koralogi laboratorium
DESCRIPTION
mata kuliah koralogi fakultas perikanan dan ilmu kelautan UNDIPTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangSalah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah
ekosistem terumbu karang. Sekitar 14% terumbu karang berada di yakni mencapai
luas ± 75.000 km2. Terumbu karang memiliki fungsi yang penting diantaranya
sebagai penahan ombak, melindungi pantai dari abrasi, tempat berkumpul dan
berkembangbiaknya biota-biota laut yang merupakan sumber protein dan sumber
bahan obat dari laut. Terumbu karang juga memiliki fungsi sebagai tempat rekreasi
bawah air dengan panorama keindahan bawah air yang menarik serta berbeda
dengan di darat. Oleh karena itu, terumbu karang memiliki nilai ekonomis yang
sangat penting bagi masyarakat Indonesia.
Hampir semua karang, baik soft coral maupun hard coral merupakan
organisme yang berkoloni yang terdiri dari polip-polip individu. Polipnya sederhana
dengan struktur komposisi yang hampir sama dengan anemon laut. Salah satu
aspek anatomi karang yang luar biasa yaitu keadaannya yang mikroskopik dan
terdapat tumbuhan atau alga bersel satu yang hidup didalam jaringannya.
Menurut English et al., (1989) bahwa jenis karang yang dominan disuatu
habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup.
Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis
karang tertentu.
Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang hidup di
dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat
menahan gaya gelombang laut . Organisme-organisme yang dominan hidup di sini
adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerang kapur dan juga banyak
laga yang mengandung zat kapur. (Ardiansyah, 2002).
1.2 Tujuan Mahasiswa dilatih untuk mengenali jenis – jenis bentuk pertumbuhan
karang
Menerapkan penggolongan kunci identifikasi karang keras melalui
bentuk koloni dan struktur koralit.
Mengenali dan membedakan bagian – bagian dalam jaringan atau
histologi karang.
1
1.3 Manfaat Mampu menjelaskan jenis – jenis karang keras (Scleractinia) penting
penyusun terumbu karang.
Mampu menggunakan kunci identifikasi karang keras melalui bentuk
koloni dan struktur koralit.
Praktikan mampu mengenali bagian – bagian dalam jaringan karang.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi KarangVeron (1986) mengemukakan bahwa karang tersusun dari jaringan yang
lunak dan bagian yang keras yang berbentuk kerangka kapur.Bagian lunak hewan
karang terdiri dari tiga bagian yaitu ektoderm, mesoglea dan gastroderm.Ektoderm
merupakan jaringan terluar yang banyak mengandung silia, kantung mukus dan
sejumlah nematosit.Mesoglea adalah jaringan homogen menyerupai jeli, terletak
antara ektoderm dan gastroderm.Gastroderm merupakan jaringan paling dalam,
sebagian besar terisi oleh zooxanthellae yang merupakan algae uniseluler yang
hidup bersimbiosis dengan hewan karang.
Bagian yang keras berupa kerangka kapur terdiri dari lempeng dasar yang
tipis, dan disebut sebagai basal plate.Dari lempeng dasar muncul lempeng-lempeng
yang berdiri tegak secara radikal dan disebut septa.Masing-masing septa
dihubungkan oleh lempengan yang melingkar disebut theca atau dinding. Penyusun
kerangka ini terdiri dari serat kristal atau butir-butir organik CaCO3 yang mempunyai
diameter 2 mikron. Perbedaan pengendapan CaCO3 dan adanya faktor genetik
memberikan bentuk-bentuk tertentu yang menjadi karakter tiap jenis karang
(Lianury, 2000).
Binatang karang berkembang biak secara seksual dan aseksual. Suharsono
(1996) menyatakan reproduksi seksual karang bersifat vivipar dan hermaprodit,
namun ada pula yang kosmopolit reproduksi.Reproduksi aseksual dilakukan dengan
pembelahan satu individu polip dari polip induk, koloni polip baru terlepas dari polip
induk berkembang dan memulai dengan koloni yang baru.
2.2 Karakteristik Morfologi KarangJenis karang yang dominan disuatu habitat tergantung pada kondisi
lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang
yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Menurut bentuk
pertumbuhannya karang dibedakan menjadi Acropora dan non- Acropora, dengan
perbedaan morfologi berupa tipe bercabang (branching), tipe padat (massive), tipe
merayap (encrusting), tipe daun (foliose), tipe meja (tabulate), serta tipe jamur
(mushroom) (Lianury, 2000).
