koralogi laboratorium

36
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah ekosistem terumbu karang. Sekitar 14% terumbu karang berada di yakni mencapai luas ± 75.000 km 2 . Terumbu karang memiliki fungsi yang penting diantaranya sebagai penahan ombak, melindungi pantai dari abrasi, tempat berkumpul dan berkembangbiaknya biota-biota laut yang merupakan sumber protein dan sumber bahan obat dari laut. Terumbu karang juga memiliki fungsi sebagai tempat rekreasi bawah air dengan panorama keindahan bawah air yang menarik serta berbeda dengan di darat. Oleh karena itu, terumbu karang memiliki nilai ekonomis yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Hampir semua karang, baik soft coral maupun hard coral merupakan organisme yang berkoloni yang terdiri dari polip- polip individu. Polipnya sederhana dengan struktur komposisi yang hampir sama dengan anemon laut. Salah satu aspek anatomi karang yang luar biasa yaitu keadaannya yang mikroskopik dan terdapat tumbuhan atau alga bersel satu yang hidup didalam jaringannya. Menurut English et al., (1989) bahwa jenis karang yang dominan disuatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur 1

Upload: iqbal

Post on 08-Jul-2016

120 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

mata kuliah koralogi fakultas perikanan dan ilmu kelautan UNDIP

TRANSCRIPT

Page 1: KORALOGI LABORATORIUM

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSalah satu dari sekian banyak ekosistem yang dimiliki Indonesia adalah

ekosistem terumbu karang. Sekitar 14% terumbu karang berada di yakni mencapai

luas ± 75.000 km2. Terumbu karang memiliki fungsi yang penting diantaranya

sebagai penahan ombak, melindungi pantai dari abrasi, tempat berkumpul dan

berkembangbiaknya biota-biota laut yang merupakan sumber protein dan sumber

bahan obat dari laut. Terumbu karang juga memiliki fungsi sebagai tempat rekreasi

bawah air dengan panorama keindahan bawah air yang menarik serta berbeda

dengan di darat. Oleh karena itu, terumbu karang memiliki nilai ekonomis yang

sangat penting bagi masyarakat Indonesia.

Hampir semua karang, baik soft coral maupun hard coral merupakan

organisme yang berkoloni yang terdiri dari polip-polip individu. Polipnya sederhana

dengan struktur komposisi yang hampir sama dengan anemon laut. Salah satu

aspek anatomi karang yang luar biasa yaitu keadaannya yang mikroskopik dan

terdapat tumbuhan atau alga bersel satu yang hidup didalam jaringannya.

Menurut English et al., (1989) bahwa jenis karang yang dominan disuatu

habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup.

Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis

karang tertentu.

Terumbu karang (Coral reef) merupakan kumpulan organisme yang hidup di

dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat

menahan gaya gelombang laut . Organisme-organisme yang dominan hidup di sini

adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerang kapur dan juga banyak

laga yang mengandung zat kapur. (Ardiansyah, 2002).

1.2 Tujuan Mahasiswa dilatih untuk mengenali jenis – jenis bentuk pertumbuhan

karang

Menerapkan penggolongan kunci identifikasi karang keras melalui

bentuk koloni dan struktur koralit.

Mengenali dan membedakan bagian – bagian dalam jaringan atau

histologi karang.

1

Page 2: KORALOGI LABORATORIUM

1.3 Manfaat Mampu menjelaskan jenis – jenis karang keras (Scleractinia) penting

penyusun terumbu karang.

Mampu menggunakan kunci identifikasi karang keras melalui bentuk

koloni dan struktur koralit.

Praktikan mampu mengenali bagian – bagian dalam jaringan karang.

2

Page 3: KORALOGI LABORATORIUM

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi KarangVeron (1986) mengemukakan bahwa karang tersusun dari jaringan yang

lunak dan bagian yang keras yang berbentuk kerangka kapur.Bagian lunak hewan

karang terdiri dari tiga bagian yaitu ektoderm, mesoglea dan gastroderm.Ektoderm

merupakan jaringan terluar yang banyak mengandung silia, kantung mukus dan

sejumlah nematosit.Mesoglea adalah jaringan homogen menyerupai jeli, terletak

antara ektoderm dan gastroderm.Gastroderm merupakan jaringan paling dalam,

sebagian besar terisi oleh zooxanthellae yang merupakan algae uniseluler yang

hidup bersimbiosis dengan hewan karang. 

