kontusio serebri.doc

19
TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi 1,2,9 Kontusio serebri adalah suatu tipe cedera otak traumatik fokal yang disebabkan tekanan secara langsung, yang mengakibatkan perdarahan subpial pada regio-regio fokal, edema serta cedera selular dan kerusakan mikrovaskular. Kontusio serebri merupakan salah satu keadaan yang paling sering ditemukan pada pasien yang mengalami trauma kepala (31% dari keseluruhan CT-scan kepala inisial pada pasien dengan cedera otak traumatik). Cedera otak traumatik itu sendiri merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien trauma yang tiba di rumah sakit dalam keadaan hidup. Pada populasi ini, pencitraan kontusio serebri dapat ditemukan dalam bentuk yang bervariasi dari hematoma yang padat hingga salt-and-pepper appearance. II. Epidemiologi 2,5,6 Cedera otak traumatik adalah cedera traumatik yang paling sering menyebabkan kecacatan secara fisik, kognitif, perilaku dan emosional dalam jangka panjang. Di Amerika Serikat sendiri, lebih kurang 1,7 juta individu mengalami cedera otak traumatik setiap tahunnya dengan angka kematian tidak kurang dari 100.000 individu per tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan cedera otak traumatik mencapai 1

Upload: henry-sugiharto

Post on 19-Jul-2016

77 views

Category:

Documents


16 download

TRANSCRIPT

Page 1: kontusio serebri.doc

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi 1,2,9

Kontusio serebri adalah suatu tipe cedera otak traumatik fokal yang disebabkan

tekanan secara langsung, yang mengakibatkan perdarahan subpial pada regio-regio fokal,

edema serta cedera selular dan kerusakan mikrovaskular.

Kontusio serebri merupakan salah satu keadaan yang paling sering ditemukan

pada pasien yang mengalami trauma kepala (31% dari keseluruhan CT-scan kepala inisial

pada pasien dengan cedera otak traumatik). Cedera otak traumatik itu sendiri merupakan

penyebab kematian nomor satu pada pasien trauma yang tiba di rumah sakit dalam

keadaan hidup. Pada populasi ini, pencitraan kontusio serebri dapat ditemukan dalam

bentuk yang bervariasi dari hematoma yang padat hingga salt-and-pepper appearance.

II. Epidemiologi 2,5,6

Cedera otak traumatik adalah cedera traumatik yang paling sering menyebabkan

kecacatan secara fisik, kognitif, perilaku dan emosional dalam jangka panjang. Di

Amerika Serikat sendiri, lebih kurang 1,7 juta individu mengalami cedera otak traumatik

setiap tahunnya dengan angka kematian tidak kurang dari 100.000 individu per tahun.

Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan cedera otak traumatik mencapai 60 milyar dolar

dan merupakan pengeluaran terbesar pada sistem kesehatan di negara tersebut.

Kontusio serebri ditemukan sebanyak 31% pada pencitraan kepala (CT-scan) yang

dilakukan saat pasien tiba di rumah sakit dengan cedera otak traumatik dan pada keadaan

post-mortem sebanyak 89%.

III. Klasifikasi 2

Karakteristik kontusio serebri dapat diklasifikasikan atas beberapa jenis yaitu

berdasarkan lokasi anatomis dan mekanisme cedera serta gambaran radiologis.

Secara lokasi anatomis dan mekanisme, kontusio diklasifikasikan sebagai berikut :

Fracture

contusions

Diakibatkan benturan langsung dan muncul dengan segera pada

jaringan otak yang berdekatan dengan area tengkorak yang

mengalami fraktur

1

Page 2: kontusio serebri.doc

Coup

contusions

Kontusio yang terjadi pada area jaringan otak dimana terjadi

benturan tanpa disertai terjadinya fraktur

Countercoup

contusions

Kontusio yang terjadi pada area jaringan otak yang berada

diagonal dari area benturan

Gliding

contusions

Kontusio yang melibatkan korteks dan batas superior substansia

alba sekitarnya pada hemisfer serebri, hal ini diakibatkan

mekanisme benturan yang rotasional

Intermediate

contusions

Kontusio yang terjadi pada struktur otak yang dalam yaitu korpus

kalosum, ganglia basalis, hipotalamus dan batang otak.

