lapak 1 pengujian komponen fitokimia bahan hayati

40
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA BAHAN HAYATI LAUT Mata Acara : Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati Disusun Oleh: Muhammad Sibghotulloh Ridho NPM 230210100042 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR

Upload: muhammad-sibghotulloh-ridho

Post on 26-Dec-2015

113 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Kimia Bahan Hayati Laut

TRANSCRIPT

Page 1: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM KIMIA BAHAN HAYATI LAUT

Mata Acara : Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Disusun Oleh:Muhammad Sibghotulloh Ridho

NPM 230210100042

UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJATINANGOR

2013

Page 2: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia industri hingga saat ini berkembang sangat pesat seiring semakin

banyak kebutuhan hidup yang memicu inovasi-inovasi untuk mendapatkan teknologi

alternatif. Bioteknologi sebagai salah satu alat penghasil produk yang di antaranya

untuk kebutuhan obat-obatan, di dalamnya terdapat tahan skrining sebagai salah satu

tahap penting dalam industri bioteknologi yang diterapkan dalam pembelajaran

kepada bibit-bibit sumberdaya manusia. Skrining merupakan salah satu pendekatan

untuk salah satu penelitian, khususnya skirining senyawa metabolit sekunder yang

bertujuan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya untuk

mendapatkan informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia yang memiliki

aktivitas biologi dari suatu tanaman.

Dalam hal ini fitokimia sebagai disiplin ilmu yang membahas mengenai aneka

ragam senyawa organik yang dibentuk oleh tumbuhan, di mana senyawa-senyawa

tersebut memiliki sebagai bahan obat. Maka diperlukan suatu percobaan sebagai

tahap awal untuk mengetahui senyawa terkandung pada bahan hayati, yang disebut

dengan uji fitokimia, yakni suatu metode untuk mendeteksi keberadaan senyawa

alkaloid, flavonoid, triterpenoid, steroid, saponin, tanin, dan senyawa fenol.

1.2. Tujuan

Tujuan dari pengujian komponen fitokimia bahan hayati adalah untuk

mendeteksi senyawa aktif pada suatu bahan hayati yang berasal dari tumbuhan.

Sampel yang digunakan adalah biji buah keben ( Barringtonia asiatica ) dan ekstrak

lamun (Enhalus acoroides).

Page 3: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

1.3. Prinsip

Setiap uji senyawa metabolit sekunder membutuhkan metode yang berbeda-

beda dan hasil positif terkandungnya senyawa tersebut ditunjukkan dengan

terbentuknya suatu busa dan endapan dengan warna tertentu.

Page 4: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampel

2.1.1 Keben ( Barringtonia asiatica )

Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Lecythidales

Famili : Lecythidaceae

Genus : Barringtonia

Spesies : Barringtonia asiatica 

Keben atau Barringtonia asiatica merupakan tanaman yang berbentuk

pohon dan berkayu lunak memiliki diameter sekitar 50 cm dengan ketinggian 4-

16 meter. keben mempunyai sistem perakaran yang banyak dan sebagian

tergenang di air laut ketika sedang pasang. ia juga memiliki banyak percabangan

yang terletak di bagian bawah batang mendekati tanah. Bentuk daunnya cukup

besar, mengkilap dan berdaging. daun mudanya berwarna merah muda dan akan

berubah menjadi kekuningan setelah tua.

Page 5: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Gambar 1. Buah Keben (Barringtonia asiatica )(sumber gambar : http://radixvitae.com/gallery/P4060037.JPG )

Di Indonesia, Filipina dan Indo-Cina, buah atau biji dipakai untuk pembius

ikan, sedangkan di Kepulauan Bismarck, biji buah keben yang masih segar

diparut dan dibubuhkan langsung pada bagian tubuh yang mengalami rasa sakit

atau pegal-pegal. Biji yang kering dihaluskan, dicampur air dan diminum sebagai

obat batuk, obat flu, sakit dan radang tenggorokkan. Dapat pula dibubuhkan pada

luka atau limpa yang bengkak setelah terserang malaria. Di Australia, suku

Aborigin menggunakannya sebagai pembius ikan dan terkadang untuk

meredakan sakit kepala. Di Indo-Cina buah yang muda dimakan sebagai sayur

setelah dimasak dalam waktu yang lama. Pohon ini juga ditanam untuk

dimanfaatkan sebagai pohon peneduh di sepanjang pantai. Selain itu , ekstrak biji

buah keben dapat digunakan untuk membuat obat tetes mata yang mampu

mengobati berbagai macam gangguan mata. Bahkan saat ini , ekstrak biji buah

keben telah digunakan sebagai obat bius untuk ikan kerapu yang akan dikirim ke

tempat jauh. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan , maka waktu

pingsan ikan akan semakin lama.

