lampiran 1. pedoman pertanyaan penelitian 2. transkrip ...€¦ · bagaimana susunan, tata cara dan...
TRANSCRIPT
LAMPIRAN
1. Pedoman pertanyaan penelitian
2. Transkrip wawancara
3. Surat ijin penelitian
PEDOMAN PERTANYAAN PENELITIAN TENTANG PERAN
AKTOR DALAM UPAYA PENYEDERHANAAN ADAT KEMATIAN
DI DESA RAMUK, KABUPATEN SUMBA TIMUR
(Pedoman Pertanyaan Forum Peduli Adat Pangadangu Mahamu)
1. Bagaimana sejarah adat kematian yang bapak pahami baik yang dulu maupun
sekarang?
2. Apa makna dan tujuan adat kematian?
3. Bagaimana susunan, tata cara dan tahap-tahap pelaksanaan adat kematian
yang dilakukan di sumba timur ?
4. Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial budaya, ekonomi maupun
agama?
5. Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanan adat
kematian?
6. Bagaimana proses terbentuknya forum dan wacana penyederhanaan adat
kematian?Insiatifnya siapa atau pemikiran awalnya siapa?
7. Bagaimana bentuk wacana kebijakan penyederhanaan adat kematian?
8. Apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini/apa saja yang
disosialisasikan di masyarakat ?
9. Bagaimana proses implementasi kebijakannya? Bagaimana respon
masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ?
10. Bagaimana peran lembaga agama, budaya maupun pemerintah dalam
menanggapi wacana ini ?
11. Apa posisi bapak dalam forum? apa saja peran dan tugas dalam forum?
12. Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan
masyarakat/kabihu?
13. Dalam pertemuan pertema itu apa saja yang bapak lakukan ?
14. Pada sosialisasi/pertemuan pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana
hasilnya?
15. Sosialisasi yang kedua ini dihadiri oleh siapa saja?
16. Setelah sosialisasi kedua ini apa saja yang bapak lakukan?
17. Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada
masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudnya berapa
jarak waktu antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi?
18. Bagaimana kerjasama tokoh-tokoh di desa ini? Bagaimana peran tokoh-tokoh
di desa ?
19. Apa tujuan pribadi dari bapak untuk turut serta dalam proses ini ?
20. Apa yang mendorong bapak untuk berpartisipasi dalam proses
penyederhanaan adat kematian?
21. Apa hambatan yang dihadapi dalam melakukan sosialisasi pak ?
PEDOMAN PERTANYAAN TOKOH ADAT/ MASYARAKAT/
PEMERINTAH DESA
(Tim Forum Peduli Adat Tingkat Desa)
1. Bagaimana sejarah singkat adat kematian yang bapak pahami baik yang dulu
maupun sekarang?
2. Apa makna dan tujuan adat kematian?
3. Bagaimana susunan, tata cara dan tahap-tahap pelaksanaan adat kematian
yang dilakukan di sumba timur ?
4. Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial budaya, ekonomi maupun
agama?
5. Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanan adat
kematian?
6. Bagaimana proses terbentuknya wacana kebijakan penyederhanaan adat
kematian?Insiatifnya siapa atau pemikirannya siapa ?
7. Bagaimana bentuk wacana kebijakan penyederhanaan adat kematian?
8. Apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini/ apa saja yang
disosialisasikan di masyarakat ?
9. Bagaimana proses implementasi kebijakannya? Bagaimana respon
masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ?
10. Bagaimana peran lembaga agama, budaya maupun pemerintah dalam
menanggapi wacana ini ?
11. Apa posisi bapak di desa ini ?
12. Bagaimana respon awal masyarakat, waktu ajak mereka diskusi dan
sosialisasi?
13. Bagaimana dengan orang-orang yang kontra? Bagaimana cara membujuk
mereka untuk mau terima penyerderhanaan adat? dan kira-kira berapa lama
waktu dibutuhkan untuk yakinkan masyarakat supaya sederhanakan adat?
14. Di desa ini ada berapa diadakan kali sosialisasi atau pertemuan?
15. Setelah sosialisasi terakhir tahun 2014, bagaimana respon masyarakat?
16. Sebagai tokoh adat/masyarakat/pemerintah bagaimana tanggapan bapak
tentang penyerderhanaan adat?
17. Apa yang mendorong/melatarbelakangi ? atau apa tujuan bapak untuk turut
serta dalam proses penyederhanaan adat kematian ini?
18. Bagaimana peran bapak dalam proses sosialisasi penyederhanaan adat
kematian ini ?
19. Apa hambatan yang dihadapi dalam proses ini?
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : Kamis 21 Januari 2016 Pukul 14 Wita
Tempat : Palindi, kec.kambera, waingapu/sumba timur
Sumber Informasi : Paulus. K. Tarap (64 Tahun)
Posisi dalam Forum : Wakil Ketua II dalam forum peduli adat pangadangu mahamu
Perannya :
1. Membantu tugas-tugas Ketua dan membantu tugas ketua
apabila berhalangan. Membuat konsep kebijakan penyederhanaan
adat kematian
2. Tim pelaksana sosialisasi didesa.
3. Melakukan sosialisasi penyederhanaan adat kematian di desa
P :bagaiamana sejarah singkat adat kematian ?
N : Kami di forum lebih lihat persoalan kematian ini dari pemahaman iman
kristiani bahwa dalam pelaksanaan adat kematian adanya dualisme upacara adat
dan ini sebanarnya tidak boleh. Tapi di lihat dari segi budaya sudah terjadi
pergeseran nilai, adat kematian kalau leluhur orang Sumba itu di hahar malai
kataka lindi watu (tempat permulaan leluhur nenek moyang orang Sumba) dalam
menguburkan orang mati itu paling tiga hari kubur kalau bangsawan paling tujuh
hari kubur. Tidak ada istilah pakameting atau segala macam tetapi cara
pelaksanaan adat itu jalan liturgi Marapu jalan, hamayangnya jalan jadi tidak ada
padangang, pakameting. Pakameting itu baru ada di era 30-an terjadi setelah ada
pergeseran nilai itu ketika dulu terjadi perang antara raja-raja karena ada tawanan-
tawanan perang sehingga muncullah yang namanya punya orang dalam rumah
(ata/budak). Nah mulai tahun 70-an itu orang Sumba ini bergesar nilainya jadi
kalau dia maramba dia bisa tumbung (pukul gong), padangang (seperti
perbudakan/ata), pakameting (tata cara menjamu tamu berdasarkan aspek
pembawaan dan cara membalasnya). Pakameting sekarang sering dimaknai lain
yaitu orang melakukan upacara adat kematian ini seolah-olah menunjukkan bahwa
orang itu hebat atau mampu. Pada hal jaman ada dulu hanya pengaruh jarak jauh
saja itu istilahnya bekal di jalan untuk keluarga yang jauh supaya jangan lapar di
jalan makanya kasih sudah bekal seperti itu to atau dengan kata lain “mbalang la
anda” atau “kameti”. Tetapi sekarang ini pakameting banyak orang memaknai
lain hal itu tampak dalam adat kematian yaitu dalam aspek mengundang dan cara
membalas pemberian yera anakawani. Pelaksanaan adat kematian sekarang ini
berubah itu disebabkan karena gengsi sosial kita tinggi. Karena konstruksi makna
itu lebih pada ekonomi dan prestice sosial atau orang sumba bilang kabamata
sudah. Misalnya pada saat kematian kita orang Sumba ini walaupun tidak
memiliki apa-apa dalam rumah tetapi adat tetap jalan jadi mulai hutang kiri kanan
hanya untuk lakukan upacara adat yang bermewah-mewah. Nah ini yang
berdampak pada ekonomi dan juga pendidikan. Jadi itulah mengapa kami bentuk
ini forum untuk mengajak masyarakat supaya melakukan upacara adat yang lebih
sederhana. Kami di forum ini juga berpedoman pada pelaksanaan adat kematian
yang dilakukan oleh leluhur kita yang pertama na yaitu kami ingin
mengembalikan apa yang sudah dilakukan oleh leluhur dulu
P : apa makna adat kematian menurut bapak ?
N : Makna adat kematian ini sebagai salah satu konstruksi sosial, untuk
mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Kekarabatan itu maknanya
bagi kita sebagai orang Sumba. Kemudian gotong royong dari segi sosial budaya
itu sangat nampak kita orang Sumba. Kita saling membagi beban, saling membagi
duka itu terbangun sekali kita orang Sumba itu makna adat kematian sehingga
orang tanpa di undang pun datang sendiri, karena itu jadi relasi kekeluargaan.
Sebenarnya tidak perlu juga kalau kita mau kubur itu kita undang tanpa diundang
sebenarnya orang datang sendiri itu karena relasi kekeluargaan kita kuat P : apa tujuan adat kematian baik dari segi ekonomi, politik, sosial budaya maupun
agama ?
N : itu tadi tujuannya dari sisi sosial ya lebih mempererat hubungan kekeluargaan,
kegotong royongan juga ada di sana saling meringankan beban berbagi duka, saling
menghibur dan sebagainya. Membangun kekarabatan itu kita orang sumba itu terbangun
sekali.
Kalau dari sisi ekonomi memang disini perlu perdebatan karena kita sudah
terjebak seperti yang saya bilang tadi kita orang sumba timur ini, terjebak dari posisi
sosial, prestice sosial kepada hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan dan tidak
boleh terjadi dan itu berdampak pada persoalan ekonomi karena itu sekarang kita lakukan
penyederhanaan adat sehingga dengan demikian ekonomi kita terbangun ada
penghematan biaya disana dan ada penghematan waktu dan tenaga.
Kalau dari aspek politik juga sama itu tadi karena prestice sosial to jadi kalau misalnya
orang sumba ini lebih kepada gengsi sosial orang sumba bilang kabamata sudah to
padahal tidak punya apa-apa juga sebenarnya tapi karena gengsi sosial mau tidak mau
wahhh orang bilang apa sama saya ini misalnya kalau bapa saya meninggal nenek saya
meninggal nggara wanna gakka tai tau itu namanya gengsi sosial. nah gengsi sosial ini
berdampak pada ekonomi tadi. Kalau dari sisi politik itu tadi prestise itu kalau di politik
ada pengaruh misalnya kaitan dengan budaya adat kematian itu tadi mempertontonkan
pamor sosialnya mempertontonkan gengsi sosialnya sehingga secara politik orang bisa
menilai bahwa dia adalah keyparson dalam sosial dalam lingkup itu dan itu berbahaya.
Sangat berbaahaya ketika dia menjadi person sosial dan itu sangat berbahaya dari aspek
ekonomi dan juga aspek politik itu pengaruhnya besar itu.
Kalau dari segi agama kita orang sumba GKS ini sudah terjebak karena nama
gereja kita gereja kristen sumba pendeta-pendeta begini masih gereja secara teologia saya
dulu 25 tahun masih bekerja sebagai pelayan di kanatang kurang lebih 5 tahun itu
maramba sudah kristen, liturgi pemakaman secara kristen jalan tetapi setelah selesai di
kembalikan kepada budaya dan itu tidak boleh karena itu bertentangan kalau kristen, ya
kristen jangan lagi masuk ke budaya marapu yang misalnya dia berdoa dia kasih makan
sudah. Nah dari sisi iman itu yesus itu lahir, yesus itu mati di kayu salib sorenya kubur
oleh yusuf arematea berangkat dari pemahaman alkitab ini filosofi ini tidak ada alasan
bagi kita orang kristen untuk menyimpan mayat lama-lama tetapi karena konstruksi sosial
itu menjaga hubungan kekearabatan, hungan kekeluargaan bisa 3 hari 4 hari itu yang kita
angkat di forum adat. Jadi saya kemarin saya kritisi saya seminar ke pendeta-pendeta
terus di depan sekolah teologi lewa saya bilang begini GKS tidak boleh lihat identitas dari
kesumbaannya itu keliru budaya ini budaya sumba timur baik itu adat kematian maupun
adat perkawinan itu menggambarkan kesumbaan kita kepada nilai luar tetapi kita
menggambarkan kesumbaan nilai luar budaya kita dengan berpengaruh pada ekonomi,
pendidikan itu sebenarnya tidak boleh karena nilai sekarang sudah bergeser. Nilai- nilai
itu bergeser karena banyak yang sekolah ke luar-luar daerah sudah makin mempunyai
pendidikan sudah serjana makin banyak dan cukup bagus itu persoalannya disitu.
P : Bagaimana pelaksanaan adat kematian yang sering dilakukan ?
N : Nah ini sekarang yang dicoba di rubah kita dari forum adat ini kita. nilai luhur
dalam adat kematian itu kita tidak rubah, nilai sosial yang yang terbangun juga kita tidak
rubah. Tapi yang ingin kita coba sederhanakan adalah dari sisi lama waktu penyimpanan
mayat kalau dulu saya sudah bilang tadi kalau ketika leluhur kita di hahar malai kataka
lindi watu itu 3 hari untuk menengah kebawah 7 hari untuk maramba di atas. Tidak ada
sistem pakameting itu keaslian budaya kita orang sumba timur. itu tadi pergeseran nilai
kerena penjajahan belanda dulu ada perang antara maramba-maramba ada tawanan di
sana. Di sini bahwa ada yang menunjukkan punya orang dalam rumah, atau punya budak
dalam rumah jadi kalau mati dia itu papanggang. itu prestise sosial ada inilah tugas kalian
generasi muda kedepan ini bagaimana kita membangun dan menata itu lebih baik lagi.
Jadi bentuk pelaksanan saja yang di rubah kita kembalikan cara leluhur kita dulu jadi kita
ambil angka menengahnya saja. Angka menengah itu dari sisi budaya kita orang sumba
kalau pekanya haromu ndjangu mba mbuta rumba wanda nduka (kubur besok sama
halnya dengan cabut rumput). Itu tidak bagus harus 4 hari kalau bilang 3 hari kualat lagi
begitu kan. itu kan kita adopsi sendiri hal seperti pada hal itu juga tidak ada sebenarnya
hanya pikiran kita saja oleh karena kebiasaan yang di lakukan berpengaruh pada cara
berfikir ya itu yang keliru jadi sekarang kita tawarkan maksimal 8 hari jadi 2 hari bisa 3
hari bisa 4 hari dan seterusnya. Ya kalau mungkin ada golongan bangsawan/maramba
kalau meninggal mungkin 3 hari baru di panggil semua kabihu jadi kita ini sekarang
kembalikan kepada keasliannya jadi kita patokannya 8 hari itu satu dan yang kedua kita
juga tidak melarang bagaimana melaksanakan adat soal hubungan sosial itu tadi yang
ingin kita tawarkan tadi lama penyimpanan mayat, dan persoalan makan minum, cara
undangnya.
Kalau dulu cara undangnyakan harus kalau dia pihak yera ngandina mamuli kalau
dia anakawini ngandinaya kamba kan itu sekarang yang kita coba tawarkan supaya tidak
boleh lagi terjadi persoalan mati ini persoalan yang tidak bisa dihubungkan dengan
persoalan adat ini, adat liluri itu yang kita tawarkan makannya juga tidak ada pakameting
lagi tapi bagaimana menghargai nakalembi yera itu yang kita tawarkan tapi tidak harus
lagi njaka hambulu ya na yera aii harus 10 ekor babi yang disiapkan tidak lagi 1 ekor 2
ekor sudah menghargai. Sama juga dengan anakawini begitu bukan hanya yera saja kalau
dia marga lain 1 ekor babi juga na kametina kan nah filosofinya apa disitu kan kalau dari
sisi ekonomi kita rugi, disisi pendidikan juga berpengaruh itu dia yang saya bilang
prestise sosial. Terkadang kita ini biarpun keluarga dekat tidak undang, biarpun keluarga
tapi dia tidak pergi untuk ikut karena itu tadi menjaga kabamata ini sebenarnya tidak
boleh. itulah yang saya bilang tadi nilai-nilai bergeser,persoalan kematian ini ya bukan
kita yang rencanakan harus mati ini tapi itu kan tuhan yang menentukan hidup kita ini
jadi begitu meninggal ketika sebenarnya orang sumba itu sadar bahwa persoalan kematian
adalah dalam membangun kekarabatan njaka wanda tidak perlu diundang karena gengsi
sosial itu tadi. ohh saya tidak diundang dia tidak pergi kalau tidak sebentar kalau tidak di
undang dia bilang nyumuka manganya wana maduika inikan pemikiran bodohkan dan ini
yang harus dirubah/terjadi perubahan nilai dalam adat kematian.
p : bagaimana dampak adat kematian terhadap kehidupan sosial ekonomi, maupun
sosial budaya ?
N : ohh kalau dari kehidupan sosial kita, misalnya tadi kaitannya dengan adat
kematian secara umum. Kalau kaitannya dengan politik itu punya pengaruh loh, dia
pengaruh besar misalnya begini saya adalah mungkin orang yang mempunyai pengaruh
sosial yang luar biasa disini marga saya atau lingkungan saya kan. orang tanpa
diundangpun tapi karena punya kepentingan politik pasti dia datang karena dia masih ada
dalam kanca politik, dan yang kedua kalau misalnya tuan mati dia tidak diundang tapi
dari segi politik dia tidak ada penghargaan dilingkungan masyarakatnya maupun diluar
lingkungannya pasti dianggap orang paling bodoh sudah. itu ada pengaruhnya politik
apalagi macam di desa ya misalnya mereka mau calon kepala desa itu bisa apa ahh
mereka bisa politisir, politisasi kalau di kehidupan-kehidupan masyarakat desa ada
pengaruhnya.
Kalau dari sisi ekonomi mayat itu disimpan lama karena belum ada biaya
penguburan, kalau masa dulu sebelumnya 3 hari 7 hari saja tapi setelah habis
penjajahan Belanda masa 30-an pengaruh ekonomi sangat besar sekali kalau dia
tidak punya apa-apa di simpan dulu ini mayat kapan dia sudah punya biaya baru
direncanakan penguburan jadi ada pengaruhnya bagi masyarakat yang kurang
mampu adanya gengsi sosial mempengaruhi masyarakat yang kurang mampu
untuk melaksanakan upacara adat kematian. Contoh kalau babi satu ekor saja
yang ada di dalam rumah pasti di bawa sudah kabamata (harga diri). Inikan
hubangan sosial tadi yang saya katakan jadi itu pengaruhnya besar meskipun
kalau dia harus berusaha sedimikan rupa untuk bisa beli babi dan yang terjadi
adalah utang permanen jadi kalau tidur kepikiran terus sudah karena pinjaman-
pinjaman tadi dia harus ganti. Jadi dari sisi batin tidak ada sejahtera tertekan terus,
terganggukan ini dari sesi ekonomi juga berpengaruh sekali jadi bagi yang
mempunyai ekonomi menengah ke atas dia tidak terlalu berpengaruh kalaupun
dari sisi materinya tapi keluarga menengah ke bawah sangat berpengaruh sekali
apalagi anak yang sedang bersekolah karena persoalan kabamata (harga diri) dia
malas tau sudah pada hal anak ada berteriak minta uang sekolah. Inilah kelemahan
kita orang Sumba sehingga dengan itu kita perlu melakukan gagasan perbaikan
supaya demikian perlahan-lahan tidak seperti itu lagi. Kalau dari sisi ekonomi
memang disini perlu perdebatan karena kita sudah terjebak dari posisi sosial,
prestice sosial kepada hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dilakukan dan tidak
boleh terjadi dan itu berdampak pada persoalan ekonomi karena itu sekarang kita
lakukan penyederhanaan adat sehingga dengan demikian ekonomi kita terbangun
ada penghematan biaya disana dan ada penghematan waktu dan tenaga
P : bagaimana latar belakang munculnya penyederhanaan adat kematian ?