Bagian yang keras berupa kerangka kapur terdiri dari lempeng dasar yang

tipis, dan disebut sebagai basal plate.Dari lempeng dasar muncul lempeng-lempeng

yang berdiri tegak secara radikal dan disebut septa.Masing-masing septa

dihubungkan oleh lempengan yang melingkar disebut theca atau dinding. Penyusun

kerangka ini terdiri dari serat kristal atau butir-butir organik CaCO3 yang mempunyai

diameter 2 mikron. Perbedaan pengendapan CaCO3 dan adanya faktor genetik

memberikan bentuk-bentuk tertentu yang menjadi karakter tiap jenis karang

(Lianury, 2000).

Binatang karang berkembang biak secara seksual dan aseksual. Suharsono

(1996) menyatakan reproduksi seksual karang bersifat vivipar dan hermaprodit,

namun ada pula yang kosmopolit reproduksi.Reproduksi aseksual dilakukan dengan

pembelahan satu individu polip dari polip induk, koloni polip baru terlepas dari polip

induk berkembang dan memulai dengan koloni yang baru.

2.2 Karakteristik Morfologi KarangJenis karang yang dominan disuatu habitat tergantung pada kondisi

lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang

yang hidup dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Menurut bentuk

pertumbuhannya karang dibedakan menjadi Acropora dan non- Acropora, dengan

perbedaan morfologi berupa tipe bercabang (branching), tipe padat (massive), tipe

merayap (encrusting), tipe daun (foliose), tipe meja (tabulate), serta tipe jamur

(mushroom) (Lianury, 2000).

3

Page 4: KORALOGI LABORATORIUM

Struktur anatomi karang tersusun dari lempeng yang terletak di dasar

sebagai pondasi dari septa yang muncul membentuk struktur yang tegak dan

melekat pada dinding yang disebut epiteka. Keseluruhan skeleton yang terbentuk

dari satu polip disebut koralit. Sedangkan keseluruhan ekosistem yang dibentuk oleh

keseluruhan polip dalam satu individu atau satu koloni disebut koralum. Permukaan

koralit yang terbuka disebut kalik. Septa pada karang dibagi menjadi septa utama,

kedua, ketiga dan seterusnya tergantung dari besar kecilnya dan posisinya. Septa

karang yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit disebut sebagai

kosta. Pada dasarnya sebelah dalam dari septa tertentu sering dilanjutkan suatu

organ yang disebut pali. Struktur yang berada di dasar dan ditengah koralit yang

sering merupakan kelanjutan dari septa yang disebut kolumella (Lianury, 2000).

Gambar 1. Morfologi dan Anatomi Karang

2.3 Bentuk Pertumbuhan KarangMenurut Aspari (2009), karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni

yang berkaitan dengan kondisi lingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk

pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, gelombang dan

arus, ketersediaan bahan makanan, sedimen, subareal exposure dan faktor

genetik.Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang

Acropora dan non-Acropora.Perbedaan Acropora dengan non- Acropora terletak

pada struktur skeletonnya.Acropora memiliki bagian yang disebut axial corallite dan

radial corallite, sedangkan non-Acropora hanya memiliki radial corallite.

Menurut English (1994), bentuk pertumbuhan karang non-Acropora terdiri

atas:

4

Page 5: KORALOGI LABORATORIUM

Gambar 2. Bentuk Pertumbuhan Karang Non-Acropora (English, 1994)

1. Bentuk bercabang (branching): memiliki cabang lebih panjang

daripada diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi

terumbu dan bagian atas lereng, terutama yang terlindungi atau

setengah terbuka. Bersifat banyak memberikan tempat perlindungan

bagi ikan dan avertebrata tertentu.

2. Bentuk padat (massive): dengan ukuran bervariasi serta beberapa

bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan

padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan

bagian atas lereng terumbu.

3. Bentuk kerak (encrusting): tumbuh menyerupai dasar terumbu

dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang

kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu,

terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat

memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang

sebagian tubuhnya tertutup cangkang.

4. Bentuk lembaran (foliose): merupakan lembaran-lembaran yang

menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk

lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-

daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan

dan hewan lain.

5. Bentuk jamur (mushroom): berbentuk oval dan tampak`seperti jamur,

memiliki banyak tonjolan seperti punggung`bukit beralur dari tepi

hingga pusat mulut.

5

Page 6: KORALOGI LABORATORIUM

6. Bentuk submasif (submassive): bentuk kokoh dengan tonjolan-

tonjolan atau kolom-kolom kecil.

7. Karang api (Millepora): semua jenis karang yang dapat dikenali

karena adanya warna kuning di ujung koloni dan rasa panas seperti

terbakar bila disentuh.