3
Struktur anatomi karang tersusun dari lempeng yang terletak di dasar
sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan
melekat pada dinding yang disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk
dari satu polip disebut koralit. Sedangkan keseluruhan ekosistem yang dibentuk oleh
keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut koralum. Permukaan
koralit yang terbuka disebut kalik. Septa pada karang dibagi menjadi septa utama,
kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa
karang yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai
kosta. Pada dasarnya sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu
organ yang disebut pali. Struktur yang berada di dasar dan ditengah koralit yang
sering merupakan kelanjutan dari septa yang disebut kolumella (Lianury, 2000).
Gambar 1. Morfologi dan Anatomi Karang
2.3 Bentuk Pertumbuhan KarangMenurut Aspari (2009), karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni
yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk
pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, gelombang dan
arus, ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor
genetik.Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang
Acropora dan non-Acropora.Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak
pada struktur skeletonnya.Acropora memiliki bagian yang disebut axial corallite dan
radial corallite, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial corallite.
Menurut English (1994), bentuk pertumbuhan karang non-Acropora terdiri
atas:
4
Gambar 2. Bentuk Pertumbuhan Karang Non-Acropora (English, 1994)
1. Bentuk bercabang (branching): memiliki cabang lebih panjang
daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi
terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau
setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan
bagi ikan dan avertebrata tertentu.
2. Bentuk padat (massive): dengan ukuran bervariasi serta beberapa
bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan
padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan
bagian atas lereng terumbu.
3. Bentuk kerak (encrusting): tumbuh menyerupai dasar terumbu
dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang
kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu,
terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat
memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang
sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
4. Bentuk lembaran (foliose): merupakan lembaran-lembaran yang
menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk
lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-
daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan
dan hewan lain.
5. Bentuk jamur (mushroom): berbentuk oval dan tampak`seperti jamur,
memiliki banyak tonjolan seperti punggung`bukit beralur dari tepi
hingga pusat mulut.
5
6. Bentuk submasif (submassive): bentuk kokoh dengan tonjolan-
tonjolan atau kolom-kolom kecil.
7. Karang api (Millepora): semua jenis karang yang dapat dikenali
karena adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti
terbakar bila disentuh.
8. Karang biru (Heliopora): dapat dikenali dengan adanya warna biru
pada rangkanya.
Menurut Effendie (1979), bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut:
1. Acropora bentuk cabang (branching Acropora): bentuk bercabang
seperti ranting pohon.
2. Acropora meja (tabulate Acropora): bentuk bercabang dengan arah
mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang
yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau
datar.
3. Acropora merayap (encrusting Acropora): bentuk merayap, biasanya
terjadi pada Acropora yang belum sempurna.
4. Acropora submasif (submassive Acropora): percabangan bentuk
gada/lempeng dan kokoh.
5. Acropora berjari (digitate Acropora): bentuk percabangan rapat
dengan cabang seperti jari-jari tangan.
Gambar 3. Bentuk Pertumbuhan Acropora (Effendie, 1979)
2.4 Struktur Koralit KarangSuatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding
(percabangan) `dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit
6
juga berbeda-beda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan
tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor
dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang
(polip) yang berbeda-beda (Harriot, 1988)
Pembagian bentuk koralit sebagai berikut (Johan, 2001):
1. Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan
dipisahkan oleh coenosteum.
2. Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk
permukaan yang datar.
3. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga
mempunyai koralit dengan dinding masing-masing.
4. Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah
dan koralit disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan
membentuk alur-alur seperti sungai.
5. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah
memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.
6. Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai
pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya
dijumpai kalik utama.
7. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh
permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal.
Gambar 4. Tipe Koralit Karang (Johan, 2001)
7
2.5 Histologi Karang 2.5.1 Jaringan Karang
Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali
digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang
terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi
tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan
bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan
struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan
(Richmond, 1997).
Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh yang terdiri
dari mulut yang dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap
mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri, rongga tubuh
(coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)
dan dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum
disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Dia
antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut
mesoglea.Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen dan
mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan
menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material
tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Hardianto. 1998).