Herniation

contusions

Kontusio yang terjadi pada area tempat bertemunya bagian

medial lobus temporalis dan tepi tentorium (misalnya herniasi

unkal) atau area tempat tonsil serebeli bertemu dengan foramen

magnum (misalnya herniasi tonsiler)

Secara gambaran radiologis, kontusio diklasifikasikan sebagai berikut :

TIPE GAMBARAN RADIOLOGIS

1a Mikrokontusio lobular atau kontusio serebri < 1cm

b Mikrokontusio lobular bilateral atau kontusio serebri

2a Kontusio lobular unilateral

b Kontusio lobular bilateral

3a Kontusio hemisferik dengan efek massa unilateral yang berat

b Kontusio hemisferik dengan efek massa bilateral yang berat

IV. Patofisiologi 1,2

Pada cedera kepala, cedera primer terhadap otak diakibatkan oleh efek mekanik

langsung, yang berakibat retaknya tulang tengkorak, kontusio serebri dan cedera vaskular

serta parenkim yang menyebabkan perdarahan intrakranial. Cedera sekunder berupa

proses inflamasi, terbentuknya edema dan eksitotoksisitas yang menyebabkan

2

Page 3: kontusio serebri.doc

peningkatan tekanan intrakranial yang lebih lanjut dan penurunan tekanan perfusi

serebral.

Kontusio serebri adalah sebuah keadaan neurologis yang kompleks yang berakibat

terganggunya beberapa proses fisiologi selular.

Keadaan rudapaksa biomekanik

Cedera otak traumatik terjadi akibat transfer energi dari lingkungan terhadap

jaringan otak yang lebih besar dari jumlah yang dapat diserap tanpa menyebabkan

keadaan disfungsi.

Pericontusional zone (PCZ) merupakan suatu area edema non nekrotik yang

mengelilingi sebuah inti nekrotik pada fase akut kontusio serebri traumatik. PCZ

berpotensi menyebabkan perburukan neurologis dan neuropsikologis yang

berkepanjangan. Terdapat pertentangan pendapat mengenai apakah tekanan intrakranial

atau stres biokimiawi pada jaringan yang menyebabkan kontusio serebri.

Perubahan fokal pada vaskular membatasi transpor beberapa substrat seperti

oksigen dan glukosa ke jaringan otak. Hal ini berakibat deplesi energi dan hilangnya

gradien ion yang berguna untuk mempertahankan membran potensial yang menyebabkan

depolarisasi glia dan neuron.

Cedera otak traumatik diasosiasikan dengan respon inflamasi serebral yang

ditandai dengan aktivasi mikroglia dan astrosit serta pelepasan mediator inflamasi.

Sitokin pro inflamasi seperti IL-1β, IL-6 dan TNF-α telah dihubungkan dengan kerusakan

awal pada sawar darah otak dan timbulnya edema otak. TNF-α secara langsung merusak

integritas sawar darah otak, menyebabkan edema otak dan infiltrasi leukosit.

Perubahan vaskular – aliran darah otak dan perfusi

Cedera kepala menyebakan rupturnya pembuluh darah kecil otak pada fase awal,

terutama pada substansia alba. Spasme pada arteri besar otak setelah cedera kepala telah

dibuktikan pada beberapa penelitian sebagai penyebab utama edema otak.

Iskemia dan kontusio secara langsung berhubungan dengan tingkat keparahan

cedera. Namun hubungan kontusio serebri dengan perubahan mikrovaskular jarang diteliti

lebih lanjut. Hal ini diakibatkan penelitian-penelitian lebih difokuskan pada perubahan 3

Page 4: kontusio serebri.doc

terhadap jaringan saraf. Tetapi dari bukti-bukti yang tersedia, terdapat indikasi bahwa 3

faktor utama yang terlibat adalah :

1. Peningkatan konsentrasi kalsium sitosolik intrasel

2. Asidosis

3. Produksi radikal bebas

Pada cedera otak traumatik berat, tekanan perfusi serebral, yang didefinisikan

sebagai perbedaan antara tekanan arterial rerata dan tekanan intra kranial, pada tekanan

dibawah 70mmHg merupakan batas ambang klinis utk keluaran klinis yang buruk.

