konsep pendidikan islamrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45261/1/m roqi m.pdfdan...
TRANSCRIPT
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
(STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN K.H. HASYIM ASY'ARI DAN
MAHMUD YUNUS)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh :
M. Roqi Multazam
NIM. 1112011000074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
i
ABSTRAK
M. Roqi Multazam (1112011000074) “Konsep Pendidikan Islam (Studi
Komparasi Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari Dan Mahmud Yunus)”
Kata kunci: Konsep Pendidikan Islam, Komparasi, Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari,
Pemikiran Mahmud Yunus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dan
pemikiran Mahmud Yunus tentang konsep pendidikan Islam, mengetahui persamaan
dan perbedaan pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut, serta mengetahui
relevansi dari pemikiran tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
yang bersifat analisis deskriptif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah
kepustakaan / library research yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang
bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan
atau dengan menggunakan sumber primer dan data-data sekunder lainnya. Sumber
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kitab Adabul ‘Alim wal
Muta’alim karya K.H. Hasyim Asy’ari dan Metode Khusus Pendidikan Agama,
Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran karya Mahmud Yunus.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa pendidikan Islam dalam
perspektif K.H. Hasyim Asy'ari adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh,
sehingga manusia bisa bertakwa kepada Allah SWT, dengan benar-benar
mengamalkan segala perintah-Nya. Menjadi manusia sempurna yang mendekatkan
diri kepada Allah SWT dan bahagia dunia dan akhirat adalah tujuan pendidikan
Islam. Sedangkan pendidikan Islam dalam perspektif Mahmud Yunus menjadikan
seseorang agar mengamalkan ajaran Islam, tidak hanya menguasai pekerjaan-
pekerjaan yang bersifat ukhrawi, tetapi juga pekerjaan duniawi sekaligus dengan
akhlak yang mulia agar siswa tersebut berhasil secara individu, sosial, dan
bermanfaat bagi masyarakat. Dan pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dan Mahmud
Yunus relevan dengan Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003 Bab I Pasal 1, Bab II Pasal 3 dan Peraturan Pemerintah RI No. 74
tahun 2008 tentang Guru Bab 1 Pasal 1.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjakan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam yang telah memberikan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat kesehatan, nikmat
rezeki dan nikmat kesempatan. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarga dan para sahabatnya.
Pada kesempatan ini juga peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang berperan penting dalam penyelesaian studi peneliti di Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Mereka antara lain adalah sebagai berikut:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Prof. Dr. Ahmad Thib
Raya, MA. beserta wakil dekan dan segenap jajarannya.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Marhamah Saleh, Lc, MA.
yang telah memberikan nasehat, arahan dan kemudahan dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Dosen Penasihat Akademik, Drs. Ghufron Ihsan, M.A. yang telah
memberikan bimbingannya selama peneliti menempuh perkuliahan di Jurusan
Pendidikan Agama Islam.
4. Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Armai Arief, M.Ag. dengan penuh kesabaran
dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen dan para pegawai perpustakaan Fakultas Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Utama
iii
yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu
melengkapi literatur yang penulis perlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Orang tua peneliti, Nur Nadhiroh dan Asrori Muhtarom yang senantiasa
mendo’akan, membimbing, merawat, mendidik, serta memberikan materil dan
moril, sehingga peneliti dapat menyelesaikan serangkaian pendidikan dari
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi sarjana strata satu. Semoga Allah
senantiasa memberikan kesehatan, umur yang barokah, hidayah dan taufik-
Nya serta diberikan istiqomah dalam menjalankan amal ibadah kepada Allah
SWT.
7. Kepada keluarga, kakak-kakak tercinta, yang senantiasa mendukung dan
mendo’akan dalam pembuatan skripsi ini. Semoga selalu diberikan Allah
yang terbaik dan menjadi hamba Allah yang ahli syukur.
8. Teman-teman prodi Pendidikan Agama Islam angkatan 2012 yang baik hati,
khususnya kelas B. Yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu, terima
kasih banyak atas canda-tawa, suka-duka, kebersamaan, motivasi dan bertukar
pikiran selama ini.
9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga
Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan
mereka semua, aamiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi seluruh pembaca.
Jakarta, 5 Desember 2018
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ………………………………………………………………………....i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………….……1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………………….……6
C. Pembatasan Masalah ……………………………………………….…...7
D. Perumusan Masalah …………………………………….……………....7
E. Tujuan ………………………………………………………………….7
F. Manfaat Penelitian ……………………………………………………..8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan ……………………………………………………...9
1. Pengertian Pendidikan ………………………………………………9
2. Metode Pendidikan …………………………………………………10
3. Tujuan Pendidikan …………………………………………………11
4. Dasar Pendidikan ………………………………………………...…11
v
5. Lingkungan Pendidikan …………………………………………….12
6. Pendidik …………………………………………………………….13
B. Pendidikan Islam ………………………………………………………13
1. Pengertian Pendidikan Islam ………………………………………13
2. Tujuan Pendidikan Islam …………………………………………...16
3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ……………………………………..20
4. Metode Pendidikan Islam …………………………………………..25
5. Pendidik Menurut Islam ……………………………………………27
C. Hasil Penelitian yang Relevan ………………………………………….29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………………………33
B. Sumber Data ……………………………………………………………34
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ………………………….35
D. Analisa Data ……………………………………………………………36
E. Teknik Penulisan ……………………………………………….………36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. K.H. Hasyim Asy’ari …………………………………………………...37
1. Riwayat Hidup K.H. Hasyim Asy’ari ………………………………37
2. Riwayat Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari …………………………39
3. Karya-karya K.H. Hasyim Asy’ari …………………………………41
4. Pemikiran Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari ………………...43
a. Pendidikan Islam ………………………………………………..43
b. Tujuan pendidikan Islam ………………………………………..45
c. Dasar pendidikan Islam …………………………………………46
d. Metode pendidikan Islam ……………………………………….47
e. Pendidik dalam Islam …………………………………………...48
B. Mahmud Yunus …………………………………………….…………...50
1. Riwayat Hidup Mahmud Yunus ……………………………….……50
vi
2. Riwayat Pendidikan Mahmud Yunus ………………………….……53
3. Karya-karya Mahmud Yunus ………………………………….……55
4. Pemikiran Pendidikan Islam Mahmud Yunus ………………….…...57
a. Pendidikan Islam ………………………………………………..57
b. Tujuan pendidikan Islam ………………………………………..58
c. Dasar pendidikan Islam …………………………………………60
d. Metode pendidikan Islam ……………………………………….60
e. Pendidik dalam Islam …………………………………………...62
C. Persamaan dan Perbedaan Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud
Yunus tentang Pendidikan Islam ……………………………………….63
D. Relevansi Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia …………………………………………68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………..72
B. Saran-saran ……………………………………………………………...74
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia, manusia bisa
menghadapi alam semesta demi mempertahankan hidupnya agar tetap
survive melalui pendidikan karena pentingnya pendidikan, Islam
mendapatkan pendidikan pada kedudukan penting dan tinggi dalam
doktrinnya.1
Proses pendidikan telah berlangsung lama, yaitu sepanjang sejarah
manusia itu sendiri, dan seiring pula dengan perkembangan sosial budayanya.
Secara umum memang aktifitas pendidikan sudah ada sejak manusia diciptakan.
Dalam ajaran Islam, pendidikan mendapat posisi yang sangat penting dan tinggi,
karena pendidikan merupakan salah satu perhatian sentral (centre attention)
masyarakat. Pengalaman pembangunan di negara-negara yang sudah maju,
khususnya di dunia barat, membuktikan betapa besar peran pendidikan dalam
proses pembangunan.
Pendidikan merupakan suatu upaya mewariskan nilai positif yang sesuai
dengan tuntutan global, yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam
menjalani kehidupan, sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban
masyarakat. Tanpa pendidikan, manusia sekarang tidak akan berbeda dengan
manusia lampau, bahkan malah lebih rendah atau jelek kualitasnya. Masyarakat
modern dalam suatu bangsa dapat diwujudkan melalui peningkatan
pendidikannya, hal ini berlaku juga bagi bangsa Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam.2
Dalam konteks kekinian, ada indikasi yang menunjukkan bahwa
pendidikan secara substansial telah kehilangan ruhnya. Hal ini ditunjukkan pada
ketidakseimbangan dalam proporsi pengajaran yang diberikan. Pendidikan saat
ini cenderung sangat menekankan aspek kognitif peserta didik sekaligus
1 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), cet. 5, h. 26
2 Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2005), h. 6-7
2
mengabaikan aspek spiritualitas dan emosional mereka.3 Secara kasat mata,
output pendidikan kita memang tampak menggembirakan. Banyak lulusan
sekolah dan perguruan tinggi terserap banyak ke dalam dunia kerja, bahkan
mereka sangat pintar dan memiliki berbagai kemampuan yang berguna di industri
dan perusahaan menurut kepentingan ekonomi semata. Capaian tersebut di atas
bukannya tidak penting. Akan tetapi pendidikan tidak hanya berhenti di situ.