2.5.2 DekalsifikasiDekalsifikasi merupakan suatu larutan yang berfungsi untuk
menghilangkan garam-garam kalsium dari jaringan tulang sebelum
pemotongan sehingga tulang menjadi lunak.Dekalsifikasi bertujuan untuk
melarutkan atau membuang kalsium karbonat atau ion kalsium atau zat
kapur dari suatu objek. Larutan dekalsifikasi dapat dibuat dengan cara
mencampur asam format sebanyak 160 ml dengan formalin teknis
sebanyak 100 ml,kemudian larutan tersebut ditambahkan akuades
sebanyak 1 .740 ml, larutan tersebut siap untuk digunakan dengan
perbandingan antara jaringan dan larutan 1 : 20 dengan waktu
perendaman selama 24 jam . Dekalsifikasi juga berperan untuk
memudahkan proses pemotongan. Deklasifikasi ini dilakukan dengan
maksud agar suatu objek yang terlapisi oleh zat kapur, yang semula keras
8
menjadi lebih lunak. Dekalsifikasi dapat dilakukan apabila jaringan telah
difiksasi dengan sempurna (Richmond,1997).
Dekalsifikasi adalah suatu proses melarutkan/pembuangan kalsium
karbonat atau ion kalsium atau zat kapur dari suatu objek. Dalam proses
dekalsifikasi menggunakan larutan formalin 10% atau Asam Asetat 10%.
Deklasifikasi ini dilakukan dengan maksud agar suatu objek yang terlapisi
oleh zat kapur, yang semula keras menjadi lebih lunak (Highsmith, 1982).
2.5.3 Penghilangan Kadar Air (Dehidrasi) Dehidrasi yaitu tahap pengeluaran air dari jaringan dengan
perendaman alkohol secara bertingkat dan dalam jangka waktu
tertentu.Kemudian pengambilan alkohol dilakukan dengan perendaman
dalam xylol secara bertahap dengan jangka waktu tertentu. Proses
penggantian larutan penjernih dengan merendam spesimen dalam parafin.
Penggantian xylol dalam jaringan oleh parafin berlangsung secara
berangsur-angsur. Proses penggantian ini berlangsung di dalam oven
sehingga xylol tidak menguap dan parafin tidak membeku. Temperatur
oven lebih tinggi sedikit di atas titik cair paraffin (Sitanggang, 2010).
Dehidrasi pada pembuatan preparat awetan bertujuan
mengeluarkan air dari dalam jaringan secara perlahan-lahan agar jaringan
tidak mengalami pengkerutan. Proses penghilangan kadar air ini
menggunakan isopropyl atau etanol dengan konsentrasi 70, 80, 90, 96, dan
100%. Setiap satu jam sekali dimasukkan secara bergantian, kemudian
direndam dalam xylene untuk membersihkan kurang lebih selama 1 jam.
Bahan-bahan tersebut berguna sebagai mediator antara larutan dehidrasi
yang digunakan dengan larutan embeding yang akan digunakan. Proses
penghilangan larutan dehidran dalam jaringan disertai dengan proses
infiltarasi larutan embedding ke dalam jaringan disebut sebagai impregnasi
(Sudiana,2005).
Teknik dehidrasi dilakukan secara perlahan-lahan dan
menggunakan alkohol bertingkat, dimulai dari alkohol dengan konsentrasi
30% atau 50% dan memindahkan jaringan dari alkohol dengan
konsentrasirendah sampai dengan alkohol dengan konsentrasi tertinggi
(McManus,1960).
9
Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan.Bahan
yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air.
Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi
70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam
alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi
dilakukan pengulangan 3 kali (Danoedoro, 1996).
2.5.4 Embedding Embbeding merupakan proses memasukkan jaringan ke dalam
parafin cair untuk dibuat blok yang padat.Tahapan ini guna untuk
mengisolasi karang tersebut agar mudah diidentifikasi atau diamati
dibawah mikroskop.Embedding melalui tahapan Impregnation yaitu :proses
penggantian paraffin cair, kemudian blocking yaitu proses memasukkan
jaringan ke dalam paraffin cair kemudian dipadatkan dengan menurunkan
suhu paraffin lalu dicetak, kemudian trimming yaitu meratakan atau
merapikan jaringan yang telah diblock dengan paraffin menggunakan pisau
atau langsung dengan microtome sehingga pada saat pemotongan
didapatkan potongan bentuk jaringan yang baik (Manuputty, 1998).
Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis
dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan
kotak kertas dalam embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan
menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas
kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam
kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan
dengan parafin sampai membeku (Lianury, 2000).
2.5.5 Perekatan Preparat (Mouting) Penempelan menggunakan perekat haupt kemudian disimpan dalam
kotak pengering. Selanjutnya akan dilakukan pewarnaan dan mounting.
Dalam proses pewarnaan dilakukan dalam jangka waktu tertentu, jika
terlalu lama atau terlalu singkat dapat menyebabkan warna preparat
menjadi kurang atau bahkan terlalu gelap. Selanjutnya dilakukan mounting
dengan ditetesi balsam kanada sehingga irisan akan tetap awet dengan
struktur sel serta jaringan (Sutanto, 1994).
10
Proses penempelan spesimen ke kaca benda tidak benar-benar
melekat sehingga saat pewarnaan spesimen ada yang lepas. Agar
spesimen dapat menempel sempurna pada kaca benda dibutuhkan tenggat
waktu yang cepat antara peletakkan spesimen pada kaca benda yang telah
diberi pelekat Haupt.Setelah benar-benar melekat di kaca benda maka
irisan yang berada di kaca benda dipanaskan di atas lampu spiritus untuk
lebih memaksimalkan perlekatannya (Ardiansyah, 2002).
11
III. MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Hari, Tanggal : Rabu, 27 April 2016
Waktu : Pukul 15.00 – 16.30
Tempat : Laboratorium Biologi Gedung E Lantai 1
FPIK, UNDIP Semarang.
3.2 Materi Praktikum
3.2.1 Alat dan Bahan
ALAT
Tabel 1. Alat Praktikum
NO. ALAT GAMBAR TUJUAN
1. Mikroskop
Sebagai alat bantu yang
digunakan untuk memperbesar
gambar objek pada sampel
dan untuk mengamati jaringan-
jaringan pada karang.
2.Kaca
preparat
Untuk meletakan sampel
jaringan yang akan diamati.
3. Kamera Untuk mendokumentasikan
semua kegiatan praktikum.
12
4. Alat Tulis
Alat yang digunakan untuk
mencatat dan menggambar
semua hasil pengamatan.
5.Scalpel
Sizes
Untuk Memotong Sampel
BAHAN
Tabel 2. Bahan Praktikum
NO. BAHAN GAMBAR TUJUAN
1.
Sampel
awetan
karang
Bahan yang akan
diidentifikasi selama
praktikum.
13
2.
Sampel
jaringan
karang yang
sudah
diawetkan.
Sampel yang akan diamati
bagian-bagian selnya.
3.Pewarna
Eosin
Memberikan warnamerah
pada sampel untuk
membedakan bagian-
bagiansel
4. Ethanol
Untuk menghilangkan kadar
air dalam sampel (proses
dehidrasi)
5. FormalinUntuk menghilangkan kadar
kapur dalam sampel karang
3.2.2 Materi Praktikum
1. Identifikasi Morfologi dan Anatomi Karang.
14
2. Histologi Karang.
- Pembuatan Preparat Histologi.
- Pengamatan Jaringan Karang Menggunakan Mikroskop
3.3 Metode Praktikum3.3.1 Histologi Karang
1. Pembuatan preparat
15
Jaringan pada karang dipotong pada bagian tengah karang ± 1-
3 cm.
Selanjutnya lakukan dekalsifikasi untuk mengantisipasi rusaknya
jaringan karang menggunakan 10% larutan asam asetat atau
larutan formalin dan ditambahkan air tawar. Kalsit yang luruh
ditandai dengan adanya gelembung udara. Kemudian bilas
sampel menggunakan alkohol.
Potong sampel ukuran 5x5 cm dengan menggunakan scalpel
atau pisau.
Kadar air dihilangkan pada sampel menggunakan larutan
etanol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu 70%, 80%, 90%,
96%, 100% secara bertahap. Membersihkan sisa alkohol
dengan xylene.
Berikan nama pada sampel menggunakan parafin yang
dicairkan pada suhu tinggi untuk melindungi struktur sampel
kemudian memberi label.
2. Pengamatan Jaringan Karang
3.3.2 Morfologi dan Anatomi Karang
16
Jaringan karang dipotong menggunakan Rotary
mikrotome dengan ketebalan ± 5 – 10 mikron.