N : Jadi ini, begini kita melalui seminar-seminar dari tahun 2007 kita datangkan
para pakar-pakar sosiologi, psikologi dari jakarta dan luar daerah kemudian kita
diskusikan dan seminarkan dari berbagai aspek kemudian kita seminarkan lagi bersama
dengan tokoh-tokoh dan yang ada disini apa DPR nya pemerintah daerahnya, tokoh
agamanya jadi dari semua unsur gereja di dominasi tarmasuk katolik kemudian kita
lakukan studi banding ke kabupaten-kabupaten lain bahkan sampai diluar NTT. Nah dari
hasil itu kita coba merumuskan kajian, baik orang sumba ini benar-benar terikat dengan
budaya kita bilang. Karena budaya ini dari kita loh bukan budaya yang di turunkan oleh
alkitab ini yang harus patuh dan taat seperti firman tuhan. Tetapi budaya ini kita yang
buat kita ini diperbudak sendiri oleh budaya kita sendiri. Indikatornya apa jika orang
bilang tidak berbudaya disitu nah dari itu kita mulai prihatin-prihatin diskusi jadi kita
coba merumuskan ini kebijakan. Kita rumuskan kebijakan jadi ada beberapa pokok disitu
yang kita coba tawarkan terutama karena penyimpanan mayat sapapun dia apakah dia
marapu atau kristen tidak ada perbedaan. Ingin kembalikan apa yang diamanahkan oleh
leluhur kita ketika mereka ada di hahar malai kataka lindiwatu itu kalau dulu kami yang
di potong kalau tidak ada babi dan kerbau kambing saja waktu itu kan. Tujuh pasangkan
kita punya leluhur orang sumba ini yang sampai mereka bagi ada yang ke tabundung, ke
anakalang, ada yang ke rindi, ada yang ke melolo, ada yang ke mangili dan lain-lain. Tapi
setelah di bagi-bagi ini wilayah datang belanda terjadi peperangan antar kampung-
kampung antar raja-raja disini ada raja tabundung, ada raja rende, ada raja di pau, di lewa
dan raja kambera itu yang terjadi sehingga kita ini terbangun dari konstruksi pada hal
sebenarnya berangkat dari itu kita berasal dari leluhur di hahar malai kataka lindi watu di
sana sudah terjadi ini budaya tetapi karena terjadi perang banyak orang dalam rumah
yang merupakan tawanan perang, ekonomi juga makin berkembang.
P : bagaimana proses terbentuknya penyederhanaan adat ini ? itu awalnya
inisiatifnya siapa ?
N : ya itu tadi kita laksanakan melalui seminar-seminar dari tahun 2007 stelah itu
terus berkembang sampai pada tahun 2011 sudah mulai ada sosialisasi ke desa-desa
sampai sekarang ini. Dan ini aturan yang kita buat kita sosialisasikan dulu ke desa-desa
apakah masyarakat setuju dengan kebijakan yang kita sudah buat atau tidak disitu juga
kan ada revisi dan perbaikan lagi isi kebijakannya.
Jadi kami beberapa orang waktu itu seminar WVI, itu seminar budaya tahun 2007
jadi kami diundang waktu itu banyaklah kami yang diundang tokoh-tokoh sumba timur
baik dari gender, tokoh-tokoh agama, masyarakat, tokoh pemuda dan lain sebagainya
pada tahun 2007 seminar. Nah ketika waktu kami seminar ada dari jakarta dari WVI pusat
dia di bagian devisi budaya, diskusi-diskusi pokoknya perdebatan cukup panjang lah
disitu. Kita bentuklah tim salah satu timnya adalah saya, pak lapoe, pak marius korumuki,
pendeta elias, pendeta andreas hani kami coba merumuskan itu dari diskusi-diskusi tadi
seminar kita seminar-seminar lagi rumuskan lagi kita seminarkan lagi kita tuangkan
sudah dalam satu konsep kita seminarkan ini konsep. Kita seminarkan ini gagasan, kita
keluar daerah kita seminarkan lagi di daerah-daerah lain waktu pertemuan kita
seminarkan di kedutaan australia kita seminarkan dan responya luar biasa waktu itu
setelah respon bagus begitu waktu itu kita buat sudah satu instrument. Nah instrument itu
yang kami gunakan jadi ada instrument lamanya penyimpanan mayat, yang kedua cara
mengundangnya, yang ketiga cara makan minum/pakameting, cara palumburungu/cara
pemakaiannya nah itu yang terjadi nah ini pembatasan-pembatasan yang kita lakukan.
Instrument itu sekarang kita tuangkan dalam akte notaris. Nah sehingga waktu ada akte
notaris itu kita agak ke pengurusannya, ada dewan penasihatnya, ada pengawasannya. Ya
memang tantangan ketika kita berada di forum harus punya kebaranian di marga kita
untuk melakukan itu tadi jika kita hanya sekedar pergi omong besar, sosialisasi ke desa-
desa begitu na tumbuka nda lakabba mata wikinda (terjadi kematian di keluarga kita
sendiri) kita tidak berdaya. Itu kan perlu sekali di pertimbangkan. Yang berani jalan
dengan berbagai konstruksi ini saya dengan pak marius korumuki itu kami dua yang
sudah jalan penyederhanaan adat. Marganya pak marius di burukulu marga wikki dia
sudah jalan jadi dari pengalaman dia yang pertama sekali lakukan di sumba timur jadi dia
deklarasi sendiri waktu itu. Dia undang bupati dan DPR dia lakukan deklarasi sendiri
setelah lakukan itu WVI mulai galang kekuatan bersama sudah untuk mulai
mensosialisasikan ini kebijakan adat.
P : bagaimana proses implementasi kebijakan ini ?
N : Di 55 desa yang kita sudah lakukan sosialisasi itu sudah jalan 80% tinggal 20%
itu tinggal mereka yang golongan marambakan tapi yang 80% yang menengah kebawah
sudah jalankan tapi ada juga yang maramba yang sudah jalan walaupun belum semua.
Kususnya di ramuk ini sudah 2 kali sosialisasi dan mereka sudah jalan tinggal deklarasi
lagi.
P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan ini ?
N : Sangat sekali, luar biasa responnya itu makanya ketika kita sosialisasi-
sosialisasi dorang jalan bahkan ada yang menangis mereka bilang kenapa ini tidak dari
dulu dipikirkan mereka bilang begitu. Jadi saya bilang kita tidak berada dalam bingkai
pemerintahan tapi ini kan berangkat pada keterpanggilan moral, kita coba menawarkan
ide gagasan ini pada masyarakat paling bawah kalau kita tawarkan kepada pemerintah ini
peraturan yang kita sudah di buat tadi pasti ada perdebatan cukup panjang karena ini kan
terkait dengan persoalan politik ketika misalnya bupati mengeluarkan perda. Bupati
kabangaya dia rubah kita punya budaya bagi mereka yang tidak paham. Jadi muncul
pemikiran negetif jadi dia bilang jangan pilih lagi nanti kalau mau calon lagi pasti dia
bilang begitu.
P : Bagaimana peran lembaga agama,budaya ?
N : Oh hampir ke klasis-klasis mereka menerima secara umum. Kemarin juga di
sinode saya kasih makalah disana jadi lewat sinode di ramuk waktu tahun 2014 baru-baru
yang di ramuk saya yang kasih makalah dengan pendeta elias. GKS sangat menerima
sekali bukan hanya sumba timur saja tapi semua GKS yang ada di sumba. Kemudian
waktu itu kita lanjutkan lagi dengan seminar khusus dengan pendeta-pendeta di gedung
hapu bay kita lanjutkan lagi dengan implementasinya disana kemudian kita lanjutkan lagi
secara teknis sampailah kita pada kesimpulan bahwa kalau kubur ya kubur sudah
meskipun ada pendeta yang masih agak ekstrim tapi bagi kami di forum kalau hanya 10%
saja biarkan saja to kita bilang begitu. Jadi mereka sangat respon baik tokoh agama, tokoh
masyarakat karena sudah 54 desa sudah terima ini dan penerimaan masyarakat ini luar
biasa yang 20% ini belum karena faktor maramba tadi to.
Ya kalau lembaga budaya ini mereka respon sekali baik itu wunang, tokoh adat,
marga-marga yang ada mereka senang sekali makanya pada saat sosialisasi itu pertama-
tama kami dekati pertama kali ini tokoh-tokoh yang berpengaruh di kabihu-kabihu,
wunangnya dan tokoh masyarakat lainnya. Ini kan kami dekati mereka supaya kami juga
kuat dan melibatkan langsung tokoh-tokoh budaya kan. Dan ada yang menarik juga
dengan lembaga budaya ini kami disetiap deklarasi kemana-mana tikam babi sebagai
bentuk sumpah adat mereka siap babi „janjar waireana dangu na taina wanda nduka
nyuta‟ ini kan sebagai sumpah perjanjian adat yang di buat oleh lembaga forum adat dan
masyarakat.
P : Apa posisi bapak dalam forum?
N : saya sebagai wakil ketua II di forum ini.
P : Apa saja peran dan tugas bapak?
N : Ya memberikan pemahaman di masyarakat dengan mensosialisasikan
penyederhanaan adat di desa-desa. Jadi kami buat forum ini untuk sama-sama turun di
desa-desa untuk sosialisasikan ini persoalan kematian. Jadi kalau di forum ini saya
berperan juga ya membantu tugas-tugas ketua kalau tidak ada misalnya dalam setiap rapat
kepengurusan forum itu kalau ketua tidak ada pasti saya dengan bapak marius yang turut
ambil bagian dalam rapat ya kita kumpulkan semua anggota-anggota forum kemudian
kita buat planning apa yang harus dilakukan lagi begitu na. saya juga berperan membuat
konsep penyederhanaan adat disitu jadi point-point mana saja yang harus disederhanakan
begitu. Jadi tidak berhenti disitu itu nanti konsep yang sudah di buat kita sosialisasikan
dulu kalau masyarakatnya mau terima ya oke kita lajut tetapi kalau tidak terima kita revisi
lagi dan sosialisasikan lagi sesuai permintaan dari masyarakat. itu yang kami lakukan di
forum ini.
P : Kalau dalam sosialisasi penyederhanaan adat kematian di desa apa saja
perannya ?
N : kalau sudah turun sosialisasi itu biasanya saya ini sebagai narasumber, kadang
juga sebagaai pembawa materi karena kami dari forum ini satu desa hanya dua orang saja
karena kami pake tim kalau setiap kali turun misalnya satu desa dua orang begitu. kalau
kami turun di desa itu kami ini mencari tokoh-tokoh kunci yang berpengaruh di desa itu
untuk kami jadikan kekuatan kami nanti ketika kami ini sosialisasikan penyederhanaan
adat begitu na jadi kami ambil sudah tokoh kunci macam pemerintah, tokoh adat, tokoh
masyarakat, agama dan lain-lain itu salah satu cara kami ketika kami turun di desa.
P : Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan masyarakat/ kabihu?
N : ohh....ya sangat sennang sekali, luar biasa responnya itu...makanya ketika kita
sosialisasi-sosialisasi dorang jalan bahkan ada yang menangis mereka bilang kenapa ini
tidak dari dulu dipikirkan mereka bilang begitu, jadi saya bilang kita tidak berada dalam
bingkai pemerintahan tapi ini kan berangkat pada keterpanggilan moral kita coba
menawarkan ide gagasan ini pada masyarakat paling bawah kalau kita tawarkan kepada
pemerintah ini peraturan yang kita sudah di buat tadi pasti ada perdebatan cukup panjang
karena ini kan terkait dengan persoalan politik sudah. Kalau di desa Ramuk ini rata-rata
menerima dan mau menerapkan penyederhanaan adat kematian kemarin saat saya
sampaikan materi pada tahun 2014 mereka meminta saya untuk lakukan deklarasi di
ramuk begitu.
P : Sosialisasi/pertemuan pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya?
N : pertemuan pertama itu kami undang tokoh-tokoh kunci di desa untuk datang
diskusi dan musyawarah dengan kami dalam membahas persoalan adat kematian ini. jadi
yang hadir waktu itu yang kami undang pemerintah desa, tokoh adat, tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan lain-lain. pola pendekatan yang kita bangun yaitu relasi
kekeluargaan,relasi masyarakat yang kita bangun untuk menerima ide ini. Yang di ramuk
itu kamu bagus coba tanya di kamu punya bapa begitu kita sosialisasikan, kan saya
sosialisasikan saya tidur dirumahnya kepala desa yang pertama dan yang kedua
sosialisasikan besar-besaran yang pertama kan itu yang di kantor desa. Kemarin di ramuk
itu 100 lebih tokoh yang hadir dan itu luar biasa, saya junjung mereka untuk
menyampaikan ide pemikiran mereka yang harus kita tangkap ternyata responnya sangat
positif,tidak ada perbedaan pandangan semua yang ada waktu itu semua tokoh-tokoh elit
yang ada menengah ada semua. Karena itu dorang minta deklarasi yang lalu sebenarnya
tapi karena kita punya kesibukan yang lalu maka kita tunda tahun ini sudah.
P : Dalam pertemuan yang pertama itu apa saja yang bapak lakukan ?
N : Banyak memang ada sesuai anggaran rumah tangga ini yang kita lakukan. yang
kami lakukan itu kami komunikasi dengan tokoh-tokoh dulu kemudian lakukan
sosialisasi lalu kita lakukan pendekatan lagi dengan tokoh agama,adat, masyarakat. Yang
sering saya lakukan ya berkomunikasilah dengan tokoh-tokoh di tingkat desa habis itu
saya bahas ini instrument kebijakan apakah ini cocok di desa ini atau tidak saya bilang
begitu setelah itu kalau sudah sepakat kita rencana untuk sosialisasikan sudah ini setelah
itu kita buatkan ini dalam bentuk tertulis yang sudah di sepakati bersama nah begitu
misalnya nanti deklarasi begitu.
P : bagaimana dengan cara pendekatan yang dilakukan sebelum masuk ke desa ?
N : Pola pendekatan ini yang kita lakukan adalah pola kekeluargaan jadi yang kita
lakukan itu ada beberapa tahap. pertama kita lakukan pendekatan dulu dengan toko-toko
di desa itu ada beberapa marga misalnya ada 10 marga kira-kira diantara 10 marga itu
sapa yang paling berpengaruh di situ ah kita lakukan pendekatan dengan mereka kita
komunikasikan. Nah kita sudah yakinkan mereka oke ahh baru kita apa kita tentukan
waktu sosialisasinya. Kita jadwalkan itu pertemuan kami komunikasi lagi dengan tokoh
desa kalau sudah oke kami pergi lagi untuk sosialisasikan ini materi bersama dengan
tokoh-tokoh yang ada di desa. Setelah hal ini baru kita beranjak pada toko-toko
agama,toko masyarakat yang ada disitu kita sosialisasikan lagi. jadi misalnya ada 5
keluarga atau 5 tokoh dari marga itu yang suda sepaham dengan kita ya mudah sudah
kalau kita sosialisasikan untuk ambil keputusan kita dalam bentuk forum adat antar desa
suda sangat mudah begitu. Di forum adat tingkat desa itu yang kita ambil tokoh adat,
tokoh masyarakat, tokoh pemerintah desa. Kita sudah deklarasi nanti dari marga di
masing-masing situ diambil tokoh-tokoh sebagai saksi untuk bentuk satu perjanjian
supaya tidak lagi di langgar. Jadi anggota forum yang kami bentuk di desa ini membantu
kami untuk melihat, mengevaluasi prilaku masyarakat untuk menyederhanakan adat.
P : Sosialisasi yang kedua ini dihadiri oleh siapa saja?
N : itu tadi yang saya bilang sosialisasi besar-besaran saat sinode di ramuk yang
kurang lebih 100 lebih tokoh yang hadir di situ, ada tokoh agamanya, tokoh adatnya,
masyarakatnya, dan pemerintah juga.
P : apa peranan bapak dalam proses perumusan kebutuhan terkait dengan adat
kematian di desa?
N : Oh kita hanya merumuskan kebutuhan-kebutuhan ekonomi saja, di situ kita
tidak bisa lakukan apa-apa seperti otoriter begitu nanti orang tidak akan terima kita jadi
kita harus meghargai semua pandangan,semua pendapat, semua pikiran kemudian kita
rangkum kita tawarkan lagi. Setelah itu oke sama-sama jalan aman dan tidak ada
tantangan jadi untuk mengambil kebijakan untuk mengambil keputusan karna itu didalam
osialisasi kita dalam pertemuan-pertemuan kekeluargaan kita memberi luang kepada
mereka seluas-luasnya untuk memberikan ide fikiran dan gagasan mereka kemudian itu
sudah rangkum kita tawar mereka kemudian itu sudah rangkuman kita tawar kembali lagi.
jadi tidak boleh memang kita mengambil keputusan hati-hati sekali karna ini keputusan
sosial budaya kan coba ini keputusan macam kamu punya bapa panitia desa kamu kerja
atau tidak ,kerja bakti sudah to ko berani melawan ini pemerintah desa disini tidak bisa
begitu.
P : Setelah sosialisasi apa saja yang bapak lakukan?
N : Memang kami di forum itu adakan dua sampai tiga kali rapat kepengurusan
forum. Jadi begini dalam sosialisasi inikan ada pertemuan yang pertama itu pertemuan
dengan orang-orang kunci di desa ya pedakatan kekeluargaan dulu kita bangun
komunikasi dan relasi dengan tokoh-tokoh. Kita identifikasi dulu persoalan/ masalahnya
sebelum kita menyampaikan ini instrument yang kami sudah buat dan itu memang lebih
kita gali persoalan adat kematianya. Sesudah itu kami bilang sudah di tokoh-tokoh tadi
bagaimana kalau kita sosialisasikan ini penyederhanaan adat kematian kita bilang, jadi
mereka bilang oke ya kita sepakat sudah dengan mereka untuk lakukan sosialisasi begitu.
Dengan begitu kami tentukan sudah waktu untuk lakukan sosialisasi di masyarakat karena
sesuai juga dengan keingian kami dan tokoh-tokoh yang ada di desa oke kita jalan kita
bilang begitu. Setelah selesai sosialisasi apa yang sudah dihasilkan dan sudah disepakati
bersama oleh masyarakat kami bawa lagi itu ke rapat kepengurusan forum nantinya.
Sehingga dalam pertemuan forum itu kami di situ bahas ulang sudah to. Begini hasil
sosialisasi di desa ini kami biang begitu sudah di depan teman-teman forum, konsep yang
kami buat ini kan tidak semua mmasyarakat langsung terima kan jadi ada beberapa
memeng yang kurang sesuai dengan harapan masyarakat begitu jadi di desa waktu
sosialisasi itu kalau masyarakat kurang terima dengan konsep yang kami sudah buat kami
langsung revisi memang di situ sesuai permintaan masyarakat. Jadi itu lah kami di forum
ini selesai sosiaisasi langsung lakukan evaluasi ulang memang. Jadi maksudnya kami ini
tidak memaksa masyarakat ikut dengan konsep yang kami sudah buat tapi kami berikan
kebebasan kepada mereka biar mereka yang rumuskan sendiri persoalannya.
P : Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada
masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudnya berapa jarak waktu
antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi?
N : itu tergantung dari permintaan dan kesiapan masyarakat sudah kalau sudah
bilang oke siap jalan begitu, kalau masalah jarak ya paling satu tahun tergantung dari
kesiapan saja sebenarnya ini, kebanyakan desa yang sudah deklarasi ini begitu sudah
selesai sosialisasi mereka langsung minta untuk deklarasi penyederhanaan adat yah kira-
kira enam bulan kalau tidak satu tahun lah begitu. itu kembali saya bilang tergantung dari
kesiapan saja.
P : Bagaimana kerjasama tokoh-tokoh di desa ini?
N : ya memang mereka saling mendukung satu sama lain, misalnya saja pemerintah
desa begitu ada rapat atau pertemuan desa dia turut sampaikan ke masyarakat ini
penyederhanaan adat begitu juga dengan tokoh adat, tokoh masyarakat lewat ada
kematian dia sampaikan disitu. Itulah tujuan kami mengambil mereka di desa ini karena
mereka ini berperan penting juga begitu.
P : Apa tujuannya bapa turut serta dalam proses ini baik individu maupun secara
umum ?
N : Ini tidak ada tujuan kepentingan pribadi, hanya berangkat dan perhatian kita,
saya seorang pemerhati juga bukan sosial ekonomi sumba timur baik itu dari aspek
politiknya maupun aspek ekonomi, aspek kepemerintahan, saya punya perhatian disana
nah. Jadi dari hati ke hati persoalan sumba timur ini yang sangat berpengaruh. Satu-
satunya yang sangat berpengaruh adalah adat kematian dan perkawinan, ketika kita coba
ketika itu WVI dia mulai mendadak itu karna memang sesui dengan keinginan kami yang
terpanggil disana kita langsung mengambil bagian dalam WVI waktu acara seminar.
