laboratorium lapang inovasi pertanian pada …

41
SUCCESS STORY LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA LAHAN SUB OPTIMAL RAWA PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2015

Upload: others

Post on 13-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

SUCCESS STORY LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA

LAHAN SUB OPTIMAL RAWA PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI

JAMBI

Kementerian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2015

Page 2: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

SUCCESS STORY LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA

LAHAN SUB OPTIMAL RAWA PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI

JAMBI

Busyra, BS Adri

Rustan Hadi Endrizal

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Balai Besar Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

2015

Page 3: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

SUCCESS STORY LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA LAHAN SUB OPTIMAL RAWA PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PROVINSI JAMBI

Penanggung Jawab : Ir. Endrizal, M.Sc (Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi) Dewan Redaksi Ketua: Rima Purnamayani, SP., M.Si Anggota: - Ir. Julistia - Dr. Zubir Tata Letak & Desain Sampul: Eva Salvia, S.P Diterbitkan Oleh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Alamat : Jl. Samarinda Paal V Kotabaru Jambi 36128, Jl. Raya Jambi – Palembang KM 16 Desa Pondok Meja, Kec. Mestong, Kab. Muaro Jambi Telepon: 0741-40174/7053525, Fax: 0741-40413

ISBN : 978-602-1276-14-3

Page 4: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

iv

e-mail: [email protected]

Page 5: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

i

Kata Pengantar

Lahan rawa pasang surut yang tergolong lahan “marginal” atau “suboptimal” yang secara alami memiliki kesuburan tanah yang tergolong rendah, namun juga merupakan lahan yang potensial untuk pengembangan pertanian. Kemajuan dan perkembangan teknologi dalam aspek pengelolaan lahan dan tanaman, serta perakitan varietas-varietas unggul baru, membuka peluang bagi peningkatan produktivitas tanaman di lahan suboptimal tersebut. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian yang telah menghasilkan berbagai teknologi seperti varietas unggul baru, pengelolaan lahan dan tanaman, serta pascapanen yang lebih baik, perlu mendiseminasikan teknologi tersebut kepada para pengguna (petani) secara lebih cepat dan efektif.

Dalam kerangka tersebut di atas, Badan Litbang Pertanian melalui Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR) dan beberapa peneliti senior di Balit dan BPTP Jambi, menjalin kerjasama (network) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi sejak tahun 2012 dalam pengembangan “Model Percepatan Pembangunan Pertanian Lahan Pasang Surut”, dan implementasi lapangnya dilaksanakan mulai pada tahun 2013.

Buku Success Story ini memberikan informasi terkait dengan latar belakang, tujuan dan keluaran yang diharapkan, serta metodologi pelaksanaan kegiatan di lapang, serta hasil-hasil yang telah dicapai selama kegiatan berlangsung, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini dapat memahami dan memberikan kontribusi secara lebih efektif guna mendukung keberhasilan tujuan kegiatan tersebut.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh tim dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Partisipasi masyarakat, khususnya kelompok tani yang terlibat secara langsung dalam kegiatan ini yang telah bekerjasama sehingga terbangunlah Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian pada lahan suboptimal rawa pasang surut, dengan harapan apa yang telah dicapai dapat terus dikembangkan dan disempurnakan. Inovasi Badan Litbang Pertanian hanyalah sebagian kecil dari kesuksesan yang telah dicapai, namun justru diharapkan inovasi tersebut

Page 6: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

ii

merupakan titik ungkit untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani.

Jambi, November 2015

Kepala BPTP Jambi, Ir. Endrizal, M.Sc NIP. 19580101 198603 1 005

Page 7: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................ i DAFTAR ISI ...................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................. iv DAFTAR GAMBAR .............................................................. v I. Pendahuluan ................................................................ 1 II. Karakteristik Wilayah Kabupaten Tanjung Timur.............. 3 III. Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian .......................... 5

1. Deskripsi Lokasi Laboratorium Lapang ....................... 5 2. Kondisi Usahatani Padi Existing ................................. 6 3. Alternatif Perbaikan Sistem Usahatani ........................ 8 4. Model Percepatan Pengembangan Pertanian

Lahan Rawa Pasang Surut ........................................ 11 5. Koordinasi dan Sinergi Peran Pemangku Kepentingan

(Stakeholder)........................................................... 11 6. Langkah Tindak Lanjut ............................................. 13

IV. Hasil Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapatan Inovasi Pertanian...................................... 25 1. Peningkatan Produktivitas......................................... 25 2. Peningkatan Indek Pertanaman (IP) .......................... 27 3. Analisis Usahatani .................................................... 28

Page 8: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

iv

Daftar Tabel

Tabel Halaman

1. Uraian luasan lahan masing-masing kelompok tani untuk kegiatan pengembangan model...................... 5

2. Teknologi usahatani padi petani dan rekomendasi teknologi ..................................................................... 8

3. Institusi yang berperan utama dalam setiap komponen kegiatan untuk membantu Bappeda ............................... 9

4. Acuan umum pemupukan P dan K pada tanaman padi lahan rawa pasang surut .............................................. 19 5. Rata-rata produktivitas padi Inpara 3 dan Indragiri

pada musim tanam II (MT I) di Desa Siau Dalam dan Simbur naik tahun 2013.......................................... 26

6. Pendapatan petani antara penerapan IP 100 dan IP 200 pada lahan sawah pasang surut varietas Inpara 3 pada Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian di Desa Simbur Naik (MT I dan MT II, 2013)....................... 28

7. Analisis usahatani padi varietas Inpara 3 dengan teknologi eksisting dan introduksi pada musim tanam II (MK I) di Desa Simbur Naik tahun 2014.......................... 29

Page 9: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pola tanam petani di lahan pasang surut Kecamatan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur ............................ 6

2. Pola tanam alternatif di lahan pasang surut Kecamatan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur ............ 6

3. Diagram alir model percepatan pengembangan pertanian di lahan rawa pasang surut............................. 8

Page 10: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

1

I. Pendahuluan

Dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan kecukupan dan kemandirian pangan bagi penduduk Indonesia yang saat ini lebih dari 240 juta jiwa, pemerintah secara terus menerus berupaya dan mendorong pembangunan pertanian, khususnya 5 komoditas strategis, padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Namun demikian, padi merupakan komoditas yang paling strategis dari keempat komoditas lainnya. Potensi sumber daya lahan yang ada, baik lahan sawah, lahan rawa, dan lahan kering perlu dimanfaatkan dan didayagunakan untuk meningkatkan produksi padi. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 33,5 juta ha lahan rawa yang terdiri dari 20,2 juta lahan rawa pasang surut dan 13,3 juta ha lahan rawa lebak. Dari luasan tersebut 14,9 juta ha diantaranya diperkirakan sesuai untuk pertanian.

Potensi lahan rawa untuk usahatani di Provinsi Jambi seluas 684.000 ha atau sekitar 12% dari luas Provinsi Jambi, sementara lahan rawa yang sudah dibuka seluas 252.383 ha yang terdiri dari rawa pasang surut seluas 211.362 ha dan rawa non pasang surut (rawa lebak) seluas 41.021 Ha. Luas lahan rawa yang sudah dikembangkan sampai dengan tahun 2006 seluas 121.283 ha meliputi 115.392 ha rawa pasang surut dan 5.891 ha rawa non pasang surut.

Budidaya padi di lahan pasang surut memerlukan teknologi dan sarana produksi yang spesifik karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, serta ketersediaan air dan teknik pengelolaannya. Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani di lahan pasang surut. Dengan upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Beberapa masalah dan kendala ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah, pH tanah dan adanya zat beracun (Fe dan Al), kendala biologi (hama dan

Page 11: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

2

penyakit) serta kendala sosial ekonomi dan budaya masyarakat, antara lain; keterbatasan modal dan tenaga kerja). Dengan melihat masalah dan kendala yang ada, maka dalam penerapannya memerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal.