Pendidikan lebih dari sekedar mencetak siswa yang handal secara kognitif.4
Pendidikan harus mempunyai tujuan yang menimbulkan pertumbuhan
keseimbangan dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual,
intelektual, rasional diri, perasaan, dan kepekaan tubuh manusia. Karena
pendidikan merupakan jalan bagi manusia dalam segala aspeknya, baik spiritual,
intelektual, imaginatif, fisikal, ilmiah, dan linguistik, baik secara individual
maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan
dan kesempurnaan.5
Mengenai masalah tentang pendidikan seperti di atas, sepertinya kita harus
melihat ke belakang dan mengkaji kembali konsep-konsep dari para tokoh
pendidikan, bagaimana seharusnya pendidikan itu diselenggarakan.
Sejak pertengahan abad ke 19 hingga pertengahan abad ke 20, para tokoh
pendidikan Islam telah menyediakan berbagai konsep. Diantara tokoh-tokoh
yang banyak berkecimpung dalam pendidikan Islam yaitu: K.H. Ahmad Dahlan
(1869-1923), K.H. Hasyim Asy’ari (1871-1954), K.H. Ahmad Soerkati (1875-
1943), K.H. Agus Salim (1884-1957), K.H. A. Hasan (1887-1958), Ki Hajar
Dewantara (1889-1959), Prof. Dr. Mahmud Yunus (1899-1982), Dr. Mohammad
Natsir (1908-1993), dan tokoh-tokoh lainnya.6
Dari K.H. Hasyim Asy’ari kita dapat menggali semangatnya dalam
berjuang mengembangkan pendidikan Islam melalui Organisasi Nahdatul Ulama
yang didirikannya serta lembaga pendidikan pesantren Tebu Ireng yang
dibinanya. Tokoh ulama, pendidik, dan pejuang yang berasal dari etnis Jawa
3 Imron Fauzi, op. cit., h. 21
4 M. Musthafa, Sekolah Dalam Himpitan Google dan Bimbel, (Yogyakarta: LKIS, 2013),
h. 8 5 Imron Fauzi, op. cit., h. 22
6 Munawir Hakiki, Konsep Pendidikan Islam Modern Menurut Pemikiran Dr.Mohammad
Natsir, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 4
3
keturunan orang-orang berpengaruh ini dikenal sebagai orang yang memiliki
kepedulian terhadap masyarakat sekitarnya. Hal ini dilakukan selain melalui
pembinaan mental keagamaan, juga melalui pengobatan dengan cara yang unik,
yaitu dengan bantuan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT. serta air putih
diminumkan kepada pasiennya.
Di Pulau Jawa, K.H. Hasyim Asy’ari merupakan tokoh yang pertama kali
melakukan pembaruan terhadap kurikulum pesantren dengan memasukkan mata
pelajaran umum ke dalamnya, serta melengkapi kelembagaan pesantren dengan
sistem madrasah (klasikan), di samping sistem halaqah yang telah ada di
pesantren. Keahliannya dalam bidang Ilmu Hadits membuatnya sebagai tokoh
ulama yang amat disegani dan belum ada tandingan pada masanya.7
Beliau sudah mendapat pendidikan dari usia dini sampai pada usia 15
tahun, dalam bimbingan ayahnya. Diajarkan oleh ayahnya berbagai macam ilmu
agama seperti ilmu tauhid, ilmu fiqih, tafsir, dan hadits.8 Menetap di Tanah Suci
kurang lebih selama tujuh tahun dan berguru pada sejumlah ulama-ulama besar
yaitu dengan Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani dan Syaikh Khatib Al-
Minangkabawi dan Syaikh Syu’aib bin Abdurrahman tentang berbagai disiplin
ilmu. Ia juga belajar bersama Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasan tentang kitab-
kitab hadits nabawi. Lalu belajar kepada Syaikh Muhammad Mahfud bin Abdillah
tentang ilmu-ilmu syariat dan alat-alat peradaban.
Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan
adalah kitab Adab al-Alim wa al-Muta’alim fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim fi
Ahuwal Ta’allum wa ma Yataqaffu’alim fi Maqamat Ta’limih (Etika pengajar dan
pelajar dalam hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pelajar selama belajar) yang
dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. Sebagaimana umumnya kitab kuning,
terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika.
Meski demikian, tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya.
Keahliannya dalam bidang hadits ikut pula mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai
7 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2005), h. 423 8 Latiful Khuluq, Hasyim Asy’ari; Religiuous Thought and Political Activities, (Jakarta:
Logos, 2000), h. 23
4
bukti adalah dikemukakannya beberapa hadits sebagai dasar dari penjelasannya,
di samping beberapa ayat Al-Qur'an dan beberapa pendapat para ulama.9
K. H. Hasyim Asy’ari telah memberikan darma baktinya untuk
kepentingan umat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Beliau sanggup membangun kesadaran ulama Indonesia sehingga melahirkan
daya juang dari kalangan mereka, secara bersama-sama mengusir penjajah
Belanda dan Jepang dengan usaha memperbaiki kehidupan umat Islam. Dari
kalangan para ulama maka lahir usaha-usaha positif dan bermanfaat bagi umat
Islam. Di samping itu usaha-usaha di bidang pendidikan dan pembibitan kader
ulama, dengan didirikannya pesantren Tebu Ireng, juga mempunyai pengaruh
besar bagi perluasan syiar Islam. Di samping itu jasanya dalam pendidikan yang
lain adalah beliau mampu menyumbangkan usaha-usaha modernisasi pondok
pesantren.10
K.H. Hasyim Asy’ari adalah sosok kiai yang patut diteladani karena telah
memberikan inspirasi yang bergitu berharga, khususnya perihal pentingnya
pendidikan yang berwawasan luas dan berkarakter mulia. Semua itu tidak lain
harus didukung sepenuhnya oleh keteladanan kiai. Seorang kiai tidak hanya
mentransformasikan ilmu, tetapi juga mentransformasikan moralitas.11
Tipologi
seorang ulama pejuang kemasyarakatan, politik, dan pertahanan yang semata-
mata ikhlas karena Allah sebagaimana diperlihatkan K.H. Hasyim Asy’ari adalah
poin yang patut dijadikan contoh dan teladan bagi para tokoh ulama di masa
sekarang dan akan datang.12
Sedangkan Mahmud Yunus adalah tokoh pendidikan Islam yang
pertama kali memelopori adanya kurikulum yang bersifat integrated, yaitu
kurikulum yang memadukan ilmu agama dan ilmu umum di lembaga
pendidikan Islam. Beliaulah yang pertama kali memasukkan mata pelajran
umum ke madrasah, beliau pula yang pertama kali membuat laporan
laboratorium fisika dan mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA).
9 Mukhrizal Arif, Pendidikan Posmodernisme, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
159 10
Mansur dan Mahfud Junaedi, op. cit., h. 92 11
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari; Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaaan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010), h. 72
12 Abuddin Nata, op. cit., h. 424
5
Mahmud Yunus juga orang yang pertama kali berusaha memasukkan
pendidikan agama pada pada kurikulum pendidikan umum yang bernaung di
bawah Departemen Pendidikan Nasional. Beliaulah yang menekankan
pentingnya mewujudkan akhlak mulia melalui lembaga pendidikan.13
Sejak kecil Mahmud Yunus dikenal dengan anak yang cerdas. Beliau
selalu lebih menonjol dibanding dengan teman-temannya yang lain. Bila di
malam hari diceritakan lagu hikayat atau cerita, yang menjadi salah satu
kesenangannya, siangnya sudah bisa menceritakan kembali dengan
sempurna.14
Keinginan untuk lebih menguasai ilmu keislaman terlihat jelas
dalam diri Mahmud Yunus. Dengan adanya ijazah shahadah alimiyah dari
Universitas Al-Azhar, beliau sangat termotivasi untuk melanjutkan
pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan umum dan ilmu-ilmu lainnya. Mahmud Yunus mendaftar
menjadi pelajar di Darul Ulum Ulya atas rekomendasi Syekh ‘Illid
(Universitas Al-Azhar) dan diterima sebagai pelajar di kelas malam. Menjadi
orang Indonesia pertama yang belajar di Darul Ulum. Setelah empat tahun
belajar di Darul Ulum, beliau dinyatakan lulus dan mendapatkan ijazah Darul
Ulum.15
Mahmud Yunus yang berasal dari Sumatra Barat, gagasannya tentang
perlunya memajukan pendidikan Islam dengan pendekatan yang modern.
Usahanya ini dilakukan dengan mendirikan Sekolah Tinggi Islam pada tahun
1940, dan selanjutnya beliau pula yang memelopori berdirinya Akademi Dinas
Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta tahun 1957, yang selanjutnya berubah menjadi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 1960,
dan seterusnya berubah lagi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, pada tahun 2002.
Selain memiliki perhatian terhadap perlunya pembaruan terhadap visi,
misi, tujuan, dan kurikulum pendidikan, Mahmud Yunus juga terkenal sebagai
13
Ibid., h. 56-57 14
Syeh Hawib Hamzah, Pemikiran Mahmud Yunus dalam Pembaruan Pendidikan Islam
di Indonesia, Dinamika Ilmu Vol. 14, No. 1, Juni 2014, h. 126 15
Eficandara Masril dkk., Prof. Dr. H. Mahmud Yunus: Tokoh Mujaddid dari
Minangkabau, Prosiding Nadwah Ulama Nusantara (NUN) Vol. IV, November 2011, h. 137
6
orang yang menganggap bahwa metode pengajaran memiliki peranan yang amat
menentukan keberhasilan dalam pendidikan dan pengajaran. Beliau mengatakan
bahwa al-thariqah ahamm min al-madah (metode itu lebih penting dari materi).