Kemudian dalam perjalanan diskusi akhirnya dibentukkan forum itu pak Lapu yang jadi
ketua saya wakil ketua kemudian kita terus ambil dasar dari rumah tangga. Visi misinya
semua program dan segala yang kita buat akhirnya seminar ini internal dengan WVI
waktu itu beberapa kali dulu baru sepakat dalam forum begitu .
P : Apa yang mendorong bapak berpartisipasi ?
N : Itu tadi saya inginnya begini saya juga pemantau penyelenggara negara juga na
ketua disitu. Untuk sumba timur jadi saya selalu ada ditengah-tengah masyarakat dan
banyak keluhan masyarakat memeng yang kita peroleh dari masyarakat terutama dalam
adat kematian itu tadi, kemudian yang kedua masalah pendidikan di sumba kita masih
sangat kebelakang ekonomi kita masih keterbelakang dengan kabupaten-kabupaten yang
lain. Nah inilah suatu dorongan maka kita coba membangun diaspek ini nah sehingga
diaspek ini terbangunkan ada program-program pemerintahkan. Memang ya
keterpanggilan moral, rasa kepedulian itu yang mendorong saya untuk ikut terlibat dalam
penyederhanaan adat ini.
P : Bagaimana perumusan masalah-masalah terkait dengan kebutuhan di tingkat
desa ?
N : Memang kalau dari identitas masalahnya kita sebelum menyampaikan ini
penyederhanaan adat. Kita identifikasi dulu masalahnya yang ada di desa seperti
bagaimana penyimpanan mayat, cara undangnya, penguburannya, masalah makan
minumnya, cara membalas pembawaan yera-anakawini itu bagaimana dalam hal
persoalan budayanya di sana. Setelah kita identifikasi masalahnya di sana baru
keluar itu akta notaries. Kita atur anggaran rumah tangganya persoalan apa yang
ada di sana yang paling menonjol kita tidak berani melakukan, kita datang di
masyarakat harus sudah ada bahan dari mereka. Jadi kalau kita sudah ada dari
mereka kita lakukan identifaksi masalah ini setelah itu baru kita lakukan
sosialisasi sampai nanti itu deklarasi. Kita lakukan ini juga supaya ada bahan
karena penyederhanaan adat ini bukan dari atas tapi kita angkat dari masyarakat
ini sendiri. Kita tidak boleh radikal orang Sumba ini nanti dibilang pemaksaan
lagi ini tidak bagus jadi kita ikut dulu maunya masyarakat kita lakukan pelan-
pelan melakukan percerahan terutama pencerahan yang kita lakukan yang
menyentuh kehidupan sosial dia nah itu gampang diterima ide itu tadi. Ide atau
gagasan ini sudah di bangun jalan, jadi tidak pusing lagi karena ini di tentukan
oleh masyarakat sendiri, kepribadian dia sendiri dan keinginan moral dia sendiri
persoalan di masyarakat sumba ini. Jadi pendekatan inilah kami lakukan di forum. P : sejak kapan bapak melakukan proses ini ?
N : Kita seminar dari 2007 itu sudah mulai sampai hari ini sudah seminar ke
seminar itu sampai tahun 2012 baru sampai ke akta notaris itu tahun 2013 jadi 5 tahun itu
kita bangun itu seperti saya cerita tadi tidak mudah memeng butuh energi, pikiran waktu,
butuh dana. Dana kita tidak ada, Uang sendiri ini jalan WVI hanya siapkan kendaraan
saja waktu itu tapi ada kebanggaan kami alami di forum ini suka ide ini di terima. Nah itu
sulit kita e kita tidak menumbuhkan suatu kesadaran sosial masyarakat beda kita sumba
timur itu kita menumbuhkan rasa sosial yang sangat luar biasa kesadaran bahwa apa hal-
hal yang lama dulu ini tidak relevan lagi. Kesadaran ini harus ada dulu tapi larikan kita
perda dari atas tanpa dia tidak di beri hal-hal yang positif tidak akan jalan perda tetap
akan di langgar.
P : apa hambatan yang di hadapi ?
N : Ya memang hambatan kita sekarang ini terutama dari pemerintah sudah
pemerintah dari DPR sudah itu sudah karena mereka ini berada pada elit sosial atas kan
sebentar kalau kita lakukan ini orang bilang apa lagi ini saya bupati, sekda, kepala bagian,
saya ini kepala dinas/ daerah itu pemikiran pribadikan tapi kalau kita lakukan ini
sebenarnya wai ma anga wanna nduka (dia sembarang sekali) itu sudah yang saya bilang
praktik sosial itu masih sangat berpengaruh baik itu kemampuan intelektual juga maupun
dia punya pendidikan tinggi juga praktik sosial itu bisa terhindar di sumba timur. Nah ini
butuh satu proses apa satu demonstrasi dari demonstrasi sosial generasi muda sekarang
ini kalau macam kami ini kita meletakkan dasar saja sehingga menjadi bahan
perbincangan kedepan tidak ada kepentingan apa-apa tidak kepentingan dari kami semua
hanya kepentingan moral saja melihat sumba ini tertekan karena persoalan kemiskinan.
Kita punya IPM renndah loh apalagi tingkat pendidikannya. Nomor satu sekarang untuk
seluruh indonesia percaya atau tidak percaya bagi kita golongan elit ke atas oleh karena
berbagai kepentingan pasti kita tolak itu pasti tidak percaya coba kita ada di dalam
lingkup masyarakat yang menengah ke bawah sebenarnya tanpa ini pun kita sudah bahwa
sesungguhnya kita berada pada tingkat IPM kita masih sangat rendah, ketergantungan
terhadap APBN sangat tinggi, pendapatan daerah kita hanya berapa Milyar saja tidak
berimbang dengan APBN dana DAU dan DAK saya tau ini sedikit karena saya juga
pemerhati korupsi di sumba timur.
P : apakah bapak punya pengalaman lain selain mengikuti ini ?
N : Saya ini di koperasi daerah jadi wakil ketua disitu jadi bicara tentang
ekonominya sumba timur itu paham tapi tata tidak punya kompetensi ya itu persoalan di
sana. Terus saya juga di koperasi saya jadi ketua wilayah timur di pandawai pintu air,
kemjudian di forum adat sebagai wakil ketua, ketua di lembaga pembarantasan korupsi di
sumba timur. Kemarin yang bongkar pasar impres ini kami yang bongkar karena
korupsinya banyak disitu, kami bongkar itu kasus kalau di bilang korupsi di sumba timur
ini hampir semua sektor ada juga kemarin sudah terungkap sampai bupatinya struk.
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : Jumat 22 Januari 2016 Pukul 19 Wita
Tempat : Radamata, waingapu/sumba timur
Sumber Informasi : Marius Korumoki (61 Tahun)
Posisi dalam Forum : Wakil Ketua I
Perannya :
1. Membantu tugas-tugas Ketua dan membantu tugas
ketua apabila berhalangan. Membuat konsep kebijakan
penyederhanaan adat kematian
2. Tim pelaksana sosialisasi didesa.
2. Melakukan sosialisasi penyederhanaan adat kematian
di desa
P : apa makna adat kematian menurut bapak?
N : Makna adat ya salah satunya adalah mempererat hubungan kekeluargaan
sebenarnya seperti itu to. Adat itu untuk mempererat keluarga kita undang dia hadir kita
senang sudah kita turut berduka dengan keluarga.
P : Bagaimana sejarah singkat adat kematian yang bapak pahami baik yang dulu
maupun sekarang?
N : Sebenarnya kalau era dulu itukan penguburan orang mati itu di tahun 70-an
kebawah tidak lama juga sebenarnya tidak lama itu kalau persiapan tuan duka mantap to.
Ya dia bisa siapkan ada babi untuk menyambut keluarga begitu to itu dia tidak lama. Ya
kalau lama itukan kalau persiapan tuan duka itu belum siaplah seperti itu jadi kalau
sudah tidak ada apa-apa itu sehingga ada yang satu bulan ada yang satu tahun bahkan
kita di hahar ini sampai 30 tahun seperti itu kalau sudah siap baru laksanakan
penguburan. Padahal dari segi kesehatan itu sudah tidak bagus atau lain, dari segi
ekonomi pada hal sudah miskin tambah lagi lama-lama begitu buang pekerjaan sampai
habis kubur belum lagi pengeluaran untuk beli sirih pinang, kopi, gula. Itulah budaya kita
yang dulu tapi setelah tahun 70-an ke atas sudah mulai berubah itu „pakameting‟ seolah-
olah menunjukkan bahwa orang itu hebat atau mampu.
P : Apa tujuan adat kematian?
N : Tujuan adat kematian dari segi sosial itu mempererat hubungan kekeluargaan.
Adat itu untuk kebaikannya kita sebenarnya, untuk hubungan kekeluargaan juga.
Sebenarnya tidak perlu juga kalau kita mau kubur itu kita undang, karena secara ekonomi
banyak makan biaya habis juga kalau tidak siap pasti akan lama menyimpan mayat lama-
lama. Tapi kenyataannya tadi kalau undang banyak, banyak keluarga tidak terima itu
karena persoalan ekonomi tadi itu di anggap hebat sudah pada hal ekonomi tidak punya
apa-apa sama sekali.
P : Bagaimana pelaksanaan adat kematian yang dilakukan di sumba timur ? baik
jaman dulu maupun yang sekarang ini pak ?
N : Jadi kalau pelaksanaannya,bentuknya dulu jadi begitu dia meninggal ini
keluarga pergi kasih tau dulu begitu, pergi kasih tau mati saja dulu begitu. ini belum
kubur ini baru ini pergi kasih tau dia meninggal keluarga pada tanggal sekian itu saja
dulu. Dulu juga masih berlaku cara undang anakawini dan cara undang yera dan masih
dilaksanakan sampai sekarang. jadi pakameting itu masih berjalan ini kita kasih tau kapan
kuburnya, tetapi nanti juga ada waktu undang untuk kubur itu yang berlaku dulu dan
sekarangpun masih berlaku bagi saudara-saudara kita yang belum melaksanakan
penyederhanaan adat.
P : kalau dulu itu waktu kubur berapa lama pak ?
N : Kalau dulu waktu paling cepat satu bulan, itu paling cepat sudah kalau dia
benar-benar siap itu kalau di lihat dari golongan-golongan ini dari golongan marga. Tapi
kalau dari golongan raja ini tidak ada yang satu bulan jadi diatas satu tahun macam di
rende yang masih menyimpan mayat di rumah....macam umbu kudu di praibokul itu
sudah ada yang 20 tahun lebih kalau di rende ini saya tidak tau lagi, kalau di pau sudah
selesai.
P : Kita lihat masyarakat ini semakin miskin, bisa dikatakan sebab apa yang
dimiliki itu seolah-olah untuk kebaikannya yang meninggal sudah jadi itu dari sisi
ekonomi sama saja tidak menguntungkan. Pada hal kita sekarang ini Kristen di
Sumba hampir sudah 80 persen. Sebenarnya kita orang Sumba lebih ke gengsi
sosial tidak mau kalah dengan orang lain sehingga kita ini berlomba-lomba
melakukan upacara adat hanya karena kita ingin mempertontonkan
kedudukan/pengakuan di depan orang lain. Itulah kelamahan kita orang Sumba
walaupun sudah miskin tetapi kita tetap berusaha melakukan pesta adat kematian
yang bersifat mewah yang menghabiskan biaya yang banyak meskipun kita ini
hutang kiri kanan. Karena hutang yang banyak tadi dalam kematian orang tidak
lagi memikirkan ekonomi dan pendidikan tetapi karena tuntutan hutang menjadi
beban bagi dia
P : bagaimana munculnya kebijakan penyederhanan adat kematian?
N : Ya kalau kita lihat dari sisi ekonomi itu ya itu sudah tadi bahwa adat itu
membuat hidup orang bukan sejahtra tetapi semakin tertekan seperti sawah-sawah di
gadai. apa saja yang kita miliki kita jual baik hewan maupun tanah kadang-kadang juga
kita jual macam kami di mangili jual tanah dulu untuk kubur nenek,bapak,mama dan lain-
lain sekarang pun masih ada yang belum di kubur karena tidak mempunyai biaya untuk
penguburan. Kalau dari segi sosial budaya sebenarnya inikan kebiasaan-kebiasaan yang
kita lakukan secara turun- temurun, kebiasan yang sudah di laksanakan jaman dulu.
P : bagaimana proses terbentuknya wacana kebijakan penyederhanaan adat
kematian?
N : pemikiran awalnya, artinya dari saya sendiri melihat kondisi masyarakat yang
saya pimpin dulu di hahar dan yang saya lihat di kambera ini seperti sawah-sawah di
gadai bisa di ambil sampai mampu di ganti kembali jadi itu kalau kita tidak di lakukan
penyederhaan adat jadi menurut pemikiran saya sumba itu semakain tersisih hidupnya
begitu. Masyarakat tambah miskin karena adat jadi itu harus di laksanakan
penyederhanaan adat. Ini gagasan dari masing-masing macam pak gideon, pak palulu
setuju juga setelah saya gambarkan setelah rapat kerja pamong praja dulu, maka mereka
bilang benar juga yang di sampaikan camat hahar ini dan ini yang saya gambarkan di
lapangan jadi mereka juga tertarik.
P : itu sebenarnya insiatifnya siapa/ pemikirannya siapa ?
N : Cerita awalnya ini saya deklarasi pada tanggal 30 November 2011 itu
deklarasi pertama itu di kampung saya. Setelah itu WVI mulai pakai saya sudah
untuk laksankan sosialisasi-sosialisasi penyederhanaan adat di desa wilayah
binaannya. Saya sendiri dulu pak Paulus belum, pak Lapue belum terus pak Elias
juga belum jadi saya mulai cari-cari teman kalau pemikiran saya sendiri ya tidak
mungkin jadi cobalah dekati tokoh-tokoh yang bisa membantu untuk menjelaskan
ini maksud penyederhanaan adat. Seperti pak Paulus, Umbu Rada, Umbu Tunggu
karena dia wunang jadi saya sudah yang ajak mereka. Saya yang pertama keliling
dari hahar dan pak Lapue. Setelah itu kita mulai banyak sudah akhirnya kalau
sudah turun itu kita mulai pakai Tim sudah begitu. Jadi awalnya yang mempunyai
inisiatif itu adalah saya dan dengan bergabungnya pak Lapue kan pikiran saya
lebih terbuka apalagi dia ini mantan Bupati jadi apa yang dia omong pasti orang
dengar begitu. Mulai bergabung sudah om Paulus saya ajak dia karna selalu
kawan dan sejalan pikiran, dia juga salah satu yang merasakan akibatnya ini
budaya adat, karena kalau pak Paulus tidak ada misalnya mauliru, lambanapu ini
kalau dia tidak ada dalam adat kematian itu adat kematian itu tidak jalan seperti
itu to dan itu sering dan salah satu tokoh yang berpengaruh sekali. Jadi mau tidak
mau dia harus berkorban sudah jadi dia harus bantu sudah to dan dia juga rasa itu
jadi dia mulai bergabung sudah
P : apa penyabab pakameting itu pak ?
N : Pakameting itu kalau dulu ada hanya pengaruh jarak jauh saja itu istilahnya
bekal di jalan untuk keluarga kita yang jauh supaya ada jangan lapar dijalan maka kasih
sudah bekal seperti itu to atau dengan kata lain „mbalang la anda”. Tapi sekarang salah
satu yang kita rasakan susahnya ini budaya adalah pakameting. Nah ini yang harus kita
kritisi sebenarnya masalah pakameting saja sebenarnya dan itu wataknya orang sumba
makanya jatuh miskin. Kalau budaya-budaya lain mungkin saya kira tidak ada masalah
pukul gong itu perlu. Bila perlu kalau mau ini pemerintah sebenarnya berikan gong
kepada masyarakat macam saya di hahar dulu saya berikan gong pada ini masyarakat.
Saya berikan itu sebenarnya karena budaya ini yang kita pertahankan sebenarnya yaitu
kita pukul gong. yang ini juga menyangkut maramba-maramba dorang ini untuk yang
paterang-paterang itu sebenarnya tidak apa-apa biar saja meraka jalan tidak apa-apa. jadi
yang utama di kritisi sebenarnya itu hanya masalah pakameting saja itu karena itu yang
memberatkan kita orang sumba,yang kadang-kadang orang susah cari babi kiri kanan
untuk pakameting to. Kalau kami di mangili ini pergi cari sampai di waijelu sana kadang-
kadang kita juga omong kosong ini ada kerbau kita bilang pada hal tidak ada kerbau itu di
sisi lemahnya umbu kita janjikan ini kerbau supaya dapat ini babi padahal tidak ada
kerbaunya di akhirnya nanti berurusan dengan pihak yang berwajib itu sudah to. Bisa
juga kadang-kadang pergi curi itu dampaknya pakameting kalau semuanya kurang siap
biaya dan materi ya salah satunya pergi curi orang punya babi yahh itu cara pintas sudah
untuk dapatkan babi itu dampak negatifnya dari pakameting padahal itu bukan budaya
aslinya kita loh
P : bagaimana bentuk kebijakan penyederhanaan adat kematian?
N : Ya bentuknya itu umbu ada yang tertulis ada yang tidak tertulis ada yang
tertuang dalam sumpah adat, sumpah adat ini misalnya perjanjian untuk menerapkan ini
kebijakan umbu misalnya hunju panjanjar wairea/darah babi supaya ini atauran tidak lagi
di langgar begitu umbu. Perjanjian kebijakan ini kan nanti sudah tertuang semua dalam
perdes, bentuknya ini kebijakan di sosialisasikan dulu di masyarakat memberikan mereka
pemahaman maksud dari isi kebijakan penyederhanaan adat itu umbu
P : apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini/ apa saja yang
disosialisasikan di masyarakat pak ?
N : Yang kita sosialisasikan ini umbu antara lain masalah pakameting itu supaya
ditiadakan begitu umbu kita ganti dengan makan umum saja karena pakameting ini
menyebabkan kita terpuruk secara ekonomi itu salah satu yang kita lakukan. Lamanya
penguburan jangan lagi kita lama-lama menyimpan mayat dalam rumah yahh paling lama
8 hari saja , kalau ada bawaan ana kawini dan yera kalau bawa kuda anakawini to kalau
yera dia bawa kain yang dia kasih di pihak duka terkadang ada kain ada hewan ada uang
to. Lebih baik kita kasih di pihak duka saja supaya juga tidak terlalu terbeban malah kita
hibur dia begitu . Nah itu kita hanya gait sebenarnya masalah tukar anakawini yera tadi.
Biasanya yang di bawa yera di kasih di anakawini dan yang anakawini bawa di kasih di
yera kita bilang lebih baik di serahkan di pihak yang berduka saja kan lebih bagus sekali
itu umbu. Maksudnya kalau ada anaknya yang sekolah itu lebih baik bantuan yang kita
bawa itu dialihkan untuk pendidikan atau secara ekonomi di manfaatkan untuk bangun
rumah karena itu bermakna juga sebenarnya yang kita bantu itu bukan lagi pihak yera
anakawini tapi pihak duka. Jadi semua yang hadir itu macam saya di sana umbu makan
semua sudah satu kali tidak ada lagi pakameting hanya cukup satu warung saja tidak ada
lagi pisah-pisah jadi makan semua sudah yang hadir pihak yera dan anakawini selesai
pengembumian selesai sudah ya tidak ada beban lagi sudah karena selesai pulang satu
kali sudah. Kemudian cara undang kalau yang dulu itu undangnya 2 kali to kalau
sekarang kita undang 1 kali saja karena waktunya sudah mepet to jadi kita bilang
pekameti sekaligus pekataning jadi kita undang juga tidak ulang-ulang itu juga
menghemat anggaran sebenarnya,uang bensin hemat yang dua kali keluar jadi satu kali
keluar. Istilah warung handuka juga sudah ditiadakan artinya syukuran kalau kita dulu
ada acara tersendiri itu juga sebenarnya itu juga sekalian sudah waktu penguburan.
P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat
kematian ini ?