2.1.2 Lamun (Enhalus acoroides)

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji

satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga, dan buah. Berbeda

dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, misalnya makro-

algae atau rumput laut (seaweeds). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia

Page 6: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

kecuali di daerah kutub. Sekitar 60 jenis lamun yang telah ditemukan. Di

Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 12 jenis yang termasuk ke dalam 2

famili yaitu: Hydrocharitacea (9 marga, 35 jenis) dan Potamogetonaceae (3

marga, 12 jenis).

Gambar 2. Lamun (Enhalus acoroides)(Sumber Gambar: http://www.fobi.web.id/fbi/d/48973-2/Enhalus-

acoroides_Bima_FM_001.jpg)

Klasifikasi lamun Enhalus acoroides menurut Phillips dan Menez 1988 dalam Soedharma et al. 2007 adalah sebagai berikut : Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae 

Subkelas : Monocotyledonae

Ordo : Helobiae 

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus 

Species : Enhalus acoroides

Lamun memiliki daun-daun tipis yang memanjang seperti pita yang

mempunyai saluran-saluran air. Secara struktural lamun memiliki batang yang

terbenam dalam tanah yang disebut rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam

Page 7: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

di dalam substrat yang membuat lamun dapat berdiri dengan kuat menghadapi

arus dan ombak (Dahuri 2003).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah suhu,

kecerahan, salinitas, subtrat, arus, kedalaman, nutrient dan gelombang. Lamun

sangat sensitif terhadap kekeruhan yang disebabkan oleh erosi akibat penebangan

hutan dan aktivitas manusia, seperti , penambangan, tumpahan minyak di laut,

dan disposal sampah. Faktor yang penting yang mempengaruhi hidup lamun

adalah genangan air laut, substrat dan cahaya ( Hemminga, Duarte 2000). 

2.2 Pelarut

2.2.1 Kloroform

Kloroform adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl3) dan dikenal

sering digunakan sebagai bahan pembius, meskipun kebanyakan digunakan

sebagai pelarut nonpolar di laboratorium atau industri. 

Dalam Kamus Kimia (Balai Pustaka, 2002) kloroform diartikan sebagai zat

cair tanpa warna, dengan bau manis, menyenangkan dan anestetik. Kloroform

disebut juga haloform. Hal ini disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi

dengan metal keton; yang menghasilkan masing-masing bromoform dan

kloroform. Hal ini disebut CHX3 atau haloform, maka reaksi ini sering disebut

reaksi haloform.

Sebagaimana senyawa lain, kloroform memiliki ciri atau sifat tersendiri. Di

antaranya:

Berbentuk cairan

Baunya khas (menyengat)

Mudah menguap

Tidak larut dalam air

Page 8: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Titik didih 61,2 0 C

Indeks bias 1,487

2.2.2 Asam Klorida

Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (H Cl ) yang

merupakan asam kuat sehingga dalam penggunaannya harus hati-hati karena

senyawa ini bersifat korosif.

Hidrogen klorida (HCl) adalah asam monoprotik, yang berarti bahwa ia

dapat berdisosiasi melepaskan satu H+ hanya sekali. Dalam larutan asam klorida,

H+ ini bergabung dengan molekul air membentuk ion hidronium, H3O+:

HCl + H2O → H3O+ + Cl−

Ion lain yang terbentuk adalah ion klorida, Cl−. sehingga dapat digunakan

untuk membuat garam klorida, seperti natrium klorida. Asam klorida adalah

asam kuat karena dapat berdisosiasi penuh dalam air.

Asam klorida pekat akan membentuk kabut asam. Baik kabut dan larutan

tersebut bersifat korosif terhadap jaringan tubuh, dengan potensi kerusakan pada

organ pernapasan, mata, kulit, dan usus. Seketika asam klorida bercampur

dengan bahan kimia oksidator lainnya, seperti natrium hipoklorit (pemutih

NaClO) atau kalium permanganat (KMnO4), gas beracun klorin akan terbentuk.

