komunikasi keluarga dalam mencegah dampak …isip.usni.ac.id/jurnal/sandra olivia.pdf · mengenal...
TRANSCRIPT
111
KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENCEGAH DAMPAK
NEGATIF PENGGUNAAN GADGET
Sandra Olifia1
Dwi Nuraini2
Universitas Satya Negara Indonesia
Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan No.11
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Ilmu Komunikasi
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi karena kebutuhan akan berkomunikasi dalam keluarga
dengan adanya dampak negatif dari penggunaan gadget pada anak. Maka dari itu penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman orang tua terhadap pemanfaatan
gadget yang tepat pada anak, juga untuk mengetahui hambatan yang dialami oleh orang tua,
dan untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan orang untuk mencegah dampak negatif
penggunaan gadget pada anak.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kasus dan
menggunakan metode kulitatif deskriptif. Subyek penelitiannya yaitu keluarga khususnya
orang tua dan juga obyek penelitiannya adalah komunikasi antarpribadi dalam keluarga untuk
mencegah dampak negatif penggunaan gadget pada anak. Metode pengumpulan data
menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi sumber untuk menguji keabsahan dan keterpercayaan data.
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan keluarga khususnya orang tua tentang
komunikasi antarpribadi dan penggunaan gadget yang tepat pada anak. Pemanfaatan gadget
dalam hal ini meliputi dampak yang ditimbulkan dari gadget bagi keluarga khususnya pada
anak, apa saja hambatan yang dirasakan orang tua dalam mencegah dampak negatif gadget,
dan usaha-usaha yang dilakukan oleh orang tua sebagai upaya mengatasi maupun mencegah
dampak negatif penggunaan gadget pada anak.
Kata Kunci : Komunikasi Antarpribadi, Keluarga, Dampak Negatif Gadget
ABSTRACT
This research is motivated by needs of communication in family as negative impact by
gadget using on children. Therfore this research aims to know how far the understanding of
parents about the right use of gadget for children and to know the efforts of people did to
avoid negative impact of gadget use to children.
Kind of this research is qualitative with case study approach and use qualitative
method of descriptive. The subject of the research that is family specially is parent and also
the research object is interpersonal communication in family to avoid negative impact of
gadget use to children. the method of collecting data is the observation, depth interview dan
documentation. This research is use triangulation source to test the validity and trust data.
112
The result showing understanding to a family specially for the parent about
interpersonal communication and the right use of gadget for children, What are the obstacles
that felt by parent in avoid negative impact, and the efforts did by parent as effort to resolve
or avoid negative impact of gadget use for the children.
113
I PENDAHULUAN
Kemajuan yang cukup signifikan
dalam bidang teknologi berakibat pada
meningkatnya bidang teknologi informasi,
serta komunikasi sehingga dunia tidak lagi
mengenal batas, jarak, ruang, dan waktu.
Seseorang dapat dengan mudah mengakses
informasi penting tentang fenomena
kejadian di belahan dunia lain, tanpa harus
berada ditempat tersebut dengan
seperangkat komputer juga handphone
yang memiliki koneksi internet, informasi
dapat diperoleh dalam hitungan detik.
Internet kini juga semakin marak
digunakan sebagai media komunikasi yang
instant dan praktis oleh masyarakat.
Jumlah pengguna internet di
Indonesia bertambah sebanyak 58 persen
menjadi 55 juta orang, dibandingkan
dengan tahun lalu. Ini membuat Indonesia
berada di peringkat ketiga dalam daftar
pertambahan pengguna internet tertinggi
dunia. (www.tempo.com diakses Juni
2018)
Perangkat gadget juga sudah
menjamur di lingkungan kita, bahkan
pengguna usia anak-anak pun sudah bisa
mengaksesnya. Fenomena yang terjadi saat
ini. Bukan hal yang luar biasa lagi, saat ini
kita sering melihat anak-anak membawa
dan pandai mengoperasikan perangkat
gadget. Mulai dari handphone,
smartphone, playstasion, laptop, computer
ataupun tablet dengan jenis dan harga
yang variatif. Gadget tidak hanya dapat
digunakan sebagai sarana komunikasi,
tetapi juga dapat digunakan sebagai sarana
mendapatkan informasi dan hiburan.
Terdapat berbagai macam aplikasi yang
canggih di dalam perangkat gadget atau
alat elektronik komunikasi tersebut.
Seperti fasilitas internet, video games,
mp3, dan video player. Akan tetapi
belakangan muncul kontroversi berita
dimedia massa yang mulai menanyakan
seberapa perlu gadget dikalangan anak-
anak. Disisi lain gadget memberikan
dampak positif pada anak, tetapi disisi lain
gadget juga memberikan dampak negatif.
Salah satu dampak negatif gadget
pada perkembangan anak yang telah
diketahui adalah penurunan konsentrasi.
Ketika seorang anak terlalu sering
menggunakan gadget, ia akan
mengandalkan gadget untuk mengerjakan
berbagai hal, atau lebih senang
berimajinasi seperti tokoh game yang
sering dimainkan dengan gadgetnya. Hal
ini menyebabkan konsentrasi anak menjadi
lebih pendek, dan tidak perduli lagi dengan
lingkungan sekitar. Ini dapat menyebabkan
anak sulit berkonsentrasi saat belajar, yang
berdampak pada penurunan preatasi di
sekolah. http://artikelduniawanita.com.
Alasan sebagian orang tua
memberikan gadget untuk anak adalah
114
supaya mereka tenang dan tidak
merepotkan. Gadget memiliki banyak
manfaat apabila digunakan sebagimana
mestinya, namun yang perlu peneliti
ketahui bahwa gadget sebaiknya tidak
dikenalkan pada anak usia dini, karena
memiliki resiko negatif terhadap
perkembangan anak. Terlalu dini
mengenalkan gadget pada anak maka
resikonya semakin besar.
Gadget pada umumnya diartikan
sebagai barang elektronik kecil yang
didesain sedemikian rupa sehingga
menjadikannya sebagai suatu inovasi
terbaru, atau juga bisa dikatakan sebagai
suatu penemuan yang benar-benar
menakjubkan pada masanya. (Fathul
Husnan, 2013:73).
