lapkas panjang hmd rio
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang
lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Menurut WHO, persalinan prematur
adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500
gram. Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan skil Ballard dan kurva
Battaglia dan Lubchenko. Dengan demikian, persalinan dapat terdiri dari persalian prematur
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan janin sesuai dengan masa
kehamilan (SMK), dam kehamilan prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
dengan berat badan kurang/kecil untuk masa kehamilan (KMK).1
Penyebab terjadinya kelahiran prematur sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur faktor dari ibu
antara lain infeksi akut, jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya, status
gizi ibu kurang, penyalahgunaan obat, dll. Faktor janin yaitu hydroamnion, kehamilan
ganda/multiple, gawat janin, plasenta previa, hydroamnion, infeksi, dll.1,2,3
Hyaline Membrane Desease (HMD) adalah suatu gangguan pernapasan yang terjadi
paling sering pada bayi lahir prematur, dikarenakan defisiensi dari surfaktan paru. HMD
biasanya ditandai dengan stress pernapasan, tachypnea, adanya retraksi terutama subcosta dan
intercosta, dyspnea, grunting respiration, dan sianosis.1,4,5
Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada HMD yaitu prematur, asfiksia
perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga
Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan
defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya
1
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas.
Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.4,5
Sepsis pada bayi baru lahir (BBL/sepsis neonatal ) masih merupakan masalah yang belum
dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip
Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999)
dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi
saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Dari tahun ke tahun
insiden sepsis tidak banyak mengalami perbaikan. Di Inggris, angka kematian sepsis neonatal
pada tahun 1985 – 1987 ( 25-30 % ) menunjukan penurunan yang bermakna dibandingkan
dengan tahun 1996-1997 (menjadi 10%), hal ini terjadi karena berbagai penemuan dan antibiotik
baru. Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.6,7
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus
pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin yang tak terkonjugasi yang berlebih.6 Ikterus
secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.
Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat
akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna pada sclera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir,
hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi
secara maksimal. Keadaan ini yang menyebabkan dominaso bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
2
secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian
dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sequel
nerologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah
ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah
mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.7,8
Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi
pada minggu pertama > 2 mg/dL. Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada
bayi kurang maupun cukup bulan dan tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari
berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Ikterus non
fisiologis atau yang dulu disebut dengan ikterus patologis yaitu ikterus yang terjadi sebelum
umur 24 jam, setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi, peningkatan
kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam, adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea
atau suhu yang tidak stabil ) dan ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.7,8
BAB II
3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : By. M P
Tanggal lahir : 25Juni 2012
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Teteli Jaga IV
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
ANAMNESIS
Seorang bayiperempuan, MRS NICU tanggal 25 Juni 2012 jam 19.57 WITA dengan keluhan
utama sesak. Penderita merupakan rujukan dari Puskesmas Tateli. Bayi lahir di Puskesmas
Tatelidi tolong oleh bidan pada tanggal 25 April 2012 jam 12.30 WITA secara spontan letak
belakang kepala dengan BBL 1700 gram, PBL 40 cm, apgar score tidak diketahui.Lahir dari ibu
G3P3A0, 34 tahun dengan hipertensi dalam kehaminaln. Riwayat kehamilan PAN 3x di bidan.
Anamnesis ( diberikan oleh ibu penderita )
Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga. Keputihan gatal dan berbau dan ada riwayat
demam intrapartum. Selama kehamilan ibu minum obat anti hipertensi, nifedipin, untuk
mengontrol tekanan darah.
Anamnesis antenatal dan kelahiran
4
Ibu penderita melakukan pemeriksaan antenatal sebanyak 3x di Puskesman Tateli sebanyak 3
kali dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali.
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
KEHAMILAN :
Perawatan antenatal : 3x di bidan
Penyakit-penyakit selama kehamilan : -
Komplikasi kehamilan : Ibu sempat mengalami demam 3 hari sebelum
melahirkan, saat melahirkan ibu tidak demam.