Sampel diberi warna menggunakan hematoxyline (biru) dan
eosin (merah) untuk membedakan bagian-bagian selnya.
Merekatan preparat untuk mengawetkan jaringan
menggunakan canada balsam. Selama perekatan
sebaiknya menghindari adanya gelembung udara.
Pengamatan jaringan karang dilakukan pada preparat
awetan karang yang telah tersedia menggunakan
mikroskop elektrik.
Amati bagian-bagian sel karang, gambar pada kertas
HVS, dan beri keterangan bagian-bagian tersebut.
Pengamatan morfologi dan anatomi karang dilakukan
pada sampel karang yang telah disediakan oleh asisten
17
Amati ciri-ciri koralit pada masing-masing karang untuk
mengetahui bentuk struktur koralitnya dan Identifikasi
morfologi karangnya
Menggambar struktur koralit karang dan memberi
keterangan serta ciri-cirinya
Amati bentuk, bentuk koralit, dan konsentrum
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil4.1.1 Histologi Karang
Tabel 3. Hasil Histologi Karang
No Gambar Kamera Keterangan Gambar
Kode Preparat
1 Mikroskop 1 ; Perbesaran 40x
Oosit dan
nukleus
Gastrovaskuler
Zooxanthellae
Y-511 2
18
4.1.2 Struktur Koralit KarangTabel 4. Hasil Pengamatan Struktur Koralit Karang
NO. GAMBAR KAMERA CIRI-CIRI
1. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive
Septa, di bagian costa terlihat jelas.
Bentuknya padat membatu
(Massive).
Memiliki konesteum.
2. Struktur Koralit: Cerioid
Tidak memiliki konesteum.
Koralit berbentuk bulat.
Dinding dari setiap koralit menyatu
(Shared Wall).
Memiliki septa dan kosta.
Koralit kedalam.
Dinding koralit saling menyatu dan
membentuk permukaan.
2. 1. Bentuk Pertumbuhan: Mushroom
Berbentuk Mushroom.
Hidup Soliter.
Tidak menempel pada substrat.
2. Struktur Koralit: Soliter
Terdiri atas satu koloni.
3. 1. Bentuk Pertumbuhan: Foliose
19
Pertumbuhan koloni terutama
kearah horisontal dengan bentuk
lembaran yang pipih.
2. Struktur Koralit: Scratted
bentuk koralit tidak beraturan.
4. 1. Bentuk Pertumbuhan: Branching
Koloni tumbuh kearah vertikal
maupun horisontal dengan arah
vertikal yang lebih dominan.
Percabangan dapat memanjang
atau melebar dan bentuk cabang
dapat halus atau tebal.
2. Struktur Koralit: Dendroid
Bentuk pertumbuhan dimana koloni
hampir menyerupai pohon yang
dijumpai cabang-cabang dan di
ujung cabang biasanya dijumpai
axial.
5. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive
Septa dan costa terlihat jelas.
Berbentuk padat membatu
(Massive).
Memiliki konesteum.
2. Struktur Koralit: Meandroid.
Seperti aliran sungai (beralur).
Tidak memiliki konesteum.
Koralit tidak menonjol.
6. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive
Septa dan costa terlihat jelas.
Berbentuk padat membatu
20
(Massive).
Memiliki konesteum
2. Struktur Koralit: Flabello-Meandroid
Memiliki konesteum yang
dipisahkan.
Dindingnya terpisah.
7. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive
Septa, costa terlihat jelas.
Berbentuk padat membatu
(Massive).
Memiliki konesteum.
2. Struktur Koralit: Cerioid
Dinding koralit saling menyatu dan
membentuk permukaan yang datar.
Tidak memiliki konesteum.
Koralit berbentuk bulat.
Dinding dari setiap koralit menyatu
(Shared Wall).
Memiliki septa dan costa.
Koralit kedalam.
8. 1. Bentuk Pertumbuhan: Tabulate
Bentuk bercabang dengan arah
mendatar dan rata seperti meja.
Karang ini ditopang denganbatang
yang berpusat atau bertumpu pada
satu sisi membentuk sudut
2. Struktur Koralit: Plocoid
Koralit tunggal.
Memiliki konesteum.
Umumnya intra tentakular.
Permukaannya tidak rata dan tidak
bercabang.