Keberhasilan Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur, dalam
menghasilkan lulusannya yang memiliki kemampuan berbahasa Arab yang diakui
oleh Universitas Al-Azhar, Kairo adalah karena menerapkan metode pengajaran
yang dihasilkan Mahmud Yunus.
Selain sebagai orang pertama yang merintis berdirinya Perguruan Tinggi
Islam di Indonesia, beliau juga tercatat sebagai orang yang merintis perjuangan
Islam melalui mass media. Untuk itu beliau memelopori berdirinya majalah di
Sumatra Barat, seperti Majalah Al-Ba’asyir, Al-Munir, dan Al-Manar di Padang
Panjang, Majalah Al-Bayan di Bukittinggi, dan Majalah Al-Itqan di Maninjau.
Melalui berbagai mass media ini, gagasan, ide-ide, dan pemikiran pembaruan
dapat disalurkan dan disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat secara lebih
merata dan permanen.16
Dari latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa kedua tokoh mempunyai
latar pendidikan, metode pendidikan, serta lembaga pendidikan yang berbeda. Hal
ini tentunya menarik untuk digali lebih dalam, untuk mengetahui lebih jauh
pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus tentang konsep pendidikan
Islam di Indonesia, penulis akan meneliti lebih dalam lagi mengenai “Konsep
Pendidikan Islam (Studi Komparasi Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dan Mahmud
Yunus)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasikan
masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari mengenai konsep pendidikan Islam.
2. Pemikiran Mahmud Yunus mengenai konsep pendidikan Islam.
16
Ibid., h. 421
7
3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh tersebut.
4. Relevansi pemikiran dua tokoh tersebut dalam dunia pendidikan Islam.
C. Pembatasan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah terbatas hanya pada
konsep pendidikan Islam dalam perspektif K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud
Yunus yang meliputi pendidikan, tujuan, dasar, metode, dan pendidik dalam
Islam.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan Islam yang ideal menurut K.H. Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus?
2. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran kedua tokoh tersebut?
3. Bagaimana relevansi pemikiran pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari
dan Mahmud Yunus terhadap pendidikan Islam di Indonesia?
E. Tujuan
Dengan adanya semua perumusan masalah di atas, diharapkan adanya suatu
kejelasan yang dijadikan tujuan bagi penulis. Tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pemikiran pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari dan
Mahmud Yunus.
2. Untuk mengetahui persaman dan perbedaan pemikiran pendidikan Islam
K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus.
8
3. Untuk menambah pengetahuan, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca
pada umumnya.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah:
1. Bagi penulis adalah memperdalam dan menambah pemahaman tentang
pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus terkait pendidikan
Islam.
2. Bagi civitas akademik adalah untuk memperluas khazanah keilmuan
dalam dunia pendidikan, terutama dalam pendidikan Islam.
3. Bermanfaat untuk orang yang menuntut ilmu senantiasa mencari faidah
setiap waktu, agar tidak hanya mendapatkan ilmu saja tetapi juga
mendapatkan keutamaan ilmu.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Konsep adalah kata tunggal yang bisa dinyatakan dengan bahasa apapun.
Konsep bisa dinyatakan dengan hund dalam bahasa Jerman, chien dalam bahasa
Prancis, dan perro dalam bahasa Spanyol. Konsep dapat didefinisikan sebagai
suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna. Sedangkan dari
pengertian lain, konsep adalah rancangan atau ide atau peristiwa yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret atau apapun yang ada di luar bahasa yang
digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dengan demikian konsep
merupakan suatu peta perencanaan untuk masa depan sehingga bisa dijadikan
pedoman dalam melakukan segala kegiatan.1
Secara bahasa, pendidikan berasal dari kata pedagogi yang berarti
pendidikan dan kata pedagogia yang berarti ilmu pendidikan, yang berasal dari
bahasa Yunani. Pedagogia terdiri atas dua kata, yaitu paedos dan agoge yang
berarti saya membimbing, memimpin anak.2 Pendidikan berasal dari kata didik
dan mendidik, pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.3
Sedangkan menurut para ahli, pengertian pendidikan secara istilah
diantaranya:
a. Menurut Ahmad Fuad al Ahwaniy seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata,
pendidikan adalah pranata yang bersifat sosial yang tumbuh dari pandangan
1 Nur Hikma, Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus
dan Imam Zarkasyi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 9 2 Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016),
h. 23 3 Departemen Pendidikan Nasioal, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), cet ke-4, h. 263
10
hidup tiap masyarakat. Pendidikan senantiasa sejalan dengan pandangan
falsafah hidup masyarakat tersebut, atau pendidikan itu pada hakikatnya
mengaktualisasikan falsafah dalam kehidupan nyata.4
b. Menurut John Dewey seperti yang dikutip oleh Madyo Ekosusilo, pendidikan
adalah proses pembentukan kemampuan-kemampuan yang fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.5
c. Menurut Drs. D. Marimba seperti yang dikutip oleh Madyo Ekosusilo,
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.6
d. Menurut SA. Branata seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, pendidikan adalah
usaha yang sengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak
langsung, umtuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai
kedewasaan.7
e. Menurut Ki Hajar Dewantara seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri,
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
agar mereka sebagai manusia dan sebagi anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.8
Dari berbagai uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep
pendidikan adalah suatu suatu perencanaan atau rancangan yang berisi tujuan
pendidikan, metode pendidikan, dan kurikulum dalam membimbing siswa
terhadap perkembangan jasmani dan rohani agar menjadi manusia seutuhnya.
2. Metode Pendidikan
Komponen yang lain dari pendidikan yaitu metode pendidikan. Metode
pendidikan yaitu strategi yang relevan yang dilakukan oleh pendidik untuk
menyampaikan materi pendidikan kepada anak didik.9 Setiap pendidik yang akan
4 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012), h. 28
5 Mudyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effahar, 1990), h. 14
6 Ibid., h. 14
7 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 6
8 Ibid., h. 6
9 Tatang S., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 56
11
melakukan kegiatan mendidik perlu mengetahui bagaimana cara mendidik. Istilah
lain dari cara mendidik yaitu metode mengajar. Keberhasilan seorang pendidik
dalam melaksanakan tugasnya, tidak hanya tergantung dari penguasaan materi
yang akan diajarkan, namun ditentukan juga oleh penguasaan teknik-teknik
penyampaian pelajaran. Pendidik harus tahu betul dan mampu menggunakan
metode yang paling efektif dan efisien, sehingga siswa dapat menerima dan
memahami dengan mudah materi yang disampaikan.10
3. Tujuan Pendidikan
Tujuan adalah sasaran atau maksud yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, disadari, dan dijadikan sasaran
oleh setiap pendidik yang melaksanakan kegiatan pendidikan.11
Tujuan
pendidikan masing-masing negara berbeda satu dengan yang lain. Di Indonesia,
pendidikan bertujuan untuk mendidik manusia pembangunan yang berpancasila.
Menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri, tujuan umum
pendidikan adalah membentuk insan kamil yaitu manusia yang dewasa jasmani
dan rohaninya baik aspek moral, intelektual, sosial, estetis, agama, dan lain
sebagainya.12
Tujuan umum tersebut tidak akan dan tidak dapat selalu diingat oleh
pendidik dalam melaksanakan pendidikannya. Oleh karena itu tujuan umum selalu
dilaksanakan dalam bentuk-bentuk yang khusus mengingat keadaan- keadaan dan
faktor-faktor yang terdapat pada siswa dan lingkungannya berbeda-beda.13
4. Dasar Pendidikan
Fuad Hasan berpendapat, “Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan
yang kokoh bagi setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan
tata laku dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan
10
Mudyo Ekosusilo, op. cit., h. 46 11
Alisuf Sabri, op. cit., h. 39 12
Ibid., h. 40 13
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011), cet. 20, h. 20
12
sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apa-apa yang
tidak ditemui di sekolah”. 14
Hal ini lebih penting dikedepankan supaya tidak
menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar pendidikan sehingga
tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila kesempurnaan hidup tidak tercapai
berarti pendidikan belum membuahkan hasil yang menggembirakan.
5. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan adalah ruang dan waktu yang menjadi tempat eksistensi
manusia. Lingkungan merupakan komponen yang sangat besar pengaruhnya
tehadap proses dan hasil pendidikan. Pendidikan tidak dapat terjadi di tempat
yang sama sekali kosong atau hampa, tetapi terjadi dan dilakukan pada
lingkungan pergaulan dengan segala ciri-cirinya. Komponen lingkungan ini dalam
pendidikan disebut juga dengan environtmental input.15
Lingkungan pendidikan terdiri atas tiga macam, yaitu: lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga
adalah lingkungan pertama dalam proses pendidikan. Sekalipun demikian, tidak
semua pendidikan dapat dilaksanakan oleh keluarga, terutama dalam ilmu
pengetahuan dan berbagai ketrampilan. Oleh karena itu, anak dimasukkan ke
sekolah. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, sekolah telah
mencapai posisi yang sangat sentral dalam pendidikan keluarga karena pendidikan
telah berimbas pola pikir ekonomi, budaya, politik, dan lainnya.
