labora 06 agustus 2010_cs5

32

Upload: zuhair-zen

Post on 12-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

2 (Pidato Bung Karno, 17 Agustus 1950) LABORA, Agustus 2010 by: cindykimblog.wordpress.com/c3-ssi.com www.fotografi.isi.ac.id

TRANSCRIPT

Page 1: LABORA 06 Agustus 2010_cs5
Page 2: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

LABORA, Agustus 20102 by: cindykimblog.wordpress.com/c3-ssi.com

“Jan

ganl

ah m

engi

ra k

ita s

emua

sud

ah c

ukup

ber

jasa

den

gan

turu

nnya

si t

igaw

arna

(Bel

anda

). se

lam

a m

asih

ada

rata

p ta

ngis

di

gub

uk-g

ubuk

, bel

umla

h pe

kerja

an k

ita s

eles

ai! B

erju

angl

ah

teru

s de

ngan

men

gucu

rkan

seb

anya

k-ba

nyak

nya

kerin

gat”

(P

idat

o Bu

ng K

arno

, 17

Agus

tus

1950

)

www.

foto

graf

i.isi

.ac.

id

Page 3: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

MerdekaDiterbitkan Berdasarkanuu Pers No 40/1999

PenAnggung JAwAB:Federasi serikat Pekerja Maritim Indonesia

Konfederasi serikat Pekerja seluruh Indonesia

PemimPin umum:Agus Barlianto

wAKil PemimPin umum:Dardo Pratistyo

PemimPin redAKsi:Andito suwignyo

redAKtur PelAKsAnA:Karnali Faisal

redAKsi:safari sidakaton, Ibnu syafaat,

Irsan Husain, Winarko, Dina Nuriyati, syukur Ahmad

sirKulAsi:Abdul Jalal

desAin grAfis:B Jagat setiawan

seKretAris redAKsi/iKlAn:Ria Irawan

AlAmAt redAKsi/sirKulAsi:gedung sPsI. Lt. 4

Jl Raya Pasar Minggu KM. 17 No. 9 JAKARtA 12740

telp/faks. 021-791907760818641626

Redaksi menerima tulisan, artikel,gambar, foto yang belum pernah

dipublikasikan dalam media apapun,redaksi berhak mengubah tulisan/artikel

tersebut tanpa mengurangisubstansi dari isi tulisan.

Dalam melaksanakan tugasnya,Wartawan LABORA selalu

dilengkapi kartu pengenal dan tidakdiperkenankan menerima imbalan

dalam bentuk apapun.

(foto sampul: Kf)

JurnAl PeKerJA indonesiA

Kalau ukurannya Belanda dan Jepang hengkang dari negeri ini dan para pendiri bangsa memproklamirkan kemerdekaan, maka sejak itulah Indonesia merdeka. Tapi kalau dari parameter cita-

cita kemerdekaan mewujudkan masyarakat adil makmur, masih banyak hal yang harus kita perjuangkan.

Jika kita melihat kembali fase perjalanan bangsa kita, maka sesungguhnya kita telah banyak menghabiskan waktu untuk merebut kembali kemerdekaan itu. Yang masih segar dari ingatan kita saat rezim Orde Baru menjalankan pemerintahan. Atas nama stabilitas politik dan pembangunan, penguasa saat itu melakukan berbagai pemasungan hak-hak warga masyarakat. Perbedaan pendapat dianggap tabu dan bernuansa subversif. Repotnya, ukuran dari perbedaan itu sendiri tidak jelas. Karena pada akhirnya selera penguasalah yang menjadi patokan. Suka atau tidak suka.

Di era Orde Baru, kaum pekerja termasuk kelompok yang hanya menjadi objek pembangunan. Sekali lagi, atas nama stabilitas pembangunan, para pekerja dialienasi pada garis tepi bangsa. Semua diatur dalam satu paket kesejahteraan yang sesungguhnya jauh dari kebutuhan hidup minimum.

Pasca jatuhnya rezim Orde Baru (21 Mei 1998), praktik pemasungan hak-hak pekerja juga terus berlangsung. Meski di era sekarang ini, kebebasan berserikat, berpendapat, menyampaikan pendapat di muka umum jauh lebih bisa dinikmati dibandingkan dengan pada era sebelumnya. Pasal 28 UU 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja telah menegaskan bahwa siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja untuk membentuk, menjadi pengurus, menjadi anggota dan/atau menjalankan kegiatan serikat pekerja.

Namun toh kebebasan saja tidak cukup. Ada banyak faktor lain yang harus diperjuangkan agar kesejahteraan pekerja terwujud. Dari sisi pekerja sendiri, yang paling utama adalah meningkatkan produktivitas kerja. Karena produktivitas memiliki kaitan erat dengan kinerja perusahaan. Sementara dari sisi pengusaha, sejauh mana hak-hak pekerja diberikan secara adil dan bertanggung jawab. Dan pemerintah sebagai pelindung seluruh warga negara saat ini sedang merumuskan RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai amanat dari UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Jika semua pihak tersebut sudah memahami posisinya masing-masing dengan baik, maka kemerdekaan bagi pekerja bukan lagi sekadar mimpi.Tapi menjadi sebuah kenyataan. Semoga saja demikian.

Merdeka!

LABORA, Agustus 2010 3

tAJu

K

Page 4: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

fokus .................................. 5> Perjuangan Kelas Pekerja: Demi Kemerdekaan umat Manusia

celoteh ............................. 9> Enaknya Bekerja di Negeri Merdeka

ekonomi .......................... 11> Kita Butuh Lebih dari sekadar Ekonomi

maritim ............................ 13> KsO tPK Koja: ‘Imperialisme Modern’ Perusahaan Plat Merah

konsultasi .................... 18> Jam Kerja di Bulan Puasa, dan tHR ‘KEMItRAAN’

politik .............................. 20> Menanti Jaminan sosial: Akankah Pekerja terjamin?

luar negeri .................. 23> China dan Migrasi ke Luar Negeri

opini .................................. 25> Ekonomi China: Kemakmuran untuk Eksploitasi Pekerja?

sejarah ........................... 27> solidaritas Pekerja Australia Dukung Kemerdekaan RI

resensi ........................... 29> Indonesia Calling: Keberpihakan Kelas Pekerja

esai .................................... 30> Kerja Merdeka

LABORA, Agustus 20104

DAF

tAR

IsI

Page 5: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Demi kemerdekaanumat manusia

PERJuANgAN KELAs PEKERJA:

www.

foto

graf

i.isi

.ac.

id

Bermula dari ‘Nilai Lebih’

Eksploitasi modal atas pe-kerja berlangsung sejak pelim pahan kerja dilakukan,

pada saat seseorang bekerja karena perintah dari orang lain dengan imbalan tertentu. Imbalan yang pada awalnya setara dengan kerja, bahwa, seperti bahasa Marx, “Setiap orang memperoleh hasil sesuai dengan apa yang diusahakannya”, berubah ketika pemodal atau pemberi kerja memberikan ‘nilai lebih’ atas setiap produksi yang dihasilkan pekerja.

Pemodal menghargai pekerjaan pekerja lebih kecil dari produksinya, memasukkan berbagai unsur biaya demi mendapatkan ‘laba’. Sejak titik ini, kedudukan pemodal dan pekerja tidak akan pernah sejajar. Pekerja, pada midset ini, menjadi subordinat dari industri. Biaya produksi akan selalu naik sedangkan kapasitas pekerja yang diukur berdasarkan depresiasi fisikal semata akan cenderung menurun.

Watak dasar nilai lebih adalah kerakusan, eksploitasi dan peng-hisapan, yang bisa hidup dan meng-hidupi atas nama apapun, dengan cara apapun. Forma nilai lebih paling primitif adalah feodalisme, sebentuk ‘superioritas’ terhadap orang atau golongan lain, sehingga ia merasa ‘berhak’ untuk memaksakan sesuatu atas atau kepada orang lain. Agar eksis, ego personal ini dilanggengkan dalam ego material, penguasaan atas alat produksi. Dalam perspektif

dialektika historis, penguasaan alat produksi mengawali ego personal.

Tujuan konkret penguasaan alat produksi adalah memastikan tiada pikiran dan tubuh yang tidak terkontrol. Lalu, setelah semuanya terakumulasi, ia harus digerakkan oleh tiga hal: bahan baku, SDM, pasar. Kolonialisme, mencari daerah baru, merupakan satu-satunya tindakan agar modal terus bergerak dan tidak berhenti sebagai benda mati.

senjata Feodalisme dan Kapitalisme terutama Peluru dan Pedang. senjata Proletar Industri ialah Agitasi, Mogok dan Demonstrasi. sebulan Massa-Aksi di Indonesia sekarang lebih berguna dari 4 tahun Dipo Negoroisme. Zaman Baru membawa senjata Baru!!!(tan malaka, 1926)

LABORA, Agustus 2010 5

FOKu

s

Page 6: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

KINI PEKERJA MENgALAMI DEgRADAsI KuALItAs HIDuP. uPAH tIDAK PERNAH NAIK sECARA sIgNIFIKAN, APALAgI yANg MENyEJAHtERAKAN. BILA ADA PERu BAHAN NOMINAL, Itu LEBIH KARENA FAKtOR INFLAsI.

PeKerJA modern =BudAK ProfesionAl

Bagi pemodal yang ingin men-dapatkan nilai lebih dengan jalan pintas, mereka kerahkan tim eks-pedisi ke negeri-negeri ‘tak beradab’ untuk mencari manusia-manusia ‘pedalaman/primitif/aborigin yang diperjualbelikan sebagai komoditi (baca: budak). Pemodal tidak perlu mengeluarkan harta secuilpun. Ka-laulah ada upah, itupun tidak akan berlebihan, cukup sebatas bertahan hidup.

Dalam praktik bisnis ‘modern’, tidak mungkin memelihara aset yang aus atau yang nilai ekonomisnya telah habis karena hanya akan menaikkan biaya pokok dan membuat perusahaan sulit berkompetisi. Pada saat yang sama, perusahaan tidak boleh men-jadikan kegiatan non-ekonomis se-bagai tolak ukur kebijakan peru-sahaan yang membuatnya tidak efektif/fokus dan keluar dari rel uta-manya, mencari keuntungan yang sebanyak-seluas mungkin. Dalam alam pikiran pemodal, kebijakan melestarikan karyawan organik atau program sosial untuk pemberdayaan lingkungan sekitar perusahaan tidak bisa dipertahankan sebab memberatkan anggaran.

