200,25
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Kualitas Sumber Daya Alam NasionalKualitas Sumber Daya Alam Provinsi lampungTren NasionalTren ProvinsiPoly. (Tren Provinsi)Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.4.7 dapat dilihat bahwa secara nasional Kualitas Pengelolaan
Sumberdaya Alam cenderung meningkat. Kecenderungan yang sama terjadi pula pada Kualitas
Pengelolaan Sumberdaya Alam di Provinsi Lampung. Laju peningkatan Kualitas Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Provinsi Lampung lebih tinggi dibandingkan dengan laju peningkatan
Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam pada tingkat nasional. Kurva Persentase Kualitas
Pengelolaan Sumberdaya Alam Provinsi Lampung lebih landai dibandingkan dengan Kualitas
Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk nasional. Pada Grafik 2.4.7 juga terlihat bahwa
Persentase Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam Provinsi Lampung berada di atas angka
Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam secara nasional, kecuali pada tahun 2004 dan 2009.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
77
Secara umum tingkat relevansi indikator pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup di provinsi lampung dan nasional adalah relevan, sedangkan tingkat efektivitas indikator
pada Provinsi lampung cenderung lebih baik dibandingkan ditingkat nasional. Hal ini
disebabkan oleh:
a. Satuan kerja yang ada di Provinsi Lampung seperti Dinas Perikanan dan Kelautan,
Dinas Kehutanan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) dan satuan kerja
terkait tengah giat melakukan reibosasi dan penghijauan melalui berbagai program
seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Lindung (GNRHL), program berani kawin
berani tanam, one men one tree, dan lain-lain.
b. Adanya peraturan lokal tebang satu ganti sepuluh khusus pada tanaman damar mata
kucing;
c. Reklamasi pantai teluk lampung relatif stagnan/berhenti sehingga kerusakan terumbu
karang dapat dihindari;
d. Tidak ada pengeboman ikan di Teluk lampung karena patroli laut lebih intensif dan
adanya kecelakaan meledaknya bom ikan dipemukiman nelayan menyebabkan
nelayan takut menggunakan bom ikan;
e. Persentase terumbu karang yang masih baik relatif tidak berubah;
f. Adanya program – program Nasional secara luas tentang pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup, menyebabkan perubahan/perbaikan yang terjadi pada
Provinsi Lampung tidak nampak signifikan.
2.4.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Capaian indikator yang sangat spesifik dan relatif menonjol pada Pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup adalah indikator jumlah tindak pidana perikanan dimana
jumlah tindak pidana perikanan di Provinsi lampung tidak ada sejak Tahun 2004 – 2009, hal ini
disebabkan pada masyarakat sudah ada kesadaran untuk tidak melakukan penangkapan ikan
dengan cara pengeboman, di samping itu pengawasan dan pembinaan dari aparatur
pemerintah yang cukup intensif. Selain itu adanya program pemberdayaan masyarakat pesisir
juga membantu dalam rehabilitasi pantai seperti penanaman hutan mangrove dan lain-lain.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
78
2.4.3 Rekomendasi Kebijakan
1. Perlunya penerapan RPPK (Revitalisasi Perikanan, Perternakan, dan Kehutanan). Pembangunan pertanian dan kehutanan secara berkelanjutan sehinga tidak terjadi kerusakan sumber daya alam secara (mantap ekologi artinya layak secara ekonomi dan dapat diterima secara sosial)
2. Penyusunan data base tindak pidana perikanan seperti pencurian ikan di teluk lampung, pengeboman ikan dan perusakan lingkungan
3. Pembuatan program inventarisasi terumbu karang di teluk lampung secara periodik
4. Pembuatan peraturan yang ketat terhadap kegiatan penimbunan pantai
5. Meningkatkan program reibosasi dan penghijauan baik secara kuantitas maupun kualitas
6. Peningkatan law imposment terhadap kegiatan ilegal logging di Provinsi Lampung.
2.5 Tingkat Kesejahteraan Sosial 2.5.1 Capaian Indikator Capaian Indikator Persentase Penduduk Miskin
Kemiskinan merupakan kondisi yang bersifat multifaset dan multidimensi, sehingga
penanganan masalah kemiskinan tidak akan mungkin diselesaikan oleh satu pihak atau satu
lembaga saja. Dengan demikian sinergi dari semua stake holder yang terkait merupakan kata
kunci yang harus diupayakan untuk mengatasi masalah kemiskinan. Dengan pendekatan ini
maka masalah kemiskinan dapat diatasi secara sistematis dan tuntas.
Dilihat dari permasalahannya yang sangat kompleks, maka masalah kemiskinan harus
diatasi secara sistematis dan bertahap. Pengembangan program dan kegiatan untuk
mengatasi masalah kemiskinan harus bertumpu kepada kehendak masyarakat dengan
seoptimal mungkin memanfaatkan sumberdaya atau aset yang dimiliki oleh masyarakat. Karena
itu, tahap visioning dan asset mapping perlu dilakukan dengan baik.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
79
Data jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di
Provinsi Lampung pada tahun 2008 sebesar 1,591 juta orang (20,98%). Apabila dibandingkan
dengan penduduk miskin pada tahun 2007, yang berjumlah 1,661 juta (22,19%), berarti jumlah
penduduk miskin di Provinsi Lampung menurun sebesar 70 ribu jiwa (1.21%). Pengurangan
penduduk miskin tersebut berasal dari daerah perkotaan berkurang sebesar 400 orang dan di
daerah perdesaan berkurang sebanyak 69,6 ribu orang.
