kuljar
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan maupun organ , serta menumbuhkannya dalam
keadaan aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur jarngan adalah diketahuinya
kemempuan totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya
setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan
berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan perlu
diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan yang
akan digunakan dalam proses kultur. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat
yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang
disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur
jaringan juga harus steril. Sterilisasi pada teknik kultur jarngan meliputi: Sterilisasi lingkungan
kerja, sterilisasi alat dan media dan sterilisasi bahan tanam. Tidak hanya terbatas pada peralatan,
namun ruangan yang akan digunakan pun harus dalam kondisi aseptic. Tujuan utama dari
sterilisasi ruangan maupun peralatan kultur pada dasarnya untuk menghindari kontaminasi oleh
mikro organisme yang ada di peralatan maupun di udara bebas sekitar ruangan. Perlakuan
tersebut mutlak dilakukan terutapa pada ruang penabur atau tempat yang digunakan untuk
penanaman eksplan.
Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi media mikrobiologi, peralatan gelas
laboratorium, dan dekontaminasi untuk membunuh bakteri dengan menggunakan uap bersuhu
dan bertekanan tinggi 1210 C selama kurang lebih 15 menit.
Selain itu media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan
yang dibiakkan. Unsur yang berperan penting dan esensial adalah wadah dan media tumbuh yang
steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk
hidup dan memperbanyak dirinya. Media kultur tersebut terdiri dari unsur hara makro, mikro,
sumber karbon (gula), vitamin dan asam amino serta zat pengatur tumbuh. Selain itu, diperlukan
juga bahan tambahan seperti agar, gula, agar, arang aktif, bahan organik .Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca Senyawa tersebut mempunyai arti penting
untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan secara invintro (kultur jaringan).
Ada dua penggolongan media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar dan nutrisi dicampurkan pada agar. Sedangkan media
cair adalah media dengan nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair digunakan untuk tujuan
tertentu seperti pembentukan Protocorm Like Body (PLB) pada anggrek dan jahe. Faktor lain
yang perlu diperhatikan pada media cair atau padat adalah Derajat Keasaman atau pH dari media
kultur. Sel tanaman membutuhkan pH antar 5,5 sampai 5,8 oleh karena itu media harus diatur
pHnya agar sesuai dengan pertumbuhan sel tanaman.
Media kultur in vitro juga memerlukan pertimbangan tertentu dalam campuran mineral,
gula, vitamin dan hormon tumbuh. Sebagai contoh untuk induksi pertumbuhan sel kalus media
Murashige dan Skoog (MS) dapat ditambahkan hormones auksin 2,4 D untuk induksi tunas dapat
ditambahkan hormone IAA, sedangkan untuk pertumbuhan plantet dapat ditambahkan IAA dan
Kinetin pada media MS lengkap. Semua media MS hasil modifikasi dengan penambahan
hormon atau vitamin tertentu dapat dibuat dalam bentuk cair maupu padat dengan menambahkan
bahan pemadat seperti agar, ekstrak kentang dan ekstrak pisang. Kemudian jika media kultur
telah dipastikan siap, maka teknik kultur jaringan siap dilakukan.
Metode kultur in vitro dalam bidang pertanian saat ini telah berkembang untuk usaha
perbanyakan tanaman, perbaikan sifat atau seleksi, produksi bahan metabolit, pemeliharaan
plasma nutfah dan transfer gen dalam biologi molekuler. Semua kegiatan tersebut memerlukan
media buatan baik dalam bentuk cair maupun padat dengan memberikan formulasi kebutuhan
nutrisi, protein dan hormon tumbuh dalam perbandingan yang sesuai. Pada praktikum ini akan
dilakukan teknik kultur organ tanaman.
Bagian atau organ tanaman secara umun terdiri dari akar, batang, daun serta bagian
reproduktif yang berupa bunga, buah atau biji. Bagian-bagian tanaman tersebut mampu untuk
beregenerasi menjadi tanaman lengkap baik secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa
ini terjadi karena tanaman mempunyaicsifat totipotensi sel, yaitu dalam satu sel mempunyai
kemampuan untuk menjadi tanaman lengkap. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk
membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit
dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Macam-macam organ umumnya menunjukan kecepatan pembelahan sel yng berbeda
pula. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam kultur in vitro
antara lain mencakup genotip sumber bahan tanaman, media dan ZPT yang digunakan, kondisi
lingkungan inkubasi, fisiologi jaringan dari eksplan secara optimal sehingga diperoleh tanaman
lengkap. Kultur organ dengan bahan eksplan berupa pucuk tanaman yang sehat dan bebas virus
mempunyai aspek praktis sebagai perbanyakan klon yang cepat dan bebas penyakit.
1.2 Tujuan
1. Mengenal kondisi steril pada semua komponen pekerjaan kultur jaringan
2. Mengetahui sterilisasi alat, media, bahan tanam dn lingkungan yang steril atau aseptik.
3. Mempelajari cara pembuatan media dengan baik dan benar
4. Mengenal perbedaan bermacam-macam media kultur jaringan
5. Mengetahui salah satu organ tanaman yang mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap
6. Mengenal berbagai macam organ tanaman dalam berdeferensiasi dan menghasilkan kalus.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teknik Aseptik dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Teknik kultur
jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat
penting pada berbagai spesies tanaman (Iswanto,2002).
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan
perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan
yang akan digunakan dalam proses kultur.
a. Sterilisasi Ruang
Bagian dalam laminar air flow disemprot dengan alkohol 70%. Kemudian lampu ultraviolet
(UV) dinyalakan selama 1 jam. Saat akan digunakan, lampu neon dan kipas dinyalakan
(Zulkarnain, 2009).
b. Sterilisasi Alat
Alat-alat dissecting set dan glass ware yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dan
dikeringkan kemudian dibungkus dengan kertas payung, sedangkan mulut botol ditutup dengan
alumunium foil. Selanjutnya alat-alat disterilisasi di dalam autoclaf dengan suhu 121°C selama
15 menit. Proses inokulasi eksplan, alat-alat dissecting set disterilisasi dengan alkohol 96% dan
dibakar dengan nyala api spiritus setiap kali akan digunakan di laminar air flow (Santoso, 2003)
c. Sterilisasi Media
Media yang digunakan adalah media Murashige and Skoog atau MS (lampiran 1) di masukkan
ke dalam botol kultur dan disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 1210C selama 15 menit
(Suryowinoto, 1996).
d. Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi permukaan eksplan daun terdiri dari 2 tahap sterilisasi yaitu sterilisasi tahap I yang
dilakukan di ruang persiapan dan sterilisasi tahap II yang dilakukan di laminar air flow.
Sterilisasi tahap I meliputi: Daun tembakau muda (daun ketiga sampai kelima dari pucuk)
diambil dari green house dibilas dengan air mengalir hingga bersih. Sedangkan sterilisasi tahap II
dilakukan setelah sterilisasi tahap I, meliputi: Daun direndam dalam larutan etanol 70% selama
25 detik, kemudian dibilas dengan aquades steril selama 5 menit, Kemudian dibilas dengan
aquades steril selama 5 menit sebanyak 3 kali. Selanjutnya eksplan diambil dengan pinset dan
ditiriskan pada cawan petri yang berisi kertas saring (George,1993).
Ada beberapa jenis ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman, namun efisiensi
dan efektivitasnya berbeda terhadap jenis tanaman yang berbeda. Sebagai contoh, kinetin sangat
efektif untuk kultur buku batang), sementara sitokinin konsentrasi rendah dapat memacu
perkembangan tunas sedangkan konsentrasi tinggi merangsang penggandaan tunas. Auksin pada
konsentrasi rendah dapat memacu pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi dapat
merangsang pertumbuhan kalus. Dengan demikian, pengaturan zat pengatur tumbuh di dalam
media sangat menentukan terhadap keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur. Dalam
perbanyakan tanaman dibutuhkan pemilihan perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan
suplemen yang tepat, karena hal ini akan menentukan dalam derajat keberhasilan pembentukan
tanaman baru (Nurwahyuni dan Elimasni,2006).
Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian tanaman, seperti jaringan, organ
atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian tanaman tersebut
mampu bergenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Winata, 1987 dalam
Zulkarnain, 2009). Metode kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang
banyak dalam waktu yang relatif singkat, dimana tidak bergantung pada musim. Keunggulan lain
dari kultur jaringan yaitu memperoleh sifat fisiologi Kultur Jaringan Tembakau dan morfologi
sama persis dengan tanaman induknya (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sehingga penyediaan
bibit akan selalu terpenuhi dan bibit yang akan disebar ke masyarakat bersifat persis dengan
tanaman induknya (Desriatin, 2004)
2.2 Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Cara membuat media yaitu bahan-bahan dimasukkan ke dalam gelas bekker mulai dari
makro nutrien, mikro nutrien, besi, vitamin, ZPT berupa 0,5 ppm IBA dan 0,4 ppm BAP serta
akuades sebanyak 100 ml, kemudian media diaduk dengan menggunakan stirer di atas hot plate
sampai mendidih. Pemberian sukrosa pada media sesuai dengan perlakuan konsentrasi: 0 g/l, 10
g/l, 20 g/l, 30 g/l dan 40 g/l. Pengaturan pH dilakukan setelah pemberian sukrosa. Apabila pH
kurang dari 5,7-5,8 maka dapat ditambah dengan NaOH, sedangkan bila pH lebih dari kisaran
tersebut maka ditambah dengan HCl. Akuades ditambahkan sampai 500 ml, kemudian
dimasukkan serbuk agar ke dalam labu Erlermeyer dan diaduk dengan menggunakan magnetic
stirer sampai mendidih. Media selanjutnya dituang ke dalam botol kultur dan ditutup dengan
alumunium foil (Sitorus, et al.,2011).
Bahan pemadat (gelling agents) merupakan salah satu komponen yang penting di dalam
media kultur jaringan tanaman maupun mikroorganisme. Media yang dipadatkan secara
sempurna dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan jaringan tanaman maupun
mikroorganisme, karena dapat memelihara proses biokimia dan fisiologisnya (Maliro dan
Lameck, 2004). Bahan pemadat yang digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah jenis agar
standar khusus untuk kultur jaringan tanaman yang umumnya masih diimpor, misalnya merek
Bacto, Oxoid atau Gelrite dan Phytagel (Priadi, et al.,2008).
Keuntungan menggunakan bahan pemadat standar (agar) pada kultur jaringan tanaman
adalah karena mempunyai warna yang lebih terang daripada bahan pemadat alternatif. Namun
penggunaan agar standar pada perbanyakan secara massal akan meningkatkan biaya produksi
secara signifikan. Hal ini sangat perlu diperhatikan karena di antara komponen penyusun media,
biaya bahan pemadat dapat mencapai sekitar 70%, sedangkan komponen lain seperti garam-
garam mineral, gula dan zat pengatur tumbuh hanya sedikit berpengaruh terhadap biaya produksi
karena harganya relatif murah (Prakash et al., 2004). Pada Tabel 3 disajikan perbandingan harga
beberapa jenis bahan pemadat media standar kultur jaringan tanaman dengan bahan pemadat
media yang digunakan pada penelitian ini (Salisbury dan Ross,1995).
Salah satu kendala penggunaan bahan pemadat impor di negara sedang berkembang
seperti Indonesia adalah harganya yang mahal, dan kadang kala memerlukan waktu yang relatif
lama untuk memperolehnya. Hal ini mendorong para peneliti di negara berkembang untuk
mencari bahan pemadat alternatif dari berbagai tumbuhan umbi-umbian dan sereal, misalnya dari
pati ubi kayu dan guar gum (diisolasi dari endosperma Cyamopsis tetragonoloba), isubgol
(diisolasi dari kulit biji Plantago ovata) dan tepung maizena, serta menggunakan bahan tanaman
anggrek, kentang, ubi kayu dan sebagainya (Priadi, et al.,2008).
Media tanam memberikan pengaruh yang besar terhadap keberhasilan kultur jaringan.
Dalam media tanam kultur jaringan terdapat penambahan zat pengatur tumbuh. Tanaman
membutuhkan zat pengatur tumbuh alami (fitohormon) untuk proses pertumbuhan, yaitu zat
pengatur tumbuh auksi dan sitokinin. Zat pengatur tumbuh berfungsi merangsang pertumbuhan,
misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya. Zat pengatur tumbuh
golongan auksin terdiri dari Indo Asam Asetat (IAA), Indol Asam Butirat (IBA), Naftalen Asam
Asetat (NAA), dan 2,4 D. Zat pengatur tumbuh golongan sitokinin terdiri dari Kinetin, Zeatin,
Ribosil, dan Bensil Aminopurin (BAP). Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersamansama
dengan auksin memberikan pengaruh interaksi terhadap deferensiasi jaringan. Komposisi auksin
dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan penting dalam induksi dan
regenerasi kalus menjadi tunas Sedangkan konsentrasi 2 : 3 pada penelitan lain hanya mampu
menginduksi kalus dan tunas pada varietas yang berbeda. Mengacu pada penelitian tersebut,
maka dilakukan penelitian dengan berbagai konsentrasi yaitu 0 - 2,5 ppm untuk IAA dan 0 – 4
ppm untuk Kinetin. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kombinasi konsentrasi IAA dan
Kinetin yang efektif untuk induksi morfogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacu
(Desriatin, 2004).
Teknik kultur jaringan tumbuhan atau kultur in vitro dapat dijadikan sebagai alternatif
pemecahan masalah bagi perbanyakan bibit dan perolehan metabolit sekunder dari tanaman ini.
Teknik ini dapat menghasilkan metabolit sekunder dalam jaringan tanaman dan juga dalam sel-
sel yang dipelihara pada media buatan secara aseptik (Fitriani, 2003). Metabolit sekunder bisa
diperoleh melalui kultur kalus. Metabolit yang dihasilkan dari kalus sering kali kadarnya lebih
tinggi dari pada metabolit yang diambil langsung dari tanamannya. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan kalus adalah dengan menambahkan pra zat ke
dalam media. Media kultur jaringan tumbuhan berisi garam-garam mineral, hormon, vitamin,
sumber karbon, dan asam amino. Smith (1992) menyatakan pemilihan media kultur jaringan
merupakan kunci sukses dalam kultur jaringan. Hal ini menyebabkan banyak diadakan penelitian
untuk memodifikasi media-media yang memberikan respon berbeda terhadap berbagai macam
tanaman (Sitorus, et al.,2011).
2.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Upaya peningkatan produktivitas dengan cara perbanyakan secara in vitro baik pada organ
vegetatif maupun pada organ generatif yaitu dengan teknik kultur jaringan. Kultur jaringan
adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman, seperti protoplasma, sel, kelompok sel,
jaringan, dan organ serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut
dapat memperbanyak diri dan bersegrerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Djapfar, 1990).
Bagian tanaman yang digunakan untuk kultur jaringan biasanya adalah jaringan yang
masih muda yang berasal dari organ vegetatif seperti akar, batang, dan daun maupun organ
generatif seperti embrio, biji, anther, atau ovul serta bagian lain dari bunga. Keberhasilan kultur
in vitro ditentukan oleh media dan macam tanaman. Media mempunyai 2 fungsi utama, yaitu
untuk mennyuplai nutrisi dan untuk mengarahkan pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh.
Adanya variasi media untuk tanaman menimbulkan beberapa macam media yang digunakan
untuk kultur yaitu Murashige dan Skoog, Gamborg (B5), Linsmaier, Nitsch dan Nitsch, Woddy
Plant Medium (WPM), MS, dan lain-lain. Media MS paling banyak digunakan terutama untuk
tanaman hortikultura (Prihardini, et al., 1993).