Saat ini kecanggihan teknologi
memungkinkan manusia berinteraksi
secara bebas dalam skala global.
Sayangnya, kemajuan teknologi ini kerap
kurang diimbangi dengan sikap
kewaspadaan akan risiko
penyalahgunaannya. Alhasil, kasus demi
kasus penyalahgunaan dikalangan anak
saat ini banyak terungkap ke masyarakat.
Dari beberapa macam-macam gadget,
yang paling sering dimainkan dan dimiliki
oleh anak-anak adalah handphone. Untuk
itu dalam penelitian penulis lebih
memfokuskan anak yang menggunakan
secara aktif dalam gadget tersebut. Gadget
(handphone) yang difasilitaskan dari orang
tua dengan berbagai maksud dan tujuan.
Mudahnya mengakses beberapa
situs yang ada di dalam gadget
menimbulkan sedikit masalah bagi
kalangan anak-anak sekarang. Salah
satunya bisa menyebabkan kurangnya
berkomunikasi antar sesama teman
sebayanya, keluarga dan lain-lain. Anak-
anak zaman sekarang lebih asik bermain
gadget salah satunya bermain game online
atau situs lainnya, sehingga kurangnya
komunikasi dengan keluarga di rumah.
Berbicara tentang penggunaan
gadget oleh anak, tentunya hal ini tidak
lepas dari peran serta orang tua di
dalamnya. Peran serta orang tua dalam hal
ini yaitu misalnya penyediaan gadget oleh
orang tua terhadap anaknya. Hal ini juga
terlihat oleh penulis di lingkungan sekitar
tempat tinggal penulis. Orang tua terlihat
lebih memilih memberikan gadget kepada
anaknya untuk sarana bermain. Hal ini
menyebabkan anak bisa dengan mudah
mengunakan gadget untuk
kepentingannya. Peran serta orang tua
dalam hal penggunaan gadget pada anak
juga ditujukan dengan memberikan
pemahaman kepada anak tentang cara
memanfaatkan gadget secara bijaksana.
Pemberian pemahaman kepada anak
tentang cara memanfaatkan gadget dengan
bijaksana, bisa dan akan mudah dilakukan
115
apabila orang tua mengetahui serta
menerapkan pola komunikasi yang tepat
tentang pemanfatan gadget yang bijaksana
oleh anak.
Gadget merupakan salah satu dari
sekian banyak alat komunikasi yang
berkembang sangat pesat di Indonesia.
Industri gadget terus menerus membuat
suatu inovasi baru dengan menintegrasikan
teknologi-teknologi pendukung pada
gadget. Melalui gadget manusia dapat
berinteraksi antara satu dengan lainnya,
sehingga gadget menjadi fenomena unik
yang berkembang di dalam masyarakat.
Berbagai fitur-fitur canggih pada gadget
memudahkan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan sangat pesat
dan mudah.sering perkembangan zaman,
gadget tidak lain dijadikan sebagai gaya
hidup semata, tetapi melalui gadget
manusia bisa menambah wawasan dan
pengetahuan mereka dengan sangat luas
dan tidak terbatas.
Dengan adanya gadget, komunikasi
masyarakat saat ini semakin modern, ini
menyebabkan tuntutan manusia terhadap
kebutuhan informasi semakin tinggi. Hal
itu turut melahirkan kemajuan yang cukup
signifikan dalam bidang teknologi.
Peningkatan dibidang teknologi, informasi,
serta komunikasi mengakibatkan dunia
tidak lagi mengenal batas, jarak, ruang,
dan waktu. Seseorang dapat dengan mudah
mengakses informasi penting tentang
fenomena kejadian dibelahan dunia, tanpa
harus berada di tempat tersebut. Padahal
untuk mencapai tempat itu memakan
waktu berjam-jam, namun hanya dengan
seperangkat alat elektronik gadget yang
memiliki konektivitas internet, informasi
dapat diperoleh dalam hitungan detik.
Internet kini juga semakin marak
digunakan sebagai media komunikasi yang
instan dan praktis oleh masyarakat.
Jumlah pengguna gadget di
Indonesia saat ini bertambah semakin
banyak dibandingkan dengan tahun lalu.
Dengan adanya gadget dapat semakin
mempermudah masyarakat mendapatkan
informasi. Mudahnya mengakses beberapa
situs yang ada di dalam gadget
menimbulkan sedikit masalah bagi
kalangan anak-anak sekarang. Salah
satunya bisa menyebabkan malas bejalar,
malas berkomunikasi antar sesama teman,
keluarga dan lain-lain.
Banyak sekali dampak negatif dari
kasus anak-anak yang sering bermain
gadget. Contohnya, dapat menyebabkan
kecanduan bermain game online,
hambatan terhadap perkembangan,
penyakit mental, gangguan tidur, pengaruh
tayangan, dan bahaya radiasi. Dari
pembahasan tersebut, peneliti menemukan
kasus yang terjadi di lingkungan penduduk
daerah kampung Simprug Golf 2 RT.10
116
RW.08 terdapat anak usia pra saekolah
yang bermain gadget dan dengan asiknya,
hal ini tentunya dilakukan oleh orang tua
supaya anak tidak terus menerus menangis
dan dapat berhenti menangis setelah
diperlihatkan gadget tersebut.
Memburuknya komunikasi
diakibatkan oleh orang tua yang acuh
dengan perkembangan anaknya, contohnya
ketika anak bermain game online atau
melihat konten youtube berjam-jam di
rumahnya. Hubungan yang tidak baik atau
buruk antara orang tua dengan anak
merupakan salah satu faktor penyebab
anak lebih memilih bermain gadget
berjam-jam. Biasanya orang tua terlalu
sibuk dengan pekerjaannya atau aktifitas
lain, sehingga waktu untuk kurang bahkan
tidak ada. Keberadaan orang tua juga
mempunyai dampak, misalnya orang tua
jarang di rumah menyebabkan komunikasi
dan waktu bersama untuk anak kurang,
bahkan tidak ada sama sekali.
Dari adanya kasus tersebut, orang
tua harus dapat berkomunikasi secara
antarpribadi kepada anaknya dengan
menggunakan komunikasi yang baik,
supaya anak paham apa yang yang
seharusnya tidak dilakukan dan apa yang
harusnya dilakukan.