Pada tahun 1957, Freytag dan Lindenberg menunjukkan 2 komponen kontusio

serebri : area inti sentral yang merupakan tempat terjadinya nekrosis dan area perifer yang

merupakan tempat terjadinya edema. Pada area sentral, aliran darah otak berkisar

4,7ml/100gr/menit dan 16-18ml/100gr/menit pada area perifer. Aliran darah otak yang

normal berkisar di atas 50ml/100gr/menit, dan ambang iskemik umumnya berkisar 18-

20ml/100gr/menit.

Katayama dkk telah melaporkan bahwa aliran darah akan berkurang 3 jam setelah

kejadian cedera otak traumatik, yang menegaskan pentingnya efek terapi yang adekuat dan

monitoring multimodalitas untuk mencegah perluasan area ini ke jaringan otak yang

normal.

Gangguan pada autoregulasi serebral

Cedera otak traumatik seringkali menyebabkan kerusakan yang parah pada

autoregulasi serebral. Autoregulasi serebral adalah kemampuan pembuluh darah untuk

mempertahankan aliran darah otak yang relatif konstan terhadap perubahan tekanan darah

arteri atau tekanan perfusi serebral dengan berbagai mekanime fisiologis.

Jika terjadi kerusakan pada autoregulasi serebral, maka aliran darah otak akan

secara pasif mengikuti perubahan pada tekanan darah arteri dan mengakibatkan gangguan

pada tekanan serebral. Pada keadaan ini, otak menjadi rentan untuk terjadinya keadaan

iskemik aatu cedera hiperemis jika tekanan perfusi tidak dipertahankan seimbang dengan

kebutuhan metabolik.

4

Page 5: kontusio serebri.doc

Autoregulasi pembuluh darah otak akan mengalami perbaikan pada hari ke 4

setelah terjadinya cedera otak traumatik berat, dan tekanan perfusi serebral kemungkinan

akan meningkat seiring dengan perbaikan tersebut. Oleh karena itu, tindakan pembedahan

yang sifatnya non-emergensi sebaiknya dilakukan setelah hari ke 4 paska cedera otak

traumatik berat untuk mencegah cedera otak sekunder.

Eksitotoksisitas

Pada cedera otak traumatik sedang-berat, trauma yang pertama kali terjadi dapat

menyebabkan keamtian sel secara langsung melalui proses nekrosis, dimana terjadi lisis

sel dan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi, reactive oxygen species (ROS) dan

protease.

Glutamat adalah kontributor utama terjadinya kerusakan pada sel setelah cedera, dengan

menyebabkan depolarisasi membran sel secara permanen yang berakibat gangguan

homeostasis ion dan kematian sel. Hambatan pada glutamate dengan menggunakan

antagonis kanal N-methyl-D-aspartate mengurangi kerusakan sekunder pada sel neuron.

Semakin berat cedera otak yang dialami, semakin tinggi kadar glutamat yang dihasilkan.

Iskemia Otak

Kontusio serebri dapat disertai dengan perubahan pada hemodinamik yang dapat

memperburuk kerusakan primer pada otak paska cedera. Hal ini dapat terus berlanjut

hingga terjadinya keadaan iskemia.

Beberapa penulis sudah mengemukakan bahwa iskemia ataupun infark serebral

dapat terjadi terlepas dari kontrol yang adekuat terhadap tekanan intrakranial dan tekanan

perfusi serebral. Ketika kadar glutamat meningkat di atas 50-100 mmol/L, kematian

neuron dapat dideteksi dalam beberapa jam akibat keadaan eksitasi berlebihan yang

terjadi.

Pembentukan edema

Terjadinya edema otak adalah akibat sekunder yang disebabkan oleh kaskade

yang diawali dengan mekanisme yang muncul paska cedera. Pada tabel (?) terdapat

daftar fase-fase edema otak yang diakibatkan oleh kontusio serebri. Perdarahan

5

Page 6: kontusio serebri.doc

intraserebral adalah komplikasi cedera otak traumatik yang sering dijumpai (hampir

70%) pada pasien cedera otak traumatik.

