l-1 pembangunan pariwisata berlanjut
TRANSCRIPT
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
1/53
KATA PENGANTAR
Dalam rangka meningkatkan kemampuan teknis para pejabat
khususnya pejabat Eselon IV dan III di lingkungan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata diperlukan Diklat Teknis Pariwisata Tingkat
Dasar. Penyempurnaan handoutdiklat pariwisata diperlukan mengingat
dinamika yang sedemikian cepat dalam penyelenggaraan
kepariwisataan nasional.Penyempurnaan handout Diklat Pariwisata
Tingkat lanjutan merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan
tanggung jawab Pusdiklat Pegawai Kementerian Kebudayaan danPariwisata yang hasilnya menjadi dasar bahan ajar bagi para
widyaiswara dan fasilitator baik di pusat maupun di Daerah/Provinsi,
kabupaten/kota di Indonesia.
Diharapkan dengan penyempurnaan handout diklat pariwisata ini,
peserta dapat merasakan manfaat langsung dari diklat yang diikutinya
sehingga nantinya dapat mengelola sumber daya pariwisata secara
profesional, berdaya guna dan berhasil guna. Dengan dilakukannyaevaluasi dan saran membangun dari berbagai pihak tentunya akan lebih
menyempurnakan handoutDiklat Pariwisata Tingkat Lanjutan ini dalam
rangka peningkatan kapasitas SDM Budpar secara berkelanjutan.
Sangat disadari, bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan dalam
buku ini. Oleh karena itu kritik dan saran positif sangat diharapkan guna
penyempurnaan lebih lanjut. Kepada penulis yang telah meluangkan
waktu dan pikirannya dalam penulisan penyempurnaan handout ini,diucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya.
i
Jakarta, Juni 2010
KAPUSDIKLAT PEGAWAI
TANTIE KOESTANTIA
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
2/53
I. Tingkat pelatihan 1
II. Waktu pelatihan 1
III. Peserta pelatihan 1
IV. Persyaratan, kapabilitas dan kapasitas peserta
pelatihan 1
VI. Tingkat kemampuan peserta usai pelatihan 1
VIII. Kompetensi Dasar 2
IX. Indikator Keberhasilan 2
BAB 1 PEMBANGUNAN PARIWISATA BERLANJUT 3
1.1. Pengertian Pembangunan Pariwisata
Berlanjut
3
1.2. Prinsip-prinsip PembangunanPariwisata Berlanjut
5
1.3. Pergeseran Paradigma Pembangunan
Pariwisata Berlanjut
12
1.4. Tuntutan Pembangunan
Kepariwisataan Berlanjut
17
BAB 2 KOMPONEN DAN PELAKU PEMBANGUNAN
PARIWISATA
25
2.1 Pemerintah 25
2.2 Swasta/ Industri 26
2.3 Masyarakat 26
BAB 3 PROSES DAN TIPOLOGI PARIWISATA
BERLANJUT
28
ii
DAFTAR ISI
PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN BERLANJUT
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
3/53
3.1 Proses Pembangunan Pariwisata 28
3.2 Kawasan Terbuka VS Kawasan
Tertutup
34
BAB 4 INDIKATOR PEMBANGUNAN PARIWISATA
BERLANJUT
36
4.1 Indikator Lingkungan 36
4.2. Indikator Sosial Budaya 37
4.3. Indikator Ekonomi 37
BAB 5 DAYA DUKUNG (CARRYING CAPACITY)DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
BERLANJUT
38
BAB 6 STUDI KASUS 44
6.1 Kawasan Terbuka 44
6.2 Kawasan Tertutup 46
DAFTAR PUSTAKA
iii
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
4/53
I. Tingkat pelatihan: LANJUTAN 1
II. Waktu pelatihan: 12 (dua belas) jam
III. Peserta pelatihan:
Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Pariwisata pada tingkatlanjutan adalah Sumber Daya Manusia pariwisata yang nantinya
bekerja pada derajat supervisi (pusat maupun daerah), kepala seksi
di bidang pengembangan destinasi dan bidang pemasaran
kepariwisataan yang secara umum melaksanakan tugas
menyiapkan bahan rumusan kebijakan bidang pariwisata,
menyiapkan bahan rumusan standar, norma, kriteria, program dan
prosedur di bidang pariwisata dan menyiapkan bahan untuk
pelaksanaan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang pariwisata
IV. Persyaratan, kapabilitas dan kapasitas peserta pelatihan:
Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Pariwisata pada tingkat
lanjutan secara umum melaksanakan tugas menyiapkan bahan
rumusan kebijakan bidang pariwisata, menyiapkan bahan rumusan
standar, norma, kriteria dan prosedur di bidang pariwisata dan
menyiapkan bahan untuk pelaksanaan bimbingan teknis sertaevaluasi di bidang pariwisata
V. Tingkat kemampuan peserta usai pelatihan:
Peserta Pendidikan dan Latihan Teknis Pariwisata pada tingkat
lanjutan adalah Sumber Daya Manusia pariwisata yang nantinya
bekerja pada derajat supervisi baik di tingkat pusat maupun daerah
VI. Kompetensi Dasar:
1
DIKLAT LANJUTAN - 1
PEMBANGUNAN
KEPARIWISATAAN BERLANJUT
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
5/53
Setelah menyelesaikan mata diklat ini, peserta mampu memahami
Pembangunan kepariwisataan berkelanjutan, yang di dalamnya
terdapat beberapa bab pokok bahasan, yaitu: Pembangunan
Pariwisata Berlanjut, Komponen dan Pelaku Pembangunan
Pariwisata, Proses dan Tipologi Pariwisata Berlanjut, Indikator
Pembangunan Pariwisata Berlanjut serta Daya Dukung (Carrying
Capacity) dalam Pembangunan Pariwisata Berlanjut
VII. Indikator Keberhasilan:
Setelah menyelesaikan mata pendidikan dan latihan dalam acara
pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian dan prinsip-prinsip Pembangunan
Pariwisata Berlanjut
2. Menjelaskan Komponen dan Pelaku Pembangunan
Pariwisata, Proses dan Tipologi Pariwisata Berlanjut,
Indikator Pembangunan Pariwisata Berlanjut serta Daya
Dukung (Carrying Capacity) dalam Pembangunan
Pariwisata Berlanjut
3. Mendiskusikan Kasus Best Practice Pembangunan
Kepariwisataan.
BAB 1
2
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
6/53
PEMBANGUNAN PARIWISATA BERLANJUT
1.1. PENGERTIAN PEMBANGUNAN PARIWISATA BERLANJUT
Konsep pembangunan Berlanjut dimunculkan pertama kali oleh World
Commission on Environment and Development Reportpada tahun 1987
dengan mendefinisikan Sustainble Development sebagai meeting the
needs of the present without compromising the ability of future
generations to meet their own needs. Berdasarkan definisi tersebut,
World Tourism Organization (WTO), telah menerapkannya pada sektor-
sektor kepariwisataan dengan mendefinisikan Sustainable Tourism
Developmentmenjadi:
Sustainable tourism development meets the needs of present tourists
and host regions while protecting and enhancing opportunity for the
future. It is envisaged as leading to management of all resources in
such a way that economic, social, and aesthethic needs can be fulfilled
while maintaining cultural integrity, essential ecological processes, and
biological diversity, and life support system.
Definisi tersebut diadopsi oleh banyak negara di seluruh belahan dunia
dalam berbagai macam variasi, misalnya definisi dari Organization of
East Carribean States (OECS) adalah sebagai berikut:
The optimal use of natural and cultural resources for national
development on an equitabel and self-sustaining basis to provide aunique visitor experience and an improved quality of life through
partnership among government, the private sector and
communities.
Definisi-definisi tersebut belum dapat membuat konsep keberlanjutan
mudah diimplementasikan pada industri pariwisata. Pada tahun 1989,
British Columbia, Canada (Rees, 1989 dalam Gunn, 1994) mencoba
3
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
7/53
memformulasikan definisi Sustainable Development yang cukup relevan
dengan perencanaan pariwisata yaitu:
Sustainable development is positive socioeconomic change that does
not undermine the ecological and social systems upon which
communities and society are dependent. Its successful implementation
requires integrated policy, planning, and social learning processes; its
political viability depends on the full support of the people it affects
through their governments, their social institutions, and their private
activities.
Definisi tersebut mengungkapkan kunci-kunci implementasi
pembangunan pariwisata harus memenuhi paling tidak tiga kisi kisi
sebagai berikut :
1. positive socioeconomic changeyang artinya perubahan harus
membawa keadaan sosial dan ekonomi menjadi lebih baik.
2. does not undermine the ecological and social systems yang
artinya menghindari penggunaan sumber daya alam dan buatan
secara gegabah dan tanpa perhitungan.
3. integrated policy, planning, and social learning processesyang
artinya implementasi pembangunan Berlanjut bergantung pada
integrasi antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini juga
merupakan jantung dari perencanaan, prinsip, dan praktek
kepariwisataan.
Kunci-kunci tersebut juga telah diadopsi di Indonesia seperti yang
disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berlanjut (1995) bahwa
pembangunan pariwisata Berlanjut adalah pembangunan yang dapat
didukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil
secara etika, dan berkeadilan sosial terhadap masyarakat. Artinya,
pembangunan Berlanjut adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk
mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan,
pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya secara
4
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
8/53
Berlanjut. Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) yang
melibatkan partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta,
dan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan Berlanjut tidak saja
terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokratisasi, hak
asasi manusia, dan isu lain yang lebih luas cakupannya.