Komunikasi antarpribadi
didefinisikan sebagai penyampaian pesan
oleh satu orang dan penerima pesan orang
lain, dengan berbagai dampaknya, dan
peluang untuk memberikan umpan balik
segera. Komunikasi antarpribadi
berlangsung apabila pengirim
menyampakan informasi berupa kata-kata
kepada penerima, dengan menggunakan
medium suara manusia (human voice).
(Bittner, 1985:10 dalam Wiryanto,
2004:32).
Fungsi keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, kakek, nenek, adik, dan kakak,
khususnya sebagai orang tua adalah
sebagai tempat untuk pengajaran tentang
nilai maupun norma pada pribadi anak.
Apabila komunikasi tidak terjalin dengan
baik di dalam keluarga sering terjadi
kesalah pahaman akibat kurangnya
komunikasi antara orang tua dengan anak,
maupun sebaliknya.
Dengan adanya kasus tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa peran
orangtualah yang sangat penting untuk
mendampingi anak saat bermain gadget.
Tetapi tidak hanya mendampingi saja,
orang tua bisa berkomunikasi dengan anak
melalui komunikasi antarpribadi, orang tua
dapat memberitahukan apa saja dampak
negatif yang terjadi apabila anak terus
menerus bermain gadget.
Penulis tertarik untuk mengetahui
lebih lanjut tentang bagaimana
“Komunikasi Antarpribadi Dalam
117
Keluarga (Studi Kasus Mencegah Dampak
Negatif Penggunaan Gadget Pada Anak).
Pertanyaan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana komunikasi antarpribadi
dalam keluarga mencegah dampak
negatif penggunaan gadget pada anak ?
2. Apa saja hambatan yang dialami oleh
orang tua untuk mencegah dampak
negatif gadget pada anak ?
3. Apa usaha yang dilakukan orang tua
untuk mencegah dampak negatif
penggunaan gadget pada anak ?
Sesuai dengan apa yang menjadi
pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan
dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui komunikasi
antarpribadi dalam keluarga mencegah
dampak negatif penggunaan gadget
pada anak.
2. Untuk mengetahui hambatan yang
dialami orang tua dalam mencegah
dampak negatif penggunaan gadget
pada anak.
3. Untuk mengetahui usaha yang
dilakukan orang tua dalam mencegah
dampak negatif penggunaan gadget
pada anak.
II TINJAUAN PUSTAKA
Teori Penetrasi Sosial
Teori penetrasi sosial adalah
sebuah teori yang di gagas oleh Irwin
Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini
membuat prediksi tentang pengembangan
hubungan yang didasari pada berbagai
tingkatan pengungkapan atau
penyingkapan diri (self disclosure). Teori
penetrasi sosial merujuk pada sebuah
proses ikatan hubungan individu-individu
bergerak dari komunikasi superfisial
menuju ke komunikasi yang lebih intim.
Proses penetrasi sosial, karenanya
mencakup di dalamnya perilaku verbal
(kata-kata yang kita gunakan), perilaku
nonverbal (postur tubuh kita, sejauh mana
kita tersenyum, dan sebagainya), dan
perilaku yang berorientasi pada
lingkungan (ruang antara komunikator,
objek fisik yang ada di dalam lingkungan,
dan sebagainya). (Richard West Lynn H.
Turner, 2013:195).
Teori penetrasi sosial (social
penetration theory) berupaya
mengidentifikasi proses peningkatan
keterbukaan dan keintiman seseorang
dalam menjalin hubungan dengan orang
lain. Bahwa perkembangan hubungan
diatur oleh seperangkat kekuatan yang
kompleks yang harus dikelola secara terus-
menerus oleh para pihak yang terlibat.
Cara pandang yang lebih maju terhadap
teori perkembangan hubungan ini sebagian
besar muncul dari tradisi sosiokultural dan
fenomenologi. (Morissan, 2013:297).
118
Altman dan Taylor (1987)
berpendapat bahwa hubungan dapat di
konseptualisasikan dalam bentuk
penghargaan dan pengorbanan.
Penghargaan adalah sebagal bentuk
peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku
yang mendorong kepuasan, kesenangan,
dan kebahagiaan dalam pasangan,
sedangkan pengorbanan adalah sebagala
peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku
yang mendorong munculnya perasaan
negatif. Kesimpulannya yaitu bahwa
terdapat pengalaman interpersonal yang
relatif sedikit dalam tahap awal,
menyebabkan individu untuk lebih
berfokus pada sebuah penghargaan atau
pengorbanan. (Richard West Lynn H.
Turner, 2013:198).
Dalam teori ini Irwin Altman dan
Dalmas Taylor menyatakan empat tahapan
proses penetrasi sosial, yang pertama
hubungan-hubungan mengalami kemajuan
dari tidak intim menjadi intim, yang kedua
perkembangan hubungan sistematis dan
dapat diprediksi, yang ketiga
perkembangan hubungan mencakup
depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi,
bicara mengenai penarikan diri dan
disolusi, Altman dan Taylor menyatakan
sebagaimana komunikasi memungkinkan
sebuah hubungan untuk bergerak maju
menuju tahap keintiman, komunikasi dapat
menggerakkan hubungan untuk mundur
menuju tahap ketidakintiman, yang
keempat pembukaan diri, dapat secara
umum didefinisikan sebagai proses
pembukaan informasi mengenai diri
sendiri kepada orang lain yang memiliki
tujuan. (Richard West dan Lynn H. Turner,
2013:197).
Penulis menggunakan teori yang
berhubungan dengan penelitian ini yaitu
teori penetrasi sosial yang dikemukakakn
oleh Irving Alman dan Dalmas Taylor.
Penulis menilai bahwa teori ini sangat
sesuai dengan topik yang akan dibahas
dalam penelitian ini, karena orang tua
dengan anak mempunyai hubungan yang
sangat intim sehingga orang tua mampu
memberi arahan kepada anak untuk
mencegah terjadinya dampak negatif dari
kegiatan yang dilakukan oleh anak.