Saat ini teknik perbanyakan tanaman melalui kultur in vitro telah banyak diterapkan pada
tanaman pangan industri salah satunya pada tanaman pisang (Musa paradisiaca L.) karena Abaca
secara morfologi tidak jauh berbeda dengan pisang lainnya, maka teknik kultur in vitro
dimungkinkan dapat menghasilkan bibit-bibit Abaca yang seragam dan berproduksi tinggi. Para
petani penanam pisang Abaca sangat menyukai bibit pisang hasil kultur jaringan karena bila
dibandingkan dengan bibit asal biji atau anakan biasa, bibit pisang hasil kultur jaringan
pertumbuhannya lebih pesat, seragam, dapat disediakan dalam jumlah banyak dengan waktu
yang singkat, dan bebas patogen berbahaya (Avivi dan Irarwati,2004).
Perbanyakan tanaman secara in vitro atau yang lebih dikenal dengan kultur jaringan
terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit tanaman dalam jumlah besar dan seragam dalam
waktu relatif singkat. Aplikasi teknologi ini telah banyak dilakukan terhadap berbagai spesies
tanaman, diantaranya seperti yang dilakukan oleh Hutami (1998) untuk perbanyakan tanaman
nilam khimera, Mariska (1998) dalam upaya penyediaan benih tanaman jahe dan Kosmiatin
(2005) dalam upaya perbanyakan gaharu. Telah dilakukan penelitian terkait media kultur
jaringan untuk family orchidaceae terutama genus Dendrobium. Widiastoety (1994) melaporkan
bahwa penambahan 150 ml air kelapa sangat berpengaruh terhadap pembentukan protocorm like
bodies (plb). Widiastoety (1995) meneliti tentang pengaruh berbagai sumber dan kadar
karbohidrat terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium, dilaporkan bahwa penggunaan
karbohidrat dengan kadar 10 gr/ l terbukti efektif mempercepat pertumbuhan batang, daun dan
akar planlet Dendrobium. Widiastoety (1997) melaporkan bahwa pemberian air kelapa sebanyak
150 ml/l pada tingkat ketuaan kelapa muda dan sedang dapat mendorong pertumbuhan planlet
anggrek Dendrobium (Oktafiani,2001).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembiakan tanaman 1 dengan judul acara Kultur Jaringan dilaksanakan di
laboratorium produksi tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember pada hari kamis jam
14:00 wib tanggal 2 April 2012.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Pinset
2. Gunting
3. Scalpel
4. Jarum ose
5. Petridish
6. Botol kultur dan gelas
7. Autoklaf
8. Shaker/alat penggojok
9. Oven
10. Laminer air flow
11. Kotak entkas
12. Timbangan analitis
13. Alat pengukur pH
14. Erlenmeyer
15. Gelas ukur
16. Beaker glass
17. Tabung reaksi
18. Thermometer
3.2.2 Bahan
1. Bahan media
2. Biji jagung dan lain-lain
3. Bahan media kultur
4. Daun kakao dan zygot jagung
5. Bahan media kultur
6. Bahan kultur organ tanaman
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Teknik Aseptik dalam Pembiakan Kultur Jaringan
A. Sterilisasi Peralatan
1. Mencuci semua peralatan tanam yang digunakan dalam kultur in vitro dengan detergen
2. Membilasnya sampai bersih, pembilasan terakhir dengan menggunakan aquades
3. Meniriskan/mengering anginkan untuk selanjutnya mengoven selama 4 jam dengan temperatur
1600C
4. Peralatan pinset, gunting, scalpel, jarum ose, petridish, dan lain-lain. Sebelum mengoven, terlebih
dahulu membungkusnya dengan kertas coklat/koran
5. Mengoven peralatan botol kultur dan gelas
6. Setelah selesai sterilisasi, semua peralatan bisa digunakan dengan harapan menekan
kontaminasin.
B. Sterilisasi Media
1. Pada kultur in vitro, media tanam yang dipergunakan adalah media steril. Sterilisasi media sangat
diperlukan sebagai upaya menghindari kontaminasi selama kultur
2. Teknik sterilisasi yang digunakan berupa sterilisasi basah dengan autoclave
3. Memasukkan media yang telah terbuat ke dalam botol kultur
4. Metutup dengan kertas aluminium foil
5. Melakukan sterilisasi selama 20-30 menit pada temperatur 1210C dengan tekanan 17,5 psi.
C. Sterilisasi Bahan Tanam
Bahan tanam dapat berasal dari lapang, rumak kaca dan dari kultur yang sudah steril.
Eksplan dari lapang mempunyai tingkat kontaminasi lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari
rumah kaca. Eksplan tersebut berupa potongan tunas muda, batang, daun, akar, umbi, rimpang,
dan lain-lain. Cara sterilisasi eksplan yang akan ditanam berbeda-beda tergantung dari jenis
tanaman, bagian tanaman yang digunakan.
Teknik sterilisasi dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Mencuci bersih dengan air mengalir
2. Menggojog dengan pestisida/fungisida
3. Merendam dengan bahan kimia tertentu/antiseptik di laminar air flow
4. Membilas dengan air steril, kemudian menanamnya
Contoh sterilisasi embrio jagung :
1. Menyiapkan biji jagung muda
2. Menggojog biji jagung dalam larutan Dithane 45 2g/l selama 30 menit kemudian membilasnya
dengan air steril di dalam laminar
3. Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam larutan clorox 20% dan menambahkan 5 tetes
Tween selama 3 menit kemudian membilas dengan air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa
menggunakan Tween sampai busanya tidak muncul
4. Mengambil embrio jagung dari dalam bijinya, dan memasukkan dalam air steril
5. Meniriskan embrio jagung di atas tissue steril
6. Menanam embrio di media yang sudah disiapkan
3.3.2 Pembuatan Media dalam Pembiakan Kultur Jaringan
A. Cara membuat stok larutan dengan volume 1 liter, contoh :
1. Membuat stok KNO3 525 mg/lt sebanyak 1 lt dengan pegambilan 20 ml
Berapa KNO3 yang ditimbang?
Jawabannya :
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 20 = 525 . 1000
N1 = 26250 mg
KNO3 yang tertimbang sejumlah 26250 mg (26,25 g).
2. Melarutkan kedalam 1000 ml aquades.
3. Menyimpan kedalam suhu dingin.
B. Cara pembuatan media padat Vacin & Went (VW) kultur jaringan sebanyak 1 liter
1. Menyiapkan semua larutan baku VW
2. Mengambil larutan baku sesuai ketentuan dan menuang kedalam beaker glass 1 liter yang sudah
terisi aquades 300 ml
3. Menimbang gula 20 g, 8 g bahan pemadat (agar) dan arang aktif 1 g memasukkan dalam beaker
glass. Mengaduk campuran di atas stirer dan mengukur derajat keasaman dengan pH meter (5,8),
menggunakan NaOH 1N atau HCL 1N untuk mengaturnya
4. Menambahkan aquades hingga mencapai 1000 ml
5. Mendidihkan di atas api sampai agar melarut
6. Menuangkan media selagi cair ke dalam botol-botol dengan ukuran ketebalan 1 cm
7. Menutup semua botol dengan alumunium foil, dan memberi tanda menurut jenis medianya
8. Mensterilkan botol-botol berisi media di dalam autoclave selama 30 menit temperatur 1210C
tekanan 17,5 psi
3.3.3 Kultur Organ dalam Pembiakan Kultur Jaringan
Melakukan penanaman dengan berbagai macam bahan/organ tanam yang berbeda, antara
lain : anggrek, embrio jagung, umbi bawang merah.
A. Organ Tanaman Embrio Jagung
1. Menyiapkan biji jagung muda.
2. Menggojog biji jagung dalam larutan Dithane 45 2 g/l selama 30 menit kemudian membilasnya
dengan air steril di dalam laminar.