1.2. PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA
BERLANJUT
United Nations Environment Programme on Tourism mengungkapkanbahwa sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang
mempertemukan kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap
mempertimbangkan, melindungi, dan mempertinggi potensi asset untuk
masa yang akan datang. Hal ini juga berarti pengembangan yang
mempertimbangkan potensi masa yang akan datang dalam segala
sektor, termasuk di dalamnya adalah faktor ekonomi, sosial, dan
budaya yang akan dipenuhi, yang didukung oleh sistem integrasi
kebudayaan, proses ekologi yang esensial, keragaman biologi, dan life
support.
Pembangunan pariwisata harus didasarkan pada kriteria keberlanjutan
yang artinya bahwa pembangunan dapat didukung secara ekologis
dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, adil secara
etika dan sosial terhadap masyarakat. (Piagam Pariwisata Berlanjut,
1995).
Dengan demikian secara ringkas, konsep pengembangan pariwisata
secara Berlanjut tersebut pada intinya menekankan pada 4 (empat)
prinsip, sebagai berikut :
a. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)
b. Diterima secara sosial & budaya (socially and culturally
acceptable)
5
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
9/53
c. Layak secara ekonomi (economically viable)
d. Memanfaatkan teknologi yang pantas diterapkan
(technologically appropriate)
Secara skematis konsep tersebut dapat digambarkan dalam gambar
berikut:
Gambar 1.1. Pendekatan Sustainable Tourism Development
Prinsip environmentally sustainable menekankan bahwa proses
pembangunan kepariwisataan harus tanggap dan memperhatikan
upaya-upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan (alam maupun
budaya), dan seminimal mungkin menghindarkan dampak negatif yang
dapat menurunkan kualitas lingkungan dan mengganggu keseimbangan
ekologi.
Prinsip socially and culturally acceptable, menekankan bahwa proses
pembangunan dapat diterima secara sosial dan budaya oleh
masyarakat setempat. Oleh karenanya, upaya-upaya pembangunan
6
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
10/53
yang dilaksanakan harus memperhatikan nilai-nilai sosial-budaya dan
nilai-nilai kearifan lokal yang dijunjung tinggi oleh masyarakat, dan
bahwa dampak pembangunan tidak boleh merusak tatanan dan nilai-
nilai sosial-budaya yang mendasari jati diri masyarakat.
Prinsip economically viable menekankan, bahwa proses pembangunan
harus layak secara ekonomi dan menguntungkan. Oleh karenanya,
pembangunan harus dilaksanakan secara efisien agar dapat
memberikan nilai manfaat ekonomi yang berarti baik bagi pembangunan
wilayah maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
Prinsip technologically appropriate menekankan, bahwa proses
pembangunan yang dilaksanakan secara teknis dapat diterapkan,
efesien dan memanfaatkan sebesar-besar sumber daya lokal dan dapat
diadopsi masyarakat setempat secara mudah untuk proses pengelolaan
yang berorientasi jangka panjang.
Tujuan pembangunan pariwisata Berlanjut didasarkan atas prinsip-
prinsip tersebut, akan bermuara pada 5 (lima) sasaran sebagai berikut
(Fennel, 1999):
a. Untuk membangun pemahaman dan kesadaran yang semakin
tinggi bahwa pariwisata dapat berkontribusi secara signifikan
bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi
b. Untuk meningkatkan keseimbangan dalam pembangunan
c. Untuk meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat setempat
d. Untuk meningkatkan kualitas pengalaman bagi pengunjung danwisatawan
e. Untuk meningkatkan dan menjaga kelestarian dan kualitas
lingkungan bagi generasi yang akan datang.
7
KUALITASPENGALAMANKeunikanKeingintahuanmendalamImaginasi/interpretasi
KUALITAS HIDUPKeterpaduan dalam komunitasKelayakan secara ekonomiDampak sosial minimal
KUALITAS SUMBER DAYAKeutuhanDaya dukungPelestarian
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
11/53
Gambar 4. Pembangunan Pariwisata Berlanjut
Pembangunan pariwisata Berlanjut, seperti disebutkan dalam Piagam
Pariwisata Berlanjut (1995) adalah pembangunan yang dapat didukung
secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika
dan sosial terhadap masyarakat. artinya, pembangunan berlanjut
adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas
hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan,
pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berlanjut.
Hal tersebut hanya dapat terlaksana dengan sistem penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance) yang melibatkan
partisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat. Dengan demikian, pembangunan Berlanjut tidak saja
terkait dengan isu-isu lingkungan, tetapi juga isu demokrasi, hak asasi
manusia dan isu lain yang lebih luas. Tak dapat dipungkiri, hingga saat
ini konsep pembangunan Berlanjut tersebut dianggap sebagai resep
pembangunan terbaik, termasuk pembangunan pariwisata.
8
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
12/53
Pembangunan pariwisata yang Berlanjut dapat dikenali melalui prinsip-
prinsipnya yang dielaborasi berikut ini. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain partisipasi, keikutsertaan para pelaku (stakeholder), kepemilikan
lokal, penggunaan sumber daya secara Berlanjut, mewadahi tujuan-
tujuan masyarakat, perhatian terhadap daya dukung, monitor dan
evaluasi, akuntabilitas, pelatihan serta promosi.
1) Partisipasi
Masyarakat setempat harus mengawasi atau mengontrol
pembangunan pariwisata dengan ikut terlibat dalam menentukan
visi pariwisata, mengidentifikasi sumber-sumber daya yang akan
dipelihara dan ditingkatkan, serta mengembangkan tujuan-
tujuan dan strategi-strategi untuk pengembangan dan
pengelolaan daya tarik wisata. Masyarakat juga harus
berpartisipasi dalam mengimplementasikan strategi-strategi
yang telah disusun sebelumnya.
2) Keikutsertaan Para Pelaku/Stakeholder Involvement
Para pelaku yang ikut serta dalam pembangunan pariwisatameliputi kelompok dan institusi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat), kelompok sukarelawan, pemerintah daerah,
asosiasi wisata, asosiasi bisnis dan pihak-pihak lain yang
berpengaruh dan berkepentingan serta yang akan menerima
dampak dari kegiatan pariwisata.
3) Kepemilikan Lokal
Pembangunan pariwisata harus menawarkan lapangan
pekerjaan yang berkualitas untuk masyarakat setempat. Fasilitas
penunjang kepariwisataan seperti hotel, restoran, dsb.
seharusnya dapat dikembangkan dan dipelihara oleh
masyarakat setempat. Beberapa pengalaman menunjukkan
bahwa pendidikan dan pelatihan bagi penduduk setempat serta
kemudahan akses untuk para pelaku bisnis/wirausahawan
9
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
13/53
setempat benar-benar dibutuhkan dalam mewujudkan
kepemilikan lokal. Lebih lanjut, keterkaitan (linkages) antara
pelaku-pelaku bisnis dengan masyarakat lokal harus diupayakan
dalam menunjang kepemilikan lokal tersebut.
4) Penggunaan Sumber daya yang Berlanjut
Pembangunan pariwisata harus dapat menggunakan sumber
daya dengan Berlanjut yang artinya kegiatan-kegiatannya harus
menghindari penggunaan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (irreversible) secara berlebihan. Hal ini juga
didukung dengan keterkaitan lokal dalam tahap perencanaan,
pembangunan dan pelaksanaan sehingga pembagian
keuntungan yang adil dapat diwujudkan. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan pariwisata harus menjamin bahwa
sumber daya alam dan buatan dapat dipelihara dan diperbaiki
dengan menggunakan kriteria-kriteria dan standar-standar
internasional.
5) Mewadahi Tujuan-Tujuan Masyarakat
Tujuan-tujuan masyarakat hendaknya dapat diwadahi dalam
kegiatan pariwisata agar kondisi yang harmonis antara
pengunjung/wisatawan, tempat dan masyarakat setempat dapat
terwujud. Misalnya, kerja sama dalam wisata budaya atau
cultural tourism partnership dapat dilakukan mulai dari tahap
perencanaan, manajemen, sampai pada pemasaran.
6) Daya Dukung
Daya dukung atau kapasitas lahan yang harus dipertimbangkan
meliputi daya dukung fisik, alami, sosial dan budaya.
Pembangunan dan pengembangan harus sesuai dan serasi
dengan batas-batas lokal dan lingkungan. Rencana dan
pengoperasiannya seharusnya dievaluasi secara reguler
sehingga dapat ditentukan penyesuaian/perbaikan yang
10
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
14/53
dibutuhkan. Skala dan tipe fasilitas wisata harus mencerminkan
batas penggunaan yang dapat ditoleransi (limits of acceptable
use).
7) Monitor dan Evaluasi
Kegiatan monitor dan evaluasi pembangunan pariwisata
Berlanjut mencakup penyusunan pedoman, evaluasi dampak
kegiatan wisata serta pengembangan indikator-indikator dan
batasan-batasan untuk mengukur dampak pariwisata. Pedoman
atau alat-alat bantu yang dikembangkan tersebut harus meliputi
skala nasional, regional dan lokal.
8) Akuntabilitas
Perencanaan pariwisata harus memberi perhatian yang besar
pada kesempatan mendapatkan pekerjaan, pendapatan dan
perbaikan kesehatan masyarakat lokal yang tercermin dalam
kebijakan-kebijakan pembangunan. Pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, air, dan udara
harus menjamin akuntabilitas serta memastikan bahwa sumber-sumber yang ada tidak dieksploitasi secara berlebihan.