8. Karang biru (Heliopora): dapat dikenali dengan adanya warna biru

pada rangkanya.

Menurut Effendie (1979), bentuk pertumbuhan Acropora sebagai berikut:

1. Acropora bentuk cabang (branching Acropora): bentuk bercabang

seperti ranting pohon.

2. Acropora meja (tabulate Acropora): bentuk bercabang dengan arah

mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang

yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau

datar.

3. Acropora merayap (encrusting Acropora): bentuk merayap, biasanya

terjadi pada Acropora yang belum sempurna.

4. Acropora submasif (submassive Acropora): percabangan bentuk

gada/lempeng dan kokoh.

5. Acropora berjari (digitate Acropora): bentuk percabangan rapat

dengan cabang seperti jari-jari tangan.

Gambar 3. Bentuk Pertumbuhan Acropora (Effendie, 1979)

2.4 Struktur Koralit KarangSuatu koralit karang baru dapat terbentuk dari proses budding

(percabangan) `dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-beda, ukuran koralit

6

Page 7: KORALOGI LABORATORIUM

juga berbeda-beda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut memberi dugaan

tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan, namun faktor

dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis hewan karang

(polip) yang berbeda-beda (Harriot, 1988)

Pembagian bentuk koralit sebagai berikut (Johan, 2001):

1. Placoid, masing-masing koralit memiliki dindingnya masing-masing dan

dipisahkan oleh coenosteum.

2. Cerioid, apabila dinding koralit saling menyatu dan membentuk

permukaan yang datar.

3. Phaceloid, apabila koralit memanjang membentuk tabung dan juga

mempunyai koralit dengan dinding masing-masing.

4. Meandroid, apabila koloni mempunyai koralit yang membentuk lembah

dan koralit disatukan oleh dinding-dinding yang saling menyatu dan

membentuk alur-alur seperti sungai.

5. Flabello-meandroid, seperti meandroid, membentuk lembah-lembah

memanjang, namun koralit tidak memiliki dinding bersama.

6. Dendroid, yaitu bentuk pertumbuhan dimana koloni hampir menyerupai

pohon yang dijumpai cabang-cabang dan di ujung cabang biasanya

dijumpai kalik utama.

7. Hydnophoroid, koralit terbentuk seperti bukit tersebar pada seluruh

permukaan sehingga sangat mudah untuk dikenal.

Gambar 4. Tipe Koralit Karang (Johan, 2001)

7

Page 8: KORALOGI LABORATORIUM

2.5 Histologi Karang 2.5.1 Jaringan Karang

Jaringan dalam bahasa Perancis adalah "tissue" yang pertama kali

digunakan oleh Bichat seorang ahli anatomi dan fisiologi dari Perancis yang

terkesan oleh ragam anyaman yang dijumpainya sewaktu mendeteksi

tubuh. Observasi mikroskop pada jaringan yang berbeda memastikan

bahwa satuan terkecil dari jaringan dibentuk oleh sel, sel inilah merupakan

struktur terkecil yang membentuk tubuh manusia,hewan dan tumbuhan

(Richmond, 1997).

Karang atau disebut polip memiliki bagian-bagian tubuh yang terdiri

dari mulut yang dikelilingi oleh tentakel yang berfungsi untuk menangkap

mangsa dari perairan serta sebagai alat pertahanan diri, rongga tubuh

(coelenteron) yang juga merupakan saluran pencernaan (gastrovascular)

dan dua lapisan tubuh yaitu ektodermis dan endodermis yang lebih umum

disebut gastrodermis karena berbatasan dengan saluran pencernaan. Dia

antara kedua lapisan terdapat jaringan pengikat tipis yang disebut

mesoglea.Jaringan ini terdiri dari sel-sel, serta kolagen dan

mukopolisakarida. Pada sebagian besar karang, epidermis akan

menghasilkan material guna membentuk rangka luar karang. Material

tersebut berupa kalsium karbonat (kapur) (Hardianto. 1998).

