kontekstualisasi ayat-ayat syifa’ dalam al-qur’an di...
TRANSCRIPT
KONTEKSTUALISASI AYAT-AYAT SYIFA’ DALAM
AL-QUR’AN DI MASA PANDEMI
(APLIKASI TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR
RAHMAN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Fahmi Efendi
NIM. 53020160047
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Fahmi Efendi
NIM : 53020160047
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “Kontekstualisasi Ayat-Ayat Syifa’
Dalam Al-Qur’an di Masa Pandemi (Aplikasi Teori Double Movement Fazlur
Rahman)” adalah benar-benar merupakan hasil penelitian/karya saya sendiri,
kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah,
dan bebas dari plagiarisme. Jika kemudian hari terbukti ditemukan plagiarisme,
maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salatiga, 14 Oktober 2020
Yang menyatakan,
Fahmi Efendi
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:
Nama : Fahmi Efendi
NIM : 53020160047
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul : Kontekstualisasi Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an
di Masa Pandemi (Aplikasi Teori Double Movement
Fazlur Rahman)
Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.
Salatiga, 14 Oktober 2020
Pembimbing,
Dr. M. Ghufron, M.Ag.
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Dahulu, Impian yang kutulis adalah sekedar tinta berwujud tulisan di atas kertas.
Kini, apa yang ada di kertas itu talah aku jalani dan rasakan.
Dari sana aku percaya Tuhan Maha Tau, sampai pada titik terdalam hatiku.
Jadi, Jangan pernah takut bermimpi kawan! Jalani saja seperti petualangan.
PERSEMBAHAN
Untuk Ibu, Bapak dan Adik Tercinta.
Untuk Kakung yang telah mengajariku Alif, Ba, Ta yang telah berpulang
kehadapan Tuhan Yang Maha Baik ketika aku menyelesaikan skripsi ini.
Untuk Dosen-dosen, Guru-guru, Sahabat-sahabat tercinta.
Untuk kampus, fakultas dan prodiku yang telah menyediakan asupan petualangan
teramat menyenangkan.
Untuk mereka yang telah melengkapi kisah perjalanaku selama menempuh dunia
perkuliahan ini.
Untuk manusia-manusia kaya akan keyakinan impian dan tekad yang aku temui
dalam perjalananku menuntut ilmu, bekerja, berorganisasi, pengabdian,
menjalani hobi, dan cinta. Yang tidak dapat aku sebut satu persatu namanya.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis curahkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul “Kontekstualisasi Ayat-Ayat Syifa’
dalam Al-Qur’an di Masa Pandemi (Aplikasi Teori Double Movement Fazlur
Rahman)”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW. Sang tokoh revolusioner umat Islam yang telah membimbing
umat dari zaman jahiliah menuju zaman kegemilangan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Strata I (SI) sebagai mahasiswa semester akhir di IAIN Salatiga. Skripsi ini penulis
susun dengan segala keterbatasan ditengah pandemi yang sedang merebak di
seluruh dinia yang membatasi akses dan gerak dari tiap-tiap individu. Terimakasih
yang sebesar besarnya penulis haturkan kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan draft ini secara utuh. Semoga Allah membalasnya dengan lipatan
ganda yang lebih. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Zakiyudin, M.Ag selaku Rektor IAIN Salatiga beserta staf
jajarannya.
2. Dr. Benny Ridwan, M. Hum selaku dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan
Humaniora.
3. Ibu Tri Wahyu Hiyati, M.Ag selaku Kepala Program Studi Ilmu Al Qur’an
dan Tafsir yang telah memberi motivasi dan dorongannya.
vii
4. Dr. M. Ghufron, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia memberikan bimbingan dan arahan dengan sabar dalam proses
penulisan skripsi ini.
5. Bapak Farid Hasan, S.TH.I., M. Hum. Selaku dosen pembimbing akademik
yang telah mengarahkan dan banyak memberi saran masukan bermanfaat
selama penulis menjalani perkuliahan.
6. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora yang telah ikhlas
memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis duduk di bangku
perkuliahan ini.
7. Bapak dan Ibu tercinta yang tak henti-hentinya mencurahkan do’a-do’a
terindahnya kepada anak-anaknya serta dukungan materi yang tulus ikhlas
mereka upayakan. Semoga lelah kalian menjadi sumber pahala yang tak
terhitung nilainya dihadapan Allah swt. dan Allah swt. tempatkan kalian di
tempat terindah-Nya.
8. Untuk mbah kakung yang selalu kuingat senyumnya, mbah putri, adik
tercinta, dan segenap keluarga besar, terimakasih atas do’anya. Semoga
penulis dapat menjadi pribadi yang dapat membahagiakan keluarga besar.
9. Untuk sahabat dan teman-teman tercinta, rekan-rekan organisasi di PSHT,
PC IPNU-IPPNU Magelang, DPK KNPI Kec. Grabag, PMII, REMAJA
MASJID AT-TAQWA dan Pengurus Masjid At-Taqwa Salatiga, yang telah
memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya, yang
pernah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik langsung
atau tidak langsung.
Jazakumullah bi ahsanil jaza’ atas segalanya. Demikianlah ucapan terima
ksih ini penulis sampaikan. Semoga dengan adanya karya tulis ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis dan khususnya bagi para pembaca semuanya.
Salatiga, 14 Oktober 2020
Penulis,
Fahmi Efendi
ix
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library research)
yang mengkaji ayat-ayat Syifa’ dalam Al-Qur’an dengan menggunakan teori
Double Movement dari Fazlur Rahman. Tulisan ini terinspirasi karena adanya
pandemi/wabah penyakit yang merebak diseluruh dunia. Sehingga tujuan dari
penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana Al-Qur’an
mengenalkan dirinya sebagai Syifa’ dan perannya dalam memberi solusi terhadap
masalah yang dihadapi manusia.
Dengan menganalisis menggunakan jenis metode deskriptif kualitatif,
Fokus penelitian ini terlebih dahulu menggali makna Syifa’ dalam Al-Qur’an
menurut beberapa pendapat para ahli. Setelah diketahui maknanya, kemuadian
penulis menyajikan beberapa ayat Al-Qur’an yang membahas tentang Syifa’. Hal
tersebut dilakukan guna mengetahui asbab an-nuzul ayat dan maksud Al-Qur’an
sebagai obat/Syifa’. Selanjutnya adalah menerapkan metode Double Movement
untuk memahami ayat-ayat Syifa’ dengan berpegang pada pemahaman historis yang
ada.
Sehingga dengan langkah tersebut, penulis dapat memperoleh hasil dari
penelitian ini yang membuktikan bahwa Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai
obat/Syifa’ di tengah situasi pandemi ini. Di mana ketakutan, kehawatiran, dan
kecemasan yang berlebih justru memperentan manusia terpapar virus dan penyakit.
Al-Qur’an hadir ditengah kondisi itu dan mampu menjadi sumber pemasok sitem
imun yang dapat melindungi manusia dari paparan virus yang menyerang manusia
sehingga dapat mengantar manusia pada keadaan sehat, baik jiwanya ataupun
raganya. Sesuai dengan apa yang dikabarkan dalam ayat-ayat Syifa’.
Kata kunci: Pandemi, Syifa’, Teori Double Movement
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf Arab ke huruf
Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan Bersama Menteri Agama RI dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543
b/u 1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit modifikasi untuk
membedakan adanya kemiripan dalam penulisan.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
Alif Tidak dilambangkan ا .1
Ba’ B ب .2
Ta T ت .3
ṡa ṡ ث .4
Jim J ج .5
Ḥa ḥ ح .6
Kha Kh خ .7
Dal D د .8
\z\al z ذ .9
Ra R ر .10
Za Z ز .11
Sin S س .12
Syin Sy ش .13
Ṣad ṣ ص .14
Ḍad ḍ ض .15
Ṭa’ ṭ ط .16
Ẓa ẓ ظ .17
ain ‘ (koma terbalik di atas)‘ ع .18
xi
Gain G غ .19
Fa’ F ف .20
Qaf Q ق .21
Kaf K ك .22
Lam L ل .23
Mim M م .24
Nun N ن .25
Wawu W و .26
Ha’ H ه .27
Hamzah ‘ (apostrof) ء .28
Ya’ Y ي .29
B. Vokal:
Fathah Ditulis “ a “
Kasroh Ditulis “ i “
Dhammah Ditulis “ u “
C. VOKAL PANJANG:
+ا Fathah + alif Ditulis “ a> “ جاهلية Ja>hiliyah
+ى Fathah + alif
Layin Ditulis “ a> “ تنسى Tansa>
+ي Kasrah +ya’
Mati Ditulis “ i> “ حكيم Haki>m
+و Dlammah +
wawu mati Ditulis “ u> “ فروض Furu>d
D. Vokal rangkap:
xii
+ي Fathah + ya’
mati Ditulis “ ai “ بينكم Bainakum
+و Fathah +
wawu mati Ditulis “ au “ قول Qaul
E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap:
Iddah‘ عد ة “ Ditulis ” dd د
Minna من ا “ Ditulis “ nn ن
F. Ta’ Marbuthah:
1. Bila dimatikan ditulis h :
Hikmah حكمة
Jizah جزية
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa arab yang sudah
diserap kedalam bahasa indonesia)
2. Bila Ta’ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :
Zaka>t al-fiṭr زكاةالفطر
Ḥaya>t al-insa>n حياةالانسان
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan Apostrof (‘)
A’antum أأنتم
U’iddat أعد د
La’insyakartum لئن شكرتم
H. Kata sandang alif +lam
Al-qamariyah القران al-Qur’a>n
xiii
Al-syamsiyah السماء al-sama>’
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Z|awi al-furu>d ذوي الفروض
السن ةأهل Ahl al-sunnah
xiv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................................... ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xiv
BAB I ................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan masalah ........................................................................ 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................ 13
D. Kajian pustaka ................................................................................................... 15
E. Metode penelitian ............................................................................................... 18
F. Sistematika penulisan ........................................................................................ 21
BAB II ............................................................................................................................. 23
KAJIAN TEORI TAFSIR FAZLUR RAHMAN ......................................................... 23
A. Riwayat Hidup Fazlur Rahman ........................................................................ 23
1. Masa Berkiprah Di Pakistan ............................................................................. 25
2. Masa Berkiprah di Chicago .............................................................................. 27
B. Tanggapan Kritis Fazlur Rahman Terhadap Metode Tafsir Klasik .............. 28
C. Karya-Karya Fazlur Rahman ........................................................................... 31
D. Teori Double Movement Fazlur Rahman .......................................................... 37
BAB III ........................................................................................................................... 46
KAJIAN AYAT-AYAT SYIFA’ .................................................................................... 46
A. Pengertian Syifa’ Secara Umum ....................................................................... 46
xv
B. Kajian Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an, Asbab al-Nuzul, Serta
Penjelasannya Dalam Kitab Tafsir ........................................................................... 50
1. Surat Al-Isra’ (17): 82 .................................................................................... 50
2. Surat An-Nahl (16): 69 ................................................................................... 56
3. Surat Yunus (10): 57 ...................................................................................... 62
4. Fushshilat, (41): 44 ......................................................................................... 65
5. Asy-Syu’ara’ (26): 80 ..................................................................................... 68
6. At-Taubah (14): 14 ......................................................................................... 73
BAB IV ............................................................................................................................ 79
APLIKASI TEORI DOUBLE MOVEMENT TERHADAP AYAT-AYAT SYIFA’ .. 79
A. Relevansi Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Konteks Masa Sekarang .......................... 79
B. Penerapan Tehnik-Metodik ............................................................................... 80
C. Kontekstualisasi Ayat-Ayat Syifa’..................................................................... 87
BAB V ............................................................................................................................. 96
PENUTUP ...................................................................................................................... 96
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 96
B. SARAN ................................................................................................................ 99
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian terhadap Al-Qur’an dari berbagai segi, terutama segi
penafsirannya selalu menunjukan perkembangan yang cukup signifikan,
sejak diturunkannya Al-Qur’an hingga sekarang ini. Munculnya berbagai
penafsiran atasnya dan karya-karya tafsir yang sarat dengan berbagai ragam
metode maupun pendekatan, merupakan bukti bahwa upaya untuk
menafsirkan Al-Qur’an memang tidak pernah berhenti. Hal ini merupakan
keniscayaan sejarah, sebab umat islam pada umumnya ingin senantiasa
menjadikan Al-Qur’an sebagai “mitra dialog” dalam menjalani kehidupan
dan mengembangkan peradaban. Proses dialektika antara teks yang terbatas
dan konteks yang tak terbatas itulah yang sesungguhnya menjadi pemicu
dan pemacu bagi perkembangan penafsiran Al-Qur’an.1
Desakan arus modernisasi dan globalisasi pada setiap dimensi
kehidupan manusia harus diakui telah membawa berbagai konsekuensi yang
harus ditanggung oleh peradaban modern manusia. Di samping
menawarkan berbagai kenikmatan (Seductive life) materiel dan fisik,
modernisasi juga telah memberikan efek negatif, yaitu dislokasi kejiwaan,
disorientasi kejiwaan (kehilangan pegangan hidup karena runtuhnya nilai-
1 Amin Abdullah dalam kata pengantar buku Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir: Peta
Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Nun Pustaka,
2013), V.
2
nilai fundamental), alienasi (keterasingan), dan deprivatisasi relatif
(perasaan tersingkir). Semua persoalan tersebut tentunya memerlukan
respons dari umat Islam dan mencari solusinya. Pada sisi inilah, selayaknya
umat Islam kembali mengkaji dan mengkontekstualisasikan Al-Qur’an,
agar nilai-nilainya dapat menjadi solusi dari persoalan kemanusiaan dan
peradaban.2
Dalam Islamic Studies atau Dirasah Islamiyah, kajian terhadap
penafsiran Al-Qur’an oleh sebagian orang kadang dianggap sebagai ilmu
yang telah matang dan gosong. Padahal kenyataan sejarah membuktikan
bahwa tafsir itu selalu berkembang seiring dengan derap langkah
perkembangan peradaban dan budaya manusia. Tafsir sebagai sebuah hasil
dari dialektika antara teks yang statis dan konteks yang dinamis memang
mau tidak mau harus mengalami perkembangan dan bahkan perubahan.
Sebab hal itu merupakan konsekuensi logis dari diktum yang dianut oleh
umat Islam bahwa Al-Qur’an itu shalih li kulli zaman wa makan.3
Keyakinan terhadap diktum ini setidaknya dilatarbelakangi oleh beberapa
pandangan “Tradisional” brikut. Pertama, Umat Islam meyakini betul
bahwa Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan sebagagai
petunjuk bagi manusia akhir zaman, sehingga Al-Qur’an diturunkan hingga
akhir zaman. Kedua, Al-Qur’an diyakini sebagai mukjizat abadi karena Al-
Qur’an memiliki keunggulan yang selalu mampu melemahkan para
2 Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir Al-Qur’an: Strukturalisme,
Semantik, Semiotik, dan Hermeneutik (Bandung: Pustaka setia,2013), 8. 3 Amin Abdullah dalam kata pengantar buku Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir: Peta
Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer..., Xi.
3
penentangnya (orang-orang yang meragukan dan menolaknya) pada setiap
waktu dan tempat. Ketiga, Beberapa hasil penelitian dan karya ilmiah, baik
yang dibuat oleh kalangan muslim maupun nonmuslim menunjukkan bahwa
Al-Qur’an memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan kitab suci
lainnya. Hal ini semakin mengukuhkan keyakinan sebagian umat Islam
terhadap diktum trsebut.4
Seperti yang telah kita ketahui pada awal tahun 2020, covid-19
menjadi masalah kesehatan dunia. Kasus ini diawali dengan informasi dari
Badan Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) pada tanggal
31 Desember 2019 yang menyebutkan adanya kasus kluster pneumonia
dengan etiologi yang tidak jelas di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Kasus ini terus berkembang hingga adanya adanya laporan kematian dan
terjadi importasi di luar China. Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO
menetapkan covid-19 sebagai Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC)/ Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia (KKMMD). Pada tanggal 12 Januari 2020, WHO resmi menetapkan
penyakit novel coronavirus pada manusia ini dengan sebutan Coronavirus
Disease (COVID-19). Pada tanggal 2 Maret 2020 Indonesia telah
melaporkan 2 kasus konfirmasi covid-19. Pada tanggal 11 Maret 2020,
WHO sudah menetapkan covid-19 sebagai pandemi.5
4 Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir Al-Qur’an: Strukturalisme,
Semantik, Semiotik, dan Hermeneutik..., 9. 5 Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19), (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:
Maret, 2020). 4.
4
Pemerintah melalui gugus tugas percepatan penanganan covid-19
kembali memperbarui soal data jumlah pasien virus corona di Indonesia
pada selasa (7/7/2020). Juru bicara pemerintah untuk penanganan covid-19,
Ahmad Yurianto, mengatakan hari ini kasus baru bertambah lebih dari
1.200 orang. “Covid-19 terkonfirmasi sebanyak 1.268 orang sehingga
menjadi total kasus positif sebanyak 66.226 orang,” ujar Yurianto dalam
siaran BNPB, Senin (6/7/2020). Yuri juga mengatakan penambahan kasus
sembuh hari ini mencapai 866 pasien. Sehingga total kasus sembuh
sebanyak 30.785 orang. “sementara jumlah yang meninggal dunia menjadi
3.309 orang setelah penambahan 39 orang” pungkasnya. Seperti deketahui,
pada senin (5/7/2020) kemarin, kasus positif covid-19 total ada sebanyak
64.958 kasus. Sementara, jumlah pasien sudah sembuh menjadi 29.910
orang. Adapun total pasien meninggal dunia sejumlah 3.241 orang.6
Cara kerja virus ini adalah dengan menyerang sistem pernapasan.
Virus corona dapat menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan,
infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. covid-19 ini dapat
menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu
hamil, maupun ibu menyusui. Seseorang dapat tertular virus ini dengan
berbagai cara, antara lain yaitu dengan tidak sengaja menghirup percikan
ludah (droplet) yang keluar saat penderita COVID-19 batuk atau bersin.
Memegang mulut atau hidung tanpa mencuci tangan terlebih dahulu setelah
6 Reza Deni, “Update: Tambahan Kasus Positif Covid-19 per 7 Juli sebanyak 1.269 orang”,
dalam https://www.tribunnews.com/corona/2020/07/07/update-tambahan-kasus-positif-covid-19-
per-7-juli-sebanyak-1268-orang, diakses 8 juli 2020.
5
menyentuh benda yang terkena cipratan ludah penderita covid-19 dan
kontak jarak dekat dengan penderita covid-19.7
Harapan umat manusia untuk menghentikan pandemik virus corona
adalah penemuan vaksin yang dapat memberikan imunitas atas virus
tersebut. Berbagai negara berlomba melakukan penelitian untuk
menemukan obat dan vaksin yang efektif. Kalaupun vaksin tersebut berhasil
ditemukan belum tentu akan lolos dari semua prosedur uji coba, atau efektif
digunakan oleh seluruh umat manusia. Untuk melindungi diri dari paparan
virus corona, masyarakat dunia telah menjalankan langkah pencegahan
yang utama. Antara lain dengan berdiam diri dirumah, menjaga jarak
dengan orang lain, hingga rajin mencuci tangan. Selain langkah pencegahan
yang utama ini, selama vaksin belum ditemukan, satu hal yang krusial untuk
dilakukan adalah menjaga sistem imun atau daya tahan tubuh agar tetap
sehat. Dan pendekatan agama diyakini sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan imunitas.8
Allah mengutus Rasullullah untuk menyampaikan ajaran-ajaran Al-
Qur’an agar manusia bisa selamat hidup di dunia dan akhirat kelak. Tidak
ada satupun ajaran-ajaran Al-Qur’an yang luput dari persoalan hidup
manusia. Oleh sebab itu, tidak heran jika Al-Qur’an bisa dijadikan pedoman
hidup. Berbagai persoalan dikupas tuntas di dalam Al-Qur’an. Mulai dari
7 Ari Fadli, “Mengenal Covid-19 dan Penyebabnya Dengan “Peduli Lindungi” Aplikasi
Berbasis Android,” dalam https://www.researchgate.net/publication/340790225, diakses 17 Juli
2020. 8 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020).
6
masalah keimanan, ekonomi, keluarga, hingga masalah kesehatan. Al-
Qur’an sebagai wahyu Allah yang membawa kabar gembira, tentu sangat
relevan untuk menjawab persoalan-persoalan semacam itu. Ajaran-ajaran
Islam yang terkandung dalam ayat-ayat suci Al-Qur’an sejatinya ingin
membebaskan kita dari beban hidup yang menimbulkan gangguan fisik
maupun psikologis. Hanya saja, masih banyak yang belum menyadari akan
hal itu.9
Islam itu adalah agama rahmat, tidak ada Islam yang tidak ada
rahmat. Karena itu, Islam yang qur’ani adalah Islam yang menjadi rahmat
dan “Islam” yang tidak menjadi rahmat bukanlah Islam yang sesuai dengan
ideal kitab suci itu, sehingga berarti Al-Qur’an juga Hadis yang menjadi
dasarnya itu adalah bangunan rahmat, bukan sekedar bangunan kalimat,
kata dan huruf-huruf. Dengan demikian, paradigma Islam yang qur’ani itu
bukan Islam sebagai agama asing yang sama sekali bebeda dari agama dan
budaya lain, sehingga umat Islam harus berbeda dari umat-umat yang lain
dalam segala hal.10
Turunan berikutnya adalah dimana Al-Quran sebagai Syifa’
merupakan sisi penilaian yang bermakna dua sisi. Pertama, Al-Qur’an
menunjukkan makna Syifa’ sebagai petunjuk kepada makna umum, dan
yang Kedua, sebagai petunjuk kepada makna khusus. Makna pertama
memberi gambaran tentang seluruh isi Al-Qur’an secara maknawi, surat-
9 Ahmad Faidi, Ayat-Ayat Syifa’: Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis (Salatiga: LP2M
IAIN Salatiga, 2018), iii. 10 Umar Latif, “Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat dan Obat Penawar (Syifa’) Bagi
Manusia”, Jurnal Al-Bayan, Vol.21 , No. 30, (Juli-Desember 2014): 78.