Adapun tujuan dari pengelolaan lahan sub optimal adalah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, mendapatkan hasil maksimal dan mempertahankan kelestarian sumber daya lahan itu sendiri.

Selama ini peningkatan hasil padi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) sudah berkembang di lahan irigasi. Berbagai perpaduan komponen teknologi yang sifatnya saling sinergis, kompatibel, dan saling melengkapi telah dianjurkan sebagai usaha untuk meningkatkan produksi padi yang lebih efisien, menguntungkan dan berkesinambungan.

Seperti halnya pada lahan sawah irigasi, maka pengelolaan tanaman dengan pendekatan PTT di lahan pasang surut seperti introduksi varietas unggul baru (VUB), pengelolaan tata air mikro, pengelolaan hara tanaman sesuai tipologi lahan, peningkatan monitoring hama/penyakit, ameliorasi lahan yang disertai dengan penerapan beberapa komponen teknologi lain yang saling menunjang diharapkan juga akan berhasil seperti halnya pendekatan pengembangan PTT di lahan irigasi.

Page 12: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

3

II. Karakteristik Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) adalah pemekaran Kabupaten Tanjung Jabung menjadi Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Letak geografis Kabupaten Tanjung Jabung Timur adalah 0053’-1041’ LS dan 103023’-104031’ LS, sedangkan luas wilayah 5.445 km2. Secara administratif kabupaten ini terdiri atas 11 kecamatan, 81 desa, dan 6 kelurahan.

Dari total luas lahan daratan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebagian besar berupa lahan rawa baik itu rawa pasang surut dan lebak (Endoaquepts dan Hidraquents) maupun gambut (Haplohemists), yaitu seluas 400.477 ha, dimana sekitar 184.364 ha di antaranya berupa lahan gambut. Sedangkan lahan keringnya hanya sekitar 77.164 ha didominasi oleh tanah Hapludox (Podsolik Merah Kuning). Dari 400.477 ha lahan rawa, sekitar 164.207 ha yang sesuai untuk pengembangan lahan sawah, dan 26.733 ha di antaranya lahan gambut.

Apabila dilihat antara potensi lahan untuk sawah di Kabupaten Tanjabtim sekitar 164.207 ha dan yang sudah dibuka untuk pengembangan sawah seluas 43.824 ha, maka masih terbuka peluang untuk perluasan areal tanam sekitar 110.383 ha. Luas sawah yang sudah dibuka tersebut, hampir seluruhya berupa lahan sawah pasang surut. Kabupaten Tanjung Jabung Timur mempunyai lahan sawah yang paling luas di antara 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi, dimana Kabupaten ini merupakan pemasok terbesar hasil-hasil pertanian terutama beras.

Khusus untuk Kecamatan Muara Sabak Timur, dari total sawah seluas 9.496 ha sekitar 5.340 ha yang ditanami satu kali dalam setahun (IP-100) sisanya sekitar 760 ha tidak ditanami dan seluas 3.338 ha lahan sawah yang tidak diusahakan. Dengan demikian optimalisasi lahan pertanian dapat dilakukan dengan intensifikasi lahan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dari IP-100 menjadi IP-200, dan dari lahan yang tidak diusahakan

Page 13: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

4

menjadi lahan sawah produktif minimal ditanan satu kali setahun atau menjadi IP-100.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat, memerlukan lahan baru sehingga menimbulkan kompetisi penggunaan lahan dan alih fungsi lahan pertanian pangan ke non pertanian yang dapat mengancam ketahanan dan kemandirian pangan, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur telah mengeluarkan Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2013 Tentang "Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan pertanian pangan berkelanjutan tersebar di 9 (sembilan) kecamatan dengan luas 17.001,49 ha.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan pada tahun 2012 telah meluncurkan suatu program yang diberi nama “Gertak Tanpa Dusta” atau Gerakan Serentak Tanam Padi Dua Kali Setahun”. Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman dari IP-100 menjadi IP-200, yang lokasinya diutamakan pada daerah yang sudah ditetapkan menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2012). Program “Gertak Tanpa Dusta” ini dibiayai dari APBD Kabupaten Tanjung Jabung Timur, di antaranya berupa bantuan benih unggul padi, membagikan bantuan alat dan mesin pertanian (hand tracktor, pompa air, power tresher, dan alat pengolahan pupuk organik), serta memberikan sarana produksi pertanian (pupuk, pestisida, herbisida, dan kapur pertanian/dolomit).

Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kecamatan Muara Sabak Timur merupakan penghasil padi terbesar dan diikuti Nipah Panjang, dan Berbak, dengan produktivitas rata-rata berturut-turut sebesar 39,86 kw/ha, 32,79 kw/ha, dan 34,23 kw/ha (BPS Tanjung Jabung Timur, 2010).

Page 14: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

5

III. Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian

1. Deskripsi Lokasi Laboratorium Lapang

Untuk mengatasi permasalahan yang ada di lahan pasang surut (lahan sub optimal), Badan Litbang Pertanian telah menugaskan peneliti yang tergabung dalam Forum Komunikasi Profesor Riset (FKPR) bersama peneliti/penyuluh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi untuk melakukan kajian. Kajian diawali dengan koordinasi dan diskusi dengan seluruh pejabat lingkup Pemerintah Kabupaten Tanjabtim dan sepenuhnya mendapat dukungan dari Bupati. Hasil kajian telah disampaikan kepada jajaran Pejabat Provinsi Jambi dan Pejabat Eselon I Kementerian Pertanian yang terkait. Hasil kajian yang dilakukan pada tahun 2012 telah ditetapkan lokasi Laboratorium Lapang.

Lokasi Laboratorium Lapang pada tahun 2013 terletak di Kecamatan Muara Sabak Timur, di Desa Siau Dalam dan Simbur Naik. Kawasan yang dijadikan Laboratorium Lapang seluas 195 ha, Kelompok Tani yang terlibat di kegiatan ini terdiri dari: 1. Kelompok Tani Sinar Wajo, Desa Siau Dalam. 2. Kelompok Tani Maminase, Desa Simbur Naik. 3. Kelompok Tani Karya Bakti, Desa Simbur Naik. 4. Kelompok Tani Bakti Tani, Desa Simbur.

Luas lahan sawah dari masing-masing kelompok tani untuk Pengkajian/Pengembangan (Jibang) dan Pengembangan/ Penerapan (Bangrap) serta luas tanam beberapa varietas unggul padi yang dikembangkan seperti pada Tabel 1.

Page 15: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

6

Tabel 1. Uraian luasan lahan sawah masing-masing kelompok tani untuk kegiatan pengembangan model.

Kelompok Tani No. Uraian Kegiatan Sinar

Wajo Mami nase

Karya Bakti

Bakti Tani

1. Luas Lahan (ha) 25 100 50 20

2. Pengkajian dan Pengembangan (ha)

5 10 - -

3. Pengembangan dan Penerapan (ha)

20 90 50 20

4. Varietas Inpara-3 Label Ungu (ha)

6 61 24 10

5. Varietas Inpara-3 (good seed) (ha)

3 13 7 3

6. Varietas Indragiri label biru

16 26 19 7

7. Jumlah Petani 25 87 42 20

Pada tahun 2014, kegiatan Laboratorium Lapang masih dilanjutkan di Desa Simbur Naik Kecamatan Muara Sabak Timur. Luas lahan yang digunakan sebagai laboratorium lapang 100 ha pada kelompok tani Maminase.

