langkah 1-membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien3.pdf

65
Curiculum Vitae: Dr.dr.Sutoto,MKes TEMPAT/TGL LAHIR :PURWOKERTO, 21 JULI 1952 JABATAN SEKARANG: 1. Ketua KARS Th 2014-2018 2. Ketua umum PERSI Th 2009-2012/Th 2012-2015 3. Dewan Pembina MKEK IDI Pusat 4. Dewan Pembina AIPNI (Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia) 5. Anggota Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kementerian Kesehatan R.I 6. Dewan Penyantun RS Mata Cicendo,Pusat Mata Nasional PENGALAMAN ORGANISASI 1. Ketua :IRSPI (Ikatan RS Pendidikan Ind) Th 2005-2008 2. Ketua :ARSPI (Asosiasi RS Pendidikan Ind) Th 2008-2010 3. Ketua IRSJAM (Ikatan RS Jakarta Metropolitan) 2008-2010 PENGALAMAN KERJA 1. Direktur RSUD Banyumas Jawa Tengah 1992-2001 2. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta 2001 - 2005 3. Direktur Utama RS Kanker Dharmais Jakarta 2005-2010 4. Sesditjen/Plt Dirjen Binyanmed KEMENKES R.I( Feb- Juli 2010) PENDIDIKAN: 1. SI dan Dokter Fakultas Kedokteran Univ Diponegoro 2. SII Magister Manajemen RS Univ. Gajahmada 3. S III Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (Cumlaude)

Upload: adrianus-medan

Post on 09-Jul-2016

385 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Curiculum Vitae: Dr.dr.Sutoto,MKes

TEMPAT/TGL LAHIR :PURWOKERTO, 21 JULI – 1952

JABATAN SEKARANG:

1. Ketua KARS Th 2014-2018

2. Ketua umum PERSI Th 2009-2012/Th 2012-2015

3. Dewan Pembina MKEK IDI Pusat

4. Dewan Pembina AIPNI (Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia)

5. Anggota Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kementerian Kesehatan R.I

6. Dewan Penyantun RS Mata Cicendo,Pusat Mata Nasional

PENGALAMAN ORGANISASI

1. Ketua :IRSPI (Ikatan RS Pendidikan Ind) Th 2005-2008

2. Ketua :ARSPI (Asosiasi RS Pendidikan Ind) Th 2008-2010

3. Ketua IRSJAM (Ikatan RS Jakarta Metropolitan) 2008-2010

PENGALAMAN KERJA

1. Direktur RSUD Banyumas Jawa Tengah 1992-2001

2. Direktur Utama RSUP Fatmawati Jakarta 2001 - 2005

3. Direktur Utama RS Kanker Dharmais Jakarta 2005-2010

4. Sesditjen/Plt Dirjen Binyanmed KEMENKES R.I( Feb- Juli 2010)

• PENDIDIKAN:

1. SI dan Dokter Fakultas Kedokteran Univ Diponegoro

2. SII Magister Manajemen RS Univ. Gajahmada

3. S III Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (Cumlaude)

MEMBANGUN BUDAYA

KESELAMATAN PASIEN

LANGKAH 1

Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan

Pasien RS

Pasal 5

• Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit

wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan

nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Pasal 6

• (1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien

Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit

sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.

• (2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung

jawab kepada kepala rumah sakit.

• (3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi

kesehatan di rumah sakit.

Pasal 7

(1) Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan

Pasien.

Pasal 8

(1) Setiap rumah sakit wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran

Keselamatan Pasien.

Pasal 9

(1) Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien,

Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan

Pasien Rumah Sakit.

I. Standar Keselamatan Pasien RS

I. Sasaran Keselamatan Pasien RS

II. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien RS

(Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan Pasien RS)

TUJUH LANGKAH MENUJU

KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP, Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.

PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA, Bangunlah komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda

INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO, Kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah

KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN, Pastikan staf Anda agar dgn mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS.

LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN, Kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dgn pasien

BELAJAR & BERBAGI PENGALAMAN TTG KP, Dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul

CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KP, Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan

KKP RS

BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP

Ciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil.

RS:

•Kebijakan : tindakan staf segera setetelah insiden, langkah kumpul

fakta, dukungan kepada staf, pasien - keluarga

•Kebijakan : peran & akuntabilitas individual pada insiden

•Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

•Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP.

Tim:

•Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden

•Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan

tindakan / solusi yg tepat.

1.

BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan,nilai-

nilai,perilaku,norma-norma yang disepakati/diterima dan

melingkupi semua proses sehingga membentuk

bagaimana seseorang berperilaku dan bekerja bersama.

Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan yang sangat

besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun

terjadi perubahan tim dan perpindahan personil.

What is a safety culture?

Dalam organisasi ini,keselamatan pasien selalu

menjadi pemikiran utama dalam benak setiap

orang, bukan hanya waktu memberikan layanan

kesehatan tetapi juga pada saat menentukan

tujuan, mengembangkan proses dan

prosedur,membeli peralatan dan produk

baru,meredisain klinik,tempat perawatan,dan

mengembangkan unit-unit baru.

Keselamatan pasien mempengaruhi visi,misi dan

tujuan organisasi secara keseluruhan.

Basic principle of Patient Safety

Culture 1. Accountability for Delivering Effective, Safe

Care

2. Awareness Potensi timbulnya medical

error di RS

3. Transparency and Learning being open

and Fair

4. Systems Thinking Approach

5. Limiting Blame No Blame and Shame

Game

A SIMPLE PROCEDURE CAN KILL

PATIENT

NGT

sutoto-KARS

LONDON PHILHARMONIC ORCHESTRA

sutoto-KARS

MAURICE MURPHY London Symphony Orchestra selama 30 tahun, ia bermain di soundtrack untuk sekitar 450 film, termasuk Star Wars, Raiders Of The Lost Ark, Superman dan Harry Potter. MENINGGAL DI ROYAL FREE HOSPITAL KARENA DOKTER SALAH MEMASUKKAN NGT

The Genesis of Harm

DEATH

FAILURE TO STANDARDISE PROCEDURE

PERSONAL ARROGANCE

HIERRARCHY

INEXPERIENCED

PRACTITIONER

sutoto-KARS

ENVIRONMENT

PEOPLE

PROCEDURE MACHINE

sutoto-KARS

FOUR MAIN FACTORS PREVENTING INJURIES

Akuntabilitas tenaga kesehatan: Kepatuhan

terhadap Standar Prosedur operasional

UU RS Pasal 13

(3) Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di

Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan

– Standar profesi

– Standar pelayanan rumah sakit

– Standar prosedur operasional yang berlaku

– Etika profesi

– Menghormati hak pasien dan

– Mengutamakan keselamatan pasien

UU RS

Pasal 32 Hak Pasien q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit

apabila Rumah Sakit diduga memberikan

pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik

secara perdata ataupun pidana; dan

Pasal 29

s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas

UU PRAKTIK KEDOKTERAN

PASAL 44

(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan

praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.

(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR

1438/MENKES/PER/IX/2010

TENTANG STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN

UU PRAKTIK KEDOKTERAN

PASAL 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran mempunyai hak :

a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

PASAL 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;

STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN:

1. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN (PNPK) : Standar pelayanan kedokteran yang bersifat nasional dan dibuat oleh organisasi profesi serta disahkan oleh menteri

2. SPO : PANDUAN PRAKTIK KLINIK

PERMENKES 1438 / 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN

KEDOKTERAN

Panduan Praktik Klinis

• Definisi

• Anamnesis

• Pemeriksaan fisis

• Kriteria diagnosis

• Diagnosis banding

• Pemeriksaanpenunjang

• Terapi

• Edukasi

• Prognosis

• Kepustakaan

BEKERJA

SESUAI

SPO,STANDA

R PROFESI,

KOMPETEN

KONDISI IDEAL

Hukum disiplin (+)

Pidana dan/atau

perdata (+)

Hukum disiplin (+)

Pidana dan/atau

perdata (-)

Hukum disiplin (-)

BEKERJA

MELANGGAR

SPO,STANDA

R PROFESI,

TAK

KOMPETEN

TAK TERJADI CEDERA PASIEN

CEDERA PASIEN/ KEGAGALAN MEDIS

KEPATUHAN TERHADAP SPO MENJADI KEHARUSAN

Akuntabilitas kerja ditunjukkan dengan

kepatuhan terhadap spo

MALPRAKTIK

In a Hospital :

Because there are

hundreds of

medications, tests

and procedures,

and many patients

and clinical staff

members in a

hospital, it is quite

easy for a mistake

to be made. . . .