Komunikasi
Komunikasi atau communication
dalam bahasa Inggris berasal dari kata
latin communis yang berarti “sama”
communico, communications, atau
communicare, yang berarti membuat sama
(to make common). Istilah pertama
(communis) paling sering di sebut sebagai
asal kata komunikasi, yang merupakan
akar dari kata-kata latin lainnya yang
mirip. Pengertian ini mengartikan bahwa
“suatu pikiran, suatu makna”, atau “suatu
pesan yang dianut secara sama”.
(Muhammad Qadaruddin, 2012:1).
119
Komunikasi merupakan aktivitas
menyampaikan apa yang ada di pikiran,
konsep yang kita miliki dan keinginan
yang ingin kita sampaikan kepada orang
lain. Atau sebagai seni mempengaruhi
orang lain untuk memperoleh apa yang
kita inginkan. (B.S.Wibowo, 2002).
Komunikasi menurut Shannon dan
Weaver (1949), bahwa komunikasi adalah
bentuk interaksi manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain, sengaja
atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada
bentuk komunikasi verbal, tetapi juga
dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan
teknologi. (Wiryanto,2004:7).
Melihat uraian definisi di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses
penyampaian makna atau pesan dari
seseorang kepada orang lain, baik secara
verbal maupun nonverbal. Penyampaian
pesan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan simbol, tanda, atau tingkah
laku.
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi
didefinisikan sebagai penyampaian pesan
oleh satu orang dan penerima pesan orang
lain, dengan berbagai dampaknya, dan
peluang untuk memberikan umpan balik
segera. Komunikasi antarpribadi
berlangsung apabila pengirim
menyampakan informasi berupa kata-kata
kepada penerima, dengan menggunakan
medium suara manusia (human voice).
(Bittner, 1985:10 dalam Wiryanto,
2004:32).
Trenholm dan Jensen (1995 : 26)
mendefinisikan komunikasi antarpribadi
sebagai komunikasi antaradua orang yang
berlangsung secara tatap muka. Nama lain
dari komunikasi ini adalah diadik (dyadic).
Komunikasi diadik biasanya bersifat
spontan dan informal. Partisipan satu
dengan yang lain saling menerima umpan
balilk secara maksimal. Partisipan
berperan secara fleksibel sebagai pengirim
dan penerima. (Wiryanto, 2004:33).
Pemikiran mengenai bentuk
hubungan diadik dikemukakan oleh
Lailing, Phillipson, dan Lee, mereka
menyatakan bahwa untuk memahami
perilaku seseorang, harus
mengikutsertakan paling tidak dua orang
peserta dalam situasi bersama. Ciri dari
komunikasi diadik yakni para pelaku
komunikasi memiliki kedekatan, para
pelaku melakukan komunikasi dengan
saling mengirimkan pesan secara simultan
dan spontan baik secara verbal maupun
non verbal. (Anditha Sari, 2017:8).
Saluran komunikasi antarpribadi
dapat digunakan untuk melihat struktur
keluarga. Karena saluran komunikasi ini
paling tinggi frekuensinya digunakan
untuk berkomunikasi. Beberapa anggota
120
keluarga lebih banyak menggunakan
waktunya berbicara dengan yang lain.
Jaringan tersebut terpusat pada salah satu
anggota keluarga yang melayani sebagai
gate keeper untuk menjaring beberapa
pesan. Kemudian dipertukarkan kepada
seluruh anggota keluarga. Komunitas yang
ada di sekeliling tempat tinggal berperan
di dalam mendukung lancarnya
komunikasi atarpribadi di antara keluarga
dan masyarakat. Ketika orang tua dan
anak-anak merasa tidak terpencil dari
lingkungan sekitarnya, maka mereka tidak
mempunyai masalah di dalam rumah
tangga dan lingkungan sekitarnya,
sehingga ada ketentraman dalam keluarga.
(Wiryanto, 2004:34).
Komunikasi antarpribadi pada
dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan
individu lain di mana lambang-lambang
pesan secara efektif digunakan, terutama
lambang bahasa. Penggunaan lambang-
lambang bahasa verbal, terutama bersifat
lisan, di dalam kenyataan kerapkali
disertai dengan bahasa isyarat terutama
gerak tubuh atau bahasa tubuh (body
language), seperti senyum, tertawa, dan
menggeleng atau menganggukan kepala.
(Pawito, 2007:2).
Hubungan antarpribadi dapat
membentuk struktur sosial yang diciptakan
melalui proses komunikasi.
Pembentukannya mencakup konteks
perkembangan proses komunikasi tersebut.
Komunikasi tampak sebagai proses
sibernatika (umpan balik) yang dihasilkan
melalui penegasan diri dalam berhubungan
secara terus menerus. Mereka
berimprovisasi, menghubungkan makna,
memberdayakan dan memaksakan
tindakan satu sama lain. (Wiryanto,
2004:35).
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis menyimpulkan bahwa komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi dua arah
yang terjadi secara bertatapan langsung
antara komunikator dan komunikan.
Dalam komunikasi tersebut seorang
komunikator menyampaikan pesan kepada
komunikan dengan maksud untuk
mendapatkan umpan balik dari
komunikan.
Ada beberapa bentuk komunikasi
antarpribadi yang bisa dilakukan dalam
melakukan proses komunikasi
antarpribadi, diantaranya :
1. Dialog
Dialog berasal dari kata Yunani
yaitu Dia yang artinya antara, bersama.
Sedangkan legein artinya berbicara,
menukar pikiran dan gagasan bersama.
Dialog sendiri merupakan percakapan
yang memiliki maksud untuk saling
mengerti, memahami, dan mampu
menciptakan kedamaian dalam
121
bekerjasama untuk memenuhi
kebutuhannya.
Dialog yang dilakukan dengan baik
akan membuahkan hasil yang banyak,
baik pada tingkat pribadi, yang dapat
meningkatkan sikap saling memahami,
dan menerima, serta mengembangkan
kebersamaan dan hidup yang damai
serta saling menghormati.
2. Sharing
Sharing merupakan bertukar
pendapat, berbagi pengalaman,
merupakan pembicaraan antara dua
orang atau lebih, di mana pelaku
komunikasi saling menyampaikan apa
yang pernah dialaminya dan hal itu
menjadi bahan pembicaraannya, dan
berakibat saling tukar pengalaman.
Dengan bentuk sharing dalam
komunikasi antarpribadi dapat
memanfaatkan untuk memperkaya
pengalaman diri dengan berbagai
masukan yang bisa diambil.