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang paling luas dan
menantang. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat dimulai ketika anak-anak
untuk beberapa waktu lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan
sekolah. Dengan demikian, pengaruh lingkungan menjadi lebih luas. Corak dan
ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat meliputi segala
bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap
dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.16
14
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Bandung: Rineka Cipta, 2003), h. 27 15
Mudyo Ekosusilo, op. cit., h. 51 16
Tatang S., op. cit., h. 153-154
13
6. Pendidik
Pendidik adalah orang yang memiliki peran penting dan erat kaitannya
dengan dunia pendidikan. Karena ia mempunyai tanggung jawab untuk
menentukan bagaimanakah arah pendidikan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pendidik adalah orang yang mendidik.17
Adapun definisi pendidik menurut para ahli, antara lain Zakiah Daradjat
berpendapat bahwa yang dinamakan pendidik adalah individu yang akan
memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.18
Ahmad
Tafsir mengemukakan bahwa pendidik adalah orang yang memiliki tanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan upaya mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada peserta didik, baik potensi psikomotorik, kognitif,
maupun afektif.19
Dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah seseorang yang dianggap telah
mampu mengemban tanggung jawab dalam mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh peserta didik agar berkembang secara pengetahuan, sikap dan
tingkah laku.
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pengertian pendidikan Islam secara istilah menurut para ahli sebagai
berikut:
a. Menurut Muzayin Arifin seperti yang dikutip oleh Armai Arief, ia menyatakan
bahwa pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim bertakwa secara
sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah
(kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal
pertumbuhan dan perkembangannya.20
17
Departemen Pendidikan Nasioal, op. cit., h. 263 18
Zakiyah Daradjat, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1987), h. 19 19
Ahmad Tafsir, ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 74 20
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD Press, 2005), h. 20
14
b. Menurut Sajjad Husain dan Syed Ali Asraf seperti yang dikutip oleh Sri
Minarti, ia mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pendidikan yang melatih
perasaan murid-murid dengan cara-cara tertentu sehingga dalam sikap hidup,
tindakan, keputusan, dan pendekatan terhadap segala jenis pengetahuan sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam.21
c. Menurut Zakiah Daradjat seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri,
mendefinisikan pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian; pendidikan
Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan
terwujud dalam amal perbuatan sesuai dengan petunjuk ajaran Islam;
pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga bersifat praktis atau
pendidikan Islam adalah pendidikan iman dan amal.22
d. Menurut Ahmad D. Marimba seperti yang dikutip oleh Alisuf Sabri,
menurutnya pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan
hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut
ukuran-ukuran Islam (kepribadian muslim).23
e. Menurut Muhaimin, pendidikan Islam adalah pendidikan yang dipahami dan
dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan hadits; segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu
lembaga untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik dalam
menanamkan dan menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya.24
Pendidikan dalam Islam dikenal dengan beberapa istilah, yaitu at-tarbiyah,
at-ta’lim dan at-ta’dib. Setiap istilah tersebut memiliki makna tersendiri yang
berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
teks dan konteks.
Tarbiyah juga dimaknai sebagai proses penanaman etika yang dimulai
pada jiwa anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat,
sehingga ia memiliki potensi-potensi dan kompetensi-kompetensi jiwa yang
21
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoretis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif,
(Jakarta: Amzah, 2013), h. 26 22
Alisuf Sabri, op. cit. h. 150 23
Alisuf Sabri, op. cit., h. 150 24
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.
29-30
15
mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik, cinta akan kreasi dan
berguna bagi tanah airnya.25
Dalam penjelasan lain, kata at-tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:
Pertama, rabba-yarbu yang berarti bertambah, tumbuh dan berkembang (Ar
Ruum: 39). Kedua, rabiya-yarba berarti menjadi besar. Ketiga, rabba-yarubbu
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun dan memelihara.
Secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah
bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai “pendidik” seluruh
ciptaan-Nya, termasuk manusia. Dalam konteks luas, pengertian pendidikan Islam
yang dikandung dalam term at-tarbiyah terdiri dari empat unsur pendekatan,
yaitu: Memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh).
Mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan. Mengarahkan seluruh
fitrah menuju kesempurnaan. Melaksanakan pendidikan secara bertahap. 26
Penggunaan term at-tarbiyah untuk menunjuk makna pendidikan Islam
dapat difahami dengan merujuk firman Allah:
وٱخفض جناح ل لهما ٱلذ حمةمن ٱلر ب ر كماٱرحمهماوقل
ربيانيصغيرا“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (Al Isra’: 24).27
Dari beberapa uraian mengenai pendidikan Islam di atas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah usaha atau kegiatan pembentukan
kepribadian melalui bimbingan rohani dan jasmani dalam rangka menanamkan
ajaran Islam dan nilai-nilainya agar siswa menemukan potensi yang dimiliki
dirinya.
2. Tujuan Pendidikan Islam
25
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam. (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 143-144 26
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 26-27 27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
386
16
Tujuan adalah sasaran atau maksud yang ingin dicapai. Tujuan pendidikan
merupakan faktor utama yang harus diperhatikan, disadari, dan dijadikan sasaran
oleh setiap pendidik yang melaksanakan kegiatan pendidikan.28
Menurut Rois
Mahfud, tujuan pendidikan dalam konsep Islam harus mengarah pada hakikat
pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya yaitu tujuan dan tugas hidup
manusia, memperhatikan sifat-sifat dasar manusia, tuntutan masyarakat dan
dimensi-dimensi ideal Islam.29
Pertama, terkait dengan ontologi hakikat manusia sudah sangat jelas dalam
konsep Islam di mana manusia diciptakan bukan karena kebetulan atau sia-sia, ia
diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu seperti dikatakan
dalam Al-Qur’an
يذكرونٱلذين جنوبهمٱلل ماوقعوداوعلى ويتفكرونفيخلققي
ت و م عذابٱلرضوٱلس فقنا نك سبح طل ب ذا ه خلقت ما ربنا
ٱلنار
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau
dalam keadaaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua
ini dengan sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Ali
Imran: 191).30
Tujuan diciptakan manusia adalah mutlak untuk Allah SWT,
mendedikasikan dirinya baik sebagai wakil-Nya di muka bumi maupun sebagai
‘abd Allah SWT.
Kedua, memperhatikan sifat-sifat dasar manusia (nature of human) yang
oleh Allah SWT ditempatkan sebagai khalifah-Nya di muka bumi yang bertujuan
untuk mengabdi kepada-Nya sebagaimana dilukiskan dalam Al-Qur’an:
28
Alisuf Sabri, op. cit., h. 39 29
Rois Mahfud, op. cit., h. 145 30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
98
17
نسوٱلجنخلقتوما ليعبدونٱل إل
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.” (Al-Dzariyat: 56).31
Ketiga, tuntutan masyarakat baik berupa pelestarian nilai-nilai budaya
yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan
terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dan
tuntutan dunia modern.32
Sebagian para ahli mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
membimbing umat manusia agar menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah
yaitu melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan
penuh kesadaran dan ketulusan. Tujuan ini muncul dari hasil pemahaman
terhadap ayat Al-Qur’an yang berbunyi:
أيها ٱتقواءامنواٱلذيني تقٱلل سلمونۦاتهحق وأنتمم إل ولتموتن
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-
benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan
Muslim” (QS. Ali-Imran: 102).33
Tujuan ini tampaknya didasarkan pada salah satu sifat dasar yang terdapat
dalam diri manusia, yakni sifat dasar yang cenderung menjadi orang baik, yakni
kecenderungan untuk melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya, di samping kecenderungan menjadi orang yang jahat.34
M. ‘Athijah Al-Abrasy berpendapat, tujuan utama dan pokok pendidikan
Islam adalah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Semua mata
pelajaran haruslah mengandung pelajaran akhlak, setiap guru harus
memperhatikan akhlak, setiap guru haruslah memikirkan akhlak sebelum
hal yang lainnya, karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi,
dan akhlak yang mulia adalah tiang dari pendidikan Islam.
31
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
758 32
Rois Mahfud, op. cit., h. 146-147 33
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
80 34
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), h. 166-167
18
Pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa adalah jiwa dari
pendidikan Islam, mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang
sebenarnya dari pendidikan. Tetapi bukan berarti pendidikan jasmani atau akal
atau ilmu lainnya tidak penting, artinya bahwa pendidikan akhlak perlu
diperhatikan seperti juga ilmu yang lainnya.35
Menurut Armai Arief, tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mempersiapkan anak didik atau dindividu dan menumbuhkan potensi yang ada,
baik jasmani maupun rohani, dengan pertumbuhan yang terus menerus agar dapat
hidup dan berpenghidupan sempurna, sehingga ia dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna bagi dirinya dan umat.36
Tujuan pendidikan Islam
terfokus pada dua tujuan, yaitu:
a. Terbentuknya kesadaran terhadap hakikat dirinya sebagai manusia hamba
Allah yang diwajibkan menyembah kepadanya (Al-An’am 6:162, QS Adz
Dzaariyat 51:56)
رب صلتيونسكيومحيايومماتيلل لمينإن ٱلع“Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan seluruh alam” (Al-An’am: 162).37
Melalui kesadaran ini ia akan berusaha agar potensi keagamaan (fitrah)
yang ia miliki dapat terjaga kesuciannya hingga akhir hayatnya. Sehingga ia hidup
dalam keadaan beriman dan meninggal juga dalam keadaan beriman. (Ar Ruum
30:30, Ali Imran 3:102).
