lapkas lepra

Upload: joshua-runtuwene

Post on 11-Jul-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN Kusta yang dikenal juga dengan lepra atau Morbus Hansen adalah penyakit infeksi yang berlangsung dalam waktu lama, penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang bersifat tahan asam. Berbentuk batang dengan ukuran 1-8 dan lebar 0,2-0,5 . Saraf perifer merupakan organ yang paling pertama diserang lalu kulit dan mukosa saluran napas atas kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraft pusat. Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Pengaruh M. leprae pada kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang virulen, dan non-toksik. M. leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terutama terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah) untuk menfagositnya. Penyakit lepra merupakan penyakit yang menyebar hampir di seluruh dunia, terutama di negara berkembang dengan insiden paling banyak di Afrika. Penyakit lepra berhubungan dengan kemiskinan dan daerah pedesaan. Angka insidens paling tinggi terjadi pada dekade 2 dan 3 dan yang paling sedikit angka insidensnya pada wanita dan anak-anak. Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama 12 tahun terakhir telah menurun 85 % di sebagian besar negara atau wilayah endemis. Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 1997 kurang lebih 890.000 penderita. Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat pada akhir tahun 1997 adalah 31.699 orang dengan prevalensi 1,57/10.000 penduduk. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta berdasarkan WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) adalah : (1) Morbus Hansen Pausibasiler (MH PB) dan (2) Morbus Hansen Multibasiler (MH MB). Gejala klinis yang khas (tanda Kardinal), yaitu : bercak kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan ditemukannya kuman batang tahan asam.

1

LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Status Agama Suku / Bangsa Pendidikan terakhir Pekerjaan Alamat Tgl pemeriksaan II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Benjolan diwajah Benjolan di wajah, punggung, tangan, dan kaki timbul sejak satu tahun yang lalu. Mula-mula timbul bercak merah di wajah dan punggung kemudian bertambah banyak dan menyebar. Benjolan tidak bersifat hilang timbul, tidak gatal, terasa tebal dan kram-kram. Penderita juga mengeluh nyeri tulang. Penderita belum pernah berobat. Sebelumnya tidak ada keluhan seperti ini. Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Riwayat Penyakit Dahulu Penderita belum pernah menderita penyakit kulit sebelumnya. Darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, paru, hati dan ginjal disangkal penderita Riwayat Alergi Makanan : disangkal Obat : disangkal : Ny. M.W. : 22 tahun : Perempuan : Menikah : Islam : Jawa / Indonesia : SMA (tamat) : Ibu rumah tangga : Amurang : 25 Januari 2011

2

Riwayat kontak dengan penderita yang sakit seperti ini : disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga. Riwayat Kebiasaan Penderita mandi satu kali sehari menggunakan sabun lifebuoy batangan, dipakai bersama anggota keluarga lain. Handuk dipakai sendiri, dicuci satu kali seminggu. Sumber air sumur bor. Riwayat Sosial Rumah permanen, lantai beton, atap seng. Kamar mandi berada dalam rumah, terpisah dengan WC. Jumlah kamar 2 buah, dihuni oleh 2 orang dewasa dan 1 anak III. PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital Kepala : Cukup : Compos Mentis : T = 120/70 mmHg R = 24 x/m N = 84 x/m Sb = 36,8C

: Konjungtiva anemis(-), Sklera ikterik(-) pupil bulat anisokor, refleks cahaya-/+, maderosis (-)

Leher Thoraks

: Pembesaran kelenjar getah bening (-) : Cor = SI-II normal, bising (-)

Aksila & Supraklavikular : Pembesaran kelenjar getah bening (-) Pulmo = suara pernapasan vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal Hepar/lien : tidak teraba

3

Ekstremitas Superior et Inferior : Akral hangat, edema (-) claw hand (-), droop foot (-) Inguinal b. Status Dermatologis Regio fasialis: makula, infiltrat eritematous bentuk teratur, batas tegas, ukuran lentikuler sampai plakat, multipel Regio skapularis : makula hipopigmentasi, berbatas jelas, ukuran milier sampai lentikuler, skuama (+) c. Pemeriksaan Sensibilitas Rasa suhu : panas Dingin Rasa nyeri Rasa raba Anestesi (+) Anestesi (+) Hipoestesi (+) Hipoestesi (+) : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

d. Pemeriksaan Penebalan Saraf Nervus N. auricularis magnus N.ulnaris N.peroneus lateralis e. Pemeriksaan Laboratorium BTA : solid (+), fragmen (+), granul (+), globi (+) Dekstra (+) Sinistra (+) -

IV.

DIAGNOSA Morbus Hansen Multibasiler

V.

DIAGNOSIS BANDING Tinea fasialis Psoriasis vulgaris

4

VI.

PENATALAKSANAAN MDT MB bulan ke-I: o Dapson 100 mg / hari o Rifampisin 600 mg / bulan o Lamprene 300mg setiap bulan, diteruskan 50mg sehari atau 3x100mg setiap minggu. Neuroroboransia 2 x 1

VII.