9) Pelatihan
Pembangunan pariwisata berlanjut membutuhkan pelaksanaan
program-program pendidikan dan pelatihan untuk membekali
pengetahuan masyarakat dan meningkatkan keterampilan
bisnis, vocational dan profesional. Pelatihan sebaiknya meliputi
topik tentang pariwisata Berlanjut, manajemen perhotelan, serta
topik-topik lain yang relevan.
10) Promosi
Pembangunan pariwisata Berlanjut juga meliputi promosi
penggunaan lahan dan kegiatan yang memperkuat karakter
lansekap, sense of place, dan identitas masyarakat setempat.
Kegiatan-kegiatan dan penggunaan lahan tersebut seharusnya11
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
15/53
bertujuan untuk mewujudkan pengalaman wisata yang
berkualitas yang memberikan kepuasan bagi pengunjung.
1.3. PERGESERAN PARADIGMA PEMBANGUNAN
PARIWISATA BERLANJUT
Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-
orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian
dari hak azazi manusia, sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt
dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once travel was
considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basichuman right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai
dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula Indonesia.
Sektor Pariwisata merupakan salah satu sektor yang penting dalam
perekonomian Indonesia, hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, antara
lain:
1. Menipisnya cadangan minyak
2. Kekayaan potensi dan sumber daya wisata Indonesia
3. Konribusi signifikan pariwisata Indonesia thd perekonomian
nasional
4. Membangkitkan multiplier efek
Hal ini mengakibatkan usaha pengembangan pariwisata sangat
digalakkan oleh pemerintah untuk mengejar pertumbuhan yang
berdampak ekonomi, sehingga kegiatan pariwisata menekankan pada
kegiatan mass tourism yaitu dengan mendatangkan wisatawan
sebanyak-banyaknya di suatu destinasi wisata.
Mass tourism biasanya bercirikan wisatawan melakukan perjalanan
dalam kelompok besar dan segala aktivitasnya sudah diatur oleh
operator perjalanan wisata. Dari sisi wisatawan, tidak ada yang salah
memang dengan mass tourism ini, karena kenyataannya banyak
12
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
16/53
wisatawan yang merasa lebih aman dan nyaman apabila semua
komponen perjalanannya sudah diatur sedemikian rupa. Namun
demikian, banyak studi mengindikasikan bahwa manfaat ekonomi dari
tipe mass tourism kurang dapat menyentuh masyarakat di tingkat
bawah. Interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat pun
terbatas karena wisatawan hanya memiliki waktu terbatas untuk
mengeksplorasi daerah atau obyek yang didatanginya sebelum kembali
ke bus-bus yang mengangkut mereka.
Dengan berkembangnya jaman dan tuntutan akan suatu pariwisata
yang tidak hanya memberikan keuntungan secara besar namun juga
dapat memberikan efek berganda pada sektor-sektor lain, makamunculah konsep pariwisata Berlanjut. Paradigma people centered
development yang juga dikenal sebagai paradigma pembangunan
Berlanjut (sustainable development). Dalam paradigma baru ini, strategi
atau model pembangunan berorientasi pada pembangunan kualitas
manusia. Asumsi dasarnya adalah bahwa tujuan pembangunan
merupakan upaya memberi manfaat bagi manusia, baik dalam
upayanya maupun dalam menikmati hasil dari upaya tersebut. Disamping itu, paradigma pembangunan ini juga mampu memberi
masyarakat kesempatan untuk mengembangkan kepandaian yang
kreatif bagi masa depannya sendiri dan masa depan masyarakat pada
umumnya (Korten, 1984).
Secara konseptual, paradigma pembangunan berlanjut ini
mempromosikan fokus perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil-
hasil pembangunan pada manusia (sebagai warga negara maupun
sebagai masyarakat). Hal ini berarti manusia merupakan subjek
sekaligus objek pembangunan yang aktif, sedangkan pemerintah lebih
berperan sebagai fasilitator, yaitu mendorong dan memberi contoh.
Orientasi dan tujuan pembangunannya adalah memberdayakan rakyat
(empowering) dan menumbuhkan partisipasi rakyat seluas-luasnya.
Manajemen pembangunan dilaksanakan dengan pendekatan
community based resources management. Paradigma ini
13
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
17/53
mensyaratkan struktur dan prosedur pemerintahan melalui sistem
desentralisasi, transaktif, demokratis, debirokratisasi, deregulasi, dan
otonomi yang luas bagi pemerintah daerah/lokal. Sementara itu, modal
utama pembangunan adalah kreativitas dan komitmen rakyat serta
organisasi kemasyarakatan di tingkat lokal.
Salah satu mekanisme dari pariwisata Berlanjut adalah ekowisata yang
merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu
pendapatan yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan
untuk kawasan yang perlu dilindungi untuk pelestarian dan peningkatan
kondisi social ekonomi masyarakat di sekitarnya. Ekowisata menurut
International Ecotourism Society adalah perjalanan yang bertanggungjawab ke tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian
lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Paradigma pembangunan kepariwisataan pada akhirnya juga mengacu
pada paradigma pembangunan tersebut. Ada dua jenis paradigma
pembangunan kepariwisataan yang terkenal dan kerap digunakan untuk
menunjang pembangunan pariwisata, yakni paradigma pertumbuhan
(paradigma pembangunan kepariwisataan klasik) dan paradigmaBerlanjut (paradigma pembangunan kepariwisataan modern). Pada
dasarnya kedua paradigma pembangunan kepariwisataan tersebut
mengadopsi semangat-semangat paradigma pembangunan yang
berlaku secara global seperti dijelaskan di atas. Paradigma
pembangunan kepariwisataan pertumbuhan mengadopsi semangat-
semangat paradigma pembangunan pertumbuhan dimana pertumbuhan
ekonomi merupakan fokus pembangunannya. Sedangkan paradigma
pembangunan kepariwisataan Berlanjut mengadopsi semangat-
semangat paradigma pembangunan Berlanjut dimana pembangunan
masyarakat merupakan fokus pembangunannya. Berikut di bawah ini
adalah tabel perbandingan kedua paradigma pembangunan
kepariwisataan tersebut.
Tabel 1.1.. Paradigma dan Strategi Pembangunan Kepariwisataan
14
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
18/53
No. Karakteristik
Jenis Paradigma Pembangunan
Kepariwisataan
Pertumbuhan
(Growth)
Berlanjut
(Sustainable)1. Fokus Growth: Mass Tourism Development
2. Nilai yang
Dikejar
Devisa & Investasi Community
Based & Green
Tourism
3. Indikator Jumlah kunjungan
Lama tinggal & Pem
Belanjaan
Dampak multi
Ganda Pariwisata
4. Peran
Pemerintah
Enterpreneur
& Developer
Fasilitator
5. Masyarakat
a. Akses Tertutup Terbuka
b. Peran Pasif Aktif-partisipatif
c. Karakter Beneficiaries Enterpreneur
d. Posisi Margina Stakeholder
6. Tuntutan
Kualitas
Standart Lokal Standart Universal
Dengan berkembangnya konsep pariwisata yang berkenjutan yangmenawarkan berbagai model pariwisata yang memberikan berbagai
keuntungan bagi masyarakat, pemerintah, dan wisatawan. Kesadaran
wisatawan akan perjalanan yang berkesan dan memberi keuntungan
bagi masyarakat lokal dan lingkungan pun semakin meningkat. Payung
yang melingkupi pola pikir dan model perjalanan ini dinamakan
responsible tourism, yang melingkupi seluruh tantangan dan alternatif
dari mass tourism.
Tujuan yang ingin dicapai oleh responsible tourism sesungguhnya
adalah pariwisata yang berusaha meminimalkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan masyarakat. Tetapi responsible tourism lebih
menekankan pilihan yang diambil oleh konsumen dalam menentukan
tujuan wisata, akomodasi, model transportasi dan cara melakukan
perjalanan, misalnya memilih mengatur sendiri perjalanannya
dibandingkan mengikuti kelompok tur. Responsible tourism juga
15
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
19/53
menekankan kesadaran wisatawan itu sendiri untuk meminimalkan
dampak-dampak negatif dari kunjungannya ke suatu tempat
Responsible tourism didasarkan pada etika dan hak asasi manusia
dari perlindungan terhadap hak-hak pekerja pariwisata (porter
pegunungan) sampai program untuk melawan eksploitasi anak dan
perempuan dari prostitusi dan gerakan melawan perdagangan hewan
langka. Hal ini juga berarti dukungan terhadap community-based
traveller program- homestay, cottage, museum etnik, dan program
pendidikan yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Terdapat beberapa Prinsip- Prinsip Responsible Tourism, antara lain:
1. Mendorong keuntungan ekonomi untuk masyarakat lokal dan
mempertinggi kearifan lokal, membuka akses kepada industri
pariwisata
2. Melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan
yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat
3. Menumbuhkan kontribusi positif untuk konservasi natural dan
cultural heritage, untuk memperkaya keragaman dunia
4. Menyediakan pengalaman kunjungan yang lebih berarti dalam
hubungannya dengan masyarakat lokal, kearifan lokal, isu sosial
dan lingkungan.
5. Meminimalisir dampak negative ekonomi, lingkungan, dan sosial
6. Merupakan hal yang sensitif dari sudut pandang budaya,
menumbuhkan respek antara wisatawan dengan tuan rumah,
dan membangun kebanggaan lokal dan kepercayadirian.
Pangsa pasar responsible tourism dan juga ekowisata dari negara-
negara barat biasanya adalah orang-orang berpendidikan dan
berpenghasilan tinggi, serta banyak di antara mereka yang tinggal di
daerah-daerah perkotaan. Bagi sebagian mereka, membayar harga di
atas rata-rata untuk sebuah pengalaman yang berbeda (bahkan kadang
16
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
20/53
harus menurunkan standar kenyamanan) bukanlah suatu persoalan.