ينحنيفافطرتفأقم وجهكللد عليهالتبديللخلقٱلناسفطرٱلتيٱلل
لكٱلل ينذ أكثرٱلقي مٱلد كن ليعلمونٱلناسول
35
M. ‘Athijah Al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. dari Attarbiyatul
Islamiyah oleh Bustani A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 15 36
Armai Arief, op. cit., h. 21 37
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
202
19
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);
(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah)
itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Ar Ruum 30).38
b. Terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah dan
selanjutnya dapat ia wujudkan dalam kehidupannya sehari-hari (Al Baqarah
2:30, Shaad 38: 26).
ئكةإن يجاعلفيوإذ ٱلرضقالربكللمل خليفة
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku
hendak menjadikan khalifah di bumi” (Al Baqarah: 30).39
Melalui kesadaran ini seseorang akan termotivasi untuk mengembangkan
potensi yang ia miliki, meningkatkan sumber daya manusia, mengelola
lingkungannya dengan baik, dll. Sehingga pada akhirnya ia akan mampu
memimpin diri dan keluarganya (At Tahrim 66:6), masyarakat dan sekitarnya
(Shaad 38:28).40
Oleh karena itu,pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola
kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak,
penalaran, perasaan, dan indra. Pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia
dalam semua aspeknya, baik aspek spiritual, intelektual imajinasi, jasmaniah, dan
ilmiah. Dan pendidikan ini mendorong semua aspek tersebut ke arah jeutamaan
serta pencapaian kesempurnaan hidup. Tujuan terakhir dari pendidikan Islam
adalah terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri kepada Allah, baik secara
perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia keseluruhannya.Sebagai
hamba Allah yang berserah diri kepada Khaliknya. 41
Sesuai kehendak pencipta-
Nya untuk merealisasikan cita-cita yang terkandung dalam firman Allah:
38
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
576 39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
6 40
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 26 41
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 40-41
20
رب صلتيونسكيومحيايومماتيلل لمينإن ٱلع“Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan seluruh alam” (Al-An’am: 162).42
Seluruh rumusan tujuan pendidikan Islam tersebut didasarkan kepada Al-
Qur’an dan hadits. Dengan demikian seluruh rumusan tujuan pendidikan Islam
tersebut sama-sama kuat, sama-sama ideal, seirama dan tidak saling bertentangan.
Dari rumusan tujuan pendidikan Islam tersebut dapat dirumuskan menjadi:
menggali, mengarahkan, dan membina seluruh potensi yang ada dalam diri
manusia agar mampu melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi
dalam rangka beribadah kepada Allah SWT yang didasarkan pada ketakwaan dan
akhlak mulia.43
3. Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar dapat
berdiri kokoh. Dasar suatu bangunan, yaitu fundamen yang menjadi landasan
bangunan tersebut agar tegak dan kokoh. Demikian pula dasar pendidikan Islam,
yaitu fundamen yang menjadi landasan atau asas agar pendidikan Islam dapat
tegak berdiri dan tidak mudah roboh karena tiupan angin kencang berupa ideologi
yang muncul, baik di era sekarang maupun yang akan datang.44
Dasar-dasar pendidikan Islam menurut para ahli, adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan pedoman karena ia tetap terpelihara kesucian dan
kebenarannya, baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek
sosial budaya dan pendidikan.45
Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an:
كرلناإنانحننز فظونۥوإنالهٱلذ لح
42
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
202 43
Abuddin Nata, op. cit., h. 190 44
Sri Minarti, op. cit., h. 40-41 45
Samsul Nizar, op. cit., h. 34
21
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami
(pula) yang memeliharanya” (Al-Hijr: 9).46
Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh
Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang
dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.
Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu
berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut aqidah, dan yang
berhubungan dengan amal disebut dengan syari’ah.
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip
berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan. Sebagai contoh pada kisah
Lukman mengajari anaknya. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan
yang terdiri dari masalah iman, akhlak, sosial, dan ilmu pengetahuan. Ayat lain
menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu kegiatan dan amal shaleh. Itu
berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung tujuan hidup tersebut. Oleh
karena itu pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber utama
dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata lain,
pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya
dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan
pembaharuan.47
b. Hadits (Sunnah Rasulullah)
Demikian pula dengan kebenaran hadits sebagai dasar kedua bagi
pendidikan Islam. Menurut Abdul Majid Khon, hadits merupakan sumber berita
yang dating dari Nabi Muhammad dalam segala bentuk, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun sikap persetujuan.48
Sedangkan menurut Sri Minarti, hadits
yaitu suatu tindakan dan perkataan Nabi Muhammad yang dimaksudkan untuk
membumikan ajaran Islam, tidak dapat mengelak dari dinamika sosial sebagai
46
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
354 47
Zakiyah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 20 48
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 3
22
wadah operasionalisasi dari nilai-nilai normatif Islam.49
Secara umum hadits
dipahami sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, serta ketetapannya. Dalam pendidikan Islam, hadits
mempunyai dua fungsi, yaitu: menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat
dalam Al-Quran dan menjelaskan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya dan
menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah bersama sahabat,
perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah
dilakukannya. 50
Seperti Al-Qur’an, hadits juga berisi aqidah dan syari’ah. Hadits berisi
petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya,
untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertakwa.
Perbedaan antara Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup manusia adalah
bahwa semua ayat Al-Qur’an harus dijadikan sebagai pedoman hidup, akan tetapi
tidak semua hadits dijadikan pedoman hidup, sebab di samping ada hadits yang
shahih (benar, kuat) ada pula hadits yang dhaif (lemah).51
Rasulullah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri yang
mendidik, pertama dengan menggunakan rumah Al-Arqam ibn Abi Al-Arqam,
kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga
dengan mengirim para sahabat ke daerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua
itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan
masyarakat Islam.52
c. Ijtihad
Menurut Muhammad Alim, ijtihad secara bahasa sering juga diartikan
sebagai pencurahan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu, yaitu
penggunaan akal sekuat mungkin untuk menemukan suatu keputusan hukum
tertentu yang tidak ditetapkan secara eksplisit oleh Al-Qur’an dan hadits.53
49
Sri Minarti, op. cit., h. 48 50
Samsul Nizar, op. cit., h. 35 51
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 190 52
Zakiyah Daradjat, op. cit., h. 21 53
Muhammad Alim, op. cit., h. 195
23
Ijtihad dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan
termasuk aspek pendidikan, tetapi tetap berpedoman pada Al-Qur’an dan hadits.
Namun demikian, ijtihad harus mengikuti kaidah-kaidah yang diatur oleh para
mujtahid dan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an dan hadits tersebut.
Karena itu ijtihad dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam yang sangat
dibutuhkan sepanjang masa setelah Rasulullah wafat. Sasaran ijtihad adalah
segala sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang.
Ijtihad bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin
maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi,
melainkan juga di bidang sistem dalam arti yang luas.54
Ijtihad dalam bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits adalah bersifat pokok-pokok dan
prinsip-prinsipnya saja. Bila ternyata ada yang agak terperinci, maka perincian itu
adalah sekedar contoh dalam menerapkan yang prinsip itu. Sejak diturunkan
sampai Nabi Muhammad SAW wafat, sampai Islam tumbuh, dan berkembang
melalui ijtihad yang dituntut oleh perubahan situasi dan kondisi sosial yang
tumbuh dan berkembang pula. Sebaliknya ajaran Islam sendiri telah berperan
mengubah kehidupan manusia menjadi kehidupan muslim.55
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin mengglobal dan
mendesak, ijtihad dalam bidang pendidikan mutlak diperlukan. Sasarannya tidak
hanya sebatas materi, kurikulum, metode, evaluasi, sarana, dan prasarana, tetapi
mencakup seluruh sistem pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan pendidikan
merupakan sarana utama untuk membangun pranata kehidupan sosial dan
kebudayaan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa maju-mundurnya kebudayaan
manusia sangat ditentukan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Dinamika
ijtihad dalam mengantarkan manusia pada kehidupan yang dinamis merupakan
pencerminan dari prinsip pokok Al-Qur’an dan hadits. Proses ini akan mampu
54
Zakiyah Daradjat, op. cit., h. 21 55
Ibid., h. 22
24
mengontrol seluruh aktivitas manusia sekaligus sebagai sarana untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan.56
d. Rasional (logic)
Menurut Suyudi seperti yang dikutip oleh M. Haitami Salim dan Syamsul
Kurniawan, Al-Qur’an sering memberikan gambaran tentang kehidupan manusia
beserta alam sekitarnya yang sering diulang dalam beberapa ayat dengan berbagai
gaya retorikanya. Gambaran ini tidak hanya untuk memberikan pengetahuan
dalam tataran budi daya pikir, dan bukan pula sekedar mendemonstrasikan
keindahan retorika, melainkan agar pengetahuan (ma’rifah) tersebut dapat
menggugah pikiran pikiran dan perasaan kemudian dapat memberi keyakinan
dalam penghambaan kepada Allah SWT sebagai penciptanya.