2. Kondisi Usahatani Padi Existing. Hasil survei identifikasi potensi, peluang dan tantangan

pengembangan pertanian berbasis inovasi menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Muara Sabak Timur umumnya pendatang (transmigrasi swakarsa) suku Bugis, asal Sulawesi Selatan. Lahan usahatani di lokasi ini adalah lahan pasang surut, dengan tipe luapan terluas B. Dengan tipe luapan ini, dan masa hujan yang cukup memadai (Oktober/November sampai April), memungkinkan petani bisa menanam padi dua kali setahun, dengan menggunakan padi varietas unggul umur genjah. Kenyataan di lapangan, petani hanya menanam padi sekali dalam setahun. Jika musim tanam untuk tanaman pangan dibagi

Page 16: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

7

menjadi 3 musim (MH: Nop-Feb; MK I: Mar-Jun; dan MK II:Jul-Okt ), maka pola tanam yang ada adalah padi-bera-bera (Gambar 1). Jenis padi yang ditanam adalah padi lokal yang berumur 5 bulan, sehingga menyulitkan menanam padi dua kali per tahun.

Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

Padi lokal Bera Bera

Gambar 1. Pola tanam petani di lahan pasang surut Kecamatan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur

Dengan pengaturan pola tanam, dan menggunakan varietas padi unggul, petani bisa menanam padi 2 kali setahun. Gambar 2 memperlihatkan alternatif pola tanam sehingga petani bisa menanam padi 2 kali setahun, sesuai dengan program pemerintah daerah.

Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt

Padi unggul Padi unggul Bera

Gambar 2. Pola tanam alternatif di lahan pasang surut Kecamatan Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur

Kepemilikan atau pengelolaan lahan sawah rata-rata 2 ha per petani. Karena keterbatasan tenaga kerja, mereka hanya mampu mengolah 1 ha. Selain tenaga kerja manusia, alat mesin pertanian (alsintan) seperti traktor tangan dan power thresher juga sangat terbatas, sehingga sering terjadi keterlambatan tanam (menunggu giliran traktor sewaan) dan terlambat merontok padi saat panen (menunggu giliran sewa mesin perontok).

Penerapan teknologi budidaya tanaman padi masih sangat sederhana, antara lain penggunaan benih yang terlalu banyak. Petani masih banyak menggunakan benih yang berasal dari varietas lokal yang berumur panjang. Persemaian dilakukan dua

Page 17: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

8

tahap, yaitu persemaian kering dengan tugal dan persemaian basah dengan memindahkan bibit dari petak yang relatif kering ke lahan yang basah, sebelum akhirnya ditanam dengan tandur jajar, sehingga umur bibit melebihi satu bulan. Pada persemaian kering, petani meletakkan benih yang terlalu banyak dalam satu lubang, sehingga pemakaian benih antara 60 - 75 kg per ha. Petani belum semuanya melakukan pemupukan sesuai anjuran, hasil padi berkisar antara 1-3 ton GKP per ha. Bagi petani yang menggunakan pupuk 100 kg Urea dan 100 kg NPK (Phonska) per ha, produksi padi bisa meningkat menjadi 3-5 ton GKP per ha.

3. Alternatif Perbaikan Sistem Usahatani padi. Dengan teknologi yang ada saat ini luas usahatani padi

masih potensial untuk ditingkatkan dari produktivitas yang masih rendah antara 1-3 ton GKP per ha. Berbagai komponen teknologi bisa dikembangkan untuk memperbaiki sistem usahatani yang ada. Komponen teknologi alsintan, pengelolaan air, penggunaan varietas unggul disertai pemupukan berimbang dengan pendekatan PTT dapat menjadi alternatif perbaikan sistem usahatani yang ada. Untuk beberapa kasus dapat dilakukan sistem integrasi padi-ternak, terutama ayam dan itik, dan dapat pula dikombinasikan dengan ikan.

Terbatasnya traktor tangan merupakan kendala utama bagi petani untuk mengusahakan lahan lebih luas dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengembangan traktor yang sesuai untuk lahan pasang surut menjadi salah satu titik ungkit untuk meningkatkan luas tanam dan produksi padi. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan teknologi unggulan alsintan yang sesuai untuk lahan pasang surut. Pengembangan traktor, petani bisa menanam lebih luas dan tepat waktu, sehingga luas panen dan IP bisa ditingkatkan. Untuk itu, perlu program bantuan atau kredit lunak untuk pengadaan traktor bagi kelompok tani.

Selain traktor, pengembangan power thresher dan alat pengering gabah juga merupakan salah satu titik ungkit untuk menurunkan kehilangan hasil, baik kehilangan kuantitas maupun kualitas padi. Dengan demikian, penurunan kehilangan hasil ini menjadi salah satu sumber pertumbuhan produksi padi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, di tengah banyaknya lahan

Page 18: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

9

sawah yang berubah menjadi lahan kebun sawit. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi perontok (power thresher) dan teknologi alat pengering (dryer) dengan berbagai kapasitas yang dapat dikembangkan di daerah ini.

Komponen teknologi lain yang perlu diperbaiki adalah mengganti varietas padi lokal menjadi varietas unggul yang berumur lebih pendek dan berdaya hasil lebih tinggi. Varietas Inpara (Inbrida Padi Rawa) merupakan varietas unggul padi yang sesuai dan dapat dikembangkan di lahan pasang surut. Varietas unggul umumnya responsif terhadap pemupukan. Oleh karena itu, introduksi varietas unggul disertai dengan teknologi pemupukan berimbang merupakan alternatif teknologi untuk meningkatkan produktivitas padi (Tabel 2).

Page 19: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

10

Tabel 2. Teknologi usahatani padi petani dan rekomendasi teknologi

Komponen Teknologi & Inovasi Pendukung

Teknologi & Kondisi di Tingkat Petani

Teknologi & Rekomendasi

1. Pengolahan

Lahan 2. Sistem tata-air

3. Varietas padi 4. Perontokan padi

5. Pemupukan padi 6. Intensitas tanam 7. Alsintan Pasca

Panen

8. Sistem integrasi padi-ternak

9. Jaminan harga gabah

10. Perbaikan lingkungan

11. Pemberdayaan

masyarakat tani

Kekurangan traktor Alami Varietas lokal Terlambat Tanpa pemupukan Tanam 1 kali/tahun Alsintan terbatas dan mesin pengering belum ada Tidak ada ternak atau belum optimal Harga jual gabah fluktuatif, cenderung murah Masih mengandalkan keramahan lingkungan Kelembagaan dan sistem permodalan lemah. Pengetahuan & keterampilan petani rendah

Penambahan traktor tangan Perbaikan tata air mikto (TAM) Varietas Inpara, Tepat waktu Penambahan power thresher Pemupukan berimbang Tanam 2 kali/tahun Alat perontok & pengering yg lebih efisien. Pengembangan ternak, feed bank, feed enrichment, biogas, dan kompos Pembelian gabah oleh Pemerintah & Swasta dg harga tinggi Pola tanam dan tumpang sari yang tepat Pelatihan dan pendampingan utk penguatan kelembagaan Pelaksanaan SLPTT, Studi Banding dan Magang

Page 20: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

11

4. Model Percepatan Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut

Gambar 3. Diagram alir model percepatan pengembangan

pertanian di lahan rawa pasang surut 5. Koordinasi dan Sinergi Peran Pemangku kepentingan

(Stakeholder)

Institusi yang terlibat dalam implementasi model percepatan pembangunan usaha pertanian di lahan rawa pasang surut adalah Pemerintah Kabupaten, yang a.l. terdiri dari: BAPPEDA, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Peternakan, Badan Penyuluhan Pertanian Peternakan, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Dinas Pekerjaan Umum, serta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi, beberapa UPT lingkup Badan Litbang Pertanian, dan FKPR. Peran masing-masing institusi dan stakeholder disajikan pada Tabel 3. Badan Litbang Pertanian secara khusus mendukung dalam hal sebagai berikut:

1. Pada tahun 2013 Badan Litbang Pertanian bersama-sama PEMDA membangun “LABORATORIUM LAPANG” pada 4 (empat) hamparan seluas 195 ha untuk mewujudkan IP-200 (padi-padi; atau padi-palawija).