7
surat, ayat-ayat maupun huruf-hurufnya memiliki potensi penyembuh atau
obat, dan sesuai dengan firman Tuhan Swt dalam surat Yunus ayat 57
sebagai berikut:
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu suatu pelajaran dari Tuhanmu, dan penyembuh segala
penyakit yang ada di dalam dada,dan petunjuk serta rahmat bagi
orang-orang yang beriman.”11
Penyebutan kata “dada” diartikan dengan hati, dan hal itu
menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu berfungsi menyembuhkan
penyakit-penyakit ruhani, seperti: ragu, dengki maupun takabur. Di dalam
Al-Qur’an, hati ditunjukkan sebagai wadah yang menampung rasa cinta dan
benci, berkehendak dan menolak. Bahkan hati dinilai mampu melahirkan
ketenangan ataupun kegelisahan. Adapun pada makna berikutnya, di mana
kata Syifa’ secara khusus yang dimaksud dalam Al-Qur’an hanya sebagian
ayat atau surat yang menggambarkan tentang obat dan penyembuh bagi
hambanya, dan ini sesuai dengan surat al-Isra’ ayat 82 yang bunyinya
sebagai berikut:
Artinya: “Dan kami menurunkan sebagian dari Al-Qur’an
sebagai obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”12
Berdasarkan pemaparan di atas, telah kita ketahui bahwa fungsi Al-
Qur’an salah satunya adalah sebagai Syifa’ atau obat penyembuh bagi yang
sakit. Namun yang menjadi menarik untuk selanjutnya dibahas secara lebih
11 Ibid., 78 12 Ibid., 82.
8
mendalam adalah ketika masa pandemi ini, dimana Al-Qur’an dapat
menjalankan perannya sebagai Syifa’ bagi umat manusia. tentu untuk dapat
menjawab itu dibutuhkan penafsiran atau pemaparan yang sesuai dengan
konteks yang terjadi saat ini.
Para ulama terdahulu telah memiliki suatu metodologi sebagai suatu
upaya mendialogkan Al-Qur’an dan Hadis dalam konteks mereka. Akan
tetapi ketika suatu metode itu dibawa kepada konteks yang berbeda, metode
itu bisa jadi tidak mampu lagi mendialogkan keduanya sebagaimana
kebutuhan konteks yang baru. Bahkan langkah mundur jika problem-
problem kontemporer dewasa ini dipecahkan dengan metode orang-orang
dulu yang jelas berbeda dengan problem saai ini. Hal tersebut sudah tentu,
menuntut adanya metode penafsiran baru yang sesuai dengan
perkembangan situasi sosial, budaya, ilmu pengetahuan dan peradaban
manusia. dan ini menurut Amin Abdullah merupakan solusi untuk
menjembatani kebuntuan dan krisis Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang kurang
relevan dengan konteks dan semangat zaman sekarang ini.13
Salah satu metode penafsiran baru yang akan penulis angkat pada
tulisan ini adalah sebuah metode yang dicetuskan atau ditawarkan oleh
Fazlur Rahman, seorang pemikir dan tokoh intelektual Islam kontemporer
yang terkemuka, lahir di Pakistan pada tahun 1919 M. Kepiawaiannya
tercermin dari gagasan-gagasan yang di apresiasikan dalam sejumlah buku
13 Mukhamad Saifunnuha, “Aplikasi Teori Penafsiran ‘Double Movement’ Fazlur Rahman
Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qital Dalam Al-Qur’an”, Skripsi (Salatiga: Program
Sarjana IAIN Salatiga, 2018), 20.
9
dan artikel, mulai dari persoalan filsafat, teologi, mistik, yang tidak syak
lagi, membutuhkan penafsiran baru terhadap kandungan Al-Qur’an.
Tantangan kehidupan moderen dan kontemporer mengharuskan Fazlur
Rahman untuk berfikir keras dalam menemukan preskripsi demi mengatasi
masalah-masalah kehidupan yang muncul, menyadarkannya untuk
mengkaji ulang beberapa pandangan yang baku di kalangan umat Islam,
tetapi tidak akomodatif bahkan “sulit” diaplikasikan dalam masyarakat.
Fazlur Rahman memandang perlu diupayakannya reinterpretasi Al-Qur’an.
Dalam hal ini, beliau menawarkan metode tafsir kontemporer yang berbeda
dengan metode-metode tafsir era sebelumnya. Metode tafsir yang memiliki
nuansa “unik” dan menarik untuk dikaji secara intensif, yaitu metode yang
populer dengan nama “Double Movement” (Gerakan Ganda).14
Menurut Fazlur Rahman, ayat-ayat Al-Qur’an tidak bisa dipahami
secara literal (harfiah) begitu saja sebagaimana yang dipahami oleh para
mufassir klasik. Baginya, memahami Al-Qur’an dengan cara mengambil
makna harfiahnya tidak saja akan menjauhkan seseorang dari petunjuk yang
ingin diberikan oleh Al-Qur’an, namun lebih jauh lagi, merupakan upaya
pemerkosaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri. Bagi Rahman, pesan
yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh Al-Qur’an bukanlah makna
yang ditunjukkan oleh ungkapan harfiah suatu ayat, melainkan nilai moral
yang ada “di balik” ungkapan literatur tersebut. Oleh karenanya, ayat-ayat
14 Rodiah, dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep (Yogyakarta: eLSAQ Press,2010), 2-
3.
10
Al-Qur’an harus lebih dipahami dalam kerangka pesan moral yang
dikandungnya. Untuk mengetahui pesan moral sebuah ayat Al-Qur’an,
Rahman memandang penting situasi dan kondisi historis yang
“melatarbelakangi” pewahyuan ayat-ayat Al-Qur’an. Situasi dan kondisi
historis ini bukan hanya sekedar apa yang dikenal dalam ilmu tafsir sebagai
Asbāb al-Nuzul, tetapi jauh lebih luas dari itu. Bagi Rahman ayat-ayat Al-
Qur’an adalah pernyataan moral, religius dan sosial Tuhan untuk merespon
apa yang terjadi dalam masyarakat. Ayat-ayat tersebut menurut Fazlur
Rahman memiliki apa yang disebut sebagai “ideal moral” yang harus
dijadikan acuan untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an.15
Sebagaimana dikemukakan di atas, metode tafsir yang ditawarkan
Fazlur Rahman adalah merupakan proses penafsiran Al-Qur’an yang
bermuara pada gerakan ganda. Yakni, dari situasi kontemporer menuju era
Al-Qur’an di turankan, lalu kembali lagi ke masa sekarang. Elaborasi
definitif metode gerakan ganda ini adalah sebagai berikut:
Gerakan pertama, bertolak dari situasi kontemporer menuju ke era
Al-Qur’an diwahyukan, dalam pengertian bahwa perlu dipahami arti atau
makna dari sesuatu pernyataan dengan cara mengkaji situasi atau problem
historis di mana pernyataan Al-Qur’an tersebut hadir sebagai jawaban.
Dengan kata lain, memahami Al-Qur’an sebagai suatu totalitas di samping
sebagai ajaran-ajaran spesifik yang merupakan respon terhadap situasi-
15 Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode
Klasik Hingga Kontemporer (Yogyakarta: Nun Pustaka, 2013), 104-105.
11
situasi spesifik. Kemudian, respon-respon yang spesifik ini digeneralisir dan
dinyatakan sebagai pernyataan-pernyataan yang mempunyai tujuan-tujuan
moral umum yang dapat “disaring” dari ayat-ayat spesifik yang berkaitan
dengan latar belakang sosio historis dan ratio legis yang diungkapkan.
Selama proses ini, perhatian harus diberikan pada arah ajaran Al-Qur’an
sebagai suatu totalitas sehingga setiap arti atau makna tertentu yang
dipahami, setiap hukum yang dinyatakandan setiap tujuan atau sasaran yang
diformulasikan akan bertalian dengan lainnya. Ringkasnya, pada gerakan
pertama ini, kajian diawali dari hal-hal yang spesifik dalam Al-Qur’an,
kemudian menggali dan mensistematisir prinsip-prinsip umum, nilai-nilai
dan tujuan jangka panjangnya.16
Selanjutnya, gerakan kedua, dari masa Al-Qur’an diturunkan
(setelah menemukan prinsip-prinsip umum) kembali lagi ke masa sekarang.
Dalam pengertian bahwa ajaran-ajaran (prinsip) yang bersifat umum
tersebut harus ditubuhkan dalam konteks sosio historis yang konkrit di masa
sekarang. Untuk itu perlu dikaji secara cermat situasi sekarang dan dianalisa
unsur-unsurnya sehingga situasi tersebut bisa dinilai dan diubah sejauh yang
dibutuhkan serta ditetapkan prioritas-prioritas baru pula. Gerakan kedua ini
juga akan berfungsi sebagai pengoreksi hasil-hasil dari pemahaman dan
penafsiran yang dilakukan pada gerakan pertama. Kerena jika hasil-hasil
pemahaman itu tidak bisa diterapkan pada situasi sekarang, itu artinya telah
terjadi kegagalan dalam menilai situasi sekarang dengan tepat atau
16 Rodiah, dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep.., 11.
12
kegagalan dalam memahami Al-Qur’an. Karena, adalah mustahil bahwa
sesuatu yang dulunya bisa dan sungguh-sungguh telah terealisir dalam
tatanan secara spesifik (masyarakat Arab) di masa lampau tidak bisa
direalisasikan dalam konteks sekarang. Ini dilakukan dengan jalan
mempertimbangkan perbedaan “dalam hal-hal spesifik yang ada pada
situasi sekarang” yang mencakup baik pengubahan aturan-aturan di masa
lampau sehingga selaras dengan tuntutan situasi sekarang (sejauh tidak
melanggar prinsip-prinsip umum di masa lampau) maupun mengubah
situasi sekarang sepanjang diperlukan hingga sesuai dengan prinsip-prinsip
umum tersebut.17
Dengan metode analisis yang digagas oleh Fazlur Rahman, yaitu
metode Double Movement, penulis memiliki keyakinan bahwa ayat-ayat
Syifa’ dalam Al-Qur’an atau fungsi Al-Qur’an sebagai Syifa’ itu dapat
dipahami dan diambil manfaatnya lebih jauh lagi sesuai dengan keadaan di
masa sekarang, karena dalam teorinya tersebut, Rahman senantiasa ingin
mendialogkan Al-Qur’an dan Hadis yang sifatnya terbatas dengan konteks
perkembangan dan permasalahan zaman yang selalu dinamis dan tidak
terbatas. Termasuk upaya untuk menggali solusi ditengah pandemi penyakit
yang sedang berlangsung saat ini.
B. Batasan dan Rumusan masalah
Untuk menghindari pembahasan yang melebar, dan berdasarkan
pada pemaparan di atas, penulis membatasi penelitian ini pada ruang
17 Ibid., 12.
13
lingkup persoalan bagaimanakah Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai Syifa’
yang akan diketahui melalui kajian ayat-ayat Syifa’ dalam Al-Qur’an.
Adapun pokok masalah yang akan dijadikan acuan dalam penelitian
ini berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah Aplikasi teori Double Movement Fazlur Rahman
terhadap ayat-ayat Syifa’ dalam Al-Qur’an?
2. Bagaimanakah relevansi motode Double Movement Fazlur Rahman
terhadap pemahaman Al-Qur’an sebagai Syifa’ di masa pandemi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna Al-Qur’an sebagai Syifa’.
2. Untuk mengetahui pengaplikasian teori Double Movement Fazlur
Rahman terhadap pemahaman ayat-ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui relevansi aplikasi teori Double Movement Fazlur
Rahman terhadap fungsi dan pemahaman Al-Qur’an sebagai Syifa’
dalam masa pandemi.
Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
14
a. Untuk menambah khazanah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan bagi para pembaca tentang salah satu fungsi
Al-Qur’an yaitu sebagai Syifa’.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi
penelitian selanjutnya.
c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pemikiran dan menambah bahan pustaka di IAIN Salatiga,
khususnya dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
d. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lainnya untuk
melakukan penelitian yang lebih luas dan lengkap serta
mendetai di lain kesempatan.
2. Secara Praktis
a. Agar kaum muslimin atau siapapun yang membaca tulisan
ini dapat memperoleh manfaat dan dapat menjadi salah satu
sumber bacaan dalam rangka menggali solusi dari
permasalah hidup yang ada.
b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi jalan alternatif
kepada kaum muslim dalam menyikapi salah satu fungsi Al-
Qur’an sebagai Syifa’ yang selanjutnya dapat diambil
manfaatnya bagi kehidupan, untuk membentengi diri dari
setiap penyakit, baik penyakit ruhani atau jasmani.
Terkhusus jika kaum muslim dalam keadaan pandemi seperti
covid-19 yang sedang berlangsung saat ini.
15
D. Kajian pustaka
Studi tentang pembahasan Syifa’ sebagai salah satu fungsi Al-
Qur’an telah beberapa kali penulis temui. Namun untuk kajian yang khusus
membahas fungsi Al-Qur’an sebagai Syifa’ terkhusus menggali peran dan
fungsinya dalam masa pandemi belum penulis temukan.
Untuk menghindari kesamaan pembahasan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya, penulis menelusuri kajian-kajian yang telah dahulu
dilakukan atau memiliki kesamaan di beberasa sisi. Diantara kajian
terdahulu terkait pembahasan makna Syifa’ dalam Al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
Sebuah buku yang ditulis oleh Ahmad Faidi yang berjudul “Ayat-
Ayat Syifa’: Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis”. Buku tersebut
membahas tentang ayat-ayat Syifa’ sebagai terapi psikologis. Salah satu
penyakit ruhani yang sering kali memicu munculnya penyakit-penyakit lain
bagi manusia, yaitu adalah “kegelisahan” atau dalam istilah psikologi
disebut sebagai anexiety disorder. Yang pada dasarnya, perasaan gelisah
merupakan perasaan yang wajar dimiliki oleh siapa saja. Namun jika
dibiarkan berkelanjuan akan menjadi gangguan yang bisa merusak mental
dan kesehatan tubuh manusia.18
Sebuah buku karya Ilyas Sumpena yang berjudul “Hermeneutika Al-
Qur’an”. Buku tersebut membahas tentang konsep hermeneutika Al-Qur’an
18 Ahmad Faidi, Ayat-Ayat Syifa: Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis (Salatiga: LP2M
IAIN Salatiga, 2018).
16
dalam pandangan Fazlur Rahman serta menjabarkan cukup lengkap tentang
konsep dan bangunan pemikiran Fazlur Rahman.19
Tulisan lain yang membahas tentang Al-Qur’an sebagai Syifa’
penulis temukan dalam sebuah jurnal. Yaitu tulisan karya Masruri Sukmal,
Syamsuwir, Inong Satriadi, yang berjudul Syifa’ Dalam Perspektif Al-
Qur’an. Tulisan ini membahas seputar penelitian Al-Qur’an sebagai Syifa’
untuk mengetahui dan menjelaskan bentuk pengobatan Islami berdasarkan
ayat-ayat al-Quran. Dari hasil penelitian ini penulis menunjukkan bahwa
dalam Al-Qur’an terdapat penawar (Syifa’) bagi segala macam bentuk
penyakit orang-orang beriman. Adapun cara memcegah penyakitnya yaitu
dengan metode Neurofisiologi Al-Qur’an, yaitu dengan mendengarkan
bacaan Al-Qur’an dan dengan metode Relaksasi Transendensi yaitu
relaksasi jiwa dengan membaca Al-Qur’an. Sedangkan cara penerapan Al-
Qur’an sebagai obat yaitu dengan metode Ruqyah, memperbanyak zikir
kepada Allah, mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan memperbanyak berdo’a
kepada Allah.
Sebuah artikel yang membahas tentang Al-Qur’an sebagai Syifa’
adalah karya Muchlis M Hanafi. Yang berjudul QUR’ANIC IMMUNITY,
Prospek dan Tantangan Al-Qur’an Sebagai Obat Di Masa Pandemi. Artikel
ini juga disampaikan dalam acara Webinar Nasional yang diselenggarakan
oleh Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Institut Agama Islam Negeri
Salatiga, pada hari rabu, tanggal 10 juni 2020. Tulisan ini mengangkat
19 Ilyas Sumpena, Hermeneutika Al-Qur’an (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014).
17
penafsiran ayat-ayat Syifa’, apakah Al-Qur’an dapat menjadi alternatif saat
terjadi serangan wabah penyakit.20
Penelitian Siti Robikah dalam skripsinya yang berjudul “Aplikasi
Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Pemahaman
Ahli Kitab Dalam Al-Qur’an”. Penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif yang menitik beratkan pada telaah kepustakaan (Library
Research) dengan analisis deskriptif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengaplikasikan teori Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman
dalam memahami term ahli kitab dalam Al-Qur’an.21
Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Saifunnuha dalam
skripsinya yang berjudul Aplikasi Teori Penafsiran “Double Movement”
Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qital Dalam Al-
Qur’an. Jenis penelitian ini adalah Library Research yaitu penelitian
dengan mengumpulkan data-data, menelaah buku-buku dan literatur yang
berkaitan dengan topik penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
ayat-ayat Qital dengan metode Double Movement Fazlur Rahman. Dengan
terlebih dahulu penelitian ini memfokuskan pada pemaknaan kata qital
dalam Al-Qur’an.Setelah didapatkan makna qital beserta semua derivasinya
20 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020). 21 Siti Robikah, “Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman Terhadap
Pemahaman Ahli Kitab Dalam Al-Qur’an”, Skripsi (Salatiga: Program Sarjana IAIN Salatiga,
2018).
18
dalam Al-Qur’an; yaitu berarti perang atau memerangi, kemudian penulis
paparkan ayat-ayat qital.22
E. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (liberary research)
dengan analisis deskriptif. Penulis mengumpulkan tulisan dan buku
yang berkaitan dengan tema kemudian menerapkan pemikiran tokoh
tersebut untuk menjawab problematika yang menjadi latar belakang
adanya penelitian. Jenis metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang sedang diteliti
dengan menggambarkan keadaan obyektif di masa sekarang dengan
fakta-fakta yang nampak sebagaimana adanya.
Adapun sumber data yang dikumpulkan terdiri dari sumber-
sumber primer dan sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah merupakan sumber data
utama dalam penelitian. Adapun sumber data primer yang
penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Al-Qur’an al-Karim
sebagai sumber pokok. Kitab tafsir Al-Mishbah karya M
Quraish Shihab, Buku karya Ilyas Sumpena berjudul
22 Mukhamad Saifunnuha, “Aplikasi Teori Penafsiran ‘Double Movement’ Fazlur Rahman
Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qital Dalam Al-Qur’an”, Skripsi (Salatiga: Program
Sarjana IAIN Salatiga, 2018).
19
“Hermeneutika Al-Qur’an”. Dan buku-buku lain yang
membahas tentang metode dan pemikiran Fazlur Rahman.
b. Sumber data sekunder
Adapun sumber data sekunder yang digunakan untuk
melengkapi sumber data primer diantaranya adalah; Syifa’
Dalam Perspektif Al-Qur’an karya Musri Sukmal, Syamsuwir,
dan Inong Satriadi. Buku karya Ahmad Faidi yang berjudul
“AYAT-AYAT SYIFA: Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis”.
Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an
Periode Klasik Hingga Kontemporer karya Abdul Mustaqim,
Jurnal karya Rifki Ahda Sumantri yang berjudul “Hermeneutika
Al-Qur’an Fazlur Rahman Metode Tafsir Double Movement”.
Tulisan karya Muchlish M Hanafi yang berjudul “Qur’anic
Immunity; Prospek dan Tantangan Al-Qur’an Sebagai Obat Di
Masa Pandemi”, tulisan ini sekaligus disampaikan dalam acara
Webinar yang di selenggarakan oleh Program Studi Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir, IAIN Salatiga pada hari rabu, tanggal 10 juni
2020, dan lain-lain seperti skripsi, thesis, jurnal dan sebagainya
yang memiliki relevansi dengan pokok masalah yang dikaji
dalam penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
20
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk
keperluan penelitian.23 Dengan demikian, maka langkah utama dalam
penelitian adalah mendapatkan data. Mengingat penelitian ini adalah
penelitian pustaka, maka penulis melakukan penghimpunan buku-buku,
artikel, jurnal, dan literatur lainnya yang berkaitan dengan judul
penelitian ini, yang selanjutnya akan diklasifikasikan berdasarkan
bahasan tema dan akan dibahas sesuai dengan sistematika pembahasan.
3. Metode Analisis Data
Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan pendekatan tematik (Maudhu’i), yaitu dengan
menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan Syifa’. Kemudian ayat-
ayat tersebut diklasifikasikan berdasarkan judul sub bab yang tercakup
pada tema.