ربكمإن تخلقٱلذيٱلل و م ٱلرضوٱلس علىٱستوىفيستةأيامثممنبعدإذنهٱلمريدب رٱلعرش لكمۦمامنشفيعإل ذ ٱعبدوهربكمفٱلل
أفلتذكرون
“Sesungguhnya Tuhan kamu Dialah Allah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy (singgasana)
untuk mengatur segala urusan. Tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali
setelah ada izin-Nya. Itulah Allah, Tuhanmu, maka sembahlah Dia. Apakah kamu
tidak mengambil pelajaran?” (Yunus: 3).57
Oleh karena itu, seyogianya segala gerak-gerik manusia diniatkan sebagai
bentuk pengabdian kepada Pemilik Alam yang akan membuahkan kemakmuran
dan keadilan pada diri dan kehidupan manusia. Tujuan Allah menunjukkan ayat-
ayat-Nya kepada manusia agar mereka berpikir rasional tentang fenomena alam
56
Sri Minarti, op. cit., h. 56 57
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
279
25
dan kehidupan, selanjutnya mereka kembali kepada-Nya dan kepada aturan yang
dapat memberi kemuliaan diri dan kehidupannya.58
4. Metode Pendidikan Islam
Metode berasal dari dua kata yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui,
dan hodos berarti jalan atau cara. Jadi secara harfiah metode dapat diartikan
menjadi jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.59
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur
yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan
yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan
suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.60
Menurut Umar Muhammad seperti yang dikutip Sri Minarti,
mendefinisikan bahwa metode bermakna segala kegiatan terarah yang dikerjakan
oleh guru dalam rangka memantapkan mata pelajaran yang diajarkannya, ciri-ciri
perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya. Yang bertujuan menolong
murid-muridnya agar mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan
yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.61
Menurut Zakiah Daradjat, metode adalah suatu cara dan penyampaian
bahan pelajaran tertentu dari suatu pelajaran agar siswa dapat mengetahui,
memahami, mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran tersebut.62
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah segala cara
yang ditempuh oleh pendidik agar siswa dapat memahami pelajaran, sehingga
tujuan pembelajaran tercapai.
Sementara itu, pendidikan Islam adalah pembentukan kepribadian melalui
bimbingan rohani dan jasmani dalam rangka menanamkan ajaran Islam dan nilai-
nilainya.
58
M. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2016), h. 39 59
M. Arifin, op. cit., h. 61 60
Departemen Pendidikan Nasioal, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet ke-4, h.740 61
Sri Minarti, op. cit., h. 138 62
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 1
26
Maka dari sini dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan Islam adalah
cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan pendidikan
Islam. 63
Menurut Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany seperti yang dikutip
oleh Toto Suharto, metode pendidikan yang berfungsi sebagai pengantar untuk
sampai kepada tujuan dapat dikatakan baik apabila memenuhi beberapa ciri
sebagai berikut:
a. Metode pendidikan Islam harus bersumber dan diambil dari jiwa ajaran dan
akhlak Islam yang mulia. Ia merupakan hal yang integral dengan materi dan
tujuan pendidikan Islam.
b. Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan dapat menerima perubahan dan
penyesuaian dengan keadaan dan suasana proses pendidikan.
c. Metode pendidikan Islam senantiasa berusaha menghubungkan Antara teori
dan praktik, Antara proses belajar dan amal, Antara hafalan dan pemahaman
secara terpadu.
d. Metode pendidikan Islam menghindari dari cara-cara mengajar yang bersifat
meringkas, karena ringkasan itu merupakan sebab rusaknya kemampuan-
kemampuan ilmiah yang berguna.
e. Metode pendidikan Islam menekankan kebebasan peserta didik untuk
berdiskusi, berdebat, dan berdialog dengan cara yang sopan dan saling
menghormati.
f. Metode pendidikan Islam juga menghormati hak dan kebebasan pendidik
untuk memilih metode yang dipandangnya sesuai dengan watak pelajaran dan
peserta didik itu sendiri.64
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang tepat
untuk mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah diciptakan.
Bagaimanapun baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak
akan berarti jika tidak memiliki cara atau metode yang tepat untuk
mentansformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan
63
Armai Arief, op. cit., h. 41 64
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistemologi Islam dalam
Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), h. 104
27
metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar, yang berakibat
terbuangnya waktu dan tenaga secara percuma. Oleh karena itu, metode
merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas
menjadi lebih efektif dan efisien. Metode merupakan persoalan esensial
pendidikan Islam, yang mana tujuan pendidikan dapat tercapai secara tepat guna,
jika jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat.65
5. Pendidik Menurut Islam
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan.
Secara umum, pendidik adalah mereka yang memiliki tanggung jawab mendidik.
Menurut Sri Minarti, pendidik merupakan seorang figur yang memiliki peranan
dalam membentuk budi pekerti manusia ke arah pendewasaan dan peradaban.
Pendidik tidak berperan dalam satu aspek saja, tetapi dalam segala aspek
kehidupan guna membentuk sumber daya manusia yang andal.66
Dalam perspektif Islam, pendidik menempati posisi penting dalm proses
pendidikan. Dialah yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.
Potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang terdapat pada siswa harus
diperhatikan perkembangannya agar tujuan pendidikan dapat tercapai seperti yang
diharapkan.67
Menurut Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Toto Suharto, pendidik
dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
peserta didik. Mereka harus dapat mengupayakan perkembangan seluruh potensi
peserta didik, baik kognitif, afektif, maupun potensi psikomotor. Potensi-potensi
ini sedemikian rupa dikembangkan secara seimbang sampai mencapai tingkat
yang optimal berdasarkan ajaran Islam.68
Seorang guru atau pendidik dalam pandangan Al-Qur’an memiliki tugas
yang amat luas dan beragam. Guru dalam pandangan Al-Qur’an berperan sebagai
65
Toto Suharto, op. cit., h. 103 66
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoretis-Filosofis dan Aplikatif-Normatif,
(Jakarta: Amzah, 2013), h. 117 67
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Hadits, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), h. 205 68
Toto Suharto, op. cit., h. 89
28
ulama yang mendalam ilmunya baik agama maupun umum serta menggunakan
dan mengajarkan ilmunya. Dalam Al-Qur’an kata ulama terdapat pula dalam surat
Fathir ayat 28 yang berbunyi.
إنمايخشى ؤا منعبادهٱلل ٱلعلم“Diantara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah
ulama”.69
Ia juga berperan sebagai al-rasikhuna fil ilmi yaitu orang yang memiliki
kemampuan melakukan penalaran secara tinggi dan mendalam. Ia juga sebagai al-
murabbi yaitu orang yang mampu membina, mengarahkan, dan meningkatkan
segenap potensi yang dimiliki manusia (jasmani, rohani, akal pikiran, dan bakat).
Peran pendidik yang luas itu sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
Yaitu tuntutan agar pendidik selain berperan sebagai informator, juga berperan
sebagai katalisator, dinamisator, motivator, inspirator, tutor, dan lain sebagainya.
Berbagai tuntutan masyarakat modern terhadap pendidik, sesungguhnya telah
diberikan isyaratnya yang kuat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian konsep Al-
Qur’an tentang pendidik ternyata sangat modern.70
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan hasil penelitian
yang relevan selama proses penelitian dan penulisan skripsi, yang membahas
tentang K.H. Hasyim Asy’ari maupun Mahmud Yunus.
1. Ihsanuddin, skripsi dengan judul “Studi Komparasi Antara Konsep
Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan”.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu menurut K.H. Hasyim Asy’ari, peserta
didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kesatuan aksi yang
menjunjung tinggi nilai akhlak yang luhur secara integratif, sedangkan
69
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Naladana, 2006), h.
622 70
Abuddin Nata, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005), h. 152
29
menurut K.H. Ahmad Dahlan yaitu memasukkan pendidikan agama Islam ke
sekolah-sekolah yang didirikannya.71
2. Hafizhuddin, skripsi dengan judul “Adab Belajar (Pola Hubungan Guru
Dengan Murid) Menurut K.H. Hasyim Asy'ari Dalam Kitab Adabu Al-Alim
Wa Al-Muta’alim”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah konsep etika
belajar K.H. Hasyim Asy'ari lebih menekankan pada pemberdayaan hati.
Konsep etika K.H. Hasyim Asy'ari memandang bahwa ilmu pengetahuan
sebagai sebuah entitas yang tidak dapat dipisahkan dengan anugrah Tuhan.
K.H. Hasyim Asy'ari sangat berharap bahwa hal tersebut untuk mencapai
kehidupan yang baik bagi individu dan masyarakat yang beretika sesuai
dengan petunjuk-petunjuk agama Islam. K.H. Hasyim Asy'ari menginginkan
pelajar untuk menuntut ilmu melalui kerja hati dan akal, berorientasi pada
kerja hati, tetapi tentunya dengan tidak melupakan kecerdasan akal.72
3. Nuriah Miftahul Jannah, skripsi dengan judul “Studi Komparasi Pemikiran
K.H. Hasyim Asy'ari Dan Hamka Tentang Pendidikan Karakter”. Hasil
penelitian yang diperoleh adalah pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim
Asy'ari memiliki kecenderungan mengetengahkan nilai-nilai estetika yang
bernafaskan sufistik dengan memberikan perhatian khusus dalam mendidik
akhlak melalui pendidikan karakter. Sedangkan pemikiran pendidikan
karakter Hamka yaitu berangkat dari konsep tentang manusia yang memiliki
fitrah untuk senantiasa berbuat kebajikan.73
4. Suwendi, tesis dengan judul “Konsep Pendidikan Islam Perspektif Ibn
Jama’ah dan K.H. M. Hasyim Asy’ari: Studi Komparatif atas Kitab Tadzkirat
al-Sami’ fi Adab al-Alim wa al-Muta’alim dan Adab al-Alim wa al-
Muta’alim”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah kedua tokoh cenderung
memiliki kesamaan. Baik Ibn Jama’ah dan K.H. M. Hasyim Asy’ari melihat
71
Ihsanuddin, Studi Komparasi Antara Konsep Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim
Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 58 72
Hafizhuddin, Adab Belajar (Pola Hubungan Guru Dengan Murid) Menurut K.H.