KELAHIRAN :
Tempat kelahiran : Puskesmas Tateli
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Pervaginam
Masa gestasi : 34 - 35 minggu
Keadaan bayi :
Berat badan lahir : 1700 gram
Panjang badan lahir : 40 cm
Langsung/tidak langsung menangis : tidak langsung menangis
Nilai APGAR : tidak diketahui
Kelainan bawaan : disangkal
Kriteria neurologis menurut Ballard:
5
- sikap : 3
- jendela sendi pergelangan tangan : 3
- rekoil lengan : 3
- sudut poplitea : 1
- gerakan tumit kekuping : 1
- tanda skarf : 2 +
13
Karakteristik eksternal menurut Ballard :
- kulit : 2
- lanugo : 3
- permukaan plantar : 3
- payudara : 2
- mata/telinga : 2
- genitalia : 2 +
14
Total skor : 13 + 14 = 27
Umur Kehamilan : 34-36 minggu
RIWAYAT PERKEMBANGAN
membalik : -
tengkurap : -
duduk : -
merangkak : -
berdiri : -
berjalan : -
tertawa : -
berceloteh : -
memanggil mama/papa : -
RIWAYAT IMUNISASI
6
VAKSIN (DASAR) UMUR ULANGAN
BCG -
DPT/DT -
POLIO -
CAMPAK -
HEPATITIS
B
-
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bln) ASI/PASI Bubur susu Bubur saring Bubur biasa
0-2 - - - -
2-4 - - - -
4-6 - - - -
6-8 - - - -
8-10 - - - -
10-12 - - - -
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
7
Penyakit Umur
Diare -
Otitis -
Radang paru -
Tuberkulosis -
Kejang -
Ginjal -
Jantung -
Darah -
Difteri -
Morbili -
Parotitis -
Demam berdarah -
Demam tifoid -
Cacingan -
Alergi -
Kecelakaan -
Operasi -
PEMERIKSAAN FISIK
8
Keadaan umum : Aktifitas (+) Reflex (+)
Skor APGAR : tidak diketahui
Berat badan : 1700 gram
Panjang badan : 40 cm
Tanda vital : HR : 142x/m, RR : 64x/m, SB : 36,5oC
Kepala dan leher
Kepala : Ubun – ubun besar datar
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik (-)
Hidung : Bentuk normal, secret tidak ada, PCH (+)
Telinga : Bentuk normal, secret tidak ada
Mulut : Sianosis tidak ada
Dada : Simetris, kiri = kanan. Retraksi (+) IC, SC, Xyphoid
Jantung : Detak jantung 142x/m
Iktus cordis tidak tampak
Batas kiri linea midclavicularis sinistra
Batas kanan Linea parasternalis dextra
Batas atas ICS II-III
Bunyi jantung apex M1<M2
Bunyi jantung apex aorta A1< A2
Bunyi jantung pulm P1> P2
Bising (-)
Paru – paru : Inspeksi : Simetris
9
Palpasi : Sonor kiri = kanan
Perkusi : Stem fremitus kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler
Rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen : Datar, lemas, BU (+) N
Hepar : tidak membesar, tali pusat terawat
Lien : tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3”
Genitalia : Perempuan, normal. Labia mayora menutupi labia minora
Anus : Lubang (+)
Kulit : Warna kemerahan
Efloresensi (-)
Pigmentasi (-)
Jaringan parut (-)
Lapisan lemak cukup
Turgor kembali cepat
Tonus (-)
Oedema (-)
DIAGOSIS
10
Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
PENATALAKSANAAN
- O2headbox 5-7 l/m
- Pasang NGT
- IVFD Dextrose 10% 5-6 gtt/m
- Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV
- Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV
- Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV
- Rawat tali pusat
Pro : DL, DDR, Diff. count, CRP
LABORATORIUM
Leukosit : 8.500/mm3
Eritrosit : 3,93x106/mm3
Hematokrit : 42,6%
Hb : 14,3 g/dL
Trombosit : 187.000/mm3
Malaria : negatif (-)
Radiologis :
X-foto thoraks :
Gambaran paru reticulogranuler disertai air bronkogram dan batas kontur jantung yang sudah
mulai menghilang (HMD grade II-III).