Berbagi dana pensiun, tunjangan dan santunan yang diberikan kepada pekerja paripurna merupakan cermin

Bagi perusahaan negara pem-buru rente, tidak mengapa prak-tik perusahaan melabrak UU ke-te nagakerjaan, asalkan mereka memperoleh profit besar. Tentu saja itu tidak otomatis setoran kepada negara yang juga (seharusnya besar). Misalnya, praktik KSO di TPK Koja, sesuatu yang tidak berbadan hukum namun berperilaku layaknya sebuah perusahaan normal. Pada saat yang sama, pekerjanya tidak diperlakukan sesuai UU ketenagakerjaan.

modAl, AlAt PenindAsAn utAmADengan demikian, modal semakin

menjauh dari konsep dan peruntukan awalnya. Pada awalnya modal masih berbau sosial sebagai tanda penghargaan dan bukti kesetaraan atas aset. Tidak mungkin peran

ketakutan masa lalu. Mulailah di-cari cara agar perusahaan selalu me nerima asupan darah segar da-lam hal modal dan SDM, pada saat yang sama juga terhindar dari ke-giatan-kegiatan non-produktif. Satu-satunya cara yang efektif ada-lah melalui permainan regulasi. Kebijakan sosial diserahkan kepada negara. Namun pelaksanaan jaminan sosial bagi kelas pekerja tidak mu-lus begitu saja, apalagi ketika pe-ru sahaan mendapat getahnya. Ke butuhan terhadap dana sosial ‘di sele saikan’ dengan menaikkan pajak, menciptakan retribusi baru, meskipun mungkin dengan cara memperluas konsesi privatisasi. Negara tidak ingin masalah sosial menjadi duri yang menyeret kepada konflik politik.

LABORA, Agustus 20106

FOKu

s

Page 7: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

pe kerja hilang begitu saja bagi per kembangan perusahaan. Dari keringat-pemikiran-darah pekerjalah perusahaan bisa berkembang. Sebagaimana salah satu ungkapan Abraham Lincoln yang terkenal, “Pekerja lebih dahulu ada daripada modal. Modal tidak akan eksis tanpa pekerja.”

Namun, ketika distribusi kerja semakin kompleks, pekerja tidak memaknai kerja sebagai aktualisasi dan bagian dari pilihan bebasnya. Penguasaan modal yang merampas alat produksinya membuat pemak-naan baru tentang imbalan sebagai upah atas kerja sekian waktu, bu-kan produksi secara keseluruhan. Akibatnya, pekerja tidak layak mendapatkan prosentase keuntungan atas produksi. Melalui jaringan

‘perselingkuhan’ kaum kapitalis birokrat, sistem “l’exploitation de l’homme par l’homme” ini dilegalkan dalam bentuk regulasi pekerja out-sourcing dan kontrak.

modernisAsi PerBudAKAnSudah tentu sistem outsourcing

dan kontrak merupakan modernisasi dari perbudakan. Dulu perbudakan dilegalkan dengan hegemoni sen-jata dan kekuatan militer. Kini tam pilannya lebih abstrak, dalam bentuk regulasi yang dibuat oleh parlemen. Kerajaan pemodal sema-kin menggurita bukan hanya jejaring penetrasi modalnya.

Tidak puas disitu, mereka juga mengklaim hak cipta atas segala sesuatu yang tidak mereka kuasai secara fisik. Pekerja furnitur di Jepara, pembatik di Pekalongan, pembuat tempe di desa-desa, dan pekerja-pekerja Nusantara boleh bekerja keras. Tapi hasil akhirnya akan diraup oleh pengusaha di belahan dunia lain, hanya karena para pengrajin itu menggunakan model/desain pengusaha ‘yang terdaftar’ di pengadilan atas nama Hak Cipta. Pada saat yang sama, tentu saja, mereka menolak royalti pekerja domestik yang secara de facto mengamankan, mencerdaskan dan menyehatkan keturunan kaum pemodal. Selama memungkinkan, perusahaan akan mensubkan pekerjaannya dan secara perlahan akan meng-outsourcing-kan seluruh stafnya.

Sistem dan alat produksi me-nindas siapapun tanpa perlu keha-diran fisik pemodal. Sedemikian cang gihnya sehingga, dalam alam bawah sadarnya, setiap orang ter-libat, menjadi bagian, atau setidak-tidaknya mengafirmasi keberadaan sistem ini. Sistem yang saling me-ngunci agar tidak ada seorang pun yang mampu keluar dari sistem ini. Aktivis serikat mampu berteriak

lantang untuk prosentase bonus atau dana pensiun namun mendadak gagap ketika karyawan outsourcing Koperasi Karyawan meminta pe ru-bahan status kepegawaian. Kesad-aran pekerja outsourcing dapat me-nurunkan SHU pekerja organik.

PerJuAngAn semestADapat disimpulkan, perjuangan

pekerja bersifat internasional. Eksploitasi modal atas massa pe-kerja terjadi dimana saja, tidak dibatasi oleh sekat-sekat demografi, etnik, sentimen agama dan garis politik tertentu. Apapun bentuk eksploitasinya, kelas pekerja adalah objek penderita yang paling rentan.

Pada saat yang sama pekerja mengetahui bahwa setiap orang tidak bisa lepas dari teritorinya. Pekerja melawan penindasan yang ada di hadapan mereka. Perjuangan mereka butuh dukungan sesama kelas pekerja yang juga turut merasakan penderitaan yang sama. Bahasa senasib sependeritaan adalah nasionalisme. Nasionalisme menjadi common sense setiap warga pekerja di suatu teritorial.

Pada saat yang sama kapitalisme membuat nasionalisme sebagai strategi tandingan agar solidaritas pekerja termampat hanya oleh garis-garis negara-bangsa. Alih-alih penggerak untuk perlawanan atas ekslpolitasi, pekerja dimobilisasi, secara gratisan tentunya, atas nama nasionalisme.

Kebutuhan industri suatu negara bisa bermakna keberlangsungan kerja bagi pekerja lokal. Bahkan adanya daerah koloni bisa jadi tantangan bagi pekerja lokal untuk mengubah nasibnya. Tak jarang mereka berhadapan dengan sesama pekerja, terpaksa, karena ‘tuntutan kerja’ dan ‘perintah atasan’. Per-tarungan modal menciptakan Perang Dunia, krisis ekonomi dunia, dan kemiskinan global.

www.online.wsj.com

LABORA, Agustus 2010 7

FOKu

s

Page 8: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

syArAt Primer: PengorgAnisirAn mAssA

Tindakan pertama gerakan pe-kerja menentang hegemoni modal adalah mengorganisir massa pekerja, dimulai dari lingkungan terdekat. Teritorial pekerja harus diamankan, agar kekuatan solid dan tidak ada yang ‘masuk angin’.

Banyaknya jumlah serikat pe-kerja tidak berarti bertambahnya jum lah pekerja karena mereka ha nya memancing anggota di ko-lam yang sama, tidak menyebar dan mengorganisir pekerja sektor lain yang belum berserikat. Seri-kat pekerja yang muncul pun ma-sih berkutat di sektor industri manufaktur. Apalagi minat pekerja untuk berserikat pun semakin ber-kurang karena bekerjanya rezim flek sibilitas (Tjandraningsih, 2002).

Namun, takdir sejarah gerakan pekerja adalah gerakan perlawanan. Ia merupakan reaksi atas sistem penindasan yang dibangun oleh suprastruktur dalam masyarakat. Kelas pekerja, motor utama gera-kan ini, lahir bersamaan dengan mun culnya nilai lebih sebagai pe-milah masyarakat borjuis dan pro letar. Kekuatan pekerja harus

karena pekerja tidak dianggap sebagai kekuatan politik. Untuk itu pekerja bisa memulai menyusun kekuatan pekerja karena tidak hanya merebut kekuasaan tapi juga mempengaruhi kebijakan yang lebih populis karena organ-organ yang ada di masyarakat tidak ada yang terorganisir. Pekerja tidak bisa berjuang sendiri. Pekerja harus berjuang bersama eleman masyarakat yang lain.

Kelas pekerja harus berani me-ninjau kembali segala regulasi ke tenagakerjaan. Pembuatan se-ri kat yang terlalu mudah perlu ditin jau ulang. UU 21/2000 hanya mensyaratkan 10 orang. Hal ini membuat SP menjadi ringkih dan tidak solid. Negara hanya men-catat bukan memverifikasi. Saat ini seandainya seluruh klaim ke-anggotaan serikat, federasi, dan konfederasi itu dihitung seadanya maka jumlahnya akan melebihi jumlah penduduk Indonesia.

Pekerja membutuhkan suatu perubahan yang mendasar dan berdampak jangka panjang. Dana sosial yang dihimpun dari pekerja langsung dipotong dari gajinya tiap bulan nilainya mencapai Rp 80 triliun. Masalahnya, ini hanya dianggap harta negara, pemerintah dan BUMN. Padahal bila ini dijadikan harta amanat, dana yang dikelola untuk kepentingan peserta dan masyarakat akan berpengaruh luar biasa. Kebijakan ini harus dilawan. Selama ini jamsotek menjadi sapi perah oleh berbagai kepentingan politik.

Nilai ini tidak akan musnah kecuali ada kesederajatan dalam kesepahaman tentang kemanusiaan. Sebab benteng terbesar nilai lebih adalah pembedaan dan pelebihan satu manusia dengan manusia yang lain. Tidak heran jika perlawanan terhadap feodalisme yang paling awal adalah “berlaku adil sejak dalam pikiran”. [andito]

menggabungkan kekuatannya de-ngan kekuatan petani dan kekuatan borjuis kecil. Mustahil kemerdekaan yang hakiki dapat diraih tanpa diawali oleh kemerdekaan kelas pekerja (Tan Malaka, “Semangat Muda”, 1926).

mencAri JAlAn KemerdeKAAnKini pekerja mengalami degradasi

kualitas hidup. Upah tidak pernah naik secara signifikan, apalagi yang menyejahterakan. Bila ada peru-bahan nominal, itu lebih karena faktor inflasi. Kini kita meributkan hal-hal yang remeh, selalu berkutat di UMK dan batas kemiskinan di US$ 2.

Pelanggaran korporasi dibiarkan. Negara tidak mampu menjalankan aturan/hukum karena dominasi kaum oligarkis. Negara membiarkan massa mengambang tanpa menyertakan pendidikan politik, bela negara dan kesadaran kelas. Kebutuhan kerja tinggi dan tenaga kerja cadangan banyak. Pada saat yang sama, ba-nyak brutus di serikat pekerja yang lebih memihak perusahaan daripada pekerja sendiri.