4. Pendekatan Dalam Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan historis dengan
menggunakan analisis Double Movement Fazlur Rahman, dengan
melihat konteks dulu dan sekarang yang nantinya akan didapatkan hasil
akhir penafsiran yang sesuai dengan problematika dalam konteks masa
kini. Dan di akhir pembahasan akan diambil kesimpulan sebagai
jawaban dari rumusan masalah.
23 Neni Hasnunidah, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Media Akademi,
2017), 87.
21
F. Sistematika penulisan
Mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Ushuluddin,
Adab dan Humaniora IAIN Salatiga, sistematika penulisan skripsi hasil
penelitian pustaka terdiri dari tiga bagian utama, yaitu awal, inti dan bagian
akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lambang berlogo, judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, moto dan
persembahan, kata pengantar,abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar
dan daftar lampiran.
Bagian inti dan bagian akhir dalam penelitian ini tersusun menjadi
lima bab dengan rincian sebagai berikut :
BAB I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab pertama
merupakan gambaran awal tentang laporan penulisan ini.
BAB II memaparkan sejarah hidup Fazlur Rahman dan penjelasan
teori Double Movement-nya.
BAB III memaparkan pengertian Syifa’ secara umum, kajian ayat-
ayat Syifa’, penjelasannya dalam kitab tafsir serta pembahasan asbab an-
nuzulnya.
BAB IV yaitu, kontekstualisasi ayat-ayat Syifa’ menggunakan teori
Double Movement terhadap permasalahan wabah atau pandemi yang sedang
berlangsung saat ini di seluruh dunia.
22
BAB V merupakan bagian akhir atau penutup yang berisi
kesimpulan dari seluruh rangkaian yang telah dipaparkan dan merupakan
jawaban atas permasalahan yang ada. Bab ini juga berisi saran-saran dari
penulis terkait hasil penelitian dan menunjukkan hasil akhir dari penelitian
yang telah di lakukan.
23
BAB II
KAJIAN TEORI TAFSIR FAZLUR RAHMAN
A. Riwayat Hidup Fazlur Rahman
Fazlur Rahman dilahirkan pada hari Minggu, 21 September 1919 M, di
sebuah daerah yang bernama Hazara, barat laut Pakistan. Ayahnya bernama
Maulana Syahab al Din dan nama keluarganya adalah Malak. Ia dibesarkan
dalam sebuah lingkungan keluarga muslim yang taat, yang mempraktekkan
ajaran fundamental Islam seperti, shalat, puasa dan sebagainya. Maka tidak
heran jika Fazlur Rahman pada waktu berusia 10 tahun telah menguasai teks al-
Qur’an di luar kepala. Orang yang sangat berjasa dalam menanamkan dan
membentuk kepribadiannya adalah ayah dan ibunya sendiri. Ayahnya adalah
seorang alim yang bermadzhab Hanafi yang berlatar belakang pendidikan dari
Deoband, sebuah madrasah tradisional terkemuka di anak benua Indo-Pakistan
saat itu. Tidak seperti kebanyakan ulama di zamannya yang menentang dan
menganggap pendidikan modern dapat meracuni keimanan dan moral, Maulana
Syahab meyakini bahwa Islam harus menghadapi realitas kehidupan modern,
tidak saja sebagai sebuah tantangan tetapi juga merupakan kesempatan.
Keyakinan inilah yang kelak dipraktekkan ayahnya pada diri Fazlur Rahman
dan bahkan terus bertahan sampai akhir hayat nya. Sementara ibunya sangat
berperan dalam menanamkan nilai-nilai kebenaran, kasih sayang dan kejujuran,
terutama nilai cinta yang ditancapkan pada Fazlur Rahman sewaktu kecil.24
24 Rodiah, dkk, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep..., 3.
24
Ketika Fazlur Rahman berusia 14 tahun keluarganya pindah ke Lahore, di
sana Fazlur Rahman menerima pendidikan modern. Pada tahun 1940, dia
menyelesaikan sarjana muda (B.A) dalam jurusan Bahasa Arab di Universitas
Punjab. Dua tahun kemudian ia memperoleh gelar Master of Art (M.A) dalam
jurusan dan universitas yang sama. Pada tahun 1946 M, ia melanjutkan studi
pada program Doctoral (Ph.D Program) di Universitas Oxford, Inggris. Pada
program ini Fazlur Rahman berkonsentrasi pada kajian Filsafat Islam. Ia
menyelesaikan studi Doktornya dalam waktu 3 tahun (1946-1949) dengan
desertasi yang berjudul Avicenna’s Psychology di bawah bimbingan Prof.
S.Van Den Bergh dan H.A.R. Gibb. Pada saat kuliah di Oxford ia memiliki
kesempatan mempelajari bahasa-bahasa barat, sehingga ia dapat menguasai
bahasa Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu. Hal itu sangat
berguna untuk memperdalam dan memperluas keilmuannya, terutama dalam
studi-studi Islam melalui penelusuran literatur-literatur keislaman yang ditulis
para orientalis dalam bahasa-bahasa mereka. Dengan pengalamannya, ia tidak
bersikap apologetik, tetapi justru lebih memperlihatkan penalaran objektif.25
Setelah selesai kuliah di Oxford University, ia tidak langsung pulang ke
negerinya, Pakistan. Ia mengajar beberapa tahun di Durham University, Inggris.
Selanjutnya di Institute of Islamic Studies, McGill University, Kanada. Ketika
di Durham University dia berhasil menyelesaikan karya orisinilnya dengan
25 Ibid., 4.
25
judul Prophecy in Islam:Philosophy and Ortodoxy. Pada tahun 1960-an
Rahman pulang ke negerinya, Pakistan. Dua tahun kemudian dia ditunjuk
sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah sebelumnya menjabat sebagai
staf di lembaga tersebut. Selama kepemimpinannya lembaga ini berhasil
menerbitkan dua jurnal ilmiah, Islamic Studies dan Firk u-Nazr (berbahasa
Urdu). Pada tahun 1964, Rahman ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasihat
Ideologi Islam Pemerintah Pakistan setelah beberapa saat sebelumnya dia
melepaskan jabatannya selaku Direktur Lembaga Riset Islam. Setelah melepas
kedua jabatannya di Pakistan, Rahman hijrah ke Barat. Dia diterima sebagai
tenaga pengajar di Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat.
Kemudian pada tahun 1969 dia menjabat sebagai guru besar kajian Islam dalam
berbagai aspeknya di Departement of Near Eastern Languages ang Civilization,
University of Chicago. Rahman menetap di Chicago kurang lebih selama 18
tahun, sampai meninggal dunia pada 26 Juli 1988.26
1. Masa Berkiprah Di Pakistan
Ketika Fazlur Rahman masih berada di Barat. Ada sebuah surat
panggilan yang dilayangkan kepadanya dari pemerintah pakistan,
dimana Pakistan pada waktu itu dipimpin oleh Sultan Ayyub Khan,
meminta agar Rahman kembali ke negaranya. Pada akhirnya Rahman
mengabulkan permintaan tersebut. Setibanya di Pakistan, ia ditunjuk oleh
Sultan Ayyub Khan sebagai Direktur Lembaga Riset Islam dan sebagai
26 N Nafisatur Rofiah, “Poligami Perspektif Teori Double Movement Fazlur Rahman”,
Jurnal Mukadimah, DOI:10.30743, (Februari 2020): 2-3.
26
Anggota Penasihat Ideologi Pemerintahan Pakistan. Dan kedua jabatan
penting itulah yang telah memberi peluang kepada Rahman untuk terlibat
secara intens dalam memberikan definisi “Islam” bagi negaranya yang
baru beberapa tahun lepas dari penjajahan Inggris dan khususnya ikut
memberi jawaban-jawaban yang dibutuhkan kaum muslimin saat itu.
Namun Rahman juga dihadapkan pada perselisihan-perselisihan tentang
Islam di negaranya, yang terdiri dari kubu Tradisionalis, Sekularis, dan
Fundamentalis serta kalangan Modernis sendiri.27
Kaum Tradisionalis berpandangan bahwa hanya para ulama saja
yang berwenang dalam menafsirkan hukum. Karena itulah, hukum fikih
harus diterapkan pemerintah dibawah nasihat para ulama. Mereka
menghendaki hukum fikih yang dihasilakn dalam sejarah Islam oleh para
ulama melalui deduksi dari Al-Qur’an dan sunah Nabi harus
diberlakukan di Pakistan.28
Sedangkan kubu sekularis juga menuntut Pakistan menjadi negara
sekular modern, yang menggunakan konstitusi parlementer modern
tanpa rujukan prinsip-prinsip Islam. Meskipun kelompok ini jumlahnya
minoritas, namun peranannya dalam perdebatan-perdebatan
konstitusional tidak boleh diremehkan. Posisi kubu sekularis ini
mengambang di antara kaum Tradisionalis dan Fundamentalis di satu
pihak, serta kubu Modernis di pihak lain. Perbedaan pandangan diantara
27 Jazim Hamidi, et.al., Metodologi Tafsir Fazlur Rahman Terhadap Ayat-Ayat Hukum dan
Sosial, (Malang: Universitas Brawijaya Press, 2013), 16. 28 Ibid., 16
27
mereka lalu masuk ke dalam perdebatan sengit ketika merumuskan
undang-undang oleh majlis konstituante. Permasalahn-permasalahan
yang diperdebatkan meliputi hal-hal yang sifatnya mendasar seperti
pengertian negara Islam, kedaulatan, keadilan, prinsip kesejahteraan
sosial. Kontroversi-kontroversi persoalan tersebut sering memuncak, dan
tidak jarang menimbulkan berbagai teror dan kasi fisik, sehingga dapat
mengancam segi-segi keamanan negara. Di saat kondisi seperti itulah
Fazlur Rahman muncul dengan mengemukakan gagasan pembaruannya,
yang mewakili sudut pandang kubu Modernis. Ketika mengemukakan
gagasannya tersebut, Fazlur Rahman lebih memiliki metodologi yang
sistematis dibandingkan dengan kubu Modernis, sehingga ia dikenal
sebagai pelopor Neo-Modernis.29
2. Masa Berkiprah di Chicago
Pada periode atau masa berkiprahnya di Pakistan, Fazlur Rahman
belum secara terang terangan menyatakan diri terlibat langsung dalam
arus pembaharuan pemikiran Islam, maka pada periode atau masa
berkiprahnya di Chicago ini dia mendeklarasikan dirinya sebagai juru
bicara Noe-Modernis dan dia terlibat langsung dalam kajian Islam
normatif yang didukung dengan suatu Metodologi Tafsir Sistematis.30
Fazlur Rahman hijrah ke Chicago pada tahun 1970-an, di sana beliau
menjabat sebagai Guru besar kajian Islam dan berbagai aspek pada
29 Ibid., 17. 30 Suarni, “Pembaharuan Pemikiran Keagamaan: Studi Terhadap Pemikiran Keagamaan
Fazlur Rahman”, Jurnal Subtantia, (Vol. 18, No. 1, April/2016), 104.
28
Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University of
Chicago. Sedangkan mata kuliah yang diajarkan meliputi pemahaman
Al-Qur’an, filsafat Islam, tasawuf, hukum Islam, pemikiran politik Islam,
Modernisme Islam, kajian-kajian tentang Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah,
Syeh Wali Allah dan Iqbal. Negara barat adalah terkenal dengan negara
yang menjunjung tinggi kebebasan berfikir, sehingga ia merasa di
Chicago akan banyak menyediakan dan mendorong untuk lebih
meningkatkan vitalitas kerja intelektual yang lebih sempurna. Hal ini
terbukti bahwa pada periode ini, Rahman lebih banyak menulis karya-
karya intelektualnya baik berbentuk buku atau maupun artikel-artikel, ia
juga sering diundang untuk memberi ceramah dalam berbagai seminar
internasional. Setelah kepindahannya ke Chicago, Fazlur Rahman
merasa telah memperoleh kebebasan intelektual, dan disanalah ia
menyusun pemikiran-pemikiran tentang pembaruan dalam Islam, dan di
sana pula banyak mahasiswa dari berbagai negara muslim belajar Islam
dengannya. Dan karya-karyanya mencakup hampir semua studi Islam.
Sampai beliau wafat akibat serangan jantung pada tanggal 26 Juli 1988.31
B. Tanggapan Kritis Fazlur Rahman Terhadap Metode Tafsir Klasik
Pada masa kontemporer, metode Al-Qur’an yang berkembang sudah
sangat beragam. Fazlur Rahman misalnya, menggagas apa yang disebut-nya
sebgai metode “Tafsir Kontekstual”. Menurutnya Rahman, ayat-ayat Al-
31 Jazim Hamidi, et.al., Metodologi Tafsir Fazlur Rahman.., 20-21.
29
Qur’an tidak bisa dipahami secara literal (harfiah) begitu saja sebagaiman
yang dipahami oleh mufassir klasik. Baginya, memahami Al-Qur’an dengan
cara mengambil makna harfiahnya tidak saja akan menjauhkan seseorang
dari petunjuk yang ingin diberikan oleh Al-Qur’an, namun lebih jauh lagi,
merupakan upaya pemerkosaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri.
Bagi Fazlur Rahman, pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh Al-
Qur’an bukanlah makna yang ditunjukkan oleh ungkapan harfiah suatu ayat,
melainkan nilai moral yang ada “di balik” ungkapan literal tersebut. Oleh
karenanya, ayat-ayat Al-Qur’an harus lebih dipahami dalam kerangka pesan
moral yang dikandungnya.32
Fazlur Rahman melihat bahwa persoalan metodologi interpretasi
tidak dibicarakan secara adil oleh kaum muslimin. Akibatnya, kekuatan
menggugah dari pesan ketuhanan yang dibawa Muhammad SAW. secara
efektif telah lenyap. Ia mengatakan , “ada suatu kesalahan umum dalam
memahami pokok-pokok keterpaduan Al-Qur’an yang berpasangan dengan
ketegaran praktis untuk berpegang pada ayat-ayat (Al-Qur’an) secara
terisolasi.”33
Fazlur Rahman mengkritisi bahwa metode tafsir klasik cenderung
menggunakan pendekatan dalam menginterpretasikan Al-Qur’an secara
parsial/terpisah-pisah dan sepotong-sepotong. Sehingga mengakibatkan
persoalan yang dihadapi bukannya selesai, tetapi justru menimbulkan
32 Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir..., 104. 33 Yayan Rahtikawati, Dadan Rusman, Metodologi Tafsir Al-Qur’an..., 471.
30
persoalan baru. Para mufassir telah menerapkan penafsiran ayat per ayat
sesuai kronologinya dalam mushaf, kendati terkadang merujuk pada ayat
yang lain, hal ini sayangnya tidak dilakukan secara sistematis.34
Fazlur Rahman juga menilai bahwa selama berabad-abad
berbagai upaya telah dilakukan, namun para sarjana dan ulama belum
menghasilkan suatu teori penafsiran yang memuaskan. Ia berasumsi bahwa
diperlukan metode-metode baru yang menemukan prinsip-prinsip
kontemporer dari Al-Qur’an. Metode yang memiliki jangkauan lebih dari
sekedar menggunakan analogi (qiyas) tradisional. karena metode ini gagal
dalam menemukan prinsip-prinsip umum Al-Qur’an dan sering
menggeneralisasikan prinsip-prinsip khusus dengan mengorbankan prinsip-
prinsip umumnya. Tanpa sikap dan orientasi baru maka pemahaman
kontemporer bagi kitab yang abadi tersebut tampaknya tidak bisa
dikembangkan. Ringkasnya, untuk melakukan penafsiran ulang Al-Qur’an
yang mampu memenuhi tuntutan kontemporer tersebut diperlukan
seperangkat metodologi yang sistematis dan komprehensif.35
Fazlur Rahman juga mengemukakan kekecewaan terhadap kaum
modernis yang tidak mampu menawarkan metodologi penafsiran yang
handal dalam mengatasi problem umat Islam era kontemporer. Metode yang
mereka tawarkan cenderung bersifat mempertahankan islam sambil
mengadopsi tradisi modern. Format yang paling umum dari metode ini
34 Rifki Ahda Sumantri, “Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman Metode Tafsir Double
Movement”, Komunika (Vol. 7 No.1, Januari-Juni/2013), 6. 35 Rodiah, Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep..., 7-8.
31
adalah mencoba menafsirkan ayat-ayat atau hadis secara individual
berdasarkan subyektivitas dan tidak jarang kecenderungan pribadi
mengemuka dengan berbagai keyakinan dan praktek barat modern. Metode
yang tidak jauh berbeda juga diterapkan dengan cara merujuk kepada
beberapa otoritas tradisional demi memperkuat suatu penafsiran yang
diperoleh berdasarkan pemikiran modern.36
C. Karya-Karya Fazlur Rahman
Pada periode awal perjalanan intelektualnya, ada tiga karya besar
yang disusun Fazlur Rahman, yaitu:
1. Avicenna’s Pshichology (1952)
2. Avicenna’s De Anima (1959)
3. Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958)
Dua yang pertama, Avicenna’s Pshichology (1952) dan Avicenna’s
De Anima (1959), merupakan terjemahan dan suntingan karya Ibnu Sina
(Avicenna). Sementara yang terakhir, Prophecy in Islam: Philosophy and
Orthodoxy (1958), mengupas perbedaan doktrin kenabian antara yang
dianut oleh para filosof dengan yang dianut oleh kaum ortodoksi. Untuk
melacak akar pemikiran filsafat Islam, Fazlur Rahman mengambil sampel
dua folosof ternama yaitu al-Farabi (870-950) dan Ibnu Sina (980-1037).
Dia mengupas pandangan kedua filosof tersebut tentang wahyu kenabian
pada tingkat intelektual, proses psikologis wahyu tehnis atau imajinatif,
36 Rifki Ahda Sumantri, Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman..., 7.
32
doktrin mukjizat dan konsep dakwah dan syari’ah. Untuk mewakili
pandangan ortodoksi, Fazlur Rahman menelusuri pemikiran Ibnu Hazm,
al-Ghazali, al-Syahrastani, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun.. dari
pelacakan tersebut, Fazlur Rahman menyimpulkan bahwa ada kesepakatan
aliran ortodoksi dalam menolak pendekatan intelektualis-murni para
filosof terhadap fenomena kenabian. Hasil dari penelusuran tersebut
mengantarkan Fazlur Rahman sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada
perbedaan mendasar antara posisi filosof Muslim dan Ortodoksi. Dalam
periode pertama ini, Fazlur Rahman belum memberikan perhatian serius
terhadap kajian-kajian Islam normatif. Akan tetapi kajiannya lebih ke arah
Islam historis.37
Pada periode selanjutnya, yaitu periode kedua bagi Fazlur Rahman
ketika berkiprah di pakistan, Fazlur Rahman melahirkan karyanya berjudul
Islamic Methodology in History (1965). Dalam buku ini, Fazlur Rahman
memperlihatkan adanya evolusi historis perkembangan empat prinsip
dasar (sumber pokok) pemikiran Islam: Al-Qur’an, Sunnah, Ijtihad, dan
Ijma’. Serta peran aktual empat prinsip dasar (Al-Qur’an, Sunnah, Ijtihad,
dan Ijma’) dalam perkembangan sejarah Islam. Dalam buku tersebut
Rahman Fazlur Rahman memaparkan dan membuktikan adanya eksistensi
Sunnah Nabi. Hal ini sengaja dilakukan oleh Rahman untuk menyangkal
pendapat orientalis (Barat) yang menolak adanya Sunnah Nabi yang sudah
eksis pada awal Islam. Kemudian dalam bab selanjutnya Rahman
37 Suarni, Pembaharuan Pemikiran Keagamaan..., 103.
33
mengembangkan adanya Sunnah dan Hadi, serta memaparkan
perkembangan-perkembangan Post-Formatif dalam Islam dan Ijtihad pada
abad-abad kemudian serta perubahan sosial dan Sunnah di masa lampau.38
Buku kedua yang ditulis Fazlur Rahman pada periode kedua ini adalah
Islam (1966). Buku ini dipandang sebagai karya klasik dan bahkan
menjadi buku dasar untuk pengantar Islam, yang menyuguhkan
rekonstruksi sistemik terhadap perkembangan Islam selama empat belas
abad. Dalam buku tersebut dibahas mengenai Muhammad dan Wahyu,
Perjuangan dan strateginya, kemudian bab-bab selanjutnya membahas
tentang perkembangan dan asal-usul tradisi dan sampai pada
perkembangan yang terjadi pada theoloi, syari’ah, filsafat, taSAWuf, dan
sekte-sekte dan perkembangan pemikiran pra modern dan modernisme
serta diakhiri dengan pembahasan warisan dan prospeknya.39
Selanjutnya pada periode ketiga ketika berkiprah di Chicago, Fazlur
Rahman menyusun karyanya yang berjudul The Philosophy of Mulla
Shadra (1975), Major Themes of the Qur’an (1980), Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition (1982) serta Health and