N : Kalau masyarakat kecil umbu rata-rata senang sekali macam di tabundung
hanya umbu nai dima saja karena dia punya mama dia bilang, tapi yang lain itu malah itu
senang umbu macam umbu nai pajaru ini malah jadi anggota forum peduli adat dia umbu
P : bagaimana peran lembaga agama pak ?
N : peran lembaga agama juga masih pro dan kontra artinya masih kontra begitulah
tapi ada 2 pendeta yang kita libatkan, pendeta di waingapu dua-duanya jhon umbu lado
dan yulius jara. jadi maksud kita dengan bergabungnya ini pendeta-pendeta artinya lewat
mimbar juga bisa sampaikan ini maksud dari penyederhanaan adat itu termasuk pak
andreas hani juga salah satu yang mendukung kita juga sudah kasih pemahaman di
sinode. pendeta ini juga masih terbagi-bagi masih ada yang pro dan kontra tau sendirilah
kita sumba ini hehehehe
P : bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi ini pak ?
N : Dari segi pemerintah juga ini masih terbagi, terkusus bupati setuju dan lembaga
DPRD pak Palulu juga setuju ada dukungan juga dari mereka ini. Pernah dukung dana
juga pada saat sosialisasi dan saya kira itu merupakan wujud persetujuan mereka sudah
to. jadi kalau dari sisi pemerintah saya kira mendukung apalagi sekarang ini pak bupati
naik kembali to apalagi pak palulu ini ketua DPR jadi mendukung sekali dari sisi
pemerintah daerah.
P : Apa posisi bapak dalam forum?
N : saya sebagai wakil ketua I di forum ini umbu.
P : Apa saja peran dan tugas bapak?
N : Tugas dan peran saya ya membantu tugas-tugas ketua apabila berhalangan
begitu umbu. Saya juga melakukan wewenang ketua apabila berhalangan misalnya dalam
pertemuan kepengurusan forum itu ketua kalau tidak ada dia minta saya untuk pimpin
pertemuan rapat begitu umbu. ini kan kami di forum ini mencoba membuat konsep
kebijakan penyederhanaan adat jadi kami kemarin pergi di pemerintah daerah juga kami
bawa ini konsep yang kami sudah buat dengan tujuan kami agar ini konsep sebagai
terobosan untuk pertimbangan perda begitu na umbu, kebetulan saya juga di pemerintah
daerah...hehehe. Tugas yang saya biasa lakukan antara lain pertama dulu kan saya camat
dari tahun 2007 sampai tahun 2011 jadi persoalan masyarakat terkait kebutuhan dan
persoalan yang di hadapi masyarakat saya tahu. Jadi secara tidak langsungkan saya sudah
melihat langsung kondisi yang di alamai oleh masyarakat itu sendiri mulai dari persoalan
kematiannya, perkawinannya itu saya tau semua. Jadi pemikirannya saya begini kok saya
lihat ini masyarakat terikat dengan budaya sampai-sampai miskin karena budaya ini
sendiri. Jadi saya mulai berfikir budaya sumba ini harus di sederhanakan saya bilang
begitu makanya mulai tahun 2011 saya mulai merancang ini kebijakan penyederhanaan
adat waktu itu saya juga yang deklarasi pertama umbu. Kemudian jalan terus kemudian
saya mulai mencari teman diantaranya tokoh-tokoh adat, pejabat-pejabat maupun orang
besar untuk merumuskan ini kebijakan setelah itu kita buat draft kebijakannya untuk di
jadikan pedomanan dalam penyederhanaan adat ini. Setelah kita buat dalam draft kami ini
tim melakukan sosialisasi di tingkat-tingkat desa terkait dengan penyederhanaan adat tadi.
P : sebagai wakil ketua di forum peduli adat apa saja yang bapak lakukan ?
N Melakukan sosialisasi di desa-desa untuk memberikan pemahaman pada
masyarakat apa maksud dari penyederhanaan adat itu to umbu. Kita membahas isi
kebijakan yang mau di sosialisasikan, membuat dan mendiskusikan ulang draft kebijakan
itu dengan tokoh masyarakat, tokoh kabihu, pemerintah desa, tokoh adat maupun tokoh
pemuda di situ apakah masih ada yang perlu diperbaiki atau di tambah disitu kan bagus to
dari pada kita terapkan begitu sedangkan masyarakat kurang setuju kan itu juga tidak
bagus.
P : kalau dalam sosialisasi penyederhanaan adat kematian di desa apa saja
perannya ?
N : Biasanya dalam setiap sosialisasi itu saya bertugas sebagai pembicara/pembawa
materi kadang juga saya sebagai narasumber umbu, jadi saya dengan pak paulus ini ganti-
gantian dalam sosialisasi begitu. Dalam setiap sosialisasi ini kami juga di desa kami
ambil tokoh-tokoh kunci juga untuk ikut membantu kami dalam menyampaikan ini materi
gagasan penyederhanaan adat begitu. Misalnya kami ambil tokoh pemerintah desanya
(kepala desa atau tidak sekretaisnya), tokoh adat, tokoh masyarakat yang bersedia begitu.
Tapi dalam sepanjang sosialisasi ini semua masyarakat turut serta aktif dalam membahas
persoalan kematian jadi mereka ini ikut senang juga begitu na.
P : Setiap kali sosialisasi penyederhanaan adat apa bapak selalu ikut?
N : kami di forum ini bagi tim umbu, jadi saya kalau setiap sosialisasi yang
menjadi tugas saya disitu saya selalu ikut sudah umbu apalagi kami di forum sudah di
bagi dua orang dalam tim untuk turun di tiap-tiap desa di sumba timur begitu na tambah
dengan lembaga WVI satu orang begitu umbu. Nanti waktu sosialisasi sampai di desa
kami ambil lagi tokoh-tokoh kunci untuk membantu kami menyampaikan ini gagasan.
P : Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan masyarakat/kabihu?
N : Wah luar biasa sekali responnya umbu, kalau di desa Ramuk ini rata-rata
menerima penyederhanaan adat kematian umbu kemarin saat kami sosialisai di ramuk itu
masyarakat senang begitu kami sampaikan ini gagasan/konsep penyederhanaan adat
masyarakat bilang bagus sudah kalau ada pemikiran begini mereka bilang. Jadi pada saat
sosialisasi waktu itu mereka minta untuk deklarasi sudah umbu.
P : Sosialisasi pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya?
N : Pertemuan pertama itu adalah pertemuan tokoh-tokoh kunci di desa jadi kami
dekati dulu tokoh kunci di desa sebelum sosialisasi macam tokoh pemerintah desa (kepala
desanya aparat desanya), kemudian tokoh adat yang berpengaruh disitu, tokoh
masyarakatnya kemudian tokoh agamanya juga umbu itulah cara kami ketika pertama
kali turun di desa. hasilnya itu kami di respon dengan baik oleh tokoh-tokoh yang ada di
desa, sebelum kami sampaikan penyederhanaan adat itu kami perkenalkan diri dulu
dengan tokoh yang hadir ya mulai sudah cerita-cerita tentang persoalan kematian di desa.
Memang pada awalnya mereka ini sempat kaget juga dengan kedatangan kami tetapi
ketika kami menjelaskan maksud dan tujuan kami, maksud penyederhanaan adat
kematian ini ya mereka respon dengan baik sudah begitu na.
P : Sosialisasi yang kedua ini dihadiri oleh siapa saja?
N : ya yang hadir waktu itu tokoh pemerintah desanya semua, tokoh adat, tokoh
masyarakat, tokoh agamanya serta semua masyarakat yang hadir termasuk tokoh kabihu-
kabihu umbu.
P : Setelah sosialisasi apa saja yang bapak lakukan?
N : apa yang kami hasilkan saat sosialisasi, apa yang sudah di sepakati bersama
oleh masyarakat yang kami bawa lagi itu ke rapat kepengurusan forum jadi kami di situ
bahas apa yang sudah di sepakati oleh masyarakat kita sampaikan sudah di situ. begini
konsep yang kami buat ini ka nada revisi juga dari masyarakat kalau kurang sesuai jadi
kami bawa kembali lagi ini di forum untuk di bahas lagi jadi kami bilang ini bagaimana,
masyarakat mintanya begini, bagaimana sudah kami bilang jadi disitu kami rapatkan
sudah kami revisi lagi konsep tadi sesuaikan dengan permintaan masyarakat umbu.jadi
kami di forum lakukan evaluasi ulang juga begitu umbu jadi maksudnya begini tujuan
kami ini tidak memaksa masyarakat ikut dengan konsep yang kami sudah buat tapi kami
berikan kebebasan kepada mereka biar mereka yang rumuskan sendiri begitu na jadi
konsep yang kami sudah siapkan itu sebagai pedoman mereka sudah begitu na.
P : Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada
masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudnya berapa jarak waktu
antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi?
N : Setelah kami tim ini selesai sosialisasi begitu kami beri waktu kepada
masyarakat untuk coba mempraktekkan apa yang kami sudah sosialisaskan tadi. Jadi
tunggu kira-kira 1 tahun atau tidak dua tahun begitu untuk melihat perkembangan
masyarakat sesudah itu kami pergi lagi berkomunikasi dengan pemerintah desa dengan
tokoh-tokoh desa untuk berdiskusi menentukan waktu deklarasi begitu umbu jadi tidak
mudah juga bagi kami di forum ini pekerjaan berat juga bagi kami jadi kami ini harus
siap mental juga di masyarakat. Kami di forum ini tidak memaksa masyarakat harus ikut
kami punya mau begitu na jadi kami beri kebebasan kepada masyarakat untuk
menyampaikan persoalan atau keluhannya jadi kami ini hanya membantu masyarakat saja
untuk memecahkan persoalannya. Kerja kami juga di forum ini sesudah sosialisasi kami
bawa lagi hasil itu ke rapat pengurus forum disitu dibawas ulang lagi draf yang sudah
kami sudah buat dan sosialisaskan tadi sesuaikan lagi dengan kesepakatan masyarakat.
Sesudah itu kami merancang lagi draf ulang untuk kami lagi nanti sebagai acuan deklarasi
yang di bacakan dengan cara sumpah adat. kalau sudah pukul gong, tikam babi dan
penandatanganan perjanjian itu sebagai tanda bahwa penyederhanaan adat ini resmi
berjalan begitu.
P : Bagaimana kerjasama tokoh-tokoh di desa ini?
N : sangat bagus dan sangat memmbantu kami juga tim ini untuk turun sosialisasi di
desa, jadi begini umbu cara kami ini mendakatkan diri dengan tokoh kunci macam
pemerintah desa, tokoh adat, masyarakat ini kan tokoh kunci jadi kami dekat mereka ini
agar memudahkan kami juga untuk dekat dengan masyarakat begitu na, biar lancer begitu
na umbu karena kita sudah pegang orang-orang kunci tadi na. alasan kami juga dekat
dengan tokoh ini karena mereka mempunyai peran penting di desa begitu macam kepala
desa omong ini masyarakat dengar begitu na, seperti tokoh adat juga misalnya saat
kematian dia kan disitu mempunyai peranan penting dalam proses adat kematian jadi
maksud kami itu dia bisa sampaikan kepada masyarakat begitu na.
P : bagaimana peran bapak dalam proses sosialisasi penyederhanaan adat kematian,
bagaimana strategi bapak untuk masuk ke desa ?
N : Ya yang pertama sekali itu kita dekati itu tokoh-tokoh yang berpengaruh di
tingkat desa, kami kumpulkan semua tokoh yang berpengaruh di kabihu-kabihu masing
untuk membahas isi kebijakan tadi umbu....tetapi dari setiap desa yang di sosialisasikan
itu umbu tidak ada lagi yang di rubah rata-rata mereka semua setuju dengan isi kebijakan
ini hanya di setiap sosialisasi itu paling hanya beberapa orang saja yang kontra umbu.
Tapi itu kalau ada yang kurang setuju kami langsung revisi memang di depan tokoh-
tokoh itu isi kebijakan tadi umbu kami juga tidak memaksa itu isi kebijakan umbu jika
ada yang perlu di revisi kami revisi umbu sesuai keinginan dari masing-masing
marga/kabihu yang ada kemudian setelah itu kami sah kan kebijakan itu umbu.
P : apa tujuan pribadi dari bapak untuk turut serta dalam proses ini ?
N : ya karena kebetulan saya yang gagas pertama penjelasan tujuan dan maksud
penyederhanaan adat itu secara langsung saya bisa menjelaskan to kepada mereka,
macam dulu di tarimbang itu saya jelaskan cepat sekali mereka memahami karena saya
sudah lakukan begitu umbu jadi mereka juga melihat saya karena saya sudah
menjalankan ini penyederhanaan adat kematian itu sendiri.
P : apa yang mendorong bapak untuk berpartisipasi ?
N : ya keprihatinan kepada kehidupan masyarakat ini. Keperdulian terhadap
masyarakat yang masih terbelenggu dengan adat istiadat yang pemborosan saja yang ada
ya kita mau menyelamatkan ini masyarakat sumba dari apa namanya pemborosan to
umbu yang sebenarnya tidak ada guna begitu.
P :sejak kapan bapak mengikuti proses sosialisasi kebijakan penyederhanaan adat
ini ?
N : Sosialisasi dulu seperti saya bilang tadi saya sendiri yang pertama setelah saya
laksanakan deklarasi pada tanggal 30 nevember 2011 terus masuk pada tahun 2013
sampai sekarang kita sudah mulai lakukan sosialisasi ke desa-desa. Dulu saya sendiri saja
kemudian mulai ajak teman-teman bergabung. Sekarang itu karena kami sudah bentuk
forum jadi kami setiap turun ke desa itu pakai tim sudah.
P : selain ikut sosialisasi penyederhanaan adat ini, apakah bapak punya pengalaman
lain selain membuat kebijakan penyederhanaan adat kematian ?
N : Pengalaman,ya karena dulu saya jadi camat di hahar dari 2006 sampe 2011, nah
itu sudah lama jadi camat jadi lihat langsung kondisi masyarakat itu to waktu itu saya
langsung pensiun di hahar. Ketika rapat koordinasi terakhir sudah saya angkat ini masalah
penyederhanaan adat waktu itu rapat pamong praja tahun 2011. Dan waktu itu sudah
mulai banyak tokoh-tokoh dan lembaga yang tertarik misalnya wvi waktu itu sudah mulai
memakai saya untuk turut terlibat dalam sosialisasi ini masalah budaya
Transkrip Wawancara Hari/Tanggal :Rabu/ 27 Januari 2016 Pukul 11.00 Wita
Tempat : Kantor lembaga WVI, Waingapu/Sumba Timur
Sumber Informasi : Umbu Reku
Posisi dalam Forum : Pendamping forum dalam melakukan sosialisasi
penyederhanaan adat di tiap-tiap desa.
Perannya :
1. Membantu forum peduli adat dalamm melakukan sosialisasi
2. memfasilitasi forum peduli adat dalam melakukan sosialisasi
(menyiapkan dana)
3. Menghubungkan forum dengan masyarakat dalam setiap
pertemuan.
4. Membuat draf kebijakan, makalah kebijakan dan melakukan
evaluasi setelah selesai sosilisasi penyederhanaan adat
kematian.
Deskripsi Wawancara
P : apa makna adat kematian menurut bapak ?
N : Baik, makna adat kematian menurut saya ya salah satu tata cara budaya yang
lahir di adat sumba tentang kematian Itu kan merupakan suatu hal penghargaan bagi
orang sumba ketika menguburkan keluarganya itu karna ada nilai-nilai budaya yang
tidak bisa dihilangkan mereka harus upacarakan dengan berbagai pengorbanan yang
harus mengeluarkan biaya yang begitu besar. Nah tadi kan terkait dengan hubungan
pendekatan sosial budaya yang terjadi di masyarakat sumba. Ini tadi ada penghargaan
yang harus dilakukan tadi lewat upacara adat kematian lewat orang-orang yang
meninggal.
P : Bagaimana sejarah adat kematian yang bapak pahami,baik yang dulu maupun
sekarang?
N : Kalau sejarah adat kematian yang kita lakukan ya. saya kan dari sumba tengah
itu kalau dimasa-masa kita sekarang sudah banyak berubah ya. Masa orang tua kami yang
lalu, nenek kami dulu belum mengenal agama yang harus diimani ini yang masih
kepercayaan marapu jadi adat kematian bagi mereka hal yang paling hakiki yang harus di
jalankan upacara adat itu. Sehingga itu tadi karena berkaitan dengan menghargai
keluarga, orang tuanya yang meninggal sehingga betul-betul diperlakukan dengan baik
yang sesuai dengan budaya mereka yang lalu.
P : apa tujuan adat kematian baik dari segi ekonomi, sosial budaya maupun politik
itu seperti apa menurut bapak ?
N : dari segi sosial, iya tadikan hubungan interaksi sosial ini yang ada dulu maka
tujuan tadikan upacara kematian yang mempertemukan kembali pada orang-orang yang
tadi yang ada sedikit ada perselisihan ya kematian itu yang bisa mendamaikan. makanya
tadi hubungan sosial kemasyarakatan atau hubungan sosial kekeluargaan akan terjalin
dengan baik tadi. Jadi adat kematian ini yang menghubungkan yang berselisih yang
bermasalah lama jadi mereka bisa berdamai.
Adakah tujuan dari segi politik ?
N : bisa tujuan dari politik, politik adat bisa artinya kadang kalau kita ada orang
mati kita bisa bisnis secara politik secara ekonomi juga bisa ia to. yang tadikan dalam
politik adat tadikan kita berusaha dari pihak sebelah dia melakukan kesalahan nah.
kesalahan itu tadi yang merupakan denda bagi dia. contoh mungkin kalau dari pihak yera
dan anakawini, kalau anakawini kan harus berhati-hati ketika dia masuk di yera di adat
kematian itu juga bisa dikaitkan dengan masalah politik.
Kalau tujuan dari segi agama ?
N : kalau tujuan dari segi agama, saya kira agama tidak menginginkan juga
tentang hal-hal yang berlebihan. Kita orang sumba pada umumnya terlalu agungkan
keluarga yang meninggal atau lalu memperlakukan dia yang memang tidak sesuai dengan
kondisi jaman kita lihat yang tadikan selalu mempertahankan budaya. contohnya tadikan
dalam hal pemakaman kadang-kadangkan sudah ada ibadah pemakaman nanti dia akan
jalan lagi untuk ibadah adat budaya jadi sebaliknya yang kalau adat dia jalan baru nanti
jalankan ibadah juga itu. saya kira agama tidak inginkan juga seperti ini sebetulnya nahh
seperti itu umbu.
P : bagaimana pelaksanaan adat kematian yang sering dilakukan yang bapak
ketahui ?
N : iya, kalau saya lihat dalam bentuk pelaksanaan adat kematian sebenarnya yang
sering terjadi memang kita lihat dari segi ekonomi masih adanya tingkat apa namanya
berpoyah-poyah kan dalam melakukan tadi dalam hal ini pengembumian jenasah yang
tadi kalau kita kaitkan dengan masalah ekonomi kadang-kadang orang mati kita bisa
katakan mencari keuntungan juga. Contohnya tadikan kita menahan mayat sampai
berlama-lama kita undang orang begitu banyak itu salah satu juga kelakuan adat ini
sehingga yang menyimpan lamanya mayat yang mengundang sekian banyak orang itukan
ada pemasukan hal ini sebenarnya yang kita tidak inginkan. Jadi bagi saya memang untuk
kita sumba ini kita masih pemborosan dalam hal kematian di empat kabupaten ini
walaupun di sumba tengah sudah ada perda tetapi masih ada juga yang melanggar.
sehingga saya kira tidak jaman lagi kita harus lakukan itu lain kalau orang-orang tua kita
dulu masih memiliki ternak sehingga mereka melakukan itu dengan berbagai macam cara
tetapi kalau kita sekarangkan tidak memiliki apa-apa lagi jadi ini yang harus kita perbaiki
kedepan.
P : Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya
? sekarang ini yang bapak lihat atau bapak rasakan begitu..