Hal-hal yang menjadi prioritas adalah kesempatan untuk berinteraksi
lebih dekat dengan alam, budaya, dan masyarakat di tempat-tempat
yang mereka datangi.
1.4. TUNTUTAN PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
BERLANJUT
Paradigma pembangunan kepariwisataan berlanjut menjadi penting
ketika semua insan yang bergerak dalam dunia kepariwisataan
membutuhkan kesamaan bahasa dalam berpikir maupun bertindak,sehingga satu dengan lain pihak tidak berjalan menurut intuisinya
masing-masing, lebih-lebih hanya mendasarkan diri pada kekuatan
yang dimiliki tanpa melakukan telaah yang mendalam dan matang.
Sejalan dengan hal tersebut, pengimplementasian paradigma
pembangunan kepariwisataan yang modern menjadi penting untuk
dilakukan untuk menunjang pembangunan kepariwisataan berlanjut baik
itu di Indonesia maupun di dunia, karena:
Paradigma pembangunan berlanjut telah mengalami penyesuaian
dengan isu-isu strategis yang berkembang di masyarakat pada saat ini
sehingga pembangunan kepariwisataan Berlanjut juga akan sesuai
untuk diimplementasikan dalam menjawab tantangan-tantangan yang
ada pada saat ini. Sebagai contoh:
a. Isu pemanasan global (global warming) yang berkembang saat
ini yang berdampak pada perubahan drastis pada iklim globaldibandingkan dengan era pra-industri akibat aktivitas manusia
yang menambahkan konsentrasi gas efek rumah kaca ke
atmosfer. Untuk menjawab tantangan ini paradigma
pembangunan kepariwisataan modern menekankan perlunya
kelestarian lingkungan yang harus berjalan seiringan dengan
kegiatan-kegiatan pembangunan kepariwisataan dengan
melakukan CSR di bidang pelestarian lingkungan misalnya.
17
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
21/53
b. Isu globalisasi yang menuntut adanya kerjasama antar negara di
dunia di segala bidang kehidupan termasuk pariwisata. Untuk
menjawab tantangan ini, paradigma pembangunan
kepariwisataan Berlanjut menekankan pentingnya kemitraan,
baik antara pemerintah-swasta, pemerintah-masyarakat,
maupun swasta-masyarakat.
Paradigma pembangunan kepariwisataan berlanjut menekankan
keseimbangan dalam pembangunan. Hal ini berarti pembangunan
kepariwisataan harus memberikan manfaat kepada masyarakat
(manusia) dan juga lingkungan disamping memberikan manfaat
ekonomi. Memberi manfaat kepada masyarakat (manusia) dalam artipembangunan kepariwisataan akan meningkatkan kualitas masyarakat
karena perannya diperhitungkan dan memberikan manfaat bagi
lingkungan dalam arti pembangunan kepariwisataan jangan hanya
difokuskan untuk mengeksploitasi keindahan alam saja, namun juga
harus menjamin adanya kelestarian lingkungan untuk generasi yang
akan datang.
Menurut WTO (2004), isu sustainability yang terpenting berhubungandengan tiga hal yaitu lingkungan, sosial-budaya dan ekonomi.
continuous process (proses Berlanjut)
butuh impact monitoringyang reguler
18
environment
socio-culture economy
SUSTAINABILITY
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
22/53
Tiga prinsip utama tourism yang mendukung sustainable development:
1). Memanfaatkan sumber daya alam (SDA) secara optimal
2). Menghormati keaslian kebudayaan lokal
3). Menyediakan keuntungan sosio-ekonomi kepada semua pihak
yang berhubungan dengan sektor kepariwisataan
(stakeholders).
Selain itu juga membutuhkan informed participation of all relevant
stakeholdersdan strong political leadership (jiwa kepemimpinan yang
kuat dan komitmen tinggi).
1.4.1. Pengentasan Kemiskinan Sebagai Agenda Prioritas
Pembangunan Pariwisata Berlanjut
Millenium Development Goals (MDGs) yang disepakati secara
internasional oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB bulan
September 2000 merupakan suatu dokumen yang menyempurnakan
konsep pembangunan berkelanjutan yang terkait dengan isu
lingkungan, perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan
kebebasan fundamental dalam satu paket.
MDGs menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama
pembangunan serta memiliki tenggang waktu dan kemajuan yang
terukur, karena setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target
berikut indikatornya. MDGs didasarkan atas konsensus dan
kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara
berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka,
sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.
Dalam sektor kepariwisataan ada 4 tujuan MDGs yang menjadi fokus
pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu:
1) Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan
19
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
23/53
2) Tujuan 3. Mendorong Kesetaran Gender dan
Pemberdayaan Perempuan
3) Tujuan 7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup
4) Tujuan 8. Membangun Kemitran Global untuk
Pembangunan
Agenda pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) atau
pembangunan yang berpihak pada masyarakat miskin (pro poor
development) telah menjadi salah satu aspek penting dari MDGs dan
menjadi bagian dari agenda prioritas pembangunan di tingkat global
dan pembangunan dalam konteks sektoral. Orientasi pembangunanpariwisata yang mendorong upaya pengentasan kemiskinan
dituangkan dalam konsep pro poor tourism (PPT) development.
PPT bukan saja merupakan produk spesifik atau setempat, namun
merupakan suatu pendekatan untuk manajemen dan pengembangan
pariwisata yang berpihak pada masyarakat bawah. PPT
mempertinggi hubungan antara bisnis pariwisata dan masyarakat
miskin, sehingga pariwisata dapat berkontribusi dalam mengurangitingkat kemiskinan, dan masyarakat miskin dapat berpartisipasi
dengan lebih efektif dalam hal pengembangan produk pariwisata.
Dengan demikian, konsep pengembangan pro poor tourism
development dipandang akan sangat efektif untuk mendorong
pengentasan kemiskinan.
1.4.2. Konsep Green Economy - Green Tourism dalam
Perkembangan Pariwisata Global
Paradigma pembangunan berlanjut yang telah menjadi agenda
global, dan juga orientasi utama dalam pembangunan ekonomi
negara-negara di dunia, mendorong pemikiran dan inoveasi-inovasi
untuk mewujudkan pembangunan berbasis green economy atau
ekonomi hijau.
20
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
24/53
Pendekatan Ekonomi Hijau (green economy approach) dapat
diartikan sebagai suatu model pendekatan pembangunan ekonomi
yang tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis
eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan.
Ekonomi hijau merupakan suatu lompatan besar meninggalkan
praktik-praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka
pendek yang telah mewariskan berbagai permasalahan yang
mendesak untuk ditangani termasuk menggerakkan perekonomian
yang rendah karbon (low carbon economy).
Konsep ekonomi hijau meliputi cakupan yang lugas dan merupakan
paradigma baru dalam pembangunan ekonomi guna menggantikankebijakan-kebijakan lingkungan yang pada masa lalu kerap
difokuskan pada solusi jangka pendek. Pendekatan ekonomi hijau
merupakan win-win solution dalam mengakhiri perdebatan para
penentu kebijakan yang tidak ads habis-habisnya seputar
"pelestarian lingkungan" dan "pertumbuhan ekonomi". Atau dengan
kata lain, Ekonomi Hijau adalah model pembangunan ekonomi
berbasiskan pengetahuan terhadap ecological economic dan greeneconomic yang bertujuan untuk menjawab saling ketergantungan
antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas
ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan global.
Go green sangat terkait dengan wawasan keberlanjutan penggunaan
sumber daya energi. Keberlanjutan penggunaan sumber daya energi
memerlukan peningkatan kapasitas cadangan dan fasilitas
penunjangnya, serta tersedianya keberagaman jenis energi. Saat ini,
penggunaan energi masih didominasi oleh sumber energi tak
terbarukan. Beberapa sumber energi yang tak terbarukan memiliki
umur yang dapat diperkirakan, di antaranya adalah:
4.1.. Cadangan minyak bumi saat ini sebesar 9 miliar barel. Dengan
produksi rata-rata 500 juta barel per tahun, maka cadangan
tersebut akan habis dalam waktu 18 tahun.
21
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
25/53
4.1.. Cadangan gas alam saat ini sebesar 182 triliun kaki kubik.
Dengan produksi rata-rata 3 triliun kaki kubik per tahun, maka
cadangan tersebut akan habis dalam waktu 61 tahun.
4.1.. Cadangan serta sumberdaya terukur batubara saat ini sebesar
19,4 miliar ton. Dengan produksi rata-rata 150 juta ton per tahun,
maka cadangan tersebut akan habis dalam waktu sekitar 130-an
tahun.
Pariwisata disebut sebagai penyumbang pemanasan global sebesar
5%, terutama sektor transportasi. Berdasarkan data Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) yang dikeluarkan Food and Agriculture
Organization (FAO) tahun 2006 yang berjudul Live-stock's Long
Shadow, dan tahun 2008 dengan judul Kick the Habit, sumbangan
Gas Rumah Kaca terbesar berasal dari industri peternakan (18%),
selanjutnya dari buangan emisi kendaraan bermotor di dunia (13,5%).