Medicine in the Islamic Tradition (1987). Buku pertama tersebut ditulis
Fazlur Rahman untuk membantah pandangan para Sarjana Barat yang
keliru bahwa tradisi filsafat Islam itu tidak ada lagi selain itu, ia juga ingin
memperkenalkan pemikiran Mulla Shadra secara kritis dan analitis dengan
38 Jazim Hamidi, et.al., Metodologi Tafsir Fazlur Rahman..., 17-18. 39 Ibid., 21.
34
berpijak pada karya menumental Shadra, yaitu Al-Asfar Al-Arbahy. Buku
kedua adalah Major Themes of the Qur’an (1980) membahas tema-tema
pokok dalam Al-Qur’an yang dibagi menjadi delapan tema, yaitu: Tuhan,
Manusia sebagai Individu, Manusia sebagai Anggota Masyarakat, Alam
semesta, Kenabian dan Wahyu, Eskatologi, Setan dan Kejahatan sera
lahirnya Masyarakat Muslim. Sedangkan metode yang dipakai Rahman
dalam menafsirkan Al-Qur’an dalam buku tersebut adalah dengan metode
Sinetik-Logis, yaitu dengan mensintesiskan berbagai tema dalam Al-
Qur’an secara logis ketimbang kronologis, di mana Al-Quran dibiarkan
berbicara sendiri, sedangkan penafsiran digunakan hanya membuat
hubungan antara konsep-konsep yang berbeda, selain itu Rahman juga
masih menggunakan metode historis-kronologis dan analisa bahasa
(Pendekatan Semantik). Sementara itu, tema-tema yang dibahas oleh
Rahman dalam bukunya tersebut, pada dasarnya telah dibahas oleh para
modernis klasik, seperti Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, dan Iqbal.40
Buku yang ketiga Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition (1982) adalah hasil penelitian Rahman yang dibiayai
oleh Ford Foundation dalam pendidikan Islam. yang melibatkan beberapa
sarjana dan hasilnya dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam dari
zaman pertengahan sampai abad modern-kontemporer kurang berkualitas
dan maju seperti pendidikan di negara-negara Barat. Oleh karena itu,
dalam buku tersebut Rahman mengusulkan agar diadakan upaya
40 Ibid., 22.
35
pembaruan pendidikan Islam, yaitu pertama, menerima pendidikan sekuler
modern sebagaimana yang berkembang di Barat dan mencoba untuk
“mengislamisasikan”nya. sedangkan untuk melakukan Islamisasi
pendidikan, kata Rahman harus dilakukan dua langkah, pertama,
membentuk watak pelajar atau mahasiswa dengan nilai Islam dalam
kehidupan individu dan masyarakat. Kedua, untuk memungkinkan para
ahli yang berpendidikan modern untuk menanami di bidang masing-
masing dengan perspektif Islam dengan mengubah kandungan dan
orientasi kajian-kajian pendidikan.41
Selain itu, menurut Rahman, untuk menghilangkan adanya
lingkaran setan dari sistem pendidikan sebagaiman yang telah terjadi
dalam dunia Islam selama ini, maka langkah yang harus ditempuh oleh
kaum muslimin adalah membuat pembeda yang jelas antara Islam normatif
dan Islam historis. Dalam pendahuluan buku tersebut Rahman juga telah
menyinggung tentang metodologi penafsirannya serta kegagalan yang
dilakukan oleh para theolog, filosof, hukum dan sufi dalam mendekati Al-
Qur’an.42
Dan buku yang terakhir Health and Medicine in the Islamic
Tradition (1987) merupakan usahanya untuk menggambarkan bahwa
Islam yang dipandang biasanya sebagai agama namun Islam juga memiliki
konsep kesehatan dan pemeliharaannya. Dan buku ini mampu membahas
41 Ibid., 23. 42 Ibid., 23.
36
aspek yang kompleks, yang berkaitan dengan kesehatan dan
pemeliharaannya dalam pandangan Islam.43
Buku-buku diatas merupakan karya Fazlur Rahman sebelum ia
menhembuskan nafas terakhir pada tanggal 26 Juli 1998 dalam usianya
yang ke 69, di Chicago, Illinois. Adapum karya-karyanya dalam bentuk
artikel ilmiah tersebar di banyak jurnal, baik jurnal lokal (Pakistan) atau
jurnal Internasional, serta yang dimuat dalam buku-buku bermutu dan
terkenal. Artikel-artikel yang ditulisnta antara lain:
1. Some Islamic Issues in the Ayyub Khan
2. Islam, Challenges and Opportunities
3. Revival and Reform in Islam: a Study of Islamic Fundamentalism
4. Islam: Legacy and Contemporary Challenges
5. Roots of Islamic Neo-Fundamentalism
6. The Muslim World
7. The Impact of Modernity on Islam
8. Islamic Modernism its Scope, Methode an Alternatives
9. Divine Revelation and the Prophet
10. Interpreting the Qur’an
11. The Quranic Concept of God, the Universe and Man
12. Some Key Ethical Concept of the Quran44
43 Ibid., 23. 44 Mukhamad Saifunnuha, Aplikasi Teori Penafsiran ‘Double..., 39.
37
D. Teori Double Movement Fazlur Rahman
Mengawali dekade pada tahun 1970-an, Fazlur Rahman
melontarkan gagasa pembaharuan metodologi tafsir Al-Qur’an. Meskipun
lontaran pertama kali dilakukan pada tahun 1970, perumusannya secara
sistematik baru terjadi pada tahun 1977-1978 dalam bukunya yang
diterbitkan pada tahun 1982, Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual Tradition. Pada pengantar karya ini, Fazlur Rahman
menjelaskan teori hermeneutika Al-Qur’an secara lebih sitematis.45
Fazlur Rahman menekankan sinergi prinsip tafsir, Al’Qur’an
yufassiru ba’dhuhu ba’dhan (aspek metafisik) dan pendekatan historis-
psikologis masa pewahyuan dan kondisi kekinian dalam penerapan “ideal
moral” dari legal spesifik teks Al-Quran. Bagi Fazlur Rahman, penafsiran
yang objektif dapat dilakukan dalam wilayah teks keagamaan (Al-Qur’an,
hadis, dan lainnya) sebagai hasil dialektika antara teks dengan konteks.
Teks akan menemukan maknanya dalam konteks. Hal inilah yang akan
dikenal sebagai konsep asbab an nuzul, konsep penelaahan latar belakang
historis terhadap ayat.46
Fazlur Rahman berpandangan bahwa semua ayat-ayat Al-Qur’an,
sebagaimana pada saat diwahyukan dalam kurun waktu tertentu dari
sejarah, beserta keadaan yang umu maupun khusus yang menyertainya,
menggunakan ungkapan yang relatif mengenai keadaan tersebut. Meski
45 Yayan Rahtikawati, Dadan Rusman, Metodologi Tafsir Al-Qur’an..., 471. 46 Ibid., 472
38
demikian, bukan berarti pesan Al-Qur’an dibatasi oleh waktu dan keadaan
yang bersifat historis. Ia tentu memiliki suatu weltanschaung yang
universal yang disebut-nya sebagai ideal-moral. Inilah yang harus dicari
untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an.47
Metode Double Movement memang menjadi andalan Fazlur
Rahman dalam membangun metodologi penafsiran Al-Qur’an. Metode ini
tidak ditujukan pada hal-hal metafisis dan teologis. Ide dasar metode ini
terumuskan dalam gagasannya tentang perlunya membedakan antara legal
spesifik Al-Qur’an dengan aspek ideal moralnya. 48
Maksud legal spesifik yaitu ketentuan hukum yang ditetapkan secara
khusus, sedangkan ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan
A;-Qur’an. Ideal moral ini lebih tepat untuk diterapkan daripada ketentuan
legal spesifiknya. Sebab, ideal moral bersifat universal. Pada tataran ini
Al-Qur’an dianggap berlaku untuk setiap masa dan tempat (shalih li kulli
zaman wa makan). Al-Quran juga dipandang elastis dan fleksibel.
Sedangkan legal spesifiknya lebih bersifat partikular. Hukum yang
terumus secara tekstual disesuaikan dengan kondisi masa dan tempat.49
Pembedaan legal spesifik dari ideal moral mengandaikan
pergerakan dalam dua arah yang saling bertemu (Double Movement).
47 Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir..., 106. 48 Umma Farida, Pemikiran Dan Metode Tafsir Al-Qur’an Kontemporer, (Kudus: Buku
Ilmiah, 2010), 20. 49 Ibid., 20.
39
Pertama, dari situasi sekarang menuju ke masa turunnya Al-Quran. Dan
kedua, dari masa turunnya Al-Qur’an kembali ke masa kini.50
Gerakan pertama dari dua gerakan metodis, yang terdiri dari dua
langkah, pada dasarnya merupakan penjabaran dari tiga pendekatan
pemahaman dan penafsiran Al-Qur’an, yaitu pendekatan historis,
kontekstual, dan sosiologis. Agaknya gerakan pertama ini lebih
dikhususkan terhadap ayat-ayat hukum. Rumusan gerakan pertama ini
diungkapkan sebagai berikut:
Langkah pertama, orang harus memahami arti atau makna suatu
pernyataan (ayat) dengan mengkaji situasi atau problema historis di
mana pernyataan Al-Qur’an tersebut merupakan jawabannya. Tentu
saja sebelum mengkaji ayat-ayat spesifik dalam situasi-situasi
spesifiknya, suatu kajian situasi makro dalam batasan-batasan
masyarakat, agama, adat-istiadat, lembaga bahkan keseluruhan
kehidupan masyarakat di Arabia pada saat Islam datang dan
khususnya di Makkah dan sekitarnya, harus dilakukan terlebih
dahulu. Langkah kedua, adalah menggeneralisasikan respon-respon
spesifik tersebut dan menyatakannya sebagai ungkapan-ungkapan
yang memiliki tujuan moral sosial umum, yang dapat disaring dari
ungkapan ayat-ayat spesifik dalam sinar latar belakang sosio-historis
dan dalam sinar “rationes leges” (‘ilat hukum) yang sering
digunakan. Benarlah bahwa langkah pertama yaitu memahami
makna dari suatu pernyataan spesifik (sudah memperlihatkan ke arah
langkah yang kedua) dan membawa kepadanya. Selama proses ini
perhatian harus ditujukan kepada ajaran Al-Qur’an sebagai suatu
keseluruhan., sehingga setiap arti tertentu yang dipahami, setiap
hukum yang dinyatakan, dan setiap tujuan yang dirumuskan akan
koheren dengan yang lainnya. Al-Qur’an sendiri mendakwakan
secara pasti bahwa “ajaran tidak mengandung konradiksi”
melainkan koheren dengan keseluruhan (Rahman, 1979:221).51
50 Ibid., 21. 51 Ibid., 21.
40
Ide pokok yang terkandung dalam gerakan pertama, sebagaimana
dikutip di atas adalah penerapan metode berpikir induktif :”berpikir dari
ayat-ayat spesifik menuju kepada prinsip”, atau dengan kata lain adalah
“berpikir dari aturan-aturan legal spesifik menuju pada moral sosial yang
bersifat umum yang terkandung di dalamnya” (Rahman, 1979). Terdapat
tiga perangkat untuk dapat menyimpulkan prinsip-prinsip sosial. Pertama
adalah perangkat ‘ilat hukum (ratio leges) yang dinyatakan dalam Al-
Qur’an secara eksplisit; Kedua, ‘ilat hukum yang dinyatakan secara
implisit yang dapat diketahui dengan cara menggeneralisasikan beberapa
ungkapan spesifik yang terkait; Ketiga, adalah perangkat sosio-historis
yang bisa berfungsi untuk menguatkan ‘ilat hukum implisit ntuk
menetapkan arah maksud tujuannya, juga dapat berfungsi untuk membantu
menggunakan ‘ilat hukum beserta tujuannya yang sama sekali tidak
dinyatakan. 52
Mengenai ‘ilat (ratio logis, alasan hukum) dan hikmat (sasaran),
pada prinsipnya Fazlur Rahman sependapat dengan prinsipnya Syaikh
Yamani, bahwa kedua kata tersebut mengandung implikasi makna yang
berbeda jika dikaitkan dengan aspek ibadah (religious), tetapi jika
dikaitkan dengan aspek muamalah (pranata sosial), keduanya memiliki
pengertian yang erat. Namun Rahman tidak sependapat jika dikatakan
bahwa dalam aspek ibadah tidak terkandung hikmat dan dalam aspek
52 Husein Alyafie, “Fazlur Rahman Dan Metode Ijtihadnya: Telaah Sekitar Pembaruan
Hukum Islam”, Jurnal Hunafa (Vol.6, No. 1, April/2009), 41.
41
muamalah tidak terkandung nilai religius, atau semata-mata dikatakan
sekuler. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh mayoritas muslim sekularis
yang mengidentifikasikan “aspek religius” sebagai hal-hal yang bersifat
abadi, tidak dapat diubah karena terkandung hikmah di dalamnya,
sedangkan muamalah dipandang sebagai hal-hal yang mutlak dan bebas
mengalami perubahan. Menurut Fazlur Rahman, di dalam aspek ibadah
terdapat hikmah sebagaimana terdapat dalam aspek muamalah. Namun
antara keduanya mempunyai kualifikasi (standar) yang berbeda. Standar
hikmah dalam aspek muamalah adalah nilai logis, sebaliknya aspek-aspek
sosial juga mengandung nilai-nilai religius yang bersifat abadi, tiada
semata-mata bersifat sekuler. Nilai-nilai moral-sosial yang terkadang
dalam aspek muamalah adalah bersifat religius dan abadi. Bahkan hukum-
hukum yang ditarik dari nilai-nilai moral-sosial tersebut sebagai respon
terhadap zaman apapun juga bersifat religius, sekalipun ia tidak bersifat
abadi. Dengn bahasa lain, aturan (hukum) sosial bisa saja sepanjang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan tujuan moral-sosial tidak dapat
dibenarkan secara Islam. Fazlur Rahman sendiri tidak pernah
mempermasalahkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral-sosial tersebut
apakah sebagai ‘ilat ataupun sebagai hikmah.53
Gerakan kedua, merupakan upaya perumusan prinsip-prinsip umum,
nilai-nilai dan tujuan-tujuan Al-Qur’an yang telah disistemasikan melalui
53 Ibid., 42
42
gerakan pertama terhadap sistuasi dan atau kasus aktual sekarang.
Rumusan gerakan kedua ini dinyatakan Rahman sebagai berikut:
Gerakan kedua harus dilakukan dari pandangan umum (yaitu yang
telah disistematisasikan melalui gerakan pertama) menjadi
pandangan-pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan
direalisasikan sekarang ini. Artinya, ajaran-ajaran yang bersifat
umum tersebut harus dirumuskan dalam konteks sosio-historis
yang konkrit sekarang ini. Sekali lagi kerja ini memerlukan kajian
yang cermat atas situasi sekarang dan analisis berbagai unsur
komponenya, sehingga kita bisa menilai situasi sekarang yang
diperlukan dan menentukan prioritas-prioritas baru untuk bisa
menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an secara baru pula
(Rahman,1987).54
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa dalam gerakan kedua ini terdapat
dua kerja yang saling terkait. Pertama adalah kerja merumuskan prinsip
umum Al-Qur’an menjadi rumusan-rumusan spesifik, maksudnya yang
berkaitan dengan tema-tema khusus, misalnya prinsip ekonomi Qur'ani;
prinsip demokrasi Qur’ani; prinsip hak-hak asasi Qur’ani dan lain-lain.,
dimana rumusan prinsip-prinsip tersebut harus mempertimbangkan
konteks sosio-historis yang konkrit, dan bukan rumusan spekulatif yang
mengawang-awang, kerja pertama tidak mungkin terlaksana kecuali
disertai kerja kedua yaitu pembahasan secara akurat terhadap kehidupan
aktual yang sedang berkembang dalam segala aspeknya: ekonomi, politik,
budaya, dan lain-lain. Kenyataan kehidupan aktual suatu masyarakat atau
bangsa memiliki corak-corak tertentu yang bersifat situasional dan
kondisional. Selain itu, ia sarat akan perubahan-perubahan. Oleh karena
54 Ibid., 42.
43
itu, tanpa pencermatan situasi dan kondisi aktual, akan cenderung kepada
upaya pemaksaan prinsip-prinsip Qur’ani, sedangkan yang diinginkan
Rahman bukanlah seperti itu, melainkan hanyalah “perumusan” prinsip
umum Al-Qur’an dalam konteks sosio-historis aktual. Bahkan suatu
prinsip tidak dapat diterapkan sebelum ia dirumuskan kembali.55
Dua gerakan tersebut akhirnya menghasilkan rumusan-rumusan
spesifik Qur’ani mengenai berbagai aspek kehidupan aktual sekarang ini.
Rumusan-rumusan tersebut akan menjadi pertimbangan bagi mujtahid
yang bersangkutan dalam menetapkan pendapat-pendapat hukumnya.
Keduanya, yaitu rumusan-rumusan spesifik Qur’ani mengenai kehidupan
aktual mengenai pendapat-pendapat hukum hasil ijtihad akan mengalami
proses interaksi dalam masyarakat. Terlepas dari kenyataan apakah
keduanya akan diterima atau ditolak dalam masyarakat, namun secara
teoritis keduanya merupakan visi Qur’ani yang dibangun dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi aktual masyarakat setempat, yaitu
sebuah visi Qur’ani yang realistis. Sampai disini kerja ijtihad informal
telah rampung, sedangkan kristalisasi hasil ijtihad menjadi ijma’ dan
kebijakan taqnin merupakan upaya sosialisasi hasil ijtihad, dan bukan
ijtihad itu sendiri.56
Dua gerakan metodis Rahman yang disebutnya sebagai “ijtihad
intelektual”, barang pasti akan menghasilkan keputusan-keputusan hukum
55 Ibid., 43. 56 Ibid., 44.
44
yang baru jika dibandingkan dengan ketetapan fikih yang telah dahulu
dirumuskan oleh fuqaha, atau bahkan akan menghasilkan keputusan-
keputusan yang menyimpang sedikit atau banyak dari aturan-aturan yang
terkandung secara tekstual dalam ayat-ayat hukum. Kemungkinan itu
sangat besar, namun tidak mungkin akan menghasilkan keputusan hukum
yang menyimpang dari prinsip umum Al-Qur’an. Rahman sendiri
menyatakan secara gamblang ijtihad sebagai “kerja untuk memperbarui”-
atau jika menggunakan bahasa yang tegas adalah “mengubah”-aturan-
aturan yang terkandung di dalam Al-Qur’an atau preseden agar keduanya
mampu mencakupi situasi dan kondisi baru dengan memberikan sebuah
solusi baru pula.57
Selanjutnya Rahman menjelaskan “ijtihad/ijtihad intelektual” itu
tidak sekedar kerja bahasa melalui seperangkat seperangkat kaidah
kebahasaan, tetapi sesungguhnya ia memerlukan keterlibatan kerja sains-
sains kesejarahan untuk mengungkap tata kehidupan masyarakat Arab pra-
Islam dan masyarakat muslim masa nabi sebagai latar belakang sosiologis
Al-Qur’an dalam segala aspek kehidupan aktual mereka; agama, politik,
ekonomi, kebudayaan dan pranata sosial lainnya. Selain itu, juga
memerlukan keterlibatan sains-sains sosial modern untuk mengungkapkan
situasi dan kondisi kehidupan aktual sekarang ini dalam segala aspeknya.
Berdasarkan pertimbangan inilah, Rahman menolak hak previlese exlusive
kalangan ulama’ (Rahman 1989;499) karena kenyataannya para ulama’
57 Ibid., 44.
45
yang mayoritas keluaran sistem pendidikan Islam tradisional seperti
pendidikan pesantren dan madrasah yang mengabaikan pemberian peranan
filsafat bagi peserta didiknya sebagai sarana berpikir kritis dan tidak pula
dibekali sains-sains sosial modern. Karena “minimnya dan kekunoan ilmu-
ilmu yang mereka tekuni menghalangi mereka untuk bisa menempati
posisi sebagai orang-orang yang mau berpikir jernih”, ungkap Rahman
(1967;498). Kiranya rekonstruksi pendidikan Islam seperti tengah mulai
digalakkan sekarang ini diharapkan sebagai penawar krisis intelektual
masyarakat Islam.58
58 Ibid., 45.
46
BAB III
KAJIAN AYAT-AYAT SYIFA’
A. Pengertian Syifa’ Secara Umum
Selain berfungsi sebagai hidayah, Al-Qur’an memperkenalkan
dirinya sebagai kitab petunjuk (hudan) yang akan mengantarkan manusia
menuju kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga
memperkenalkan dirinya sebagai obat yang menyembuhkan berbagai
penyakit. Al-Qur’an menggunakan terminologi Syifa’
(obat/penyembuhan) dengan berbagai derivasinya.59
Pada bab ini penulis menghimpun beberapa ayat-ayat Al-Qur’an
yang terkait dengan tema Syifa’. Dalam Al-Qur’an, Kata Syifa’ memiliki
makna penyembuh/obat, yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an berperan
sebagai media pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, baik itu
penyakit mental, spiritual, moral maupun penyakit yang berhubungan
dengan jasmani. Adapun arti penyembuh/obat (Syifa’) yang terkandung
dalam Al-Qur’an itulah sumber pengobatan dan penyembuhan bagi siapa
saja yang meyakininya. Dalam kasus tersebut, Al-Qur’an sebagai Syifa’
dibagi menjadi dua bagian, yaitu Bersifat Umum, yang artinya bahwa
seluruh isi kandungan Al-Qur’an baik maknawi, surat-suratnya, ayat-ayat,
maupun huruf-hurufnya adalah memiliki potensi penyembuh atau obat.
59 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi, (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020).