3. Menggojog biji jagung (dengan tangan) dalam larutan clorox 20 %.
4. Menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit.
5. Membilas dengan air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya
tidak muncul.
4. Mengambil embrio jagung dari dalam bijinya, dan memasukkan dalam air steril.
5. Meniriskan embrio jagung di atas tissue steril.
6. Menanam embrio pada media yang sudah di siapkan.
B. Organ Tanaman Umbi Bawang Merah
1. Menyiapkan umbi bawang merah.
2. Mengupas kulit luarnya.
3. Menggojog dengan larutan clorox 20 % dan menambahkan 5 tetes Tween selama 3 menit.
4. Membilas dengan air steril 3 kali, mengulangi lagi tanpa menggunakan Tween sampai busanya
tidak muncul.
5. Memperkecil ukuran umbi bawang merah dengan membuang seludang kulit luarnya.
6. Memotong umbi bawang merah secara transfersal.
7. Menanam pada media yang sudah disediakan.
C. Organ Tanaman Anggrek
1. Menyiapkan media VW kosong dan kultur anggrek dalam laminar
2. Memindah tanaman anggrek yang sudah berjejal ke media baru (sub kultur)
3. Menyimpan kembali ke rak inkubasi
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HasilBerdasarkan praktikum acara Kultur Jaringan diperoleh tabel hasil pengamatan media dan
eksplant
No Tanggal MediaKelompo
k
Kontamina
n
Tidak
KontaminanKeterangan
1 4 April 2012
IBA 1 ppm1 — √ —
3 — √ —
BAP 1 ppm2 — √ —
6 — √ —
IBA ½ ppm + BAP ½
ppm
4 — √ —
5 — √ —
2 9 April 2012IBA 1 ppm
1 — √ —
3 — √ —
BAP 1 ppm 2 — √ —
6 — √ —
IBA ½ ppm + BAP ½
ppm
4 — √ —
5 — √ —
Tabel 1. Hasil pengamatan media kultur jaringan
No Tanggal Eksplant Ul
PertumbuhanKontaminas
i
Tidak
KontaminasiKeteranganJmlh
Akar
Jmlah
Tunas
14 April
2012
Jagung1 2 2 — √ —
2 1 1 — √ —
Bawang
Merah
1 1 1 — √ —
2 1 1 — √ —
Anthurium1 — — — √ —
2 — — — √ —
29 April
2012
Jagung1 4 1 — √ —
2 3 3 — √ —
Bawang
Merah
1 11 3 √ — Jamur
2 13 6 — √ —
Anthurium1 — — √ — Jamur
2 — — √ — Jamur
Tabel 2. Hasil pengamatan eksplan kultur jaringan
4.2 PembahasanKultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Teknik
kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegatatif. Berbeda dari
teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam
kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan
perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan
yang akan digunakan dalam proses kultur. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat
yang juga steril.
Sterilisasi adalah segala proses dimana suatu objek, material atau lingkungan dijadikan
steril. Steril merupakan kondisi benda atau objek yang bebas dari segala jenis sel hidup, spora
dan virus. Metode sterilisasi dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu metode fisik, metode kimia,
dan kombinasi fisik dan kimia. Metode fisik antara lain mencakup pemanasan, pembakaran,
penyaringan, penggunaan radiasi, dan penggunaan gelombang ultrasonik. Pemanasan adalah
metode yang paling lazim digunakan.
Pada praktikum ini sterilisasi meliputi sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi alat, media
dan sterilisasi bahan tanam. Sterilisasi yang dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
peralatan seperti Laminar Air Flow ataupun Autoclave. Selain menggunakan alat sterilisasi,
supaya mikroorganisme benar-benar hilang maka dapat digunakan senyawa kimi seperti dengan
etanol, alkohol taupun aquadest yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan
selain itu teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi pada teknik kultur
jarngan meliputi:
1. Sterilisasi Lingkungan Kerja
Dalam penanaman eksplan memerlukan tempat atau ruang yang steril dan bebas
mikroorganisme. Tempat untuk menanam dan memindahkan eksplan disebut dengan Laminar
Air Flow Cabinet. Alat-alat yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya ditempatkan
diruangan dengan aliran udara halus yang dihembuskan dari blower melalui suatu filter HEPA
( High Efficiency Particulate Air) dengan pori-pori <0,3 µm. Aliran udara ini dapat mencegah
kontaminan selama penanaman.
2. Sterilisasi Alat dan Media
Pada praktikum ini alat-alat yang digunakan adalah pinset, gunting, scalpel, jarum, ose,
petridish, botol kultur dan gelas, autoklaf, shaker atau alat penggojok, oven, laminer air flow,
kotak entkas, timbangan analitis, alat pengukur pH, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, tabung
reaksi, thermometer. Sebelum disterilisasi alat-alt tersebut dicuci dengan detergen saat praktikum
pendahuluan dalam serangkaian acara kultur jaringan. Kemudian peralatan tersebut disimpan
dalam ruangan dengan suhu 1210C pada tekanan 17,5 psi selam 20-30 menit. sedangkan
sterilisasi dengan oven menngunakan temperatur 1500C selama 4 jam.
3. Sterilisasi Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan dalam praktikum ini harus disterilkan dahulu agar tingkat
keberhasilan kultur semakin tinggi. Pada praktikum ini bahan tanam yang digunakan adalah
eksplan dari embrio jagung, umbi bawang merah dan sel anthurium. Bahan-bahan tanam tersebut
sebelumnya telah disterilisasi dengan cara yang berbeda tetapi secara garis besar tahap sterilisasi
bahan-bahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mencuci bersih ke-3 bahan media tanam tersebut dengan alir mengalir.
2. Menggojognya dengan pestisida atau fungisida
3. Merendamnya dengan bahan kimia aseptik di laminar air flow
4. Membilasnya dengan air steril.
5. Mengambil sel, organ atau bahan utama yang akan dikultur dengan peralatan steril. Contoh
mengambil embrio dari jagung.
Sebenarnya setiap tanaman mempunyai tingkat kontaminasi yang berbeda tergantung pada
jenis tanaman, bagian tanaman yang digunakan, morfologi organ tersebut, mutu tanaman dan
kondisi tanaman. Prinsip utama sterilisasi bahan tanam atau eksplan dalam kultur jaringan adalah
mematikan kontaminan tanpa membunuh eksplan, karena baik eksplan maupun kontaminan
adalah makhluk hidup.
Dari berbagai teknik aseptik yang dilakukan dalam praktikum ini terutama pada saat
menanam eksplan ke dalam botol dalam kondisi steril dilakukan didalam alat yang disebut
dengan Laminar Air Flow. Laminar Air Flow adalah alat sterilisasi yang menggunakan prinsip
filtrasi udara dan penggunaan radiasi ultraviolet. Laminar air flow digunakan sebagai tempat
untuk melakukan kegiatan laboratorium yang membutuhkan kondisi steril, seperti membuka alat
yang telah disterilisasi dan menyiapkan samel mikrobia. Lingkungan dalam laminar air flow
disterilisasi dengan 2 cara. Sebelum digunakan, laminar air flow ditutup dan lampu UVR
dinyalakan sehingga mikrobia di udara dan permukaan ruang mati, lalu saat bekerja, kondisi
udara dijaga stabil dengan filtrasi udara. Komponen laminar air flow antara lain ruang kaca steril
yang dilengkapi dengan tutup, filter udara di bagian belakang, lampu UV di langit-langit ruang,
lampu biasa untuk membantu proses kerja, serta panel tombol untuk menyalakan lampu UVR,
filter dan lampu biasa.
Gambar 1. Laminar Air Flow di laboratorium Kultur Jaringan (kanan) dan cara kerja dari
Laminar Air Flow (kiri).
Laminar Air Flow (LAF) merupakan alat yang sering digunakan untuk bekerja secara
aseptis, alat ini mempunyai pola pengaturan dan penyaring aliran udara sehingga menjadi steril
dan dilengkapi dengan blower serta lampu UV.