2.5.2 DekalsifikasiDekalsifikasi merupakan suatu larutan yang berfungsi untuk

menghilangkan garam-garam kalsium dari jaringan tulang sebelum

pemotongan sehingga tulang menjadi lunak.Dekalsifikasi bertujuan untuk

melarutkan atau membuang kalsium karbonat atau ion kalsium atau zat

kapur dari suatu objek. Larutan dekalsifikasi dapat dibuat dengan cara

mencampur asam format sebanyak 160 ml dengan formalin teknis

sebanyak 100 ml,kemudian larutan tersebut ditambahkan akuades

sebanyak 1 .740 ml, larutan tersebut siap untuk digunakan dengan

perbandingan antara jaringan dan larutan 1 : 20 dengan waktu

perendaman selama 24 jam . Dekalsifikasi juga berperan untuk

memudahkan proses pemotongan. Deklasifikasi ini dilakukan dengan

maksud agar suatu objek yang terlapisi oleh zat kapur, yang semula keras

8

Page 9: KORALOGI LABORATORIUM

menjadi lebih lunak. Dekalsifikasi dapat dilakukan apabila jaringan telah

difiksasi dengan sempurna (Richmond,1997).

Dekalsifikasi adalah suatu proses melarutkan/pembuangan kalsium

karbonat atau ion kalsium atau zat kapur dari suatu objek. Dalam proses

dekalsifikasi menggunakan larutan formalin 10% atau Asam Asetat 10%.

Deklasifikasi ini dilakukan dengan maksud agar suatu objek yang terlapisi

oleh zat kapur, yang semula keras menjadi lebih lunak (Highsmith, 1982).

2.5.3 Penghilangan Kadar Air (Dehidrasi) Dehidrasi yaitu tahap pengeluaran air dari jaringan dengan

perendaman alkohol secara bertingkat dan dalam jangka waktu

tertentu.Kemudian pengambilan alkohol dilakukan dengan perendaman

dalam xylol secara bertahap dengan jangka waktu tertentu. Proses

penggantian larutan penjernih dengan merendam spesimen dalam parafin.

Penggantian xylol dalam jaringan oleh parafin berlangsung secara

berangsur-angsur. Proses penggantian ini berlangsung di dalam oven

sehingga xylol tidak menguap dan parafin tidak membeku. Temperatur

oven lebih tinggi sedikit di atas titik cair paraffin (Sitanggang, 2010).

Dehidrasi pada pembuatan preparat awetan bertujuan

mengeluarkan air dari dalam jaringan secara perlahan-lahan agar jaringan

tidak mengalami pengkerutan. Proses penghilangan kadar air ini

menggunakan isopropyl atau etanol dengan konsentrasi 70, 80, 90, 96, dan

100%. Setiap satu jam sekali dimasukkan secara bergantian, kemudian

direndam dalam xylene untuk membersihkan kurang lebih selama 1 jam.

Bahan-bahan tersebut berguna sebagai mediator antara larutan dehidrasi

yang digunakan dengan larutan embeding yang akan digunakan. Proses

penghilangan larutan dehidran dalam jaringan disertai dengan proses

infiltarasi larutan embedding ke dalam jaringan disebut sebagai impregnasi

(Sudiana,2005).

Teknik dehidrasi dilakukan secara perlahan-lahan dan

menggunakan alkohol bertingkat, dimulai dari alkohol dengan konsentrasi

30% atau 50% dan memindahkan jaringan dari alkohol dengan

konsentrasirendah sampai dengan alkohol dengan konsentrasi tertinggi

(McManus,1960).

9

Page 10: KORALOGI LABORATORIUM

Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan.Bahan

yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air.

Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi

70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam

alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi

dilakukan pengulangan 3 kali (Danoedoro, 1996).

2.5.4 Embedding Embbeding merupakan proses memasukkan jaringan ke dalam

parafin cair untuk dibuat blok yang padat.Tahapan ini guna untuk

mengisolasi karang tersebut agar mudah diidentifikasi atau diamati

dibawah mikroskop.Embedding melalui tahapan Impregnation yaitu :proses

penggantian paraffin cair, kemudian blocking yaitu proses memasukkan

jaringan ke dalam paraffin cair kemudian dipadatkan dengan menurunkan

suhu paraffin lalu dicetak, kemudian trimming yaitu meratakan atau

merapikan jaringan yang telah diblock dengan paraffin menggunakan pisau

atau langsung dengan microtome sehingga pada saat pemotongan

didapatkan potongan bentuk jaringan yang baik (Manuputty, 1998).

Proses ini memudahkan dalam membuat irisan yang sangat tipis

dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan menggunakan

kotak kertas dalam embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan

menandai suatu jaringan. Jaringan atau sampel akan ditanam di ketas

kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku pada bagian dasar dalam

kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan dengan penutupan

dengan parafin sampai membeku (Lianury, 2000).

2.5.5 Perekatan Preparat (Mouting) Penempelan menggunakan perekat haupt kemudian disimpan dalam

kotak pengering. Selanjutnya akan dilakukan pewarnaan dan mounting.