47
Dan yang selanjutnya Bersifat Khusus, yakni tidak seluruh Al-Qur’an,
melainkan hanya sebagian saja, bahwa ada dari ayat-ayat atau surat surat
yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat menjadi obat atau penyembuh
terhadap suatu penyakit secara spesifik bagi orang-orang yang mengimani
dan meyakini kekuasaan Allah.60
Sebuah tawaran pendekatan pengobatan alternatif telah dicetuskan
dalam suatu metode pengobatan versi Islam yang disebut dengan
pengobatan cara Nabi (al-tibb al-nabawi), yang coba dikembangkan oleh
para ilmuwan Islam dengan didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
Para ilmuwan penggagas pengobatan Nabi berupaya menunjukkan bahwa
prinsup-prinsip pengobatan medis dapat diketemukan di dalam Al-Qur’an
dan mengungkapkan seputar pandangan-pandangan medis seputar dunia
pengobatan yang diungkapkan Nabi sama sekali tidak bertentangan
dengan teori medis saat ini yang dikatakan lebih modern. Para tokoh yang
berkonsentrasi dalam masalah ini tidak menafikkan capaian-capaian para
fisikawan yang melakukan penelitian dalam pengembangan pengobatan
periode ini, melainkan otoritas-otoritas di lapangan seringkali dijadikan
rujukan. Hal-hal yang ingin mereka capai dengan penelitian dan
mengembanghkan pengobatan cara Nabi adalah bisa disebut sebagai suatu
60 Nurul Hikmah, “Syifa’ Dalam Perspektif Al-Qur’an” Skripsi (Jakarta: Program
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2010), 14-16.
48
kemajuan dan elaborasi yang akan memberikan motode pengobatan yang
berkarakter Islami. 61
Bentuk-bentuk khusus dari pengobatan Nabi adalah singgungannya
terhadap praktek praktek kegiatan pengobatan yang dianjurkan oleh Nabi
atau dapat ditemukan di dalam Al-Qur’an. Para pencetusnya menyebut
sebagai pengobatan-pengobatan metode ilahiah (adwiyya ilahiyya) atau
pengobatan-pengobatan cara Nabi (adwiyya nabawiyya), contohnya
seperti salat (shalat), sabar (sabr), puasa (shaum), jihad, mantra-mantra
dan Alqur’an itu sendiri (ruqan,tunggal ruqya). Dengan di didasarkan pada
pengaruh spiritual dan fisikalnya, Pengobatan-pengobatan ini dapat
digunakan untuk menyembuhkan kerancuan-kerancuan yang terjadi pada
fisik dan efisiensinya sebagai penyembuh. Misalnya, dapat kita lihat dalam
ritual salat sebagai latihan fisik, dimana orang yang mengerjakan salat
menggerakkan tulang-tulang sendinya dan mengendorkan organ-organ
dalamnya, dan sebagai bentuk kegiatan religius yang menghubungkan
pikiran orang yang mengerjakannya ke akhirat, menjauhkannya dari sakit,
memperkuat jiwa serta panca inderanya.62
Menurut Ibn al-Qayyim dan al-Dhahabi, Al-Qur’an merupakan obat
yang sempurna untuk semua penyakit, baik penyakit ragawi ataupun
penyakit jiwa. Apa yang terkandung dalam Kitab tersebut bisa digunakan
61 Dale F. Eickelman, Al-Qur’an Sains Dan Ilmu Sosial, terj. Lien Iffah Naf’atu
Fina dan Ari Hendri (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), 83. 62 Ibid., 83.
49
sebagai pengobatan pelengkap dengan menghubungkannya pada bagian
yang sakit, baik dengan cara menempatkannya pada tempat yang sakit,
atau misalnya dalam kasus sakit mata, membiarkan mata orang yang sakit
menatap Al-Qur’an. Di dalam menjelaskan efisiensi penggunaan Al-
Qur’an sebagai Syifa’, Ibn al-Qayyim menekankan kembali kepada
perlunya kepercayaan dak keyakinan pasien terhadap pengobatan dengan
metode tersebut; seperti halnya dalam pengobatan pada umumnya, di
dalam penggunaan Al-Qur’an sebagai Syifa’ juga dibutuhkan keyakinan
pasien yang sangat kuat akan manfaat-manfaat pengobatan tersebut.
Hanya dengan upaya itulah penyakit dapat di sembuhkan.63
Ayat-ayat Al-Qur’an juga bisa digunakan sebagai obat. Para
penggagasnya memberi anjuran seperti menuliskan satu ayat tertentu
dengan tinta, baik ditulis di kertas, maupun langsung di dalam pembuluh,
kemudian teks/ayat tersebut dilarutkan di dalam air. Kemudian, air
tersebut diminum oleh pasien sebagai obat. Secara sederhana, juga bisa
dengan cara membaca suatu ayat atau membacanya diatas air, di mana
kemudian air tersebut di minum oleh pasien atau disemburkan kepadanya.
Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an memiliki kegunaan-kegunaan khusus –
QS.Al-An’am: 98, misalnya, bisa digunakan untuk menyembuhkan sakit
gigi, QS.Yusuf:111 dan QS.Al-Ahqaf: 35 dapat digunakan untuk
membantu memudahkan proses persalinan dan QS.Hud: 44 untuk
menyembuhkan mimisan. Para penggagas metode ini memberikan
63 Ibid., 84.
50
peringatan agar ayat-ayat ini ditulis dengan cara yang telah disebutkan
diatas untuk menyembuhkan penyakit-penyakit yang sebenarnya, dan
tidak boleh digunakan sebagai jimat-jimat penjaga.64
Obat-obat yang ditulis tidak harus selalu berisi ayat-ayat Al-Qur’an,
teks-teks yang lain pun diperbolehkan. Al-Dhahabi menekankan bahwa
teks-teks ini harus dilihat sebagai upaya permohonan kepada Tuhan dan
oleh karena itu, teks-teks tersebut haruslah teks-teks yang bermakna dan
tidak boleh berisi segala sesuatu yang tercampur dari ajaran non-Islam.65
B. Kajian Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an, Asbab al-Nuzul, Serta
Penjelasannya Dalam Kitab Tafsir
Kata Syifa’ dalam berbagai derivasinya disebut dalam Al-Qur’an
sebanyak enam kali. Empat kali dalam bentuk kata benda (noun), dan dua
kali dalam bentuk kata kerja.66 Maka dalam penelitian ini, penulis
membatasi kajian ayat-ayat Syifa' dalam konteks penafsirannya sebagai
penyembuh/obat dengan berdasar pada upaya penggalian usaha seputar
manfaat Al-Qur’an yang dapat menjadi alternatif penyembuhan atau
pencegahan virus dalam masa pandemi. Antara lain:
1. Surat Al-Isra’ (17): 82
64 Ibid., 85 65 Ibid., 85. 66 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi, (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020).
51
ف آء و ر ح ة ل لم ؤمنين و لا ي زيد الظالمين إلاخ س اراو ن ن ز ل من الق رء ان م اه و ش
﴿٨٢﴾67
“Dan (sedangkan) Kami telah menurunkan Al-Qur’an
sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ia
tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian.”(QS. Al-Isra’:82)68
Asbāb al-Nuzul
Thabathaba’i menjadikan ayat diatas sebagai awal kelompok
baru, yang berhubungan dengan uraian surah ini tentang keistimewaan
Al-Qur’an dan fungsinya sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad
SAW. Memang sebelum ini sudah banyak uraian tentang Al-Qur’an
bermula pada ayat 9, lalu ayat 41 dan seterusnya, dan ayat 59 yang
berbicara tentang tidak diturunkannya lagi mukjizat indrawi.
Kelompok ayat-ayat ini kembali berbicara tentang Al-Qur’an dengan
menjelaskan fungsinya sebagai obat penawar penyakit-penyakit
jiwa.69
Merujuk pada sekian riwayat yang diperselisishkan nilai dan
maknanya, antara lain riwayat oleh Ibn Mardawaih melalui sahabat
Nabi SAW. Ibn Mas’ud ra. Yang memberitakan bahwa ada seseorang
67 Qur’an in Word 68 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7 , 531. 69 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7, 532.
52
tang datang kepada Nabi SAW. mengeluhkan dadanya, maka Rasul
SAW. bersabda: “Hendaklah engkau membaca Al-Qur’an.” Riwayat
dengan makna serupa dikemukakan juga oleh al-Baihaqi melalui
Wai’lah Ibn al-Ashqa’.70
Tanpa mengurangi penghormatan terhadap Al-Qur’an dan
hadits-hadits Nabi SAW., agaknya riwayat ini bila benar, maka yang
dimaksud bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit
ruhani/jiwa yang berdampak pada jasmani. Ia adalah psikosomatik.
Memang tidak jarang seseorang merasa sesak nafas atau dada
bagaikan tertekan karena adanya ketidakseimbangan ruhani.71
Penjelasan Ayat
Ibnu Asyur, pakar tafsir asal tunisia, ketika menjelaskan
QS.al-Isra’:82 mengatakan bahwa Al-Qur’an secara keseluruhan
adalah obat penyembuh dan berbagai penyakit dapat disembuhkan
dengannya, tidak hanya meliputi penyakit jiwa namun juga termasuk
penyakit fisik. Kata Min pada frasa ‘Minal Qur’ani’ tidak memiliki
arti ‘sebagian’ (li al-tab’idh), tetapi penjelasan tentang jenis obat,
yaitu keseluruhan yang terkandung dalam Al-Qur’an. Menurutnya,
ayat ini mengandung bukti bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-
ayat yang dapat berfungsi atau dapat berguna untuk menyembuhkan
70 Ibid., 532. 71 Ibid., 532.
53
berbagai macam penyakit (yang sifatnya jasmani/fisik), seperti yang
telah dijelaskan dalam banyak hadis. Kata Syifa’ dalam ayat tersebut
adalah bentuk Musytarak yang melingkupi dua jenis penyembuhan,
yaitu penyakit psikis dan penyakit fisik.72
Dalam tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa Ayat ini dapat
dinilai berhubungan langsung dengan ayat-ayat sebelumnya dengan
memahami huruf wauw yang biasa diterjemahkan dan pada awal ayat
ini dalam arti wauw al-hal yang terjemahannya dalah sedangkan. Jika
ia dipahami demikian, maka ayat ini seakan-akan menyatakan: “Dan
bagaimana kebenaran itu tidak akan menjadi kuat dan batil tidak akan
lenyap, sedangkan, Kami telah menurunkan Al-Qur’an sebagai obat
penawar keraguan dan penyakit-penyakit yang ada dalam dada dan
Al-Qur’an juga adalah rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ia
yakni Al-Qur’an itu tidaklah menambah bagi orang-orang yang zalim
selain kerugian disebabkan oleh kekufuran mereka.”73
Kata Syifa’ biasa diartikan kesembuhan atau obat, dan
digunakan juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan, atau
ketiadaan aral dalam memperoleh manfaat. Ketika menafsirkan QS.
Yunus (10): 57, penulis antara lain mengemukakan bahwa sementara
72 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi, (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020). 73 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7, 531.
54
ulama memahami bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dapat juga
menyembuhkan penyakit-penyakit jasmani.74
Sufi besar Hasan al-Bashri–sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Sayyid Thanthawi–dan berdasarkan Abu asy-Syeikh
berkata:”Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai obat terhadap
penyakit-penyakit hati,dan tidak menjadikannya obat untuk penyakit
jasmani.”75
Thabathaba’i memahami fungsi Al-Qur’an sebagai obat dalam
arti menghilangkan dengan bukti-bukti yang dipaparkannya aneka
keraguan/syubhat serta dalih yang boleh jadi hinggap di hati
sementara orang. Hanya saja ulama ini menggaris bawahi bahwa
penyakit-penyakit tersebut berbeda dengan kemunafikan apalagi
kekufuran. Di tempat lain dijelaskan bahwa kemunafikan adalah
kekufurang yang disembunyikan, sedang penyakit-penyakit kejiwaan
adalah keraguan dan kebimbangan batin yang dapat hinggap di hati
orang-orang beriman. Mereka tidak wajar dinamai munafik apalagi
kafir, tetapi tingkat keimanan mereka masih rendah.76
Rahmat adalah kepedihan di dalam hati karena melihat
ketidakberdayaan pihak lain, sehingga mendorong yang pedih hatinya
itu untuk membantu menghilangkan atau membantu menghilangkan
74 Ibid., 531. 75Ibid., 531. 76 Ibid., 532
55
atau mengurangi ketidakberdayaan tersebut. Ini adalah rahmat
manusia/makhlik. Rahmat Allah dipahami dalam arti bantuan-Nya,
sehingga ketidakberdayaan itu tertanggulangi. Bahkan seperti tulis
Thabathaba’i, rahmat-Nya adalah limpahan karunia-Nya terhadap
wujud dan sarana kesinambungan wujud serta aneka nikmat yang
tidak dapat terhingga. Rahmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada
orang-orang mukmin adalah kebahagiaan hidup dalam sebagai
aspeknya, seperti pengetahuan tentang ketuhanan yang benar, akhlaq
yang luhur, amal-amal kebajikan, kehidupan berkualitas di dunia dan
akhirat, termasuk perolehan surga dan ridha-Nya. karena itu jika Al-
Qur’an di sifati sebagai rahmat untuk orang-orang mukmin, maka
maknanya adalah limpahan karunia kebajikan dan keberkatan yang di
sediakan Allah bagi mereka yang menghayati dan mengamalkan
nilai-nilai yang diamanatkan Al-Qur’an.77
Ayat ini membatasi rahmat Al-Qur’an untuk orang-orang
mukmin, karena merekalah yang paling berhak menerimanya
sekaligus paling banyak memperolehnya. Akan tetapi ini bukan
berarti bahwa selain mereka tidak memperoleh walau secercah dari
rahmat akibat kehadiran Al-Qur’an. Perolehan mereka yang sekedar
beriman tanpa kemantapan, jelas lebih sedikit dari perolehan orang
77 Ibid., 533.
56
mukmin, dan perolehan orang kafir atas kehadirannya lebih sedikit
lagi dibanding orang-orang yang sekedar beriman.78
2. Surat An-Nahl (16): 69
إل النحل أ ن اتذي من الب ال ب ي وت و من الشج ر و ما ي عرش ون و أ وح ى ر بك
ث ك لي من ك ل الثم ر ات ف اسل كي س ب ل ر ب ك ذ ل لا ي ر ج من ب ط ون ا ﴾٦٨﴿
ف آء ل لناس إن ف ﴾٦٩﴿ ذ لك لأ ي ة ل ق وم ي ت ف كر ون ش ر اب مت لف أ لو ان ه فيه ش
79
“Dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah: ‘Buatlah
sarang-sarang pada sebagian pegunungan dan sebagian pepohonan,
dan pada sebagian tempat-tempat tinggi yang mereka buat. Kemudian
makanlah dari setiap buah-buahan, lalu tempuhlah jalan Tuhanmu
dalam keadaan mudah’. Keluar minuman yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat penyembuhan bagi manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
bagi orang-orang yang berpikir.”80
Asbāb al-Nuzul
Ayat ini dalam mengarahkan redaksinya kepada Nabi
Muhammad SAW. dengan menyatakan: Dan ketahuilah wahai Nabi
agung bahwa Tuhanmu yang membimbing dan selalu berbuat baik.,
78Ibid., 533. 79 Qur’an in Word 80 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 7, 280.
57
telah mewahyukan yakni mengilhamkan kepada lebah sehingga
menjadi naluri baginya bahwa: “Buatlah sebagaimana keadaan
seorang yang membuat secara sungguh-sungguh,sarang-sarang pada
sebagian gua-gua pegunungan dan di sebagian bukit-bukit dan pada
sebagian celah-celah pepohonan dan pada sebagian tempat-tempat
tinggi yang mereka yakni manusia buat.” Kemudian makanlah yakni
hisaplah dari setiap macam kembang buah-buahan, lalu tempuhlah
jalan-jalan yang telah diciptakan oleh Tuhanmu Pemeliharamu dalam
keadaan mudah bagimu.81
Penjelasan Ayat
Setelah menyebut minum susu dan anggur, kini disebutkan
madu. Ibn ‘Asyur menilai bahwa penempatan uraian tentang susu dan
perasan buah-buahan secara bergandengan karena keduanya
melibatkan tangan guna memperolehnya; susu diperah dan buah-
buahan diperas, berbeda dengan madu yang diperoleh tanpa perasan.
Al-Biqa’i berpendapat bahwa karena pembuktian tentang kekuasaan
Allah swt. Melalui lebah jauh lebih mengagumkan daripada kedua
sumber minuman yang disebut sebelum ini, dan karena madu tidak
sebanyak kedua minuman sebelumnya, maka uraiannya ditempatkan
setelah keduanya, sambil mengubah gaya redaksinya.82
81 Ibid., 280. 82 Ibid., 280.
58
Dengan perintah Allah swt. Kepada lebah yang mengantarnya
memiliki naluri yang demikian mengagumkan. Lebah dapat
melakukan aneka kegiatan yang bermanfaat dengan sangat mudah,
bahkan bermanfaat bagi manusia. manfaat itu antara lain adalah
senantiasa keluar dari dalam perutnya setelah mengisap sari
kembang-kembang, sejenis minuman yang sungguh lezat yaitu madu
yang bermacam-macam warnanya sesuai dengan waktu dan jenis sari
kembang yang diisapnya. Di dalamnya, yakni pada madu itu, terdapat
obat penyembuh bagi manusia walaupun kembang yang dimakannya
ada yang bermanfaat dan ada yang berbahaya bagi manusia.
sesungguhnya pada yang demikian itu benar benar terdapat tanda
kekuasaan dan kebesaran Allah bagi orang-orang yang berpikir.83
Sari kembang-kembang yang diisap oleh lebah mengandung
unsur cairan zat semacam zat gula yang setelah masuk ke perut lebah
menjadi bertambah manis akibat percampurannya dengan zat-zat
kimiawi yang melekat pada lebah. Nah, setelah terbang mengisap sari
kembang, lebah langsung kembali ke sarangnya dan mengeluarkan
yang tidak dibutuhkannya lagi dari apa yang telah diisapnya dan telah
mengendap di perutnya itu ke sarang-sarangnya, dan itulah madu
lebah. Saat lebah menempatkan madu itu di sarang-sarangnya, ia
masih berbentuk cairan yang sangat halus, tetapi lama-kelamaan
mengering karena kehangatan lilin yang merupakan bahan sarang-
83 Ibid., 281
59
sarangnya serta kehangatan madu itu sendiri. Pergantian musim dan
aneka kembang yang diisapnya mewarnai madu ini. Di musim bunga,
warna madu biasanya keputih-putihan dan di musim panas kecoklat-
coklatan.84
Firman-Nya: ( يهرج من بطرنا ) yakhruju min buthuniha/keluar
dari perutnya dan seterusnya adalah uraian baru. Seakan-akan ada
yang bertanya setelah mendengar keajaiban lebah bahwa:”Apa
gerangan manfaat yang dapat diraih dari binatang aneh ini?” Kalimat
keluar dan seterusnya menjawab pertanyaan tadi sambil
mengingatkan betapa besar nikmat Allah.85
Firman-Nya: ( فيه شفاء للن ا س ) fihi syifa’ linnas/di dalamnya
terdapat obat penyembuh bagi manusia dijadikan alasan oleh para
ulama untuk menyatakan bahwa madu adalah obat bagi segala macam
penyakit. Mereka juga menunjuk pada hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhori bahwa salah seorang sahabat Rasul SAW. mengadu
bahwa saudaranya sedang sakit perut. Rasul SAW. menyarankan agar
memberinya minum madu. Saran Rasul SAW. dia laksanakan, tetapi
sakit perut saudaranya belum juga sembuh. Sekali lagi, sang sahabat
mengadu dan sekali lagi juga Rasul SAW. menyarankan hal yang
84 Ibid., 282. 85 Ibid., 282.
60
sama. Hal serupa berulang untuk ketiga kalinya, Rasul SAW. kali ini
bersabda: “Allah maha benar, perut saudaramu berbohong. Beri
minumlah ia madu.” Sang sahabat kembali memberi saudaranya madu
dan kali ini ia sembuh. (HR. Bukhari dan Muslim melalui Abu Sa’id
al-Khudri).86
Dewasa ini banyak dokter menasihati pengidap penyakit
diabetes–misalnya–untuk tidak mengonsumsi madu. Ini menunjukkan
bahwa madu tidak menjadi obat penyembuh bagi semua penyakit.