Prosedur penggunaan LAF adalah sebagai berikut:
1. Menghidupkan lampu UV selama 2 jam, selanjutnya mematikan segera sebelum mulai bekerja.
2. Memastikan kaca penutup terkunci.
3. Menyalakan lampu neon dan blower.
4. Membiarkan selama 5 menit.
5. Mencuci tangan dan lengan dengan sabun atau alkohol 70 %, sebelum menggunakan LAF.
6. Memasukkan alat dan bahan yang akan dikerjakan, mengusahakan agar tidak terlalu penuh
(overload) karena memperbesar resiko kontaminan.
7. Mengatur alat dan bahan yang telah dimasukan ke LAF sedemikian rupa sehingga efektif dalam
bekerja dan tercipta areal yang benar-benar steril
8. Menghindari penggunaan api atau pembakar bunsen dengan bahan bakar, tetapi didalam LAF
diperbolehkan menyimpan larutan-larutan yang berbahaya.
9. Mengerjakan secara aseptis dan mengusahakan jangan sampai pola aliran udara terganggu oleh
aktivitas kerja.
Alat lain yang berperan penting dalam teknik aseptik, terutama sterilisasi alat dan media
tanam adalah Autoclave. Autoclave yaitu alat untuk mensterilkan berbagai macam alat dan
bahan yang digunakan dalam teknik kultur jaringan dengan prinsip utama menghilangkan
kontaminasi dengan menggunakan uap air panas bertekanan tinggi. Tekanan yang digunakan
pada umumnya 15 Psi atau sekitar 2 atm dan dengan suhu 121oC (250oF). Jadi tekanan yang
bekerja ke seluruh permukaan benda adalah 15 pon tiap inchi2 (15 Psi = 15pounds per square
inch). Medium yang akan disterilkan ditempatkan di dalam autoclave selama 15-20 menit, hal ini
bergantung pada banyak sedikitnya barang yang perlu disterilkan. Medium yang akan disterilkan
ditempatkan dalam beberapa botol yang agak kecil daripada dikumpul dalam satu botol yang
besar. Setelah pintu autoclave ditutup rapat, barulah kran pada pipa uap dibuka dan temperatur
akan terus-menerus naik sampai 121oC .
Gambar 2. Autoclave di
laboratorium Kultur Jaringan (kiri) dan keterangan bagian-bagian dari autoclave (kanan).
Keterangan gambar autoclave :
1. Tombol pengatur waktu mundur (timer).
2. Katup pengeluaran uap.
3. pengukur tekanan.
4. kelep pengaman.
5. Tombol on-off.
6. Termometer.
7. Lempeng sumber panas.
8. Aquades (dH2O).
9. Sekrup pengaman.
10. batas penambahan air.
Cara menggunakan autoclave adalah sebagai berikut :
1. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang dari
batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut.Menggunakan air hasil
destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
2. Masukkan peralatan dan bahan. Jika mensterilisasi botol beretutup ulir, maka tutup harus
dikendorkan.
3. Kemudian menutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak ada uap
yang keluar dari bibir autoklaf. Mengusahakan agar klep pengaman jangan dikencangkan
terlebih dahulu.
4. Menyalakan autoklaf lalu mengatur timer dengan waktu minimal 15 menit pada suhu
121oC.
5. Menunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklaf dan
terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian menutup dan mengencangkan klep
pengaman setelah itu menunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15 menit dimulai sejak
tekanan mencapai 2 atm.
6. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka masih menunggu tekanan dalam kompartemen
turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan (jarum pada preisure gauge
menunjuk ke angka nol). Kemudian membuka klep-klep pengaman dan mengeluarkan isi
autoklaf dengan hati-hati.
Selain berbagai alat yang digunakan dalam teknik aseptik kultur jaringan, terdapat faktor
lain yang mempengaruhi keberhasilan sterilisasi baik alat dan media maupun bahan tanam yaitu
bahan kimia yang digunakan untuk sterilisasi.
Menurut Salisbury (1995) Penggunaan formalin tidak dibenarkan sama sekali, karena uap
formalin dapat terhembus kearah dada sipenabur sehingga berbahaya bagi kesehatannya.
Strerilisasi pada laminar air flow yang dibenarkan adalah dengan spirtus atau alkohol 70% . Oleh
karena itu dalam berbagai teknik kultur jaringan hanya beberapa senyawa kimia yang digunakan
untuk menghilangkan kontaminasi mikrobia, diantaranya adalah alkohol, spiritus, khlorin,
dhitane dan tween. Sebelum mulai bekerja, permukaan tempat kerja dari laminar air flow dilap
dengan kapas yang telah dicelup dalam 70% alkohol atau dalam larutan kaporit. Ada juga tipe
laminar air flow yang dilengkapi dengan lampu ultra violet. Maka lampu ultra violet dinyalakan
selama beberapa waktu antara 1-2 jam untuk mematikan kontaminan dipermukaan tempat kerja.
Laminar air flow juga harus dijaga sebersih mungkin. Setelah bekerja, permukaan tempat kerja
dibersihkan dengan alkohol 70% atau dengan lampu ultra violet selama 1-2 jam.
Pembiakan secara kultur jaringan merupakan teknik memperoleh tanaman baru yang lebih
cepat dibanding teknik lain, tetapi jika berhasil. Pada umumnya teknik kultur jaringan sering
mengalammi kegagalan. Pada praktikum ini terdapat beberapa eksplan yang justru ditumbuhi
oleh jamur, hal itu menunjukkan bahwa organ tanaman tersebut telah terkontamintasi. Sumber
kontaminasi dapat berasal dari eksplan tumbuhan, organisme kecil yang masuk ke dalam media,
alat yang tidak steril dan lingkungan kerja yang kurang steril. Kontaminasi pada praktikum ini
terjadi pada eksplan bawang merah dan anthurium dan keduanya terkontaminasi sama yaitu oleh
jamur. Pada praktikum ini terdapat dua organisme yang diduga menyebabkan kontaminasi pada
eksplan yaitu bakteri dan jamur. Perbedaan utama kontaminasi yang disebabkan oleh jamur dan
bakteri adalah sebagai berikut :
1. Kontaminasi Bakteri
Jika media kultur jaringan terkontaminasi oleh bakteri, maka akan terdapat lendir dan
lama-kelamaan media tanam yang seharusnya padat akan mencair kembali.
2. Kontaminasi Jamur
Berbeda dengan kontaminasi oleh bakteri, jika eksplan atau media kultur jaringan
terkontaminasi oleh jamur, maka akan terlihat jamur atau fungi. Kontaminasi oleh jamur adalah
yang paling sering terjadi, seperti pada praktikum ini eksplan bawang merah dan anthurium
terkontaminasi oleh jamur. Dalam gelas wadah eksplan terdapat jamur yang menempel pada
eksplan, dengan warna hitam dan berkoloni. Maka teknik kultur jaringan pada eksplan bawang
merah dan anthurium dinyatakan gagal karena terkontaminasi oleh jamur. B
Menurut George (1993) kultur yang telah terkontaminasi dapat diselamatkan dengan
metode berikut:
1. Buka wadah yang berisi kultur terkontaminasi dan isi penuh dengan larutan 0.5–1% w/v sodium
hypochlorite.
2. Biarkan selama 1–50 menit tergantung pada keganasan kontaminasi atau sensitivitas bahan
tanaman.
3. Keluarkan kultur dari larutan kloring, potong bagian dasar dan buang daun – daun yang
berlebihan
4. Transfer ke media kultur yang baru
Tahap selanjutnya, eksplan dapat dicuci dengan air steril atau diperlalukan dengan satu seri
sodium hypochlorite encer, misalnya 1% → 0.5% → 0.25% → 0.1% dan ditanam tanpa
pembilasan dengan air steril lagi. Ini berarti tanaman yang ditanam kembali ke kultur
mengandung sedikit klorin. Senyawa klorin berguna pada kultur yang terkontaminasi berat,
tetapi hanya tanaman yang tahan klorin yang dapat diperlakukan dengan cara ini. Dengan metode
tersebut, kultur yang terkontaminasi akan segera membaik dan tumbuh.