N : Ya ini sangat memiliki dampak walaupun kita tidak sadar bahwa ada
banyak pendapat juga bahwa budaya itu tidak memiskinkan masyarakat ada juga
yang mengatakan kadang-kadang budaya memiskinkan. Saya lebih melihat masa
depan anak-anak ya, saya 15 tahun sudah bekerja di lembaga sebagai pemirihati
anak jadi saya tahu kondisi masyarakat. Kadang-kadang masalah budaya juga
menghambat kepentingan masyarakat itu. Contoh kasus yang paling kecil upaya
kita memberikan bantuan di masyarakat ada program ternak. Peternakan sapi/babi
untuk kita berikan pada kelompok-kelompok tapi karena lebih tingginya ini
kekuatan budaya kadang masyarakat program pemerintah/lembaga lain hanya di
gunakan untuk kepentingan sesaat saja. Misalnya di berikan 60 ekor perdesa
mereka lebih lebih menggunakan dalam hal budaya jadi nanti bilang hewannya
mati hewannya hilang pada hal ini program untuk kebaikan mereka. Budaya
penting bagi kita karena merupakan daya tarik pariwisata, tetapi bagaimana kita
meramulnya kembali, bagaimana kita memperbaiki kedepan sehingga tidak terlalu
memboroskan jadi kita berpikir untuk masa depan anak kita yang masih banyak
membutuhkan perhatian terutama anak-anak kita sehingga secara tidak
langsungkan kita bisa berinventasi. Misalnya kita pelihara babi kita jual babinya
kan bisa tabung untuk mereka atau pelihara kuda atau kerbau
P : bagaimana latar belakang munculnya penyederhanaan adat kematian ?
N : ya awalnya munculnya itu berangkat dari pemahaman gereja secara teologia
tadi. mereka melihat bahwa di masyarakat ini, masyarakat sumba inikan masih ada hal-
hal yang perlu menjadi perhatian kita sehingga diadakan kebijakan ini, mempunyai
kepedulian mereka untuk coba membicarakan tentang hal budaya karena selama ini kan
tidak pernah dievaluasi tentang masalah budaya yang pada akhirnya yang lalukan
diadakan seminar. Seminar tahun 2007 waktu itu yang pertama yang saya katakan tadi
dua orang tokoh pendeta andreas hani dan pendeta melki turuk berawal dari situ sehingga
selama beberapa tahun muncul ide/gagasan bersama untuk kita coba melakukan evaluasi
dan rencana kami dulu dari pihak lembaga kita coba untuk muat di mulok jadi muatan
lokal sehingga anak-anak cucu kita kan mereka bisa melihat/mempelajari tentang budaya
kita yang sebetulnya dan untuk lebih mengetahui itu yang awal dulu sehingga kita coba
lakukan yang lalu itu kan akhirnya bisa berjalan nah tadi kita buat tahapan-tahapan
tadikan disitu ada pertemuan dan diskusi dengan berbagai tokoh, tokoh agama, tokoh
adat, tokoh masyarakat bahkan di pihak pemerintah daerah. Kita diskusikan itu hal yang
penting sehingga kita lakukan untuk melihat beberapa poin-poin itu perlu di perbaiki tadi
tentang budaya adat kematian tadi to. tentang bagaimana cara mengundangnya, cara
pemberian makannya dan lain sebagainya. Jadi awalnya tadi ya sosialisasi pertemuan
kabisu kita deklarasi sampai pada peraturan desa.
P : bagaimana bentuk kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ?
N : bentuknya itu kan yang pertama tadikan ada kesepakatan secara tertulis yang
sudah disepakati oleh berbagai kabihu/marga. Contoh kalau di desa A ada sekitar 15
marga ya 15 marga itu yang mewakili masyarakat tadikan yang untuk membuat surat
pernyataan berjanji bahwa tidak melanggar kesepakatan itu namun demikian bahwa tidak
harus secara tertulis saja tapi dalam bentuk sumpah adat juga itu menikam babi adat
sebagai kita orang sumbakan bahwa menyatakan darah dia tumpah dulu itu merupakan
sumpah adat, bentuk itu yang di lakukan oleh masyarakat. Nah jadi di beri kesempatan
selama beberapa bulan/ setengah tahun mereka untuk mengimplementasikan kesepakatan
tadi itu agar apakah mereka sudah menjalankan/tidak, kalau sudah menjalankan mereka
meminta lagi untuk membuat peraturan desa. karena mereka merasa ini adalah yang
paling tepat untuk kita lakukan itu salah satu bentuk itu yang kita lakukan nah...tadi kita
undang pemerintah ikut terlibat langsung memberikan dukungan untuk perda hukum adat
masyarakat.
P : apa saja isi kebijakan penyederhanaan adat ini pak ?
N : ya isi kebijakannya tadi itu yang masalah penyederhanaan adat kematian tidak
menghilangkan nilai-nilai luhur yang pertama lamanya jenasah, yang awalnya dia
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun masyarakat mencoba mengevaluasi kembali jadi
menurunkan lamanya jenasah menjadi 8 hari walaupun terjadi perdebatan juga tetapi
lebih banyak keinginan masyarakat yang 8 hari di banding dengan yang tidak.yang kedua
tentang pelayanan makan minum selama adanya mayat contoh 8 hari mayat ini di rumah
jadi hanya di beri makan 3 kali saja; makan pada saat pahamang yang kedua pada saat
mau penguburan besok/pamatumaling dan yang ketiga pada saat hari penguburan. Terus
pakameting itu pemberian hewan terhadap yang datang rombongan itu juga tidak
dihilangkan sama sekili tapi forum adat mencoba menawarkan yang lalukan satu
rombongan 1 ekor babi jadi sekarang di tawarkan apakah bisa 4 rombongan 1 ekor babi
dibagi 4 begitu. ada juga pelayanan sirih pinang, minum yang dilakukan yang lalu kan 3
kali pelayanan waktu pertama sampai kalau dia 100 ya 100 tanga wahil juga dan harus
dapat semua inikan terus yang kedua pada saat kalau dia minum dan yang ke-3 pada saat
dia makan. jadi pola kebijakan ini yang dilakukan ini ya apakah bisa kita lakukan.Tahap
pemberian sirih pinang yang pertama kita kasih perorang perwakilan saja jangan perorang
lagi. yang keedua tidak lagi sama dengan yang pertama tapi dia di kasih di satu tempat
saja entah kurang atau kelebihannya kan kita kasih ke rombongan karena mereka pahami
itu. Terus sama halnya dengan pemberian kain atau bungkus kain di mayat
ini/palumburungu jadi itu juga di batasi mereka bilang cukup sudah di wakili beberapa
marga begitukan jadi pilih saja dari pada kita taruh semuakan inikan mempunyai nilai
ekonomisnya. Pemborosan itu pada hal masih ada hal lain yang bisa digunakan itu
beberapa kebijakan yang dilakukan tadi masalah perjudian juga masuk karena ada yang
berjudi ditempat duka jadi kami berpikir tidak baik dilakukan di tempat duka.
P : bagaimana proses implementasi kebijakan ini ?
N : o ia itu jalan, yang kita lakukan inikan ada 44 desa yang sudah melakukan
sosialisasi terus 42 desa yang sudah pertemuan kabisu. Terus 22 desa yang sudah
melakukan deklarasi. Terus yang sudah mengajukan perdes ada 7 desa. Implementasi
jalan sekali sudah di bawah 8 hari semua.
P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan ini ?
N : sangat respon sekali. karena mereka ada kebijakan ini sangat senang sekali
mereka lebih berpegang pada kebijakan. karena di setiap desa ini kan mereka fotokopi
semua ini jadi mereka memegang semua ini kebijakan. Kalau umpanya sudah sepakat
dapat semuanya jadi ini mereka semua pegang. jadi kalau ada pelanggaran-pelanggaran
kan mereka sudah berpegang pada kebijakan yang tertulis ini.
P : bagaimana peran lembaga agama, budaya, pemerintah dalam menanggapi
kebijakan ini ?
N : peran lembaga agama ya ini merespon positif sekali mereka dari gereja mereka
disitukan ada forum adat juga di tingkat desa disitukan ada tokoh adat, tokoh
agama/majelis/komawam/pendeta mereka libat itu menjadi anggota 5 orang itu kalau di
desa ada tokoh adat, agama, masyarakat, bidang pendidikan terus tokoh muda meraka
membantu untuk turut mensosialisasikan ini baik pada saat PA rumah tangga bahkan
kalau di gereja menyampaikan lewat mimbar lewat khotbah karena kita libatkan juga para
pendeta-pendeta mereka di forum.
Peran pemerintah sangat mendukung sekali, mereka cukup senang cukup meresponi.
karena sebetulnya inikan tugas dan tanggung jawab pemerintah juga ya tapi karena ada
lembaga yang membantu masyarakat ya pemerintah sangat mendukung kenapa saya
bilang sangat mendukung karena setiap ada deklarasi pemerintah pasti hadir. Bupati ketua
DPRnya dan para pengurus bidang pasti hadir mereka. kalaupun bukan bupati paling
dilimpahkan pada asistent 1 mendukung sekali. pernah karena dukungannya dia
memberikan dana untuk sosialisasikan 12 desa yang bukan pelayanan WVI.
P : apa posisi bapak dalam proses pembuatan kebijakan ini pak ?
N : saya posisinya sebagai ya kalau dilihat itu bermain dibelakang layar kayak sutra
dara lah. Kita hanya memfasilitasi saja dimana kekurangannya tadi dari pengurus forum
adat mereka kita masuk bantu untuk saling mangisi dan itu mempunyai tujuan yang sama,
jadi kami tidak terlalu muncul kedepannya. mengapa kedepannya nanti orang
menganggap wah ini kan lembaga luar tukang atur-atur jadi oleh karena itu kita
membentuk forum ini jadi mereka yang berbicara di masyarakat ini karena mereka yang
tahu budaya sumba jadi perannya kita sebagai fasilitasi saja.
P : bagaimana peran bapak dalam proses perumusan kebijakan ini ?
N : kami selalu memberikan arahan tentang anak-anak kita berfokus pada anak
karena kita kemarin pemerihati anak ketika terjadi hal-hal dalam diskusi itu kita masuk
menjelaskan tentang pentingnya anak dan tujuan akhirnya ini anak kalau kita melakukan
mempunyai kesepakatan bersama untuk kita bisa meringankan beban ini jadi kami masuk
untuk meluruskan dan menjelaskan apa tujuan kedepannya sehingga dilakukan seperti ini
mereka memahami itu.. saya sering menyatakan kalau bapaknya hanya tamat SD anaknya
harus tamat SMP,SMA dan perubahan-perubahan ini yang kita lakukan. Ya kalau posisi
lain juga saya ikut terlibat misalnya mengidentifikasi persoalan adat kematian ini kan
saya lihat kondisi masyarakat to makanya saya berusaha dekati tokoh-tokoh yang
berpengaruh untuk mensosialisasikan ini masalah penyederhanaan budaya. Memang tidak
semua kebijakan yang kami sudah buat di sepakati semua tetapi banyak di revisi sedikit
tetapi lama-lama juga masyarakat setuju dengan kebijakan dan pada waktu sosialisasi
juga kami langsung revisi di depan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat yang hadir
disitu. ya mulai dari sosialisasi kebijakan, revisi kebijakan sehingga muncul kebijakannya
sampai pada akhirnya keluar perdesnya nahh itu umbu yang kami lakukan.
P : apa tujuan bapak turut serta dalam proses perumusan kebijakan ini ?
N : kalau tujuan saya, ya tadi kembali kepada masalah anak tadi karena kita menjadi
besar kadang-kadang anak ini kita sepelekan tidak sadar kita sebagai orang
tua/masyarakat melihat tentang pentingnya anak jadi tujuannya saya ya bagaimana orang
pikir. Orang yang terpinggir/tidak mampu bisa kita memberikan pemahaman pola pikir
yang bisa dipahami untuk tujuan kita kedepannya nah itu yang paling utama yang kedua
karena kita rasa memiliki kepedulian bersama karena kita melihat semakin mengikis
kehidupan kita ini jadi kita perbaiki ini budaya karena manusia juga yang buat ini.
P : apa yang mendorong bapak untuk turut berpartisipasi ?
N : ya tadi yang mendorong saya turut berpartisipasi karena punya rasa kepedulian
terhadap masyarakat kecil, orang miskin jadi saya berpikir bahwa kalau saya yang seperti
mereka bagaimana ya begitu. padahal itu lah yang saya lihat mereka mau menyampaikan
sesuatu tetapi karena tidak ada yang memfasilitasi atau tidak ada wadah yang
mempertemukan jadi itulah kita coba memediasi saling membagi pikiran begitu.
P : sejak kapan bapak mengikuti proses ini ?
N : itu sejaka tahun 2011 dan itu sudah mulai sosialisasi di tingkat-tingkat desa
yang ada di sumba timur.
P : apa hambatan yang dihadapi dalam proses ini pak ?
N : o memang banyak tantangan yang dihadapi ya itu tadi banyak masyarakat atau
tokoh-tokoh yang merasa kaget ketika forum ini kan menyampaikan gagasannya karena
di dalam forumkan ini ka nada WVI yang memfasilitasin. karena WVI ini kan ya saya
cukup mendapat tantangan yang besar bahkan ya di fitnah dimaki itu di media sosial kan
sampai ancam kiri kanan itu tadi kan karena memang belum bertemu langsungkan wajar
saja tadi waktu kalimat bilang yang mereka kritik tentang penyederhanaan adat. Itu
banyak tantangan tetapi pada akhirnya dengan berbagai cara kami coba untuk
mengadakan pertemuan-pertemuan WVI pertemuan perkantor ajak forum adat,
pertemuan GMKI bahkan sinode.
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : Jumat/05 pebruari 2016/ Jam 17 wita
Tempat : Kawangu/waingapu. Sumba timur
Sumber Informasi : Dr. Lapoe Mokoe (78tahun)
Posisi dalam Forum : Ketua Forum Peduli Adat Pangadangu Mahamu
P : Bagaimana latar belakang munculnya wacana kebijakan penyederhanaan adat?
N : ya, tapi saya melihat disekitar saya keadaan masyarakat dan pengaruh adat itu
luar biasa di kehidupan sosial mereka jadi saya ikut perihatinlah. Jadi menurut saya, adat
kematian itu memang suatu kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang dalam hal
hubungan sosial antar masyarakat menghadapi khususnya soal kematian itu menurut saya
itu wajar dan itu bagus sekali hanya dalam perjalanan waktu kelihatannya ini lalu
cenderung ditekankan atau di utamakan soal ekonominya sehingga saya rasakan dan saya
melihat itu pengaruhnya terhadap kehidupan ekonomi masyarakat ini itu jadi negatif ya.
Setiap orang kalau tidak ikut dalam adat itu dan tidak bawa apa – apa lalu dia merasa
tidak menghargai atau bagaimana sehingga dia tidak bawa apa – apa dia tidak datang dan
itu yang salah jadi hubungan itu tetap baik kalau pun dia tidak bawa apa- apa tetap datang
yang penting sebenarnya kehadirannya masalah hubungan itu jangan jadi putus karena
orang tidak bisa bawa apa-apa itu yang membuat saya ikut ambil bagian dalam forum
adat ini. Ah penunjukan saya sebagai ketua itu bukan karena saya sangat memahami
masalah adat Sumba Timur hanya karena senioritas saja sehingga saya ditunjuk sebagai
ketua ah.oke.
P : bagaimana latar belakang munculnya forum peduli adat pangdangu mahamu?
N : ah…. Jadi pertama tadi itu saya bilang, karena masing – masing dari anggota
forum ini sudah merasakan masalah itu, tapi kemudian ada pemicunya yaitu dari WVI.
WVI sudah melihat itu bukan hanya di Sumba Timur tapi diseluruh NTT terjadi hal itu.
jadi mereka, berinisiatif untuk menghubungi beberapa tokoh adat lalu memberikan ide
lalu bagaimana kalau suatu gerakan begitu. Lalu, buatlah musyawarah beberapa kali ah
sampai di dapat suatu keputusan kalau begitu kita buat saja suatu forum yang bergerak
dalam bidang ini penyerderhanaan adat itu artinya, kita tidak merubah adat, adat tetap
harus bisa berjalan karena itu apa namanya mempererat hubungan kekeluargaan tetapi
tidak boleh adat itu menyebabkan orang tambah miskin tetapi karena orang sekarang ini
kelihatannya usaha masyarat itu tiap tahun habis untuk adat itu saja padahal masih ada
keperluan lain khususnya misalnya, untuk masa depan anak– anak itu yang terbengkalai
nah okey.
P : itu proses terbentuknya? misalnya inisiatifnya siapa atau pemikirannya siapa ?
N : Pemicu pertama itu memang datang dari WVI. Jadi WVI ini program
mereka di Sumba Timur adalah pendidikan anak. Sehingga mereka melihat dalam
hal pendidikan anak ini pengaruh yang paling besar itu adalah adat. Itu mereka
lihat di desa jadi itu pak Amsal almarhum ini lalu dia menghubungi kami satu
persatu ngomong lalu kemudian muncullah wacana ini. Keinginan kami secara
bersama-sama mencoba untuk mengajak masyarakat untuk berpikir ulang lagi
tentang pelaksanan adat itu. Jadi mulai musyawarah-musyawarah dan itu di
sponsori oleh WVI dan kami memang merasa dan langsung menerima ide itu
karena kami juga secara pribadi masing-masing sudah melihat keadaan yang
pincang di masyarakat ini. Jadi pertama karena masing-masing dari anggota
forum ini sudah merasakan masalah ini, WVI sudah melihat itu bukan hanya di
Sumba Timur tapi diseluruh NTT. Jadi mereka, berinisiatif untuk menghubungi
beberapa tokoh adat lalu memberikan ide lalu bagaimana kalau buat suatu gerakan
begitu. Penyerderhanaan adat itu artinya, kita tidak merubah adat, adat tetap harus
bisa berjalan karena itu mempererat hubungan kekeluargaan tetapi tidak boleh
adat itu menyebabkan orang tambah miskin. P : kalau bentuknya itu bagaimana?
N : ah… bentuknya itu ah… mula – mula sebenarnya ah… apa namanya dalam
organisasi tanpa bentuk kemudian karena kebutuhan ah… apa namanya gimana gerakan
itu tentu perlu dana ya dank arena dana itu kita sudah coba pada awalnya itu WVi yang
menyiapkan dana dan itu terbatas hanya didesa – desa yang ah.. dimana wvi melakukan
pembinaan yaitu kurang lebih 48 desa padahal ada 160 lebih desa di Sumba Timur kita
butuh dana yang lebih besar, melalui PEMDA kami sudah usahakan dan kelihatannya
setuju apa..dan juga bersimpati dan mendukung tapi mereka tidak bisa membuat suatu
trobosan untuk bisa membantu jadi mereka hanya bantu satu kali saja dan lalu sudah itu
sesuai peraturan tidak boleh lagi bantu jadi karena bantuan pihak ketiga tidak boleh ah..
dua kali atau lebih sedangkan sebenarnya saya minta pak Bupati berpikir ah… jangan
dalam bantuan bentuk pihak ketiga sebenarnya saya minta Bupati ambil alih program
itu jadi programnya pak Bupati sehingga dana itu bukan lagi bantuan dari pihak ketiga
lain kali bersedia membantu pak bupati kalau dia punya cuman keliahatan tidak ada tanda
– tanda justru itu kami terpaksa harus mencoba mencari bantuan dari luar negeri tapi
sampai sekarang belum dapat nah… oleh karena itu kami perlu suatu bandan yang ah..
yang punya legalitas hukum jadi bentuknya adalah LSM yang punya anggaran dasar dan
rumah tangga nah..
P : Bagaimana respon masyarakat terhadap wacana penyerderhanaan adat ?
N : ah… sepanjang ini kami masuk kedesa itu semua masyarakat tertarik dan ah..
setuju hanya ada beberapa tokoh yang memang ah.. tidak setuju untuk itu ada dan itu
memang orang – orang yang merasa kalau ini diadakan apa namanya mungkin dibawah
mereka kebesaran mereka akan berkurang ya, dan itu juga tidak banyak
P : untuk wilanyah binaan WVI ini bagaimana implementasinya ?