Memang, boleh saja tidak menjadi obat penyembuh untuk semua
penyakit. Memang, boleh saja yang dimaksud dengan kata ( الناس )
an-nas/manusia pada ayat di atas adalah sebagian manusia, bukan
semuanya.87
Agaknya, memang benar pendapat yang menyatakan madu
bukanlah obat untuk semua penyakit. Bahwa saudara sahabat Rasul
SAW. yang diinformasikan oleh hadits di atas dapat sembuh karena
ketika itu tidak ada faktor dalam dirinya yang menampik kehadiran
madu sebagai obat, tetapi seandainya ada faktor tersebut maka madu
tidak menjadi obat, bahkan boleh jadi menambah parah penyakitnya.88
86 Ibid., 283. 87 Ibid., 283. 88 Ibid., 283.
61
Redaksi ayat ini, menurut Ibn ‘Asyur, telah mengisyaratkan
bahwa madu bukanlah obat semua penyakit. Kalimat ayat ini di
dalamnya, yakni di dalam madu, terdapat obat penyembuhan
menunjukkan bahwa obat itu berada di dalam madu. Seakan-akan
madu adalah wadah dan obat berada dalam wadah itu. Wadah
biasanya selalu lebih luas dari apa yang ditampungnya, ini berarti
tidak semua obat ada dalam madu. Dengan demikian, tidak semua
penyakit dapat diobati dengan madu karena tidak semua obat ada
didalamnya. Bahwa “tidak semua obat”, dipahami dari bentuk nakirah
(indifinite) yang dikemukakan bukan dalam redaksi negasi sehingga
ia tidak bermakna semua. Memang, boleh jadi ada faktor-faktor
tertentu pada orang-orang tertentu yang menjadikan fisiknya tidak
sesuai dengan zat-zat yang terdapat pada madu.89
Pakar-pakar tafsir al-Muntakhab menulis bahwa madu
mengandung dalam porsi yang besar unsur fruktosa dan perfentous,
yaitu semacam zat gula yang sangat mudah dicerna. Ilmu kedokteran
modern menyimpulkan bahwa glukosa sangat berguna bagi proses
penyembuhan bebagai jenis penyakit melalui injeksi atau dengan
perantaraan mulut yang berfungsi sebagai penguat. Di samping itu,
madu juga memiliki kandungan vitamin yang cukup tinggi, terutama
vitamin B kompleks.90
89 Ibid., 284. 90 Ibid., 284.
62
Ayat 69 ini ditutup dengan kalimat bagi orang-orang yang
berpikir, sedang ayat 67 ditutup dengan bagi orang-orang yang
berakal. Sebelumnya telah dikemukakan kesan tentang ditutupnya
ayat 65 dengan kalimat bagi orang-orang yang mendengar. Ayat 67
yang uraiannya berkaitan dengan buah-buahan, manfaatnya bagi
manusia, kaitan sistem kerjanya yang juz’iy dengan yang kulliy adalah
uraian yang memerlukan penalaran akal, agaknya karena itulah ia
dututup dengan kalimat bagi orang-orang yang berakal, sedang di
sini uraiannya berkaitan dengan kehidupan dan sistem kerja lebah
serta keajaiban-keajaibannya. Hal-hal tersebut memerlukan
perenungan yang lebih dalam dari sebelumnya., karena itu ditutup
dengan bagi orang-orang yang berpikir. Demikian Thabathaba’i.91
3. Surat Yunus (10): 57
أ ي ه ا النا ف آء ل م ا ف الصد ور و ه دى و ر ح ة ي س ق د ج آء تك م موعظ ة م ن رب ك م و ش
92﴾۵۷﴿ ل لم ؤمنين
“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya telah datang kepada
kamu pengajaran dari Tuhan kamu dan obat bagi apa yang terdapat
dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.”
(QS. Yunus:57)93
91 Ibid., 284. 92 Qur’an in Word 93 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 6, 102.
63
Asbāb al-Nuzul
Kelompok ayat-ayat ini kembali kepada persoalan pertama
yang disinggung oleh surah ini yang sekaligus menjadi topik
utamanya. Yaitu keheranan mereka atas turunnya wahyu kepada Nabi
Muhammad SAW. terhadap mereka, setelah bukti kebenaran Al-
Qur’an dipaparkan bahkan di tantangkan, kini–kepada semua
manusia–ayat ini menyampaikan fungsi wahyu yang mereka ingkari
dan lecehkan itu. Wahai seluruh manusia, di mana dan kapanpun
sepanjang masa, sadarilah bahwa sesungguhnya telah datang kepada
kamu semua pengajaran yang sangat agung dan bermanfaat dari
Tuhan Pemelihara dan Pembimbing kamu yaitu Al-Qur’an al-Karim
dan obat yang sangat ampuh bagi apa, yakni penyakit-penyakit
kejiwaan yang terdapat dalam dada, yakni hati manusia dan petunjuk
yang sangat jelas menuju kebenaran dan kebajikan serta rahmat yang
amat besar lagi melimpah bagi orang-orang mukmin.94
Penjelasan Ayat
Ayat diatas menegaskan adanya empat fungsi Al-Qur’an:
pengajaran, obat, petunjuk, serta rahmat. Thahir Ibn’Asyur
mengemukakan bahwa ayat ini memberi perumpamaan tentang jiwa
manusia dalam kaitannya dengan kehadiran Al-Qur’an. Ulama itu
memberi ilustrasi lebih kurang sebagai berikut. Seseorang yang sakit
94 Ibid., 103.
64
adalah yang tidak stabil kondisinya, timpang keadaannya lagi lemah
tubuhnya. Ia menanti kedatangan dokter yang dapat memberinya obat
guna kesembuhannya. Sang dokter tentu saja perlu memberi
peringatan kepada pasien ini menyangkut sebab-sebab penyakitnya
dan dampak-dampak kelanjutan penyakit itu, lalu memberinya obat
guna kesembuhannya, kemudian memberinya petunjuk dan saran
tentang cara hidup sehat agar kesehatannya dapat terpelihata sehingga
penyakit yang dideritanya tidak kambuh lagi. Nah, jika yang
bersangkutan memenuhi tuntunan sang dokter, niscaya ia akan sehat
sejahtera dan hidup bahagia serta terhindar dari segala penyakit. Dan
itulah rahmat yang sungguh besar.95
Kalau kita menerapkan secara berurut keempat fungsi Al-
Qur’an yang disebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pengajaran
Al-Qur’an pertama kali menyentuh hati yang masih diselubungi oleh
kabut keraguan dan kelengahan serta aneka sifat kekurangan. Dengan
sentuhan pengajaran itu, keraguan berangsur sirna dan berubah
menjadi keimanan, kelengahan beralih sedikit demi sedikit menjadi
kewaspadaan. Demikian dari saat- ke saat, sehingga ayat-ayat Al-
Qur’an menjadi obat bagi aneka penyakit-penyakit ruhani. Dari sini,
jiwa seseorang akan menjadi lebih siap meningkat dan meraih
petunjuk tentang pengetahuan yang benar dan makrifat tentang Tuhan.
Ini membawa pada lahirnya akhlak luhur, amal-amal kebajikan yang
95 Ibid., 104.
65
mengantar seseorang meraih kedekatan kepada Allah swt. Dan ini,
pada gilirannya nanti, mengundang aneka rahmat yang puncaknya
adalah surga dan ridha Allah swt.96
4. Fushshilat, (41): 44
ق ل ه و للذي ت ه ء اعج مي و ع ر ب يا لق ال وا ل ولا ف صل ت ء اي ع لن اه ق رء ان أ عج م ن ء ام ن وا و ل و ج
ن ون ف ء اذ انم و ق ر و ه و ع ل يهم ع مى أ ول ئك ي ن ا ف آء و الذين لا ي ؤم د ون من مك ان ه دى و ش
97﴾۴۴﴿ ب عيد
Artinya: Dan jika seandainya kami menjadikannya suatu
bacaan dalam bahasa non Arab tentulah mereka mengatakan:
“Mengapa tidak di jelaskan ayat-ayatnya?” Apakah dalam bahasa
asing, sedang (rasul) adalah orang Arab? Katakanlah: “Ia bagi orang-
orang yang beriman adalah petunjuk dan penyembuh. Dan orang-
orang yang tidak beriman, pada telinga mereka ada sumbatan, sedang
ia bagi mereka suatu kebutuhan. Mereka itu orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh.”98
Asbāb al-Nuzul
Salah satu yang dikatakan orang kafir menyangkut Al-Qur’an
adalah bahwa: “Hati kami berada dalam tutupan dari apa yang
engkau seru kami kepadanya”(ayat 5), sedang sebelum itu Allah telah
menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah “Kitab yang dirinci ayat-
96 Ibid., 105. 97 Qur’an In Word 98 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 10, 428.
66
ayatnya” (ayat 2). Di sini para pendurhaka itu di kecam oleh ayat di
atas dengan menyatakan: Sungguh kami telah menurunkan Al-Qur’an
dalam bahasa yang mereka mengerti dan jika seandainya kami
menjadikannya yakni Al-Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa non
Arab atau bahasa Arab yang tidak jelas bagi orang-orang kafir itu
maknanya, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan
dan dirinci ayat-ayatnya?” Komentar kaum musyrikin dibantah
bahwa: Apakah patut Al-Qur’an dalam bahasa asing, sedang rasul
yang menyampaikannya adalah orang Arab dan masyarakat pertama
yang ditemuinya adalah masyarakat berbahasa Arab? Katakanlah: “Ia
yakni Al-Qur’an secara khusus bagi orang-orang yang beriman
adalah petunjuk yang dapat menyingkap kebingumgan dan
penyembuh segala macam penyakit kejiwaan. Mata dan telinga
mereka terbuka lebar memperhatikan dan mendengarnya. Dan orang-
orang yang tidak beriman, pada telinga mereka terdapat sumbatan,
karena itu mereka tidak memperoleh manfaat dari kehadiran Al-
Qur’an sedang ia yakni Al-Qur’an ini bagi mereka secara khusus
adalah suatu kebutuhan yakni mereka itu adalah seperti orang-orang
yang dipanggil dari tempat yang jauh sehingga tidak heran jika
mereka tidak mendengar.”99
Ucapan kaum musyrikin tersebut dipahami oleh sementara
kaum ulama sebagai gambaran kekeraskepalaan mereka. Yakni
99 Ibid., 428.
67
mereka mengususlkan agar Al-Qur’an turun dalam bahasa non Arab,
supaya lebih jelas kebenarannya. Dalam arti Nabi Muhammad
berbahasa Arab, tidak mengenal bahasa lain, namun wahyu yang
beliau sampaikan bukan bahasa yang beliau tahu. Usul kaum musrikin
ini dijawab bahwa: “Seandainya usul mereka diterima, maka mereka
akan tetap menolak dan berkata: Mengapa tidak dijelaskan dan dirinci
ayat-ayatnya dst.” Pendapat ini rasanya terlalu dipaksakan,
sebagaimana tidak ada pula riwayat yang mendukungnya.100
Penjelasan Ayat
Yang di maksud dengan kata ( qur’anan pada ayat di ) قرءان
atas adalah makna kebahasaannya yakni bacaan bukan pengertian
istilahnya yakni kitab suci umat Islam.101
Kata ( أعجمي ) a’jamiy terambil dari kata ( عجمة ) ‘ujmah
yakni ketidakjelasan. Seseorang yang tidak jelas bahasanya dinamai
oleh pemakai bahasa Arab sebagai a’jamiyy, dari sini ia diartikan
orang yang tidak dapat berbahasa Arab, atau kalaupun dapat,
bahasanya sulit dimengerti oleh satu dan lain sebab.102
100 Ibid., 428. 101 Ibid., 428. 102 Ibid., 429.
68
Kata ( عرب ) ‘arabiyy berbentuk tunggal. Ada yang
memahaminya sebagai predikat dari kata rasul, ada juga yang
menjadikannya predikat dari kata pendengar-pendengarnya, kendati
kata tersebut berbentuk tunggal. Ini menurut mereka karena ayat di
atas bermaksud menggambarkan dua hal yang bertolak belakang,
bukan bermaksud menggambarkan banyak atau sedikitnya pendengar
itu.103
5. Asy-Syu’ara’ (26): 80
و إذ ام رضت ف ه و ي شفين﴿٨٠﴾104
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”.105
M. Quraish Shihab menjelaskan ayat di atas dalam tafsirnya
bahwa “Dan, di samping itu, apabila aku memakan atau meminum
sesuatu yang mestinya kuhindari atau melakukan kegiatan yang
menjadikan aku sakit, maka hanya Dia pula Yang menyembuhkan aku
sehingga kesehatanku kembali pulih.106
Asbāb al-Nuzul
103 Ibid., 429. 104 Qur’an In Word 105 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 9, 258. 106 Ibid., 258.
69
Ayat ini turun karena masyarakat yang hidup di zaman Nabi
Ibrahim mengalami sakit, namun mereka masih saja meminta
pertolongan kepada berhala-berhala mereka. Sehingga turun ayat ini,
agar Nabi Ibrahim menyampaikan kepada masyarakat yang hidup
pada saat itu supaya sadar bahwa sesungguhnya Allah lah yang
memberi sakit, dan Dialah pula yang akan memberikan
kesembuhan.107 Karena sesungguhnya Dialah yang memberi
kesembuhan, serta Dia pula yang mematikan, juga menghidupkan kita
kembali untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kita,
setelah kita mati nanti.108
Penjelasan Ayat
Firman-Nya: ( وإذمرضت ) wa idza maridhtu/dan apabila aku
sakit berbeda dengan redaksi lainnya. Perbedaan pertama adalah
penggunaan kata idza/apabila dan mengandung makna besarnya
kemungkinan atau bahkan kepastian terjadinya apa yang dibicarakan,
dalam hal ini adalah sakit. Ini mengisyaratkan bahwa sakit–berat atau
ringan,fisik atau mental–merupakan keniscayaan hidup manusia.
perbedaan kedua adalah redaksinya yang menyatakan “apabila aku
sakit” bukan “Apabila Allah menjadikan aku sakit”. Namun demikian,
dalam hal penyembuhan–seperti juga dalam pemberian hidayah,
107 Syaikh Abdul Malik, Tafsir AL-Azhar, juz.XIX (Surabaya:Yayasan Jatimojong, 1981),
120. 108 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 10, 67.
70
makan, dan minum–secara tegas beliau mengatakan bahwa yang
melakukannya adalah Dia, Tuhan semesta alam itu.109
Dengan demikian, terlihat dengan jelas bahwa berbicara
tentang nikmat, secara tegas, Nabi Ibrahim as. Menyatakan bahwa
sumbernya adalah Allah swt., berbeda dengan ketika berbicara
tentang penyakit. Ini karena penganugerahan nikmat adalah sesuatu
yang terpuji sehingga wajar bila disandarkan kepada Allah, sedang
penyakit adalah sesuatu yang dapat dikatakan buruk sehingga tidak
wajar dinyatakan bersumber dari Allah swt. Demikian Nabi Ibrahim
as. Mengajarkan bahwa segala yang terpuji dan indah bersumber dari-
Nya. adapun yang tercela dan negatif, hendaklah terlebih dahulu dicari
penyebabnya pada diri sendiri.110
Perlu dicatat juga bahwa penyembuhan, sebagaimana
ditegaskan oleh Nabi Ibrahin as. Ini, bukan berarti upaya manusia
untuk meraih kesembuhan tidak diperlukan lagi. Sekian banyak hadis
Nabi Muhammad SAW. yang memerintahkan untuk berobat. Ucapan
Nabi Ibrahim as. Itu hanya bermaksud menyatakan bahwa sebab dari
segala sebab adalah Allah swt.111
Ketika menafsirkan ayat kelima surah al-Fatihah, penulis
antara lain mengemukakan bahwa: Dlam kehidupan ini, ada yang
109 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 9, 258. 110 Ibid., 258. 111 Ibid., 259.
71
dinamai hukum-hukum alam atau “sunnatullah”, yakni ketetapan-
ketetapan Tuhan yang lazim berlaku dalam kehidupan nyata seperti
hukum-hukum sebab-akibat. Manusia mengetahui sebagian dari
hukum-hukum tersebut. Misalnya, seseorang yang sakit lazimnya
dapat sembuh apabila berobat dan mengikuti saran-saran dokter.
Tetapi, jangan duga bahwa dokter atau obat yang diminum itulah yang
menyembuhkan penyakit itu. Tidak! Yang menyembuhkan adalah
Allah swt. Kenyataan menunjukkan bahwa sering kali dokter telah
“menyerah” dalam mengobati seorang pasien., bahkan telah
memperkirakan batas kemampuannya bertahan hidup, namun dugaan
sang dokter meleset, bahkan si pasien tak lama kemudian segar bugar.
Apa arti itu semua? Apa yang terjadi disana? Yang terjadi bukan
sesuatu yang lazim. Ia tidak berhubungan dengan hukum sebab dan
akibat yang selama ini kita ketahui. Itu adalah ‘inayatullah
(pertolongan dan perlindungan Allah yang khusus).112
Jika demikian dalam kehidupan kita, di samping ada yang
dinamai sunnatullah, yakni ketetapan-ketetapan Ilahi yang lazim
berlaku di kehidupan nyata seperti hukum sebab akibat, ada juga yang
dinamai ‘inayatullah, yakni pertolongan dan bimbingan Allah di luar
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku.113
112 Ibid., 259. 113 Ibid., 259.
72
Bahkan, lebih dari itu, dapat dipertanyakan tentang
“sunnatullah” atau hukum-hukum alam seperti hukum alam seperti
hukum sebab akibat yang disebutkan di atas “siapakah yang
mengaturnya?” “siapa yang menjadikan atau mewujudkannya”
Kesembuhan si penderita apakah disebabkan oleh obat yang
diminumnya atau petunjuk dokter yang ditaatinya? Keduanya tidak!
Demikian jawab agamawan, antara lain berdasarkan ucapan Nabi
Ibrahim as. Yang diabadikan oleh ayat yang ditafsirkan ini. Ilmuwan
pun menjawab demikian karena, menurut mereka, hukum-hukum
alam tiada lain kecuali “ikhtisar dari pukul rata statistik”. Setiap saat
kita melihat air mengalir menuju tempat yang rendah, matahari terbit
dari sebelah timur, si sakit sembuh karena meminum obat tertentu, dan
sebagainya. Hal tersebut lazim kita lihat dan ketahui. Maka
muncullaah apa yang dinamai “hukum-hukum alam”. Tetapi, jangan
menduga bahwa “sebab” itulah yang mewujudkan akibat karena para
ilmuwan sendiri pun tidak tahu secara pasti faktor apa dari sekian
banyak faktor yang mengantarkannya ke sana.114
Hakikat “sebab” yang diketahui hanyalah bahwa ia
berbarengan dan atau terjadi sebelum terjadi akibatnya. Tidak ada
suatu bukti yang dapat menunjukkan bahwa “sebab” itulah yang
mewujudkan “akibat”. Sebaliknya, sekian banyak keberatan ilmiah
yang tidak mendapat jawabab tuntas atau memuaskan menghadang
114 Ibid., 260.
73
pendapat yang menyatakan bahwa apa yang kita namakan “sebab”
itulah yang mewujudkan akibat.115
Setelah ditemukannya bagian-bagian atom, elektron, dan
proton, sadarlah para ilmuwan masa kini tentang ketidakpastian dan
lahirlah salah satu prinsip ilmiah, yaitu probability. Ilmuwan kini
mengakui bahwa apa yang sebelum ini diduga bahwa keadaan A pasti
menghasilkan keadaan B, tidak lagi dapat dipertahankan. Kini,
mereka berkata keadaan A boleh jadi mengakibatkan B atau C atau D
atau selain itu semua. Paling tinggi yang dapat dikatakan adalah
bahwa keadaan B mengandung kemungkinan yang lebih besar
daripada keadaan C dan bahwa derajat kemungkinan keadaan ini lebih
besar dari keadaan itu. Adapun memastikannya, hal tersebut diluar
kemampuan siapa pun. Ia kembali pada ketentuan takdir, apa pun
hakikat atau siapapun takdir itu. Demikian tulis Sayyid Quthub
mengutip pendapat ilmuwan Inggris, Sir. James Jannes.116
6. At-Taubah (14): 14
ق اتل وه م ي ع ذ ب م الله ب يديك م و ي زهم و ي نص رك م ع ل يهم و ي شف ص د ور ق وم مؤمنين
﴿١٤﴾117
115 Ibid., 260. 116 Ibid., 260. 117 Qur’an In Word
74
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka
dengan tangan-tangan kamu dan Dia akan menghinakan mereka dan
memenangkan kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-
orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang
mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”118
Asbāb al-Nuzul
Setelah menyebut tiga pokok yang mengharuskan kaum
muslimin berperang, yaitu karena kaum musyrikin membatalkan
perjanjian, berkemauan keras mengusir Nabi Muhammad SAW. dari
Mekkah–baik sebelum hijrah maupun sesudahnya–dan merekalah
yang memulai penganiayaan dan peperangan, melalui ayat ini disebut
apa yang dapat dihasilkan oleh pelaksanaan perintah itu, yakni
Perangilah mereka demi memenuhi perintah Allah dan demi meraih
Ridha-Nya niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan perantaraan
tangan-tangan kamu, yakni dengan usaha kamu membunuh, melukai,
menawan, dan mengambil harta mereka dan, dengan memerangi
mereka Dia juga akan menghinakan mereka dalam kehidupan
duniawi dan ukhrawi dan memenangkan kamu terhadap mereka, serta
melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan
panas hati, yakni amarah yang terpendam di hati orang-orang
mukmin atas penganiayaan kaum musyrikin di masa lalu atas mereka
serta keluarga dan teman-teman mereka. Demikian itulah buah yang
118 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol. 5, 33.
75
dapat kamu peroleh dengan memerangi mereka. Adapun kaum
musyrikin, persoalan mereka kembali dan terserah kepada Allah. Dan
Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya dari orang
musyrik atau munafik yang selama ini memusuhi kamu dan, bila itu
terjadi, mereka akan menjadi saudara-saudara kamu seagama, Allah
Maha Mengetahui siapa yang wajar memperoleh pengampunan—ya
dan mengetahui pula isi hati kamu baik yang bersemangat untuk
berperang maupun yang enggan, lagi Maha Bijaksana dalam segala
tindakan dan ketetapannya.119
Penjelasan Ayat
Firman-Nya: ( ينصركم عليهم ) yanshurukum
‘alaihim/memenangkan kamu terhadap mereka setelah sebelumnya
telah dinyatakan akan menghinakan mereka perlu dicantumkan
karena menghinakan mereka belum tentu akibat kemenangan yang
diraih kaum muslimin, bahkan belum tentu kehinaan tersebut
berkaitan langsung dengan kemenangan kaum muslimin. Karena itu,
menjadi sangat wajar pada kemenangan kaum muslimin disebutkan
setelah kehinaan yang diderita kaum musyrikin.120
Melegakan hati berbeda dengan menghilangkan panas hati.