3. Wawancara
Dalam komunikasi wawancara
merupakan bentuk komunikasi yang
bertujuan mencapai sesuatu. Pihak
yang mengikuti komunikasi dalam
bentuk wawancara ini saling berperan
aktif dalam pertukaran informasi.
Dalam wawancara berlangsung baik
yang mewawancarai atau yang
diwawancarai, keduanya terlibat dalam
proses komunikasi dengan saling
berbicara, mendengar, dan menjawab.
4. Konseling
Bentuk komunikasi antarpribadi
yang satu ini lebih banyak
dipergunakan di dunia pendidikan,
perusahaan untuk masyarakat. Bentuk
ini biasanya digunakan untuk
menjernihkan masalah orang yang
meminta bantuan (counselee) dengan
mendampinginya dalam melihat
masalah, memutuskan masalah,
menemukan cara-cara memecahkan
masalah yang tepat, dan
memungkinkan untuk mencari cara
yang tepat untuk pelaksanaan
keputusan tersebut. (Anditha Sari,
2017:10).
Pendekatan komunikasi
antarpribadi dimulai dengan dapat melalui
lima kualitas umum yang dipertimbangkan
yaitu, keterbukaan (openness), empati
(empathy), sikap mendukung
(supportiveness), sikap positif
(positiveness), dan kesetaraan (equality).
(Devito, 2007:259).
1. Keterbukaan (Opennes)
Kualitas ketebukaan mengacu pada
sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
antarpribadi. Pertama, komunikator
antarpribadi yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya
berinteraksi. Sebaliknya harus ada
122
kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan
pengungkapan diri ini patut. Aspek
keterbukaan yang kedua mengacu
kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus
yang dating. Orang yang diam, tidak
kritis, dan tidak tanggap pada
umumnya merupakan peserta
percakapan yang majemukkan. Aspek
ketiga menyagkut “kepemilikan”
perasaan dan pikiran (Bochner dan
Kelly, 1974:114). Terbuka dalam
pengertian ini adalah mengakui
perasaan dan pikiran yang anda
lontarkan adalah memang milik anda
dan anda bertanggung jawab atasnya.
2. Empati (Empathy)
Henry Backrack (1976:78)
mendefinisikan empati sebagai
“kemampuan seseorang untuk
mengetahui apa yang sedang dialamai
orang lain pada suatu saat tertentu, dari
sudut pandang orang lain itu, melalui
kaca mata orang lain”. Bersimpati
dipihak lain adalah merasakan bagi
orang lain atau merasa ikut sedih.
Sedangkan bermpati adalah merasakan
sesuatu seperti orang yang
mengalaminya. Orang yang empatik
mampu memahami motivasi dan
pengalaman orang lain, perasaan dan
sikap mereka, serta hamparan dan
keinginan mereka untuk masa
mendatang. Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik
secara verbal maupun non verbal.
Secara non verbal, dapat
megkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan (1) keterlibatan aktif
dengan orang lain itu melalui ekspresi
wajah dan gerak-gerik yang sesuai; (2)
konsentrasi terpusat meliputi kontak
mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik; serta
(3) sentuhan dan belaian yang
sepantasnya.
3. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Hubungan antarpersonal yang
efektif adalah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung
(supportiveness). Suatu konsep yang
perumusannya dilakukan berdasarkan
karya Jack Gibb. Komunikasi yang
terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak
mendukung. Kita memperlihatkan
sikap mendukung dengan bersikap (1)
deskriptif, bukan evaluative, (2)
spontan, bukan strategic, dan (3)
provesional, bukan sangat yakin.
4. Sikap Positif (Positiveness)
Mengkomunikasikan sikap positif
dalam komunikasi antarpribadi dengan
sedikitnya dua cara : (1) menyatakan
123
sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman
kita berinteraksi. Sikap positif
mengacu pada sedikitnya dua aspek
dari komunikasi antarpribadi. Pertama,
komunikasi antarpribadi terbina jika
seseorang memiliki sikap positif
terhadap diri mereka sendiri. Kedua,
perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif.
Tidak ada yang lebih menyenangkan
dari pada berkomunikasi dengan orang
yang tidak menikmati interaksi atua
tidak bereaksi secara menyenangkan
terhadap siatuasi atau suasana
interaksi.
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali
terjadi ketidak setaraan. Salah seorang
mungkin pandai, lebih kaya, lebih
tampan atau cantik dari pada yang lain.
Tidak pernah ada dua orang yangb
benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari kesetaraan ini,
komunikasi antarpribadi akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya
harus ada pengakuan secara diem-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai
dan berharga, dan bahwa masing-
masing pihak mempunyai sesuatu yang
penting untuk disumbangkan. Dalam
suatu hubungan antarpribadi yang
ditandai oleh kesetaraan, ketidak
sependapatan dan konflik lebih dilihat
sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada dari pada
sebagai kesempatan untuk
menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan
tidak mengharuskan kita menerima dan
menyetujui begitu saja semua perilaku
verbal dan nonverbal pihak lain.
Kesetraan berarti kita menerima pihak
lian, atau menurut istilah Carl Rogers,
kesetaraan meminta kita untuk
memberikan “penghargaan positif yang
tak bersyarap” kepada orang lain.
Keluarga
Keluarga merupakan bagian dari
manusia yang setiap hari selalu
berhubungan dengan kita. Keadaan ini
perlu kita sasdari sepenuhnya bahwa setiap
individu merupakan bagiannya dan di
keluarga juga semua dapat diekspresikan
tanpa hambatan yang berarti. Friedman
(1998) mendefinisikan bahwa keluarga
adalah kumpulan dua orang atau lebih
yang hidup bersama dengan keterikatan
aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang
merupakan bagian dari keluarga.
(Suprajitno, 2004:1).