Pengurangan jumlah penduduk miskin sebesar 1.21% dalam setahun di Provinsi
Lampung sesungguhnya dapat dinilai suatu capaian yang cukup baik, terutama dibandingkan
dengan capaian di tingkat nasional. Namun, potensi capaian angka yang lebih besar
sesungguhnya dapat diraih di Provinsi Lampung apabila dapat dibangun sinergi dan
optimalisasi peranan seluruh stake holder, terutama peran kalangan industri dan swasta. Pada
saat ini cukup banyak program corporate social responsibility (CSR) yang dikembangkan oleh
industri atau perusahaan swasta, namun sistem pengelolaannya belum terarah dan belum
terkoordinasikan dengan baik. Pada masa yang akan datang, pemerintah daerah harus segera
mengambil inisiatif untuk ikut serta menata program ini di tingkat daerah agar dapat disinergikan
dengan program-program lain yang terkait. Melalui inisiatif tersebut diharapkan program CSR
dapat berkontribusi signifikan terhadap penanggulangan kemiskinan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
80
Analisis Relevansi Persentase Penduduk Miskin
Grafik 2.5.1 Persentase Penduduk Miskin Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0392x - 0,0781R2 = 0,5908
y = 0,0009x2 - 0,0036x + 0,0048R2 = 0,0656
0
20
40
60
80
100
120
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Capa
ian
Indi
kato
r Out
com
e
-0,05
0,00
0,05
0,10
0,15
0,201 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase Penduduk Miskin NasionalPersentase Penduduk Miskin Prov. LampungTren NasionalTren ProvinsiLinear (Tren Nasional)Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.1 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase penduduk miskin
cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan yang sama terjadi pula
untuk persentase penduduk miskin di Provinsi Lampung. Namun, pada grafik tersebut perlu
dicermati bahwa secara linier tampak laju peningkatan persentase penduduk miskin di Provinsi
Lampung lebih rendah dibandingkan dengan laju peningkatan persentase penduduk miskin
pada tingkat nasional. Hal ini mencerminkan bahwa Provinsi Lampung berperan positif dalam
menekan laju peningkatan persentase penduduk miskin secara nasional. Garis linier
peningkatan persentase penduduk miskin untuk Provinsi Lampung tampak lebih landai
dibandingkan dengan garis linier untuk peningkatan persentase penduduk miskin tingkat
nasional. Selain itu, pada Grafik 2.5.1 juga terlihat bahwa angka prosentase penduduk miskin di
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
81
Provinsi Lampung masih sedikit berada di bawah angka prosentase penduduk miskin secara
nasional.
Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung antara lain dilakukan
secara langsung dengan membantu Rumah Tangga Miskin (RTM) dan/atau Desa Tertinggal
(DT). Program ini secara khusus dilakukan pada RTM dan/atau DT yang benar-benar sudah
sangat membutuhkan bantuan, sehingga dilakukan dengan sangat selektif. Pada tahun
anggaran 2007 Pemerintah Provinsi Lampung melalui berbagai program khusus telah berupaya
mempercepat pembangunan pada sebanyak 200 DT, sedangkan pada tahun anggaran 2008
dan 2009 masing-masing akan ditangani 300 dan 265 DT.
Program khusus penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan di Provinsi
Lampung antara lain: Desaku Maju Sakai Sambayan (DMSS), Program Pemberdayaan
Ekonomi Kerakyatan Kampung Tua (PPEK-KT), Program Pengembangan ITTARA (Industri
Tepung Tapioka Rakyat), Program Gerakan Masyarakat Membangun (GEMA) Tapis Berseri di
Kota Bandar lampung, Program Jejamo Ngebangun Sai Bumi Nengah Nyappur di Kabupaten
Tulang Bawang, Program Beguwai Jajamo Wawai di Kabupaten Lampung Tengah, dan
Program Gerakan Membangun Beguai Jejama Sai Betik di Kabupaten Lampung Barat, dll.
Namun, perlu dicatat bahwa sebagian besar program tersebut cenderung tidak berkelanjutan,
dalam arti bahwa program yang bertujuan baik tersebut sangat rentan terhadap perubahan
kebijakan yang sering terjadi mengiringi pergantian rezim kepala daerah.