Yang pertama dengan terbunuh dan terhinanya lawan dan yang kedua
119 Ibid., 33. 120 Ibid., 33.
76
karena kemenangan yang diraih. Bisa juga menghilangkan panas hati
merupakan peringkat yang lebih tinggi dari melegakan hati. Dalam
arti, kelegaan tersebut memang telah menyenangakan tetapi boleh jadi
bekas-bekas kejengkelan, dendam, dan amarah masih hinggap di hati.
Dengan hilangnya panas hati, semua kembali normal, tidak sedikitpun
kejengkelan akan berbekas sehingga, jika kelak ada di antara kaum
musyrikin itu yang memeluk Islam, panas hati dan dendam tersebut
tidak mereka rasakan lagi karena Allah telah menghilangkan dari hati
mereka.121
Kata ( غيض ) ghaidh/panas hati adalah amarah yang disertai
dengan dorongan untuk melakukan pembalasan. Fakhruddin ar-Razi
berpendapat bahwa ayat ini menunjukkan betapa kekeuh keimanan
para sahabat Nabi Muhammad SAW. hati mereka penuh amarah
terhadap orang-orang kafir demi agama sehingga timbul keinginan
yang meluap untuk mengalahkan mereka. Tentu saja, hati yang
demikian itu halnya adalah hati yang dipenuhi dengan iman. Di sisi
lain–tulisnya lebih jauh–ayat ini juga merupakan salah satu mukjizat
dari aspek pemberitaan gaib karena Allah telah memberitakan hal-hal
di atas sebelum terjadinya dan ternyata kemudian ia terjadi
sebagaimana diberitakan dan sekian banyak juga dari kaum musyrikin
121 Ibid., 33.
77
yang tadinya memerangi Nabi SAW. akhirnya memeluk Islam dan
diampuni Allah swt. 122
Dari cara penyebutan dan penjelasan ayat-ayat di atas, diperoleh
beberapa informasi, dari empat ayat yang menyebut kata Syifa’, dua di
antaranya ditujukan kepada manusia secara menyeluruh (an-nas) (QS.
Yunus: 57 dan QS. An-Nahl: 69), dan dua yang selanjutnya ditujukan
kepada orang-orang yang beriman (QS. Fusshilat: 44 dan Al-Isra’:82).
Ayat tersebut memberi kesan informasi bahwa konsep kesembuhan yang
ditawarkan Al-Qur’an berlaku untuk semua manusia, baik mukmin atau
bukan orang mukmin. Kemudian yang berbentuk kata benda, tiga di
antaranya menjelaskan fungsi Al-Qur’an sebagai obat penyembuh (QS.
Al-Isra’:82, QS. Yunus: 57, dan QS. Fusshilat: 44), dan satu lainnya
tentang madu sebagai obat (QS. An-Nahl:68-69). Satu hal yang memberi
isyarat penyembuhan dengan Al-Qur’an, selain madu, tidak bisa
diabaikan. Bahkan, dengan bermain angka, bila empat kata Syifa’
menggambarkan penyembuhan 100%, maka penyembuhan dengan Al-
Qur’an (Tiga kali disebut) memiliki porsi 75%, dibanding madu yang 25%
(sekali disebut). Enam ayat tersebut disatas menggambarkan proses
penyembuhan yaitu; yang memberi kesembuhan adalah Allah; media
122 Ibid., 33.
78
penyembuhan yang bersifat psikis atau ruhani adalah Al-Qur’an, dan;
media yang bersifat fisik adalah madu.123
Dalam bab selanjutnya, penulis berupaya memahami ayat-ayat Syifa’
secara kontekstual dengan menggunakan teori yang digagas oleh Fazlur
Rahman, yaitu Double Movement (Gerakan Ganda). Dimana hasilnya
nanti diharapkan mampu menjawab permasalahan pandemi yang sedang
berlangsung saat ini.
123 Muchlish M Hanafi, “Qur’anic Immunity”, Webinar Prospek dan Tantangan Al-Qur’an
Sebagai Obat Di Masa Pandemi (Salatiga: IAIN Salatiga, Rabu 10 Juni 2020).
79
BAB IV
APLIKASI TEORI DOUBLE MOVEMENT TERHADAP AYAT-
AYAT SYIFA’
Membahas mengenai Al-Qur’an tidak hanya sebatas ruang lingkupnya
sebagai hidayah, namun Ia juga berfungsi sebagai Syifa. Jika dikaitkan dengan
kondisi saat ini, maka akan timbul sebuah pertanyaan mengenai Bagaimanakah Al-
Quran dapat hadir sebagai jawaban sekaligus solusi bagi masyarakat dunia
terkhusus kaum muslimin dalam menghadapi pandemi atau wabah penyakit yang
sedang berlangsung saat ini?, dimana vaksin untuk jenis virus baru ini masih dalam
tahap uji coba dan belum dapat digunakan untuk masyarakat luas, terkhusus bagi
mereka yang terpapar wabah ini.
A. Relevansi Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Konteks Masa Sekarang
Situasi pandemi covid-19 di Indonesia dipandang berbagai pihak
semakin mengkhawatirkan dikarenakan jumlah kasus yang semakin
meningkat. Sampai saat ini, belum ada obat khusus yang disarankan untuk
mencegah atau mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus ini. Untuk
melindungi diri dari paparan virus sementara vaksin atau obat masih dalam
tahap uji klinis, masyarakat dunia diimbau untuk melakukan pencegahan
dengan 3M, yaitu, menghindari kerumunan, mencuci tangan, dan memakai
masker.
Al-Qur’an datang dan hadir selain berfungsi sebagai hidayah, ia juga
memperkenalkan dirinya sebagai obat/Syifa’ yang menyembuhkan
80
berbagai penyakit. Petunjuk yang termuat dalam Al-Qur’an tidak hanya
terbatas untuk orang-orang yang beriman, tetapi juga mencakup untuk
seluruh umat manusia, muslim dan non muslim, bahkan alam semesta.
Dalam kasus ini, penulis mencoba menggunakan teori double
movement yang digagas oleh Fazlur Rahman sebagai alat atau metode
dalam memahami term Al-Qur’an sebagai Syifa’ yang kiranya sesuai
dengan situasi yang terjadi pada saat ini. Berikut, tehnik-metodik dari teori
Double Movement.
1. Memahami makna atau arti dari suatu ayat dengan menganalisis dan
mengkaji Asbāb al-Nuzul dimana Al-Qur’an atau pernyataan dari ayat
tersebut merupakan jawabannya.
2. Membentuk gagasan atau simpulan umum sebagai jawaban-jawaban
spesifik dan menyatakannya sebagai sebuah pernyataan yang memiliki
tujuan-tujuan moral-sosial umum.
3. Membawa nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang umum tersebut kedalam
konteks sosio-historis di masa sekarang, dengan menganalisis secara
cermat kondisi dan situasi masa kini.
B. Penerapan Tehnik-Metodik
TAHAP 1 : Memahami fungsi Al-Qur’an sebagai Syifa’ pada
masa lampau, memahami kondisi dimana ayat-ayat tentang syifa’
diturunkan, serta kondisi sosial masyarakat pada saat itu. Tujuan dari
81
gerakan pertama ini adalah untuk menangkap spirit atau pesan yang ingin
disampaikan dalam ayat tersebut.
Kelompok ayat-ayat yang telah disebutkan pada bab sebelumnya
membicarakan tentang Al-Qur’an dengan menjelaskan fungsinya sebagai
obat penawar penyakit-penyakit jiwa. Salah satu sumber yang
menjelaskan pada masa Nabi SAW. Ibn Mas’ud ra. Yang memberitakan
bahwa ada seseorang yang datang kepada Nabi SAW. mengeluhkan
dadanya, maka Rasul SAW. bersabda: “Hendaklah engkau membaca Al-
Qur’an.” Riwayat dengan makna serupa dikemukakan juga oleh al-Baihaqi
melalui Wai’lah Ibn al-Ashqa’. Yang dimaksud dalam pernyataan tersebut
bukanlah penyakit jasmani, tetapi ia adalah penyakit ruhani/jiwa yang
berdampak pada jasmani. Ia adalah psikosomatik. Memang tidak jarang
seseorang merasa sesak nafas atau dada bagaikan tertekan karena adanya
ketidakseimbangan ruhani.
Ayat yang mengabarkan tentang Syifa’ juga turun berkaitan dengan
masyarakat yang hidup di zaman Nabi Ibrahim yang mengalami sakit,
namun mereka masih saja meminta pertolongan kepada berhala-berhala
mereka. Sehingga turun ayat ini, agar Nabi Ibrahim menyampaikan kepada
masyarakat yang hidup pada saat itu supaya sadar bahwa sesungguhnya
Allah lah yang memberi sakit, dan Dialah pula yang akan memberikan
kesembuhan.124 Karena sesungguhnya Dialah yang memberi kesembuhan,
124 Syaikh Abdul Malik, Tafsir AL-Azhar, juz XIX, 120.
82
serta Dia pula yang mematikan, juga menghidupkan kita kembali untuk
mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan kita, setelah kita mati
nanti.
Sejarah juga mencatat perihal apa yang orang kafir pertanyakan
mengenai Al-Qur-an yang diturunkan dalam bahasa Arab, yang kemudian
pertanyaan mereka ditanggapi bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
Arab atau tidak, mereka tetap tidak akan beriman. Dan Al-Quran secara
khusus bagi orang-orang beriman adalah petunjuk yang dapat menyingkap
kebingumgan dan penyembuh segala macam penyakit kejiwaan.
Al-Qur’an datang membawa kabar kepada seluruh manusia, di mana
dan kapanpun sepanjang masa, untuk menyadarkan sepenuhnya bahwa
telah datang kepada manusia pengajaran yang sangat agung dan
bermanfaat dari Tuhan, yaitu Al-Qur’an al-Karim dan obat yang sangat
ampuh bagi penyakit-penyakit kejiwaan yang terdapat dalam dada, yakni
hati manusia dan petunjuk yang sangat jelas menuju kebenaran dan
kebajikan serta rahmat yang amat besar dan melimpah bagi orang-orang
mukmin.
Dari ayat-ayat Syifa’ yang coba penulis pahami dan rangkum
tersebut, diperoleh beberapa informasi, dari empat ayat yang menyebut
kata Syifa’, dua di antaranya ditujukan kepada manusia secara menyeluruh
(an-nas) (QS. Yunus: 57 dan QS. An-Nahl: 69), dan dua yang selanjutnya
ditujukan kepada orang-orang yang beriman (QS. Fusshilat: 44 dan Al-
83
Isra’:82). Ayat tersebut memberi kesan informasi bahwa konsep
kesembuhan yang ditawarkan Al-Qur’an berlaku untuk semua manusia,
baik mukmin atau bukan orang mukmin. Kemudian yang berbentuk kata
benda, tiga di antaranya menjelaskan fungsi Al-Qur’an sebagai obat
penyembuh (QS. Al-Isra’:82, QS. Yunus: 57, dan QS. Fusshilat: 44), dan
satu lainnya tentang madu sebagai obat (QS. An-Nahl:68-69). Satu hal
yang memberi isyarat penyembuhan dengan Al-Qur’an, selain madu, tidak
bisa diabaikan. Bahkan, dengan bermain angka, bila empat kata Syifa’
menggambarkan penyembuhan 100%, maka penyembuhan dengan Al-
Qur’an (Tiga kali disebut) memiliki porsi 75%, dibanding madu yang 25%
(sekali disebut). Enam ayat tersebut disatas menggambarkan proses
penyembuhan yaitu; yang memberi kesembuhan adalah Allah; media
penyembuhan yang bersifat psikis atau ruhani adalah Al-Qur’an, dan;
media yang bersifat fisik adalah madu.
Berdasarkan dari Asbāb al-Nuzul ayat-ayat yang menginformasikan
seputar Syifa’ tersebut, penulis mendapatkan nilai-nilai universal dengan
tujuan-tujuan umum sebagai berikut:
1. Secara umum ayat-ayat tersebut memberi kesan informasi bahwa
konsep kesembuhan yang ditawarkan Al-Qur’an berlaku untuk semua
manusia, baik mukmin atau bukan orang mukmin.
2. satu satunya sumber kesembuhan hanya dari Allah dan Allah lah yang
berhak memberi kesembuhan bagi setiap penyakit yang diderita
manusia.
84
3. Penyakit ruhani/jiwa memiliki dampak pada kesehatan jasmani.
4. Al-Qur’an secara khusus bagi orang-orang yang beriman adalah
petunjuk yang dapat menyingkap kebingungan dan penyembuh segala
macam penyakit kejiwaan.
5. Al-Qur’an dapat melegakan hati orang-orang yang beriman, dan
menghilangkan panas hati, yakni amarah yang terpendam di hati orang-
orang mukmin.
Gerakan kembali menuju masa Al-Qur’an diturunkan dengan
melihat latar belakang situasi dan sektor sosialnya telah coba penulis
simpulkan dan mengambil nilai-nilai serta tujuan umumnya secara
sitematis. Hal itu menandai hasil dari gerakan pertama teori Double
Movement, yang berarti, selanjutnya masuk pada gerakan kedua.
TAHAP 2 : Mengambil dan membawa nilai-nilai, prinsip-
prinsip dan tujuan-tujuan universal yang didapatkan dari
pemahaman ayat-ayat Syifa’ pada masa lampau, ke dalam masa
sekarang yang konkrit dengan segala kondisi, situasi, dan
problematikanya.
Sebalum mengkontekstualisasikan nilai, prinsip, dan tujuan umum
tersebut kedalam konteks yang konkrit di masa sekarang, terlebih dahulu
perlu dilakukan kajian yang mendalam atas situasi dan kondisi yang terjadi
saat ini untuk mengetahui secara jelas problematika yang sedang dihadapi
85
dan membutuhkan solusi. Hal-hal yang menjadi perhatian serta menjadi
poin penting atas gambaran situasi dan kondisi pada masa sekarang adalah:
Pertama, adanya pandemi/wabah penyakit (disease). Pandemi
adalah suatu wabah penyakit global, penyakit digambarkan sebagai
gangguan dalam fungsi tubuh yang menghasilkan berkurangnya kapasitas.
Penyakit terjadi ketika keseimbangan dalam tubuh tidak dapat
dipertahankan. Proses perkembangan penyakit disebut patogenesis. Bila
tidak diketahui dan tidak berhasil ditangani dengan baik, sebagian besar
penyakit akan berlanjut menurut pola gejalanya yang khas. Sebagian
penyakit akan sembuh sendiri (self limiting) atau dapat sembuh cepat
dengan sedikit intervensi atau tanpa intervensi sebagian menjadi kronis
dan tidak pernah benar-benar sembuh. Pada umumnya penyakit terdeteksi
ketika sudah menimbulkan perubahan pada metabolisme atau
mengakibatkan pembelan sel yang menyebabkan muncul tanda-tanda
gejala.125 Dan penyakit baru–covid-19–ini telah dinyatakan sebagai
pandemi karena penyakit ini telah menyebar di seluruh dunia melampaui
batas.
Kedua, Problem Psikososial dan Kesehatan mental, dampak dari
pandemi. Psikososial, membahas seputar faktor psikologis dan lingkungan
sosial sekitar terhadap kesehatan fisik dan mental serta kemampuan
individu untuk berfungsi. Menurut WHO (2020), munculnya pandemi
125 Nadya, “Konsep Sehat dan Sakit”, dalam https://uin-
alaudin.ac.id/tulisan/detai/konsep-sehat-da-sakit, diakses 14 Oktober 2020.
86
menimbulkan stres pada berbagai lapisan masyarakat. Menurut sejumlah
penelitian terkait pandemi (antara lain flu burung dan SARS)
menunjukkan adanya dampak negatif terhadap kesehatan mental
penderitanya. Salah satu anjuran yang dikeluarkan oleh Kementrerian
Kesehatan RI adalah memberi dukungan kesehatan jiwa dan Psikososial
terhadap masyarakat yang tertuang dalam buku pedoman dukungan
kesehatan jiwa dan sosial pada masa pandemi yang di dalamya memuat
tentang anjuran kepada masyarakat untuk meningkatkan imunitas
tubuh.126
Dari sekian banyak problem yang ada pada masa pandemi ini,
kekhawatiran dan ketakutan masyarakat seluruh dunia semakin menemui
titik puncaknya dikarenakan belum adanya vaksin yang dapat digunakan
untuk menyembuhkan penderita yang terpapar virus. Banyaknya kasus
kematian yang disebabkan oleh virus ini, menyebabkan adanya vaksin
yang dapat digunakan sebagai penawar covid-19 sangat dinanti-nantikan.
Untuk bisa mendapatkan vaksin ini membutuhkan waktu yang tidak
singkat.127
Dengan melihat dan mengamati problematika di atas yang penulis
rangkum, dapat kita lihat bahwasannya tantangan Al-Qur’an pada masa
126 Kemenkes RI, Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada Masa
Pandemi Covid-19, (Jakarta: Kemenkes RI, 2020), 6. 127 Liputan6.com, “5 Alasan Vaksin Virus Corona Covid-19 Belum Ditemukan”, dalam
https://www.liputan6.com/news/read/4231917/5-alasan-vaksin-virus-corona-covid19-belum
ditemukan, diakses 4 Oktober 2020.
87
sekarang ini adalah bagaimana ia dapat hadir sebagai Syifa’ dan dapat
memberi solusi atas pandemi atau wabah penyakit yang sedang terjadi.
Setelah menelaah dan dapat kita ketahui kondisi konkrit masa
seekarang, maka langkah yang selanjutnya diterapkan adalah
mengkontekstualisasikan nilai-nilai universal pada Ayat-ayat Syifa’ yang
sebelumnya telah penulis simpulkan, dengan segala kondisi dan
problematika pada masa sekarang.
C. Kontekstualisasi Ayat-Ayat Syifa’
Secara sederhana, prinsip-prinsip umum dari ayat-ayat Syifa’ yang
dapat penulis tangkap adalah: Pertama, mempercayai satu satunya sumber
kesembuhan hanya dari Allah dan Allah lah yang berhak memberi
kesembuhan bagi setiap penyakit yang diderita manusia. Kedua, Penyakit
ruhani/jiwa memiliki dampak pada kesehatan jasmani. Ketiga, Al-Qur’an
secara khusus bagi orang-orang yang beriman adalah petunjuk yang dapat
menyingkap kebingungan dan penyembuh segala macam penyakit
kejiwaan.
Prinsip-prinsip diatas akan coba penulis terapkan dalam menjawab
problematika dewasa ini untuk menjawab masalah Psikososial dan
kesehatan mental yang akan penulis uraikan berikut ini:
1. Problem kehawatiran, kecemasan, dan ketakutan ditengah masyarakat
akan penularan virus di masa pandemi.
88
Adanya ketakutan yang berlebih akibat gempuran berita mengenai
covid-19 secara masif, berdampak pada gangguan kejiwaan yang lahir
kerena situasi tersebut dan hal itu sangat berpengaruh pada kinerja otak.
Dalam kondisi gelisah, cemas, dan takut, tubuh coba meresponnya agar
bisa mengendalikannya. Mula-mula hipotalamos pituitary adrenal
melepaskan hormon kortisol. Tubuh ketika tidak dapat mengendalikan
gangguan gelisah dengan baik akan meningkatkan kinerja saraf di
amygdala (pusat rasa cemas di otak). Hal itu menyebabkan produksi
hormon kortisol meningkat. Hirmon ini sangat membantu untuk
menghadang stres. Namun, dalam jangka panjang, hormon ini akan
menghambat sistem otak lainnya yang membantu membuat tenang.
Kondisi ini akan menyebabkan gangguan gelisah yang lebih parah dan
timbulnya stres. Pada saat gangguan gelisah telah berubah wujud
menjadi stres, maka pengaruh buruk terhadap kesehatan semakin besar.