Murdock (Lestari, 2012:3)
mengatakan bahwa keluarga merupakan
kelompok sosial yang memiliki
karakteristik tinggal bersama, terdapat
124
kerja sama ekonomi, dan terjadi proses
komunikasi. Koerner dan Fizpatrick
(Lestari, 2012:4) mengatakan bahwa
definisi keluarga setidaknya dapat ditinjau
berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu :
a. Definisi Struktural
Keluarga didefinisikan berdasarkan
kehadiran atau ketidakhadiran anggota
keluarga, seperti orang tua, anak, dan
kerabat lainnya.
b. Definisi Fungsional
Keluarga didefinisikan dengan
penekanan pada terpenuhinya tugas-
tugas dan fungsi-fungsi psikososial.
Fungsi-fungsi tersebut mencakup
perawatan, sosialisasi pada anak,
dukungan emosi dan materi, dan
pemenuhan peran-peran tertentu.
c. Definisi Transaksional
Keluarga didefinisikan sebagai
kelompok yang mengembangkan
keintiman melalui perilaku-perilaku
yang memunculkan rasa identitas
sebagai keluarga (family identity),
berupa ikatan emosi, pengalaman
historis, maupun cita-cita masa depan.
Jika berdasarkan definisi keluarga
di atas, dapat dijelaskna bahwa definisi
sturktural yaitu keluarga didefinisikan
berdasarkan kehadiran atau ketidakpastian
anggota keluarga, seperti orang tua, anak
dan kerabat lainnya. Yang dimaksud
dengan kerabat lainnya yaitu terdiri dari
Ibu, Bapak, Adik, Kakak, Nenek, dan juga
Kakek.
Berdasarkan pengertian keluarga
menurut para ahli di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa keluarga merupakan
suatu kelompok sosial yang tinggal
bersama, miliki hubungan yang kuat, baik
secara emosi maupun materi antara setiap
individu. Dengan kata lain setiap orang
dalam kelompok memiliki keterikatan dan
terhubung baik secara emosi maupun
materi.
Gadget
Gadget pada umumnya adalah
barang elektronik kecil yang didesain
sedemikian rupa sehingga menjadikannya
sebagai suatu inovasi terbaru, atau juga
bisa dikatakan sebagai suatu penemuan
yang benar-benar menakjubkan pada
masanya. (Fathul Husnan, 2013:73).
Gadget yaitu istilah yang berasal
dari bahasa Inggris, yang artinya perangkat
elektronik kecil yang memiliki fungsi
khusus. Salah satu ciri khusus yang
membedakan gadget dengan perangkat
elektronik lainnya adalah unsur
“kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari
gadget antara lain tablet, smartphone,
notebook, dan sebagainya. Anak akan suka
bermain gadget jika di dalamnya ada
aplikasi dan fitur yang menarik. Tidak
heran jika banyak anak kecil di zaman
125
sekarang ini yang sudah mahir
menggunakan gadget. (Atin Istiarni,
2018:133).
Gadget adalah sebuah alat
elektronik kecil yang memiliki fungsi
khusus, seperti telepon pintar. Pada zaman
globalisasi ini perkembangan semakin
maju dan berkembang. Dengan
menggunakan gadget, semua orang dapat
aktif di media sosial dengan mudah
karena gadget mejiliki banyak fitur yang
memfasilitasi para penggunanya untuk
terhubung dengan internet menjadi lebih
mudah.
(html/VVWijoyono,INSNegara,H.Aryanto
-JurnalDKV.Adiwarna,2015-
publication.ac.id. Diakses pada tanggal 12
April 2018, Pukul 13:56 WIB).
Penulis memahami bahwa gadget
merupakan alat komunikasi yang bersifat
elektronik berupa tablet, smartphone,
notebook, dan sebagainya, yang digunakan
anak-anak untuk bermain. Selain itu
gadget di dalamnya terdapat aplikasi
maupun fitur atau konten-konten yang
menarik, sehingga semua orang dapat
mengaksesnya dengan mudah. Tidak
hanya orang dewasa yang dapat
mengoperasikan gadget, bahkan anak-anak
sudah bisa menggunakan gadget untuk
bermain games online, menonton youtube,
dan lain sebagainya.
Menurut Bill Gates dan Melinda
dalam (Diane Wulansari, 2017:27),
dampak buruk gadget pada anak sebagai
berikut :
1. Anak bisa terkena pengaruh buruk dari
internet, rentan menjadi korban dari
predator yang berkeliaran di internet,
serta berpotensi menjadi korban
bullying di dunia digital.
2. Mempengaruhi perkembangan otak
anak ke arah negatif.
3. Membuat anak menjadi malas
bergerak, sehingga sistem motoriknya
lamban untuk berkembang.
4. Mempengaruhi perkembangan
kesehatan mental dan sisoialnya. Anak
yang kecanduan internet dan gadget
tidak bisa bersosialisasi dengan baik,
sehingga dia tidak memiliki teman
bermain.
5. Membuat anak ketergantungan
terhadap gadget, sehingga dia tidak
bisa bersikap mandiri dalam
menyelesaikan masalah.
6. Anak menjadi lamban dalam berpikir.
Salah satu alasan orang tua
memberikan gadget kepada anaknya yaitu
agar anak tenang dan tidak merepotkan.
Gadget memberikan suatu manfaat apabila
digunakan semestinya. Akan tetapi
memperkenalkan gadget pada anak usia
diusia dini sangatlah tidak baik dan akan
memberikan dampak yang negatif
126
terhadap perkembangan anak.
(https://babyologist.com. Diakses pada
tanggal 12 April 2018, Pukul 13.05 WIB).
Beberapa dampak negatif gadget
dalam perkembangan anak :
1. Resiko terkena radiasi
Anak-anak selalu memiliki rasa
ingin tahu, terutama pada gadget.
Memang tidak salah memberikan
gadget kepada anak, namun apabila itu
menjadi suatu kebiasaan maka akan
berbahaya karena anak kecil rentan
terkena radiasi dan juga cahaya yang
muncul dari layar tersebut akan
membahayakan kesehatan anak.
2. Beresiko terhadap perkembangan
psikolog anak
Sebagai orang tua, kita harus
membatasi penggunaan gadget pada
anak, supaya perkembangan psikolog
anak tidak terganggu. Biasanya game
atau tontonan yang ada di dalam
gadget yang membuat perkembangan
psikolog anak terganggu. Maka dari itu
kita harus mengawasi dan
mendampingi anak ketika bermain
gadget, supaya tidak memberi
pengaruh buruk terhadap anak.