11
Follow Up :
26/6/2012
PH : 2 U : 2 hari BBL : 1700 gr BBS : 1400 gr
S : Napas cepat, sesak, bab/bak (+), intake (-), demam (-),
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 142x/m RR : 60x/m SB : 36,50C
Kep : Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 172 ml 13-14 gtt/m
D10% 35 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (2)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (2)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (2)
Susu 8x3-4 cc/NGT ( 20 ml/kg/hari )
12
27/6/2012
PH : 3 U : 3 hari BBL : 1700 gr BBS : 1400 gr
S : Napas cepat, sesak, bab/bak (+), intake (-), demam (-),
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 142x/m RR : 60x/m SB : 36,50C
Kep : Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 103,5 ml
D40% 3,5 ml
Aminosteril 23 ml 5-6 gtt/m
KCl 3 ml
Ca. Glukonas 7 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (3)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (3)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (3)
Susu 8x3-4 cc/NGT ( 20 ml/kg/hari )
Pro : Kultur Darah
13
28/6/2012
PH : 4 U : 4 hari BBL : 1700 gr
S : Sesak↓, bab/bak (+), intake (-), demam (-),
O : Ku : aktif (+)↓ Refleks (+)↓
HR : 124x/m RR : 56x/m SB : 36,60C
Kep : Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 149 ml
D40% 18 ml
Aminosteril 27 ml 5-6 gtt/m
KCl 2 ml
Ca. Gluko 8 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (4)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (4)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (4)
Susu 8x4-5 cc/NGT ( 30 ml/kg/hari )
14
29/6/2012
PH : 5 U : 5 hari BBL : 1700 gr
S : Kuning (+) sampai dengan dada, napas cepat ↓, demam (-)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 132x/m RR : 44x/m SB : 36,90C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (-)
Tho : Simetris, retraksi (+) IC, SC,
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Kulit : Kuning sampai dengan dada
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 93 ml
D40% 19,5 ml
Aminosteril 21 ml 5-6 gtt/m
KCl 2,5 ml
Ca. Glukonas 7 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (5)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (5)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (5)
Susu 8x5-6 cc/NGT ( 40 ml/kg/hari )
15
30/6/2012
PH : 6 U : 6 hari BBL : 1700 gr BBS : 1300 gr
S : Kuning (+) sampai dengan dada, napas cepat ↓, demam (-)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 128x/m RR : 56x/m SB : 36,80C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+)SC
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 113 ml
D40% 26,3 ml
Aminosteril 21 ml 5-6 gtt/m
KCl 2,5 ml
Ca. Glukonas 7 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (6)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (6)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (6)
Susu 8x7-8 cc/NGT ( 50 ml/kg/hari )
16
1/7/2012
PH : 7 U : 7 hari BBL : 1700 gr BBS : 1300 gr
S : Kuning (+) sampai dengan dada, sesak napas (+), demam (+)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 132x/m RR : 62x/m SB : 37,80C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+) IC, SC
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK+ HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 113 ml
D40% 27 ml
Aminosteril 21 ml 5-6 gtt/m
KCl 3 ml
Ca. Glukonas 7 ml
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (7)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (7)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV(7)
Susu 12x9-10 cc/NGT (60-70 ml/kg/hari )
Pro : Cek bilirubin total, direct, indirect
17
2/7/2012
PH : 8 U : 8 hari BBL : 1700 gr BBS : 1300 gr
S : Kuning (+) sampai dengan lutut, napas cepat (+), sesak ↓, demam (-)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 130x/m RR : 60x/m SB : 37,10C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+)SC
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum
Tx : O2 Headbox 5-7 l/m
IVFD Kaen 4B 5-6 gtt/m
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (8)
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (8)
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV
Susu 12x11-12 cc/NGT ( 90-100 ml/kg/hari )
Rencana pindah ke NICU II
18
3/7/2012
PH : 9 U : 9 hari BBL : 1700 gr BBS : 1300 gr
S : Kuning (+), sesak (-), demam (-)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 132x/m RR : 44x/m SB : 37,00C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+)SC minimal
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum
Tx : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (9) INT
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (9) INT
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (9) INT
Susu 12x12-13 cc/NGT ( 120 ml/kg/hari )
Pindah ke NICU II
4/7/2012
PH : 10 U : 10 hari BBL : 1700 gr BBS : 1250 gr
S : Kuning (-), sesak (-), demam (-)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 132x/m RR : 48x/m SB : 36,30C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (-)
19
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
Tx : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (10) INT
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (10) INT
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (10) INT
Susu 12x14-15 cc/NGT ( 130 ml/kg/hari )
5/7/2012
PH : 11 U : 11 hari BBL : 1700 gr BBS : 1250 gr
S : Kuning (-), sesak (-), demam (-), BAB (+), BAK (+)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 120x/m RR : 42x/m SB : 36,20C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+)SC minimal
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
20
Tx : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (11) INT
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (11) INT
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (11) INT
Susu 12x15-16 cc/NGT ( 150 ml/kg/hari )
6/7/2012
PH : 12 U : 11 hari BBL : 1700 gr BBS : 1250 gr
S : Kuning (-), sesak (-), demam (-), BAB (+), BAK (+)
O : Ku : aktif (+) Refleks (+)
HR : 130x/m RR : 48x/m SB : 36,20C
Kep : Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+)
Tho : Simetris, retraksi (+)SC minimal
Cor : Bising (-)
Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd : Datar, Lemas, BU (+) N
H/L : ttb. Tali pusat terawat
Ekst : Hangat, CRT < 3”
Dx : Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis
Tx : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (11) INT
Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (11) INT
Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (11) INT
Susu 12x16-17 cc/NGT ( 160 ml/kg/hari )
21
BAB III
DISKUSI
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah: Prematur SMK + HMD grade II-III + suspek
sepsis + ikterus neonatorum.