Pasien dengan kontusio serebri sering ditemukan mengalami edema otak. Hal ini

menyebabkan perburukan fungsi neurologis dan kadang-kadang terjadinya herniasi

meskipun tidak disertai perdarahan lebih lanjut. Paska cedera, kerusakan yang fokal dan

pada sawar darah otak meyebabkan pelepasan mediator kimiawi dan perubahan regional

yang berujung pada edema otak.

Pembentukan edema otak pada area kontusio serebri merupakan kombinasi dari

mekanisme edema serebri vasogenik dan edema serebri sitotoksik :

- Edema vasogenik merupakan akibat dari kerusakan sawar darah otak dan ekstravasasi

cairan ke dalam rongga ekstraseluler, yang terjadi 12-24 jam setelah onset

- Edema sitotoksik merupakan akibat dari cedera hipoksia yang menyebabkan kegagalan

pompa membran sel dan pembengkakan sel. Hal ini sudah dapat ditemukan di fase awal

cedera

Terdapat 3 fase edema yang terjadi pada kontusio serebri :

Fase Karakteristik

Fase pertama atau

fase ultra-awal

Muncul dalam 24 jam pertama dan sering menyebabkan

perburukan klinis dan kematian

Fase kedua atau fase

tertunda

Mulai terjadi setelah 24-72 jam dan berkembang selama 7-10

hari.

Fase ketiga Pada fase ini terjadi lisis eritrosit pada klot intraserebral.

Penghancuran hemoglobin menghasilkan aktivasi reactive oxygen

species (ROS), menyebabkan terbentuknya sitokin (terutama IL-6

dan IL-10) dan aktivasi sistem komplemen (terutama C3d dan

C9)

V. Gambaran Radiologis 1,4,6,7,8,10

Kontusio serebri umumnya tampak sebagai area heterogen yang terdiri dari

nekrosis jaringan otak, perdarahan dan infark. Hal ini kelihatan sebagai lesi dengan

6

Page 7: kontusio serebri.doc

densitas campuran pada CT-scan kepala. Kontusio fokal yang multipel akan memiliki

gambaran salt-and-pepper pada CT-scan. Akan tetapi perbedaan antara kontusio serebri

dan hematoma intraserebral traumatik sangat sulit didefinisikan. Gambaran salt-and-

pepper adalah jelas menunjukkan suatu kontusio serebri tetapi hematoma yang besar pasti

bukan merupakan suatu kontusio serebri. Kontusio serebri cenderung mengalami

progresifitas pada gambaran CT-scan hingga menimbulkan efek massa. Progresifitas ini

dapat diakibatkan ekspansi hematoma, munculnya edema perihematoma atau bahkan lesi

baru yang tidak dijumpai pada CT-scan sebelumnya.

Beberapa faktor yang dihubungkan dengan terjadinya progresifitas pada

pencitraan CT-scan yaitu tingkat keparahan cedera, koagulopati, diperlukan atau tidaknya

resusitasi kardiopulmoner di tempat kejadian, usia tua, durasi yang pendek antara

terjadinya cedera dan dilakukannya CT-scan pertama, hematoma multipel, pergeseran

garis tengah pada CT-scan dan diperlukan atau tidaknya prosedur dekompresi.

Progresifitas lesi pada kontusio serebri umumnya terjadi pada 48 jam pertama

sejak onset terjadinya trauma. Oleh sebab itu, pasien kontusio serebri dengan onset lebih

dari 48 jam tidak dilakukan penundaan evakuasi.

Pada MRI, kontusio serebri tampak sebagai area dengan intensitas yang bervariasi

dan batas yang tidak tegas pada sekuensi T1 dan T2, meskipun hal ini tergantung pada

usia lesi. Karena kontusio serebri umumnya hanya terbatas pada permukaan otak, maka

sering didapatkan gambaran yang mengikuti morfologi girus. Hemosiderin yang

merupakan sisa proses kontusio dapat bertahan dalam waktu yang tak terbatas dan adalah

suatu penanda yang penting akan riwayat cedera otak traumatik sebelumnya.