Setelah praktikan mengerti tentang semua hal mengenai teknik aseptik maka tahap
selanjutnya adalah pembuatan media kultur jaringan. Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur baik padat maupun cair seharusnya
menyediakan unsur hara dan mikro maupun makro, vitamin, asam amino, karbohidrat, zat
pengatur tumbuh. Pada praktikum ini media yang digunakan adalah jenis media padat dengan
komposisi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Stok hara makro
Senyawa hara makro diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat
dalam stok larutan tunggal selain itu jenis anion senyawa makro tidak sama. Unsur hara makro
merupakan kebutuhan pokok pertumbuhan tanaman. Setiap unsur hara memiliki fungsi dan
perannya masing-masing dalam memenuhi kebutuhan eksplan agar dapat berkembang menjadi
individu baru.
Kegunaan unsur Nitrogen bagi tanaman adalah untuk menyuburkan tanaman, sebab unsur
N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain.
2. Unsur Fospor (P)
Dibutuhkan oleh tanaman untuk membentuk karbohidrat. Maka, unsur P ini dibutuhkan
secara besar-besaran pada waktu pertumbuhan benih.
Memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan untuk memperkuat
serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
Unsur ini digunakan untuk proses pembentukan anakan sehingga pertumbuhan dan
ketahanan tanaman terjamin.
Digunakan untuk merangsang pembentukkan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan
merangsang pembentukkan biji.
Digunakan tanaman sebagai bahan mentah untuk ppembentukkan sejumlah protein.
Unsur ini digunakan sebagai penyangga (chelati agint) yang sangat penting untuk
menyagga kestabilan pH media selama digunakan untuk menumbuhkan jaringan tanaman.
Unsur ini sering ditambahkan pada medium kultur jaringan sebagai sumber energi yang
diperlukan untuk induksi kalus.
Unsur ini dapat digunakan sebagai unsur pengganti sukrosa karena dapat merangsang
beberapa jaringan.
2. Stok hara mikro
Unsur hara mikro sangat sedikit diperlukan dalam pembuatan media. biasanya larutan hara
mikro dibuat dengan kepekatan 200 kali konsentrasi akhir media dan bahan yang diperlukan
masih cukup kecil jumlahnya. Oleh karena itu larutan stok unsur hara mikro dapat dibuat sebagai
stok campuran. Tetapi meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil unsur hara mikro merupakan
penyusun protein sel tanaman yang berperan dalam proses metabolisme dan fisiologi tanaman.
Unsur hara mikro meliputi Fe, Zn, B, Cu, Co, dan Mo.
3. Zat Pengatur Tumbuh
Kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk kebanyakan kultur kalus adalah auksin dan
sitokinin. Auksin merupakan senyawa yang dibutuhkan untuk menginduksi pembelahan sel,
pemanjangan sel, dan seringkali untuk pengakaran. Senyawa auksin sering digunakan bersamaan
dengan sitokinin. Pada umumnya sitokinin merupakan turunan adenin (aminopurin), yang
mempunyai peranan menginduksi tunas, mendorong pembelahan sel jaringan tanaman, mengatur
pertumbuhan dan perkembangan seperti kinetin. Auksin yang sering digunakan adalah IAA, IBA
dan sitokinin yang sering digunakan adalah BAP.
Pada praktikum ini ZPT yang digunakan adalah IBA dan BAP dengan konsentrasi yang
berbeda yaitu IBA 1 ppm, BAP 1 ppm, IBA ½ ppm dan BAP ½ ppm. Indole-3-Butyric (IBA)
hampir sama dengan Asam Indole Asetat (IAA) yang dapat memacu pertumbuhan akar, batang
dan daun. IBA berbentuk tepung berwarna putih, IBA tidak dapat dicairkan dengan air biasa
tetapi dengan larutan alkali dan karbon.
4. Vitamin
Vitamin mempunyai fungsi katalisator dalam sistem enzim dan dibutuhkan hanya dalam
jumlah sangat sedikit. Tiamin (vit B1) dipandang sebagai satu-satunya vitamin penting untuk
hampir semua kultur jaringan tanaman, sedangkan niacin dan pyridoxine (vit B6) dapat memacu
pertumbuhan. Thiamin yang diberikan berupa Thiamin –HCl.
5. Asam amino
Asam amino biasanya tidak ditambahkan pada media kultur tanaman, kecuali glisin. Asam
amino dapat mendorong pertumbuhan sel dan regenerasi tanaman. Apabila suatu campuran
nitrogen organik diperlukan, medium dpat diperkaya dengan casein hidrosilat. Asam amino
khusus kadang-kadang diperlukan untuk menginduksi respon fisiologis.
6. Karbohidrat
Semua media memerlukan karbohidrat sebagai sumber karbon dan energi. Hampir semua
kultur menghasilkan pertumbuhan optimum dengan penambahan disakarida sukrose, namun
akan diperoleh keragaman pertumbuhan apabila ditambahkan disakarida yang lain atau
monosakarida sebagai pengganti sukrose.
7. Air
Air yang digunakan pada semua kultur jaringan, termasuk air yang digunakan selama
pembuatan kultur harus didestilasi. Tidak dianjurkan menyimpan air destilasi dalam wadah
polietilen atau gelas pyrex karena dapat terkontaminasi dalam ruang penyimpanan yang tidak
steril.
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan
terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk
pembentukkan kalus, penggunaan media yang cocok dan keadaan yang aseptik. Oleh karena itu
media kultur jaringan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan kultur jaringan.
Ketika menentukan akan menanam apa dengan metode kultur jaringan, maka perlu pula
menentukan media dasar apa yang akan dipakai. Ada beberapa jenis media dasar dalam kultur
jaringan diantaranya adalah :
1. Media Knop
Konsep media ini adalah yang pertama ditemukan, yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi
garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti
glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA.
2. Media White
Media ini dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga
matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada
yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi
masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
3. Media Knudson dan media Vacin and Went,
Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun
dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. Knudson
pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik
untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan
untuk perkembangan protocorm.
4. Media Nitsch & Nitsch,
Media yang menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk
mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida
sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil
kesimpulan, bahwa NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus .
5. Media Murashige & Skoog (media MS)
Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam anorganik yang
mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau. Media MS mengandung 40
mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih
tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau
Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM,
sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali
unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS
ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling banyak
digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS,
sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media :
6. Media Gamborg B5 (media B5)
Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan
amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan
untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk meregenerasi
seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga digunakan untuk kultur-kultur lain. Media
ini dikembangkan dari
Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:
1. Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hamper semua jenis
kultur, terutama pada tanaman herbaceous.
2. Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.
3. Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.
4. Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.
5. Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari (pollen) dan
kultur sel.
6. Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur jaringan
tanaman-tanaman monokotil.
7. Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)
8. Media N6 untuk serealia terutama padi.
Dari sekian banyak media dasar yang paling sering dan banyak digunakan adalah
komposisi media dari Murashige dan Skoog. Kadang-kadang untuk kultur tertentu, kombinasi
zat kimia dari murashige dan Skoog masih tetap digunakan tetapi konsentrasinya yang diubah.
Sebagai contoh media ½ MS, berarti konsentrasi persenyawaan yang digunakan adalah setengah
konsentrasi media Murashige dan Skoog.