ANJURAN Minum obat secara teratur Jaga kebersihan tubuh Istirahat yang cukup Makan makanan yang bergizi Kontrol Poli Kulit & Kelamin 27 hari kemudian

DISKUSI

5

DIAGNOSIS Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus (pemeriksaan sensibilitas dan pemeriksaan saraf) dan pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan benjolan yang terasa tebal dan kram-kram pada daerah wajah dan punggung yang bertambah banyak dan menyebar ke seluruh wajah, punggung, tangan dan kaki. Berdasarkan teori lesi kulit pada morbus hansen tipe multibasiler kurang jelas kehilangan sensasinya, selain lesi mati rasa bisa juga berupa lesi yang terasa baal dan parastesia. Pada pasien ini dikeluhkan lesi yang terasa baal dan kram-kram. Pada pemeriksaan fisik terutama pada status dermatologi ditemukan adanya makula dan infiltrat eritematous bentuk teratur, batas tegas, ukuran lentikuler sampai plakat, multipel pada regio fasialis, juga ditemukan makula hipopigmentasi, berbatas jelas, ukuran milier sampai lentikuler, skuama (+) pada regio skapularis. Kemudian pada pemeriksaan sensibilitas yaitu rasa raba, rasa nyeri, dan rasa suhu, di dapati adanya hipestesia pada daerah makula tersebut. Pada pemeriksaan penebalan saraf ditemukan adanya penebalan pada N. Aurikularis sinistra et dekstra. Sesuai dengan teori Morbus Hansen tipe multibasiler lesi kulit dapat berupa makula, plak, papul, infiltrat atau nodus dengan permukaan halus mengkilat, jumlah lesi > 5, hilangnya sensasi kurang jelas, dan pada pemeriksaan saraf ditemukan penebalan saraf tepi, pada N. Aurikularis magnus, N. Ulnaris, dan N. Peroneus lateralis. Pada pemeriksaan laboratorium/bakterioskopik yang diambil dari serum darah pasien yang diambil pada kerokan telinga kiri dan kanan, dan pada lesi kulit ditemukan adanya kuman BTA solid, fragmen, granul dan globi. Sesuai dengan teori, ketentuan pengambilan sediaan menurut kepustakaan antara lain sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif, lokasi pengambilan minimum dilaksanakan di tiga tempat, yaitu: cuping telinga kiri dan kanan, serta pada bercak yang paling aktif. Cuping telinga adalah salah satu bagian tubuh yang relatif lebih dingin yang menjadi tempat berpredileksi M. Leprae. Pada MH tipe multibasiler kuman batang tahan asam jumlahnya lebih banyak sehingga mudah

6

didapatkan sedangkan pada tipe pausibasiler jumlahnya sedikit sehingga sangat jarang ditemukan secara mikroskopik. Dari hasil pemeriksaan di atas ditemukan semua tanda kardinal untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, yaitu adanya bercak hipopigmentasi yang mati rasa, penebalan saraf tepi pada N. Aurikularis magnus, dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya kuman BTA. Berdasarkan teori diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal yaitu: bercak putih yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan ditemukan basil tahan asam. Untuk menegakkan diagnosa paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Pada penderita ini di diagnosis dengan Morbus Hansen tipe multibasiler berdasarkan klasifikasi di atas, dimana ditemukan jumlah lesi > 5, berupa bercak hipopigmentasi, hilangnya sensasi, dan mengenai satu cabang saraf yaitu N. aurikularis sinistra et dekstra, serta pemeriksaan bakteriologis BTA positif dalam tiga tempat pengambilan yaitu pada cuping telinga kiri dan kanan serta pada bagian lesi kulit. Penderita ini didiagnosis banding dengan psoriasis vulgaris, karena ditemukannya bercak-bercak eritematosus yang meninggi biasanya pada tempat yang mengalami tekanan sedangkan pada pasien ini infiltrat muncul di tempat yang jarang mendapatkan tekanan. Tinea korporis didiagnosis banding oleh karena pada makula eritemtosus batas tegas, multipel, ukuran lentikuler sampai numular tersebar di bagian punggung. Namun tidak ditemukan adanya central healing dan tepi aktif. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pasien ini sesuai dengan rekomendasi dari WHO dengan regimen menggunakan MDT di Indonesia penyakit kusta tipe multibasiler : Rifampisin 600 mg, DDS 100 mg, dan Lamprene 300 mg diminum sekaligus di depan petugas pada waktu kontrol sebulan sekali di Puskesmas. Untuk diminum di rumah : DDS 100 mg/hari dan Lamprene 50 mg/hari dengan pengobatan selama 12 bulan dengan toleransi diselesaikan selama 18 bulan. Pada kasus ini pasien diterapi sesuai dengan rekomendasi WHO, yaitu : Rifampisin 600 mg/bulan, Lamprene 300 mg/bulan, dan DDS 100 mg/hari.

7

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena keadaan umum penderita yang baik dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kecacatan akibat penyakit ini saat penderita didiagnosis.

8