Program Penanggulangan kemiskinan di Provinsi Lampung ini relevan/sejalan dengan
program nasional yaitu: Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Pengembangan Ekonomi Lokal
(PEL), Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Daerah (PEMD), hingga ke bentuk Bantuan
Langsung Tunai (BLT), bantuan beras untuk rakyat miskin (Raskin), bantuan obat untuk
keluarga miskin (Gakin), dan lain-lain. Meskipun secara umum masih memiliki berbagai
kelemahan, program-program tersebut sampai batas-batas tertentu telah bermanfaat bagi
kelompok masyarakat miskin di kawasan perkotaan dan perdesaan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
82
Analisis Efektifitas Persentase Penduduk Miskin
Dapat dilihat pada Grafik 2.5.1 bahwa secara program-program di daerah terkait dengan
upaya penanggulangan kemiskinan sudah sejalan atau sangat relevan dengan program serupa
di tingkat nasional. Namun, patut diakui bahwa baik secara nasional maupun pada level daerah
(Provinsi Lampung) program-program tersebut belum cukup efektif dalam menanggulangi
masalah kemiskinan. Rendahnya efektivitas berbagai program tampak jelas dari lambatnya laju
penurunan persentase penduduk miskin.
Apabila dikaji lebih lanjut ada beberapa kelemahan pada program di daerah tersebut
yaitu: (a) ada sebagian program yang belum menyentuh langsung persoalan-persoalan dasar
kemiskinan, (b) ada sebagian program yang sudah dikemas dengan baik, namun terhenti di
tengah jalan atau tidak berkelanjutan, dan (c) ada program yang masih terbatas (berkutat) pada
koordinasi dan penyamaan persepsi antara pihak-pihak (instansi) yang terkait dengan
penanggulangan kemiskinan. Keadaan ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah harus
segera mengembangkan suatu model/konsep/pendekatan yang lebih ”sistematis dan
komprehensif” untuk penanggulangan kemiskinan, yang sesuai dengan karakteristik kemiskinan
di Provinsi Lampung. Pengembangan model tersebut harus didukung oleh hasil-hasil kajian
akademik yang cukup.;
Selain itu, rendahnya efektivitas program penanggulangan kemiskinan di daerah
disebabkan beberapa program penanggulangan kemiskinan lebih cenderung kepada
pembangunan infrastruktur perdesaan ketimbang pemberdayaan ekonomi rakyat miskin secara
langsung. Sebagai contoh, Program Gerakan Masyarakat Membangun (GEMA) Tapis Berseri di
Kota Bandar Lampung; Program Jejamo Ngebangun Sai Bumi Nengah Nyappur di Kabupaten
Tulang Bawang; Program Beguwai Jajamo Wawai di Kabupaten Lampung Tengah; dan
Program Gerakan Membangun Beguai Jejama Sai Betik di Kabupaten Lampung Barat lebih
cenderung kepada pembangunan infrastruktur perdesaan ketimbang pemberdayaan ekonomi
rakyat miskin secara langsung. Dengan pendekatan ini, maka pengembangan sektor riil yang
secara langsung terkait dengan ekonomi rumah tangga tidak terimbas secara langsung.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
83
Capaian Indikator Tingkat Pengangguran Terbuka
Jumlah angkatan kerja di Provinsi Lampung pada Februari 2009 mencapai 3,74 juta
orang. Angka tersebut bertambah sebanyak 169,5 ribu orang dibandingkan dengan jumlah
angkatan kerja pada bulan Agustus 2008. Apabila dibandingkan dengan keadaan tahun
sebelumnya (Februari 2008) jumlah tersebut bertambah sebanyak 79,1 ribu orang. Dengan
meningkatnya jumlah angkatan kerja pada Pebruari 2009, maka Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) mencapai 70,33 persen atau meningkat sebesar 3,43 persen apabila
dibandingkan dengan indikator yang sama pada Agustus 2008 (68,00 persen).
Jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Lampung pada Februari 2009 mencapai 3,5
juta orang, bertambah 193,8 ribu orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2008.
Apabila dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya (Februari 2008) jumlah tersebut
bertambah sebanyak 76,8 ribu orang. Meskipun terjadi peningkatan, namun 31,01 persen dari
pekerja tersebut masih bekerja di bawah jam kerja normal (< 35 jam per minggu). Situasi
ketenagakerjaan pada bulan Februari 2009 ditandai dengan meningkatnya jumlah pekerja di
sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu naik sebesar 11,62
persen (213,8 ribu orang), disusul sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perseorangan
sebesar 7,09 persen (22 ribu orang) serta sektor perdagangan, rumah makan dan jasa
akomodasi sebesar 3,68 persen (20 ribu orang).
Sektor konstruksi sendiri yang sempat mengalami lonjakan kenaikan cukup tinggi
sebesar 41,92 persen (45,4 ribu orang) pada periode Februari - Agustus 2008, pada periode
terakhir (Agustus 2008 - Februari 2009) justru mengalami penurunan tajam sebesar -39,82
persen. Jumlah penganggur pada Februari 2009 berkurang bila dibandingkan dengan keadaan
Agustus 2008 yaitu turun sekitar -9,52 persen atau 24,3 ribu orang. Akan tetapi apabila
dibandingkan dengan keadaan Februari 2008 jumlah penganggur pada Februari 2009 masih
mengalami sedikit penambahan sebanyak 554 orang. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di
Provinsi Lampung pada Februari 2009 mencapai 6,18 persen, atau turun dibandingkan
keadaan pada Agustus 2008 (7,15 persen) maupun Februari 2008 (6,30 persen) (BPS Provinsi
Lampung).