Dalam proses pewarnaan dilakukan dalam jangka waktu tertentu, jika

terlalu lama atau terlalu singkat dapat menyebabkan warna preparat

menjadi kurang atau bahkan terlalu gelap. Selanjutnya dilakukan mounting

dengan ditetesi balsam kanada sehingga irisan akan tetap awet dengan

struktur sel serta jaringan (Sutanto, 1994).

10

Page 11: KORALOGI LABORATORIUM

Proses penempelan spesimen ke kaca benda tidak benar-benar

melekat sehingga saat pewarnaan spesimen ada yang lepas. Agar

spesimen dapat menempel sempurna pada kaca benda dibutuhkan tenggat

waktu yang cepat antara peletakkan spesimen pada kaca benda yang telah

diberi pelekat Haupt.Setelah benar-benar melekat di kaca benda maka

irisan yang berada di kaca benda dipanaskan di atas lampu spiritus untuk

lebih memaksimalkan perlekatannya (Ardiansyah, 2002).

11

Page 12: KORALOGI LABORATORIUM

III. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Hari, Tanggal : Rabu, 27 April 2016

Waktu : Pukul 15.00 – 16.30

Tempat : Laboratorium Biologi Gedung E Lantai 1

FPIK, UNDIP Semarang.

3.2 Materi Praktikum

3.2.1 Alat dan Bahan

ALAT

Tabel 1. Alat Praktikum

NO. ALAT GAMBAR TUJUAN

1. Mikroskop

Sebagai alat bantu yang

digunakan untuk memperbesar

gambar objek pada sampel

dan untuk mengamati jaringan-

jaringan pada karang.

2.Kaca

preparat

Untuk meletakan sampel

jaringan yang akan diamati.

3. Kamera Untuk mendokumentasikan

semua kegiatan praktikum.

12

Page 13: KORALOGI LABORATORIUM

4. Alat Tulis

Alat yang digunakan untuk

mencatat dan menggambar

semua hasil pengamatan.

5.Scalpel

Sizes

Untuk Memotong Sampel

BAHAN

Tabel 2. Bahan Praktikum

NO. BAHAN GAMBAR TUJUAN

1.

Sampel

awetan

karang

Bahan yang akan

diidentifikasi selama

praktikum.

13

Page 14: KORALOGI LABORATORIUM

2.

Sampel

jaringan

karang yang

sudah

diawetkan.

Sampel yang akan diamati

bagian-bagian selnya.

3.Pewarna

Eosin

Memberikan warnamerah

pada sampel untuk

membedakan bagian-

bagiansel

4. Ethanol

Untuk menghilangkan kadar

air dalam sampel (proses

dehidrasi)

5. FormalinUntuk menghilangkan kadar

kapur dalam sampel karang

3.2.2 Materi Praktikum

1. Identifikasi Morfologi dan Anatomi Karang.

14

Page 15: KORALOGI LABORATORIUM

2. Histologi Karang.

- Pembuatan Preparat Histologi.

- Pengamatan Jaringan Karang Menggunakan Mikroskop

3.3 Metode Praktikum3.3.1 Histologi Karang

1. Pembuatan preparat

15

Jaringan pada karang dipotong pada bagian tengah karang ± 1-

3 cm.

Selanjutnya lakukan dekalsifikasi untuk mengantisipasi rusaknya

jaringan karang menggunakan 10% larutan asam asetat atau

larutan formalin dan ditambahkan air tawar. Kalsit yang luruh

ditandai dengan adanya gelembung udara. Kemudian bilas

sampel menggunakan alkohol.

Potong sampel ukuran 5x5 cm dengan menggunakan scalpel

atau pisau.

Kadar air dihilangkan pada sampel menggunakan larutan

etanol dengan konsentrasi bertingkat, yaitu 70%, 80%, 90%,

96%, 100% secara bertahap. Membersihkan sisa alkohol

dengan xylene.

Berikan nama pada sampel menggunakan parafin yang

dicairkan pada suhu tinggi untuk melindungi struktur sampel

kemudian memberi label.

Page 16: KORALOGI LABORATORIUM

2. Pengamatan Jaringan Karang

3.3.2 Morfologi dan Anatomi Karang

16

Jaringan karang dipotong menggunakan Rotary

mikrotome dengan ketebalan ± 5 – 10 mikron.

Sampel diberi warna menggunakan hematoxyline (biru) dan

eosin (merah) untuk membedakan bagian-bagian selnya.

Merekatan preparat untuk mengawetkan jaringan

menggunakan canada balsam. Selama perekatan

sebaiknya menghindari adanya gelembung udara.