Nasib pekerja tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun

www.life.com

LABORA, Agustus 20108

FOKu

s

Page 9: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Enaknya Bekerjadi Negeri Merdeka

» Jerry PriyoNo (42 tahun)Penjual shockbreaker bekas, Jl Pasar Minggu Jakarta Selatan

Saat ini penjualan semakin hari semakin payah. Semua barang

kalah sama produk China yang kualitasnya belum tentu bagus. Saya sudah kasih garansi, tapi tetap saja orang-orang masih memilih barang China karena lebih murah. Sekarang harga-harga semakin mahal, terutama sembako menjelang

bulan puasa ini. Kini, dagang tidak bisa diprediksi. Kadang-kadang hari ini dapat, besok tidak dapat uang sama sekali. Semua barang mahal sementara penghasilan standar. Untuk makan tiga kali sehari saja masih kurang. Saya belum tahu menghadapi masa depan. Saat ini saja susah. Dulu saya berdagang sparepart, tapi bangkrut karena tak bisa melawan toko yang besar. Kalau ada yang mengajak saya kerja, lebih baik kerja kantoran daripada

dagang. Penghasilan lebih pasti dan tidak stres.

» ArifiN AB (38 tahun)Satpam Gedung oH CenterTebet, Jakarta

Dulu pekerjaan saya adalah debt collector. Tapi menurut

saya pekerjaan itu tidak baik untuk kehidupan keluarga, makanya saya keluar dan menjadi satpam. Saya merasa lebih merdeka dari sebelumnya. Gaji saya Rp 1,7 juta per bulan, sedikit naik (dibandingkan debt collector) sehingga saya bisa kredit motor, bayar listrik dan kontrak rumah. Saya belum banyak tahu mengenai hak-hak pekerja. Saya tidak tahu apakah perusahaan mengiur asuransi Jamsostek atau yang lain. Tapi yang paling saya butuhkan saat ini adalah bantuan kesehatan. Tugas satpam itu berat karena harus bertanggung jawab diluar maupun didalam perusahaan. Fisik harus prima. Kalau bicara kepuasan, itu sangat relatif. Tapi kalau ada pekerjaan yang lebih baik lagi, saya akan pindah.

» HuMAidiStaf dPP KSPSi, Pasar Minggu

Saya bekerja sebagai staf DPP KSPSI sejak tahun 1980. Saya

merasa mer deka karena sistem kerja disini tidak terikat. Kerja di organisasi ada jam ker janya tapi tidak membebani, yang penting

www.

slum

trave

ller.w

ordp

ress

.com

LABORA, Agustus 2010 9

CEL

OtE

H

Page 10: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

kita bertanggung jawab dan selalu ada jika dibutuhkan. Tugas utama kita me-la yani pimpinan dan anggota. Kalau ma salah materi, itu relatif gimana cara pemanfaatannya. Kalau bicara standar memang gaji itu kecil, makanya saya cukup-cukupkan agar bisa sampai satu bulan. Namanya juga kerja di organisasi. Saya menyadari itu makanya saya terima saja. Selama disini saya tidak punya per-masalahan secara prinsip dengan orga-nisasi ini. Selama belum ada tempat lain yang lebih menyejahterakan, saya akan bertahan disini. Bila ada tawaran (kerja) lain yang lebih menarik, saya akan pindah. Kenapa tidak, inikah demi mendapatkan yang lebih baik.

» Ayi JuJu (35 tahun)Tukang bubur,Nanggewer Cibinong Bogor

Saya sudah bekerja dan berdagang macam-macam. Saya pernah bekerja

di pabrik baja di Cakung; satpam di pabrik garmen; kernet bis Mayasari Bakti. Bahkan preman di Pasar Pramuka. Tapi saya akhirnya berhenti setelah teman saya tewas dihajar massa karena menodong tukang bajaj di Pasar Genjing. Kapok jadi preman, saya berdagang martabak, kemudian mie

ayam di Ciamis. Karena hasilnya tidak mencukupi, akhirnya saya dagang sepatu dan sandal secara keliling. Akhirnya ada teman yang memberi ide untuk berdagang bubur. Katanya, semua orang bisa makan bubur. Dagang bubur kerjanya santai, berangkat jam 5.30, jam 9 sudah di rumah. Pulang dagang saya juga bisa ikut kegiatan kemasyarakatan dan beribadah dengan tenang. Sekarang saya sudah punya dua gerobak.

» Sri dewANTi (41)Staf administrasi PT Anisa Tour & Travel, Jakarta

Walaupun baru tiga bulan bekerja disini, banyak sekali perubahan yang saya dapatkan. Saya merasa lebih merdeka dalam hal waktu kerja maupun finansial. Setiap bulan, saya digaji Rp 2 juta, belum termasuk tunjangan. Selain itu, saya juga sidejob sebagai agen asuransi. Total penghasilan saya Rp 3-4 juta perbulan. Sebelumnya, saya bekerja sebagai sekre-taris redaksi dan keuangan sebuah tabloid, tapi bangkrut. Hingga saat ini saya saya belum pernah bermasalah de ngan dua pekerjaan ini. Karena hasilnya ada dan jelas, sepertinya saya akan te tap fokus di dua bidang pekerjaan ini.

tAPI yANg PALINg sAyA ButuHKAN sAAt INI ADALAH

BANtuAN KEsEHAtAN.

tugAs sAtPAM Itu BERAt

KARENA HARus BERtANgguNg JAWAB DILuAR

MAuPuN DIDALAM PERusAHAAN.

www.

slum

trave

ller.w

ordp

ress

.com

LABORA, Agustus 201010

CEL

OtE

H

Page 11: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Tidak diragukan lagi, semua orang ingin hidup di dunia yang lebih baik, memilih

men dapatkan peluang mobilitas sosial, dengan pekerjaan yang baik, akses terhadap pendapatan dan ke-mampuan untuk menikmati kese-jah teraan. Namun, akan baik jika ber tanya: bagaimanakah semua ini dapat dicapai? Dengan kata lain: Ba gaimanakah membangun “dunia lain” yang diinginkan, yang lebih adil dan mengurangi ketimpangan?

Pembangunan “dunia lain” ini tidak diragukan lagi membuahkan hasil berupa sistem ekonomi yang dibentuk untuk mendorong kegiatan ekonomi. Ekonomi (teori dan praktik) dalam pengertian umum, memiliki “daya” untuk meningkatkan atau menghambat kehidupan banyak orang. Inilah sebabnya mengapa kita perlu membangun sistem eko-nomi yang menyerap isu-isu sosial. Kita tidak boleh melupakan bahwa perekonomian itu, dalam praktiknya, adalah ilmu manusia yang tidak pasti.

Adalah fakta yang tak terban-

tahkan bahwa ekonomi modern

Cimar Prieto Alejandro Aparicio Ekonom (usP) dan gelar Master di bidang Kependudukan (unicamp).

Marcus Eduardo de Oliveira Ekonom (FEAO), master, usP, profesor ekonomi dan uNIFIEO FAC-Fito.

Keduanya adalah anggota gECEu - Kelompok studi Perdagangan Luar Negeri uNIFIEO

kita Butuh lebihdari sekadar ekonomi

www.

evea

nder

sson

.com

LABORA, Agustus 2010 11

EKO

NO

MI

Page 12: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

BRAZIL ADALAH uJuNg tOMBAK EKsPOR INDustRI PEsA WAt tERBANg DAN sEPAtu, tAPI tERu s MEM -BIARKAN JutAAN RAKyAtNyA BER-JALAN DENgAN KAKI tELANJANg.

tidak akan diperhitungkan tanpa me masukkan bidang sosial. Sangat penting untuk mempertimbangkan teori sosial yang komprehensif dan mampu mencakup aktor yang berbeda dari pembangunan sosial-ekonomi, pem bangunan tanpa mengabaikan masalah-masalah ekologis.

Dengan perspektif baru tersebut, kita akan mudah memverifikasi ke-ti daksetaraan tingkat kekayaan dan pertumbuhan ekonomi pada sua tu negara, seperti Brazil mi-sal nya, yang selama ini tidak mu-dah dipahami. Hasil studi IPEA (Ins tituto de Pesquisa Econômica Apli cada) tahun 2008 menyatakan, Brazil mengalami perbaikan dalam distribusi pendapatan. Tetapi hampir 50 juta masyarakatnya tinggal dalam kemiskinan dengan pendapatan perkapita/bulan di bawah R $ 190,00. (sekitar Rp 970 .000).

Selain itu, masih ada jutaan pen-

duduk miskin yang menjadi subyek kelaparan, meskipun Brasil adalah negara terbesar kelima di ekstensi teritorial, dengan lebih dari 670 juta hektar tanah yang subur. Sayangnya, isu kelaparan masih disikapi dengan tindakan paliatif (diremehkan tanpa dicari penyebabnya). Brazil adalah ujung tombak ekspor industri pesa-wat terbang dan sepatu, tapi teru s mem biarkan jutaan rakyatnya ber-jalan dengan kaki telanjang.

Aristoteles mengatakan bahwa memiliki tingkat pendapatan mini-mum diperlukan agar manusia bi sa hidup dengan bermartabat pe nuh kebajikan. Bagaimanakah men cip-takan ekonomi baru dengan pengu-rangan angka kemiskinan? Tidak dira gukan lagi, pemeliharaan kons-tan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah prasyarat bagi perbai-kan kondisi kehidupan, ber sama de ngan kebijakan yang tepat dari

transfer pendapatan.Tapi anda bisa jatuh ke da lam pan-

dangan deterministik, dan me lihat segalanya sebagai re ka yasa sosial. Kita juga harus mempertimbangkan perkembangan manusia, yang me-nekankan pen tingnya martabat setiap orang. Hal ini tidak hanya tergantung pada kebijakan ekonomi yang baik, tapi inisiatif untuk kerjasama dan solidaritas yang dapat dilakukan oleh masing-masing dari kita di sekolah-sekolah, bisnis dan organisasi masyarakat sipil. Salah satu contoh adalah Instituto Ethos, yang mendorong pengusaha dan eksekutif untuk mengelola bisnis mereka dengan cara bertanggung jawab secara sosial.

Sangat penting bahwa orang-orang lebih baik bertindak lebih baik secara etis dan politis untuk pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial.