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
84
Analisis Relevansi Tingkat Pengangguran Terbuka
Grafik 2.5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,1472x + 0,3581R2 = 0,5245
y = -0,0479x2 + 0,2049x - 0,1384R2 = 0,4539
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009Capa
ian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,60
-0,40
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,601 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat Pengangguran terbuka Nasional
Tingkat Pengangguran Terbuka Prov. Lampung
Tren Nasional
Tren Provinsi
Linear (Tren Nasional)
Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.2 dapat dilihat bahwa secara nasional tingkat pengangguran terbuka
cenderung menurun pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan yang sama terjadi pula
untuk tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Lampung. Selain itu, tampak pula bahwa dari
tahun 2004 sampai tahun 2008 angka tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Lampung
masih berada di bawah angka tingkat pengangguran terbuka secara nasional. Namun, perlu
dicermati bahwa pada tahun 2009 angka pengangguran terbuka di Provinsi Lampung sudah
terlihat sama dengan angka tingkat pengangguran terbuka secara nasional. Hal ini perlu
diantisipasi dan menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Lampung, untuk segera
mengambil langkah-langkah nyata dalam upaya peningkatan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha di daerah. Terkait dengan hal ini, sektor pertanian dan sektor perikanan
dan kelautan perlu juga dipertimbangkan untuk didorong sehingga mampu menjadi sektor
penyerap utama tenaga kerja. Dengan demikian program Revitalisasi Pertanian, Perikanan,
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
85
dan Kehutanan (RPPK) di Provinsi Lampung perlu segera diimplementasikan secara sungguh-
sungguh.
Analisis Efektifitas Tingkat Pengangguran Terbuka
Pada Grafik 2.5.2 tampak upaya-upaya untuk menurunkan tingkat pengangguran
terbuka di tingkat nasional dan daerah (Provinsi Lampung) cukup berhasil, meskipun angka
penurunan tidak terlalu tajam. Penurunan tersebut mencerminkan bahwa upaya-upaya yang
telah dilakukan cukup efektif. Menurunnya tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Lampung
disebabkan adanya program pengembangan lembaga ekonomi perdesaan dan program
peningkatan kualitas kelembagaan koperasi telah dilaksanakan dengan model pendampingan
dan bimbingan teknis langsung ke kelompok wilayah sasaran yang telah ditetapkan dengan
realisasi pelaksanaan program di atas 90 persen.
Selain itu, tumbuhnya sektor riil yang didorong oleh berbagai skema kredit yang
diluncurkan oleh pemerintah melalui perbankan dan program-program CSR dari perusahaan
swasta dan BUMN ikut berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di daerah.
Capaian Indikator Pelayanan Kesejahteraan Anak, Kesejahteraan Lanjut Usia dan Rehabilitasi
Pelayanan kesejahteraan sosial untuk anak – anak terlantar di Provinsi Lampung, dari
ke tahun terus mengalami peningkatan. Adanya peningkatan pelayanan kesejahteraan sosial
ini secara tidak langsung juga menunjukkan bahwa semakin bertambahnya jumlah anak
terlantar atau anak jalanan (anjal) di Provinsi Lampung. Krisis global yang terjadi pada tahun
2008 dan kenaikan harga BBM berdampak langsung pada bertambahnya jumlah anak terlantar
dan penurunan kesejahteraan penduduk lanjut usia. Selain itu, jumlah pelayanan rehabilitasi
juga semakin meningkat. Peningkatan pelayanan rehabilitasi mencerminkan bahwa ada
peningkatan kasus penyalahgunaan narkoba. Perlu dicermati bahwa Provinsi Lampung
merupakan wilayah transit dengan mobilitas penduduk yang sangat tinggi. Dengan kondisi
tersebut maka peluang penyalahgunaan narkoba pada tingkat remaja akan sangat tinggi.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
86
Analisis Relevansi
Grafik 2.5.3 Persentase Pelayanan Kesejahteraan Anak Terlantar Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,0006x2 + 0,0072x - 0,009R2 = 0,3463
y = 0,0007x2 - 0,0034x + 0,0055R2 = 0,7106
9696,5
9797,5
9898,5
9999,5100
100,5
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,01
0,00
0,01
0,01
0,02
0,02
0,031 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase Pelayanan Kesejah Sosial bagi anak terlantaNasionalrPelayanan Kesejahteraan Sosial bagi anak terlantar Prov.lampungTren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Provinsi)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.3 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase pelayanan
kesejahteraan terhadap anak terlantar cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 - 2009.
Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase pelayanan kesejahteraan terhadap
anak terlantar di Provinsi Lampung. Namun, secara linier tampak bahwa laju peningkatan
persentase pelayanan kesejahteraan anak terlantar di Provinsi Lampung lebih tinggi
dibandingkan dengan laju peningkatan persentase pelayanan kesejahteraan anak terlantar
pada tingkat nasional.