Page 21: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

12

2. Dukungan teknologi meliputi: penguatan kelembagaan, nara sumber dan pendamping, penyediaan benih/bibit, teknologi budidaya, pasca panen dan pemasaran. Pendampingan dilakukan dalam kurun waktu 2-3 tahun.

3. Tenaga pendamping yang ditugaskan secara penuh dari Badan Litbang Pertanian ditempatkan di lokasi laboratorium lapang.

4. Profesor Riset dan Peneliti Senior (2-3 orang) yang berkunjung setiap bulan sebagai nara sumber diharapkan dapat membina masyarakat bersama-sama dengan petugas lapang dan penyuluh setempat.

5. Pelatihan untuk aspek kelembagaan kelompok petani, teknologi dan pemasaran.

6. Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Timur diharapkan dapat membantu untuk memasarkan “produk kemasan” untuk PNS & Perusahaan melalui aplikasi teknologi pascapanen, khususnya untuk memasarkan beras atau produk pertanian lainnya yang berkualitas tinggi.

7. Pemerintah Kabupaten Tanjabtim diharapkan juga mendorong swasta untuk ikut berpartisipasi memasarkan “produk kemasan” antar wilayah/ekspor.

8. Bila kondisi memungkinkan, dalam laboratorium lapang dikembangkan pertanian organik untuk tujuan pemasaran ekspor ke Singapura.

Page 22: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

13

Tabel 3. Institusi yang berperan utama dalam setiap komponen kegiatan untuk membantu Bappeda

No. Komponen Kegiatan Institusi yang Berperan Utama

1. Penyusunan rekomendasi teknologi

Badan Litbang Pertanian

2. Pemberdayaan kelompok

BP4K & Badan Litbang Pertanian

3. Perbaikan tata-air mikro

Dinas PU & Badan Litbang Pertanian

4. Penyediaan benih/bibit Badan Litbang Pertanian, Distan & Disnak

5. Penyediaan sarana produksi lainnya

Distan/Pemkab, Badan Litbang Pertanian

6. Penyediaan alsintan Pemkab & Kemtan 7. Permodalan Pemkab, Kemtan, CSR &

Perbankan 8. Pelatihan petani BP4K, Badan PSDMP & Badan

Litbang Pertanian 9. Pendampingan BP4K serta Badan Litbang

Pertanian (FKPR & BPTP) 10. Pemasaran produk Pemkab, Dolog, BUMD & Swasta 11. Koordinasi dan

sosialisasi program Pemkab dan Badan Litbang Pertanian

12. Monev Pemkab bersama seluruh stakeholder

13. Promosi Pemkab & Kemtan 6. Langkah Tindak Lanjut

Strategi pengembangan usahatani tanaman pangan di lahan rawa pasang surut dapat ditempuh melalui dua pendekatan: Pertama, melalui peningkatan produktivitas terutama untuk pertanaman musim hujan (MH); Kedua, meningkatkan luas panen melalui peningkatan luas areal tanam pada MH dan peningkatan IP menjadi IP 200 (tanam pada MK I), simultan dengan peningkatan produktivitas.

Page 23: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

14

6.1. Peningkatan Produktivitas Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui

penerapan teknologi PTT padi, yaitu mulai dari pengelolaan tata air mikro, penggunaan benih padi varietas unggul, pemupukan berimbang, dan penanggulangan OPT. Hal ini bisa dilakukan dengan pendekatan PTT padi sawah rawa pasang surut.

6.2. Peningkatan Luas Panen Petani lahan pasang surut di kecamatan Muara Sabak

Timur selama ini hanya menanam padi sekali dalam setahun (IP 100). Kendala utama bagi petani untuk dapat menanam lebih luas pada musim yang sama dan menanam dua kali dalam setahun adalah keterbatasan tenaga kerja. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan menerapkan teknologi mekanisasi. Penggunaan traktor dapat mempercepat pengolahan lahan, sehingga meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami dalam musim yang sama (MH). Dengan pengolahan lahan yang tepat waktu, musim tanam tidak terlambat, sehingga musim panen juga tidak terlambat. Intervensi yang diperlukan dari Badan Litbang Pertanian dan Pemerintah Daerah adalah memasukkan tambahan traktor untuk kelompok tani kooperator. Pada musim panen, petani juga masih menghadapi kendala terlambatnya merontok padi, karena keterbatasan mesin perontok (power thresher). Masalah keterlambatan ini dapat diatasi dengan memasukkan tambahan power thresher, agar perontokan padi bisa dilakukan segera setelah panen. Dengan demikian, petani masih punya cukup waktu untuk melakukan pengolahan lahan untuk musim tanam kedua, sehingga IP meningkat dari IP 100 menjadi IP 200. Dengan memasukkan tambahan traktor dan power thresher, luas tanam musim pertama (MH) meningkat dan intensitas tanam juga meningkat dari satu kali menjadi dua kali tanam per tahun, sehingga IP juga meningkat dari IP 100 menjadi IP 200, sesuai dengan sasaran program Gertak Tanpa Dusta.

6.3. Pelaksanaan Laboratorium Lapang IP 200 Padi Sesuai dengan program daerah kabupaten, maka

komponen kegiatan percepatan pengembangan pertanian

Page 24: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

15

berbasis inovasi diprioritaskan pada pelaksanaan penanaman padi dua kali setahun (IP 200), sebagai pilot project. Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Laboratorium Lapang bekerjasama dengan petani kooperator, dimana petani sekitarnya dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dapat menggunakan pilot project ini sebagai acuan teknologi berusahatani padi dua kali setahun pada lahan pasang surut. Laboratorium Lapang ini dirancang pada lahan seluas 195 ha pada 4 (empat) kelompok tani.

6.4. Pemberdayaan kelompok Kelompok tani yang dilibatkan pada kegiatan laboratorium

lapang ini merupakan bentukan spontan atas dasar kesamaan dalam memperoleh bantuan/subsidi dari pemerintah berupa sarana produksi (benih padi, herbisida, dan pupuk organik) untuk menanam padi dua kali setahun. Jumlah anggota kelompok yang terlibat seluruhnya adalah 174 orang petani dengan rata-rata pemilikan 1-2 ha lahan sawah pasang surut. Tingkat pendidikan petani sangat bervariasi mulai dari tidak sekolah sampai ke jenjang D3, namun sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Pengalaman bertani cukup lama rata-rata lebih dari 5 tahun.

Penerapan teknologi budidaya bertanam padi oleh kelompok tani terlihat masih rendah, hal ini dicirikan oleh masih menggunakan padi varietas lokal, tidak mengolah lahan (TOT), penggunaan pupuk rendah, bahkan banyak yang tidak menggunakan pupuk, baik organik maupun non-organik. Penataan air hanya tergantung pada kondisi alam saja, serta waktu tanam tidak serentak. Akibat dari kondisi ini maka produktivitas padi sangat rendah yaitu antara 1–3 ton/ha/tahun GKG. Kondisi kelompok tani belum berkembang, karena kelompok baru terbentuk. Stuktur organisasi belum lengkap hanya ada ketua tanpa sekretaris, bendahara dan seksi-seksi. Kondisi ini mengakibatkan terhambatnya aktifitas kelompok, karena mengandalkan ketua saja.