[english.pravda.ru, 16/07/2010]

www.knowledge.allianz.com

LABORA, Agustus 201012

EKO

NO

MI

Page 13: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Selama ini TPK Koja diper la-kukan sebagai ’mesin ATM’ bagi Pelindo II. Produktivitas

dan kinerja perusahaan ini jauh melebihi Pelindo II. Tapi nasib peru-sahaan dan karyawannya seperti anak tiri.

PrAKtiK PerusAhAAnKSO TPK Koja melakukan ke-

giatan pokok dalam sebuah bisnis pelabuhan yaitu bongkar-muat dan receiving-delivery petikemas. Ma najemen bertanggung jawab kepada perusahaan induk atas segala pengelolaannya. Uniknya, Manajemen dapat merekrut dan mempekerjakan karyawan tetap. Tetapi karyawan yang dipekerjakan bukan merupakan karyawan tetap perusahaan induknya (Pelindo II atau HPI) dan pada saat yang sama bukan perusahaan outsourcing, dan bukan pula perusahaan berbadan hukum.

Dengan sistem seperti ini, TPK Koja memperoleh profit 74% dari

revenue tahunan. Dengan perhi-tungan total investasi awal US$ 255.429.797 maka KSO TPK Koja telah memasuki payback periode di tahun 2006. Alih-alih apreasiasi dan reward, manajemen melakukan wanprestasi dengan tidak menambah investasi, mengkerdilkan aset peru-sahaan (lapangan penumpukan, dermaga dan lapangan parkir), dan tidak melakukan peremajaan alat. Secara jangka pendek memang mendatangkan keuntungan, namun tidak sustainable dalam jangka panjang. Akibatnya, KSO TPK Koja semakin sulit menghadapi pasar global. Meskipun demikian, pekerja terus berupaya menunjukkan kinerja yang optimal. Mereka terlibat aktif terhadap program 24 jam nonstop sesuai tuntutan pengguna jasa dan

mendukung program pemerintah.

mAniPulAsi BisnisMasalah utama terletak pada

pondasi KSO TPK Koja yang meru-pakan objek perikatan perdata antara Pelindo II dan HPI. KSO memang dikenal di dunia bisnis tapi tidak berfungsi sebagai badan hukum. KSO pun hanya melibatkan karyawan internal di perusahaan induk, bukan merekrut karyawan baru.

Perihal larangan KSO tersebut sebenarnya sudah tertuang dalam AD/RT BUMN. Bahkan Kementerian BUMN meminta perusahaan plat merah agar tidak melakukan KSO dalam mengurus bisnis intinya. Jika sebuah BUMN terlalu banyak melakukan KSO maka direksinya

‘imperialisme modern’ perusahaan plat merah

KsO tPK KOJA:

Apabila kita ingin mengetahui seperti apakah penjajahan di

masa kemerdekaan ini, tanyalah karyawan terminal Peti Kemas Koja (tPK Koja). Mereka akan

fasih bercerita kepada kita tentang pengeksploitasian

perusahaan anak negeri dengan cara mengaburkan status badan

hukum perusahaan tersebut.

LABORA

LABORA, Agustus 2010 13

MAR

ItIM

Page 14: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

dianggap tidak mampu menjalankan perusahaan tersebut.

Di TPK Koja banyak kerancuan fungsi KSO yang berlaku selama 20 tahun (sampai 2018). Pada saat Pelindo II dipegang oleh Abdullah Syaifuddin, top manajemen TPK Koja dijabat direktur utama yang tentu hanya dikenal dalam badan usaha berbentuk Perseroan Terbatas. Seharusnya TPK Koja mustahil melakukan pengelolaan sebuah terminal petikemas sebagaimana lazimnya sebuah badan usaha.

Ketidakjelasan status perusahaan ber dampak pada upaya peningkatan kese jahteraan karyawan. Setiap dilakukan perundingan, pengelola KSO selalu mengelak tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan persoalan krusial yang berkaitan dengan kesejahteraan. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) telantar hingga kini dan tidak pernah ditanggapi serius oleh pihak manajemen de-ngan dalih mereka tidak memiliki ke wenangan dan isunya selalu dilem-par kepada pemilik.

PelAnggArAn uu KetenAgAKerJAAn

Praktik transparan diatas ber-ten tangan dengan Pasal 64 UU No-mor 13 Tahun 2003 tentang Kete-na gakerjaan bahwa penyerahan pe laksanaan pekerjaan kepada pe-ru sahaan lainnya hanya bisa mela lui dua metode, yaitu perjanjian pem-borongan pekerjaan atau penyediaan jasa tenaga kerja.

Dalam pasal 59, 65 dan 66 dinyata-kan pula bahwa pekerjaan yang diserahkan pengelolaannya tersebut tidak boleh lebih dari tiga tahun, tidak boleh bagian dari kegiatan pokok dan perusahaan pengelolanya harus berbadan hukum.

Akibat ketidakjelasan badan hukum, TPK Koja tidak mampu mengembangkan investasi dan meremajakan peralatan yang sudah

aus. Amortisasi headtruck dan RTG sudah 0 (Nol) karena umur ekonomisnya telah habis. Jangan ditanya bagaimana kelengkapan K3 pada perusahaan ini. Semua operator mengatakan mereka bergerak karena insting, bukan karena dukungan sistem dan peralatan keamanan dan keselamatan yang canggih. Bis nis terminal petikemas sangat meng-andalkan equipment. Gagal dalam men jaga nilai ekonomi sebuah equip-ment berarti selangkah menuju kehancuran.

Kebesaran TPK Koja tidak bisa dinilai dari aset bergeraknya semata. Contohnya dari demografi, masih akan ada kegiatan ekspor impor ke/dari Indonesia. Banyak hal lain yang bisa digunakan. Apabila Koja dikembangkan secara profesional

akan memungkinkan Tanjung Priok sebagai hub port menyaingi Singa-pura. Itu akan membuat perdagangan kita jauh lebih kuat. Bisa dihitung berapa nilai logistik yang terbuang karena kapal harus transit dulu di Singapura. Tentu saja permainan kartel shipping lines dan juga kepe-milikan saham PSA (Singapura) terhadap HPH juga menjadi faktor penentu mengapa Tanjung Priok sulit melewati Singapura.

solusi Usaha Serikat Pekerja TPK Koja

untuk mempertanyakan status badan hukum mendapat respon positif. Meneg BUMN Laksamana Sukardi mengeluarkan surat pe-rihal Pembentukan Joint Venture Company (JVC) KSO TPK Koja

LABORA, Agustus 201014

MAR

ItIM

Page 15: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

(14/05/2003). Direksi PT Pelindo II dan PT Ocean Terminal Petikemas pun bereaksi positif dengan membentuk TIM Penyiapan Pembentukan Ba dan Hukum Perseroan Terbatas Ter minal Petikemas Koja (9/2/2004). Sayangnya, hingga kini tidak ada tindakan konkret apapun.

Sebenarnya, pelanggaran hukum diatas dapat diselesaikan dengan dua alternatif. Pertama, KSO TPK Koja menjadi unit terminal peti kemas yang keberadaannya merupakan salah satu unit usaha yang tidak terpisahkan dari salah satu perusahaan induk PT Pelindo II atau PT HPI dimana karyawannya merupakan karyawan tetap PT Pelindo II dengan tetap adanya pembagian keuntungan dengan PT Pelindo II atau PT HPI. Atau kedua, KSO TPK Koja ditingkatkan menjadi perusahaan patungan yang berbadan hukum tetap (joint venture company) dimana karyawannya menjadi karyawan tetap perusahaan baru ini.

Pengaburan status badan hukum perusahaan, bentuk lain imperialisme modern. [andito/sptpkk.org]

TerMiNAL Peti Kemas Koja, awalnya bernama Ter-minal Petikemas III, adalah ter minal petikemas yang di-ba ngun dan dikelola oleh PT. Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) dan PT. Humpuss Terminal Petikemas (HTP). Perjanjian kerjasama operasi (KSO, joint operation) pembangunan dan pengelolaan dua perusahaan tersebut dituangkan dalam Perjanjian No. HK 566/6/4/PI.II-94 dan 001/HTP-PI.II/VIII/1994 (16/8/1994) dan Addendum Perjanjian No. HK 566/2/12/PI.II-99 dan 0012/HTP.PI.II/ADD/III/99 (26/3/1999). Saham KSO TPK Koja dikuasai Pe lindo II sebesar 52% dan HTP sebesar 48%.

Pada tahun 2000 aset HTP yang ditanam di TPK Koja dijaminkan di BPPN. Melalui BPPN, kepemilikan HTP dibeli oleh Ocean Deep Investment Holding Ltd. (59,6%) dan Ocean East Investment Holding Ltd. (40,4%) yang berbadan hukum di Mauritius (26/6/2000). Se-lanjutnya Ocean East dan Ocean Deep menjelma men-ja di PT. Ocean Terminal Pe-ti kemas (OTP) (28/8/2000) dan berubah lagi menjadi PT Hutchison Ports Indonesia (HPI) (14/08/2007).

HPI adalah anak perusa-haan Hutchison Port Holdings, operator terminal dunia yang berpusat di Hongkong yang memiliki 51 pelabuhan di 25 negara. [andito/sptpkk.org]

sEJARAH KsOKEtIDAKJELAsAN stAtus PERu sA-HAAN BER DAM-PAK PADA uPAyA PENINgKAtAN KEsE JAHtERAAN KARyAWAN. sE-tIAP DILAKuKAN PERuNDINgAN, PENgELOLA KsO sELALu ME NgELAK tI-DAK MEMILIKI KEWENANgAN uNtuK MEMu-tus KAN PER-sOA LAN KRu-sIAL yANg BER KAItAN DE-NgAN KEsEJAH-tERAAN.

LABORA

LABORA, Agustus 2010 15

MAR

ItIM

Page 16: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

www.

2.bp

.blo

gspo

t.com

Pekerja Informal

Pekerja sektor infor-mal adalah pekerja yang tidak mendapat perlindungan negara. Mereka tidak ber peng -hasilan tetap, tidak punya status kerja permanen, tempat kerja tanpa keamanan dan keselamatan kerja, dan tidak ber badan hukum.

Pasca krisis ekonomi glo bal tahun 2008, pekerja informal te rus ber tambah dan ki ni mencapai 73,67 juta orang per kuartal 1/2010. Apa-pun bentuk Ba dan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJs) nantinya, hendaknya mereka mem peroleh hak atas jaminan sosial.