KESADARAN AKAN POTENSI TERJADINYA KESALAHAN

OBAT DAN PERALATAN MEDIS SEMAKIN BANYAK DAN

RUMIT SERTA TEKNOLOGI MAKIN MAJU

JIKA STAF RS TIDAK KOMPETEN DAN TIDAK PATUH TERHADAP

STANDAR PROSEDUR MAKA:

• KUALITAS PELAYANAN TIDAK TERJAMIN

• KESELAMATAN PASIEN TIDAK TERJAMIN

Bila Terjadi Kesalahan Staf Dan RS :

1. Mampu Mengenali Kesalahan-kesalahan,

2. “Menjadi Terbuka” mau melaporkan kesalahan

3. Belajar Dari Kesalahan Tersebut

4. Mengambil Tindakan Untuk Memperbaikinya

3. Transparency and Learning being

open and Fair

To Err is Human

• Kami merekrut

orang-orang yang

sangat kompeten,

lalu kami ciptakan

lingkungan dimana

mereka boleh

berbuat salah dan

mampu belajar dan

berkembang dari

kesalahannya

• Steve Jobs - Founder of

Apple Computer

Transparency and Learning being open

and Fair

Being open and fair

Bagian yang fundamental dari organisasi dengan budaya keselamatan adalah menjamin adanya keterbukaan dan adil.

Untuk RS hal ini berarti :

- staf harus terbuka tentang insiden yang melibatkan mereka;

- staf dan RS harus akuntabel terhadap tindakan mereka;

- staf merasa mampu berbicara kepada kolega dan atasannya tentang insiden yang terjadi;

- RS terbuka dg pasien,masyarakat dan staf ;

- staf diperlakukan adil dan didukung bila terjadi insiden.

Being open and fair

Untuk menciptakan lingkungan yang terbuka dan adil kita harus menyingkirkan dua mitos utama :

• mitos kesempurnaan (the perfection myth): jika seseorang berusaha cukup keras,mereka tidak akan membuat kesalahan.

• mitos hukuman (the punishment myth):

jika kita menghukum seseorang yang melakukan kesalahan,kesalahan yang terjadi akan berkurang;tindakan remedial dan disipliner akan membawa perbaikan dengan meningkatnya motivasi.

Terbuka dan adil tidak berarti meniadakan akuntabilitas.

PENDEKATAN SISTEM TERHADAP KESELAMATAN

Memiliki budaya keselamatan akan mendorong

terciptanya lingkungan yang mempertimbangkan

semua komponen sebagai faktor yang

ikut berkontribusi terhadap insiden yang terjadi.

Hal ini menghindari kecenderungan untuk

menyalahkan individu dan lebih melihat kepada

sistem dimana individu tersebut bekerja.

Inilah yang disebut pendekatan sistem

(systems approach).

The systems approach to safety

Semua jenis insiden keselamatan pasien mengandung

empat komponen dasar:

1. Causal Factors:

1. Active Failures;

2. Contributary Factors

3. Latent System Conditions

2. Timing,

3. Consequences

4. Mitigating Factors.

Tiap komponen harus menjadi bahan pertimbangan dalam pendekatan sistem terhadap keselamatan ini :

1. Faktor-faktor penyebab

(Causal Factors): faktor-faktor ini memegang peranan penting dalam setiap

insiden keselamatan pasien.

Menghilangkan faktor ini dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terulangnya kembali kejadian yang sama.

Faktor penyebab (Causal Factors) dikelompokkan menjadi :

1. Active Failures: 1. slips : attention failure

2. lapses : memory failure

3. kesalahan (mistakes),

4. pelanggaran (violations )dari prosedur, Pedoman atau kebijakan.

2. Contributary Factors

3. Latent System Conditions

Latent Failures Active Failures

( “sharp end “ ) -Procedure -Professionalism

-Team

-Individual

-Environment

-Equipment

•Emergency

•Diagnose

•Pemeriksaan

•Pengobatan

•Perawatan

1. PATIENT

2. TASK AND TECHNOLOGY

3. INDIVIDUAL

4. TEAM

5. WORK ENVIRONMENT

Planning,

Designing ,

Policy-making,

Communicating

Management

Decisions/

Organisational

Processes

Error

Producing

Conditions

Violation

Producing

Conditions

Error

Violation

Organisational &

Corporate Culture

Contributary Factors

Influencing

Clinical Practice

Task Defence

Barriers

Adapted from Reason (revised)

The systems approach to safety

The basic premis: manusia dapat berbuat salah dan kesalahan seringkali tidak dapat dihindari, bahkan di organisasi-organisasi yang terbaik.

Kesalahan dipandang sebagai konsekuensi bukan penyebab

• Kegagalan Aktif (Active failures):

sering disebut “tindakan yang tidak aman”( „unsafe acts‟). Dilakukan oleh petugas yang memiliki kontak langsung

dengan pasien,termasuk :

- slips : attention failure

- lapses : memory failure

- kesalahan (mistakes),

- pelanggaran (violations )dari prosedur,

pedoman atau kebijakan.