Peningkatan persentase pelayanan kesejahteraan terhadap anak terlantar di Provinsi
Lampung patut dicermati. Pada satu sisi, peningkatan tersebut mencerminkan meningkatnya
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
87
kemampuan dan upaya pemerintah daerah untuk melayani masyarakat. Namun, pada sisi lain
hal tersebut mencerminkan bahwa jumlah anak terlantar yang harus dilayani oleh pemerintah
daerah cenderung meningkat. Terkait dengan fenomena ini, pemerintah daerah kiranya perlu
mengoptimalkan peran masyarakat dalam menangani permasalahan anak terlantar yang ada di
daerah.
Grafik. 2.5.4 Persentase Pelayanan Kesejahteraan sosial bagi Lanjut Usia Nasional dan Provinsi
Lampung
y = -0,0005x2 + 0,0048x - 0,0058R2 = 0,2951
y = 0,0012x2 - 0,0069x + 0,0103R2 = 0,6181
97,898
98,298,498,698,8
9999,299,499,699,8100
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
0,000,000,000,000,000,010,010,010,010,01
1 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
In
dika
tor O
utco
me
Persentase Pelayanan kesejahteraan sosial BagiLanjut usia NasionalPersentase Pelayanan Kesejahteraan sosial BagiLanjut Usia Provinsi LampungTren Nasional
Tren Provinsi Lampung
Poly. (Tren Provinsi Lampung)
Poly. (Tren Nasional)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.4 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase pelayanan
kesejahteraan sosial bagi penduduk usia lanjut cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 -
2009. Kecenderungan yang sama terjadi pula untuk persentase pelayanan kesejahteraan sosial
bagi penduduk usia lanjut di Provinsi Lampung. Pada Grafik 2.5.4 juga terlihat bahwa dalam
kurun waktu 2004 – 2009 angka prosentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi penduduk
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
88
usia lanjut di Provinsi Lampung terlihat sama dengan prosentase pelayanan kesejahteraan
sosial bagi usia lanjut secara nasional.
Seperti pada kasus anak terlantar, fenomena peningkatan persentase pelayanan
kesejahteraan sosial bagi penduduk usia lanjut di Provinsi Lampung patut pula dicermati. Pada
satu sisi, peningkatan tersebut mencerminkan meningkatnya kemampuan dan upaya
pemerintah daerah untuk melayani masyarakat. Namun, pada sisi lain hal tersebut juga
mencerminkan bahwa jumlah penduduk usia lanjut yang harus dilayani oleh pemerintah daerah
cenderung meningkat. Terkait dengan fenomena ini, pemerintah daerah kiranya perlu
mengoptimalkan potensi dan peran masyarakat dalam menangani permasalahan penduduk
usia lanjut yang ada di daerah, termasuk peran berbagai yayasan, LSM, dll. Melalui partisipasi
berbagai pihak yang terkait maka program pemerintah dapat semakin efektif.
Grafik 2.5.5 Persentase Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial (Penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba) Nasional dan Provinsi Lampung
y = -0,0004x2 + 0,0034x - 0,0044R2 = 0,1753
y = 0,0002x2 - 0,0003x - 0,0002R2 = 0,7803
98
98,5
99
99,5
100
100,5
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
In
dika
tor
Out
com
e
0,000,000,000,000,000,010,01
1 2 3 4 5
Trte
n C
apai
an
Indi
kato
r O
utco
me
Persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tunasosial dan korban penyalahgunaan narkoba) NasionalPersentase pelayananan dan rehabilitasi sosia (penyandang cacat, tunasosial, dan penyalahgunaan narkoba) Prov. LampunglTren Nasional
Tren Provinsi
Poly. (Tren Nasional)
Poly. (Tren Provinsi )
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.5 dapat dilihat bahwa secara nasional persentase pelayanan dan
rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban penyalahgunaan narkoba)
cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan yang sama terjadi pula
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
89
untuk persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba) di Provinsi Lampung. Selama kurun waktu 2004 – 2009 angka
persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba) di Provinsi Lampung selalu lebih tinggi dibandingkan dengan
persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba) pada tingkat nasional, kecuali pada tahun 2007.
Seperti pada kasus anak terlantar dan penduduk usia lanjut, fenomena peningkatan
persentase pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba) di Provinsi Lampung patut pula dicermati. Pada satu sisi,
peningkatan tersebut mencerminkan meningkatnya kemampuan dan upaya pemerintah daerah
untuk melayani masyarakat. Namun, pada sisi lain hal tersebut juga mencerminkan bahwa
jumlah penduduk penyandang cacat, tuna sosial, dan korban penyalahgunaan narkoba yang
harus dilayani oleh pemerintah daerah cenderung meningkat. Terkait dengan fenomena ini,
pemerintah daerah kiranya perlu mengoptimalkan potensi dan peran masyarakat untuk ikut
membantu menangani permasalahan penyandang cacat, tuna sosial, dan korban
penyalahgunaan narkoba yang ada di daerah, termasuk peran berbagai yayasan, LSM, dll.