LABORA, Agustus 201016

MO

MEN

Page 17: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

www.

phot

obuc

ket.c

om

www.

gdag

alle

ry.bl

ogsp

ot.c

om

www.

ever

ythi

ngsp

ossi

ble.

files

.wor

dpre

ss.c

om

www.

jaka

cjr.f

iles.

word

pres

s.co

mww

w.ph

otob

ucke

t.com

LABORA, Agustus 2010 17

MO

MEN

Page 18: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

jam kerja di Bulan puasa, dan thr ‘kemitraan’

Pengasuh: Irsan Husain

TANYA:Saya Tati Feryana, pekerja di PT.

Hogy Indonesia Cikarang. Saya ingin ber tanya, adakah peraturan khusus dari pemerintah mengenai waktu kerja pada bulan Ramadhan dan pengaturan Tunjangan Hari Raya (THR)? Berapa besaran THR yang seharusnya dan kapan waktu pemberiannya? Terima kasih.

[email protected]

JAWAB:Tati yang baik,Peraturan jam kerja di bulan Ramadhan

merupakan hak si pekerja dan si pemberi kerja. Hal tersebut diatur dalam PKB ataupun Peraturan Perusahaan dan dise-laraskan dengan kondisi kerja perusahaan masing-masing. Tinggal diatur sesuai dengan kesepakatan kapan waktu untuk buka puasa dan kapan saat sahur di tem-pat kerja bila pabrik atau perusahaan melakukan kerja hingga dini hari.

Sedangkan THR telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4/1994 tentang Tunjangan Hari raya Keagamaan bagi Pekerja di Peru­sahaan. THR ini diberikan satu kali dalam satu tahun. Pengusaha wajib mem berikan kepada pekerja yang sudah bekerja minimal 3 bulan (Pasal 2).

Mengenai besarannya, Pasal 3 Ayat 1 menyatakan bahwa pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1(satu) bulan upah. Sedangkan pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah. Yang dimaksud dengan upah satu bulan adalah upah pokok di tambah tunjangan-tunjangan tetap.

Yang menarik, apabila besarnya nilai

THR menurut Kesepakatan Kerja (KK)/Peraturan Perusahaan (PP)/Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)/kebiasaan ternyata lebih besar dari nilai Pasal 3 Ayat 1 tersebut diatas, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Ker-ja Bersama atau kebiasaan yang telah

LABORA, Agustus 201018

KON

su

LtAs

I

Page 19: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

MENgENAI AtuRAN KAPAN WAKtuNyA MEN DAPAtKAN tHR, DALAM PAsAL 4 AyAt 2 DIKAtAKAN BAHWA PENgusAHA WAJIB MEM-BAyAR tHR sELAMBAt-LAMBAtNyA 7 (tuJuH) HARI sEBELuM HARI RAyA KEAgAMAAN.

jam kerja di Bulan puasa, dan thr ‘kemitraan’

dilakukan.Mengenai aturan kapan waktunya men -

dapatkan THR, dalam Pasal 4 Ayat 2 dika-takan bahwa pengusaha wajib mem bayar THR selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Demikian Tati. Semoga puasa anda lan-car dan anda dapat merayakan Hari Raya

bersama orang-orang yang anda kasihi.

TANyA:Bagaimanakah sesungguhnya aturan

dan pola THR untuk hubungan kerja ke-mitraan, misalnya supir dan pemilik kendaraan? Terima kasih.

Sugeng Sarjadi

JAwAB:Pak Sugeng yang terhormat,Kami ingin meralat pertanyaan anda.

Sesungguhnya, Undang-Undang 13 Tahun 2003 tidak mengenal hubungan kerja ‘kemitraan’. Jika didalam ‘kemitraan’ ter-sebut terdapat 3 unsur: perintah, pe ker jaan, dan upah, itu sudah masuk dalam hubungan kerja, dan itu harus tun duk dalam regulasi ketenagakerjaan yang ada.

Kami sering menyaksikan manipulasi hubungan kerja ketika perekrutan tenaga kerja. Manajemen menyampaikan kepada calon pekerja bahwa mereka adalah ‘mitra kerja’. Mereka juga menekankan bahwa ‘kemitraan’ tersebut merupakan perjanjian perdata. Sehingga UU No 13/2003 tidak berlaku/diperlukan. Artinya manajemen tidak wajib memenuhi kewajiban-kewa-jibannya sebagaimana yang terjadi pada hubungan pekerja dan majikan.

Padahal dalam konsep hukum dikata-kan, lex specialis derogat lex generalis (jika ada aturan yang lebih spesifik me-nga turnya maka aturan umum harus di ke sampingkan). Jika perjanjian tidak me ngacu kepada Undang-Undang yang spe sifik maka per janjian tersebut batal demi hukum. Aturan “THR untuk pekerja mitra” itu tidak ada aturannya. Secara de facto dan de jure, posisi anda adalah pe kerja, bukan mitra. Maka, mintalah se-ge ra kepada perusahaan agar mengubah pola kerjasama yang selama ini jelas-jelas melang gar hukum yang berlaku.[]

www.muhammadnoer.com

LABORA, Agustus 2010 19

KON

su

LtAs

I

Page 20: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

akankah pekerja terjamin?

Saat ini asosiasi pekerja dan parlemen sibuk membahas Rancangan Undang-Undang

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) sebagai implementasi dari UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pasal 5 Ayat 1 menyatakan, “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”. UU SJSN sendiri merupakan amanat konstitusi UUD 1945 yaitu salah satu bentuk perlindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak, tanpa kecuali (universal coverage).

Pengesahan UU SJSN dilakukan menjelang akhir kepresidenan Me-gawati pada 19 Oktober 2004. Dalam ketentuan disebutkan bahwa UU

MENANtI JAMINAN sOsIAL:

setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (Pasal 28H ayat 3 uuD 1945).

Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(Pasal 34 ayat 2 uuD 1945)

Oleh safari sidakaton

LABORA, Agustus 201020

POLI

tIK

Page 21: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

ini dijalankan paling lambat lima tahun setelah ditetapkannya, yaitu 19 Oktober 2009. Namun hingga kini UU tersebut belum dijalankan dengan alasan tidak cukup anggaran dan infrastruktur yang belum siap.

SJSN sendiri meliputi lima pro-gram: kesehatan, hari tua, kece-lakaan kerja, kematian dan pensiun. Pendekatan yang dipakai melalui asuransi sosial (iuran wajib bulanan dengan prosentasi tertentu kepada pekerja dan majikan), bantuan sosial (bantuan tunai atau pelayanan kepada rakyat miskin dan tidak mam-pu), atau kombinasi dari keduanya.

UU SJSN tidak mewajibkan setiap penduduk Indonesia menjadi peserta jamsos, kecuali pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja formal lainnya. Iuran orang miskin dan yang tidak mampu akan dibayarkan oleh negara. Sistemnya subsidi silang. Sayangnya, hanya sekitar 9 juta orang dari total pekerja formal yang mencapai 32,14 juta orang (30,65% dari total pekerja) yang menjadi peserta Jamsostek dan sebagian besar atau 67,86 juta orang bekerja di sektor informal (BPS, Agustus 2009). Sedangkan UU 3/1992 tentang Jamsostek mewajibkan semua orang yang bekerja itu ditanggung oleh Jamsostek.

sAtu BAdAn AtAu leBih?Pasal 52 ayat 2 UU 40/2004

tentang SJSN menyebutkan, empat badan penyelenggara jaminan sosial, yakni Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri, harus menyesuaikan diri menjadi BPJS. Pasal 3 draft

RUU BPJSN menyatakan tujuan peleburan keempat badan tersebut agar BPJS lebih efektif dan tidak tumpang tindih. Idealnya, badan tersebut harus independen, ber-prinsip good governance, nonprofit dan mewakili para pemangku kepentingan, yaitu kelas pekerja, pengusaha dan pemerintah. Nama populernya adalah wali amanat yang kinerjanya akan diawasi oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang bersifat tripartit.

Namun pemahaman diatas ditolak oleh keempat BUMN itu. Mereka sudah betah dengan posisi badan penyelenggara saat ini yang berbentuk korporasi, berorientasi profit dengan komisaris pilihan pemerintah. Mereka lebih memilih menjadi BUMN khusus atau korporasi daripada dijadikan BPJS.

Menurut Baso Rukman, Ketua Bidang Politik Serikat Pekerja Nasional (SPN), alasan mendasarnya adalah kerumitan dalam pengalihan kepesertaan, transisi struktur dan manajerial, rasionalisasi pegawai, dan aset. Alih-alih memberikan pelayanan bagi pekerja, pembenahan tersebut dikhawatirkan akan memakai dana pekerja.

Hingga saat ini Jamsostek badan penyelenggara yang menghimpun dana segar dari pekerja formal, sedangkan ketiga badan yang lain berasal dari APBN yang notabene dihimpun dari pajak kelas pekerja. Baso khawatir, dana pekerja yang sudah ditarik lewat pajak semakin tersedot untuk mendonori pensiunan pegawai negeri, TNI, dan Polri, tapi ww

w.du

pont

.com

LABORA, Agustus 2010 21

POLI

tIK

Page 22: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

APAKAH PENE-RA PAN JAMINAN

sOsIAL DAPAt MEME NuHI KEBu-

tu HAN DA sAR KELAs PEKER JA? KELAs PEKER JA sANgAt BERHA-RAP BJsN DAPAt

BERJALAN. ME RE-KA suDAH LAMA MENANtI PELAK-

sANAAN sILA KELIMA PANCA-

sILA, “KEADILAN sOsIAL BAgI

sELuRuH RAKyAt INDONEsIA”

tidak untuk seluruh rakyat.

menegAKKAn AturAnMenurut R Abdullah, Wakil Ketua

Umum KSPSI, agar tidak terjadi kerancuan dalam hukum, pemerintah diharapkan (juga) merevisi UU No 3 tahun 1992 untuk disesuaikan dengan UU No 40/2004. Kalau pengelolaan Jamsostek berjalan baik maka banyak hal yang bisa dilakukan; dana besar yang dikelola Jamsostek akan jauh bermanfaat bukan hanya untuk pekerja tapi juga untuk negara. Saat ini dana yang dikelola Jamsostek mencapai Rp 80 trilyun.

Bila semua pekerja terlibat maka dana Jamsostek bisa mencapai Rp 200 trilyun. Ketika Malaysia mengalami krisis ekonomi, mereka hanya memutar dana jaminan sosial Rp 200 trilyun itu untuk menghidupi perputaran ekonominya dengan menutup arus modalnya yang berasal dari dalam dan luar. Tidak sampai satu tahun ekonomi Malaysia pulih kembali.