HUMAN ERROR TYPES

UNSAFE ACTS

(“ ERROR “)

UNINTENDED

INTENDED

LAPSES

SLIPS

MISTAKES

VIOLATIONS OPTIMISING

ROUTINE

KNOWLEDGE BASED

RULE BASED

MEMORY FAILURE

ATTENTION FAILURE

NECESSARY/

SITUATIONAL

LASA (LOOK ALIKE SOUND ALIKE)

NORUM ( NAMA OBAT RUPA MIRIP)

hidraALAzine

ceREBYx

vinBLASTine

chlorproPAMIDE

glipiZIde

dAUNOrubicine

hidrOXYzine

ceLEBRex

vinCRIStine

chlorproMAZINE

glYBURIde

dOXOrubicine

Sutoto.KARS 44

3. Latent Failures Active Failures

( “sharp end “ ) -Procedure -Professionalism

-Team

-Individual

-Environment

-Equipment

•Emergency

•Diagnose

•Pemeriksaan

•Pengobatan

•Perawatan

1. PATIENT

2. TASK AND TECHNOLOGY

3. INDIVIDUAL

4. TEAM

5. WORK ENVIRONMENT

Planning,

Designing ,

Policy-making,

Communicating

Management

Decisions/

Organisational

Processes

Error

Producing

Conditions

Violation

Producing

Conditions

Error

Violation

Organisational &

Corporate Culture

2. Contributary Factors

Influencing

Clinical Practice

Task Defence

Barriers

Adapted from Reason (revised)

The systems approach to safety

•2. Faktor Kontribusi (Contributory factors):

faktor ini ikut mendukung terjadinya insiden,

diantaranya berhubungan dengan :

– pasien (Patients)

– individu (Individuals)

– tugas (Tasks)

– komunikasi ( Communication)

– faktor tim dan faktor sosial (Team and social factors)

– pendidikan dan pelatihan (Education and training)

– peralatan dan sumberdaya (Equipment and resources)

– kondisi tempat kerja dan faktor lingkungan

(Working conditions and environmental factors)

The systems approach to safetys

• 3. Kondisi sistem yang laten

(Latent system conditions):

kondisi yang melatarbelakangi penyebab

langsung,berhubungan dengan aspek sistem.

Contoh faktor sistem yang laten ini termasuk keputusan

dalam hal :

Planning,

Designing ,

Policy-making,

Communicating.

2. Faktor waktu (Timing):

ini adalah saat faktor penyebab

bersamaan dengan terjadinya

kegagalan sistem (pertahanan atau

kendali) sehingga berakibat

terjadinya insiden.

FAKTOR “TIMING”

Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” diagram (Reason, 1991)

The systems approach to safety

3. Dampak (Consequences):

akibat yang ditimbulkan oleh insiden, berkisar dari tidak mencederai pasien sampai kepada cidera dengan tingkat keparahan tertentu :

rendah,sedang sampai berat atau meninggal.

4. Faktor mitigasi (Mitigating factors):

beberapa faktor (termasuk “chance” atau “luck”)

dapat mengurangi dampak yang lebih parah.

Why is a safety culture important?

Manfaat penting dari budaya keselamatan :

1. Mengurangi berulangnya dan keparahan dari insiden keselamatan

(dengan pelaporan dan pembelajaran )

2. Mengurangi cidera fisik dan psikis terhadap pasien ( kesadaran konsep patient safety,”speaking up” )

3. Mengurangi biaya pengobatan dan ekstra terapi

4. Mengurangi kebutuhan sumberdaya untuk manajemen komplain dan klaim

5. Mengurangi jumlah staf yang stres,merasa bersalah,malu, kehilangan kepercayaan diri,dan moril rendah

Safety Culture

Assessment

Safety culture assessment

Harus diwaspadai bahwa asesmen hanya

menggambarkan tingkat budaya pada

satu waktu tertentu saja,sehingga diperlukan

pengulangan asesmen secara berkala

untuk menilai perkembangannya.

Secara umum ada dua jenis tools :

TYPOLOGICAL TOOL & DIMENSIONAL TOOL

Typological tools

Checklist yang menggambarkan budaya keselamatan

dalam organisasi.

Menilai apakah ada budaya keselamatan atau tidak.