Melalui partisipasi berbagai pihak yang terkait maka program pemerintah dapat semakin efektif.
Analisis Efektifitas Persentase Pelayanan Anak Terlantar
Peningkatan angka persentasi pelayanan kesejahteraan anak terlantar di Provinsi
Lampung sangat signifikan terjadi pada tahun 2008 dan 2009, sehingga melebihi angka
persentase secara nasional. Pada masa sebelumnya (2004 – 2007) angka prosentase
pelayanan kesejahteraan anak terlantar di Provinsi Lampung masih di bawah angka nasional.
Kenyataan yang terjadi pada kurun waktu tersebut mencerminkan bahwa program pelayanan
terhadap anak terlantar di Provinsi Lampung semakin efektif dan program tersebut relevan
dengan program nasional.
Capaian Indikator Tingkat Kesejahteraan Sosial
Perkembangan tingkat kesejahteraan sosial di Provinsi Lampung dari tahun ke tahun
cenderung terus meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Pada indikator persentase
penduduk miskin dan pengangguran terbuka terjadi penurunan pada kurun waktu tersebut dan
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
90
hal ini bersifat positif. Namun, pada tingkat pelayanan anak terlantar dan rehabilitasi cenderung
meningkat dan hal ini dapat dinilai positif atau negatif. Tingkat pelayanan yang meningkat dinilai
positif dari sisi peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan, tetapi
dapat dinilai negatif dari segi jumlah anak terlantar dan penyalahgunaan narkoba yang
meningkat. Untuk indikator pelayanan kesejahteraan usia lanjut ada peningkatan yang bersifat
positif.
Perkembangan dari tahun 2004 – 2009 tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Lampung
cenderung meningkat. Peningkatan ini memiliki dua nilai yaitu peningkatan positif dan negatif.
Peningkatan positif dapat dilihat tingkat penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
terbuka dimana jumlah penduduk miskin dan penggangguran terbuka dari tahun 2004-2009
terus mengalami penurunan, sedangkan peningkatan yang bernilai negatif adalah terjadinya
peningkatan pada indikator pelayanan, seperti pelayanan anak terlantar dan rehabilitasi.
Adanya peningkatan pelayanan dapat bernilai positif dari sisi kemampuan pemerintah, tetapi
dapat pula bermakna bertambahnya jumlah anak terlantar dan penduduk yang perlu
direhabilitasi karena penyalahgunaan narkoba.
Permasalahan tersebut di atas perlu dicermati dan diantisipasi oleh pemerintah daerah,
yaitu melalui pengembangan sistem penanggulangan yang mampu meningkatkan ketahanan
masyarakat. Berbagai program yang terkait dengan penguatan kelembagaan masyarakat perlu
diinisiasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menangani berbagai masalah sosial
yang muncul ke permukaan.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
91
Analisis Relevansi Tingkat Kesejahteraan Sosial
Grafik 2.5.6 Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional dan Provinsi Lampung
y = 0,0042x2 - 0,014x + 0,0031R2 = 0,8899
y = -0,0005x2 + 0,0045x - 0,0008R2 = 0,4869
89,0090,0091,0092,0093,0094,0095,0096,0097,0098,0099,00
100,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Cap
aian
Indi
kato
r O
utco
me
-0,02
-0,010,00
0,01
0,02
0,030,04
0,051 2 3 4 5
Tren
Cap
aian
Indi
kato
r Out
com
e
Tingkat kesejahteraan sosial Nasional Tingkat Kesejahteraan Nasional Provinsi LampungTren NasionalTren Provinsi LampungPoly. (Tren Nasional)Poly. (Tren Provinsi Lampung)
Sumber: BPS Provinsi Lampung (diolah)
Pada Grafik 2.5.6 dapat dilihat bahwa secara nasional tingkat kesejahteraan sosial
cenderung meningkat pada kurun waktu 2004 – 2009. Kecenderungan yang sama terjadi pula
untuk tingkat kesejahteraan sosial di Provinsi Lampung. Namun, perlu dicermati bahwa selama
kurun waktu 2006 – 2009 angka tingkat kesejahteraan sosial di Provinsi Lampung selalu lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan sosial pada tingkat nasional, bahkan pada
tahun 2009 disparitas tersebut makin melebar. Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian serius
bagi Pemerintah Provinsi Lampung.
Dari fakta yang disajikan pada Grafik 2.5.6, tampak jelas bahwa Pemerintah Provinsi
Lampung harus lebih serius memikirkan program-program pembangunan daerah yang
berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. Program yang
berdampak langsung dimaksud adalah program-program yang mendorong tumbuhnya sektor riil
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
92
yang tercermin dari berkembangnya usaha ekonomi produktif masyarakat. Peningkatan usaha
ekonomi produktif masyarakat harus pula didukung oleh upaya peningkatan efisiensi dan
produktivas serta peningkatan kualitas dan nilai tambah produk. Upaya-upaya pemerintah
tersebut tentu saja harus didukung oleh seluruh stake holder yang terkait sehingga dapat
terwujud sinergi antar pihak.