21
9. 1. Bentuk Pertumbuhan: Branching
Koloni tumbuh kearah vertikal
maupun horisontal dengan arah
vertikal yang lebih dominan.
Percabangan dapat memanjang
atau melebar dan bentuk cabang
dapat halus atau tebal.
2. Struktur Koralit: Phaceloid
Koralit memanjang membentuk
tabung.
Mempuyai koralit dengan dinding
masing-masing.
10. 1. Bentuk Pertumbuhan: Encrusting
Bentuk pertumbuhan merambat
pada permukaan substrat keras
atau karang mati, menyerupai lilin
yang meleleh.
2. Struktur Koralit: Dendroid
Bentuk pertumbuhan dimana koloni
hampir menyerupai pohon yang
dijumpai cabang-cabang dan di
ujung cabang biasanya dijumpai
axial.
4.2 Pembahasan4.2.1 Histologi Karang
Pada pengamatan sampel karang yang telah dilakukan di
laboratorium dengan perbesaran mikroskop 40 kali perbesaran. Dalam
pengamatan sampel terlihat empat bagian dalam jaringan karang seperti
oosit, nukleus atau inti sel, zooxantella, dan gastrovaskuler. Bentuk oosit
terlihat bulat dan di tengahnya terdapat nukleus atau inti sel yang mempunyai
fungsi untuk mengatur metabolisme sel. Oosit ini sendiri yang nantinya
berkembang menjadi sel telur dan akan menjadi individu baru atau planula
atau karang muda. Oosit terdapat pada lapisan gastrodermis atau
22
endodermis dan melekat pada mesenteri. Zooxantellae sendiri merupakan
organisme yang berasosiasi dengan karang, terdapat pada lapisan
endodermis. Ciri – ciri yang dapat dilihat dari zooxantella yaitu berbentuk
bulatan – bulatan kecil dan berada disetiap saluran atau kanal-kanal. Dengan
perbesaran 40 kali mesenteri dapat dilihat tidak begitu jelas. Mesenteri yang
terlihat seperti garis - garis merah tebal dan cenderung mengelompok.
Didalam mesenteri ini terjadi proses pematangan gamet yang akan menjadi
individu karang yang baru. Untuk dapat melihat mesenteri dengan jelas maka
dapat dilakukan dengan perbesaran mikroskop 100x bahkan sampai 400x
perbesaran. Tetapi, dalam praktikum histologi karang di laboratorium,
perbesaran yang dilakukan adalah perbesarn 40 x.
4.2.2 Morfologi dan Anatomi Karang Pengamatan yang dilakukan adalah berupa pengamatan lifeform,
morfologi, dan jenis coralite pada karang tersebut. Dalam materi morfologi
dan anatomi karang ini berupa pengamatan struktur koralit dari sampel yang
telah disediakan di laboratorium berupa sampel karang yang telah diawetkan.
Setiap individu karang memiliki jenis koralit yang berbeda-beda tetapi dalam
bentuk pertumbuhanya memiliki kesamaan. Setiap koralit memiliki ciri – ciri
khas tersendiri. Dari sampel yang diamati diperoleh 6 bentuk koralit yang
berbeda yaitu Mushroom, Phaceloid , Cerioid , Plocoid, Meandroid dan
Flabelo-meandroid. Untuk struktur Mushroom, struktur koralit ini terlihat
paling unik dan gampang dikenali dibandingkan dengan struktur koralit yang
lain karena memang berbentuk seperti jamur. Struktur ini memiliki keunikan
tersendiri yaitu hidupnya bersifat soliter. Phaceloid, memliki bentuk
bercabang seperti ranting pohon, memiliki tegakan sendiri, dan tidak memiliki
kosta hanya memiliki wall. Cerioid, untuk struktur koralit ini secara sekilas
hampir mirip dengan struktur Plocoid. Dalam pengamatannya kadang sering
susah dalam membedakannya. Tetapi ada perbedaan yang dipunyai diantara
kedua struktur tersebut. Struktur Plocoid memiliki konesteum (gang)
sedangkan struktur Cerioid tidak memiliki. Permukaan pada Plocoid pun
cenderung kasar dibandingkan dengan permukaan Cerioid. Struktur pada
Plocoid koralitnya tunggal, sedangkan cerioid dindingnya menempel satu
sama lain. Meandroid, bentuknya terlihat seperti otak dan tidak memiliki
konestum serta koralitnya membentuk alur dan memanjang. Flabelo-
23
meandroid, hampir mirip dengan Meandroid, yang membadakan hanya
dinding koralit lebih menonjol serta dinding konesteumnya terpisah.