Sementara itu, UU No 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek tidak memberikan reward/punishment yang jelas bagi pelaku usaha yang tak taat mengiur. Jika ada perusahaan yang terlambat menyetor premi maka sejak itu pula pemerintah tidak membayarkan klaim kesehatan untuk pekerja. Sebatas itu saja. Padahal pekerja sudah membayar premi sejak ia bekerja.

Bahwa perusahaan bertindak curang, itu tindak pidana yang seharusnya pekerja tidak dikenai getahnya. Selain itu, pemberian jaminan kesehatan dibatasi hanya selama dia bekerja. Ketika yang bersangkutan tidak bekerja maka ia otomatis tidak men-dapatkan pelayanan kesehatan. Hal inilah yang membuat tidak adil.

Surya Tjandra, Direktur Trade Union Right Center (TURC), berpendapat lain. Menurutnya, perdebatan tentang RUU BPJSN lantaran kurang pemahaman saja. RUU BPJSN memayungi kepentingan rakyat dengan saling mensubsidi, yang mampu mendukung yang tidak mam-pu. Kekhawatiran tentang larinya dana pekerja dapat diatasi dengan audit. Lagipula sudah ada dewan pengawas BPJS.

Surya mengakui bahwa konfederasi yang ada saat ini cenderung membela status quo. Kalaupun ada aksi bersama, mereka bersikap setengah hati. Sedangkan semangat perubahan banyak diperjuangkan oleh federasi serikat pekerja dan organ-organ aliansi yang segera memecah diri setelah Reformasi 1998.

Apakah penerapan jaminan sosial dapat memenuhi kebutuhan dasar kelas pekerja? Kelas pekerja sangat berharap BJSN dapat berjalan. Mereka sudah lama menanti pelaksanaan sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.[]

www.

dawn

.com

LABORA, Agustus 201022

POLI

tIK

Page 23: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

china dan migrasike luar negeri

Tetapi pada saat yang sama, menurut laporan ke-34 yang dikeluarkan oleh Orga nisa-

tion for Economic Co-operation and Development (OECD) pekan lalu, orang-orang China lebih ingin keluar dari negara mereka daripada warga negara di hampir semua negara lain.

Orang-orang China memiliki sejarah panjang migrasi, dari saat mereka dijajah banyak negara di Asia Tenggara hingga menghuni pertambangan emas California di tahun 1850-an. Sampai hari ini, kata

dalam bahasa China untuk California adalah ‘Gunung Emas’.

huJAn emAs di negeri lAinPertanyaan penting, terutama

tentang mahasiswa dan sejumlah pemukim luas, adalah sejauh ma-na mereka akan kembali ke Chi-na. Ronald Skeddon, pengamat hubungan internasional, menya-takan, jumlah siswa migran China ke negara-negara Asia Timur lain cenderung meningkat dari waktu ke waktu, misalnya ke Taiwan dan

Korea. Peningkatan emigrasi ini tidak-

lah kebetulan. Sejauh ini, menurut sumber-sumber resmi China, hanya sekitar sepertiga dari 220.000 siswa dari China mau kembali setelah ke luarnegeri sejak tahun 1979. Proporsi kembali ke China dari Amerika Serikat hanya sekitar seperlima. Ribuan orang memilih untuk menjadi penduduk tetap negara-negara maju, tetapi hal ini tidak berarti pengasingan permanen. Tingkat pulang kampung ke China tergantung pada arah kebijakan politik ekonomi pasca Deng.

Meskipun perekonomian Chi -na telah meningkat secara dra-matis, jumlah emigrasi justru me ningkat. Sampai tahun 1997, Chi na merupakan salah satu ne gara berpenghasilan rendah. Kini emi-grasi dari China sebesar 10 persen dari semua emigran ke ne gara-negara anggota OECD. Antara tahun 1995 dan 1999, sejumlah 144.000 beremigrasi dari China setiap tahun. Tahun 2008 jumlahnya 539.000 per tahun, melonjak hampir empat kali lipat.

PencAri mAKAn dAn suAKA PolitiK

Sebuah artikel di ‘New York Times’ pada bulan Januari tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah imigran China yang ditangkap saat melintasi perbatasan secara ilegal ke Arizona melalui koridor penyelundupan tersibuk di AS telah meningkat sepuluh kali lipat dengan jumlah luar biasa. Agen menangkap

sembilan dari 10 orang China senang dengan arah negara mereka. Persentase pertumbuhan ekonomi China lebih tinggi dari hampir semua negara lain. Mayoritas warga di 8 negara maju memilih China sebagai kekuatan utama ekonomi dunia, dibandingkan dengan hanya dua orang yang merasakan hal tersebut di tahun 2009. (Bruce stokes, “globalization in A story”, 14 Juli 2010)

www.

glob

alen

visio

n.or

g

LABORA, Agustus 2010 23

LuAR

NEg

ERI

Page 24: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

PADA tAHuN 2008, CHINA

ADA LAH KELOM-POK EtNIs PALINg

AtAs yANg BER MIgRAsI KE JEPANg, KOREA,

BELANDA DAN KANADA DAN KE-

DuA KE sELAN DIA BARu. HEBAt NyA,

MEREKA ME-RuPAKAN KE -

LOM POK MI gRAN tERBEsAR KEDuA

KE AME RIKA sERIKAt, DI-

AtAsNyA ADALAH MEKsIKO.

281 imigran China ilegal antara 1 Oktober hingga 31 Desember tahun 2009. China, menurut cerita, bersedia membayar hingga mencapai lebih dari US $ 40.000 sementara imigran ilegal dari Meksiko biasanya membayar US $ 1.500.

Di Asia sendiri, setengah dari migran China pergi ke Jepang atau Korea, 20 per-sen lainnya ke Eropa, 15 persen pergi ke Amerika Serikat dan 11 persen ke Aus tralia, Kanada dan Selandia Baru. Pada tahun 2008 lebih dari separuh penduduk asing di Korea Selatan adalah orang China.

Pada tahun 2008, China adalah kelom-pok etnis paling atas yang bermigrasi ke Jepang, Korea, Belanda dan Kanada dan kedua ke Selandia Baru. Hebatnya, mereka merupakan kelompok migran terbesar kedua ke Amerika Serikat, diatasnya adalah Meksiko.

China juga merupakan kelompok keempat terbesar ke Australia dan Ho-ngaria, yang ketiga untuk Finlandia, Italia kelima, keenam ke Perancis, ketujuh ke Spanyol dan Swedia, delapan di Irlandia, dan keenam di Hongaria dan di Finlandia.

Mereka tidak hanya bermigrasi karena alasan ekonomi saja. Orang-orang China pencari suaka merupakan kelompok ter-

besar yang mencari perlindungan di Ame-rika Serikat, sebagaimana negara-negara lain yang dilanda perpecahan perang atau kemiskinan seperti El Salvador, Haiti, Irak, atau Rusia. Seiring dengan Sri Lanka dan India, China mewakili jumlah terbesar pen -cari suaka ke Australia. [asiasentinel]

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), berdiri sejak 1961 dan kini beranggotakan 32 negara. Misi utama OECD bersama pemerintahan negara setempat menegakkan demokrasi dan ekonomi pasar di seluruh dunia. Negara anggota OECD: Australia, Austria, Belgia, Canada, Chili, Republik Ceko, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Iceland, Irlandia, Italia, Jepang, Korea, Luxemburg, Mexico, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Republik Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Switzerland, Turki, Inggris dan Amerika Serikat. Situsnya dapat diklik di www.oecd.org

www.

glob

alen

visio

n.or

g

LABORA, Agustus 201024

LuAR

NEg

ERI

Page 25: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Pertumbuhan ekonomi China sangat pesat dan mengundang decak kagum berbagai kalangan di dunia. Dinas Statistik China mencatat, pada

kuartal kedua tahun 2009 pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu itu adalah 7,9 persen, naik 1,8 persen daripada kuartal pertama. Meski demikian, bukanlah hal yang mengherankan jika tingkat migrasi penduduk China ke luarnegeri demikian tinggi. Faktor kemiskinan, kondisi kerja dan upah yang tidak layak seringkali menjadi penyebabnya.

Pertumbuhan ekonomi makro China memang tinggi. Tapi tingkat pelanggaran hak-hak pekerja juga sangat tinggi. Menurut Carsten A. Holz, negara penghasil industri pakaian, sepatu, mainan anak-anak dan banyak produk murah lainnya ini terkenal dengan rendahnya upah pekerja, pelanggaran hak-hak pekerja dan Hak Asasi Manusia, dan, tentu saja, kerusakan ekosistem air-tanah-udara yang mengerikan. Misalnya, jam kerja yang panjang (lebih dari 40 jam/minggu), upah dibawah upah minimum (termasuk tidak mendapatkan upah lembur), K3 yang tidak terjamin, terlanggarnya hak-hak perempuan (cuti menstruasi, hamil dan juga melahirkan), pekerja anak, dll. Semua ini lumrah terjadi di China. (China’s Economic Growth 1978-2025, 2005).

melArAng seriKAt dAn regulAsiyAng Pro PeKerJA

China melarang adanya serikat pekerja yang independen diluar federasi pekerja yang direstui oleh pemerintah yaitu Federasi Seluruh Serikat Pekerja di China (All-China Federation of Trade Unions, ACFTU). China tidak membiarkan pekerja tanpa perwakilan untuk bisa bernegosiasi langsung dengan pihak manajemen. Pekerja yang mencoba untuk membentuk serikat pekerja independen atau memimpin protes akan dipenjara dan massa yang ikut dalam protes akan dipecat (Robert J.

Rosoff, Addressing Labor Rights Problems in China, 2010).

Ada hal menarik yang terjadi di China ketika banyak protes mengenai pelanggaran hak-hak pekerja pada pabrik-pabrik pakaian dan sepatu. Pada tahun 2001 dan 2002 perusahaan Reebok memfasilitasi pemilihan perwakilan serikat pekerja independen secara demokratis, tentu saja dengan sepengatahuan ACFTU. Pihak manajemen juga memberikan pemahaman akan hak-hak pekerja. Hal ini dipercaya akan mengurangai pelanggaran hak-hak pekerja dan memperbaiki kondisi kerja pekerja. Tujuannya sederhana, untuk meningkatkan loyalitas kerja pada perusahaan.