Sementara itu, dalam konsep green economy: penggunaan energi
fosil semakin sedikit/ minim. Diprediksikan bahwa pada tahun 2025,
sumber energi di dunia semakin menipis, yang dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Minyak bumi hanya sekitar 20 %,
b. batubara hanya sekitar 33 %,
c. gas hanya sekitar 30 %,
d. geothermal hanya sekitar 5 %
e. renewable energy hanya sekitar 5 %
f. coal to liquid hanya sekitar 2 %
g. bio fuel hanya sekitar 5 %
Proporsi tersebut di atas akan diwujudkan melalui program
pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.Sementara itu,
Indonesia mentargetkan pengurangan emisi sampai tahun 2025
22
http://www.fao.org/newsroom/en/news/2006/1000448/index.htmlhttp://www.fao.org/newsroom/en/news/2006/1000448/index.htmlhttp://www.fao.org/newsroom/en/news/2006/1000448/index.htmlhttp://www.fao.org/newsroom/en/news/2006/1000448/index.html -
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
26/53
sebesar 26 % (business as usual), dan akan ditingkatkan menjadi 49
% dengan bantuan internasional.
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung Go-Green.
Karena pada dasarnya industri kepariwisataan adalah industri yang
berbasis sumber daya yang terbaharukan. Di samping itu, industri
pariwisata ketika dikelola dengan baik, relatif akan bersifat nir-
limbah, oleh karena itu sering juga disebut Green Industry.
Kepariwisataan Indonesia seharusnya memiliki konsep yang matang
untuk mendatangkan wisatawan mancanegara melalui pendekatan
tema konsep wisata hijau atau green tourism.
Konsep green tourism mencakup empat hal yang harus diupayakan.:
1. Pertama, terhadap orang yang datang bisa diberikan sejenis
ketentuan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tak boleh.
Dengan demikian, masyarakat akan senang menerima
pengunjung yang datang, demikian juga bagi orang yang
datang akan merasa nyaman.
2. Kedua, seperti program yang digagas dalam penanamanterumbu karang. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya dan
memperindah alam, artinya, kegiatan pariwisata bukan
merusak lingkungan atau alam, sebaliknya memperkaya
sumber daya alam.
3. Ketiga, bagaimana sebuah konsep wisata dapat memberikan
keuntungan langsung kepada masyarakat yang berada pada
kawasan obyek wisata itu. Selama ini konsep pengembanganpariwisata masih menggeser masyarakat di sekitar kawasan
wisata dan bukan melibatkannya. Melalui green tourism
masyarakat diajak ikut terlibat langsung dalam
pengembangan pariwisata, dalam artian memerhatikan
kearifan local, terutama dalam melestarikan alam.
23
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
27/53
4. Keempat, berkaitan dengan koservasi lingkungan pariwisata
sehingga melalui konsep tersebut, objek wisata di Indonesia
dapat menjadi tujuan wisata di dunia yang berbasis pada
kelestarian alam.
Perspektif green tourism ini yang akan dijadikan salah satu
pilar dalam mengembangkan program-program
pengembangan destinasi di Indonesia.
BAB 2
KOMPONEN DAN PELAKU PEMBANGUNANPARIWISATA
Pembangunan pariwisata di suatu kawasan tidak dapat lepas dari
pelaku-pelaku yang terlibat dan memberikan kontribusi terhadap
pengembangan pariwisata itu sendiri.Menurut Pearce (1989) terdapat 3(tiga) pelaku pengembangan kepariwisataan, yaitu: Pemerintah,
Swasta/ Industri dan Masyarakat.
2.1. PEMERINTAH
Di banyak negara, termasuk Indonesia, pemerintah memiliki peran yang
penting dalam kebijakan pariwisata, pengembangan, promosi dan
pelaksanaanny. Dalam melakukan perannya dalam pengembangan
24
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
28/53
kepariwisataan, pemerintah telibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam berbagai sektor, yaitu: Sektor ekonomi, Sosial Budaya,
Lingkungan, dan Politik.
Misalnya pada faktor ekonomi, pemerintah mempunyai peran antara
lain:
A. Meningkatkan keseimbangan situasi ekonomi
B. Pengembangan kawasan regional
C. Meningkatkan tingkat perekonomian
D. Meningkatkan lapangan pekerjaan dalam bidang pariwisata
E. Meningkatkan pendapatan pajak pariwisata
Promosi dan pemasaran pariwisata juga merupakan salah satu peran
dari pemerintah, pemerintah di banyak negara mengeluarkan biaya
yang sangat besar untuk pemasaran dan promosi pengunjung untung
datang di negaranya.
2.2. SWASTA/ INDUSTRI
Para pelaku industri pariwisata yang berperan di private sector,
memandang bahwa pembangunan pariwisata sebagai kesempatan
untuk memperoleh keuntungan melalui pengadaan barang dan
penyedia jasa yang diminta oleh pasar pariwisata. Misalnya dalam
penyediaan saraba akomodasi di suatu kawasan pariwisata, pihak
swasta dapat berkerjasama dengan pemerintah dalam penyediaansarana infrastruktur di kawasan tersebut dan aspek regulasi yang
memayungi pembangunan fasilitas pariwisata. Juga dengan masyarakat
yang dapat berperan sebagai partner dalam pengembangan fasilitas
akomodasi di kawasan pariwisata tersebut.
2.3. MASYARAKAT
25
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
29/53
Masyarakat di sekitar tempat yang dikunjungi wisatawan umumnya
memposisikan pariwisata sebagai peluang untuk memperoleh pekerjaan
dan penghasilan. Melalui hubungan timbal balik antara pengunjung dan
masyarakat setempat ini dapat memperoleh manfaat sekaligus resiko
maupun keduanya. Oleh karena itu hubungan antara industri pariwisata
pariwisata/ private sector dengan masyarakat selayaknya dibangun
dengan baik, karena hubungan ini akan menumbuhkan suatu
mekanisme untuk mendukung usaha-usaha untuk melindungi dan
melestarikan lingkungan yang dimanfaatkan untuk pariwisata.
Masyarakat memiliki peran penting dalam pengembangan pariwisata di
suatu destinasi. Masyarakat dapat memiliki dan mengelola daya tarikwisata sehingga keputusan dan keberhasilan pembangunan pariwisata
di suatu kawasan sangat bergantung dari peran masyarakat dan
kelembagaannya.
26
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
30/53
BAB 3
PROSES DAN TIPOLOGI PARIWISATA BERLANJUT
3.1. PROSES DAN TIPOLOGI PARIWISATA BERLANJUT
3.1.1. Proses Pembangunan Pariwisata
Proses pembangunan kepariwisataan di suatu kawasan sangatlah
tergantung pada jenis dan dimana kawasan tersebut berada, menurut
Pearce (1989) terdapat beberapa jenis proses pengembangan
pariwisata menurut tipologi kawasan tersebut, yaitu pengembangan
pariwisata di kawasan pantai, pengembangan pariwisata di kawasan
padang ski, wisata pedesaan dan wisata perkotaan.
3.1.2. Pengembangan Spontanius
Jenis pengembangan spontanius terbagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu:
a. Tahap pertama terbentuk karena adanya pengembangan/
pembangunan suatu fasilitas atau aktifitas di sebuah kawasan.
27
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
31/53
b. Pada tahap kedua muncul suatu pergerakan massal menuju
kawasan tesebut karena adanya fasilitas atau aktifitas yang
muncul. Sehingga akan muncul fasilitas-fasilitas dan aktifitas-
aktifitas lain untuk mewadahi adanya pergerakan manusia
dalam jumlah besar tersebut.
3.1.3. Pengembangan Terencana
Pengembangan terencana merupakan suatu pengembangan yang
telah direncanakan sebelumnya, berbeda dengan pengembangan
spontanius yang muncul karena adanya suatu pembangunan suatufasilitas atau aktifitas yang tidak direncanakan sebagai atraksi
kepariwisataan. Pengembangan terencana merupakan suatu
pengembangan yang didasari untuk meningkatkan kunjungan
wisatawan oleh pemerintah dengan membangun suatu fasilitas atau
aktifitas kepariwisataan di suatu kawasan tertentu.
Hal tersebut diharapkan menjadi suatu kawasan perekonomian baru
yang dapat meningkatkan pendapat masyarakat sekitarnya dan jugamewadahi kebutuhan wisatawan akan atraksi kepariwisataan yang
baru.
3.1.4. Pengembangan Perluasan
Suatu kawasan pariwisata yang telah berkembang memerlukan suatu
perencanaan ke depan untuk lebih memenuhi kebutuhan wisatawanyang semakin meningkat. Perluasan area kawasan yang dianggap
potensial dan pembangunan fasilitas baru diharapkan mampu
menambah daya dukung kepariwisataan kawasan tersebut dalam
memenuhi tuntutan wisatawan.
Perluasan wilayah, penambahan sarana prasarana (infrastruktur),
fasilitas pendukung, dan penambahan atraksi baru merupakan
28
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
32/53
beberapa jenis cara dan program dari peluasan dan pengembangan
ulang (re-developmet) suatu kawasan pariwisata.
Sehingga selain pengembangan ini merupakan usaha untuk
memenihi kebutuhan wisatawan, juga diharapkan sebagai salah satu
cara untuk memberikan direct dan indirect benefit bagi masyarakat
sekitar.