NaClO + 2 HCl → H2O + NaCl + Cl2

2 KMnO4 + 16 HCl → 2 MnCl2 + 8H2O + 2 KCl + 5 Cl2

2.2.3 FeCl3

Besi(III) klorida, atau feri klorida, adalah suatu senyawa kimia yang

merupakan komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini

umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun

sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium.

Page 9: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

FeCl 3 dalam air basa bereaksi dengan ion hidrooksida untuk membentuk

floc besi (III) hidroksida, atau lebih tepat dirumuskan sebagai FeO (OH) -, yang

dapat menghilangkan bahan tersuspensi.

Fe 3+ + 4 OH − → Fe(OH) 4 − → FeO(OH) 2 − ·H 2 O

Hal ini juga digunakan sebagai agen pencucian di hidrometalurgi klorida,

misalnya dalam produksi Si dari FeSi. 

Ketika dilarutkan dalam air, besi (III) klorida mengalami hidrolisis dan

melepaskan panas dengan reaksi eksotermik. Besi (III) klorida anhidrat adalah

asam lewis yang cukup kuat, dan digunakan sebagai katalis dalam sintesis

senyawa organik.

Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih

pada 315 °C. Uapnya merupkan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin

tinggi lebih cenderung terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian

reversibel menjadi besi(II) klorida dan gas klorin. 

2.2.4 Natrium Klorida ( NaCl)

Natrium Klorida merupakan senyawa kimia yang tersusun dari 2 unsur,

logam natrium (Na) dan gas klor (Cl).  Senyawa ini merupakan garam yang

paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular  pada banyak

organisme multiselular.

Natrium Klorida (NaCl) memiliki tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini pada

proses perlakuan penyimpanan benih recalsitran berkedudukan sebagai medium

inhibitor yang fungsinya menghambat proses metabolisme benih sehingga

perkecambahan pada benih recalsitran dapat terhambat. Dengan kemampuan

tingkat osmotik yang tinggi ini maka apabila NaCl terlarut di dalam air , maka air

tersebut akan mempunyai nilai atau tingkat konsentrasi yang tinggi yang dapat

mengimbibisi kandungan air (konsentrasi rendah/low concentrate) yang terdapat

Page 10: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

di dalam tubuh benih sehingga akan diperoleh keseimbangan kadar air pada

benih tersebut. 

2.3 Metabolit Sekunder

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang

kebanyakan heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan (tetapi ini tidak

mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan).

 Istilah "alkaloid" yang berarti "mirip alkali", dipakai pertama kali

oleh seorang apoteker dari Halle (Jerman) bernama Carl Friedrich Wilhelm

Meissner (1819), untuk menyebut berbagai senyawa yang diperoleh dari

ekstraksi tumbuhan yang bersifat basa (pada waktu itu sudah dikenal,

misalnya, morfina, striknina, serta solanina). Hingga sekarang dikenal sekitar

10.000 senyawa yang tergolong alkaloid dengan struktur sangat beragam,

sehingga hingga sekarang tidak ada batasan yang jelas untuknya.

Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di

alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam

berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat

dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid.

Alkaloid memiliki fungsi dalam bidang farmakologis antara lain sebagai

analgetik (menghilangkan rasa sakit), mengubah kerja jantung, mempengaruhi

peredaran darah dan pernafasan, antimalaria, stimulan uterus dan anaestetika

lokal (Sirait 2007). Sumber senyawa alkaloid potensial adalah tumbuhan yang

tergolong dalam kelompok angiospermae dan jarang atau bahkan tidak

ditemukan pada tumbuhan yang tergolong dalam kelompok gimnospermae

Page 11: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

misalnya paku-pakuan, lumut dan tumbuhan tingkat rendah lain (Harborne

1987).

2.3.2 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari dari 15 atom karbon yang

umumnya tersebar di dunia tumbuhan.Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah

sama, akan tetapi dari segi biogenetik. Flavonoid merupakan inhibitor kuat

terhadap peroksidasi lipida, sebagai penangkap oksigen atau nitrogen yang

reaktif dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase dan

siklooksigenase (Rohman dan Riyanto 2005).

Senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:

1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.

2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.

Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua

jalur biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang

begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan

kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna

kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu

semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis

flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh

serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat

menolak sejenis ulat tertentu.

Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat

kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila

dibiarkan dalam larutan basa dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang

akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih,atau

suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoidcukup

larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-

Page 12: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

sulfoksida, dimetilformamida, air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15). Adanya

gula yang terikat pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung

menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian

campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik

untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon,

flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah

larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988 : 15).

2.3.3 Saponin

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas

pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air

dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan

penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam

yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas

(Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai

sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat

dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja

sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan

glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua

saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya

disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau

hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-

bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.

Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan

karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolisme tumbuh-tumbuhan

kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.

Sifat-sifat Saponin :

Page 13: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

a. Mempunyai rasa pahit

b. Dalam larutan air membentuk busa stabil

c. Menghemolisa eritrosit

d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi

e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya

f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula

empiris yang mendekati

2.3.4 Tanin

Tanin  adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa

pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai

senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid.

Tanin pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan tanin nabati dari

pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar menjadi kulit

masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas, mencakup

aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak

gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk

membentuk perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul

yang lain

Senyawa Tanin memiliki sifat – sifat umum yang dibagi menjadi sifat

fisika dan sifat kimia. Adapun sifat fisika dari tanin adalah sebagai berikut :

Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa

asam dan sepat.

Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan

Tidak dapat mengkristal.

Page 14: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein

tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

Sedangkan Sifat kimia dari tannin adalah sebagai berikut:

Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yangsukar

dipisahkan sehingga sukar mengkristal.

Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.

Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic

danpemberi warna.(Najebb, 2009).

Selain itu terdapat dua senyawa tanin yaitu tanin yang terhidrolisis dan

tanin yang terkondensasi. 

a. Tanin Terhidrolisis 

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan

membentuk  jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan

menggunakan asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini

adalah gallotanin yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan

asam galat. 

b. Tanin terkondensasi (condensed tannins)

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi

meghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari

polimerflafonoid yang merupakan senyawa fenol dan telah dibahas pada bab

yang lain. Nama lain dari tanin ini adalah

Proanthocyanidin. Proanthocyanidin merupakan polimer dari flavonoid yang

dihubungan dengan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah

Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari

epiccatechin dan catechin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan

Page 15: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa

floroglusinol.

2.3.5 Triterpenoid/Steroid

Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan

siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu.

Sedangkan penamaan lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada

tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen pada

masing-masing atom karbon. Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi

dengan lebih 40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya

merupakan proses siklisasi dari skualen.

Triterpenoid biasanya terdapat pada minyak hati ikan hiu, minyak nabati

(minyak zaitun) dan ada juga ditemukan dalam tumbuhan seprimitif , sphagnum

tetapi yang paling umum adalah pada tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida.

Triterpenoid telah digunakan sebagai tumbuhan obat untuk penyakit

diabetes,gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit, kerusakan hati dan

malaria. Struktur terpenoida yang bermacam ragam timbul sebagai akibat dari

reaksi-reaksi sekunder berikutnya seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi

dan siklisasi atas geranil-, farnesil-, dan geranil-geranil pirofosfat.

Menurut Harborne (1987) senyawa triterpenoid dapat dibagi menjadi empat

golongan,yaitu: triterpen sebenarnya, saponin, steroid, dan glikosida jantung.

Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang dapat

dihasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena.

Senyawa yang termasuk turunan steroid,

misalnya kolesterol, ergosterol,progesteron, dan estrogen. Pada umunya steroid

berfungsi sebagai hormon. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri dari 17

atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu

cincin siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain

Page 16: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

terletak pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan

tahap oksidasi tiap-tiap cincin. Secara rinci beberapa fungsi steroid pada

tumbuhan adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan

b. Menghambat penuaan daun (senescence)

c. Mengakibatkan lengkuk pada daun rumput-rumputan

d. Menghambat proses gugurnya daun

e. Menghambat pertumbuhan akar tumbuhan

f. Meningkatkan resistensi pucuk tumbuhan kepada stress lingkungan

g. Menstimulasi perpanjangan sel di pucuk tumbuhan

h. Merangsang pertumbuhan pucuk tumbuhan

i. Merangsang diferensiasi xylem tumbuhan

j. Menghambat pertumbuhan pucuk pada saat kahat udara dan endogenus

karbohidrat.

2.3.6 Fenol

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna

yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5O H  dan strukturnya

memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol

memiliki sifat yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+dari

gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion

fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air.

Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan

senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan.

Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan

hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. 