Pengamatan jaringan karang dilakukan pada preparat

awetan karang yang telah tersedia menggunakan

mikroskop elektrik.

Amati bagian-bagian sel karang, gambar pada kertas

HVS, dan beri keterangan bagian-bagian tersebut.

Pengamatan morfologi dan anatomi karang dilakukan

pada sampel karang yang telah disediakan oleh asisten

Page 17: KORALOGI LABORATORIUM

17

Amati ciri-ciri koralit pada masing-masing karang untuk

mengetahui bentuk struktur koralitnya dan Identifikasi

morfologi karangnya

Menggambar struktur koralit karang dan memberi

keterangan serta ciri-cirinya

Amati bentuk, bentuk koralit, dan konsentrum

Page 18: KORALOGI LABORATORIUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil4.1.1 Histologi Karang

Tabel 3. Hasil Histologi Karang

No Gambar Kamera Keterangan Gambar

Kode Preparat

1 Mikroskop 1 ; Perbesaran 40x

Oosit dan

nukleus

Gastrovaskuler

Zooxanthellae

Y-511 2

18

Page 19: KORALOGI LABORATORIUM

4.1.2 Struktur Koralit KarangTabel 4. Hasil Pengamatan Struktur Koralit Karang

NO. GAMBAR KAMERA CIRI-CIRI

1. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive

Septa, di bagian costa terlihat jelas.

Bentuknya padat membatu

(Massive).

Memiliki konesteum.

2. Struktur Koralit: Cerioid

Tidak memiliki konesteum.

Koralit berbentuk bulat.

Dinding dari setiap koralit menyatu

(Shared Wall).

Memiliki septa dan kosta.

Koralit kedalam.

Dinding koralit saling menyatu dan

membentuk permukaan.

2. 1. Bentuk Pertumbuhan: Mushroom

Berbentuk Mushroom.

Hidup Soliter.

Tidak menempel pada substrat.

2. Struktur Koralit: Soliter

Terdiri atas satu koloni.

3. 1. Bentuk Pertumbuhan: Foliose

19

Page 20: KORALOGI LABORATORIUM

Pertumbuhan koloni terutama

kearah horisontal dengan bentuk

lembaran yang pipih.

2. Struktur Koralit: Scratted

bentuk koralit tidak beraturan.

4. 1. Bentuk Pertumbuhan: Branching

Koloni tumbuh kearah vertikal

maupun horisontal dengan arah

vertikal yang lebih dominan.

Percabangan dapat memanjang

atau melebar dan bentuk cabang

dapat halus atau tebal.

2. Struktur Koralit: Dendroid

Bentuk pertumbuhan dimana koloni

hampir menyerupai pohon yang

dijumpai cabang-cabang dan di

ujung cabang biasanya dijumpai

axial.

5. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive

Septa dan costa terlihat jelas.

Berbentuk padat membatu

(Massive).

Memiliki konesteum.

2. Struktur Koralit: Meandroid.

Seperti aliran sungai (beralur).

Tidak memiliki konesteum.

Koralit tidak menonjol.

6. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive

Septa dan costa terlihat jelas.

Berbentuk padat membatu

20

Page 21: KORALOGI LABORATORIUM

(Massive).

Memiliki konesteum

2. Struktur Koralit: Flabello-Meandroid

Memiliki konesteum yang

dipisahkan.

Dindingnya terpisah.

7. 1. Bentuk Pertumbuhan: Massive

Septa, costa terlihat jelas.

Berbentuk padat membatu

(Massive).

Memiliki konesteum.

2. Struktur Koralit: Cerioid

Dinding koralit saling menyatu dan

membentuk permukaan yang datar.

Tidak memiliki konesteum.

Koralit berbentuk bulat.

Dinding dari setiap koralit menyatu

(Shared Wall).

Memiliki septa dan costa.

Koralit kedalam.

8. 1. Bentuk Pertumbuhan: Tabulate

Bentuk bercabang dengan arah

mendatar dan rata seperti meja.

Karang ini ditopang denganbatang

yang berpusat atau bertumpu pada

satu sisi membentuk sudut

2. Struktur Koralit: Plocoid

Koralit tunggal.

Memiliki konesteum.

Umumnya intra tentakular.

Permukaannya tidak rata dan tidak

bercabang.

21

Page 22: KORALOGI LABORATORIUM

9. 1. Bentuk Pertumbuhan: Branching

Koloni tumbuh kearah vertikal

maupun horisontal dengan arah

vertikal yang lebih dominan.

Percabangan dapat memanjang

atau melebar dan bentuk cabang

dapat halus atau tebal.