Analisis Efektifitas Tingkat Kesejahteraan Sosial
Adanya program – program pengentasan kemiskinan memberikan nilai positif dalam hal
menanggulangi masalah kemiskinan yang ada di Provinsi Lampung. Selain itu, program-
program terkait peningkatan kesejahteraan sosial juga berdampak pada peningkatan
kesejahteraan sosial. Adanya perbaikan pada indikator pengentasan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan sosial menunjukan bahwa program-program yang dilakukan cukup
efektif, meskipun dalam banyak hal tetap perlu ditingkatkan efektivitasnya.
2.5.2 Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Dari kelima indikator yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan sosial, presentase
kemiskinan merupakan indikator yang dapat dibilang lebih spesifik dan menonjol, hal ini
disebabkan jumlah kemiskinan suatu daerah berpengaruh terhadap peningkatan tingkat
kesejahteraan sosial. Hal ini dapat dilihat dari asumsi bahwa semakin tinggi jumlah penduduk
miskin maka tingkat kesejahteraan sosial semakin rendah. Perlu dicatat pula bahwa isu
kemiskinan mulai mendapat tempat sentral dalam APBD Provinsi Lampung sejak tahun 2007,
ketika konflik DPRD dan Pemerintah Propinsi Lampung selesai, sehingga APBD berhasil
dibahas dan ditetapkan menjadi Perda. Pada tahun 2007 Pemerintah Provinsi Lampung telah
menetapkan 200 desa miskin sebagai sasaran program penanggulangan kemiskinan, dengan
target alokasi dana sekitar Rp 1 milyar per desa per tahun anggaran.
Komitmen pemerintah daerah untuk menanggulangi masalah kemiskinan tersebut
ternyata belum diikuti dengan sistem perencanaan dan sistem pengelolaan program yang baik.
Hal ini tercermin pada pelaksanaan program/kegiatan yang sepenuhya diserahkan kepada
Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD), sehingga masing-masing kegiatan cenderung
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
93
berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) masing-masing
SKPD.
Daya serap masyarakat desa miskin dan tertinggal terhadap permodalan (dana)
pengembangan usaha masih sangat rendah dibandingkan dengan alokasi dana yang disiapkan
per desa. Fenomena ini, mencerminkan bahwa program pemberdayaan ekonomi yang
dilakukan tidak disertai dengan upaya peningkatan kapasitas internal dan eksternal kelompok
masyarakat miskin. Akibatnya, dampak program terhadap penanggulangan kemiskinan sangat
rendah. Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa kemiskinan merupakan masalah yang
kompleks sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara sistematis, terpadu, dan
berkesinambungan.
2.5.3 Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan pemantauan sampai saat ini, tingkat realisasi program-kegiatan SKPD
yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan sudah memadai. Namun, beberapa catatan
pendahuluan dapat disimpulkan bahwa program/kegiatan yang telah terealisasi belum
menunjukkan hasil yang optimal. Meskipun program sudah fokus pada desa miskin yang
menjadi sasaran, namun beberapa kegiatan ternyata tidak langsung menyentuh kelompok
masyarakat miskin melalui pengembangan sektor riil. Diharapkan pada tahun selanjutnya,
penanggulangan kemiskinan lebih terprogram dan implementasinya lebih terkendali sehingga
tingkat capaiannya terukur dan dampaknya dapat lebih dirasakan masyarakat.
Dari analisis di atas, tampak jelas bahwa Pemerintah Provinsi Lampung harus segera
mengembangkan suatu model atau konsep yang ”sistematis dan komprehensif” untuk
penanggulangan kemiskinan. Model atau konsep yang dikembangkan harus bersifat partisipatif
dan disesuaikan dengan karakteristik kemiskinan yang ada di Provinsi Lampung. Karena itu
pengembangan model tersebut harus didukung oleh hasil-hasil kajian akademik yang cukup,
sehingga mampu menyentuh esensi permasalahan secara efektif.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah pada tahapan implementasi program.
Pemerintah harus memperhatikan kembali potensi sumberdaya yang ada di perguruan tinggi
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
94
serta lembaga penelitian dan pengembangan teknologi (litbangraptek) sebagai pusat
kepakaran. Kepakaran ratusan bahkan ribuan dosen serta potensi puluhan ribu mahasiswa
dapat dimanfaatkan untuk mengawal program penanggulangan kemiskinan. Revitalisasi
program Kuliah Kerja Nyata (KKN) perlu dilakukan, sehingga mengarah kepada bentuk KKN-
Tematik yang saat ini mulai dikembangkan di Universitas Lampung.