Page 17: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum Kimia Bahan Hayati Laut dengan judul Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati dilaksanakan pada :

Hari, Tanggal : Rabu , 10 April 2013

Waktu : 10.00 WIB

Tempat : Laboratorium Bioteknologi Kelautan Gedung 4 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat dan Fungsinya

a. Tabung reaksi, sebagai tempat untuk mereaksikan dua zat atau lebih

b. Neraca analitik, untuk menimbang sampel

c. Bunsen, untuk memanaskan larutan uji

d. Gelas ukur, untuk mengukur volume zat cair

e. Penjepit, untuk menjepit tabung reaksi sebagai gagang

f. Kertas saring, untuk menyaring larutan

g. Pipet tetes, untuk memindahkan zat cair dalam jumlah yang kecil

h. Plat tetes, sebagai wadah pengujian senyawa terlarut

3.2.2 Bahan

a. Amonia 10% , 25%

b. CHCl3

c. FeCl3

Page 18: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

d. Gelatin

e. HCl 1N ,2M

f. HCl pekat

g. Kloroform

h. NaCl

i. Pereaksi Dragendorff

j. Pereaksi Lieberman Burchard

k. Pereaksi Meyer

l. Pereaksi Wagner

3.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Uji Alkaloid 1

Satu gram sampel ditimbang dan dibasahi dengan ammonia kemudian

ditambahkan CHCl3 , dikocok dan kemudian disaring

Filtrat dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan HCl 1 N lalu

dikocok

Lapisan asam dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain.

Lapisan filtrate masing-masing diambil sebanyak 3 tetes kedalam plat tetes

dan ditambahkan pereaksi:

a) 2 tetes Dragendorff

b) 2 tetes Pereaksi meyer

c) 2 tetes pereaksi wagner

3.3.2 Uji Alkaloid 2

Sampel diletakkan ke dalam cawan porselin sebanyak 3 ml dan kemudian

ditambahkan 5 ml HCl 2 M , diaduk dan didinginkan.

NaCl 0,5 g ditambahkan , lalu diaduk dan disaring.

Page 19: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

HCl 2M ditambahkan sebanyak 3 tetes , kemudian filtrate dipisahkan

menjadi 4 bagian ; A, B , C dan D . Dimana filtrat A digunakan sebagai

blanko.

Filtrat B ditambahkan dengan pereaksi Meyer , filtrate C dengan pereaksi

wagner dan filtrate D digunakan untuk uji penegasan.

Uji penegasan dilakukan pada filtrate D dengan ditambahkannya ammonia

25% hingga pH 8-9.

Kloroform ditambahkan dan diuapkan diatas waterbath.

HCl 2M ditambahkan

Filtrat dibagi menjadi 3 ( filtrate A , B , dan C) , dimana filtrate A

digunakan sebagai blanko.

Filtrat B diuji dengan Mayer

Filtrat C diuji dengan Dragendorff

3.3.3.Uji Flavonoid 1

Sebanyak 1 gram sampel dirajang halus dan dididihkan selama ± 5 menit

dengan 25 ml methanol , kemudian disaring dalam keadaan panas.

Kloroform dan air suling ditambahkan dengan perbandingan 1:1 sebanyak

5 ml, dikocok dan dibiarkan sejenak.

Sebagian lapisan air diambil dan dipindahkan dengan pipet tetes kedalam

tabung reaksi

Bubuk magnesium dimasukkan sebanyak 0,1 gram dan beberapa tetes asam

klorida pekat dan amil alkohol.

3.3.4 Uji Flavonoid 2

Sampel dilarutkan dalam etanol absolut dan dibagi menjadi 2 tabung

Tabung 2 ditambahkan dengan 2 tetes HCl pekat.