Hal senada dilakukan oleh perusahaan lain termasuk diantaranya Nike yang mempromosikan penegakan hukum perlindungan pekerja. Nike memasang poster di perusahaannya dilengkapi dengan nomor telpon pelayanan untuk menerima keluhan jika ada hak-hak pekerja yang terlanggar.

Namun pada tahun 2006 ketika pemerintah China membuka wacana publik tentang rancangan undang-

EKONOMI CHINA:

kemakmuran untuk eksploitasi pekerja?

Oleh dina nuriyati

www.

a.ab

cnew

s.co

m

LABORA, Agustus 2010 25

OPI

NI

Page 26: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

undang ketenagakerjaan yang baru untuk lebih mem-berikan perlindungan bagi pekerja, protes keras justru datang dari banyak perusahaan global asal Amerika Serikat dan Uni Eropa dan juga kelompok-kelompok lobi mereka.

Jeremy Brecher, dkk. melaporkan bahwa korporasi semacam Wal Mart, google, UPS, Nike, AT&T dan Intel melalui kamar dagang Amerika di Shanghai (AMCHAM) dan juga beberapa perusahaan yang terlibat mencoba untuk memblok legislasi China yang akan secara signifikan meningkatkan kekuatan dan perlindungan kepada pekerja. Termasuk dalam hal ini adalah perusahaan kerjasama Amerika dan China maupun juga perusahaan milik Uni Eropa (Labor Rights in China, 2006).

Perusahaan-perusahaan tersebut bahkan tidak segan-segan mengancam akan merelokasi pabrik mereka ke India, Pakistan ataupun negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Mereka khawatir rencana regulasi tersebut akan berpengaruh pada tingka fleksibilitas pekerja. Mereka juga menakut-nakuti bah wa jika undang-undang baru ini diber la kukan maka akan mengurangi kesempatan kerja bagi pekerja China dan berdampak negatif kepada China yang selama ini dianggap menjadi tujuan investasi asing yang kompetitif.

PertumBuhAn untuK siAPA?Korelasi antara pertumbuhan ekonomi China dan

tingkat kesejahteraan pekerja China yang tidak linier

tak berbeda jauh dengan kondisi di Indonesia dan negara lain, misalnya Brazil. Meski pertumbuhan ekonomi di Indonesia mencapai 6% tetapi minat pekerja Indonesia migrasi ke luar negeri juga sangat tinggi, jumlahnya se kitar 6 juta. Mengapa? Tentu saja karena lapangan kerja yang sempit, kondisi ke te na gakerjaan yang tidak cukup baik. Se men tara itu arah kebijakan ekonomi kita tidak fokus pada peningkatan kualitas SDM dan memperkecil ketimpangan.

Tingkat pengangguran masih tinggi karena per-tumbuhan ekonomi tidak me ngarah pada pertumbuhan sektor riil yang menyerap banyak tenaga kerja.

Data Badan Pusat Statistik tahun 2009 tentang produk domestik bruto me nunjukkan, sektor jasa tumbuh 47,8 per sen, nyaris dua kali lipat daripada sek tor manufaktur yang hanya naik 26,4 per sen. LIPI juga menyebutkan bahwa pen duduk miskin di Indonesia diprediksi akan bertambah menjadi 32,7 juta jiwa pada 2010, dari sebelumnya 32,5 juta jiwa (2009). Kemiskinan tetap merangkak naik, walaupun perekonomian tumbuh 5,5- 5,9% pada tahun 2010.

Kondisi yang terjadi pada China, Indonesia maupun Brazil mestinya bisa menjadi pelajaran bahwa kesejahteraan tidak hanya diukur dari berapa persen per tumbuhan ekonomi makro, tetapi se jauh mana pertumbuhan ekonomi be nar-benar dirasakan oleh segenap warga ne gara. Dengan tingginya emigrasi warga Indonesia ke luarnegeri, yakinkah kita dengan kemerdekaan Indonesia yang ke-65?[]

www.rolflunheim.net

LABORA, Agustus 201026

OPI

NI

Page 27: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Mempertahankan kemerdekaan tak kalah berat dari merebut kemerdekaan. Tidak semua negara mengakui proklamasi kemerdekaan

Indonesia 17 Agustus 1945. Apalagi Belanda. Di saat pasukan Belanda hendak melancarkan serangannya kembali ke Indonesia, solidaritas Australia yang diwakili oleh para pekerja membuncah. Mereka mendukung penuh perjuangan kemerdekaan Indonesia agar diakui oleh komunitas Internasional.

Saat itu sekitar 5.000 orang Indonesia berada di Australia. Belanda membawa mereka ke pengasingan di Australia saat pendudukan Jepang tahun 1943. Kebanyakan adalah para pegawai negeri Belanda maupun tentara yang digaji sebagai tentara Belanda alias KNIL. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 300 intelektual dari kalangan dosen, penulis, jurnalis, maupun seniman yang dulunya pernah diasingkan oleh Belanda ke Tanah Merah di Sungai Digul, Papua.

Pasca Proklamasi 17 Agustus 1945, mereka meraya-kan kemerdekaan dengan menggelar panggung buda-ya, seperti wayang orang dan lagu-lagu daerah dan penggalangan dana (Victory Loan). Sementara, radio terus berkoar tentang kemerdekaan Indonesia dan menegaskan kembali hak kebebasan berekspresi, berserikat, dan pers.

usAhA BelAndA KemBAliBagaimana Belanda tidak kebelet menjajah menjajah

Indonesia kembali? Seorang Australia membuat sketsa kasar bagaimana Belanda mengeruk keuntungan dari perkebunan kina, timah, minyak, maupun karet selama 350 tahun. Bila ditakar, semuanya senilai 32 juta poundsterling atau setara US $ 100 juta per tahun.

Belanda tak mau kehilangan lahan mutiara ini. Kapal-kapal Belanda pun bergerak dan merapat di berbagai

dermaga untuk kembali menyerang Indonesia. Mereka merapat di Brisbane, Sydney, maupun Mel bourne. Kapal-kapal yang dikabarkan membawa alat-alat medis itu ternyata terkuak mengangkut amunisi dan senjata.

Melihat ini, para pekerja kapal dari Indonesia me-lan carkan aksi mogok kerja. Aksi ini kemudian diikuti oleh pekerja pelabuhan dari Australia. Usai diliput oleh media, aksi pun membesar. Asosiasi pekerja Australia mendukung penuh aksi pekerja Indonesia. Mereka mengangkat kembali pesan Piagam Atlantik* di mana melalui serikat pekerja sedunia mendukung kemerdekaan setiap bangsa.

AKsi BoiKot PeKerJADalam aksi ini, para aktivis pekerja pelabuhan

me nyandera kapal-kapal Belanda agar tidak berang-kat ke Indonesia, antara lain Lishveck, Tahut, To sari, Vanderlaan, Tasman, Jansen, Van Heutsz, Swarten-hondt, maupun Monteque.

Drama penghadangan kapal-kapal Belanda ini cukup seru. Ada sekitar 1.600 tentara Belanda di atas kapal Sterling Castle yang berlayar menuju Jawa. Para aktivis menyerukan agar kapal merapat kembali ke dermaga. Kapal Sterling Castle bergeming. Radio terus berceloteh

solidaritas pekerja australia Dukung kemerdekaan ri

Oleh sigit Kurniawan

“Kami tidak mau ditindas Belanda! Kami siap mengorbankan jiwa demi kemerdekaan!” (Orasi warga Indonesia di jalanan Kota sydney)

www.koka-augsburg.com

LABORA, Agustus 2010 27

sEJ

ARAH

Page 28: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

memberi semangat para penghadang kapal. Sikap para pekerja pelabuhan juga mereka tunjukkan dalam grafiti bertuliskan “1938 No Scraps for the Japs. 1945 No Arms for the Dutch.”

Aksi semakin meluas. Para pekerja transportasi ikut mogok kerja. Disusul oleh pekerja cat, pekerja mesin, dan bahkan pegawai kantor dermaga pun mogok untuk mengurusi kapal-kapal Belanda. Sementara, dukungan moral juga mengalir dari negara lain. Sebut saja, 11 kru kapal Moreton Bay dari Inggris bergabung dalam aksi itu. Harry Bridges, Presiden Serikat Pekerja pelabuhan Amerika menyampaikan dukungannya dalam sepotong telegram. Tak

ketinggalan pekerja-pekerja dari China, India, Malaysia, Kanada, dan Selandia Baru. Pandit Nehru dan Jennah dari India, Manuilsky dan Vyshinsky dari Uni Soviet serta Presiden Romulo dari Filipina juga menggelar dukungan.

Ketika itu ada satu kapal Belanda yang lepas dari pengawasan. Dimulailah pe nge jaran dengan kapal motor kecil. Ade-gan ini cukup dramatis dan tampaknya Joris Ivens menambahkan adegan ini un-tuk mempertegas pesannya dalam film dokumenternya Indonesia Calling. Kapal motor itu merapat ke kapal Belanda yang dioperasikan oleh para pekerja dari India. Ivens menampilkan adegan seruan aktivis pekerja Australia agar para pekerja India itu menghentikan kapal dan pulang ke der-maga. Seorang dari atas kapal motor me -nyerukan bahwa perjuangan rakyat Indo-nesia adalah perjuangan rakyat India juga.

Seruan ini cukup mempan. Awak kapal dari India itu pun menghentikan kapal dan akhirnya kembali ke dermaga. Di der maga, mereka disambut dengan sorak-sorai. Mereka mengaku sebenarnya akan diberangkatkan di kapal Sekutu menuju Borneo. Tapi, mereka malah ‘tersesat’ ke kapal Belanda tadi. Perjuangan Indonesia adalah perjuangan rakyat India juga! Demikian seruan seorang perwakilan dari awak kapal India tersebut dan bergabung dalam perjuangan memerangi fasisme di Asia Pasifik.