Menyajikan pernyataan tunggal terhadap

budaya keselamatan dalam organisasi dalam skala dari

“tidak aman”(unsafe) sampai “sangat aman” (very safe)

Typological tools

Manchester Patient Safety Assessment Tool (MaPSaT)

Resulting from collaboration between the National Primary Care Research and Development Centre and Manchester University‟s psychology department, and based on Westrum‟s theory of organisational safety, MaPSaT aims to help staff in hospitals measure the safety culture in their organisations.

Advancing Health in America (AHA) and Veterans Health Association (VHA):Strategies for Leadership. An Organisational Approach to Patient Safety

This checklist helps organisations assess which areas of its practice promote a patient safety culture and which areas it needs to improve on.

Checklist for Assessing Institutional Resilience (CAIR )

The checklist comprises 20 points based on a variety of research evidence.

Manchester

Patient Safety Assessment Tool

(MaPSaT)

Levels of maturity with respect to a safety culture

Pathological

Informasi disembunyikan

Pelapor (Messengers) “dibunuh”

Pertanggung jawaban dielakkan

Koordinasi dilarang

Kegagalan ditutupi

Ide-ide baru dihancurkan

Levels of maturity with respect to a safety culture

Bureaucratic

Informasi diabaikan

“Messengers”ditoleransi

Pertanggung jawaban terkotak-kotak

Koordinasi dijinkan tetapi disia-siakan

Ide-ide baru menimbulkan masalah

Levels of maturity with respect to a safety culture

Generative

Informasi secara aktif dicari

Pelapor (Messengers) dilatih

Berbagi pertanggung jawaban

Koordinasi dihargai (rewarded)

Penyebab kegagalan diselidiki

Ide-ide baru diterima (welcomed)

Dimensional tools

Tool ini menetapkan organisasi dengan posisinya

pada urutan variabel yang kontinyu.

Data dikumpulkan dengan menggunakan skala

(skala jawaban 1 – 5 ))menunjukkan rate dari staf

seberapa jauh mereka setuju atau tidak setuju

terhadap suatu pernyataan.

Dimensional tools

The Survei Stanford mengumpulkan data tentang 16 topik penting

untuk sebuah budaya keselamatan dalam pelayanan kesehatan,

termasuk:

Apakah pelaporan insiden dihargai atau dihukum;

Bgmn komitmen manajemen senior dan sikapnya terhadap

keselamatan pasien;

Bagaimana risiko yang dirasakan di antara staf yang berbeda;

Bagaimana data keselamatan pasien ditangani;

Tekanan waktu pada staf;

Apakah staf mematuhi kebijakan dan prosedur;

Kualitas komunikasi dalam tim

dll

Stanford Patient Safety Centre of Inquiry Culture Survey

QUESTION ?

APA YANG HARUS DILAKUKAN RUMAH SAKIT ?

LANGKAH RS

Organisational safety culture surveys :

- safety culture assessment tool will enable organisations to undertake a baseline assessment of their safety culture, against which they can measure progress over time

Creating the virtuous circle: patient safety, accountability and an open and fair culture

Incident Decision Tree

(IDT)

Incident Decision Tree (IDT)

IDT helps to identify whether the action(s) of individuals were due to :

- systems failures or

- whether the individual knowingly committed a reckless,

- intentional unsafe or criminal act.

The tool changes the focus from asking

„Who was to blame‟ to

„Why did the individual act in this way?‟

Were the

actions

as intended?

Evidence of

illness or

substance use?

Knowingly

violated safe

procedures?

Pass

substitution

test?

History of

unsafe

acts?

Were the

consequences

as intended?

Known medical

condition?

Were procedures

available,

workable,

intelligible,

correct and

routinely used?

Deficiencies in

training,

selection, or

inexperienced?

Substance

abuse

without

mitigation

Sabotage,

malevolent

damage

Substance use

with mitigation

Possible

reckless

violation

System

induced

violation

Possible

negligent

behavior

System induced

error

Blameless error,

corrective training,

counseling indicated

Blameless

error

NO NO NO YES

NO YES

YES

YES

YES NO

YES

YES

NO

Culpable Grey Area Blameless

NO

YES

NO

YES

NO

James Reason (1997). Managing the Risks of Organizational Accidents

UNSAFE ACTS ALGORITHM

If the action in the incident was found to be

intended one or more of the following options

may apply:

• referral to occupational health;

• referral to the appropriate disciplinary or

regulatory body;

• referral to the police;

• suspension.

Mengubah nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku

tidaklah mudah.

Mengembangkan budaya keselamatan

dalam suatu organisasi

memerlukan kepemimpinan yang kuat,

perencanaan dan pemantauan yang cermat

TERIMA KASIH

UTAMAKAN

KESELAMATAN PASIEN