3.1.5. Wisata Padang Ski
Pengembangan wisata padang ski mempunyai konsep yang mirip
dengan wisata pantai, yaitu bergantung pada pengembangan potensi
alam sebagai sumberdayanya.Dalam pengembangan ini dapat
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) hal berdasar pada pembagian
tanggungjawab dalam proses pengembangan, antara lain:
3.1.6. Pengembangan Integrated
Pengembangan yang dilakukan oleh pengembang tunggal yang
mengecualikan peran dari pihak lain. Terdapat beberapa karakteriktik
dalam pengembangan integrated ini, antara lain:
a. Pengembang tunggal, suatu kawasan wisata atau atraksi wisata
dikembangkan oleh badan atau investor tunggal, pengembang
tunggal ini harus memiliki finasial yang kuat dan tenaga teknis
yang mumpuni.
b. Pengembangan yang berimbang, dalam pengembangan ini
harus mempunyai perencanaan dan pembangunan yang efektif
dan kuat, baik dari segi teknis dan finansialnya.
c. Pengembangan yang terus menerus, pengembangan haruslah
dilakukan secara sistematis dan terus menerus agar tidak terjadi
stagnasi produk.
29
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
33/53
d. Sistem kerja dan fungsi yang baik dan terkoordinasi, baik dalam
perencanaan yang jelas maupun dalam penerapannya,
sehingga semua akan berjalan dengan sistematis, terpadu dan
aplikatif.
e. Terisolasi, mempunyai lokasi yang jauh dari pemukiman
penduduk dan berhubungan langsung dengan atraksi yang
dikembangkan.
f. High status, mempunyai fasilitas kelas satu dalam memenuhi
kebutuhan wisatawan.
3.1.6.1. Pengembangan Catalystic
Pengembangan ini merupakan pengembangan yang melibatkan
seluruh komponen dan pihak terkait dalam pengembangan suatu
kawasan atau atraksi wisata. Pengembangan ini mempunyai
karakteristik, sebagai berikut:
a. Inisiatif awal datang dari investor tunggal yang kuat (dalam
atau luar negeri) yang memberikan fasilitas dasar dan
kondisi awal untuk berkembang ke depan, seperti atraksi
utama, akomodasi dan promosi awal.
b. Dengan berkembangnya kondisi awal tersebut, maka muncul
secondary attraction dan facilities, yang akan dikembangkan
oleh investor lokal yang lebih kecil atau masyarakat sekitar
(secondary developer), sehingga akan memberikan
keuntungan langsung pada masyarakaty sekitar.
c. Pengembangan suatu kawasan atau atraksi wisata tersebut
sangat tergantung pada perencanaan dan pengelolaan dari
inisiator awal dan secondari developer yang saling
bekerjasama.
3.1.6.2. Wisata Pedesaan
30
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
34/53
Terdapat banyak hal yang dapat menarik wisatawan untuk
mengunjungi kawasan yang bertema wisata pedesaan: atraksi
alam, seperti sungai, danau dan hutan atau aktifitas budaya dan
adat istiadat kawasan tersebut. Wisatawan dapat menikmati
liburan mereka di daerah pedesaan dengan meninggalkan seluruh
rutinitas mereka di daerah asal mereka (perkotaa), dengan
mendapatkan relaksasi dan kedamaian yang ditawarkan di daerah
pedesaan. Dalam perkembangannya wisata pedesaan berfokus
pada wisata second homes dan farm tourism, dengan berbagai
macam bentuk dalam berwisata, seperti berkemah dan bercocok
tanam.3.1.6.3. Wisata Rumah Kedua (Second Homes)
Proses perkembangan dapat dijabarkan dalam tiga tahap
pengembangan, dalam tahap pertama, wisatawan dari sebuah
kota kecil bergerak menuju sebuah kawasan kecil second homes.
Saat area perkotaan berkembang menjadi kota yang lebih besar,
sehingga kawasan second home menjadi lebih luas dan
berkembang, dan bergerak lebih menjauhi kawasan perkotaan.Dandalam tahun terakhir kawasan asli dari second home berubah
menjadi suatu kawasan perluasan dari kota besar yang berubah
menjadi kota metropolitan dan second homes tersebut menjadi
bagian dari kota metropolitan serta menjadi kawasan pemukiman
dari penduduk kota. Di sisi yang lain kawasan second home yang
baru mulai berkembang sebagai kawasan yang memenuhi
kebutuhan penduduk kota dalam usaha escape from the origin.
31
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
35/53
Gambar 1.2.. Lundgerns Model dalam Pengembangan Kota dan Kawasan
Second HomeSumber: Pearce, 1989
3.1.6.4. Wisata Pertanian (Farm Tourism)
Wisata pertanian memberikan pengalaman dengan beraktifitas
langsung dalam aktifitas bercocok tanam (membajak sawah,
menanam padi). Wisatawan akan mendapatkan pengalaman yang
unik saat mereka merasakan bagaimana aktifitas para penduduk
pedesaan dalam bekerja sehari-hari.
3.1.6.5. Wisata Perkotaan
Wisatawan mengunjungi kawasan perkotaan karena beberapa
alasan, misalnya untuk bersenang-senang dan kehidupan malam,
untuk mengagumi bangunan sejarah, heritage dan pertunjukan
kesenian, untuk menyaksikan even olahraga internasional atau
nasional, untuk berbelanja atau hanya sekedar menikmati
keindahan kota.
Dalam beberapa kasus, wisatawan berbagi atraksi wisata tersebut
dengan penduduk lokal, misalnya pada bangunan sejarah yang
sekaligus difungsikan sebagai bangunan pemerintahan. Beberapa
32
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
36/53
diantaranya juga difungsikan sebagai pabrik dan kantor
administrasi.
Dikarenakan oleh perpaduan fungsi yang bermacam-macam
tersebut, maka wisatawan di kawasan perkotaan cenderung lebih
bermacam-macam dalam memenuhi kebutuhan mereka
dibandingkan wisata pantai dan pedesaan. Konsekuensi dari hali
tersebut adalah pengembangan wisata perkotaan ini harus lebih
luas jangkauan segmen wisatawannya, termasuk dalam memenuhi
kebutuhan fasilitas dan pelayanannya.
3.2. KAWASAN TERBUKA VERSUS KAWASAN TERTUTUP
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya pengembangan kawasan di
Indonesia, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe kawasan terbuka dan
tipe tertutup.
3.2.1. Kawasan Terbuka
Kawasan terbuka memiliki karakter-karakter sebagai berikut :
1) Tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik
ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.
2) Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat
langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampaknegatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk
lokal, sehingga sulit untuk dikendalikan.
Pengembangan kawasan model terbuka banyak digunakan di
beberapa kawasan di Indonesia, model kawasan inilah yang sering
diterapkan. Karena dengan model kawasan terbuka, gesekan antara
masyarakat sekitar dan pengelola kawasan sangat kecil dan sangat
33
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
37/53
jarang terjadi karena kawasan terbuka sering kali dikelola juga oleh
masyarakat sekitar. Selain dapat memperoleh keuntungan secara
langsung, masyarakat juga dapat memanfaatkan kawasan sekitar
sebagai pemukiman. Namun dengan sistem kawasan yang terbuka
budaya dan adat istiadat masyarakat akan mudah luntur karena
desakan-desakan dari budaya yang dibawa oleh wisatawan.
3.2.2. Kawasan Tertutup
Kawasan tertutup memiliki karakter-karakter pokok sebagai berikut :
1) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang
spesifik pada kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihandalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus
pasar Internasional.
2) Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk
lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan
terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang
ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
3) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinir, sehingga
diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk
mendapatkan dana-dana Internasional sebagai unsur utama
untuk menangkap servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Pengembangan kawasan tertutup merupakan salah satu
pengembangan yang berhasil karena efek negatif dari pariwisata dapat
terfilter dengan baik dan mempunyai standart internasional bagi
wisatawan, namun terkadang dengan pendekatan ini masyarakat tidak
dapat memdapatkan keuntungan langsung dari aktifitas pariwisata.
Diharapkan dengan model pengembangan tersebut pengelola dari
kawasan dapat mengajak dan mengikut sertakan masyarakat sekitar
menjadi partner dalam pengembangan kawasan (supplier bahan
pokok, pengisi atraksi kesenian dan pengelola)
34
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
38/53
BAB 4
INDIKATOR-INDIKATOR PEMBANGUNAN PARIWISATABERLANJUT
Dalam pembangunan pariwisata berlanjut terdapat beberapa indikator
untuk mengidentifikasi tingkat pengembangan suatu destinasi wisata,
antara lain: (Sunaryo, 2006)
4.1. Indikator Lingkungan
Komponen fisik yang menjadi indikator:
a) Fixed : ekologi (SDA)
b) Flexible : sistem infrastruktur
water supply
pembuangan limbah
listrik
35
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
39/53
transportasi
kantor pos dan telekomunikasi
layanan kesehatan
layanan hukum
bank
pertokoan
4.2. Indikator Sosial Budaya
Level Kapasitas yang dapat menjadi indikator:
a) Jumlah wisatawan dan tipe kegiatan rekreasi yang dapat
diserap tanpa mempengaruhi identitas, gaya hidup dan pola
sosial serta aktivitas dari penduduk lokal
b) Level dan tipe pariwisata yang tidak mengubah budaya
lokal secara signifikan baik langsung maupun tak langsung
dalam hal seni, kerajinan, sistem kepercayaan, upacara,
adat dan tradisi
c) Level dari pariwisata yang tidak ditolak oleh penduduk lokal
atau menghalangi mereka menggunakan layanan dan
fasilitas masyarakat umum.
d) Jumlah pengunjung dan kecocokan tipe-tipe aktivitas di
sebuah area tanpa penurunan pengalaman pengunjung
secara drastis
4.3. Indikator Ekonomi
Level Kapasitas yang dapat menjadi indikator:
36
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
40/53
a) Level spesialisasi dalam pariwisata
b) Angka kehilangan tenaga kerja manusia di sektor-sektor
lain yang disebabkan oleh daya tarik pariwisata
c) Pendapatan dari pariwisata dan masalah distribusi pada
level organisasi lokal
d) Level of tourism employment in relation to local human
resources
BAB 5
DAYA DUKUNG (CARRYING CAPACITY) DALAMPEMBANGUNAN PARIWISATA BERLANJUT
5.1.. DAYA DUKUNG (CARRYING CAPACITY) DALAM
PEMBANGUNAN PARIWISATA BERLANJUT
Setiap destinasi mempunyai Carrying Capacity dalam kepariwisataan,
yaitu suatu tingkat daya dukung dari aktifitas kepariwisataan yang dapat
berlanjut dalam jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan suatu
berubahan yang signifikan.
