lap farmakolo perc 4
TRANSCRIPT
Laboratorum Farmakologi II
Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Makassar
EFEK ANALGESIK
OLEH:
SRI ANGGUN (PO. 713.25.10.1.086)
MUH.RUSLI TAHIR (PO. 713.25.10.1.076)
SUNDARIKA NASTITIN (PO. 713.25.10.1.090)
WANTI E (PO. 713.25.10.1.096)
STELLA MARIS (PO. 713.25.10.1.088)
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Percobaan-percobaan pada hewan percobaan khusus sering dilakukan pada
hewan-hewan mengerat kecil (tikus dan mencit).. Efek analgetik pada manusia,
berbeda dengan pada hewan-hewan mengerat, pada pokoknya sore hari lebih kuat
dibandingkan dengan efek pada dini hari atau tengah malam. Analgetika adalah
senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa
memiliki kerja anastesi umum. ( Tjay,2007)
Berdasarkan potensi kerja dan efek samping analgetik dibedakan dalam dua
kelompok, yaitu analgetik yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,
kelompok opiat) dan nanalgetik yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja
terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi dan antireumatik ( Tjay,2007) .
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman dan menyiksa bagi
penderitanya, namun terkadang nyeri dapat digunakan sebagai tanda adanya
kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan manifestasi dari terjadinya kerusakan
jaringan, dimana nyeri merupakan salah satu dari gejalanya. Karena dipandang
merugikan maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya.
( Esvandiary, 2005)
Obat yang dikenal sebagai analgetik-narkotik sangat berguna untuk meredakan
dan menghilangkan rasa nyeri. Semua analgesik-narkotik dapat menimbulkan adiksi.
maka usaha penyelidik untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap
diteruskan. Tujuan penyelidikan adalah suatu analgetik yang sama kuat seperti
morfin, tanpa bahaya adiksi morfin. Disini akan dibicarakan obat seperti morphin
dengan alkaloid morphin dan derivat semisintetik, analgetik narkotik sintetik seperti
meperidin dan derivat fenilpiperidin (termaksud alfaprodin dan anileridin), metadon
dan derivat serupa ( Esvandiary, 2005).
I.2. Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Membandingkan efek analgetik antara tanaman obat dengan obat analgetik
pada mencit
I.2.2 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui efek analgesik suatu obat
2. Mengetahui mekanisme terjadinya nyeri terhadap hewan uji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika
umum) (Tjay, 2007).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri,
misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi
dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan
seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas
nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan
untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat
orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Tjay,
2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya
ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri
yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu
yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi
radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di
kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan
organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui
jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang
belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay,
2007).
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar,
yakni :
a) Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok
ini.
b) analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).
Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni:
a) parasetamol
b) salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c) penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d) derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e) derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan metamizol
f) lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).
Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan isyarat bahaya
ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat analgesik opiat berhubungan
dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien terhadap nyeri.
Penelitian klinik dan percobaan menunjukkan bahwa analgesik narkotika dapat
meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi nyeri tetapi efeknya atas
komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek subjektif pasien. Bila ada analgesia
efektif, nyeri mungkin masih terlihat atau dapat diterima oleh pasien, tetapi nyeri
yang sangat parah pun tidak lagi merupakan masukan sensorik destruktif atau yang
satu-satunya dirasakan saat itu (Katzung, 1986).
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (=mirip opioat) adalah obat-obat
yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari
reseptor-reseptor opioid (biasanya μ-reseptor) (Tjay, 2007).
Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor μ terjadi pada
susunan saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euforia, sedasi, dan
depresi pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat tinggi
bagi semua efek (Katzung, 1986).
Selain menggunakan golongan obat di atas, alternatif lain dalam mengobati rasa
nyeri yaitu dengan menggunakan infus dari suatu tanaman yanng berfunsi sebagai
analgetik. Dimana bagian tumbuhan tersebut dipotong dengan ukuran yang kecil-
kecil kemudian dibuat infus dengan cara merebus dengan air steril sampai suhu 900C
selama 15 menit. Kemudian cairan infus tersebut diberikan sebagai obat nyeri.
II.2 Uraian Bahan
1. Meniran (Phyllanthus niruri L)
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas: Rosidae
Ordo: Euphorbiales
Famili: Euphorbiaceae
Genus: Phyllanthus
Spesies: Phyllanthus niruri L.
2. Paracetamol
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit
Kelarutan : larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol ( 95%)P,
dalam 13 bagian aseton, dalam 40 bagian gliserol.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : penggunaan analgetikum
3. Etanol
Nama resmi : AETHANOLUM
Pemerian : cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak
Kelarutan :sangat mudah larut dalam air
Khasiat : zat tambahan
4. Asam asetat
Nama resmi :ACIDUM ACETICUM
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam
Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol
Khasiat :perangsang nyeri.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Spuit oral
2. Timbangan berat badan hewan uji
3. Kapas
4. Erlenmeyer
5. Tissu
6. Gelas ukur
7. Termometer
8. Panci infus
9. Spidol
10. Keranjang
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Paracetamol syrup
2. Infus Daun Meniran yang digunakan sebagai analgetik
3. Lautan steril asam asetat 1% (perangsang nyeri)
4. Aqua Steril
5. Etanol 70%
III.2 Cara Kerja
a. Uji kontrol negatif menggunakan air
1. Timbang berat badan hewan uji yang akan diberikan perlakuan
2. Disuntikkan asam asetat sebagai perangsang nyeri secara intraperitorial
3. Dilihat reaksi dari asam asetat dan respon dari hewan uji. Jika hewan uji
telah memberikan respon dengan menggeliat maka diiberikan air sesuai
dosis secara oral.