Stres memberikan dampak total pada individu yaitu terhadap fisik,
psikologi, intelektual, sosial, dan spriritual. Kondisi ini berimbas pada
menurunnya daya tahan tubuh. 128
Kelebihan hormon kortisol dalam tubuh bisa menyebabkan
melemahnya sitem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang
menurun memudahkan virus dan bakteri menyerang tubuh. Oleh karena
itu, mudah bagi seseorang terpapar berbagai penyakit fisik seperti batuk
dan flu. Pada saat orang merasakan stres, takut yang berlebihan dan
128 Ahmad faidi, Ayat-Ayat Syifa’; Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis.., 24.
89
depresi inilah tubuh tidak hanya mengeluarkan hormon kortisol, tetapi
juga mengeluarkan hormon glukokortikoid. Berdasarkan penelitian di
Ohio State, hormon glukokortikoid yang diproduksi secara berlebihan
ketika mengalami gangguan mental akan berpengaruh pada hormon
lain, seperti timus, tempat limfosit (salah satu sel imun) diproduksi dan
menghambat produksi sitokinin dan interleukin yang merangsang dan
mengkoordinasikan sel darah putih. Padahal dalam situasi seperti ini,
orang-orang justru memerlukan kondisi badan dan pikiran yang sehat
dan fit agar sistem imun yang ada dalam dirinya terproduksi secara
optimal untuk melawan wabah yang sedang melanda.129
Ibn al-Qayyim al-Jawziya menunjukkan penerimaannya terhadap
penularan dengan cara yang tegas. Dia berpendapat bahwa Tuhan
memberikan beberapa penyakit sebuah kemampuan untuk berpindah
objek. Penyakit-penyakit yang dapat berpindah ini (naqalla) menyebar
dari satu orang kepada yang lain melalui udara yang berwabah,
sebagaimana yang dijelaskan dalam teori medis baru-baru ini. Sama
seperti al-Dhahabi, Ibn al-Qayyim juga menekankan bahwa walaupun
penularan itu ada, tetapi manusia tidak harus berpikir bahwa itulah
penyebab utama dari penyakit. Penularan merupakan sebab yang
diciptakan oleh Tuhan dan menolak keberadaannya berarti menolak
aturan Tuhan, akan tetapi berpikir bahwa penularan merupakan satu-
129 Ibid., 25.
90
satunya sebab penyakit berarti telah berbuat syirik karena hal itu akan
menyamakan penularan dengan Tuhan.130
Semua yang terjadi pada akhirnya merupakan subjek untuk
kehendak Tuhan; oleh karena itu, ketakutan yang berlebihan terhadap
penularan mengindikasikan bahwa seseorang lebih mempercayai
penularan penyakit ketimbang Tuhan dan hal ini bisa merusak jiwa dan
membahayakan keselamatan.131
2. Sistem Imun Bagi Manusia
Pada dasarnya, Al-Qur’an secara keseluruhan merupakan obat bagi
setiap penyakit, baik ruhani maupun jasmani. Setiap surat, setiap ayat,
bahkan setiap huruf dalam Al-Qur’an dapat menjadi media
penyembuhan bagi segala macam penyakit. Meski demikian,
berdasarkan penelitian dan penafsiran para ulama, Al-Qur’an sendiri
mengandung beberapa ayat yang secara spesifik memiliki khasiat
khusus sebagai do’a penyembuhan penyakit baik ruhani maupun
jasmani. 132
Pengobatan dengan media Al-Qura’an tidaklah sama dengan
pengobatan medis. Jika salah satu pengobatan medis dilakukan dengan
cara mengkonsumsi obat, maka pengobatan dengan media Al-Qur’an
dapat dilakukan dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta
130 Ibid., 26. 131 Dale F. Eickelman dkk, Al-Qur’an, Sains, dan Ilmu Sosial, terj. Lien Iffah Naf’atu Fina
dan Ari Hendri..., 70-74. 132 Ahmad faidi, Ayat-Ayat Syifa’; Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis...,47.
91
mentadabburinya. Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang
mengandung motivasi yang baik untuk proses penyembuhan.
Dr. Ahmed Al-Qadhi di klinik besar Florida, Amerika Serikat,
melakukan sebuah riset dan berhasil membuktikan hanya dengan
mendengarkan dan membaca ayat suci Al-Qur’an mampu menangkal
berbagai macam penyakit, baik bagi mereka yang bisa berbahasa arab
atau tidak, dapat merasakan dampak psikologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, dan memperoleh ketenangan jiwa.
Penelitiannya ditunjang dengan bantuan pralatan elektronik terbaru untu
mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan
kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan,
bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97% dapat melahirkan
ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.133
Penemuan yang sama juga dilakukan Muhammad Salim yang
diterbitkan oleh Universitas Boston. Keduanya menyatakan bahwa
membaca Al-Qur’an dengan bersuara akan membuat vibrasi atau
getaran yang membuat sel-sel yang sudah rusak pada tubuh akan
kembali sembuh dan bekerja dengan baik kembali. Hal ini selaras
dengan firman Allah Ta’ala “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu
yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang
133 Veri Julianto dkk, “Pengaruh Mendengarkan Murattal Al-Qur’an Terhadap Peningkatan
Kemampuan Konsentrasi”, Jurnal Psikologi Ilmiah (Vol. 1, No.2, Juni/2014), 121.
92
beriman” (QS. 17:82).134 Karena imun yang kuat adalah sebaik-baik
vaksin pada masa pandemi ini.
Dan berikut beberapa sikap yang dapat diterapkan dalam rangka
menekan tingkat kecemasan dalam mendukung produksi sistem imum
meningkat. Pertama, Husnudzan, Untuk menekan kecemasan yang
berlebih, penting bagi kita untuk menerapkan sikap Husnudzan kepada
Allah dalam situasi pandemi ini, yaitu senantiasa sabar dan yakin
dengan pertolongan Allah. Hal ini telah Allah sampaikan dalam Q.S Al-
Hadid: 22-23, Allah berfirman :
ك م إلا ف كت اب م ن ق بل أ ن نب أ ه آ إن ذ لك يب ة ف الأ رض و لا ف أ نف س م آأ ص اب من مص
ير ﴿ الله لا ي ب ك ل ٢٢ع ل ى الله ي س ك م و وا ع ل ى م اف ات ك م و لا ت فر ح وا ب آ ء ات ﴾ لك يلا ت س
135﴾٢٣﴿ ت ال ف خ ور م
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya
kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya
kamu jangan terlalu gembira terhadapapa yang diberikan-Nya kepadamu.
Dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.” (QS. Al-Hadid: 22-23)136
134 Bobby Herwibowo, “Tiga Cara Tingkatkan Immunitas Diri Ala Rasullullah”, dalam
https:/republika.co.id/berita/q7ne6u469/tiga-cara-tingkatkan-imunitas-diri, diakses 30 September
2020. 135 Qur’an In Word 136 Ahmad faidi, Ayat-Ayat Syifa’; Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis...,76.
93
Ayat di atas memberikan gambaran pada kita bahwa apapun yang
terjadi dalam hidup kita, sudah menjadi ketetapan Allah. Baik atau
buruk, menyenangkan hati ataupun sesuatu yang membuat hati gelisah
dan sedih tidak bisa kita tolak. Seburuk apapun sesuatu yang menimpa
kita, kita tidak perlu bergelisah hati. Kita harus tetap berpikiran posistif
dan yakin bahwa Allah pasti akan menolong kita dan di balik itu semua
pasti terselip hikmah yang luar biasa.
Kedua, Tawakkal, Sikap lain yang perlu diterapkan juga dalam
kondisi ini adalah sikap Tawakal. Tawakal merupakan sebuah bentuk
sikap penyerahan diri kepada Allah Yang Maha Kuasa. Dalam kondisi
vaksin yang masih dalam tahap uji coba, kita harus percaya bahwa satu
satunya sumber kesembuhan hanya dari Allah dan Allah lah yang
berhak memberi kesembuhan bagi setiap penyakit yang diderita
manusia. Setiap orang yang sanggup melakukan hal itu, ia cenderung
terbebas dari perasaan gelisah, cemas, khawatir, sedih, dan kecewa atas
situasi yang sedang terjadi dalam prosesnya menjalani kehidupan. Allah
SWT berfirman:
يب ن آ إلا م اك ت ب الله ل ن ا ه و م ولا ن و ع ل ى الله ف لي ت و كل الم ؤمن ون ق ل لن ي ص
﴿١۵﴾137
137 Qur’an In Word
94
“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa Kami melainkan
apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah pelindung Kami,
dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakal.” (QS. At-Taubah: 51)138
Sifat tawakal adalah sifat di mana menyerahkan secara total segala
urusan terhadap kehendak Allah. Namun bukan berarti hanya bersifat
pasif. Pasrah dan berdiam diri tanpa usaha sedikitpun. Tawakal yang
dimaksukan adalah ikhlas dan sabar dengan segala kehendak Allah
tentunya dengan diimbangi usaha dan do’a secara maksimal. Usaha
disini seperti mematuhi protokol kesehatan yang telah dianjurkan oleh
pemerintah.139
Selain perintah-perintah Al-Qur’an yang telah penulis paparkan
diatas sebagai bentuk ikhtiar membentengi diri terhadap wabah
penyakit, masih banyak lagi amalan yang dapat diterapkan–bahkan telah
menjadi kebiasaan sehari-hari bagi umat muslim–dalam rangka menjaga
kesehatan jasmani yang termuat di dalam Al-Qur’an, Berikut amalan-
amalan tersebut:
a. Puasa, dapat meningkatkan produksi sel-sel darah putih sehingga
meningkatkan daya tahan tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang
meningkat sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh maupun
mental.140
138 Ahmad faidi, Ayat-Ayat Syifa’; Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis..., 99. 139 Ibid., 99. 140 Ibid., 60.
95
b. Dzikir, akan membuat hati menjadi tenang, tidak takut dan gelisah.
Pada saat berdzikir, secara tidak langsung hati mengamini tentang
kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Kesadaran seperti itu akan
menumbuhkan rasa percaya bahwa tidak ada tempat yang pantas
dijadikan sebagai tempat bersandar. Dengan begitu, hati akan
merasa lapang dalam menghadapi setiap ujian.141
c. Sholat, sholat yang dilaksanakan secara khusyuk dan mantap benar-
benar menjadi obat yang ampuh untuk meredam berbagai gangguan
mental, salah satunya adalah gangguan gelisah dan stres.
Berdasarkan referensi yang penulis baca, sholat tidak hanya media
untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi gerakan sholat juga
merupakan media olahraga yang bisa menyehatkan tubuh.142
d. Wudhu, telah kita ketahui bersama, penularan bakteri atau virus
melalui udara tentu akan melewati saluran napas dan sangat
mungkin bakteri atau virus ini banyak terdapat di lubang hidung dan
mulut, dalam hal ini aktivitas wudhu seperti mencici tangan,
berkumur, dan membersihkan rongga hidung akan sangat
berpengaruh bagi kebersihan diri, apalagi wudhu dilakukan paling
tidak lima kali dalam sehari sebelum sholat fardhu, dan akan lebih
bagus lagi bila ditambah sholat sunah yang menambah lagi aktifitas
wudhu
141 Ibid., 47. 142 Ibid., 51.
96
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan mengaplikasikan teori Double Movement yang digagas Fazlur
Rahman, penulis berupaya memahami ayat-ayat Syifa’ dalam Al-Qur’an secara
komprehensif dengan melihat konteks peristiwa dan sosio historis dimana ayat-ayat
itu diturunkan. Maka dengan mengikuti langkah-langkah dalam teori tersebut,
penulis mendapatkan hasil serta kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari ayat-ayat Syifa’ yang coba penulis pahami dan rangkum tersebut,
diperoleh beberapa informasi, dari empat ayat yang menyebut kata
Syifa’, dua di antaranya ditujukan kepada manusia secara menyeluruh,
dan dua yang selanjutnya ditujukan kepada orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut memberi kesan informasi kepada manusia bahwa konsep
kesembuhan yang ditawarkan Al-Qur’an berlaku untuk semua manusia,
baik mukmin atau bukan orang mukmin. Kemudian informasi yang
merujuk kata benda ada tiga, di antaranya menjelaskan fungsi Al-Qur’an
secara fisik sebagai obat penyembuh dan satu lagi tentang madu sebagai
obat. Enam ayat tersebut disatas menggambarkan proses penyembuhan
yaitu; yang memberi kesembuhan adalah Allah; media penyembuhan
yang bersifat psikis atau ruhani adalah Al-Qur’an, dan; media yang
bersifat fisik adalah madu.
97
Ayat-ayat Syifa’ dalam Al-Qur’an mempunyai konteks peristiwa
dan konteks sosio historis pada masa itu, yang keduanya diperlukan
dalam rangka memahami ayat-ayat Syifa’ tersebut. Al-Qur’an datang
membawa kabar kepada seluruh manusia, di manapun dan kapanpun
sepanjang masa, untuk menyadarkan sepenuhnya bahwa telah datang
kepada manusia pengajaran yang sangat agung dan bermanfaat dari
Tuhan, yaitu Al-Qur’an al-Karim dan obat yang sangat ampuh bagi
penyakit-penyakit kejiwaan yang terdapat dalam dada. Al-Qur’an
menjelaskan fungsinya sebagai obat penawar penyakit-penyakit jiwa..
Yang dimaksud dalam pernyataan tersebut bukanlah penyakit jasmani,
tetapi ia adalah penyakit ruhani/jiwa yang berdampak pada jasmani.
Ayat-ayat tentang Syifa’ juga turun berkaitan dengan masyarakat
yang hidup di zaman Nabi Ibrahim yang mengalami sakit, namun
mereka masih saja meminta pertolongan kepada berhala-berhala
mereka. Sehingga turun ayat ini, agar Nabi Ibrahim menyampaikan
kepada masyarakat yang hidup pada saat itu supaya sadar bahwa
sesungguhnya Allah lah yang memberi sakit, dan Dialah pula yang akan
memberikan kesembuhan. Dan Al-Quran secara khusus bagi orang-
orang beriman adalah petunjuk yang dapat menyingkap kebingungan
dan penyembuh segala macam penyakit kejiwaan.
2. Dengan menggunakan teori Double Movement, penulis memperoleh
prinsip-prinsip umum dalam ayat-ayat Syifa’. prinsip-prinsip tersebut
yang dapat penulis tangkap adalah: Pertama, mempercayai satu satunya
98
sumber kesembuhan hanya dari Allah, dan Allahlah yang berhak
memberi kesembuhan bagi setiap penyakit yang diderita manusia.
Kedua, Penyakit ruhani/jiwa memiliki dampak pada kesehatan jasmani.
Ketiga, Al-Qur’an secara khusus bagi orang-orang yang beriman adalah
petunjuk yang dapat menyingkap kebingungan dan penyembuh segala
macam penyakit kejiwaan serta Al-Qur’an dapat melegakan hati orang-
orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati, yakni amarah yang
terpendam di hati orang-orang mukmin.
Prinsip-prinsip tersebut dapat kita kontekstualisasikan sesuai dengan
situasi dan kondisi masa sekarang dimana wabah covid-19 masih ada
ditengah-tengah masyarakat dunia terkhusus di Indonesia dan
mengimplementasikannya dalam kondisi ini. Diantaranya adalah
problem seputar Psikososial, yaitu adanya kehawatiran, kecemasan, dan
ketakutan ditengah masyarakat. Serta problem Vaksin Covid-19 yang
tak kunjung ditemukan ditengah situasi darurat.
99
B. SARAN
Penulis dengan penuh kesadaran mengakui bahwa tulisan ini masih
penuh dengan kekurangan dan ketidak sempurnaan. Untuk melengkapi
kekurangan dan kelemahan terhadap tulisan yang penulis susun ini, sangat
dianjurkan bagi para akademisi atau dari kalangan medis terkhusus medis Islam
untuk lebih mengembangkannya lebih jauh agar Al-Qur’an benar-benar dapat
dirasakan oleh masyarakan lebih luas kemukjizatannya dan sebagai rahmat bagi
alam semesta.
100
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora,
Salatiga: IAIN Salatiga, 2018.
Abdullah, Amin.Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran Al-
Qur’an Periode Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Nun
Pustaka, 2013.
Rahtikawati, Yayan dan Rusmana, Dadan.Metodologi Tafsir Al-Qur’an:
Strukturalisme, Semantik, Semiotik, dan Hermeneutik. Bandung:
Pustaka setia, 2013.
Rahman, Fazlur.Islam dan Modernitas; Tentang Transformasi Intelektual,
terj. Ahsin Mohamad. Bandung: Penerbit Pustaka, 1985.
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia: Maret 2020.
Deni, Reza. “Update: Tambahan Kasus Positif Covid-19 per 7 Juli sebanyak
1.269 orang.” Dalam
https://www.tribunnews.com/corona/2020/07/07/update-tambahan-
kasus-positif-covid-19-per-7-juli-sebanyak-1268-orang, diakses 8
Juli 2020.
Fadli, Ari. “Mengenal Covid-19 dan Penyebabnya Dengan “Peduli
Lindungi” Aplikasi Berbasis Android.” dalam
101
https://www.researchgate.net/publication/340790225. diakses 17
Juli 2020.
Hanafi, Muchlish. “Qur’anic Immunity.” Webinar Prospek dan Tantangan
Al-Qur’an Sebagai Obat Di Masa Pandemi. Salatiga: IAIN Salatiga,
Rabu 10 Juni 2020.
Faidi, Ahmad.Ayat-Ayat Syifa’: Al-Qur’an Sebagai Terapi Psikologis.
Salatiga: LP2M IAIN Salatiga, 2018.
Latif, Umar. “Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat dan Obat Penawar
(Syifa’) Bagi Manusia”. Al-Bayan, vol.21, No. 30, Juli-
Desember/2014.
Saifunnuha, Mukhamad. “Aplikasi Teori Penafsiran ‘Double Movement’
Fazlur Rahman Sebagai Upaya Kontekstualisasi Ayat-Ayat Qital
Dalam Al-Qur’an”. Skripsi. Salatiga: IAIN Salatiga, 2018.
Rodiah, et.al. Studi Al-Qur’an Metode dan Konsep. Yogyakarta: eLSAQ
Press, 2010.
Robikah, Siti. “Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman
Terhadap Pemahaman Ahli Kitab Dalam Al-Qur’an”, Skripsi.
Salatiga: IAIN Salatiga, 2018.
Hasnunidah, Neni.Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Media
Akademi, 2017.
Sumpena, Ilyas.Hermeneutika Al-Qur’an. Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2014.
102
Rofiah, Nafisatur. “Poligami Perspektif Teori Double Movement Fazlur
Rahman”. Mukadimah, DOI:10.30743, Februari 2020.
Jazim Hamidi, et.al. Metodologi Tafsir Fazlur Rahman Terhadap Ayat-Ayat
Hukum dan Sosial. Malang: Universitas Brawijaya Press, 2013.
Suarni. “Pembaharuan Pemikiran Keagamaan: Studi Terhadap Pemikiran
Keagamaan Fazlur Rahman”. Jurnal Subtantia. Vol. 18, No. 1,
April/2016.
Sumantri, Rifki Ahda. “Hermeneutika Al-Qur’an Fazlur Rahman Metode
Tafsir Double Movement”. Komunika, Vol. 7 NO.1, Januari-
Juni/2013.
Farida, Umma.Pemikiran Dan Metode Tafsir Al-Qur’an Kontemporer.
Kudus: Buku Ilmiah, 2010.
Alyafie, Husein. “Fazlur Rahman Dan Metode Ijtihadnya: Telaah Sekitar
Pembaruan Hukum Islam”. Jurnal Hunafa. 6, No. 1, April/2009.
Malik, Syaikh Abdul.Tafsir AL-Azhar. juz. XIX, Surabaya: Yayasan
Jatimojong, 1981.
Nadya. “Konsep Sehat dan Sakit.” dalam https://uin-
alaudin.ac.id/tulisan/detai/konsep-sehat-da-sakit, diakses 14
Oktober 2020.
Kemenkes RI.Pedoman Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial Pada
Masa Pandemi Covid-19. Jakarta: Kemenkes RI, 2020.
Liputan6.com. “5 Alasan Vaksin Virus Corona Covid-19 Belum
Ditemukan”, dalam
103
https://www.liputan6.com/news/read/4231917/5-alasan-vaksin-
virus-corona-covid19-belum-ditemukan, diakses 4 Oktober 2020.
Eickelman, Dale F, et.al. Al-Qur’an, Sains, dan Ilmu Sosial, terj. Lien Iffah
Naf’atu Fina dan Ari Hendri. Yogyakarta: Kalimedia, 2017.
Julianto, Veri, et.al. “Pengaruh Mendengarkan Murattal Al-Qur’an
Terhadap Peningkatan Kemampuan Konsentrasi”. Jurnal Psikologi
Ilmiah , Vol. 1, No.2, Juni/2014.
Herwibowo, Bobby. “Tiga Cara Tingkatkan Immunitas Diri Ala
Rasullullah”, dalam https://republika.co.id/berita/q7ne6u469/tiga-
cara-tingkatkan-imunitas-diri, diakses 30 September 2020.
104
Daftar Riwayat Hidup
Saya yang menyatakan di bawah ini:
Nama : Fahmi Efendi
Tempat/Tanggal Lahir : Magelang, 09 Juni 1996
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Lengkap : Kupen, Baleagung, Grabag, Magelang
Nama Orang Tua
Ayah : Muhamad Rosidi
Ibu : Ghofiroh
Motto : Hidup adalah petualangan, nikmatin aja sobat.
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2006 : Lulus dari SDN BALEAGUNG
2. Tahun 2011 : Lulus dari MTsN GRABAG
3. Tahun 2015 : Lulus dari SMKN 1 NGABLAK
4. Tahun 2016-2020 : IAIN SALATIGA
PENGALAMAN KERJA
105
1. Tahun 2015, Pernah bekerja di PT KNOWN YOU SEED INDONESIA
2. Tahun 2013-2015, Pengampu ekstrakurikuler di MTsN Grabag dan SMPN
2 Grabag
3. Tahun 2016-2018, bekerja sebagai kasir di toko Retail dan petugas penjaga
tempat Fotocopy (Masih dalam satu lingkup kepemilikan usaha)
4. Tahun 2018-2020, Sebagai Staff Manager sekaligus Admin English Cafe
Salatiga
5. Tahun 2020, Sebagai Petugas Sensus Badan Pusat Statistik (PS-BPS) dalam
short program pendataan penduduk bulan September.
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Magelang, Sebagai
pelatih ranting.
2. Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama (PC IPNU) Magelang,
sebagai koordinator bidang Student Crisis Center (SCC)
3. Remaja Masjid At-Taqwa Kota Salatiga
4. SENAT Mahasiswa Fakultas, sebagai Sekretaris dan penanggung jawab
bidang Legislasi.
5. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga, sebagai
koordinator bidang Ekonomi, Sosial, Politik.
6. Pencak Silat Komisariat IAIN Salatiga, Penanggung Jawab Devisi Bidang
Seni Prestasi.
7. Dewan Perwakilan Kecamatan Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPK-
KNPI) Kecamatan Grabag, sebagai Sekretaris.
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Yang Menyatakan
Fahmi Efendi