N : itu sudah menerima dan melakukannya, membuat deklarasi itu sudah jalan yah..
memang cara pendekatan kami adalah pertama kali masuk kedesa bertemu dengan ah..
tokoh – tokoh masyarakat, tokoh adat, kita lemparkan ide itu kemudian mereka didesa
lalu musyawarah sendiri untuk bicarakan itu lalu kemudian ah.. dibutuhkan waktu untuk
berkomunikasi lagi lalu membuat kesepakatan. Kalau sudah ada kesepakatan itu kita buat
lah kasih ah…. Kita bisa minta mereka untuk ah… membuat suatu konsep deklarasi
begitu apa yang mereka mau jadi memang ada konsep yang kami lemparkan tapi
kemudian tidak mutlak untuk mereka pakai itu jadi sudah ada beberapa desa yang
mengadakan deklarasi itu sehingga sudah ada suara hati mereka sehingga pada tahap
berikut kita harapkan nanti akan ada perdes. Sedangkan untuk perda , itu kita sudah
mendapat lampu hijau dari bupati dan DPR ah…. Mereka bilang kalau sudah 60 persen
didesa menerima itu buat deklarasi mereka akan berani untuk membuat perda. Karena
dari pengalaman dulu sudah ada bebrapa kali dari tingkat kabupaten buat deklarasi atau
kesepakatan tapi tidak jalan itu hanya dari atas , jadi kita mau itu musti dari bawah dan
itu sudah jalan kurang lebih 60 persen mungkin sudah bisa kita buatkan perda begitu .
P : bagaimana lembaga agama dalam mendukung penyerderhanaan adat?
N : agama sangat mendukung jadi beberapa pendeta juga ikut dalam forum ini dan
ah…Didalam khotbah – khotbah juga sudah ada yang masukan masalah ini dan juga
mereka memang ah.. setuju cuman mereka tidak terlalu berani untuk bicara. Mereka ikut
terlibatlah begitu .
P : bagaimana peran budaya ?
N : ya itu tadi saya bilang artinya, ada tokoh masyarakat yang memang sangat –
sangat setuju, sangat mendukung ah… ya..ah.. dan ada juga yang menentang begitu
cuman mereka juga menentangnya tidak terlalu ah.. terang- terangan juga karena mereka
juga ah.. takut pengaruhnya dimasyarakat, jadi misalnya dimelolo itu raja Pau dia sangat
mendukung dan dia apa namanya anjurkan rakyatnya untuk menerima itu . sedangkan
di…. Hahar itu keluarga raja belum terlalu respon sehingga dihahar itu 4 desa sudah
deklarasi masih 3 desa yang belum deklarasi pengaruh raja – raja itu. Tapi kelihatan nya
mereka sudah melunak juga tinggal tunggu waktu saja ini untuk masuk lagi ulang seperti
Rambangaru, Praibokul, dan batapuhu tapi yang sudah deklarasi itu yang dihahar . kalau
di tabundung tidak ada masalah karena 10 desa semua sudah deklarasi. Eh… ini sekarang
yang sedang menyusul mau deklarasi itu diPinupahar sekarang tinggal tunggu waktu saja
untuk deklarasi karena masalah jarak juga disana.
P : Apa posisi bapak dalam forum peduli adat pangadangu mahamu ?
N : Saya di forum sebagai ketua. Saya ditunjuk waktu itu karena mereka bilang saya
senior disini. Jadi, saya dipilih oleh anggota forum. Okelah saya bilang tapi dalam hal a
nanti apa penjelasan tentang adat itu tetap saya bisa minta kawan-kawan yang lebih
mengerti jadi seperti pak paulus, pak marius, umbu tunggu, umbu rada, dan pendeta elias
sebenarnya tapi dia ini sudah almarhum jadi dia baru meninggal bulan kemarin….Jadi
posisi saya sebenarnya jadi hanya untuk pendorong saja, kasih semangat
begitu…hehehehe..
P : Apa saja peran dan tugas bapak dalam forum ?
N : Kalau peran saya, itu tadi saya sebagai ketua. Tugas saya sebagai ketua yaitu
memimpin, mengendalikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan forum baik
dalam pertemuan pengurus forum maupun dalam pelaksanaan sosialisasi penyederhanaan
adat. Saya juga bertugas untuk memimpin rapat harian maupun rapat bulanan karena
setiap selesai sosialisasi kami pengurus forum adakan rapat pengurus lagi untuk
membahas dan mengevaluasi apa yang sudah dihasilkan oleh tim dalam sosialisasi. Saya
sebagai ketua juga bertugas untuk menentukan dan memegang kebijakan umum forum.
P : Dalam sosialisasi penyederhanaan adat kematian, Sebagai ketua apa saja yang
bapa lakukan ?
N : ya tidak banyak…a a jadi apa,,,,artinya saya berusaha sekuat mungkin untuk
hadir pada setiap pertemuan memimpin rapat dan sebagainya dan terus a pada awalnya
memang saya selalu ikut ke desa-desa tapi sekarang sudah makin tua, makin lemah ya
tidak terlalu kuat lagi untuk selalu ikut ke desa-desa yang jauh saya tidak bisa lagi ikut
hehehehe. Tapi dalam masalah a misalnya ini pencarian dana luar itu saya ikut aktif lah
karena kalau bisa dana keluar itu perlu juga ada satu apa namanya kekuatan yang bisa
artinya orang luar itu bisa liat oh bekas bupati begitu ya jadi bisa di percaya lah begitu.
Untuk itu kami minta bantuan dari Rote, jadi rote itu sudah jalan dia punya
penyederhanaan adat dan mereka itu sudah beberapa tahun sudah 10 tahun mungkin
sudah jalan dan sekarang sudah bagus jalannya dan mereka juga sudah dikenal diluar
negeri jadi mereka juga menjadi anggota forum dari Negara-negara yang gerakkan ini di
asia sehingga kami kesana dua kali kami kesana untuk minta membantu kami dalam
mencari dana dari luar itu ada tokah yang berpengaruh didalam membantu kami mencari
dana diluar negeri siapa namanya ini lupa lagi saya hehehe…
P : Setiap kali sosialisasi penyederhanaan adat apa bapak selalu ikut?
N : Saat sosialisasi kami bagi tim, jadi setiap desa itu kami bagi dua sampai tiga
orang anggota forum tambah dengan WVI satu orang. Satu tim sosialisasi di satu desa,
jadi kerjanya menyebar tidak hanya di satu desa. Waktu sosialisasi di desa Ramuk saya
tidak ikut, saya tidak ikut karena jauh, tidak kuat jalan lagi karena maklum sudah tua kali
ya, hehehe. Tapi saya selalu pantau tim walaupun saya tidak ikut mereka sosialisasi.
P : Saat sosialisasi penyederhanaan adat bagaimana tanggapan masyarakat/kabihu?
N : Waktu tim forum pulang sosialisasi di desa Ramuk mereka bilang respon
masyarakat di desa Ramuk ini luar biasa sekali sampai-sampa masyarakat langsung minta
adakan deklarasi memang setelah sosialisasi yang kedua.
P : Sosialisasi pertama itu dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya?
N : Kalau dari forum diwakili oleh tim pak Paulus, pak Marius dan dihadiri oleh
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh pemerintah yang ada di desa, tokoh yang
dianggap berpengaruhlah di sana
P : Sosialisasi kedua yang dihadiri oleh siapa saja? Bagaimana hasilnya?
N : Sosialisasi yang kedua di hadiri oleh tim forum bersama dengan tokoh-tokoh
yang ada di desa macam tokoh adat mereka, tokoh masyarakat, tokoh pemerintah desa
dan juga semua masyarakat yang hadir dalam pertemuan sosialisasi di desa Ramuk.
P : Setelah sosialisasi apa saja yang bapak lakukan?
N : Kita di forum ini sesudah selesai sosialisasi di desa kami lakukan evaluasi ulang
lagi jadi kami rapat dalam kepengurusan forum kami mulai evaluasi dan bahas ulang
sudah itu hasil-hasil sosialisasi yang sudah di dapat di desa begitu. Kalau kami di forum
ini setiap tahun begitu ada 2-4 kali pertemuan evaluasi pengurus forum. jadi begini
setelah tim ini sosialisasi di desa kami ini beri waktu kepada masyarakat untuk berpikir,
uji coba dulu ini penyederhanaan adat sekitar 6 bulan sampai 1 tahun begitu na jadi kalau
sudah berhasil begitu kami tentukan sudah waktu untuk lakukan deklarasi begitu yang
kami lakukan di forum.
P : Setelah sosialisasi pertama berapa lama lagi waktu yang diberikan kepada
masyarakat untuk mempraktekkan penyederhanaan adat, maksudnya berapa jarak waktu
antara sosialisasi pertama, kedua sampai saat deklarasi?
N : itu yang saya bilang tadi bahwa setelah tim ini selesai sosialisasi begitu
masyarakat dikasih waktu enam bulan sampai satu tahun bahkan ada yang sampai dua
tahun untuk coba mempraktekkann penyederhanaan adat begitu, jadi kalau sudah sedikit
berhasil kami dari forum buat deklarasi sudah di desa untuk lakukan penyederhanaan adat
itu. Jarakn yaitu kurang lebih satu tahun karena kami juga di forum ini tidak terlalu buru-
buru juga untuk langsung deklarasi begitu na nanti dibilang pemaksaan lagi oleh
masyarakat kepada forum jadi kami hindari itu, jadi kami itu memberikan kebebasan
kepada masyarakat sndiri yang ambil keputusannya begitu na.
P : Bagaimana kerjasama tokoh-tokoh di desa ini?
N : tokoh-tokoh di desa ini kan kami ambil tokoh pemerintah, tokoh adat, tokoh
masyarakat untuk turut membantu kami di forum untuk sama-sama memberikan
pemahaman ke masyarakat itu yang menjadi landasan kami juga nanti untuk buat forum
kecil di desa yang terdiri dari tokoh pemerintah, tokoh adat, masyarakat begitu untuk
memantau masyarakat begitu. sejauh ini kerja sama tokoh-tokoh ini saling mendukung
satu sama lain tujuan kami ini ambil mereka ini supaya mereka juga dalam setiap ada
kematian begitu mereka menyampaikan itu begitu na.
P : apa tujuan bapak untuk ikut turut serta dalam proses penyederhanaan ini ?
N : ya tujuan saya ya kalau bisa itu masyarakat sumba timur dalam melaksanakan
adat kematian dan nanti perkawinan juga itu ahh coba di sederhanakan dalam masalah
ekonominya karena dia makin lama makin membesar saja jadi itu memberatkan
masyarakat saja jadi kalau ini bisa dipahami bersama dan masyarakat itu…jadi saya rasa
a a apa namanya tujuan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat bisa lebih
cepat…sekarang ini keliatannya orang apa yang diusahakan itu ambis untuk adat saja
sehingga untuk mensekolahkan anak tidak punya lagi uang ahhh itu kalau yang paling
terasa itu di kembera sana jadi itu tanah sudah banyak terjual karna urus adat saja jadi
tidak punya modal lagi jadi kalau tanah sudah di jual tinggal apa lagi tidak ada lagi nah
ini kita harapkan kalau ide ini diterima oleh semua masyarakat bisa dilaksanakan dengan
baik saya rasa akan sangat membantu…
Jadi tujuan yang pertama adalah hubungan kemasyarakatan itu tetap berjalan dengan baik
dan gotong royong masyarakat tetap berjalan tapi tidak memberatkan ekonomi
masyarakat itu tujuan kami…
P : apa yang mendorong bapak untuk ikut berpartisipasi ?
N : a jadi begini saya sebenarnya dari keluarga yang tidak apa namanya tidak terlalu
fanatic dalam melaksanakan adat jadi sehingga saya masih kecil itu kalau adat kematian
tidak ada yang harus seperti ini jadi harus potong ini potong babi itu tidak
ada..penguburan juga tidak pakai tunggu-tunggu, kesiapan ekonomi kalau tiga hari ya tiga
hari sudah…jadi untuk saya pribadi sebenarnya dengan keluarga sudah tidak ada masalah
dalam hal ini tetapi saya melihat keadaan dimasyarakat karena sekarang saya tinggal di
kawangu tinggal di desa juga jadi saya melihat penderitaan masyarakat disitu kalau sudah
ada kematian ya mereka sudah pantang-panting sudah ya karena saya disitu termasuk
orang yang lebih punya dari mereka jadi sering kali juga jadi sasaran sering di minta-
minta juga hehehe nanti datang mintanya pinjam nanti baru kembalikan tapi kembalinya
ini tidak tau yang penting pinjam dulu jadi korban uang banyak janjinya di kembalikan
tetapi naginya susah sekali sampai sekarang….jadi itulah membuat saya prihatin…yang
kedua lagi kalau ada orang kalau dia sudah tidak bisa bawa apa-apa dia tidak datang
sudah lah ini kan lalu hubungan keluarga bagaimana tidak enak juga jadi semakin jauh
juga saya tidak bisa bawa apa-apa jadi saya tidak datang dia bilang sudah ini kan susah
jadi itu yang membuat saya prihatin sehingga saya ikut sebagai sponsor dalam gerakan
ini.
P : bagaimana respon atau tanggapan dari masyarakat yang tidak menerima ini ?
N : ahhh keliatannya tidak ada reaksi apa-apa karena mereka tidak bisa berbuat apa-
apa juga karena itu kan kemauan dari keluarga yang bersangkutan to…contoh yang
kurang setuju itu dari kanatang anaknya raja kanatang kan dia tidak setuju jadi waktu ada
kematian di keluarganya dia melakukan kuburan ya melintang lah sampai orang yang
bukan keluarga juga dia menarik bantuan hahahahaha seperti itu lah a a a ya karena dia
pejabat ya orang mau tidak mau ikut saja…hahahaha…
Memang ini perlu ekstensi kemauan dan kerja keras yak arena kalau tidak akan tersapuh
oleh jaman a jadi ini saya tidak tau apakah ini berjalan terus nanti atau tidak karena
apanamanya a dana yang kami punya ini belum cukup jadi WVI ini stop sudah karena dia
hanya 44 desa saja wilayah binaannya jadi kami bilang yang desa yang lainnya ini
bagaimana sudah kami bilang begitu karena belum ada dana nah memang ada desa yang
berinisiatif sendiri a tanpa menunggu dari kami ada juga yang begitu tapi tidak banyak
perlu memang untuk harus menggerakan.
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : Kamis 21 Januari 2016 Pukul 14 Wita
Tempat : Ramuk, kec.Pinupahar, Sumba Timur
Sumber Informasi : Stepanus. M. Awang (55 Tahun)
Posisi dalam Forum : Tokoh pemerintah desa (Tim Forum peduli adat tingkat desa
yang di bentuk oleh FPA Pangadangu mahamu)
Perannya :
1. Membantu Tim FPA Pangadangu mahamu dalam melakukan
sosialisasi
2. Tim sosialisasi didesa (berperan untuk mengajak, memberitahu
masyarakat tentang penyederhanaan adat kemtian)
3. Penanggung jawab forum tingkat desa sebagai pengontrol
masyarakat dalam melakukan penyederhanaan adat kematian
(mengontrol, mengamati, dan mendampingi).
Deskripsi Wawancara
P : apa makna dan sejarah adat kematian menurut bapak ?
N : makna adat kematian sebenarnya lebih ke apa namanya lebih ke hubungan
keluarga ya supaya mempererat hubungan keluarga gitu. atau dengan kata lain adat
kematian ini merupakan warisan budaya kita orang sumba yang dilaksanakan secara
turun-temurun dari dulu. kita lakukan upacara adat kemtian ini sebagai wujud pengargaan
kepada leluhur kita yang meninggal.
N : Bagaimana sejarah adat kematian pak ?
N : jadi adat kematian ini sudah ada dari dulu jadi kalau sejarah ya dia berjalan terus
dari waktu ke waktu dan dilakukan karena ini merupakan warisan budaya. Kalau budaya
adat kematian ini masih sangat berkaitan dengan marapu dulunya jadi tata cara yang di
pakai itu masih marapu meskipun di ramuk ini 100% Kristen tapi prilaku orang saja
masih budaya marapu. Tradisi upacara adat kematian ini sudah ada sejak dulu, sebelum
kita lahirpun adat ini sudah ada, dan kita sudah di ajarkan dari kecil pelaksanaan adat ini.
Dulu waktu kecil sudah mengikuti alur pelaksanaan adat ini, karena orang tua dulu
mereka langsung mengajarkan tradisi ini pada kita, jadi sampai sekarangpun masih
diajarkan pada generasi-generasi muda.
P : apa tujuan adat kematian baik dari segi ekonomi, sosial budaya maupun politik
?
N : kalau dillihat dari segi ekonomi saya rasa tidak ada. Tetapi kalau segi politik
mungkin ada. karena terkadang orang menjadikan ini sebagai potensi untuk mencari
kedudukan atau penghargaan dalam bahasa sumbanya ye ka marambaka ni yea wana ka
tayi nah ini juga kadang menjadi persoalan bagi kita. Kalau dilihat dari segi sosial
budaya adat kematian ini sebenarnya salah satu cara kita mempererat hubungan kita
dengan leluhur dan hubugan kekerabatan kita dengan orang yang hidup kan itu
sebenarnya.
P : bagaimana pelaksanaan adat kematian yang sering dilakukan ?
N : kalau pelaksanaan adat kematian yang di lakukan disini tidak pakai cara marapu
lagi yang mana pakai acara yang sering di lakukan orang marapu misalnya yang pakai
papanggang to. Yang caranya bungkus mayat dengan cara marapu. Tetapi yang sering di
lakukan disini itu sudah biasa contohnya ketika dia meninggal begitu pertama-tama itu
kasih tau keluarga kalau dia meninggal hari ini jam sekian bilang begitu dulu untuk
sekedar tahu setelah itu selang 2 hari atau 3 hari kemudian di lakukan lagi pertemuan
keluarga untuk membahas cara undangnya, cara pakametingnya dan hari penguburannya
paling itu dulu setelah itu ada pertemuan lagi untuk menentukan hari penguburannya kan
begitu, itu yang sering dilakukan disini.
P : bagaimana dampak terhadap kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya ?
sekarang ini yang bapak lihat atau bapak rasakan begitu..
N : Kalau dampak dari kehidupan sosial ya semakin kuatnya ikatan keluarga ya
semakin erat, tetapi ini nahh kalau dilihat dari segi ekonomi ini yang berdampak sekali
dimana kita liat sendiri saat pesta adat kematian pasti banyak mengeluarkan dana yang
besar, materi dan sebagainya ini yang menjadi persoalan. Banyak orang yang ketika dia
mendapat duka biarpun dia sudah miskin tetap berusaha semaksimal mungkin untuk
melakukan pesta adat ndangunaka napa pandoina, wutangu la kalai la kawana ka tay
padahal daningu gara-gara a tayi (banyak sudah yang dia lakukan hutang kiri kanan
sebentar padahal tidak ada apa-apa juga) dia sudah miskin tetapi dia pasti selalu berusaha
untuk lakukan ini.
P : bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanaan adat kematian
?
N : Kalau kita di ramuk ini pertama kali itu muncul ini dari WVI (Wahana Visi
Indonesia) dulu mereka yang mulai mengangkat ini dulu bersama dengan tokoh forum
adat sumba waktu itu ada pedes di sini dan waktu itu tokoh-tokoh masyarakat dan adat di
desa ramuk hadir semua waktu itu nahh itu mereka pertama kali melakukan sosialisasi
penyederhanaan adat. Itu pada tahun 2013.
P : bagaimana bentuk kebijakan penyederhanaan adat kematian ini ?
N : bentuknya itu tertulis jadi mereka itu membawa kebijakan yang mereka sudah
rancang kemudian mereka melakukan sosialisasi di situ. dan disitu kami diskusikan
dengan tokoh – tokoh yang ada.
P : apa saja isi kebijakan itu pak ?
N : isi kebijakanya itu ya ini masalah lamanya mayat, cara undang penguburannya,
cara pakametingnya, cara makan minummnya itu sudah yang mereka ini sosialisasikan.
P : bagaimana proses implementasi kebijakan ini ?
N : implementasinya jalan kalau sekarang ini masyarakat sudah mulai pakai cara-
cara yang sudah di sosialisakan oleh tim forum adat sumba meskipun semua belum
masyarakat menerapkan itu. Tapi kemarin itu waktu ada kematian, waktu neneknya tika
meninggal itu susunan acara penguburannya itu sudah pakai konsep penyederhanaan adat
yang sudah di sosialisasikan oleh forum peduli adat.