4. Kemudian dilihat perkembangan atau efeknya dengan menghitung
gerakan menggeliat oleh hewan uji selama 5 menit dan 5 menit
selanjutnya sampai hewan uji tidak menggeliat lagi.
b. Uji pencegahan dengan infus daun Meniran
1. Timbang berat badan hewan uji yang akan diberikan perlakuan
2. Disuntikkan asam asetat sebagai perangsang nyeri secara intraperitorial
3. Dilihat reaksi dari asam asetat dan respon dari hewan uji. Jika hewan uji
telah memberikan respon dengan menggeliat maka diiberikan infus daun
Meniran sesuai dosis secara oral.
4. Kemudian dilihat perkembangan atau efeknya dengan menghitung
gerakan menggeliat oleh hewan uji selama 5 menit dan 5 menit
selanjutnya sampai hewan uji tidak menggeliat lagi.
c. Uji penyembuhan dengan paracetamol
1. Timbang berat badan hewan uji yang akan diberikan perlakuan
2. Disuntikkan asam asetat sebagai perangsang nyeri secara intraperitorial
3. Dilihat reaksi dari asam asetat dan respon dari hewan uji. Jika hewan uji
telah memberikan respon dengan menggeliat maka diiberikan suspensi
paracetamol sesuai dosis secara oral.
4. Kemudian dilihat perkembangan atau efeknya dengan menghitung
gerakan menggeliat oleh hewan uji selama 5 menit dan 5 menit
selanjutnya sampai hewan uji tidak menggeliat lagi
d. Pembuatan infus Daun Meniran
1. Dicuci dan di porong kecil-kecil daun Meniran
2. Timbang sebanyak 2.5gr
3. Masukkan dalam panci infus dan tambahkan air steril sebanyak 50ml
4. Panaskan hingga suhu 900C selama 15 menit.
5. Angkat dan saring, cukupkan volumenya sampai 50ml.
BAB IV
DATA PENGAMATAN
IV.1 Perhitungan dosis
a. Untuk infus daun Meniran
Dalam 100 ml = 5% b/v atau 5 g dalam 100ml
Untuk 50 ml = 2.5 g
Berat daun Meniran yang dibuat infus 5 g dalam 50 ml aqua steril
b. Untuk asam asetat
Bj as. Asetat =1,040 gr/ml x 1 ml = 1,040 gr
1% = 1 ml/100 ml = 1,040 g/100 ml ~ 1gr/100ml
= 10 mg/ml
Asam asetat = 75 mg/kg BB
= 75 mg/1000 gr BB
= x 75 mg = 1,5 mg/20 g BB
= x 1 ml = 0,15 ml/20 g BB
c. Untuk penggunaan Paracetamol
1. Untuk kontrol +
Kadar PCT syr 24 mg/ml
1,3/24 x 1ml = 0,054 ml ket: pct u/ manusia = 500 mg
2. Pengenceran PCT pct u/ mencit = 500 mg x 0,0026
1 ml 10 ml (2,4 mg/ml) = 1,3 mg
1,3/2,4 x 1 ml = 0,54 ml
IV.2 Tabel pengamatan
Tabel 1: kontrol negatif dengan air
BB
(g)
Oral
(ml)
IP
(ml)
Jumlah geliat tiap 5 menit ke (kali/5 menit) Kumu
latif1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
22 1,1 0,165 23 19 15 12 9 8 6 4 2 - - 98
Tabel 2: uji penyembuhan dengan infus daun Meniran
BB
(g)
Oral
(ml)
IP
(ml)
Jumlah geliat tiap 5 menit ke (kali/5 menit) Kumu
latif1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
27 0,7 0,2 - 14 9 7 1 - - - - - - - 31
Tabel 3: uji kontrol positif dengan paracetamol
BB
(g)
Oral
(ml)
IP
(ml)
Jumlah geliat tiap 5 menit ke (kali/5 menit) Kumu
latif1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
28 1,8 0,2 25 16 13 13 11 10 9 9 7 6 6 2 127
Maka:
% daya analgetik Untuk PCT = 100- (P/K X 100)
= 100 – (127/98 x 100)
= 100 – 129.59
= 29,59 %
% daya analgetik Untuk Meniran = 100- (P/K X 100)
= 100 – (31/98 x 100)
= 100 – 31.63
= 68,36 %
Keterangan:
P = Jumlah Kumulatif Geliat mencit yang diberi Obat Analgetik
K = Jumlah Kumulatif Geliat mencit yang diberi Air sebagai control
IV.3 Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan pemberian obat untuk mengetahui efek
analgetik pada hewan uji dengan cara melihat respon mencit terhadap asam asetat
yang dapat menimbulkan respon menggeliat dari mencit ketika menahan nyeri pada
perut. Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik dalam
hal ini adalah Paracetamol yang bertindak sebagai obat dengan proses penyembuhan.