Tabung 2 dihangatkan diatas penangas air selama ± 10 menit

Perubahan warna yang terjadi diamati

Page 20: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

3.3.5 Senyawa Fenolik

Sebagian lapisan air dari uji flavonoid dimasukkan ke dalam plat tetes

Ditambahkan pereaksi FeCl3 1%

3.3.6 Triterpenoid / Steroid

Sedikit lapisan kloroform dari uji flavonoid diambil

Dimasukkan ke dalam plat tetes dan dibiarkan sampai kering

Ditambahkan satu tetes asam asetat anhidrida dan satu tetes asam sulfat

pekat

3.3.7 Saponin

Sampel sebanyak 1 gram sampel dimasukkan kedalam Erlenmeyer

Ditambahkan 100 ml air panas

Dididihkan selama 5 menit , kemudian disaring dalam keadaan panas

Diambil larutan sebanyak 10 ml kemudian dikocok dengan kuat selama 10

detik

3.3.8 Tanin

Tanin 1

Ditambahkan 1 gram sampel dengan air

Dididihkan selama beberapa menit dan disaring

Diambil 2ml filtrat dan ditambahkan 1-2 tetes FeCl 1%

Tanin 2 Sampel ditambahkan dengan aquadest panas , diaduk dan didinginkan

Ditambahkan 5 tetes NaCl 10% , kemudian disaring

Filtrat dibagi menjadi 3 bagian

Ditambahkan 3 tetes FeCl3 pada filtrat B, ditambahkan gelatin pada filtrat

C

Page 21: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Diamati perubahan yang terjadi

Page 22: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No. Uji Fitokimia

Grup 1(sampel biji buah

keben)Grup 2

(sampel buah lamun)Hasil (+/-)

KeteranganHasil (+/-)

Keterangan

1Alkaloid

I

Meyer -Tidak terbentuk endapan.

+Terbentuk endapan coklat kemerahan.

Wagner - +Terbentuk endapan putih.

2 Flavanoid I -Tidak terjadi perubahan warna.

-

Tidak terjadi perubahan warna menjadi merah jingga.

3 Flavanoid II -

Tidak terjadi perubahan warna, menjadi keruh.

-

Tidak terjadi perubahan warna, hanya menjadi lebih hijau kekuningan.

4 Senyawa Fenolik -Tidak terjadi perubahan

warna.-

Tidak terjadi perubahan warna.

5Triterpenoid/

Steroid-

Tidak terjadi perubahan

warna karena uji flavanoid

kurang baik.

+

Positif steroid, terjadi perubahan

warna menjadi ungu di tengah

dan biru di sekelilingnya.

Page 23: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

6 Tanin

1 +

Terjadi perubahan

warna menjadi biru tua.

+Terjadi perubahan

warna menjadi hijau kehitaman

2 +

Terjadi perubahan

warna menjadi hijau kehitaman (terhidrolisa).

+

Terjadi perubahan warna menjadi

hijau kecoklatan (terkondensasi)

7 Saponin +

Terdapat busa setinggi 3 cm

yang tidak hilang saat

penambahan 1 tetes HCl 2N.

-

Tidak terbentuk busa yang stabil,

telah 3 kali pengulangan.

4.2 Pembahasan

Pada pengujian komponen fitokimia bahan hayati ini, sampel yang digunakan

adalah biji buah keben untuk grup 1 dan daging buah lamun untuk grup 2. Uji

fitokimia yang dilakukan adalah uji alkaloid 1, uji flavonoid 1, uji flavonoid 2, uji

fenolik, uji triterpenoid/steroid, uji tanin 1, uji tanin 2, dan uji saponin.

Hasil uji alkaloid dengan sampel biji buah keben, tidak terbentuk endapan

putih. Baik dengan menggunakan pelarut wagner maupun meyer. Maka kemungkinan

sampel tidak mengandung alkaloid. Sedangkan hasil uji alkaloid pada daging buah

lamun, menggunakan pereaksi meyer terbentuk endapan coklat kemerahan dan

dengan pereaksi wagner terbentuk endapan putih. Hal ini mengindikasikan adanya

senyawa alkaloid.

Page 24: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Terbentuknya endapan putih pada hasil positif uji dengan pereaksi meyer

disebabkan karena pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi

antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi meyer sehingga menghasilkan senyawa

kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Reaksi pada uji

alkaloid ini dengan pereaksi meyer adalah : N + KHgI4 Hg-N Putih.

Pada hasil uji flavonoid, tidak perubahan warna baik pada uji flavonoid I

maupun pada uji flavonoid II dengan sampel biji buah keben dan sampel daging buah

lamun. Maka kemungkinan kedua sampel tidak mengandung senyawa flavonoid.

Pada uji senyawa fenolik pada kedua sampel menunjukan hasil negatif, karena tidak

terbentuk warna biru-ungu.

Uji Triterpenoid/Steroid pada sampel buah keben tidak menunjukkan adanya

perubahan warna, sedangkan pada sampel daging buah lamun terjadi perubahan

warna menjadi ungu di tengah dan biru di sekelilingnya. Uji triterpenoid/steroid pada

sampel buah keben menghasilkan hasil negatif mungkin terdapat kesalahan pada uji

flavonoid sebelumnya.