Pada umumnya motivasi petani dalam berusaha tani padi sawah masih rendah, karena secara ekonomi kurang menguntungkan dengan produksi padi dan harga yang rendah.

Page 25: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

16

Orientasi petani menanam padi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan rata-rata pemilihan lahan sawah 1-2 ha pada dasarnya mereka tidak mampu menggarap seluruh lahan. Hal ini disebabkan karena ketersediaan tenaga kerja sangat terbatas, sehingga waktu tanam tidak serempak yang menyebabkan tanaman padi mudah diserang hama burung. Untuk memperbaiki teknik budidaya padi sawah di lahan pasang surut, petani mengalami kesulitan dalam memperoleh modal. Karena belum ada lembaga keuangan yang menyediakan kredit usahatani di tiga desa tersebut. Demikian juga koperasi yang dapat membantu memperkuat modal usahatani belum terbentuk.

Pemberdayaan kelompok tani perlu dilakukan dengan menata struktur organisasi sesuai kebutuhan kelompok, seperti adanya Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Seksi-seksi. Pembinaan kelompok tani dalam berorganisasi sangat penting agar fungsi dan peranan pengurus kelompok lebih jelas dan efektif. Penguatan kelompok tani dalam sistem administrasi kelompok perlu dilakukan dengan kelengkapan catatan dan pembukuan kelompok. Hal ini penting dalam menumbuhkan transparansi kelompok, sehingga memudahkan kontrol. Pembinaan dan penguatan kelompok tani harus dilakukan secara koordinatif antara Dinas Pertanian, BP4K dan Badan Litbang Pertanian.

Dalam penyediaan sarana produksi, kelompok tani harus berfungsi dalam pengadaan secara kolektif dan pendistribusian sampai ke tingkat petani secara tepat jumlah, waktu dan kualitas. Untuk itu, diperlukan tenaga pendampingan untuk mengawal mulai dari pengadaan sarana produksi, sampai penerapan teknologi oleh tenaga yang kompeten, baik dari pihak Pemda maupun Badan Litbang Pertanian, secara berkelanjutan minimal dalam tiga tahun pertama.

Untuk pemasaran hasil, petani juga diarahkan untuk bekerja dalam kelompok, yaitu dengan melakukan penjualan secara kolektif. Hal ini akan memperkuat posisi tawar petani, agar memperoleh harga yang relatif lebih baik. Selain itu, Pemerintah Daerah (Bupati) diharapkan membantu dengan cara membuat aturan bahwa PNS diwajibkan membeli produk hasil petani di daerah binaan. Disamping itu Pemerintah Daerah dapat

Page 26: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

17

menganjurkan pihak swasta untuk memasarkan produk pertanian antar wilayah (antar Kabupaten).

6.5. Komponen Teknologi PTT

Komponen teknologi yang diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi lahan pasang surut terdiri dari: (1) varietas, (2) benih bermutu, (3) bibit 2-3 batang per lubang, (4) pengelolaan tata air mikro, (5) pemberian pupuk N berdasarkan BWD, (6) pemberian pupuk P dan K berdasarkan status hara tanah, (7) ameliorasi lahan dengan 1-2 t/ha kaptan atau dolomit, (8) pengendalian gulma secara terpadu, (9) pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), dan (10) panen dan pasca panen dengan alat perontok.

Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen teknologi ini dipilih menjadi dua bagian. Pertama, teknologi untuk pemecahan masalah setempat atau spesifik lokasi. Kedua, teknologi untuk perbaikan cara budidaya yang lebih efisien dan efektif. Dalam pelaksanaan, tidak semua komponen teknologi diterapkan sekaligus, terutama di lokasi yang memiliki masalah yang spesifik. Namun ada enam komponen teknologi yang dapat diterapkan bersamaan sebagai penciri pendekatan melalui PTT yaitu:

1) Varietas unggul baru Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang

nyata dalam meningkatkan produksi tanaman dan dapat diadopsi dengan cepat oleh petani. Banyak varieatas unggul lahan pasang surut yang telah dikeluarkan oleh Badan Litbang Pertanian sehingga petani dapat memilih benih yang disukai dan sesuai dengan kondisi setempat.

Varietas unggul Inpara 3 dan Indragiri merupakan varietas padi yang sangat diminati oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Page 27: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

18

2) Benih bermutu Benih bermutu ditandai dengan sertifikat/label, memiliki

daya tumbuh >90 % dan tidak tercampur dengan jenis padi atau biji tanaman lain.

Penggunaan benih bermutu sangat dianjurkan karena akan menghasilkan bibit yang sehat dan akar yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, saat bibit dipindah tanam lebih cepat tumbuh dan akan menghasilkan produksi tinggi.

Untuk memperoleh benih yang baik dapat dilakukan dengan merendam pada air larutan garam 2 – 3 % atau larutan Za dengan perbandingan 20 gram Za/liter air. Benih yang digunakan hanya benih yang tenggelam dan yang mengapung dibuang. Setelah diangkat benih perlu dibilas dengan air agar garam tercuci.

Pada daerah yang sering terserang penggerek batang dianjurkan melakukan perlakuan benih menggunakan pestisida berbahan aktif fipronil.

3) Persemaian. Jika tanpa olah tanah persemaian dapat dilakukan

dengan persemaian kering dimana benih langsung disemai tanpa direndam dulu. Setelah disemai tutupi dengan tanah halus atau abu sekam. Sedangkan apabila tanah diolah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian basah. Buat bedengan berlumpur di sawah dengan lebar 1 – 1,2 meter dan panjangnya 10 – 20 meter, tambahkan bahan organik atau sekam sebanyak 2 kg per meter persegi. Persemaian dipagar plastik untuk mencegah serangan hama tikus, selain itu persemaian dipupuk urea 20 – 40 gram/meter persegi.

4) Penyiapan lahan

Lahan pasang surut lebih beragam dibanding lahan sawah irigasi oleh karena itu penyiapan lahannya juga berbeda. Penyiapan lahan bisa dilakukan dengan TOT (tanpa olah tanah) dan traktor.

Untuk lahan gambut atau lahan sulfat masam yang memiliki lapisan pirit < 30 cm dari permukaan tanah maka

Page 28: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

19

penyiapan lahan dengan TOT atau sistem glebek supaya lapisan pirit tidak terangkat ke permukaan. Sedangkan pada lahan-lahan potensial yang memiliki lapisan pirit atau beracun lebih dari 30 cm dari pemukaan tanah, penyiapan dapat dilakukan dengan traktor.

5) Penanaman Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan

menggunakan bibit muda (umur < 21 hari setelah semai) karena dengan bibit muda akan memiliki kelebihan dimana bibit akan cepat pulih kembali karena adaptasi lingkungannya relatif tinggi, akar akan lebih kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan lebih banyak, tanaman lebih tahan rebah dan kekeringan serta lebih efektif dalam pemanfaatan hara.

Tanam 1–3 batang perlubang agar tidak terjadi kompetensi yang tinggi dalam pemanfaatan hara antar bibit dalam satu rumpun. Pada lahan pasang surut dengan tipe luapan A dan pada wilayah endemik keong mas disarankan tidak menggunakan bibit muda.

Lakukan pengaturan populasi tanaman dengan sistem jajar legowo. Sistem ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman dan cukup efektif untuk mengendalikan hama keong mas dan tikus. Jajar legowo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua baris (legowo 2 : 1) atau empat baris (legowo 4 : 1) dan tanaman dalam barisan dirapatkan.

Sistem tanam jajar legowo memiliki keuntungan dimana semua barisan rumpun tanaman berada pada sisi pinggir yang biasanya memberikan hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah dilakukan, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas atau untuk mina padi, serta menekan tingkat keracunan besi dan penggunaan pupuk lebih berdaya guna.