Dalam sampel karang yang telah dilakukan , dapat diketahui bahwa
setiap jenis karang memilki perbedaan baik itu life form, bentuk koralit dan
morfologinya. Perbedaan struktur koralit tiap – tiap karang ini kemungkinan
bisa disebabkan oleh faktor lingkungan ketika dalam proses pembentukkan
kerangka. Akan tetapi, pengaruh gen juga kemungkinan berpengaruh
terhadap bentuk koralit.
24
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam praktikum ini terdapat beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Jenis struktur koralit karang Scleractinia terdiri dari Mushroom, Phaceloid,
Cerioid, Plocoid, Meandroid, dan Flabello-Meandroid.
2. Untuk menentukan atau mengenali struktur koralit karang, perlu dilakukan
pengamatan terhadap ciri – ciri setiap koralit. Contohnya, ada tidaknya
konesteum, bentuk dinding koralit, dll.
3.Langkah pertama untuk melakukan pengawetan jaringan karang yaitu
pemotongan sampel, kemudian dekalsifikasi, pemotongan jaringan,
dehidrasi, embedding, pemotongan jaringan menggunakan rotary
mikrotom, lalu pewarnaan, akhirnya sampel dapat diamati. Setelah diamati
hanya terdapat beberapa bagian jaringan karang antara lain zooxantellae
(berada dilapisan endodermis berbentuk bukatan kecil-kecil di setiap
saluran), oosit dan nukleus (yaitu bulat dan di tengahnya terdapat nukleus
atau inti sel yang berfungsi untuk mengatur metabolisme sel), mesenterial
filamen (garis - garis merah tebal dan cenderung mengelompok),
5.2 Saran
25
Sebaiknya praktikan lebih teliti menggunakan alat bantu berupa mikroskop
ketika melakukan pengamatan bagian-bagian pada jaringan karang yang terdapat
disampel, agar tidak terjadi kekeliruan pada hasil yang akan didapat.
DAFTAR PUSTAKA
Aspari, D.N.F. 2009. Pertumbuhan Karang Pucuk Bambu (Issis Hippuris Linnaeus,
1758) Transplantasi Pada Ercon (Electrochemical Reef Construction).
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri:
Bogor
English. S. C. Wilkinson and V Baker. 1994. Survey Manual for Tropical marine
Resources Australian of Marine Science. Townsville. Krebs.C.J. 1989.
Ecologycal Methodology. Harper and Rows Publ. Newyork.
Hardianto, D, Ika, Dan S. Tri. 1998. Terumbu Karang Keindahan Alam Kepunahan.
Konphalindo: Jakarta.
Highsmith, R C. 1982 . Reproduction by Fragmentation in Coral. Mar Ecol Prog Ser
7: 207-26
Hoeg, Guldberg, O. 1999. Climate Change, Coral Bleaching and The Future of The
World’s Coral Reefs. Marine and Freshwater Research 50:839-866.
26
Johan. 2001. Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu Pada Lokasi Berbeda
Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu: Jakarta
Lianury, Robby N. 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press: Makassar
Manuputty, Anne W.E., 1998. Beberapa Karang Lunak (Alcyonaria) Penghasil
Substansi Bioaktif. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
McManus, J. F. A., and Mowry, R. W. 1960. Staining Methods. Histologic and
Histochemical., New York, Paul B. Hoeber, Inc., Medical Div: Harper & Row
Publishers.
Munasik. 2002. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Kajian. Prosiding Konperensi
Nasional III 2002, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Indonesia. Bali,
21-24 Mei 2002.
Munthia, M. 2001 . Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan
Dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E). Balai Penelitian
Veteriner: Bogor.
Nybakken, J.W. 1997. Marine Biology; An Ecologycal Approach. Edisi ke – 4.
California : Addison-Wesley Education Publisher Inc.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd.
Philadelphia
Richmond, Robert H. 1997. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in
The Persistence of Reefs in Life and Death of Coral Reefs. Chapman and
Hall 115 Fifth Avenue: New York.
Sudiana, K. I. 2005. Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta:
CV.Sagung Seto.
27
Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos:
Australia
28