Hasyim Asy'ari Dalam Kitab Adabu Al-Alim Wa Al-Muta’alim, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013), h. 68 73
Nuriah Miftahul Jannah, Studi Komparasi Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari Dan Hamka
Tentang Pendidikan Karakter, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 83
30
ulama sebagai gambaran mini peserta didik, merupakan mahluk Tuhan yang
terbaik (khair al-bariyyah). Hal ini disebabkan karena kedekatannya kepada
Tuhan dan senantiasa mengembangkan fikirannya sebagai potensi yang luar
biasa.74
5. Nur Hikma, skripsi dengan judul “Studi Perbandingan Konsep Pendidikan
Islam Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi”. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah konsep pendidikan Mahmud Yunus tidak terlepas dari
pemahamannya mengenai konsep pendidikan Islam, tujuan pendidikan yang
diterapkan adalah menjadikan peserta didik yang beriman kepada Allah SWT
dan mampu melaksanakan semua pekerjaan keduniaan dan urusan agamanya
secara serasi dan seimbang. Sedangkan konsep pendidikan menurut Imam
Zarkasyi adalah tujuan dan kurikulum pendidikan Islam itu untuk
menyiapkan santri yang mandiri, berjiwa ikhlas, sederhana tetapi memiliki
pengetahuan agama dan pengetahuan umum yang berkesinambungan.75
6. Asmi Yuni, skripsi dengan judul “Pemikiran Mahmud Yunus tentang Metode
Pendidikan Islam”. Hasil penelitian yang diperoleh adalah metode pendidikan
Islam menurut Mahmud Yunus adalah kegiatan yang telah digariskan atau
direncanakan oleh guru sebelum masuk kelas dan rencana tersebut
dilaksanakan di dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung yang
bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam. Metode pendidikan Islam
memiliki relevansi dengan metode yang digunakan oleh lembaga pendidikan
pesantren sekarang.76
7. Restu Dwi Mulyani, skripsi dengan judul “Kontribusi Pemikiran Mahmud
Yunus dalam Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia”. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah gagasan dan pemikiran Mahmud Yunus dalam
pendidikan Islam secara keseluruhan bersifat integrated, strategis, dan
merupakan perintis. Dilihat dari berbagai aspek seperti tujuan pendidikan
74
Suwendi, Konsep Pendidikan Islam Perspektif Ibn Jama’ah dan K.H. M. Hasyim Asy’ari, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 2000), h. 130
75 Nur Hikma, Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus
dan Imam Zarkasyi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 72-73 76
Asmi Yuni, Pemikiran Mahmud Yunus tentang Metode Pendidikan Islam, (Pekanbaru:
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2011), h. 69
31
Islam, kurikulum pendidikan Islam, metode pengajaran, lembaga pendidikan
Islam, peran guru dan murid, sarana dan evaluasi pendidikan.77
8. Syeh Hawib Hamzah, jurnal dengan judul “Pemikiran Mahmud Yunus dalam
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia”. Hasil penelitian yang diperoleh
adalah pembaruan pemikiran Mahmud Yunus dapat dilihat pada perhatiannya
terhadap lembaga pendidikan Islam dengan aktif dalam mendirikan perguruan
tinggi Islam yang cikal bakalnya menjadi IAIN. Pembaruan lain pada upaya
pelajaran agama diajarkan di sekolah-sekolah pemerintahan serta
memperjuangkan sekolah agama seperti madrasah dan pesantren mendapat
perhatian dan tempat pada pendidikan nasional.78
77
Restu Dwi Mulyani, Kontribusi Pemikiran Mahmud Yunus dalam Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007), h. 114 78
Syeh Hawib Hamzah, Dinamika Ilmu Vol. 14, (Samarinda: STAIN Samarinda, 2014),
h. 144
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan secara kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan data informasi
berbagai macam teori yang diperoleh dari kepustakaan. Penelitian dalam karya
ilmiah ini juga menggunakan pendekatan deskriptif. Yaitu mendeskripsikan
konsep pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus. Selanjutnya
menganalisis data secara induktif yaitu menalar konsep-konsep pendidikan Islam
tersebut hingga mencapai suatu kesimpulan mengenai keseluruhan konsep
pendidikan Islam, kemudian rancangan yang bersifat sementara tersebut
merupakan hasil penelitian yang dapat dirundingkan.
Dan penulis menggunakan metode penelitian dengan jenis penelitian
library research (penelitan kepustakaan). Penelitian yang dilakukan dengan cara
membaca buku-buku atau majalah dan sumber data lainnya di dalam
perpustakaan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data dari
berbagai literatur, baik di perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.1 Menurut
M. Pidarta, penelitian kepustakaan atau kajian pustaka adalah usaha
mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca dan mencatat
informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan.2 Dengan cara
mengungkapkan dan mengkaji lebih dalam konsep pendidikan Islam K.H. Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus.
Untuk menyingkap literatur dari K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud
Yunus tentang konsep pendidikan Islam, maka diperlukan pendekatan-pendekatan
sebagai berikut:
1. Pendekatan sejarah
1 Tatang S., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 207
2 Made Pidarta, Studi Tentang Landasan Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.
3-4
34
Pendekatan sejarah bertujuan merekonstruksi masa lalu secara sistematis
dan objektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta
menyintesiskan bukti-bukti yang menjelaskan fakta untuk memperoleh
kesimpulan.3
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji biografi tentang K.H. Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus, yang berkaitan dengan konsep pendidikan Islam dari
berbagai sumber data.
2. Pendekatan filosofis
Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari
dan Mahmud Yunus dengan kritis dan reflektif, walaupun kedua tokoh berlainan,
akan dapat ditemukan titik temu diantara pemikiran keduanya.
3. Pendekatan komparatif
Pendekatan komparatif dilakukan untuk menggambarkan dua atau lebih
fakta dan sifat objek yang diteliti. Pendekatan dilakukan untuk membandingkan
persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta tersebut berdasarkan kerangka
pemikiran tertentu.4
Dengan menggunakan pendekatan komparatif, diharapkan dapat diketahui
persamaan dan perbedaan pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus,
dengan cara membandingkan pemikiran kedua tokoh tersebut.
B. Sumber Data
Penelitian ini tergolong penelitian pustaka yang bersifat literatur dan
menggunakan cara membaca, menelaah, dan menganalisa sumber-sumber literatur
yang berhubungan dengan penelitian ini. Oleh karena itu, sumber data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Data primer
Data primer adalah literatur- literatur yang membahas secara langsung objek
permasalahan penelitian ini. Data primer yang digunakan adalah:
3 H. Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 98
4 Ibid., h. 102
35
a. Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim fima Yahtaju ilaih Muta’alim fi Ahwal
Ta’limih wama Yatawaqqaf ‘alaih Muta’alim fi Maqat Ta’limih karya K.H.
Hasyim Asy’ari.
b. Metode Khusus Pendidikan Agama karya Mahmud Yunus.
c. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran karya Mahmud Yunus.
2. Data sekunder
Sumber data sekunder sebagai data pendukung, yaitu buku-buku atau
sumber-sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Data sekunder yang
digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah buku-buku karangan tokoh-tokoh
lain yang relevan dan berhubungan dengan pemikiran pendidikan Islam kedua
tokoh tersebut, ataupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah
yang dibahas. Kegunaan dari data sekunder ini adalah untuk menginterpretasi data
primer.5
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Teknik pengumpulan data
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian studi dokumentasi. Menurut Samiaji Sarosa,
dalam setiap penelitian, dokumentasi tertulis sangat penting. Dokumentasi tertulis
dimulai dengan semua catatan, hasil pengumpulan data, dan analisis sementara.
Dokumentasi lain yang tidak kalah penting adalah artikel jurnal, artikel
konferensi, buku, skripsi, disertasi, thesis, dan lainnya.6 Dengan metode ini
penulis mengumpulkan data yang berhubungan dengan konsep pendidikan Islam.
2. Teknik pengelolaan data
Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan
adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-
5 Achmad Susmiyanto, Konsep Thariq Al-Ta’allum Syaikh Al-Zarnuji, (Jakarta: FITK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 52 6 Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Indeks, 2012), h. 38
36
data yang relevan dan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis
analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
D. Analisa Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Analisis Isi (content
analysis). Menurut Sumadi, metode ini hanya menganalisis data yang tekstual
menurut isinya.7 Dan dengan menggunakan bentuk deskriptif yaitu berupa catatan
informasi faktual yang menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup
penggambaran secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait
dengan semua aspek yang diteliti. Maka, di sini penulis menggambarkan
permasalahan yang dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan
dengan permasalahan, kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu
kesimpulan.