Page 29: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

20

6). Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah PUTR (Perangkat Uji Tanah Rawa) atau PUTS (Perangkat

Uji Tanah Sawah) merupakan suau perangkat untuk mengukur status hara P, K dan pH secara langsung di lapangan dan relatif cepat, mudah dan cukup akurat. Dengan perangkat uji tanah tersebut menunjukkan kandungan hara P dan K tanah dalam bentuk tersedia. Pengukuran status P dan K tanah dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah (R), sedang (S) dan tinggi (T). Dari masing-masing kelas status P dan K tanah telah dibuat acuan pemupukan P (dalam bentuk SP36) dan K (dalam bentuk KCl). (Tabel 4).

Tabel 4. Acuan umum pemupukan P dan K pada tanaman padi lahan rawa pasang surut.

Dosis pemupukan Status hara P dan K Tanah P (kg SP36/ha) K (kg KCl/ha)

Rendah 100 100 Sedang 75 50 Tinggi 50 0

Pemupukan urea dilakukan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan peta status hara P dan K atau hasil analisa tanah dengan menggunakan PUTR atau PUTS.

Pemupukan urea pertama pada umur 7–10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 50–70 kg/ha. Pemupukan urea susulan dilakukan dengan bantuan BWD yang didasarkan pada kebutuhan riil tanaman yaitu 10 hari setelah pemupukan dasar dan diulang setiap 10 hari sekali sampai umur 40 HST atau interval waktu yaitu pada umur 25 – 28 HST dan 38 – 42 HST.

Pemupukan SP 36 dan KCl diberikan bersamaan dengan pemupukan urea pertama seluruhnya kecuali jika dosis pupuk K 100 kg/ha atau lebih dapat diberikan dua kali yaitu setengah bagian bersamaan dengan pemupukan urea pertama dan setengah bagian lagi pada umur 40 HST.

Page 30: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

21

Apabila terdapat gejala kekuningan pada daun tanaman padi padahal pupuk urea telah diberikan, hal ini sering ditemukan pada tanaman padi di lahan pasang surut, maka perlu diberikan larutan hara Cu dan Zn.

Ketersediaan unsur S (belerang) pada lahan rawa pasang surut cenderung berlebihan bahkan pada kondisi tergenang terjadi kelebihan atau meracun tanaman apabila kondisi reduktif akan terbentk asam sulfat (H2S). Maka pupuk S tidak dianjurkan untuk diberikan pada lahan pasang surut.

7). Pengelolaan tata air mikro

Di lahan rawa pasang surut, pengelolaan air secara makro maupun mikro sangat penting, terutama untuk mencuci senyawa beracun seperti pirit/besi atau untuk mengurangi kemasaman tanah. • Penataan dan pengelolaan air secara makro telah dilakukan

pemerintah dengan membangun saluran-saluran navigasi, primer dan sekunder dengan sarana pintu-pintu air di muara saluran tersier. Jaringan tata air di tingkat makro sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan di tingkat mikro.

• Dalam pengelolalan air di tingkat mikro perlu diperhatikan hal-hal berikut: - Pembuatan saluran tersier sepanjang saluran sekunder

dengan arah tegak lurus saluran sekunder dengan ukuran lebar 1,5 m, dalam 75 cm, dan jarak antar saluran 150-200 cm.

- Pembuatan saluran kuarter tegak lurus tersier dengan ukuran lebar 75 cm dan dalam 60 cm.

- Pembuatan saluran drainase atau cacing di sekeliling dan tengah petakan lebar 40 cm dan dalam 30 cm.

- Di dalam petakan dibuat lagi kemalir dengan interval jarak 6-8 m dengan lebar 30 cm dan dalam saluran 20 cm.

- Sebaiknya ada pemasukan dan pengeluaran air ke dalam atau ke luar petakan untuk memercepat pencucian.

Page 31: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

22

- Pengaturan tata air mikro, dengan memasang pintu air (flapgate) semi otomatis agar terjadi aliran satu arah, yaitu membiarkan air sungai segar (pH netral) masuk mendorong pintu sewaktu pasang, menggenangi lahan, menahan air tidak ke luar sewaktu air surut, sehingga pH tanah lama kelamaan akan meningkat mendekati netral.

8). Pengendalian gulma

Gulma dapat dikendalikan dengan cara: pengolahan tanah sempurna, mengatur air di petakan sawah, menggunakan benih padi bersertifikat, penggunaan kompos sisa tanaman atau pupuk kandang, dan menggunakan herbisida apabila tenaga kerja langka dan mahal.

Pengendalian gulma secara mekanis dengan menggunakan gasrok sangat dianjurkan, karena cara ini sinergis dengan pengelolaan lainnya. Namun cara ini akan efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macak-macak atau tanah jenuh air, serta tenaga kerja murah.

Cara penyiangan dengan alat gasrok atau landak :

Dilakukan saat tanaman berumur 10-15 HST Dianjurkan dilakukan 2 kali, dimulai tanaman berumur 10-

15 HST dan diulangi secara berkala 10-25 hari kemudian Dilakukan pada saat kondisi tanah macak-macak

(ketinggian air 2-3 cm) Gulma yang terlalu dekat dengan tanaman sebaiknya

dicabut dengan tangan Dilakukan dua arah yaitu antara dan di dalam barisan

tanaman.

Pemakaian herbisida Umumnya di daerah lahan sawah pasang surut tenaga

kerja langka dan mahal, sehingga pemakaian herbisida merupakan salah satu alternatif pengendalian gulma yang paling efektif dan efiisien. Namun pemahaman petani tentang pemakaian herbisida masih kurang.

Page 32: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

23

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemakaian herbisida: Kondisi petakan harus macak-macak agar lapisan herbisida

pra tumbuh yang disemprotkan dapat menutup permukaan atas tanah, sehingga biji gulma yang akan berkecambah dapat dimatikan sewaktu menembus lapisan herbisida tersebut

Kalau menggunakan herbisida pasca tumbuh, herbisida harus kontak langsung dengan daun-daun gulma. Oleh sebab itu petakan harus dikurangi agar herbisida dan daun gulma dapat kontak langsung. Keadaan cuaca juga harus diperhatikan, karena hujan yang datang segera setelah aplikasi menyebabkan herbisida tercuci.

Biasanya herbisida untuk padi tanam pindah langsung tidak selalu dapat dipergunakan untuk mengendalikan gulma, karena tingkat selektivitas yang berbeda. Padi tabela lebih peka keracunan herbisida dari padi tanam pindah, karena bibit yang masih muda.

9). Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu (PHT)

Salah satu masalah yang umumnya terjadi dalam budidaya padi di lahan pasang surut adalah gangguan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan kerugian, dan bahkan gagal panen. Pada agroekosistem ini, hama dan penyakit yang sering muncul adalah hama tikus, penggerek batang, orong-orong, dan penyakit blast. Pengendalian perlu dilakukan secara terpadu (PHT).

Hama tikus Hama tikus merusak tanaman padi mulai dari persemaian sampai tanaman padi matanng panen, namun kerusakan tertinggi biasanya terjadi pada periode padi bunting (awal generatif).

Strategi Pengendalian Pengendalian hama tikus dilakukan dengan pendekatan

PHT yang didasarkan pada pemahaman ekologi jenis tikus, dilakukan secara dini, intensif dan terus menerus

Page 33: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

24

(berkelanjutan) dengan memanfaatkan teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat waktu. Kegiatan pengendalian diprioritaskan pada awal tanam (pengendalian dini) untuk menurunkan populasi tikus serendah mungkin sebelum terjadi perkembangbiakan yang cepat pada stadia generatif padi. Pengendalian dilakukan secara berkelompok dan terkoordinasi dalam skala luas (hamparan).