3. Lambat memahami pelajaran
Kebiasaan anak menggunakan
gadget dapat berpengaruh terhadap
kemampuan otak untuk mendapatkan
informasi. Hal ini bisa saja terjadi
ketika anak menerima pelajaran yang
disampaikan oleh guru maka sang anak
akan sulit menerimanya. Selain itu
gadget juga membuat anak menjadi
malas untuk belajar.
4. Menjadi suatu kebiasaan
Penggunaan gadget pada awalnya
mungkin hanya digunakan untuk
bermain game, namun dapat menjadi
kebiasaan. Hal ini juga yang dapat
mengakibatkan anak tidak ingin
berinteraksi dengan orang lain.
5. Penyakit mental
Penggunaan gadget yang
berlebihan akan mengakibatkan
kecemasan, autisme, gangguan bipolar,
dan gangguan perilaku terhadap anak,
yang sangat menggangu perkembangan
anak.
6. Gangguan tidur
Tidak banyak orangtua yang
mengawasi anaknya dalam
menggunakan gadget, maka dari itu
kebanyakan anak mengoperasikan
gadget dikamarnya, maka tidur pun
akan terganggu dan akan berdampak
buruk pada kesehatan dan
perkembangan anak.
Penulis memahami bahwa dampak
negatif gadget sangat berbahaya bagi anak
dan juga dapat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak. Dampak negatif
gadget dapat beresiko terkena radiasi jika
127
anak terus menerus menggunakan gadget,
lambat memahami pelajaran yang
disampaikan oleh guru atau orang tua, dan
juga dapat mengalami gangguan tidur yang
berdampak buruk bagi kesehatan dan
perkembangan anak.
Anak
Pada dasarnya anak adalah bukan
orang dewasa dalam bentuk kecil,
melainkan manusia yang oleh karena
kondisinya belum mencapai taraf
pertumbuhan dan perkembangan yang
matang, maka segala sesuatunya berbeda
dengan orang dewasa pada umumnya.
(Suryanah, 1996:1).
Pengertian anak menurut UU RI
No. 4 tahun 1979, tentang kesejahteraan
anak. Anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 21 tahun dan belum pernah
menikah. Batas usia 21 tahun ditetapkan
karena berdasarkan pertimbangan usaha
kesejahteraan sosial, kematangan pribadi
dan kematangan mental seorang anak
dicapai pada usia tersebut. Anak adalah
potensi serta penerus bangsa yang dasar-
dasarnya telah diletakkan oleh generasi
sebelumnya. (Suryanah, 1996:1).
Pada usia 3-5 tahun, anak-anak
sangat prosuktif untuk mempelajari segala
sesuatu. Mereka dapat dengan mudah
menangkap dan mengingat apa yang
mereka lihat dan dengar. Karena itu,
sebaiknya orang tua mulai lebih
memperhatikan anak-anak dengan
melarang anak melihat tayangan konten
yang berada dalam gadget yang
menggambarkan kematian sebagai sesuatu
yang mengerikan. (Ratri Sunar, 2008:85).
Anak juga merupakan cikal bakal
lahirnya suatu generasi baru yang
merupakan penerus cita-cita perjuangan
bangsa dan sumber daya manusia bagi
pembangunan Nasional. Anak adalah
asset bangsa, masa depan bangsa dan
Negara dimasa yang akan datang berada
ditangan anak sekarang. Semakin baik
keperibadian anak sekarang maka semakin
baik pula kehidupan masa depan bangsa.
Begitu pula sebaliknya, apabila
keperibadian anak tersebut buruk maka
akan runtuh pula kehidupan bangsa yang
akan datang.
(https://andibooks.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 12 April 2018, Pukul 12:18
WIB).
Anak usia 3-6 tahun akan mulai
inisiatif dalam belajar mencari pengalaman
baru, secara aktif dalam melakukan
aktifitasnya melalui kemampuan indranya.
Hasil akhir yang diperoleh adalah adalah
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu
sebagai prestasinya. Apabila dalam tahap
ini anak dilarang atau dicegah maka akan
timbul rasa bersalah pada diri anak.
(Elizabeth B. Hurlock, 2003:447).
128
Walaupun terdapat variasi yang
besar, akan tetapi setiap anak dalam
melalui sesuatu “milestone” yang
merupakan tahapan dari tumbuh
kembangnya dan tiap-tiap tahap
mempunyai ciri tersendiri. Dari keputusan
terdapat berbagai pendapat mengenai
pembagian tahapan-tahap tumbuh
kembang ini, tetapi pada tulisan ini
digunakan pembagian berdasarkan Hasil
Rapat Kerja UKK Pediatri Sosial di
Jakarta 1986, yaitu :
Tahap-tahap tumbuh kembang
anak :
1. Masa prenatal
a. Masa mudigah/embiro : konsepsi -
8 minggu
b. Masa janin/fetus : 9 minggu - lahir
2. Masa bayi : usia 0 -1 tahun
a. Masa neonatal : usia 0 - 28 hari
- Masa neonatal dini : 0 - 7 hari
- Masa neonatal lanjut : 8 - 28 hari
b. Masa pasca neonatal : 29 hari – 1
tahun
3. Masa pra-sekolah : usia 1 – 6 tahun
4. Masa sekolah : usia 6 0 18/20 tahun
a. Masa pra-remaja : usia 6 – 10
tahun
b. Masa remaja
1) Masa remaja dini
- Wanita, usia 8 – 13 tahun
- Pria, usia 10 – 15 tahun
2) Masa remaja lanjut
- Wanita, usia 13 – 18 tahun
- Pria, usia 15 – 20 tahun
Sesungguhnya tiap-tiap tahap
tumbuh kembang tersebut tidak terdapat
batas yang jelas, karena proses tumbuh
kembang berjalan secara
berkesinambungan. (Atin Istiarni,
2018:17).
Penulis memahami bahwa anak
adalah individu berusia 1 – 6 tahun, yaitu
anak yang masih rentan terhadap
keingintahuan dan mudah meniru. Jika
dikaitkan dengan penelitian penulis, maka
anak lebih senang bermain gadget dan
melihat konten-konten yang ada di dalam
gadget tersebut, sehingga anak anak dapat
lebih mudah meniru dan terkena dampak
negatif dari gadget tersebut.