A. Prematuritas
Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang
lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Menurut WHO, persalinan prematur
adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500
gram. Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan skil Ballard dan kurva
Battaglia dan Lubchenko.1
The New Ballard Score Pada Bayi Prematur
Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk menentukan
usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular
meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver.
Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan
genitalia.1
Pada bayi ini didapatkan masa gestasi berdasarkan The New Ballard Score: 34-36
minggu, dengan berat badan lahir 1700 gram. Klasifikasi neonatus menurut kurva Battaglia dan
Lubchenko dengan usia gestasi 34-36 minggu dan berat 1700, didapatkan sesuai masa
kehamilan.
22
B. Hyalin Membrane Desease(HMD)
HMD merupakan kumpulan gejala gangguan pernapasan karena tidak adekuatnya
surfaktan dalam paru akibat dari hambatan pembentukan surfaktan. Etiologinya dianggap karena
faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru belum sempurna. Biasanya mengenai bayi
prematur, terutama bila menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya
diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio secaria dan perdarahan antepartum
dimana keadaan ini menyebabkan bayi lahir prematur.4,5
Patofisiologi terjadinya HMD, surfaktan berperan dalam pengembangan paru, merupakan
kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Surfaktan berfungsi menurunkan
tegangan permukaan alveolus agar tidak kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil
pada akhir ekspirasi. Senyawa utama terdiri dari leisitin, dibentuk pada kehamilan 22 – 24
minggu dan berfungsi normal setelah minggu ke 35.4
23
Gejala Klinis5
Biasanya pada bayi prematur
Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir
Tanda gangguan pernafasan pada 6 – 8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang
karakteristik pada umur 24 – 72 jam
Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung
24
Defisiensi Surfaktan
Peningkatan tekanan permukaan alveolus
Tidak mampu menahan sisa udara fungsionil (FRS)
Pada akhir ekspirasi
Kolaps alveolus
Butuh tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan usaha inspirasi yang lebih kuat untuk pernapasan berikut
ATELEKTASIS
Penurunan aliran darah paru
Hambatan pembentukan substansi surfaktan
TRANSUDASI
HIPOKSIA
ASIDOSIS
Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan “ekspirator
grunting”
Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau kaki), hipotermi,
tonus otot menurun
Derajat dari HMD dapat dikategorikan berdasarkan gambaran radiologis dari thoraks:9
Derajat I: Gambaran Reticulogranuler. Derajat II: Disertai gambaran air bronkogram meluas sampai ke perifer.
Derajat III: Disertai dengan batas tidak jelas antara kontur jantung dan diagfragma.
Derajat IV:White Lung
25
Pada bayi ini, didapatkan usia gestasi 34-36 minggu yaitu prematur, juga didapat gejala klinis
pendukung berupa takipnea, adanya pernapasan cuping hidung, dan retraksi subkostal dan
intercostal. Selain itu, diagnosis HMD didukung dengan adanya foto thoraks dimana terdapat
gambaran paru reticulogranuler disertai air bronkogram dan batas kontur jantung yang sudah
mulai menghilang ( HMD grade II-III).
C. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatal merupakan sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi
dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis pada neonatus. Insidensnya berkisar 1-8 di antara 1000 kelahiran hidup dan meningkat
menjadi 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1500 g.6,7
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining dan pengelolaan
terhadap faktor risiko perlu dilakukan. Terapi awal pada neonatus yang mengalami sepsis harus
segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur.6,7
Keadaan infeksi umum pada bayi dalam 1 bulan I kehidupan ditandai dengan adanya kuman
dalam peredaran darah penderita. Berikut ini faktor resiko sepsis :10
Mayor : Minor :
- KPD > 18 jam - KPD > 12 jam
- Ibu demam > 38o C - Ibu demam > 37,5oC
- Korioamnionitis - Apgar score menit I < 5,5 < 7
- Gawat janin ( BJJ > 160x/m ) - BBLR < 1500 gram
- Ketuban kental dan berbau - Usia kehamilan < 37 minggu
- Ibu mengalami keputihan
- Ibu terdiagnosis ISK
26
Pemeriksaan laboratorium dari neonatus tersangka sepsis terdiri dari darah lengkap,
hitung jenis dan kultur darah. Biasanya ditemukan leukositosis ( >30.000 ) yang didominasi oleh
sel PMN, leukopeni ( <5000 ), trombositopenia ( <100.000 ) dan neutropeni absolute (PMN <
1500).10
Faktor predisposisi antara lain ibu penderita ada riwayat keputihan gatal dan berbau
demam intrapartum.