Gambaran khas suatu kontusio serebri ditandai adanya lesi dengan densitas

multipel yang umumnya dikelilingi area hipodens perilesi yang berdekatan dengan

permukaan dalam tulang tengkorak. Gambaran inhomogen sering ditemukan pada CT-

scan awal sebagai gambaran salt-and-pepper. Meskipun terdapat sedikit perbedaan

pendapat mengenai kemungkinan evakuasi area hiperdens yang dianggap merupakan suatu

lesi hemoragik, tetapi tidak ditemukan signifikansi daerah hipodens yang mengelilingi lesi

tersebut.

Terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa CT-scan kepala yang

dilakukan secara serial tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tindakan

terapi yang akan dilakukan.

7

Page 8: kontusio serebri.doc

Gambaran salt-and-pepper

8

Page 9: kontusio serebri.doc

Gambaran kontusio serebri pada CT-scan dan MRI

9

Page 10: kontusio serebri.doc

Gambaran progresifitas kontusio serebri

10

Page 11: kontusio serebri.doc

VI. Penatalaksanaan 2,3,4

Karena kontusio serebri cenderung berkembang seiring dengan waktu dan dapat

menjadi suatu lesi desak ruang yang signifikan. Hal ini dapat secara cepat menjadi suatu

hematoma intrakranial yang menyebabkan perburukan keadaan umum dan defisit

neurologis. Oleh karena itu, kontusio serebri merupakan suatu tantangan terapeutik yang

besar untuk tercapainya keluaran klinis yang baik. Terapi pada kontusio serebri ini dapat

bersifat konservatif dan terapi bedah.

Terapi kontusio serebri, seperti halnya pada cedera otak traumatik berat lainnya,

semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Secara umum, terapi pada

kontusio serebri sangat bergantung kepada pemantauan ketat dan pengaturan tekanan

intrakranial, tekanan arteri rerata dan tekanan perfusi serebral. Tetapi dari guideline

terbaru dari Brain Trauma Foundation merekomendasikan bahwa tindakan terapeutik baru

akan dilakukan jika tekanan intrakranial di atas 20 dengan mempertahankan tekanan

perfusi serebral antara 50-70mmHg dengan tujuan keluaran klinis pasien yang lebih baik.

Menurut guideline cedera otak traumatik di Taiwan, salah satu indikasi dilakukannya

pemantauan tekanan intrakranial adalah pada pasien dengan GCS 3-8 dengan abnormalitas

pada pencitraan CT-scan, termasuk kontusio serebri, hematoma, edema serebri dan

kompresi basal sisterna. Selain pada keadaan tersebut, pemantauan tekanan intrakranial

juga dilakukan pada pada pasien dengan cedera otak traumatik dengan hasil pencitraan

CT-scan yang normal namun memiliki 2 dari keadaan berikut : (a) usia di atas 40 tahun (b)

deserebrasi unilateral maupun bilateral dan postur dekortikasi (c) tekanan darah sistolik di

bawah 90mmHg dan hal ini dapat dipertimbangkan juga pada keadaan cedera otak

traumatik ringan dan sedang.

Pasien cedera otak traumatik cenderung memiliki resiko tinggi untuk terjadinya

kejang dan hal ini dapat memperburuk defisit neurologis dengan cepat, termasuk dalam

kelompok ini yaitu pasien dengan GCS di bawah 10, kontusio pada area korteks, fraktur

kompresi tulang tengkorak, hematoma subdural, hematoma epidural, hematoma

intraserebral, cedera kepala terbuka dan kejang epilepsi dalam 24 jam setelah terjadinya

trauma. Oleh karena itu, pada pasien seperti ini antikonvulsan harus dipertimbangkan.

Mengenai tindakan intervensi bedah, masih terdapat perdebatan tentang hasil

akhir yang baik mengenai tindakan evakuasi hematoma pada lesi intra parenkim yaitu

salah satunya kontusio serebri. Terdapat bukti bahwa lesi-lesi awal yang kecil tidak akan

meluas dan membesar dan oleh karena itu tindakan evakuasi tidak perlu ditunda.