Alternatif pengendalian

• Tanam dan panen serentak. Dalam satu hamparan pertanaman padi, selisih waktu tanam maksimal 3 minggu.

• Sanitasi habitat. Dilakukan terutama pada awal tanam dan selanjutnya selama terdapat pertanaman. Meliputi pembersihhan gulma, semak, tempat bersarang dan habitat tikus seperti batas perkampungan, tanggul irigasi, pematang, tanggul jalan, parit dan saluran irigasi.

• Gropyok massal. Perburuan hama tikus dilakukan serentak oleh petani pada awal tanam dengan melibatkan seluruh anggota kelompok tani.

• Fumigasi. Fumigasi asap belerang efektif membunuh tikus beserta anak-anaknya di dalam sarangnya menggunakan emposan atau brender.

• Pemasangan bubu perangkap. Sistem bubu perangkap linier telah terbukti sangat efektif untuk menangkap tikus sawah. Sistem ini tanpa menggunakan umpan atau tanaman perangkap, terdiri dari bentangan pagar plastik/terpal tinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak 1,5 m, dilengkapi bubu perangkap setiap jarak 20 m dengan pintu masuk perangkap berseling arah.

• Penggunaan rodentisida. Pengumpanan hanya dilakukan apabila populasi tikus sangat tinggi, terutama pada saat awal tanam atau bera. Penggunaan rodentisida harus sesuai dosis anjuran.

• Pemanfaatan musuh alami.

Page 34: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

25

Penggerek batang padi Ada enam spesies penggerek batang yang menjadi

hama padi. Semua jenis penggerek batang menyebabkan gejala sama yaitu matinya pucuk pada tanaman stadia vegetatif biasa disebut sundep dan pada tanaman stadia generatif malai yang keluar hampa disebut beluk. Pengendalian diawali dengan cara memantau populasi ngengat mulai dari pratanam sampai stadia tanaman bermalai.

Hama orong-orong Hama orong-orong ini memiliki tungkai depan yang

besar, dengan siklus hidup 6 bulan. Stadia tanaman padi yang rentan terhadap serangan hama ini adalah fase pembibitan sampai anakan. Benih yang disebar di pembibitan juga dapat dirusak oleh hama ini. Hama ini dapat dikendalikan denga cara: • Penggunaan umpan (sekam dicampur insektisida) • Penggunaan insektisida (bahan aktif karbofuran atau

fipronil) Penyakit Blast

Penyakit blast disebabkan oleh cendawan Pyricularia grisea yang merusak tanaman pada fase vegetatif (blas daun) dapat menyebabkan matinya tanaman, sedangkan fase generatif (blas leher) dapat menyebabkan patahnya leher malai sehingga bulir padi yang hampa.

Pengendalian penyakit blas dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan, pemupukan berimbang, dan penggunaan fungisida.

10. Panen tepat waktu dan gabah segera di rontok

• Tanaman dipanen jika sebagian besar gabah (90-95%) telah bernas dan berwarna kuninh.

• Panen terlalu awal, banyak gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur.

Page 35: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

26

• Terlambat panen akan menyebabkan kehillangan hasil karena gabah rontok di lapangan dan jumllah gabah patah pada proses penggilingan meningkat.

• Perontokan gabah dilakukan 1-2 hari setelah panen, menggunakan alat perontok.

• Gabah segera dijemur untuk mendapatkan beras dengan mutu yang lebih baik dan harga yang tinggi.

Page 36: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

27

IV. Hasil Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapatan Inovasi Pertanian

1. Peningkatan Produktivitas Data-data produktivitas padi varietas lokal dan varietas

unggul (IR42 dan Cisokan) pada pertanaman musim tanam tahunan (MH) di Desa Simpang Datuk kecamatan Rantau Rasau memperlihatkan perbedaan hasil dengan varietas spesifik lahan pasang surut Inpara 3 yang memiliki sifat umur genjah, hasil tinggi, tahan genangan. Varietas lokal produkktivitas berkisar antara 2,0 – 3,0 t/ha, Cisokan 2,6 – 3,1 t/ha, IR 42 antara 2,16 – 2,60, sedangkan Inpara 3 berkisar antara 4,3 – 7,0 (Dinas Pertanian Tanjabtim 2012).

Dengan teknologi yang ada saat ini luas usahatani padi masih mempunyai peluang untuk ditingkatkan produktivitasnya. Berbagai komponen teknologi bisa dikembangkan untuk memperbaiki sistem usahatani yang ada. Komponen teknologi alsintan, pengelolaan air, penggunaan varietas unggul disertai pemupukan berimbang dengan pendekatan PTT menjadi alternatif perbaikan sistem usahatani yang ada.

Terbatasnya alsintan (traktor) merupakan kendala utama bagi petani untuk mengusahakan lahan lebih luas dan tepat waktu. Selain traktor, pengembangan power thresher dan alat pengering gabah juga merupakan salah satu titik ungkit untuk menurunkan kehilangan hasil, baik kuantitas maupun kualitas padi. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi perontok (power thresher) dan teknologi alat pengering (dryer) dengan berbagai kapasitas yang dapat dikembangkan di daerah ini.

Dengan penerapan PTT pada usahatani padi lahan rawa pasang surut diperoleh produktvitas padi varietas Inpara 3 dan Indragiri pada MT II (musim kering, MK I) seperti pada Tabel 5.

Page 37: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

28

Tabel 5. Rata-rata produktivitas padi Inpara 3 dan Indragiri pada musim tanam II (MK I) di Desa Siau Dalam dan Simbur Naik tahun 2013.

Produktivitas (t/ha) No. Kelompok Tani Inpara-3 Indragiri

1. Sinar Wajo 3,97 4,03 2. Maminase 4,14 3,95 3. Bakti Tani 3,23 3,26 4. Karya Bakti 3,12 3,16

Keterangan: Hasil padi dalam GKP (gabah kering panen).

Dari Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas Inpara 3 pada kelompok tani Maminase di Desa Simbur Naik tertinggi dari 3 kelompok tani lainnya. Inpara 3 merupakan varietas unggul baru (VUB) yang sangat diminati oleh petani di Kabupaten Tanjung Jabung Timur karena telah adaptif dengan kondisi lahan rawa pasang surut dan memberikan hasil yang cukup tinggi dibandingkan dengan varietas setempat dan VUB lainnya yang pernah ditanam oleh petani. Disamping itu pengelolaan lahan pada kelompok tani Maminase oleh anggota kelompok tani lebih baik dibandingkan dengan kelompok tani lainnya.

2. Peningkatan Indek Pertanaman (IP) Petani lahan pasang surut di kecamatan Muara Sabak

Timur selama ini hanya menanam padi sekali dalam setahun (IP 100). Kendala utama bagi petani untuk dapat menanam lebih luas pada musim yang sama dan menanam dua kali dalam setahun adalah keterbatasan tenaga kerja. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan menerapkan teknologi mekanisasi. Penggunaan traktor dapat mempercepat pengolahan lahan, sehingga meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami dalam musim yang sama (MH). Dengan pengolahan lahan yang tepat waktu, musim tanam tidak terlambat, sehingga musim panen juga tidak terlambat. Intervensi yang diperlukan dari Badan Litbang Pertanian dan Pemerintah Daerah adalah memasukkan tambahan traktor untuk kelompok tani kooperator. Pada musim panen, petani juga masih menghadapi kendala terlambatnya merontok

Page 38: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

29

padi, karena keterbatasan mesin perontok (power thresher). Masalah keterlambatan ini dapat diatasi dengan memasukkan tambahan power thresher, agar perontokan padi bisa dilakukan segera setelah panen. Dengan demikian, petani masih punya cukup waktu untuk melakukan pengolahan lahan untuk musim tanam kedua, sehingga IP meningkat dari IP 100 menjadi IP 200. Dengan memasukkan tambahan traktor dan power thresher, luas tanam musim pertama (MH) meningkat dan intensitas tanam juga meningkat dari satu kali menjadi dua kali tanam per tahun, sehingga IP juga meningkat dari IP 100 menjadi IP 200, sesuai dengan sasaran program Gertak Tanpa Dusta.