D. Ikterus Neonatorum
Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis
( terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan )
atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada sepsis, galaktosemia, penyumbatan
saluran empedu, dan sebagainya.2 Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus
neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum
bilirubin.1,8
Dua sumber bilirubin pada neonatus berasal dari pemecahan sel darah merah yang beredar
(75%) dan eritropoiesis dan protein heme jaringan yang tidak efektif ( 25% ). Heme mengalami
perubahan menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi ( larut lemak ) di dalam system
retikuloendotelial dan dibawa ke hepar oleh albumin. Di hepar, dikonjugasi dengan asam
glukoronat dengan suatu reaksi yang dikatalisir oleh glukoronil transferase. Bilirubin
terkonjugasi ( larut air ) disekresi ke dalam saluran bilier untuk ekskrfesi melalui saluran
pencernaan. Enzim B-glukoronidase terdapat di dalam usus halus dan menghidrolisis sejumlah
bilirubin yang terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian dapat direabsorpsi ke dalam
sirkulasi, menambah total bilirubin tak terkonjugasi ( sirkulasi enterohepatik ).1
I. Ikterus Fisiologis1
27
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Secara klinis, ikterus fisiologis :
1. Tidak terjadi pada hari pertama
2. Bilirubin total harus meningkat dengan kurang dari 5 mg/dL/hari, mencapai puncak
kurang dari 12,9 mg/dL, pada hari 3-4 bayi aterm dan 15 mg/dL pada hari 5-7 ( bayi
premature )
3. Fraksi konjugasi harus tidak melebihi 2 mg/dL
4. Ikterus harus bertahan tidak lebih 1 minggu pada bayi aterm dan 2 minggu pada bayi
premature
II. Ikterus Patologis1
Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Secara klinis, ikterus patologis :
1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Kadar bilirubin direk > 1 mg/dL
4. Ikterus yang menetap setelah 2 minggu pertama
5. Ikterus yang disertai proses hemolisis ( inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD
dan sepsis )
6. Ikterus yang disertai keadaan berikut :
28
- Berat lahir < 2000 gram
- Masa gestasi < 36 minggu
- Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat napas
- Trauma lahir di kepala
- Hipoglikemia
- Infeksi/sepsis neonatorum
- Hiperosmolaritas darah
III. Mengatasi Hiperbilirubinemia1
1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini
bekerja sebagai enzyme inducer, sehingga konjugasi dapat dipercepat.
2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya ialah
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.
3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat
menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfuse
tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-
transfusi tukar
4. Transfusi tukar, dapat dilakukan dengan indikasi :
- Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek < 20 mg%
- Kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg%/jam
- Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
- Bayi dengan kadar hemoglobin talin pusat < 14 mg%
29
Daftar Pustaka
1. Behrman, Kliegman. Nelson: Textbook of Pediatrics Edisi 15, halaman 561-572, 589-599,
1578-1581. W. B. Saunders Company. 2000.
2. Goldenberg R, Culhane J, Lams J, Romero R. Epidemiology and causes of preterm birth.
Departement of Obstetric and Gynecology, Drexel University. Philadelphia. USA. 2008.
3. Beck A, Wojdyla D, Say L, dkk. The worldwide incidence of preterm birth: a systematic
riview of maternal mortality and morbidity. WHO. 2010.
4. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal
Intensive Care, Edisi 4. Arnold. London. 2002.
5. Jian Mao. Neonatal Hyaline Membrane Desease – RDS. Neonatal Intensive Care Unit, Dept.
of Pediatrics, China Medical University. China. 2011. .
6. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : IDAI Tahun 2012 Edisi Pertama.
Hal :170-185.
7. Antonius H. Pedoman Pelayanan Medis.Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia Tahun 2010.
Hal :36-37.
8. Abdulrahman S. Hiperbilirubinemia. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia Tahun 2012. Hal :147-
169.
9. Mardiana F. Peran Radiologis dalam Gangguan Napas Pada Neonatus. Bagian Radiologi FK
UNDIP, RS. Dr Kariadi. Semarang. 2011.
30
10. Rusepno H. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Hal : 1101-1124
31