P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan ini ?
N : sangat bagus sekali dan ini sudah banyak dilakukan. Contohnya ini kemarin
nyumu punya nenek saja hanya 1minggu langsung dikubur dan tata cara pelaksanaannya
itu sudah jalan ini penyederhanaan adat kematian.
P : bagaimana peran pemerintah ?
N : Kebetulan saya sebaagai pemerintah desa ya saya harus ikut turut terlibat juga
kan disini memberikan contoh kepada masyarakat bagaimana pentingnya ini
penyederhanaan adat kematian karena ini kita tau adat ini kadang kala juga memberatkan
masyarakat. Kadang kala tempat kematian itu di jadikan tempat perjudian, tempat minum
mabuk oleh orang-orang muda bahkan orang tua juga mereka na. Jadi menurut saya baik
sudah kalau adat kematian ini di sederhanakan karena itu tadi pengalaman kita sendiri
juga dalam melakukan adat ini memberatkan na banyak pengeluaran biaya, buang waktu
juga kadang-kadang.
P : Maaf bapa, kalau boleh tau apa bapak punya posisi atau jabatan di ini desa?
N : Iya umbu, saya sebagai sekretaris desa disini.
P : Maaf bapa, kemarin saya dengar disini ada pertemuan juga sosialisasi tentang
penyerderhanaan adat kematian, bisa bapak ceritakan prosesnya?
N : Memang betul umbu, kemarin itu ada pertemuan juga sosialisasi disini.
Pertemuan yang pertama itu sudah tahun lalu 2013. Waktu itu ada tokoh FPA sama-sama
dengan lembaga WVI datang di kampung sini baru mulai kumpul dan omong-omong
dengan kami dulu tokoh pemerintah, masyarakat, dan tokoh adat. Waktu pertemuan
pertama itu kami juga kaget, sempat tanya tokoh-tokoh ini dari mana, kalau WVI
memang sudah lama bertugas disini. Jadi tokoh-tokoh yang datang mulai jelaskan sudah
mereka punya maksud kedatang, mereka mulai bahas soal persoalan adat kematian,
mereka bilang bagaiman kalau adat kematian itu di sederhanakan. Awalnya kami semua
kaget dan banyak pro-kontra, kok bisa mereka sederhanakan adat. Tapi setelah mereka
jelaskan kami mulai mengerti sudah kalau mereka punya maksud baik. Akhirnya kami
tokoh pemerintah, masyarakat, dan tokoh adat sepakat untuk adakan sosialisasi dengan
masyarakat. Jadi kami mulai sudah kasih tau kabihu-kabihu yang ada di ini desa untuk
hadir dalam sosialisasi yang akan diadakan tokoh FPA dan WVI. Sesudah kami kasih
tahu masyarakat, kami kontak sudah tim FPA dan pengurus WVI untuk datang sosialisasi
begitu proses awalnya.
P : Bapak bilang tadi kan banyak pro dan kontra, itu pro dan kontra datangnya dari
pihak masyakatkah atau dari pihak pemeritah?
N : Oh iya umbu, waktu pertama kali banyak yang kontra begitu karena awalnya
belum dijelaskan secara rinci tentang penyerderhanaan adat ini. Tapi setelah dijelaskan
semua langsung menanggapi positif.
P : Bagaimana sampai masyarakat ini mau terima penyerderhanaan adat?
N : Ya, memang sulit awalnya umbu, tau sendiri kita orang disini masih terikat
dengan adat. Memang butuh waktu yang lama untuk kasih pemahaman dan yakinkan
mereka untuk sederhanakan adat.
P : Kira-kira berapa lama waktu untuk yakinkan masyarakat supaya sederhanakan
adat?
N : Ini penyerderhanaan adat sudah mulai dipromosi di desa Ramuk dari tahun
2013, tapi tidak langsung direspon dengan baik oleh masyarakat. Jangka waktunya 1
tahun baru masyarakat mulai ikut proses penyerderhanaan adat ini. Itupun setelah
sosialisasi tahun 2014 masyarakat akhirnya mau ikut adat kematian.
P : Di desa ini ada berapa diadakan kali sosialisasi atau pertemuan?
N : Kalau dihitung kami adakan pertemuan dua kali, yang pertama kami tokoh-
tokoh pemerintah, masyarakat dan adat saja. Sosialisasi yang kedua itu sosialisasi dengan
forum peduli adat dan WVI juga semua masyarakat desa ikut hadir dalam sosialisasi.
P : Setelah sosialisasi kedua, bagaimana respon masyarakat?
N : sesudah habis sosialisasi, mereka sudah mengerti maksud dan tujuannya forum
peduli adat, semua masyarakat langsung minta adakan deklarasi atau buat perjanjian adat
supaya pederhanaan adat itu langsung diterapkan dan tidak boleh di langgar.
P : Saat sosialisasi bapak berperan sebagai tokoh pemerintah atau tokoh adat?
N : Saat sosialisasi saya berperan sebagai tokoh pemerintah karena saya kebetulan
juga pengurus desa.
P : Sebagai tokoh pemerintah desa, bagaimana tanggapan bapak tentang
penyerderhanaan adat?
N : Ya, memang dulu saya juga berpikiran negatif terhadap Forum ini karena
mereka bilang mau sederhanakan adat, saya langsung pikir mereka mau rubah adat.
Tapi setelah mereka jelaskan maksud dan tujuannya, saya mengerti dan saya pikir ada
baiknya juga kalau adat itu di sederhanakan. Saya jadi langsung berpikir betul juga kita
ini terlalu terikat dengan adat yang memberatkan, jadi saya langsung tergerak hati
memang disitu untuk ajak masyarakat supaya mereka mau sederhanakan adat, untuk
hidup yang lebih baik.
P : bagaimana peran bapak dalam forum ini ?
N : kalau peran mungkin saya sebagai pengontrol masyarakat saja di sini. apalagi
saya disini sebagai salah satu pemerintah desa jugakan
P : Bagaimana bapak bisa cepat kasih respon positif terhadap penyederhanaan adat?
N : Ya, saya liat tokoh-tokoh forum bukan orang biasa, mereka orang-orang besar
yang punya pengaruh. Tokoh forum peduli adat ada mantan bupati pak Lapoe Mokoe
juga ketua KPK Sumba Timur bapak Paulus Taralandu, mantan Camat Haharu bapak
Marius. Jadi, saya pikir tokoh-tokoh ini saja mau ajak masyarakat untuk sederhanakan
adat. Padahal kalau dilihat mereka semua orang-orang kaya, tapi mereka kok mau
sederhanakan adat. Jadi, saya langsung pikir tidak ada salahnya kita ikut mereka punya
pola pikir yang mau sederhanakan adat untuk hidup yang lebih baik.
P : apa hambatan yang dihadapi dalam proses ini pak ?
N : nah ini juga persoalan tidak semudah itu kita mengubah budaya kita. kita tau
sendiri masyarakat ini kuat dengan adatnya, masyarakat sulit mengubah budayanya tetapi
perlahan-lahan kita dekati masyarakat mungkin pasti bisa kan. kalau habatan saya rasa
tidak secepat itu kita mengubah budaya kita ini, tetapi perlahan-lahan pasti bisa.
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : kamis 28 Januari 2016 Pukul 19 Wita
Tempat : Ramuk, kec.Pinupahar, Sumba Timur
Sumber Informasi : Yusak Domu Ndjuruhapa
Posisi dalam Forum : Tokoh adat/wunang (Tim Forum peduli adat tingkat desa
yang di bentuk oleh FPA Pangadangu mahamu)
Perannya :
1. Membantu dan mendampingi Tim FPA Pangadangu mahamu
dalam melakukan sosialisasi penyederhanaan adat di masyaarakat
2. Tim sosialisasi didesa (berperan untuk mengajak, memberitahu
masyarakat tentang penyederhanaan adat kemtian. Dan aktor ini
juga berperan untuk mengajak masyarakat untuk ikut sosialisasi
dan deklarasi penyederhanaan adat kematian di desa ramuk)
3. Penanggung jawab forum tingkat desa sebagai pengontrol
masyarakat dalam melakukan penyederhanaan adat kematian
(mengontrol, mengamati, dan mendampingi).
P : apa makna adat kematian menurut bapak?
N : sebenarnya adat kematian ini sudah ada dari jaman dulu, jadi kita ini jalankan
terus ini tradisi karena dari nenek moyang kita dulu sudah ada acara seperti ini. Kalau
maknanya sebenarnya untuk melanjutkan warisan budaya leluhur sebagai bentuk terima
kasih kita kepada leluhur karena ini kan masih ada kaitannya dengan budaya marapu. jadi
biar bagaimana pun kita harus jalankan ini budaya adat kematian. Kalau budaya adat
kematian di desa ramuk ini masih sangat aktif sekali sampai sekarang ini karena ini
berpengaruh pada masyarakat terutama kabihu-kabihu yang ada di sin ini satu sama lain
sangat berkaitan.
P : Bagaimana sejarah adat singkat adat kematian yang bapak pahami ?
N : kalau adat kematian ini sudah ada dari jaman dulu dan tradisinya itu dilakukan
terus sampai sekarang ini karena ini kan merupakan warisan budaya yang harus dilakukan
oleh siapapun karena ini sudah wajib dilakukan oleh orang sumba itu sendiri nah. Dari
jaman sebelum saya lahir pun ini tradisi adat kematian sudah ada jadi waktu saya lahir
dari tahun 60-an itu budaya ini sudah ada. Adat kematian ini kan sebenarnya merupakan
upacara yang harus dilakukan karena sebagai bentuk penghargaan kita kepada orang
sudah meninggal.
P : apa tujuan adat kematian baik dari segi sosial, ekonomi, politik maupun agama ?
N : Tujuan adat kematian ini sebenarnya untuk memberikan penghargaan kepada
orang yang sudah meninggal ya. Kita sama-sama saudara bersaudara untuk menghakimi
dan ini sebagai bentuk terima kasih kita kepada leluhur kan sebenarnya. Tujuan adat
kematian dari segi sosial sebanarnya ini kan lebih kepada kekeluargaan ya memperkokoh
hubungan keluargalah begitu apalagi kita di sini ini di ramuk hubungan kekeluargaannya
sangat kuat.
P : Bagaimana pelaksanaan adat kematian yang dilakukan di sumba timur ?
N : jadi pelakasanaan adat kematian yang sering dilakukan ini ketika pertama kali
begitu dia meninggal keluarga pergi kasih tau saja dulu lah begitu jadi dia pergi kasih tau
mati saja dulu dia meninggal jam sekian hari sekian di tempat ini paling begitu saja dulu
setelah itu baru kummpul semua keluarga untuk musyawarah unntuuk masukkan dalam
peti lagi setelah itu baru dilakukan lagi musyawarah untuk menentukkan hari
penguburannya yang sering dilakukan di ramuk ini kan seperti itu. Dalam acara ini kan
masih berlaku yang cara undang ana kawaini cara undang yera kan masih berlaku disini
jadi dari sekian banyak anakawini dan year yang ada itu masing-masing mendapat
undang.
P : Bagaimana dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi, politik dan agama
menurut bapak ?
N : sebenarnya ini kalau kita lihat dari sesi ekonomi sebenarnya merugikan sekali
yah banyak menyita waktu, tenaga, materi dan lain-lain tapi mau tidak mau budaya ini.
Biar bagaimana pun tetap dilakukan karena ini merupaakan warisan budaya juga. Ini juga
berdampak pada kehidupan masyarakat adanya pencurian ternak, kehilangan barang
berharga, hutang kira kanan sudah to untuk lakukan ini pesta adat nah itu juga menjadi
kendala kita biarpun sudah miskin tetapi kita selalu berusaha untuk melakukan pesta adat
ini.
P : Bagaimana latar belakang munculnya kebijakan penyederhanan adat kematian ?
N : penyederhanaan adat muncul ini pada tahun 2013 yang lalu itu ada acara WVI
waktu itu pedes (pesta desa)…nahh itu WVI dan tokoh-tokoh forum adat sumba
mengumpulkan semua tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh adat yang ada di ramuk
untuk melakukan sosialisasi tentang penyederhanaan adat ini tetapi waktu itu belum di
tanggapi serius oleh masyarakat karena kaget juga waktu itu kan.
P : Bagaimana proses terbentuknya wacana kebijakan penyederhanaan adat
kematian?
N : Wah kalau itu saya tidak tau lagi karena ini kan yang pertama adakan ide ini
WVI dengan tokoh forum adat sumba timur jadi mereka mungkin lebih tau tentang proses
terbentuknya ini hehehe. Ya kalau tidak salah ya mungkin mereka melihat pelaksanaan
adat kematian ini yang mengeluarkan biaya yang banyak dan memberatkan masyarakat
ya jadi mereka berinisiatif begitu.
P : bagaimana bentuk kebijakan penyederhanaan adat kematian itu pak ?
N : mereka ini melakukan sosialisasi disini dengan membawa isi kebijakan ini yang
sudah tertulis dalam kertas mereka melakukan sosialisasi. Nah dari isi kebijakan ini tidak
semua di sepakati oleh maasyarakat waktu itu jadi mereka ini merubah lagi kebijakan
yang mereka sudah buat tadi setelah itu nanti di sosialisasikan lagi. Itu pada pertemuan
pertama setelah itu mereka rubah lagi itu kebijakan yang mereka sudah buat dan
sesuaikan dengan permintaan kami begitu.
P : apa saja isi dari kebijakan penyederhanaan adat ini ?
N : ya yang merka sosialisasikan ini yaitu lama penyimpanan mayat maksimal 8
hari, cara undangnya juga, cara pakameting juga (itu cara makan minum dan pemberian
kameti), aspek pembawaan yera dan anakawini dan cara membalasnya, dan pembatasan
kain yubuhu untuk palumburungngu (kain kafan) ya itu yang di sosialisasikan di sini
kemarin.
P : bagaimana proses implementasi kebijakannya ?
N : kalau di ramuk sini ini awalnya dulu belum karena masyarakat belum paham ini
maksud penyederhanaan adat. Tetapi setelah di sosialisasikan ulang berkali-kali sudah
tiga kali sosialisasi ini baru masyarakat mulai mengerti sudah ada benarnya juga ini
penyederhanaan adat mereka bilang begitu sudah nah mulai dari itu setiap ada kematian
sudah mulai pakai sudah cara-cara yang disosialisasikan tadi sampai sekarang. Awalnya
memang dulu banyak yang tidak setuju tetapi lama-lama masyarakat juga setuju dengan
ini.
P : bagaimana respon masyarakat terhadap kebijakan penyederhanaan adat
kematian ini ?
N : seperti yang saya bilang tadi itu awalnya masyarakat masih pro dan kontra
terhadap kebijakan ini tetapi lama makin lama banyak juga yang setuju jadi menurut saya
ini respon yang luar biasa dari masyarak.
P : bagaimana peran lembaga agama pak ?
N : kalau peran lembaga agama saya kira sangat respon apalagi pada setiap
sosialisasi ini majelis maupun pendeta selalu hadir.
P : bagaimana peran pemerintah dalam menanggapi ini pak ?
N : peran pemerintah desa saya kira harus turut terlibat dalam melihat masyarakat
ini karena kita tau sendirikan masyarakat kita ini banyak yang hanya petani jadi menurut
saya ada bagusnya kalau kita di ramuk ini lakukan penyederhanaan adat ya melihat
kondisi ekonomi kita juga ini kan coba nyumu lihat sendiri kan di sini itu seperti apa.
P : Maaf bapa, kalau boleh tau apa bapak punya posisi di ini desa?
N : Ndia na umbu, saya hanya masyarakat biasa saja, kalau ada urusan adat, saya
sebagai wunang (juru bicara). Ya tugas saya sebagai wunang saja, saya sebagai tokoh
adat ya saya melakukan tugas saya sebagai wunang ya melihat masyarakat untuk
membantu menjalankan adat kematian itu saja.
P : Maaf bapa, kemarin saya dengar disini ada pertemuan juga sosialisasi tentang
penyerderhanaan adat kematian, bisa bapak ceritakan prosesnya?
N : O betul umbu, kemarin memang ada pertemuan di sini, saya sempat ikut sebagai
tokoh adat. Jadi pas ada pertemuan pertama kalau tidak salah tahun lalu 2013. Ada orang-
orang WVI dengan tokoh-tokoh peduli adat Sumba Timur. Kami tokoh pemerintah,
masyarakat, dan tokoh adat diminta untuk kumpul dan diskusi dengan kami WVI dan
tokoh-tokoh forum peduli adat itu. Pas pertemua pertama mereka mulai bahas soal adat
kematian. Jadi, mereka bilang waktu itu adat ini perlu disederhanakan dengan alasan
mereka bilang karena adat ini terlalu boros dan memberatkan masyarakat, terutama adat
kematian. Wah kami semua sempat kaget, bagaimana bisa sederhanakan adat. Tapi
dorang jelaskan sudah proses penyerderhanaan adat itu. Ternyata setelah dijelaskan dan
saya pikir memang betul adatnya kita orang Sumba ini memberatkan. Jadi memang perlu
disederhanakan tapi maknanya tetap. Akhirnya kami tokoh pemerintah, tokoh adat, tokoh
masyarakat yang ikut sepakat untuk ajak masyarakat untuk diskusi dan sosialisasi dengan
tim forum peduli adat begitu umbu.
P : Bagaimana respon awal masyarakat waktu bapak ajak mereka diskusi dan
sosialisi?
N : Ada yang pro, ada juga yang kontra waktu itu umbu, karena pertimbangan dari
mereka yang kontra mereka bilang ini bisa rubah nilai adat. Jadi, mereka menolak
penyerderhanaan adat ini. Kalau mereka yang pro, mereka malah senang waktu kami
sampaikan hasil diskusi dengan tokoh forum peduli adat. Mereka punya pemikiran yang
sama dengan saya. Jadi mereka bilang wah bagus juga ini ide penyerderhanaan adat,
karena meringankan kita juga mereka bilang begitu.
P : bagaimana dengan orang-orang yang kontra? Bagaimana cara bapak membujuk
mereka untuk mau terima penyerderhanaan adat?
N : Memang susah bujuk mereka ini. Jadi saya punya cara lain untuk bisa bujuk
mereka. Nah, kebetulan saya wunang (juru bicara) kalau setiap ada adat baik adat
kematian atau adat perkawinan saya selalu omong tentang penyederhanaan adat. Saya kan
wunang jadi mereka mau dengar saya karena saya yang sering jadi kunci adat. Ya, mau
tidak mau harus ikut sudah, hehehehehe.
P : Kira-kira berapa lama waktu untuk yakinkan masyarakat supaya sederhanakan
adat?
N : Jadi, ini tidak pakai waktu kalau menurut saya. Karena saya ini setiap adat
selalu omong dan juga sekarang ini saya lihat sudah banyak yang berbalik yang dulunya
kontra sekarang sudah mulai pro. Ya, kira-kira 1-2 tahun lah begitu. Makanya setiap kali
ada adat kematian saya selalu ada untuk kasih pemahaman.
P : Di desa ini ada berapa kali diadakan sosialisasi atau pertemuan?
N : Kalau untuk pertemuan baru satu kali saja, itu yang pertama, yang kami hanya
tooh-tokoh yang ada di desa dengan tokoh-tokoh forum penyederhanaan adat. Trus kalau
sosialisasi baru satu kali saja, tahun 2014 pas saat sinode di Ramuk. Sosialisasi yang
terakhir itu kalau tidak salah sekalian dengan deklarasi nanti.
P : Setelah sosialisasi terakhir tahun 2014, bagaimana respon masyarakat?
N : Ya responnya luar biasa waktu itu. Yang saya lihat yang awalnya kontra
akhirnya pro juga. Habis sosialisasi waktu itu, semua masyarakat langsung minta buat
deklarasi atau perjanjian adat supaya penyederhanaan adat itu langsung dijalankan dan
tidak boleh dilanggar.
P : Sebagai tokoh adat, bagaimana tanggapan bapak tentang penyerderhanaan adat?