Dimana Mencit kode 10 disuntik secara intraperitoneal dengan larutan induksi asam
asetat 1 % terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar diharapkan rasa sakit timbul
terlebih dahulu kemudian diobati dengan obat brkhasiat analgetik yang dalam hal ini
adalah paracetamol. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena untuk
mencegah penguraian asam asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ
tertentu. Dan laruran asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika
diberikan melalui rute lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung
bersifat tidak tahan terhadap pengaruh asam. Kemudian diberi parasetamol melalui
oral jika respon mencit (menggeliat dan kaki ditarik kebelakang) telah ditujukkan.
Dari hasil Pengamatan yang diperoleh pada 5 menit pertama mencit menggeliat
sebanyak 25 kali lalu secara berkala berkurang ke 5 menit berikutnya sampai
akhirnya mencit tidak menggeliat lagi dan kembali normal. Hal ini menujukkan
bahwa paracetamol memiliki daya analgesic.
Pada Mencit kode 11 diberikan Infus Meniran sebagai profilaksis atau
pencegahan dimana pemberian tanaman obat berkhasiat analagesik diberikan terlebih
dahulu melalui oral dilanjutkan dengan pemberian mediator perangsang rasa
sakitnya. Larutan asam asetat diberikan setelah 20 menit dari pemberian infus
meniran karena diketahui bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah
mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit
kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1 % mencit menggeliat dengan ditandai
perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5
menit. Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan sulit membedakan
antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit merasa
kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit. Dari hasil
pengamatan, diperoleh bahwa 5 menit pertama mencit tidak mengalami geliat namun
pada 5 menit berikutnya mengalami 14 kali geliat dan akhirnya berkurang secara
berkala sampai tidak mengalami gelian sama sekali pada 5 menit ke-5. Hal ini
menujukkan bahwa meniran mempunyai daya analgesic yang lebih kuat.
Sedangkan pada uji kontrol negatif, dimana mencit disuntikkan asam asetat
sebagai perangsang nyeri secara intraperitorial dan setelah mencit menggeliat maka
diinduksi atau diberikan air steril melalui oral. Kenuudian dilihat perubahan yang
terjadi. Pada 5 menit pertama mencit menggeliat sebanyak 23 kali, 5 menit
selanjutnya menggeliat 19 kali, 5 menit selanjutnya mencit menggeliat 15 kali.
Begitu seterusnya hingga menit 45 mencit menggeliat hanya 2 kali dan menit ke 50
mencit tidak menggeliat lagi. Ini diartikan air bisa menetralisir asam asetat yang
masuk dalam tubuh mencit meskipun agak lama.
Berdasarkan perhitungan daya analgesic, didapatkan bahwa parasetamol
memiliki daya analgesic lebih rendah dari infus meniran yaitu sebesar 29%
sedangkan pada infus meniran sebesar 63%.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Pada uji profilaksis, infus daun meniran mampu memberikan efek analgesic
kurang dari sejam sampai mencit kembali dalam keadaan normal.
2. Pada uji penyembuhan, parasetamol memberikan efek analgesic lebih dari
sejam sampai mencit kembali dalam keadaan normal.
3. Pada uji kontrol negatif, air dapat menetralisir asam asetat didalam tubuh
mencit
4. Pada perhitungan daya analgesic, didapatkan bahwa parasetamol memiliki
daya analgesic lebih rendah dari infus meniran yaitu sebesar 29% sedangkan
pada infus meniran sebesar 63%.
V.2 Saran
Dalam melakukan praktikum harus memperhatikan dann melalui prosedur
yang ada agar hasilnya maksimal sesuai dengan harapan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Farmakope Indonesia Edisi III. 1979. Jakarta
Joenoes Z.N. 2002, Ars Prescribendi jilid III, Airlangga University Press, Surabaya
Tim Farmakologi, 2011, Penuntun Praktikum Farmakologi, Makassar
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada
University Press, D.I Yogayakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,
Jakarta.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan Dosis
1. Volume Air yang digunakan sebagai control Negatif
Untuk mencit dengan BB 22 g
2. Volume Asam asetat yang digunakan sebagai control Negatif
Untuk mencit dengan BB 22 g
3. Volume Parasetamol yang digunakan sebagai penyembuhan
Untuk mencit dengan BB 28 g
4. Volume Asam asetat yang digunakan sebagai penyembuhan
Untuk mencit dengan BB 28 g
5. Volume Infus Meniran yang digunakan sebagai profilaksis
Untuk mencit dengan BB 27 g
6. Volume Asam asetat yang digunakan sebagai profilaksis
Untuk mencit dengan BB 28 g