11

Page 12: kontusio serebri.doc

Progresifitas lesi umumnya hanya ditemukan selama 48 jam pertama, dan sebab itu pasien

kontusio serebri dengan onset di atas 48 jam tidak dilakukan penundaan evakuasi

hematoma. Lesi-lesi ekstra parenkim umumnya akan segera dievakuasi tetapi pendekatan

terhadap lesi intra parenkim masih bersifat konservatif. Evakuasi pada keadaan-keadaan

tersebut termasuk evakuasi edema yang menyebabkan beban osmotik dan meredam

kaskade apoptosis dan nekrosis yang dipicu oleh degradasi produk darah. Insisi kortikal

yang minimal namun optimal adalah metode konservatif terbaik untuk tindakan evakuasi

pada kontusio serebri dengan cedera minimal ataupun tanpa cedera pada jaringan otak

sekitarnya. Namun, kontusektomi konservatif yang terbaik adalah kombinasi insisi

kortikal dengan kraniektomi dekompresi.

Sebagai suatu cara untuk menurunkan tekanan intrakranial, kraniektomi

dekompresi terbukti sangat efektif. Prosedur ini bertujuan menghilangkan volume tekanan

pada ruang intrakranial yang tertutup. Tindakan ini sama sekali tidak mengurangi edema

yang terjadi namun mengurangi tekanan intrakranial yang meningkat yang dapat

menyebabkan efek yang berbahaya. Kraniektomi diindikasikan pada pasien dengan GCS

di bawah 13 dengan pergeseran garis tengah di atas 5mm. Kraniektomi dekompresi

bifrontal dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial pada kasus-kasus dengan

edema menyeluruh dan herniasi sentral. Salah satu komplikasi tindakan ini yang penting

untuk diperhatikan adalah progresifitas lesi, hal ini terjadi pada 32% pasien.

12

Page 13: kontusio serebri.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Alahmadi H, Vachhrajani S, Cusimano MD. The natural history of brain

contusion: an analysis of radiological and clinical progression. J Neurosurg (2010)

112:1139-45

2. Alvis-Miranda H, Alcala-Cerra G, Moscote-Salazar LR. Traumatic cerebral

contusion: pathobiology and critical aspects. Romanian Neurosurgery (2013) XX

2

3. Arabi YM, Haddad S, Tamim HM, Al-Dawood A, Al-Qahtani S, Ferayan A, Al-

Abdulmughni I, Al-Oweis J, Rugaan A. Mortality reduction after implementing a

clinical practice guidelines-based management protocol for severe traumatic brain

injury. J Crit Care 2010;25:190-5

4. Brown CV, Weng J, Oh D, Salim A, Kasotakis G, Demetriades D, et al: Does

routine serial computed tomography of the head influence the management of

traumatic brain injury? A prospective evaluation. J Trauma 57:939-943, 2004

5. Huang HM, Lee MC, Lee SY, Chiu WT, Pan LC, Chen CT. Finite element

analysis of brain contusion: an indirect impact study. Medical & Biological

Engineering & Computing, 2000, 38:253-9

6. Kurland D, Hong C, Aarabi B, Gerzanich V, Simard M. Hemorrhagic Progresion

of a Contusion after Traumatic Brain Injury: A Review. Journal of Neurotrauma

(2012) 29:19-31

7. Lee B, Newberg A. Neuroimaging in Traumatic Brain Imaging. The Journal of the

American Society for Experimental NeuroTherapeutics Vol. 2, 372–383, 2005

8. Le TH, Gean AD. Neuroimaging of Traumatic Brain Injury. Wiley InterScience

(2009) DOI:10:1002/msj.20102

9. Ragaisis V. Brain contusion: morphology, pathogenesis and treatment.

MEDICINA (2002) Vol. 38:243-7

10. White CL, Griffith S, Caron JL. Early Progression of Traumatic Cerebral

Contusions: Characterization and Risk Factors. The Journal of TRAUMA (2009)

vol 67, 3:508-15

13