Carrying capacity yang dapat diartikan sebagai tingkat kedatanganwisatawan yang memberikan dampak pada masyarakat lokal,
lingkungan dan ekonomi yang masih dalam batas aman dan
berkelanjutan. Hal ini dihitung berdasarkan jumlah kedatangan
wisatawan, disebabkan oleh:
a. Jangka waktu tinggal
b. Karakter dari wisatawan/ masyarakat lokal
37
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
41/53
c. Daerah asal dari wisatawan
d. Musim kunjungan wisatawan
Untuk menjelaskan area dari carrying capacity dapat digambarkandalam gambar berikut
FaktorInternal
FaktorEksternal
Proses
PerencanaanPengelolaan
Pengembangan
Teknologi
Sosial Budaya Lingkungan Ekonomi
DAMPAK
Tolok Ukur Standar
Carrying Capacity(Daya Dukung)
Sumber: Cooper, 1993
Gambar 3.1.. Faktor Penentu Dari Carrying Capacity
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa penentu carrying capacity
dapat ditunjukan sebagai suatu fungsi dari berbagai macam faktor.
diikuti dengan perencanaan dan regulasi yang menimbulkan suatu
dampak pada destinasi. Bagaimanapun juga carrying capacity
menimbulkan timbak balik baik pada masyarakat lokal dan wisatawan
38
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
42/53
(faktor eksternal), dan seiring waktu hal ini berpengaruh terhadap
dampak dan berakibat kepada carrying capacity. Konsep carrying
capacity tersebut bersifat dinamis.
)a FAKTOR INTERNAL
)i Daya Dukung Sosial
Struktur sosial memiliki peran penting terhadap suatu
wilayah dalam menyerap wisatawan, dimana dampak pada
komunitas lokal, atau ketersediaan sumber daya manusia
merupakan faktor kunci dalam membatasi penerimaan dan
jumlah wisatawan untuk datang berkunjung. Sebagai contoh
kota-kota besar seperti London dan New York memiliki
kemampuan yang besar dalam menerima dan menyerap
kehadiran wisatawan.
)ii Daya Dukung Budaya
Karakteristik budaya dari suatu destinasi wisata memilikiperan yang penting dalam menentukan dampak dari
kunjungan wisatawan ke destinasi tersebut. Latar belakang
budaya yang unik (lain dari yang ada pada umumnya)
memiliki peluang lebih besar dalam menarik jumlah
wisatawan untuk datang berkunjung. Dampak yang akan
timbul dapat berupa rusaknya budaya dan tradisi lokal,
ataupun yang paling mungkin terjadi adalah komersialisasi
budaya lokal, seperti kesenian tarian, busana, dan seni
kerajinan lokal.
)iii Daya Dukung Lingkungan
Merupakan daya dukung dimana faktor biologis dan fisik
memberikan kendala terhadap jumlah maksimum wisatawan
yang dapat ditampung. Lingkungan dapat berubah karena
kehadiran wisatawan. Lingkungan ini dapat berupa alami39
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
43/53
maupun buatan, dimana pada umumnya lingkungan buatan
dapat memadai dan lebih tahan terhadap dampak-dampak
yang timbul dari pariwisata, dibandingkan dengan lingkungan
yang alami. Perubahan lingkungan akibat kunjungan
wisatawan dapat dihindari dengan langkah pembatasan
jumlah kunjungan dalam jangka waktu tertentu.
)iv Daya Dukung Ekonomi
Daya dukung ekonomi merupakan daya dukung yang
menjadi parameter dalam menentukkan investasi
pengembangan kepariwisataan, dimana hasil yang
didapatkan lebih besar dari modal yang dikeluarkan.
Struktur ekonomi akan menentukan manfaat dan biaya yang
terkait dengan aktivitas pariwisata. Secara umum, semakin
berkembang dan maju perekonomian, maka aktivitas
pariwisata juga akan semakin kuat. Pariwisata dapat
memberikan manfaat yang maksimal dalam segi ekonomi
walaupun dengan biaya yang sangat minim.
)v Daya Dukung Politik
Daya dukung politik senantiasa (tetapi tidak selalu)
mencerminkan harapan, cita-cita dan mandat dari
masyarakat lokal pada suatu destinasi wisata. Daya dukung
politik dapat secara aktif mendorong pengembangan
pariwisata atau bahkan dapat menghalangi pengembangan
pariwisata pada destinasi itu sendiri.
)vi Daya Dukung Sumberdaya
Ketersediaan dari sumberdaya lokal (tenaga kerja, finansial,
lahan) memiliki pengaruh yang besar kepada keterterimaan
dari pengembangan pariwisata. Saat sumberdaya langka
maka persaingan diantara mereka akan tinggi dan
40
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
44/53
kesempatan untuk memanfaatkan sumberdata tersebut juga
akan tinggi.
Infrastruktur juga menjadi bagian dari sumberdaya dasar
lokal. Jika pengembangan pariwisata diartikan sebagai
tindakan yang mengunakan infrastruktur secara berlebih,
maka hal ini menimbulkan penolakan terhadap pariwisata
dan mengakibatkan timbulnya konflik antara wisatawan dan
masyarakat lokal.
Dilihat dari segi positifnya, pengembangan pariwisata dapat
meningkatkan kualitas dari infrastruktur itu sendiri, yang
berakibat positif bagi masyarakat lokal dan tentunya bagi
wisatawan, sehingga hal ini dapat meningkatkan kualitas
hidup dari penduduk lokal.
)b FAKTOR EKSTERNAL
)i Daya Dukung Karakter Wisatawan
Karakteristik wisatawan menjadi faktor penting dalam
menentukan dampak sosial dan budaya masyarakat lokal.
Sebagai contoh, pengunjung yang termasuk dalam
kelompok pariwisata (rombongan) cenderung memiliki
dampak sosial dan budaya yang jauh lebih besar daripada
mereka yang termasuk kategori explorer dan petualang.
Secara umum, semakin besar perbedaan latar belakang
sosial budaya antara masyarakat lokal dan wisatawan,
semakin besar pula konsekuensi dampak perubahannya.Karakteristik wisatawan ini juga termasuk pola pengeluaran
pengunjung, moda transportasi, struktur kelompok, usia,
latar belakang pendidikan, pendapatan dan tujuan
kunjungan, semua faktor tersebut akan berpengaruh pada
sifat dan besarnya dampak pada masyarakat lokal.
)ii Daya Dukung Jenis Aktifitas Wisatawan
41
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
45/53
Jenis aktivitas pariwisata terkait erat dengan karakteristik
wisatawan yang berperan sebagai pelakunya. Namun,
adanya kegiatan tertentu (minat khusus), jumlahnya akan
jauh lebih besar daripada dengan kelompok wisatawan yang
sama yang melakukan kegiatan yang berbeda. Aktifitas
perjudian dapat meningkatkan aktifitas-aktifitas yang terkait
seperti prostitusi, narkoba dan kejahatan, yang menjadi
risiko bagi masyarakat local. Tidak dapat diabaikan bahwa
dengan kehadiran wisatawan, akan dapat berdampak
terhadap faktor-faktor lokal, yang akan mempengaruhi
tingkat kepuasan pengunjung.)c FAKTOR LAINNYA
Daya dukung Infrastruktur merupakan daya dukung dimana
sistem penyediaan infrastruktur saat ini (air, sistem pembuangan
limbah, sistem transportasi, jumlah kamar untuk menampung
wisatawan) adalah limiterpendek untuk jangka menengah untuk
jumlah wisatawan.
Daya dukung manajemen merupakan daya dukung dimana
kendala utama adalah kelembagaan, terkait dengan jumlah
wisatawan yang (dengan dampak mereka) dapat dikelola secara
realistis. (Perlu diketahui bahwa langkah-langkah ekonomi yang
paling - yang dapat disebut kapasitas ekonomi - dalam aspek
fakta kapasitas manajemen - batasan pada sumber daya yang
tersedia untuk mendukung pengelolaan kepariwisataan (kontrol,
desain, dll).
42
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
46/53
BAB 6
STUDI KASUS
6.1. KAWASAN TERBUKA
Kawasan terbuka memiliki karakter-karakter sebagai berikut :1) Tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik
ruang maupun pola dengan masyarakat lokal.
2) Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat
langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak
negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal,
sehingga sulit untuk dikendalikan.
Contoh dari kawasan jenis ini adalah kawasan Kuta, Bali. Kuta yang
terletak di bagian selatan pulau Bali, merupakan salah satu cikal bakal
perkembangan pariwisata Bali. Dahulunya kawasan ini merupakan
perkampungan nelayan Bali dan seiring berkembangnya pariwisata
Indonesia dan Bali khususnya, penduduk lokal mulai menyewakan
rumah pribadi untuk disewakan sebagai tempat penginapan. Sekarang
kawasan Kuta telah berkembang menjadi ikon pariwisata Bali atau lebih
dikenal dengan sebutan International city karena merupakan tempatbertemunya wisatawan dari seluruh dunia dan juga wisatawan lokal.