2. Struktur Koralit: Phaceloid

Koralit memanjang membentuk

tabung.

Mempuyai koralit dengan dinding

masing-masing.

10. 1. Bentuk Pertumbuhan: Encrusting

Bentuk pertumbuhan merambat

pada permukaan substrat keras

atau karang mati, menyerupai lilin

yang meleleh.

2. Struktur Koralit: Dendroid

Bentuk pertumbuhan dimana koloni

hampir menyerupai pohon yang

dijumpai cabang-cabang dan di

ujung cabang biasanya dijumpai

axial.

4.2 Pembahasan4.2.1 Histologi Karang

Pada pengamatan sampel karang yang telah dilakukan di

laboratorium dengan perbesaran mikroskop 40 kali perbesaran. Dalam

pengamatan sampel terlihat empat bagian dalam jaringan karang seperti

oosit, nukleus atau inti sel, zooxantella, dan gastrovaskuler. Bentuk oosit

terlihat bulat dan di tengahnya terdapat nukleus atau inti sel yang mempunyai

fungsi untuk mengatur metabolisme sel. Oosit ini sendiri yang nantinya

berkembang menjadi sel telur dan akan menjadi individu baru atau planula

atau karang muda. Oosit terdapat pada lapisan gastrodermis atau

22

Page 23: KORALOGI LABORATORIUM

endodermis dan melekat pada mesenteri. Zooxantellae sendiri merupakan

organisme yang berasosiasi dengan karang, terdapat pada lapisan

endodermis. Ciri – ciri yang dapat dilihat dari zooxantella yaitu berbentuk

bulatan – bulatan kecil dan berada disetiap saluran atau kanal-kanal. Dengan

perbesaran 40 kali mesenteri dapat dilihat tidak begitu jelas. Mesenteri yang

terlihat seperti garis - garis merah tebal dan cenderung mengelompok.

Didalam mesenteri ini terjadi proses pematangan gamet yang akan menjadi

individu karang yang baru. Untuk dapat melihat mesenteri dengan jelas maka

dapat dilakukan dengan perbesaran mikroskop 100x bahkan sampai 400x

perbesaran. Tetapi, dalam praktikum histologi karang di laboratorium,

perbesaran yang dilakukan adalah perbesarn 40 x.

4.2.2 Morfologi dan Anatomi Karang Pengamatan yang dilakukan adalah berupa pengamatan lifeform,

morfologi, dan jenis coralite pada karang tersebut. Dalam materi morfologi

dan anatomi karang ini berupa pengamatan struktur koralit dari sampel yang

telah disediakan di laboratorium berupa sampel karang yang telah diawetkan.

Setiap individu karang memiliki jenis koralit yang berbeda-beda tetapi dalam

bentuk pertumbuhanya memiliki kesamaan. Setiap koralit memiliki ciri – ciri

khas tersendiri. Dari sampel yang diamati diperoleh 6 bentuk koralit yang

berbeda yaitu Mushroom, Phaceloid , Cerioid , Plocoid, Meandroid dan

Flabelo-meandroid. Untuk struktur Mushroom, struktur koralit ini terlihat

paling unik dan gampang dikenali dibandingkan dengan struktur koralit yang

lain karena memang berbentuk seperti jamur. Struktur ini memiliki keunikan

tersendiri yaitu hidupnya bersifat soliter. Phaceloid, memliki bentuk

bercabang seperti ranting pohon, memiliki tegakan sendiri, dan tidak memiliki

kosta hanya memiliki wall. Cerioid, untuk struktur koralit ini secara sekilas

hampir mirip dengan struktur Plocoid. Dalam pengamatannya kadang sering

susah dalam membedakannya. Tetapi ada perbedaan yang dipunyai diantara

kedua struktur tersebut. Struktur Plocoid memiliki konesteum (gang)

sedangkan struktur Cerioid tidak memiliki. Permukaan pada Plocoid pun

cenderung kasar dibandingkan dengan permukaan Cerioid. Struktur pada

Plocoid koralitnya tunggal, sedangkan cerioid dindingnya menempel satu

sama lain. Meandroid, bentuknya terlihat seperti otak dan tidak memiliki

konestum serta koralitnya membentuk alur dan memanjang. Flabelo-

23

Page 24: KORALOGI LABORATORIUM

meandroid, hampir mirip dengan Meandroid, yang membadakan hanya

dinding koralit lebih menonjol serta dinding konesteumnya terpisah.