Dengan introduksi varietas padi umur genjah pada MT I (MH) dan MT II (MK I) maka penanaman padi pada MT II (MK I) dapat dilakukan karena kondisi curah hujan pada MT II masih memungkinkan untuk pertumbuhan dan produksi padi dengan baik. Dengan penerapan pengelolaan tanaman secara terpadu terutama penggunaan varietas umur genjah juga disertai dengan wakktu tanam serentak, karena ditunjang oleh pengolahan tanah dengan traktor, sampai dengan proses panen dengan menggunakan mesin tresher.

Peningkatan pendapatan petani dengan peningkatan IP 200 dibandingkan dengan IP 100 seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Pendapatan petani antara penerapan IP 100 dan IP 200 pada lahan sawah pasang surut varietas Inpara 3 pada Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian di Desa Simbur Naik (MT I dan MT II, 2013).

No. Kelompok Tani Pendapatan (Rp)

Total Pendapatan

(Rp) Dengan IP 200

MT I (MH) MT II (MK I) 1. Sinar Wajo 7.366.000 6.949.000 14.315.000 2. Maminase 8.767.000 7.459.500 16.226.500 3. Bakti Tani 6.952.000 4.729.500 11.681.500 4. Karya Bakti 6.520.000 4.399.500 10.919.500

Page 39: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

30

Dengan produktivitas padi pada MT II (MK I) berkisar antara 3,12 sampai 4,14 ton/ha (GKP) masih memberikan keuntungan apabila awal penanaman serentak dan tanaman dikelola dengan baik, yaitu penerapan PTT padi lahan rawa pasang surut. Sedangkan pada musim tanam biasa MT I (MH) produktivitas berkisar antara 3,52 t/ha sampai 4,27 t/ha (GKP) dengan penanaman varietas Inpara 3.

3. Analisis Usahatani

Dengan penerapan pengelolaan tanaman secara terpadu (PTT) pada usahatani padi lahan rawa pasang surut diperoleh produktvitas padi varietas Inpara 3 pada MT II (musim kering, MK I) di Desa Simbur Naik seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis usahatani padi varietas Inpara 3 dengan teknologi eksisting dan introduksi pada musim tanam II (MK I) di Desa Simbur Naik tahun 2014.

MT II (MK I) 2013 MT II (MK I) 2014 No Uraian Teknologi

Eksisting Teknologi Introduksi

Teknologi Eksisting

Teknologi Introduksi

1. Pengeluaran (Rp) 3.240.000 4.090.000 3.355.000 4.065.000 2. Produksi (t/ha) 2,75 4,10 2,87 4,72 3. Penerimaan (Rp) 8.250.000 12.300.000 8.610.000 14.160.00

0 4. Keuntungan (Rp) 5.010.000 8.210.000 5.255.000 10.095.00

0 5. R/C 2,55 3,01 2,57 3,48 6. Tambahan Biaya 850.000 710.000 7. Tambahan

Keuntungan (Rp) 3.200.000 4.840.000

Usahatani lahan pasang surut pada pertanaman MT II (MK I) layak dan menguntungkan diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C 3,01 dan 2,55 masing-masing dengan teknologi introduksi dan eksisting pata tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 nilai R/C 3,48 dan 2,57 dengan teknologi introduksi dan eksisting. Terlihat terjadi peningkatan nilai R/C pada tahun 2014.

Page 40: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

31

Produksi padi dari teknologi introduksi lebih tinggi 1.350 kg/ha dibandingkan dengan teknologi eksisting tahun 2013 dengan penerimaan usahatani sebesar Rp 4.050.000,- serta tambahan keuntungan sebesar Rp 3.200.000,- Pada tahun 2014 dengan teknologi introduksi peningkatan produksi 1.850 kg/ha dengan penerimaan Rp. 14.160.000.- serta tambahan keuntungan Rp. 4.870.000.

Pada kedua usahatani ini, upah merupakan pengeluaran usahatani yang lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran biaya untuk pembelian bahan. Pada usahatani ynag menerapkan teknologi introduksi biaya yang dikeluarkan untuk upah mencapai 68,5% sedangkan pada teknologi eksisting 74,1%. Besarnya upah yang dikeluarkan pada usahatani eksisting dibandingkan dengan usahatani teknologi introduksi disebabkan rendahnya efisiensi usahatani pada teknologi eksisting, terutama pada pengeluaran biaya persemaian yang dua kali pindah.

Usahatani lahan pasang surut pada pertanaman MT II (MK I) layak dan menguntungkan diusahakan. Hal ini ditunjukan oleh nilai R/C 2,5 dan 3,0 masing-masing dengan teknologi introduksi dan eksisting pata tahun 2013. Sedangkan pada tahun 2014 nilai R/C 3,5 dan 2,7 dengan teknologi introduksi dan eksisting. Terlihat terjadi peningkatan nilai R/C pada tahun 2014. Produksi padi dari teknologi introduksi lebih tinggi 1.350 kg/ha dibandingkan dengan teknologi eksisting tahun 2013 dengan penerimaan usahatani sebesar Rp 4.050.000,- serta keuntungan sebesar Rp 3.200.000,- Pada tahun 2014 dengan teknologi introduksi peningkatan produksi 1.850 kg/ha dengan penerimaan Rp. 5.550.000.- serta keuntungan Rp. 4.700.000.

Pada kedua usahatani ini, upah merupakan pengeluaran usahatani yang lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran biaya untuk pembelian bahan. Pada usahatani ynag menerapkan teknologi introduksi biaya yang dikeluarkan untuk upah mencapai 68,5% sedangkan pada teknologi eksisting 74,1%. Besarnya upah yang dikeluarkan pada usahatani eksisting dibandingkan dengan usahatani teknologi introduksi disebabkan rendahnya efisiensi usahatani pada teknologi eksisting, terutama pada pengeluaran biaya persemaian yang dua kali pindah.

Page 41: LABORATORIUM LAPANG INOVASI PERTANIAN PADA …

32

Pengeluaran biaya usahatani untuk pembelian bahan pada petani yang menerapkan teknologi introduksi lebih besar dibandingkan dengan biaya bahan pada petani yang menerapkan teknologi eksisting. Perbedaan ini terutama terlihat pada biaya untuk pembelian pupuk, kapur, fungisida/insektisida. Biaya pembeliaan bahan yang lebih besar pada petani yang menerapkan teknologi eksisting dibandingkan petani yang menerapkan teknologi introduksi adalah pada pembeliaan benih. Pada umumnya petani menggunakan benih dalam jumlah yang banyak yaitu 60-80 kg/ha. Alasan petani menggunakan benih yang cukup banyak adalah petani belum terbiasa menanam benih 2-3 batang per rumpun, takut adanya serangan hama terutama keong mas dan sistem persemaian yang berpindah.

Besarnya biaya tanam pada teknologi introduksi dibandingkan dengan teknologi eksisting disebabkan oleh sistem tanam yang diaanjurkan pada teknologi introduksi adalah sistem tanam jajar legowo 4:1 dan 2:1 sedangkan sistem tanam petani teknologi eksisting adalah sistem tanam tegel. Namun perbedaannya tidaklah terlalu besar jika bandingkan dengan daerah lain, hal ini disebabkan penanaman padi oleh petani menggunakan paceccuk (alat tugal)