Dilihat dari segi sarana prasarana dan fasilitas Kuta memiliki sarana
prasarana dan fasilitas yang lengkap. Penginapan atau hotel, restoran,
spa dan fasilitas pendukung kegiatan kepariwisataan lainnya banyak
terdapat di kawasan ini.
43
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
47/53
Pantai Kuta merupakan tempat wisata yang banyak dipilih untuk
menghabiskan liburan selama di Kuta. Pantai dengan pasir putih ini
dipilih sebagai tempat olahraga surfing dan juga sangat cocok sebagai
tempat bersantai sambil menantikan indahnya sunset pantai Kuta. Tidak
salah ribuan wisatawan selalu memadati pantai ini. Atraksi lain yang
dapat dinikmati di Kuta diantaranya Waterbom Bali dan Bali Slingshot.
Gambar 7.1 Kawasan Pantai Kuta, Bali
Kawasan Kuta dinilai sebagai kawasan paling komersial dan menjadi
pusat perdagangan di Bali Selatan, sehingga banyak permasalahan
yang timbul karena komersialisme Kawasan Kuta. Pengembangan
kepariwisataan di masa sekarang maupun yang akan datang pada satu
sisi harus mampu menjaga kebertahanan modal budaya desa adat dari
pengaruh pariwisata yang datang dari berbagai negara di belahan
dunia.
Namun pada sisi lain dimanfaatkan untuk memenuhi desakan selera
pasar, hegemoni pariwisata, gaya hidup yang pragmatis danberadaptasi dalam proses glokalisasi (budaya lokal dan global saling
membentuk, satu sama lain saling menjadi bagian).
Sejumlah masalah yang dirasakan sangat mendesak untuk segera
diselesaikan di antaranya masalah kependudukan, limbah, sampah,
abrasi pantai, kawasan kumuh, beach boys serta banjir yang
disebabkan tak terkendalinya pembangunan gedung.
44
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
48/53
Dalam mengurangi dampak-dampak negatif yang terjadi di kawasan
Kuta, Pemerintah daerah mengunakan konsep dasar perencanaan
pembangunan kembali Pantai Kuta yang berbasis pada pembangunan
pariwisata berlanjut yang akan didasarkan pada falsafah Hindu, yakni
Tri Hita Karana dengan mengedepankan keseimbangan antara
kepentingan manusia, lingkungan serta hubungan manusia dengan
Tuhan.
6.2. KAWASAN TERTUTUP
Kawasan tertutup memiliki karakter-karakter pokok sebagai berikut :
1) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik
pada kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam
citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar
Internasional.
2) Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk
lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan
terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan
akan terdeteksi sejak dini.
3) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinir, sehingga
diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk
mendapatkan dana-dana Internasional sebagai unsur utama
untuk menangkap servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan jenis ini adalah kawasan Nusa Dua, Bali.
Kawasan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja
berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasional.
Pemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia
yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
Nusa Dua merupakan sebuah enklave berisi resor besar kelas
internasional berbintang 5 di tenggara Bali. Terletak 40 kilometer dari45
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
49/53
Denpasar, ibukota provinsi Bali. Nusa Dua merupakan area resor yang
tenang dan ekslusif paling bergengsi di Bali, tempat dimana para
wisatawan dapat menemukan berbagai fasilitas hotel-hotel mewah yang
elegan dan berkelas internasional yang dipadu dengan lingkungan yang
berupa kawasan pesisir dengan hamparan pasir putih yang indah.
Gambar 7.2Kawasan Nusa Dua, Bali
Kawasan Nusa Dua merupakan kawasan tertutup yang tidak setiaporang bisa keluar masuk di kawasan tersebut, sehingga hanya orang-
orang yang berkepentingan saja yang dapat mengaksesnya. Lokasinya
juga cukup jauh dengan kawasan pemukiman penduduk.
Hal ini mengakibatkan kawasan wisata tersebut tidak mempengaruhi
kebudayaan di sekitar pemukiman penduduk lokal, lingkungan juga
menjadi lebih terjaga karena setiap pengunjung terseleksi terlebih
dahulu. Namun terkadang dengan konsep tertutup ini masyarakat tidak
dapat mendapatkan keuntungan langsung dari aktifitas kepariwisataan
yang terdapat di Nusa Dua, penduduk lokal yang bermata pencaharian
sebagai nelayan juga tidak dapat dengan mudah mengakses pantai
yang terdapat di sana. Dengan model pengembangan seperti ini maka
pengelola kawasan Nusa Dua mengajak penduduk sekitar untuk ikut
serta dalam pengembangan Nusa Dua sebagai kawasan wisata.
Penduduk sekitar diposisikan sebagai rekan kerja oleh pengelola
46
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
50/53
sebagai penyalur kebutuhan hotel dan resort di kawasan tersebut, juga
dapat secara langsung menjadi pengelola kawasan Nusa Dua.
47
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
51/53
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2002) Sustainability Reporting Guidelines. Boston: Global
Reporting Initiatives.
(2006) Making Tourism in England Sustainable: Supplementary
Information for the Welcome.Legacy Consultation. Tanpa Kota:
Department for Culture, Media & Sport.
Coccossis, H. Nijkamp, P. (1996) Sustainable Tourism Development.Aldershot: Avebury.
Cole, Stroma (1996) Antropologists, Local Communities and
Sustainable Tourist Development. Tanpa Kota: Brunel
Universitty.
Crotts, John C.; Buhalis, Dimitrios & March, Roger (2000) Introduction:
Global Alliance in Tourism and Hospitallity Management.
Surrey: School of Management, University of Surrey.
Font, Xavier & Bendell, Jem (2002) Standards for Sustainable Tourism
for the Purpose of Multilateral Trade Negotiations: Studies on
Trade in Tourism Service Report. Leeds: Leeds Metropolitan
University.
Gunn, Clare A. & Var, Turgut (2002) Tourism Planning: Basics,
Concepts, Case. Fourth Edition. New York: Routledge
Holzer, M. & Callahan, K. (1998) Government at Work: Best Practices &
Model Program. California: Sage.
Inskeep, Edward (1991) Tourism Planning: An Integrated and
Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand
Reinhold.
i
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
52/53
Jules, Sharmon (2005) Sustainable Tourism in St. Lucia: A Sustaibaility
Assessment of Trade and Liberalization in Tourism Services.
Tanpa Kota: Brandeis University.
Lea, John (1993) Tourism and Development in the Third World. New
York: Routledge.
Lee, Rob; Working Group & CRMP II (2005) A Strategy for Developing
Sustainable Nature based Tourism in North Sulawesi 2006-
2011. Jakarta: USAID-BAPPENAS.
McIntyre, George (Tanpa Tahun) Sustainable Tourism Development:
Guide for Local Planners. Madrid: World Tourism Organization.
Middleton, Victor T.C. & Hawkins, Rebecca (1998) Sustainable
Tourism: A Marketing Perpective. Oxford: Butterworth
Heinemann.
Miller, Graham & Ward, Louise T. (2005) Monitoring for a Sustainable
Tourism Transition: The Challenge of Developing and Using
Indicators. Oxfordshire: CABI Publishing.
Murphy, Peter E. (1987) Tourism: A Community Approach. New York:
Methuen
Nelson, J.G.; Butler, R. & Wall, G. (1993) Tourism and Sustainable
Development: Monitoring, Planning, Managing. Tanpa Kota:
Department of Geograpgy, University of Waterloo.
Page, Sheila (1999) Tourism & Development: The Evidence from
Mauritius, South Afrfica & Zimbabwe. Tanpa Kota: Tanpa
Penerbit.
Pearce, Douglas (1989) Tourist Development: Second Edition, New
York: Longman Scientific & Technical.
Richie, JR. Brent & Crouch, Geoffrey I. (2003) The Competitive
Destination: A Sustainable Tourism Perspective. Oxon: CABI
Publishing.
ii
-
7/30/2019 L-1 Pembangunan Pariwisata Berlanjut
53/53
Roe, Dilys & Urquhart, Penny (2001) Pro Poor Tourism: Harnesing the
Worlds Largest Industry for the Worlds Poor. Tanpa Kota: IIED
& RING.
Rundle, Mette L. B. (2001) Tourism, Social Change & Jineterismo in
Contemporary Cuba. Oxford: Institute of Social and Cultural
Anthropology, University of Oxford.
Schaller, David T. (Tanpa Tahun) Indigenous Ecotourism and
Sustainable Development: The Case of Rio Blanco, Ecuador.
Minnesota: Department of Geography, University of Minnesota.
Shing Huang, Deng & Yi Huang Yo (2005) A Model of SustainableEcotourism Development. Tanpa Kota: Academia Sinica &
National Taiwan Ocea University, Taiwan.
UN (2003) Poverty Alleviation through Sustainable Tourism
Development. New York: United Nations.
Whelan, Tensie (1991) Nature Tourism: Managing for Environment.
Washington: Island Press.
WTO (1998) Guide for Local Authorities on Developing Sustainable
Tourism. Madrid: World Tourism Organization.
..(1999) Guide for Local Authorities on Developing Sustainable
Tourism: Supplementary Volume on Asia & the Pacific. Madrid:
World Tourism Organization.
. (1999) Tourism and Suatainable Development: The Global
Importance Tourism. New York: Department of Economic and
Social Affairs.
.(2004) Indicators of Sustainable Development for Tourism
Destinations: A Guidebook. Madrid: World Tourism
Organization.