Dalam sampel karang yang telah dilakukan , dapat diketahui bahwa

setiap jenis karang memilki perbedaan baik itu life form, bentuk koralit dan

morfologinya. Perbedaan struktur koralit tiap – tiap karang ini kemungkinan

bisa disebabkan oleh faktor lingkungan ketika dalam proses pembentukkan

kerangka. Akan tetapi, pengaruh gen juga kemungkinan berpengaruh

terhadap bentuk koralit.

24

Page 25: KORALOGI LABORATORIUM

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam praktikum ini terdapat beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Jenis struktur koralit karang Scleractinia terdiri dari Mushroom, Phaceloid,

Cerioid, Plocoid, Meandroid, dan Flabello-Meandroid.

2. Untuk menentukan atau mengenali struktur koralit karang, perlu dilakukan

pengamatan terhadap ciri – ciri setiap koralit. Contohnya, ada tidaknya

konesteum, bentuk dinding koralit, dll.

3.Langkah pertama untuk melakukan pengawetan jaringan karang yaitu

pemotongan sampel, kemudian dekalsifikasi, pemotongan jaringan,

dehidrasi, embedding, pemotongan jaringan menggunakan rotary

mikrotom, lalu pewarnaan, akhirnya sampel dapat diamati. Setelah diamati

hanya terdapat beberapa bagian jaringan karang antara lain zooxantellae

(berada dilapisan endodermis berbentuk bukatan kecil-kecil di setiap

saluran), oosit dan nukleus (yaitu bulat dan di tengahnya terdapat nukleus

atau inti sel yang berfungsi untuk mengatur metabolisme sel), mesenterial

filamen (garis - garis merah tebal dan cenderung mengelompok),

5.2 Saran

25

Page 26: KORALOGI LABORATORIUM

Sebaiknya praktikan lebih teliti menggunakan alat bantu berupa mikroskop

ketika melakukan pengamatan bagian-bagian pada jaringan karang yang terdapat

disampel, agar tidak terjadi kekeliruan pada hasil yang akan didapat.

DAFTAR PUSTAKA

Aspari, D.N.F. 2009. Pertumbuhan Karang Pucuk Bambu (Issis Hippuris Linnaeus,

1758) Transplantasi Pada Ercon (Electrochemical Reef Construction).

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Dewi Sri:

Bogor

English. S. C. Wilkinson and V Baker. 1994. Survey Manual for Tropical marine

Resources Australian of Marine Science. Townsville. Krebs.C.J. 1989.

Ecologycal Methodology. Harper and Rows Publ. Newyork.

Hardianto, D, Ika, Dan S. Tri. 1998. Terumbu Karang Keindahan Alam Kepunahan.

Konphalindo: Jakarta.

Highsmith, R C. 1982 . Reproduction by Fragmentation in Coral. Mar Ecol Prog Ser

7: 207-26

Hoeg, Guldberg, O. 1999. Climate Change, Coral Bleaching and The Future of The

World’s Coral Reefs. Marine and Freshwater Research 50:839-866.

26

Page 27: KORALOGI LABORATORIUM

Johan. 2001. Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu Pada Lokasi Berbeda

Di Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu: Jakarta

Lianury, Robby N. 2000. Histologi. Universitas Hasanuddin Press: Makassar

Manuputty, Anne W.E., 1998. Beberapa Karang Lunak (Alcyonaria) Penghasil

Substansi Bioaktif. Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.

McManus, J. F. A., and Mowry, R. W. 1960. Staining Methods. Histologic and

Histochemical., New York, Paul B. Hoeber, Inc., Medical Div: Harper & Row

Publishers.

Munasik. 2002. Reproduksi Seksual Karang: Suatu Kajian. Prosiding Konperensi

Nasional III 2002, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Indonesia. Bali,

21-24 Mei 2002.

Munthia, M. 2001 . Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi Dari Jaringan Hewan

Dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E). Balai Penelitian

Veteriner: Bogor.

Nybakken, J.W. 1997. Marine Biology; An Ecologycal Approach. Edisi ke – 4.

California : Addison-Wesley Education Publisher Inc.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd.

Philadelphia

Richmond, Robert H. 1997. Reproduction and Recruitment in Corals: Critical Links in

The Persistence of Reefs in Life and Death of Coral Reefs. Chapman and

Hall 115 Fifth Avenue: New York.

Sudiana, K. I. 2005. Teknologi Ilmu Jaringan dan Imunohistokimia. Jakarta:

CV.Sagung Seto.

27

Page 28: KORALOGI LABORATORIUM

Veron. J.E.N. 1986. Coral of Australia and The Indofasific. Angus & Robertos:

Australia

28