Pada uji tanin 1 pada sampel biji buah keben terjadi perubahan warna yakni

biru tua, sedangkan pada sampel daging buah lamun menghasilkan warna hijau

kehitaman. Hal ini menunjukkan hasil positif kandungan tanin pada sampel. Pada uji

tanin 2 buah lamun terjadi perubahan warna menjadi hijau kecoklatan, hal ini

menunjukan positif terdapat senyawa tanin terkondensasi, yakni tanin yang tidak

dapat terhidrolisis karena mengandung banyak polimer flavonoid yang merupakan

senyawa fenol yang ersifat reaktif apabila ditambahkan FeCl3.

Uji saponin pada biji buah keben menunjukkan terbentuknya busa setinggi

sekitar 3 cm yang tidak hilang saat penambahan 1 tetes HCl 2N. Sedangkan pada

sampel daging buah lamun tidak terbentuk busa yang stabil setelah 3 kali

pengulangan. Hal ini menunjukkan adanya senyawa saponin pada biji buah keben dan

tidak pada sampel daging buah lamun.

Page 25: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa dari hasil uji pada praktikum ini:

Biji buah keben (Barringtonia asiatica) mengandung senyawa metabolit

sekunder antara lain tanin dan saponin.

Daging buah lamun (Enhalus acoroides) mengandung senyawa metabolit

sekunder antara lain alkaloid, tanin, dan triterpenoid/steroid.

5.2.Saran

Uji fitokimia merupakan tahap awal untuk mendapatkan informasi mengenai

senyawa aktif bermanfaat yang terkandung dalam bahan hayati, maka diperlukan

ketelitian dalam pelaksanaan praktikum ini.

Page 26: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

DAFTAR PUSTAKA

Badui, Dahlia, 2010. Analisis Kadar Gizi Buah Lamun (Enhalus acoroides) dan

Hubungan antara Pengetahuan, Persepsi dengan

Pemanfaatan Buah Lamunsebagai Sumber Makanan Alternatif

Masyarakat Desa Waai Kec. Salahutu Kab. Maluku Tengah. (http://karya-

ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/8025) Diakses pada 13

April 2013

Sunnudin, Adriani, 2012. Habitat Lamun (http://eol.org/data_objects/19205465)

Diakses pada 13 April 2013

Totok,Sutamto, 2011. Keben. (http://sogolagro.wordpress.com/2011/05/04/keben/)

Diakses pada 13 April 2013

Nazarudi, Riyan, 2011. Besi (III) klorida. (http://riyanpunyakabar.blogspot.com/

2011/07/besi-iii-klorida.html) Diakses pada 13 April 2013

Anonim, 2013. Besi (III) klorida (http://id.wikipedia.org/wiki/Besi(III)_klorida)

Diakses pada 13 April 2013

Anonim, 2013. Natrium Klorida (http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_klorida)

Diakses pada 13 April 2013

Rumiantin, 2011. Tanaman Lamun (http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/

123456789/49824/C11ror_BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?

sequence=6) Diakses pada 13 April 2013

Anonim, 2013. Tanin (http://id.wikipedia.org/wiki/Tanin) Diakses pada 13 April

2013

Page 27: LAPAK 1 Pengujian Komponen Fitokimia Bahan Hayati

Awan, 2013. Saponin (http://pemula-awaliharimu.blogspot.com/2012/12/pengertian-

saponin-makalah-saponin.html) Diakses pada 13 April 2013

Anonim, 2013. Steroid (http://id.wikipedia.org/wiki/Steroid) Diakses pada 13 April

2013

Awan, 2013. Terpenoid (http://pemula-awaliharimu.blogspot.com/2012/10/

pengertian-terpenoid.html) Diakses pada 13 April 2013

Anonim, 2013. Alkaloid (http://id.wikipedia.org/wiki/Alkaloid) Diakses pada 13

April 2013

Nabila, Iqlima, 2012. Senyawa Steroid (http://kimia-iqlima.blogspot.com/2012/10/

senyawa-steroid_6.html) Diakses pada 13 April 2013

Sulistiono, Dwi Arif, 2010. Tannin (http://www.scribd.com/doc/33507735/TANNIN)

Diakses pada 13 April 2013