E. Teknik Penulisan
Secara teknik, penulisan yang dipakai untuk menyusun skripsi ini merujuk
pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 1998), h. 93
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai “Konsep
Pendidikan Islam (Studi Komparasi Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dan Mahmud
Yunus)”, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemikiran pendidikan Islam
a. K.H. Hasyim Asy'ari
Karakter pemikiran pendidikan Kiai Hasyim lebih cenderung ke dalam
garis mazhab Syafi’iyah. Konsep beliau mengenai pendidikan Islam adalah
membahas mengenai signifikansi pendidikan. Pendidikan Islam adalah upaya
memanusiakan manusia secara utuh, sehingga manusia bisa bertakwa kepada
Allah SWT, dengan benar-benar mengamalkan segala perintah-Nya. Menjadi
manusia sempurna yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dan bahagia dunia
dan akhirat adalah tujuan pendidikan Islam. Dasar pendidikan Islam adalah Al-
Qur’an, hadits, serta pemikiran Kiai Hasyim berdasarkan madzhab Syafi’i.
Metode yang digunakan masih mempercayakan pada tradisi-tradisi akademik
pada abad klasik, seperti metode wetonan dan sorogan, metode hafalan,
muhawarat, dan metode muzaharat. Dan pendidik adalah orang yang memiliki
kepribadian yang mulia, sekaligus sebagai pewaris Nabi, dan pembimbing murid
menuju jalan yang benar.
b. Mahmud Yunus
Pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah menjadikan seseorang
agar mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, tidak hanya menguasai
pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ukhrawi, tetapi juga pekerjaan duniawi
sekaligus dengan akhlak yang mulia agar siswa tersebut berhasil secara individu,
sosial, dan bermanfaat bagi masyarakat. Tujuan pendidikan Islam terbagi menjadi
73
dua, yaitu untuk kecerdasan perseorangan, dan untuk kecakapan pekerjaan.
Tujuan utama dan lebih penting adalah pembentukan akhlak. Dasar pendidikan
Islam mengacu kepada pada Al-Qur’an dan hadits. Metode lebih penting dari
materi, seorang guru harus pandai memilih dan menguasai metode yang
digunakannya. Guru merupakan pewaris para Nabi, yang berfungsi menanamkan
akhlak dan mengajarkan ilmu kepada muridnya. Pengaruh seorang guru terhadap
muridnya sama seperti orang tua terhadap anak-anaknya. Dengan adanya guru
yang ikhlas, maka akan dapat memberikan dampak yang positif terhadap
sekitarnya.
2. Persamaan dan perbedaan pemikiran pendidikan Islam
Persamaan pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dan Mahmud Yunus dalam
pendidikan Islam adalah adalah upaya memanusiakan manusia secara utuh dan
mengamalkan ajaran Islam, tujuan pendidikan Islam adalah mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat, dan seorang pendidik atau guru harus mempunyai
akhlak yang baik dan menjadi panutan bagi peserta didik. Karena pendidik lah
yang menjadikan seorang murid itu baik atau buruk.
Perbedaan pemikiran kedua tokoh ini terletak pada dasar pendidikan Islam,
K.H. Hasyim Asy’ari lebih cenderung terhadap madzhab Syafi’i dalam karyanya.
Dan dalam menentukan metode, K.H. Hasyim Asy’ari masih mempercayakan
pada tradisi-tradisi akademik pada abad klasik dan pertengahan, sedangkan
Mahmud Yunus berpendapat guru harus menggunakan metode yang efektif juga
memperhatikan aspek psikologis siswa. Serta perbedaan latar belakang kedua
tokoh yang mempengaruhi pemikirannya dalam pendidikan Islam.
3. Relevansi pemikiran pendidikan Islam
Pemikiran pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus
relevan dengan Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
tahun 2003 Bab I Pasal 1, Bab II Pasal 3, dan Peraturan Pemerintah RI No. 74
tahun 2008 tentang Guru Bab I Pasal 1. Yang menunjukkan bahwa pendidikan
membentuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
74
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, mengamalkan agama yang dianut, agar
menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Dan selain
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan, pendidik juga mempunyai
tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, menilai dan mengevaluasi peserta
didik. Serta akhlak yang baik juga diperlukan oleh peserta didik karena mereka
menjadi panutan bagi siswa. Dari Undang-Undang RI tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari dan Mahmud Yunus ada dua
dimensi kesamaan yang ingin diwujudkan yaitu: dimensi transedental dan dimensi
duniawi.
B. Saran-saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:
1. Kepada pendidik, senantiasa berperan secara aktif dan menjadi tauladan bagi
peserta didik karena apa yang dilakukan akan dicontoh dan ditiru oleh peserta
didik, menanamkan akhlak yang baik, menggunakan metode yang sesuai
dengan pembelajaran.
2. Kepada lembaga pendidikan, diharapkan mengambil i’tibar dari K.H. Hasyim
Asy’ari dan Mahmud Yunus dalam upaya meningkatkan dan
mengembangkan mutu kualitas pendidikan Islam agar tercapainya tujuan
pembelajaran secara maksimal.
3. Kepada masyarakat, sebagai salah satu unsur dalam pendidikan sudah
seharusnya terlibat dalam pendidikan Islam. Baik dari pendidikan secara
formal maupun non formal.
4. Kepada pemerintah, agar senantiasa menyesuaikan kebijakan pendidikan dan
sistem pendidikan yang berlaku agar sesuai pada Al-Qur’an dan hadits
sehingga tujuan pendidikan Islam dapat tercapai.
75
DAFTAR PUSTAKA
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran
dan Kepribadian Muslim. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Al-Abrasy, M. ‘Athijah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. dari
Attarbiyatul Islamiyah oleh Bustani A. Gani dan Djohar Bahry. Jakarta:
Bulan Bintang, 1970.
Al-Rasyidin dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Ardy, Novan. dan Barnawi. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2016.
Arief, Armai. Mahmud Yunus dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Citra Pendidikan, 2002.
__________. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
__________. Reformulasi Pendidikan Islam. Jakarta: CRSD Press, 2005.
Arif, Mukhrizal. dkk. Pendidikan Pos Modernisme. Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2016.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Asy’ari, Hasyim. Adab Al-‘Alim Wa Al-Muta’allim. Jombang: Maktabah Turats
Al-Islamy, 1996.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.
Daradjat, Zakiyah. dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
______________. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara, 1995.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: CV. Naladana,
2006.
Departemen Pendidikan Nasioal. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka. Cet. IV, 2007.
Ekosusilo, Mudyo. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Effahar, 1990.
Fauzi, Imron. Manajemen Pendidikan ala Rasulullah. Jogjakarta: Ar-Ruz Media,
2012.
76
Hakiki, Munawir. Skripsi. Konsep Pendidikan Islam Modern Menurut Pemikiran
Dr.Mohammad Natsir. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Hikma, Nur. Skripsi. Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2014.
Hasbullah. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.
________. Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996.
Iqbal, Abu Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015.
Iskandar, Edi. Mengenal Sosok Mahmud Yunus dan Pemikirannya tentang
Pendidikan Islam. POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. III, No. 1,
2017.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2013.
Khuluq, Latiful. Hasyim Asy’ari: Religiuous Thought and Political Activities.
Jakarta: Logos, 2000.
Mahfud, Rois. Al-Islam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga, 2011.
Mahmud, H. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Mansur dan Junaedi, Mahfud. Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI, 2005.
Masril, Eficandara. dkk., Prof. Dr. H. Mahmud Yunus: Tokoh Mujaddid dari
Minangkabau, Prosiding Nadwah Ulama Nusantara (NUN) Vol. IV, 2011.
Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoretis-Filosofis dan Aplikatif-
Normatif. Jakarta: Amzah, 2013.
Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi, Keumatan, dan
Kebangsaaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2010.
Muhaimin. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
________. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Musthafa, M. Sekolah Dalam Himpitan Google dan Bimbel. Yogyakarta: LKIS,
2013.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012.
77
____________. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005.
____________. Pendidikan Dalam Perspektif Hadits. Jakarta: UIN Jakarta Press,
2005.
____________. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Cet. V, 2016.
____________. Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Noor, Rohinah. M. K.H. Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU dan dan Pendidikan
Islam. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2010.
Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2008 tentang guru. Jakarta: BP Cipta
Jaya, 2009.
Pidarta, Made. Studi Tentang Landasan Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara,
1999.
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Cet. XX, 2011.
Ramayulis dan Nizar, Samsul. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam. Tangerang
Selatan: Quantum Teaching, 2005.
S., Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Salim, M. Haitami. dan Kurniawan, Syamsul. Studi Ilmu Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Indeks, 2012.
Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam: Menguatkan Epistemologi Islam Dalam
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers, 1998.
Susmiyanto, Achmad. Skripsi. Konsep Thariq Al-Ta’allum Syaikh Al-Zarnuji.
Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Suwendi. Konsep Kependidikan K.H. M. Hasyim Asy’ari. Jakarta: LEKDIS, 2005.
78
_______. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Tim penyusun IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta:
Djambatan, 1992.
Undang-Undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: CV. Mini Jaya Abadi, 2003.
Yuni, Asmi. Pemikiran Mahmud Yunus tentang Metode Pendidikan Islam.
Pekanbaru: UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2011.
Yunus, Mahmud. Pokok Pokok Pendidikan dan Pengajaran. Jakarta: Hidakarya
Agung, 1978.
______________. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Jakarta: Hidakarya
Agung, 1992.
Zulmardi, Mahmud Yunus dan Pemikirannya dalam Pendidikan, Ta’dib Vol. XII,
No.1, 2009.