Solidaritas dan perjuangan bersama para pekerja masih dibutuhkan. Perjuangan menentang kolonialisme harus melintas sekat-sekat geografi, etnik, bahkan bendera negara. Hingga kini kolonialisme masih terjadi dalam bentuknya yang berbeda dan justru semakin ekstrem, yakni kapitalisme yang rakus. Selama ketidakadilan masih terus terjadi, perjuangan kelas pekerja belum selesai. Lawan! [katakataku.com]

*) Piagam tersebut ditandatangani oleh Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dan Presiden Amerika Serikat F.D. Roosevelt pada 14 Agustus 1945 di atas geladak kapal Augusta di Teluk New Foundland samudra Atlantik.

sOLIDARItAs DAN PERJuANgAN BER -

sAMA PARA PEKERJA MAsIH DIButuH-

KAN. PERJuANgAN MENEN tANg KOLO-

NIALIsME HARus MELINtAs sEKAt-sEKAt gEOgRAFI,

EtNIK, BAHKAN BENDERA NEgARA.

www.dfat.gov.au

LABORA, Agustus 201028

sEJ

ARAH

Page 29: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Apa jadinya bila para pekerja pelabuhan Australia tidak mogok kerja dan menyandera kapal-kapal Belanda berisi amunisi dan senjata yang akan

berangkat ke Indonesia? Film dokumenter Indonesia Calling (1946) besutan Joris Ivens mendokumentasikan sejarah penting solidaritas kelas pekerja bagi kemer-dekaan Indonesia.

Film berdurasi 21 menit ini awalnya menceritakan tentang sekitar 1.400 orang Indonesia, dari 5.000 orang, di pembuangan Australia, yang berniat pulang ke Indonesia dengan kapal Esperance Bay pada Oktober 1945. Kapal Esperance Bay berlayar menuju Surabaya, dermaga yang pertama dikuasai oleh pejuang Indonesia. Sebagai jaminan bahwa kapal itu tidak mendarat di dermaga yang dikuasai Belanda, pemerintah Australia mengirim seorang pejabat negara untuk menemani pelayaran.

Film ini dirilis untuk memperingati setahun kemer-dekaan Indonesia pada 1946. Sutradara asal kelahiran Nijmegen 18 November 1898 ini menggarap film ini dengan dibantu oleh para kru film dan aktivis dari berbagai negara. Lantaran debutnya di film dokumenter bernilai sejarah tinggi, seperti film tentang sosialisme Soviet, Perang Sipil Spanyol, perang kemerdekaan Indonesia, Perang Vietnam, Perang Kuba dan Revolusi China membuat ia dikenal sebagai salah satu perintis film dokumenter dunia. Sudut pandang filmnya yang kontroversial membuat dia mengalami penyingkiran dari negeri sendiri.

Dalam menggarap film ini, Joris Ivens bekerjasama dengan beberapa orang Indonesia. Ivens menunjuk John Sendoek, misalnya, sebagai teknisi suara film ini. John Sendoek adalah seorang eks tapol Belanda yang bekerja di stasiun Radio Belanda di California selama Perang Dunia II. Adalagi John Soedjono, seorang penari, yang membantu mengurus perlengkapan film. Lalu Soendardjo, mantan tapol dan Soeparmin dari serikat pekerja dilibatkan juga karena keyakinan dan keberanian mereka.

Ivens juga menggandeng fotografer Amerika Marion Michelle dan kameramen Canada Doland Fra ser ber-sama istrinya Joan Fraser sebagai editor film. Semen-tara, narasinya ditulis oleh Catherine Duncan, seorang aktris Australia, penulis naskah radio, dan anggota Liga Teater yang mengaku komunis.

Film yang konon turut didanai oleh Federasi Pekerja Waterside ini mengisahkan pula kehidupan orang-orang Indonesia di Australia. Tentang hidup pergaulan mereka, sepak terjang perjuangan, sekaligus kehidupan perkawinan dengan orang pribumi. Orang Australia sangat kagum dengan para pejuang dan pelaut Indonesia. Khususnya, saat pendudukan Jepang. Film hitam putih ini ditutup dengan berkumandangnya lagu Indonesia Raya dengan syair dan gaya versi lama. Sepotong epilog yang tegas tentang eksistensi Republik Indonesia.

Joris Ivens meninggal pada 28 Juni 1989. Kisah hidupnya dibukukan dalam biografi oleh Hans Schoots berjudul Living Dangerously: A Biography of Joris Ivens (Amsterdam, 2000). Joris Ivens dan Indonesia Calling merupakan saksi mata gerakan solidaritas pekerja Australia untuk mendukung ke-merdekaan In do-nesia. Merdeka![katakataku.com]

INDONEsIA CALLINg:

keberpihakan kelas pekerjaOleh sigit Kurniawan

www.

ardi

todo

cum

enta

l.kin

oki.e

s

LABORA, Agustus 2010 29

REs

ENs

I

Page 30: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

Kerja MerdekaAgus BArliAnto

“Idealnya, dan memang seharus-nya, kelas pekerja

meru pa kan pondasi uta ma kehidupan so-

sial. tanpa peker-ja, mustahil ada

produksi, distribusi dan spesialisasi

kerja. tanpa produk tivitas dan

transaksi ekonomi, seluruh elemen

masyarakat, termasuk pengusa-ha, mustahil dapat

ber kembang dan mem per baiki

kualitas hi dup.”(Abraham lincoln)

Setiap orang dilahirkan merdeka. Namun orang merdeka belum tentu (berkenan) memerdekakan

orang lain. Apalagi bila kemerdekaan tersebut berdampak kepada berkurang-nya profit dan privelese. Dalam hubungan industrial, fenomena tersebut demikian mencolok mata.

Pengusaha punya kemerdekaan untuk memperkerjakan orang lain dan membuat aturan-aturan sekehendaknya. Pada saat yang sama, kelas pekerja, karena tidak memiliki alat produksi, tidak punya pilihan lain. Sehingga kualitas relasi yang terbentuk saat pertama kali perjanjian kerja disepakati adalah pekerja merupakan bagian dari mesin produksi, bukan mitra majikan.

Pekerja menjadi serba terikat dan diatur dalam sistem produksi. Pemodal mengarahkan makhluk yang tidak bisa mengelola kebebasannya sendiri agar tertib dan tidak destruktif. Pekerja diharuskan mengerjakan hal yang sama secara berulang-ulang, menjadi semacam robot yang lamban dan karena bisa berpikir sehingga susah diatur.

Disiplin menjadi tema utama, karena itu berhubungan dengan target produksi dan efisiensi biaya. Manusia harus konform dengan tuntutan tugas dan peran dalam pekerjaan. Kreativitas adalah hal yang tidak lazim, nyeleneh bahkan pembangkangan. Dalam konteks ini, ‘serikat pekerja’ adalah organisasi terlarang di perusahaan.

Begitu kita bekerja ‘kantoran’, sudah

banyak aturan yang harus kita penuhi: Berangkat jam berapa, setelah itu kerja apa, istirahat jam berapa, pulang jam berapa, boleh buka program apa saja di komputer, boleh akses situs apa, harus melakukan apa, bagaimana caranya, kalau ada masalah harus bagaimana, dll. Semuanya diperinci.

Pembuat peraturan harus bekerja keras mendeskripsikan secara mendetail tugas sehari-hari (bahkan tugas tiap jam); sembari mengeluh karena ‘manusia cenderung tidak mau diatur’ maka banyak waktu produktif yang terbuang. Pikir sang majikan, seandainya saja semua pekerjaan ini bisa dikerjakan oleh ‘robot yang cerdas’. Tentu saja, berserikat dinilai tidak berdampak positif sedikitpun bagi perusahaan.

Di titik inilah kita semakin tersuruk memasuki alienasi-lanjut. Kita hidup dan bergaya dalam dunia ‘seolah-olah’. Begitulah kebanyakan kelas pekerja menghadapi realitas global, saat semua sudut dikapitalisasi korporasi. Apakah mereka, orang-orang berpendidikan tinggi itu merdeka?

Kata Epictetus, “Kita harus tidak percaya pendapat banyak orang yang mengatakan bahwa orang bebas itu mesti berpendidikan. Tetapi kita sebaiknya percaya pendapat filosof yang berkata bahwa hanya orang-orang terdidik sajalah yang merdeka.” Nah, manajemen yang melarang pekerjanya untuk berserikat, apakah ia orang terdidik? Lalu, pekerja yang emoh berserikat?[]

LABORA, Agustus 201030

EsAI

Page 31: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

LABORA, Agustus 2010 31

”Pekerja lebih dulu ada dan tidak tergantung pada kapital. Kapital hanya buah dari pekerja,dan tidak akan pernah bisa eksis jika pekerja tidak eksis lebih dahulu. Pekerja itu lebih utama dari kapital,dan pantas menerima perhatian lebih besar.” (Abraham Lincoln)

Union Leadership Training Membangun Serikat Pekerja yang Kuat dan Profesional

Training ini memberikan perspektif baru tentang hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan di era globalisasi ekonomi, serta pemahaman tentang posisi pekerja, serikat pekerja, perusahaan dan pemerintah dalam kerangka kerjasama tripartit yang konstruktif, moderat dan berkelanjutan berdasarkan prinsip ’mutual respect’.

Training ini menjembatani teori dan praktik, menggunakan studi kasus-kasus nyata dan contoh-contoh praktis dari pengalaman serikat pekerja nasional dan internasional.

Dengan menggunakan bentuk workshop, training ini mendorong terjadinya interaksi grup yang ekstensif. Setiap grup berisi 5 partisipan yang selama 30 menit per sesi akan berdiskusi studi-studi kasus yang menantang nalar partisipan.

MaTeri1. Workers Under Pressure 2. Workers’ Rights are Human Rights 3. The Corporation

4. Unionism 5. The Winning Strategy

sTUdi KasUs1. NAFTA Labour-side Agreement2. Menang di Disnaker, Kalah di PHI3. CostBenefitAnalysisalaFordPinto4. Ketika Serikat Buruh Memimpin Perusahaan 5. Prinsip ”Angsa Bertelur Emas” Serikat Pekerja

PT. JICT6. Privatisasi Aerolineas Argentinas

siapa yang perLU hadir?l Aktivis dan pimpinan serikat pekerjal Aktivis dan pengamat perburuhanl HRD Perusahaan

Labour Education and Development Syndicate (LEADS) adalah lembaga pengembangan, pendidikan, dan advokasi pekerja. LEADS bekerja sama dengan kalangan dan jaringan pekerja profesional di tingkat nasional, regional dan internasional untuk mendidik, membela dan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pekerja

informasi Lebih LanjutJl. Cempaka 9 Tanjung Priok JAKARTA, Telp/Faks. 021-43800085

ContactPerson:0818641626,081210612414,Email:[email protected]

Page 32: LABORA 06 Agustus 2010_cs5

“Per

juan

gank

u le

bih

mud

ah k

aren

a m

engu

sir

penj

ajah

, tap

i per

juan

ganm

u le

bih

susa

h ka

rena

m

elaw

an b

angs

amu

send

iri”

(Bun

g Ka

rno)

www.

wiki

med

ia.o

rg