N : Kalau menurut saya, ada bagusnya juga forum ini punya ide untuk sederhanakan
adat. Ya, saya berpikir bahwa apa yang disampaikan forum tentang persoalan adat
memang seringkali memberatkan masyarakat sampai-sampai bikin miskin, hutang kiri-
kanan karena adat, apalagi kalau adat kematian karena sifatnya tidak direncanakan. Saya
tau ini karena saya wunang, apa-apa yang dibutuhkan saat adat saya tahu semua, baik itu
bentuk pelaksanaannya sampai apa saja yang dibutuhkan. Memang memberatkan apalagi
bagi masyarakat yang kurang mampu. Misalnya saja saat ada kematian walaupun tidak
punya apa-apa mulai sudah pinjam kiri-kanan, minta kiri-kanan untuk bisa tetap
laksanakan adat. Di desa Ramuk banyak orang yang suka simpan mayat berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun karena alasan belum punya dana yang cukup untuk undang
keluarga yang jauh dan untuk keperluan adat. Memang saya juga sudah pernah rasa
susahnya.
P : Bagaimana bapak bisa cepat kasih respon positif terhadap penyederhanaan adat
kematian ?
N : Ya, saya cepat kasih respon karena saya sadar betul-betul kalau adat ini
memberatkan jadi perlu disederhanakan. Saya sendiri juga lihat orang-orang yang punya
gagasan awal, orang-orang yang berpengaruh macam pak Lapoe Mokoe inikan mantan
bupati, macam pak Paulus Taralandu juga salah satu tokoh adat yang berpengaru di
Kambera sana. Jadi, dorang ini saya jadi patokan dan contoh buat saya, karena saya pikir
mereka saja ini mau sederhanakan adat. Kenapa kita tidak Kan begitu.
P : apa tujuan pribadi dari bapak untuk turut serta dalam proses ini ?
N : ya mungkin dengan ikutnya saya sebagai wunang mungkin masyarakat bisa
melihat dan sadar kali ya pentingnya penyederhanaan adat ini. apalagi saya ini wunang
(juru bicara adat) jadi apa yang saya omong pasti di dengar oleh masyarakat.
P : selain ikut sosialisasi penyederhanaan adat ini, apakah bapak punya pengalaman
lain?
N : jelas banyak sudah umbu apalagi saya wunang ini saya selalu mengikuti acara-
acara kematian dan perkawinan juga jadi saya bisa tau adat sumba ini seperti apa. Itulah
dari awal saya melihat ini gagasan yang di sampaikan oleh Tim FPA bagus sekali karena
memang saya betul-betul merasakan ini persoalan adat.
Transkrip Wawancara
Hari/Tanggal : Minggu 31 Januari 2016, Pukul 19 Wita
Tempat : Ramuk, kec.Pinupahar, Sumba Timur
Sumber Informasi : Yonathan. P. Ratundima
Posisi dalam Forum : Tokoh Masyarakat/adat (Tim Forum peduli adat tingkat desa
yang di bentuk oleh FPA Pangadangu mahamu)
Perannya :
1. Membantu Tim FPA Pangadangu mahamu dalam
melakukan sosialisasi adat kematian di masyarakat
2. Tim sosialisasi didesa (berperan untuk mengajak,
memberitahu masyarakat tentang penyederhanaan adat
kemtian)
3. Penanggung jawab forum tingkat desa sebagai
pengontrol masyarakat dalam melakukan
penyederhanaan adat kematian (mengontrol,
mengamati, dan mendampingi).
P : Apa makna dan bagaimana sejarah adat kematian di sumba timur ?
N : nagunnana wamu hena ya nuna ndu njaka ningu mameti lakeluarganda,
lakalembinda kita melakukan pesta adat untuk penghargaan untuk na tau meti dengan
kita melakukan pesta adat kematian to umbu (gunanya yaitu kalau ada keluarga yang
meninggal kita melakukan pesta adat untuk penghargaan pada orang mati dengan
melakukan pesta adat kematian to umbu). na tau nama meti kan nyutu harus ta tembi
mayaka mbani unna hamana mbani luripa lapinu tana na kapercayaan aslinda nyuta
yena kan masih marapu dulunya jadi adat kematian ini kita harus lakukan terus karena
merupakan warisan leluhur (orang yang sudah meninggal kita harus hargai sama seperti
dia waktu masih hidup di bumi, kepercayaan aslinya kita kan marapu dulunya jadi adat
ini harus kita lakukan terus karena merupakan warisan leluhur).
P : Mengapa kita harus melakukan pesta adat kematian ini ?
N : ini kan sudah tradisi umbu nyutu tau luri tapalakuya yena na budaya wamu kan
(kita orang yang hidup kita jalankan ini budaya kan) sudah warisan secara temurun-
temurun dari dulu tiap ada yang meninggal ini kita lakukan terus-menerus…tapalakuya
yena na tradisi kan dalam huri marapu sebagai bentuk ucupan syukur dan trimakasih
nda nyuta hangganya namurutau ndu (kita lakukan ini tradisi kan dalam kepercayaan
marapu sebagai bentuk ucupan trimakasih kita kepada yang maha kuasa). Tapi perlu
umbu ketahui di ramuk ini sudah Kristen semua loh tapi budayanya ini yang masih kental
sekali dengan tradisi budaya marapu ini adat kematian.
P : Bagaimana sejarah adat kematian ?
N : adat kematian ini sudah ada dari dulu dari jaman nenek moyang kita ini sudah
ada. inikan sebenarnya tradisi warisan nenek moyang yang tidak boleh di langgar oleh
siapapun jadi na tau nama meti lapinu tana yena nameti hanya pandi na pangia welingu
lapinu tana la awang paraingu marapu (orang mati ini dia hanya pindah tempat dari
dunia ini ke dunia dunia marapu) jadi kagiki na nyuta hita palaku manuya yena na tradisi
meti kan (jadi kenapa kita lakukan ini tradisi meti) sebagai penghargaan nda nyuta (kita)
terhadap leluhur dan oang yang mati jadi kita perlakukan dia ini sama seperti waktu dia
masih hidup di dunia ini.
P : Apa tujuan adat kematian baik dari (social, ekonomi, politik, agama) ?
N : itu tadi yang saya bilang tujuannya itu hanya melakukan mandat atau apa
namanya warisan buadaya yang sudah ada sejak nenek moyang kita dari dulu-dulu
sampai sekarang.
P : Kalau tujuan adat kematian dari segi sosial apa ?
N : tujuannya ya kita melakukan pesta adat ini kan supaya hubungan kita dengan
leluhur tidak putus. Disisi lain juga mmpererat kekeluargaan kita njaka pas ningu
mapamuhungu, mapalumungu atau nama dapa tanda lakalembi na lai nu bisa nama
pandami dangu napatada (mempererat kekelurgaan kita jika ada yang bermusuhan,
berkelahi, tidak saling kenal di situ bisa berdamai dan saling kenal). njama ndi hiwana li
meti nama pandamita wana ni jadi njaka ningu mapamuhungu la li meti jea napa ngia
papadamina (makanya ada yang bilang tempat kematian adalah tempat berdamainya
bagi orang yang bermusuhan).
P : kalau dari segi ekonomi, politik atau agama begitu pak ?
N : kalau dari ekonomi politik saya rasa tidak, kalau dari segi agama itu tadi
warisan kepercayaan leluhur dulu kan sebelum masuknya kristen dari nenek moyang kita
ini marapu loh. Jadi tradisi yang kita jalankan ini merupakan tata cara kepercayaan
marapu yang dilakukan oleh nenek-moyang kita yang sudah meninggall dan ini berjalan
terus sampai sekarang. Walaupun kita di ramuk ini sudah Kristen semua tapi budaya adat
kematian ini dalam tata pelaksanaannya masih budaya marapu.
P : Bagaimana pelaksanaan adat kematian yang dilakukan (bentuk pelaksanaan,
susunan, aturan, waktu, jumlah) ?
N : yang sering kita lakukan di ramuk ini pelaksanaan adat kematian begitu ada
yang meninggal pertama kali kita kasih tau dulu keluarga terdekat begitu bahwa telah
meninggal ini jam sekian, disini (tempat dia meninggal), pada hari sekian ya begitu dulu
sesudah itu baru di kasih tau di ligkungan terdekat itu kita kasih tau wunang tokoh-tokoh
dan juga majelis. Tapi sekarang la yehu la ramuk yena njaka ningu mameti haatu tau
laku parenggang nanyaka pa beli mbahi la karenja (disini di ramuk ini kalau begitu ada
yang meninggal satu orang akan cepat pukul gong/bel di geraja). sesudah itu na tau mini
himbu naka aii punggunaka pa mbolananyaka njaka na tau kawini manahu
wangunanyaka pahappa tayi (sesudah itu yang laki-laki dia cari kayu dia potong dia
pahat sudah kalau yang perempuan ada yang masak ada yang kasih pahappa setiap orang
yang datang) kalau kayu peti ini sudah habis di pahat mayatnya akan di masukan dalam
meti dan bungkus dengan kain sumba. Sesudah itu keluarga dan tokoh-tokoh akan
berkumpul dan bermusyawarah tentukan hari penguburannya dulu sesudah itu kita
tentukan mana yang di undang dengan cara adat dan yang tidak macam udang yera
anakawini dengan kawuku tera (keluarga paman dari ibu dan keluarga saudara
perempuan dari bapak). yang ketiga sebelum hari penguburan ada namanya pamatu
maling di rumah duka sebelum harinya penguburan.
P : pamatu maling itu seperti apa pak ?
N : ya itu pamatu maling semua kabihu-kabihu, tamu-tamu yang diundang akan
berkumpul semua di rumah duka dengan berbagai macam pembawaannya.
P :Bagaimana dengan dampak terhadap kehidupan social, ekonomi, politik dan
budaya ?
N : tidak ada dampak karena ini kan kita lakukan sudah warisan budaya loh. Kita
lakukan pesta adat ini kan sebagai bentuk ucapan syukur kita terhadap leluhur. Tetapi
dari segi ekonomi memang sangat berpengaruh karena disitu mengeluarkan biaya yang
begitu banyak. Misalnya saja kita menyiapkan dana untuk kematian dari proses dia
meninggal sampai pada penguburannya itu membutuhkan biaya yang sangat besar dan
banyak, biaya makan minum tamu/karabat yang datang itu tidak gampan. Kita siapkan
hewan yang di potong juga kan. kalau dari sosial saya rasa tidak berpengaruh malah disitu
adat kematian ini lebih mempererat hubungan kita dengan leluhur, hubugan kita dengan
keluarga atau kerabat.
P : Bagaimana latar belakang munculnya kebijakann penyederhanaan adat
kematian ?
N : dulu tahun tahun 2013 itu lembaga WVI ( Wahana Visi Indonesia ) mereka ini
mengadakan pertemuan di desa ramuk dengan beberapa tokoh dari kabupaten mereka
sosialisasikan maksud penyederhanaan adat kematian ini itu disini. mereka ini bersama
dengan tokoh mantan pejabat juga macam pak paulus pak marius itu umbu. Jadi saya tahu
adanya kebijakan penyederhanaan adat kematian ini dari mereka dulunya di ramuk ini
mereka sudah dua kali sosialisasi itu pada tahun 2013 dan 2014 kemarin pada saat sinode.
P : Bagaimana proses terbentuknya wacana kebijakan penyederhanaan adat
kematian ? (insiatif sapa ? mengapa mereka mempunyai pemikiran seperti itu ?. apa
tujuannya ?)
N : wahh njaka nuna hena daku pihamu anyapa umbu (wahhh kalau itu saya kurang
tahu umbu). nappa pingu nggu nuna aka nukawai welingu la WVI ndama ngandiya lai
yehu (yang saya tahu itu cuman itu tadi WVI yang membawa itu disini). WVI ini mereka
lebih melihat dari pendidikan anak jadi mereka bilang hewan atau biaya yang digunakan
saat adat kematian itu bisa dimanfaatkan untuk menabung untuk anak sebagai modal anak
untuk pendidikan begitu na. Jadi mereka ini mensosialisasikan ini gagasan di masyarakat
karena mereka juga melihat kemiskinan mungkin ya, macam di ramuk ini ekonomi masih
lama misalnya penghasilan rendah sekali ini dan juga pendidikan masih rendah belum
terlalu banyak sekolah sampai di SMP, SMA apalagi yang serjana jadi paling banyak
disini Tamat SD bahkan banyak juga yang tidak tamat begitu.
P : Bagaimana bentuk kebijakan penyederhanaan adat kematian ?
N : bentuknya ini mereka kan ini WVI dengan tokoh-tokoh forum peduli adat yang
datang sosialisasi disini, jadi mereka ini menyampaikan gagasan penyederhanaan adat
kematian di ramuk. jadi waktu itu kami pertemuan dengan mereka membahas persoalan
adat kematian yang terjadi di ramuuk ini
P : apa saja isi kebijakannya ?
N : isinya itu yang di sosialisasikan lamanya mayat itu di batasi 8 hari kalau tidak
salah, pembawaan yera-anakawini juga disitu di batasi, cara undangnya dan apalagi ya
cara pakametingnya juga itu umbu di batasi. Jadi mereka tawarkan itu supaya tidak
membebani saat kematian.
P : bagaimana proses implementasi kebijakan/penyederhanaan adat kematian di
desa ini?
N : untuk sejauh ini sudah banyak yang jalankan ini penyederhanaan adat kematian.
memang pada pertemuan awal dulu itu wacana belum di tanggapi dengan serius oleh
masyarakat. tetapi pada sosialisasi pada tahun 2014 itu wahh itu respon masyarakat sudah
terima ini penyederhanaan adat kematian. Sampai mereka waktu itu minta untuk lakukan
deklarasi umbu.
P : bagaiamana respon masyarakat terhadapa wacana kebijakan penyederhanaan
adat kematian ini ?
N : responnya luar biasa, sejauh ini masyarakat sudah menerapkan itu
penyederhanaan adat meskipun belum deklarasi, contoh saja bulan lalu itu ada kematian
di keluarga umaladjik itu proses pelaksanaannya itu sudah pakai cara penyederhanaan
adat kematian yang sudah di sampaikan oleh Tim FPA waktu sosialisasi. semua tata cara
pelaksanaannya itu sudah pakai konsep yang sudah di kasih oleh FPA
P : Maaf bapa, kalau boleh tau bapak posisi sebagai apa di desa sini?
N : Iya umbu, saya di desa sini sebagai tokoh masyakarat dan adat juga.yah kalau di
dalam adat saya termasuk juga tua-tua adat lah disitu.
P : Maaf bapa, kemarin kalau tidak salah disini ada pertemuan atau sosialisasi
tentang penyerderhanaan adat kematian, bisa bapa ceritakan prosesnya?
N : Ya memang ada umbu, itu yang diadakan oleh WVI waktu acara pesta desa
yang dibuat WVI. Waktu itu, WVI kasih tau kalau ada pertemuan dengan tokoh-tokoh
adat dari lembaga peduli adat Sumba Timur. Jadi, prosesnya waktu itu kami diajak untuk
diskusi bahas soal adat kematian. Kami yang ikut diskusi waktu itu ada pemerintahdesa,
tokoh adat, dan tokoh masyarakat. Jadi, pertama mereka omong tentang persoalan adat
kematian ini perlu disederhanakan begitu. Mereka bilang ada beberapa poin yang perlu
dikurangi atau disederhanakan dalam pelaksanaan adat kematian. Menurut mereka
pelaksanaan adat kematian sering memberatkan dan merugikan masyarakat karena adat
yang terlalu berlebihan mereka bilang begitu umbu.
P : bagaimana respon/tanggapan bapak terkait wacana penyederhanaan adat ini ?
N : Ya, awalnya saya sendiri juga kaget, karena mereka langsung omong begitu.
Jadi saya awalnya berpikir negatif. Saya bilang jangan-jangan mereka mau datang untuk
rubah adat ini. Tapi, setelah mereka jelaskan akhirnya saya bisa terima mereka punya ide,
setelah mereka jelaskan maksud dan tujuan penyederhaan adat juga poin-poin yang perlu
disederhanakan seperti masalah penyimpanan mayat yang terlalu lama, masalah makan-
minum atau pakameting terus masalah balasan untuk pihak yera (paman) dan anakawini
(pihak saudara perempuan dari ayah). Jadi saya langsung kasih positif sudah waktu
mereka sampaikan maksud dan tujuannya. Saya berpikir, betul juga yang disampai oleh
mereka ini, bahwa adat itu memberatkan kita. Nah itu saya lihat sendiri kondisi
pelaksanaan adat kematian yang sering dilakukan selama ini disini dan itu memang betul
memberatkan, saya sendiri rasa beratnya adat seperti apa. Jadi saya bilang wah bagus juga
kalau ada ide seperti ini. Setelah pertemuan pertama dengan tokoh-tokoh forum peduli
adat ini kami diajak untuk kasih tau masyarakat tentang penyederhanaan adat dan kami
juga diminta untuk tentukan waktu untuk sosialisasi ditingkat desa. Jadi, kami mulai ajak
masyarakat juga kabihu-kabihu yang ada disini untuk hadir di sosialisasi tigkat desa.
P : Saat sosialisasi bapak berperan sebagai apa?
N : saya berperan sebagai tokoh masyarakat waktu itu.
P : bagaimana peran bapak dalam forum ini ?
N : peran saya sebagai pengontrol masyarakat saja di sini. Ini kan kami di kasih
tugas oleh Forum peduli adat pangadangu mahamu untuk mengontrol pelaksanaan
kematian di masyarakat desa ramuk.
P : Bagaimana respon masyarakat waktu bapak ajak mereka untuk ikut sosialisasi?
N : Jadi, waktu itu sebelum saya ajak mereka ikut sosialisasi saya jelaskan dulu
hasil diskusi pertama dengan tokoh-tokoh forum saya bilang mereka itu punya maksud
baik dan saya juga kasih tau kalau tokoh-tokoh forum tokoh-tokoh penting di Sumba
Timur. Seperti pak Lapoe Mokoe inikan mantan bupati. Masyarakat waktu itu ada yang
kasih respon positif ada juga yang kasih respon negatif.
P : bagaimana dengan orang-orang yang kasih respon negatif? Bagaimana cara
bapak bujuk mereka supaya mau ikut sosialisasi penyederhanaan adat?
N : Memang susah, tapi saya punya cara sendiri untuk ajak mereka ikut sosialisasi.
Saya bilang sama masyarakat ini tokoh ini mantan bupati Sumba Timur, ada juga mantan
camat dan tokoh pemerintah daerah juga yang lain. Jadi mereka ini orang-orang besar
saya bilang sama mereka. Waktu saya omong seperti itu, masyarakat yang awalnya kasih
respon negatif akhinya kasih respon positif. Jadi mereka ikut sudah toh. Saya bilang
begini di mereka ini saja orang-orang besar mau melakukan ini penyederhanaan adat
kematian mengapa kita tidak lakukan begitu to akhirnya masyarakat ini bisa berpikir
sudah to. Dengan saya omong begitu juga mereka ini mau dengar saya omong juga kan.
P : Di desa Ramuk berapa kali pertemuan atau sosialisasi?
N : Hmmmmmmm hanya dua kali dengan sosialisasi yang pertama itu pertemuan
dengan tokoh-tokoh pemerintah, adat, dan tokoh masyarakat yang ada di desa. Yang
kedua itu baru ada sosialisasi dengan semua masyarakat.
P : Setelah sosialisasi dengan masyarakat, bagaimana respon mereka?
N : Yang saya lihat masyarakat reponnya luar biasa setelah mereka ikut sosialisasi
sampai waktu itu mereka minta untuk langsung adakan deklarasi. Bukti kalau masyarakat
sudah bisa terima pelaksanaan penyederhanaan adat di desa Ramuk.
P : Setelah selesai sosialisasi kira-kira berapa lama waktu masyarakat mulai
sederhanakan adat?
N : Jadi, setelah sosialisasi waktu itu masyarakat mau terima dan laksakan
penyederhaan adat. Waktu itu juga banyak masyarakat yang langsung minta untuk bikin
deklarasi. Awalnya memang belum semua masyarakat terima itu tapi setelah ikut
sosialisasi masyarakat langsung kasih respon positif karena masyarakat rasa kalau adat
itu memang memberatkan dan perlu untuk disederhanakan.
Surat ijin penelitian