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
1
BAB III
KESIMPULAN
Secara umum tujuan/sasaran pembangunan di provinsi Lampung sudah relevan
dengan pembangunan secara nasional, tetapi untuk tingkat efektifitas pembangunan di
Provinsi Lampung masih berada dibawah nasional. Dari lima outcomes yang
mencerminkan tujuan/sasaran pembangunan daerah meliputi , (1) tingkat pelayanan
publik dan demokrasi; (2) Tingkat kualitas sumber daya manusia; (3) tingkat
pembangunan ekonomi; (4)kualitas pengelolaan sumber daya alam; dan (5) tingkat
kesejahteraan sosial.
Pada tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Provinsi Lampung cenderung
stagnan meskipun sebenarnya jika beberapa aspek dimaksimalkan ada sebuah harapan
besar dimasa depan akan prospek tingkat pelayanan publik dan demokrasi di Lampung
akan lebih baik. Jika dilihat dari beberapa indikator dalam tingkat pelayanan publik dan
demokrasi di Lampung maka perlunya peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah
terhadap penanganan kasus korupsi. Pada bagian lain menjadi penting juga untuk
meningkatkan kualitas SDM aparat pemerintahan dengan meningkatkan kapasitas
pendidikan formal. Oleh sebab ke depan menjadi bagian penting adalah melakukan
sinergisitas kerja antara aparat pemerintah daerah, pengguna pelayanan publik dan stake
holders.
Tingkat kualitas SDM cenderung menurun baik nasional maupun Provinsi
Lampung. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas program untuk meningkatkan kualitas
SDM masih rendah, namun sejak 2008 tingkat kualitas SDM di Provinsi Lampung memiliki
trend yang meningkat dan lebih baik dibandingkan trend nasional. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan efektivitas program peningkatan kualitas sumberdaya manusia di
Provinsi Lampung seperti wajar Sembilan tahun, sertifikasi guru, peningkatan sarana dan
prasarana pendidikan sebesar 20% dari APBD, peningkatan program pengentasan
kemiskinan, program ketahanan pangan daerah dan pembangunan daerah tertinggal.
Perkembangan ekonomi Lampung dapat terus tumbuh positif, dan memberikan
harapan besar dimasa depan akan prospek ekonomi Lampung, pertumbuhan ekonomi
Lampung yang di dominasi oleh sektor pertanian dan jasa membukan peluang besar
kepada sektor industri untuk berkontribusi lebih besar. Pada sektor investasi Provinsi
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
2
Lampung mengalami penurunan, hal ini disebabkan krisis global yang terjadi sejak tahun
2008.
Secara umum tingkat relevansi indikator pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di provinsi lampung dan nasional adalah relevan, sedangkan tingkat
efektivitas indikator pada Provinsi lampung cenderung lebih baik dibandingkan ditingkat
nasional. Hal ini disebabkan oleh:
a. Satuan kerja yang ada di Provinsi Lampung seperti Dinas Perikanan dan
Kelautan, Dinas Kehutanan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
dan satuan kerja terkait tengah giat melakukan reibosasi dan penghijauan melalui
berbagai program seperti Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Lindung
(GNRHL), program berani kawin berani tanam, one men one tree, dan lain-lain.
b. Adanya peraturan lokal tebang satu ganti sepuluh khusus pada tanaman damar
mata kucing;
c. Reklamasi pantai teluk lampung relatif stagnan/berhenti sehingga kerusakan
terumbu karang dapat dihindari;
d. Tidak ada pengeboman ikan di Teluk lampung karena patroli laut lebih intensif
dan adanya kecelakaan meledaknya bom ikan dipemukiman nelayan
menyebabkan nelayan takut menggunakan bom ikan;
e. Persentase terumbu karang yang masih baik relatif tidak berubah;
f. Adanya program – program Nasional secara luas tentang pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, menyebabkan perubahan/perbaikan yang
terjadi pada Provinsi Lampung tidak nampak signifikan.
Tingkat kesejahteraan sosial cenderung meningkat di Provinsi Lampung. Namun,
perlu dicermati bahwa selama kurun waktu 2006 – 2009 angka tingkat kesejahteraan
sosial di Provinsi Lampung selalu lebih rendah dibandingkan dengan tingkat
kesejahteraan sosial pada tingkat nasional, bahkan pada tahun 2009 disparitas tersebut
makin melebar. Hal ini tentu saja harus menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi
Lampung.
Pemerintah Provinsi Lampung harus lebih serius memikirkan program-program
pembangunan daerah yang berdampak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan
sosial masyarakat. Program yang berdampak langsung dimaksud adalah program-
LAPORAN AKHIR
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Provinsi Lampung Tahun 2009 Tim Independen Universitas Lampung
3
program yang mendorong tumbuhnya sektor riil yang tercermin dari berkembangnya
usaha ekonomi produktif masyarakat. Peningkatan usaha ekonomi produktif masyarakat
harus pula didukung oleh upaya peningkatan efisiensi dan produktivas serta peningkatan
kualitas dan nilai tambah produk. Upaya-upaya pemerintah tersebut tentu saja harus
didukung oleh seluruh stake holder yang terkait sehingga dapat terwujud sinergi antar
pihak.