Pada praktikum pembuatan media kultur jaringan terdapat beberapa perbedaan perlakuan
komposisi media. Tetapi perbedaan tersebut hanya sebatas digunakan dalam ketentuan jumlah
hormon ZPT yang berbeda-beda. Untuk media yang dibuat oleh kelompok 1 dan 3 menggunakan
media padat dengan perlakuan IBA 1 ppm. Kemudian kelompok 2 dan 6 menggunakan BAP 1
ppm dan terakhir kelompok 4 dan 5 menggunakan IBA ½ ppm dan BAP ½ ppm. Berdasarkan
data hasil praktikum pada pengamatan hari ke-3 semua media dengan berbagai perlakuan
berhasil, atau tidak terkontaminasi baik oleh jamur ataupun bakteri dan media-media tersebut
telah memadat oleh bantuan agar. Media tersebut bertahan hingga hari ke-7, yaitu semua media
tidak ada yang terkontaminasi. Semua perlakuan menunjukkan data yang sama, bahwa pada
praktikum ini pembuatan media padat dengan berbagai komposisi semua media berhasil.
Pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen media
dalam air sesuai dengan konsentrasi pada formulasi yang ditentukan. Namun, penimbangan satu
persatu komponen media untuk setiap pembuatan media kultur adalah tidak praktis dan hanya
dapat dilakukan jika jumlah zatnya cukup besar. Masalah tersebut dapat diatasi dengan
pembuatan larutan stok. Larutan stok adalah larutan berisi satu atau lebih komponen media yang
konsentrasinya lebih besar dari konsentrasi komponen tersebut.
Murashige dan Skoog (1977) menyebutkan bahwa media kultur invitro memerlukan
perimbangan tertentu dalam camupuran garam-garam mineral, gula, vitamin dan hormon
tumbuh. Sebagai contoh untuk induksi pertumbuhan sel kalus media Murashige dan Skoog (MS)
dapat ditambahkan hormon auksin 2, 4 D, untuk induksi tunas dapat ditambahkan hormon IAA,
sedangkan untuk pertumbuhan planlet daat ditambahkan IAA dan Kinetin.
Semua media MS hasil modifikasi dengan penambahan hormon atau vitamin tertentu
dapat dibuat dalam bentuk cair maupun padat dengan menambahkan bahan pemadat seperti agar.
Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan
komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang
dutumbuhkan secara in vitro Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup
memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman. Nutrien yang
tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh
organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.
Media Murashige & Skoog (MS) merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama
kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada eksplan kultur
jaringan. Pada praktikum ini pembuatan media MS menggunakan stok larutan dengan KNO3.
Kebutuhan larutan stok media MS dapat disesuaikan dengan jenis eksplan yang dikulturkan.
KNO3 dihitung menggunakan rumus perbandingan massa dan volume yang kemudian dapat
ditentukan massa dari KNO3 yang kemudian dilarutkan dalam 1000 ml aquades dan disimpan
dalam suhu dingin. Unsur Nitrogen (N) bagi tanaman berfungsi untuk menyuburkan tanaman,
sebab unsur N dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain.
Unsur Kalium (K) dapat memperkuat untuk tubuh tanaman, karena unsur ini dapat digunakan
untuk memperkuat serabut-serabut akar, sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.
Selain itu pada media MS diberikan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan tanaman yaitu
garam-garam organik seperti unsur hara makro, unsur hara mikro, vitamin, asam amino,
karbohidrat, zat pengatur tumbuh yang telah dijelaskan dibagian kandungan penting dalam media
kultur jaringan.
Unsur-unsur tersebut memiliki arti penting untuk kelangsungan pertumbuhan tanaman
yang dikembangkan dengan kultur jaringan. Setiap unsur memiliki fungsi masing-masing,
sehingga jika ada salah satu unsur yang tidak dipenuhi pasti pertumbuhan eksplan akan
terganggu. Unsur-unsur dalam media kultur jaringan harus mendukung pertumbuhan eksplan,
karena eksplan tidak dapat mencari unsur tersebut seperti saat berada ditanah. Oleh karena itu
agar tingkat keberhasilan tinggi pada pengembangbiakan tanaman secara kultur jaringan unsur-
usur pada media kultur jaringan harus lengkap sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan eksplan
tanaman agar menjadi individu baru.
Kultur Jaringan merupakan teknik memperbanyak tanaman dengan memperbanyak
jaringan mikro tanaman yang ditumbuhkan secara invitro menjadi tanaman yang sempurna
dalam jumlah yang tidak terbatas. Dasar teori dari teknik kultur jaringan ini adalah teori
totipotensi sel yang menyatakan bahwa setiap sel organ tanaman akan mampu tumbuh menjadi
tanaman yang sempurna jika ditempatkan di lingkungan yang sesuai. Teori totipotensi ini
dikemukakan oleh G. Heberlandt tahun 1898. Dia adalah seorang ahli fisiologi yang berasal dari
Jerman. Pada tahun 1969, F.C.Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek
sel wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya
menjadi satu individu wortel. Maka teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat
berkebang biak.karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan – jaringan hidup. Totipotensi
dalam biologi sel menunjukkan kemampuan suatu sel untuk dapat memperbanyak diri dalam
keseluruhan (total) kemungkinan perkembangan yang dimungkinkan. Kata sifat totipoten lebih
banyak dipakai. Sel puncak, termasuk zigot, memiliki kemampuan ini. Pada tumbuhan, sel
meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini.
Mekanisme dari totipotensi sel tanaman adalah sebagai berikut , totipotent sel dibentuk
selama fase seksual dan reproduksi asexual termasuk spora dan zygot. Zygot adalah produk dari
perpaduan dari dua gamet. Dalam beberapa organisme, sel berdiffereniasi dan dapat kembali
melakukan totipotensi. Sebagai contoh, perkembangan manusia dimulai ketika sebuah sperma
fertilizes menciptakan sebuah telur dan satu sel totipotent (zygote). Pada hari pertama setelah
pembuahan, sel ini membagi menjadi identik totipotent sel. Kira-kira empat hari setelah
pembuahan dan setelah beberapa siklus dari divisi sel, sel-sel ini mulai totipotent berspesialisasi.
Pada tumbuhan, sel meristem yang berada pada titik tumbuh juga memiliki kemampuan ini.
Semua sel tanaman memiliki potensi untuk totipotensi. Mereka dapat menjadi spesialis
pluripotent sel yang dapat menimbulkan banyak sel anak, namun tidak semua, dari sel-sel yang
diperlukan untuk pengembangan organisme. Pluripotent sel mengalami lebih spesialisasi ke
multipotent sel yang berkembang untuk menjadi sel-sel yang memiliki fungsi tertentu.
Kemampuan totipotensi dapat diubah dengan mengganti lingkungan hidup/tumbuh sel.
Modifikasi osmotik, nutrisi, hormon, atau sumber energi yang dipaparkan pada sel dapat
mengubah sifat ini menjadi pluripoten (“banyak potensi”), multipoten (“berbagai potensi”), atau
unipoten (“tunggal potensi”). Sel yang pluripoten memiliki kemampuan berubah yang masih
banyak, multipoten hanya beberapa, dan unipoten adalah bentuk sel yang telah terspesifikasi.
Pada praktikum ini eksplant yang digunakan adalah embrio jagung, umbi bawang merah
dan sel tanaman anthurium. Berdasarkan hasil pengamatan hari ke-3, semua eksplant tidak ada
yang terkontaminasi. Semua eksplant mulai membentuk sel-sel baru kecuali eksplant anthurium
yang belum menunjukkan adanya perubahan. Eksplant jagung pada ulangan pertama telah
tumbuh 2 akar dan 2 tunas, pada ulangan ke-2 hanya tumbuh 1 akar dengan 1 tunas. Pada
eksplant umbi bawang merah ulangan pertama dan ulangan ke-2 eksplant hanya terlihat tumbuh
1 akar dengan 1 tunas. Sedangkan eksplant anthurium baik ulangan pertama dan ke-2 belum
terlihat adanya organ baru tanaman yang terbentuk.
Setelah dilakukan pengamatan sampai hari ke-7 setelah eksplant ditanamam terdapat
berbagai perubahan, diantaranya telah muncul berbagai organ tanaman yang baru. Pada eksplant
jagung ulangan pertama telah terlihat tanaman muda jagung dengan batang dan daun yang
berwarna hijau, telah tumbuh 4 akar dan 1 tunas sehat, sedangkan pada ulangan ke-2 tumbuh 3
akar dan 3 tunas. Eksplant-eksplant jagung tersebut tidak ada yang terkontaminasi.
Pada eksplant bawang merah ulangan pertama eksplant terkontaminasi oleh jamur
meskipun demikian eksplant ini telah tumbuh 11 akar dengan 3 tunas. Indikasi bahwa eksplant
bawang merah terkontaminasi oleh jamur adalah adanya koloni jamur berwarna hitam yang
menempel pada eksplant bawang merah.
Pada ulangan ke-2 bawang merah telah mampu menumbuhkan 13 akar dengan 6 tunas
dan eksplant ini adalah eksplant yang menujukkan tingkat keberhasilan tertinggi. Sedangkan
pada eksplant anthurium yang pada hari ke-3 belum tumbuh organ baru hingga hari ke-7 eksplant
anthurium belum menunjukkan perubahan. Eksplan anthurium terkontaminasi oleh jamur baik
ulangan pertama dan ulangan ke-2. Hal tersebut yang mengakibatkan eksplant anthurium tidak
dapat berkembang hingga hari ke-7. Pada praktikum ini telah membuktikan bahwa kontaminan
oleh jamur maupun bakteri dapat mengganggu pertumbuhan eksplan seperti yang terjadi oleh
eksplant anthurium dan bawang merah. Berikut adalah gambar dari eksplan yang tidak
terkontaminasi dan eksplan yang terkontaminasi.
Gambar 1. Eksplan jagung yang tidak terkontaminasi (kiri) dan eksplan bawang merah yang
terkontaminasi (kanan).
Pada praktikum ini selain mengandalkan teori totipotensi agar cepat terbentuk tanaman
baru maka diperlukan penambahan hormon pada eksplan. Hormon adalah bahan organik yang
disintesa pada jaringan tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang
telah dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami
ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (ZPT).
Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang
terkontrol dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini.
Kebanyakan eksplan memerlukan hormon auksin dan sitokinin. Dalam kultur jaringan, tambahan
(exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek pertumbuhan. Sebagai
panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke dalam kultur untuk
memperoleh respon pertumbuhan. Pada praktikum ini penambahan hormon yang digunakan
adalah hormon auksin IBA dan sitokinin BAP.
Indole-3-asam butirat (IBA) adalah hormon tanaman jenis auksin dan merupakan bahan
dalam memperbanyak produk tanaman hortikultura komersial khususnya pada sistem perakaran.
IBA tidak larut dalam air, biasanya dilarutkan dalam 75% atau alkohol murni. IBA juga tersedia
sebagai garam yang larut dalam air. Larutan harus disimpan di tempat yang sejuk dan gelap
untuk hasil terbaik.
Hormon yang bersifat memacu pertumbuhan dan perkembangan, beberapa hormon yang
memacu pertumbuhan diantaranya auksin, sitokinin, dan giberelin. Pada praktikum ini hormon
yang digunakan adalah IBA dan BAP dengan berbagai konsentrasi.
1. Hormon Auksin
Hormon ini ditemukan di bagian pucuk tumbuhan yang sedang tumbuh. Hormon ini
disintesis di meristem apikal ujung batang kemudian disebarkan ke seluruh bagian tubuh
tumbuhan dengan gerakan terpolarisasi ke satu arah. Di alam dijumpai beberapa macam auksin,
yaitu IAA, 4-kloro IAA (terdapat pada biji kacang- kacangan muda), asam fenil asetat (PAA),
dan asam indol butirat (IBA). Sementara auksin yang disintesis adalah NAA, 2, 4D, dan MCPA
(asam 2-metil-4- klorofenoksiasetat). Auksin mempengaruhi pemanjangan sel yang kemudian
diikuti oleh tekanan turgor di dalam sel untuk memperkuat dinding sel. Auksin berfungsi
sebagai:
1. Mempengaruhi pembentukan akar lateral dan adventif
2. Memacu berbagai jenis sel tumbuhan untuk menghasilkan etilen
3. Mempengaruhi pertumbuhan kuncup samping
4. Menyebabkan batang tumbuhan membengkok karena distribusi auksin yang tidak merata pada
batang sehingga menyebabkan pemanjangan sel yang tidak sama
5. Menginduksi pembelahan kambium vaskuler, dan
6. Memacu perkembangan bunga dan buah
Pada tahap reproduksi, IAA terdapat di dalam polen, buah, biji, atau organ- organ lain.
Auksin sintesis 2,4 D merupakan herbisida untuk memberantas gulma. Dalam konsentrasi rendah
2,4 D berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh, tetapi dalam konsentrasi tinggi sebagai racun. IAA
bertanggung jawab terhadap dominasi apikal, yaitu pola pertumbuhan dimana ujung pucuk
batang mencegah tumbuhnya tunas aksiler.
2. Hormon Sitokinin
Sitokinin merupakan senyawa yang berasal dari suatu senyawa yang mengandung
nitrogen, yaitu adenin. Hormon ini ditemukan oleh Overbeek di dalam air kelapa. Dalam
penelitiannya, hormon ini berperan dalam memacu pembelahan sel (sitokinesis). Hormon ini
terdapat pada organ yang muda, disintesis di akar, dan diangkut ke atas melalui xilem. Sitokinin
berfungsi dalam:
1. Memacu perkembangan kloroplas dan sintesis klorofil
2. Membantu pembesaran sel- sel kotiledon dan daun dikotil
3. Memacu perkembangan kuncup samping, dan
4. Memacu pembelahan sel dan pembentukan tunas pucuk
Pada praktikum terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan kegagalan dalam teknik
kultur jaringan. Pada beberapa kasus kegagalan kultur jaringan yang paling umum adalah
terkontaminasi oleh patogen, inokulum yang tumbuh abnormal, dan eksplan tidak berkembang
sama sekali. Teknik sterilisasi dan pemenuhan kandungan dalam media merupakan hal
terpenting yang menentukan keberhasilan teknik ini. Jika alat, media, bahan tanam atau
lingkungan kerja tidak steril maka eksplan dapat terkontaminasi oleh jamur atau bakteri. Bahkan
kemungkinan eksplan tidak dapat tumbuh menjadi tanaman baru karena unsur penting dalam
media kultur yang jumlahnya terbatas telah terkontaminasi atau telah digunakan untuk
tumbuhnya jamur. Selain kontaminasi yang disebabkan oleh kurang sterilnya peralatan kultur
jaringan, terdapat faktor kegagalan lain dalam teknik ini yaitu kurangnya kandungan unsur dalam
media kultur jaringan.
Unsur-unsur dalam media kultur jaringan harus mendukung pertumbuhan eksplan, karena
eksplan tidak dapat mencari unsur tersebut seperti saat berada ditanah. Oleh karena itu agar
tingkat keberhasilan tinggi pada pengembangbiakan tanaman secara kultur jaringan unsur-usur
pada media kultur jaringan harus lengkap sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan eksplan
tanaman agar menjadi individu baru.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum tersebut dapat diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Sterilisasi sangat berperan dalam keberhasilan teknik kultur jaringan.
2. Teknik Aseptik bertujuan untuk mensterilkan semua peralatan, bahan tanam dan lingkungan
kerja kultur jaringan.
3. Terdapat berbagai macam media kultur jaringan beserta eksplan yang sesuai dengan media
tersebut, tetapi pada umumnya semua jenis media harus mengandung unsur-unsur yang
dibutuhkan eksplan untuk membentuk tanaman baru.
4. Kontaminasi yang banyak terjadi pada beberapa kasus kegagalan kultur jaringan disebabkan
oleh jamur dan bakteri.
5.2 Saran
Praktikan harus lebih mengutamakan sterilitas dari alat, bahan tanam (eksplant) dan
lingkungan kerja agar tingkat keberhasilan kultur jaringan lebih tinggi.