Cara Mencegah Dampak Negatif
Gadget
Menurut penulis, sosok yang paling
berpengaruh dalam mencegah maupun
mengatasi dampak negatif dari gadget
adalah orang tua. Maka orang tua memiliki
peran besar dalam membimbing dan
mencegah agar teknologi gadget tidak
berdampak negatif bagi anak. Walaupun
tidak mungkin untuk menghindarkan
perangkat elektronik seperti gadget dari
kehidupan anak, orang tua masih bisa
untuk mengurangi dampak negatif dari
perangkat elektronik itu sendiri, yang
dalam hal ini adalah gadget.
129
Orang tua dapat mengetahui
apakah anaknya telah kecanduan gadget
atau tidak, dapat dilihat dari perilaku
danak itu sendiri. Berikut ini ciri-ciri anak
yang kecanduan gadget :
1) Penggunaan gadget secara terus
menerus disertai kurangnya minat
untuk bersosialisasi.
2) Menghabiskan waktu lebih dari 2 (dua)
jam untuk menggunakan gadget.
3) Melakukan protes atas segala
pembatasan dan aturan soal gadget.
4) Tidak dapat melewatkan waktu sehari
pun tanpa gadget.
5) Selalu minta diberikan gadget, jika
tidak diberikan gadget anak akan
mengamuk.
6) Tidak mau beraktivitas di luar rumah.
Misalnya, bersikeras minta pulang
cepat agar bisa bermain game di
rumah.
7) Menolak melakukan rutinitas sehari-
hari dan lebih memilih bermain gadet.
Seperti tidak mau disuruh orang tua
untuk tidur atau mandi. (Diane
Wulansari, 2017:29)
Adapun cara-cara bijak untuk
mengatasi atau mencegah dampak negatif
gadget pada anak yaitu :
1. Pilih sesuai usia
Dilihat dari tahapan perkembangan
dan usia anak, pengenalan dan
penggunaan gadget bisa dibagi ke
beberapa tahap usia. Untuk anak usia
di bawah 5 tahun, pemberian gadget
sebaiknya hanya seputar pengenalan
warna, bentuk, dan suara. Artinya,
jangan terlalu banyak memberikan
kesempatan bermain gadget pada anak
di bawah 5 tahun. Terlebih di usia ini,
yang utama bukan gadget -nya, tapi
fungsi orangtua. Pasalnya gadget
hanya sebagai salah satu sarana untuk
mengedukasi anak.
Ditinjau dari sisi neurofisiologis,
otak anak berusia di bawah 5 tahun
masih dalam taraf perkembangan.
Perkembangan otak anak akan lebih
optimal jika anak diberi rangsangan
sensorik secara langsung. Misalnya,
meraba benda, mendengar suara,
berinteraksi dengan orang, dan
sebagainya. Jika anak usia di bawah 5
tahun menggunakan gadget secara
berkelanjutan, apalagi tidak
didampingi orangtua, akibatnya anak
hanya fokus ke gadget dan kurang
berinteraksi dengan dunia luar.
Dari aspek interaksi sosial,
perkembangan anak-anak usia di
bawah 5 tahun sebaiknya memang
lebih ke arah sensor-motorik. Yaitu,
anak harus bebas bergerak, berlari,
meraih sesuatu, merasakan kasar-halus.
Memang di gadget juga ada
pengenalan warna atau games di mana
130
orang melompat. Namun, kemampuan
anak untuk berinteraksi secara
langsung dengan objek nyata di dunia
luar tidak diperoleh anak.
2. Batasi waktu
Anak usia di bawah 5 tahun, boleh-
boleh saja diberi gadget. Tapi harus
diperhatikan durasi pemakaiannya.
Misalnya, boleh bermain tapi hanya
setengah jam dan hanya pada saat
senggang. Contohnya,
kenalkan gadget seminggu sekali,
misalnya hari Sabtu atau Minggu.
Lewat dari itu, ia harus tetap
berinteraksi dengan orang lain.
Aplikasi yang boleh dibuka pun
sebaiknya aplikasi yang lebih ke fitur
pengenalan warna, bentuk, dan suara.
Sejalan pertambahan usia, ketika anak
masuk usia pra remaja, orangtua bisa
memberi kebebasan yang lebih, karena
anak usia ini juga perlu gadget untuk
fungsi jaringan sosial mereka. Di atas
usia 5 tahun (mulai 6 tahun sampai
usia 10 tahun) orangtua bisa
memperbanyak waktu anak bergaul
dengan gadget. Di usia ini, anak sudah
harus menggali informasi dari
lingkungan. Jadi, kalau tadinya cuma
seminggu sekali selama setengah jam
dengan supervisi dari orangtua, kini
setiap Sabtu dan Minggu selama dua
jam. Boleh
main games atau browsing mencari
informasi. Intinya, kalau orang tua
sudah menerapkan kedisiplinan sedari
awal, maka di usia pra remaja, anak
akan bisa menggunakan gadget secara
bertanggungjawab dan tidak
kecanduan gadget.
3. Hindarkan kecanduan
Kasus kecanduan atau
penyalahgunaan gadget biasanya
terjadi karena orangtua tidak
mengontrol penggunaannya saat anak
masih kecil. Maka sampai remaja pun
ia akan melakukan cara pembelajaran
yang sama. Akan susah mengubah
karena kebiasaan ini sudah terbentuk.
Ini sebabnya, orang tua harus ketat
menerapkan aturan ke anak, tanpa
harus bersikap otoriter. Dan jangan
lupa, orangtua harus menerapkan
reward and punishment. Kalau ini
berhasil dijalankan, maka anak akan
bisa melakukannya secara bertanggung
jawab dan terhindar dari kecanduan.
4. Jangan Beri Akses Penuh
Letakkan TV atau computer di
ruang keluarga. Dengan demikian,
setiap kali anak menggunakannya dia
tidak sendirian dan masih dalam
pengawasan anggota keluarga lainnya.
Selain itu, perangkat digital atau
gadget juga sebaiknya tidak diserahkan
pada anak sepenuhnya. Biarkan anak
131
meminta izin terlebih dahulu jika ingin
menggunakannya danambil kembali
setelah selesai.
5. Ajarkan Anak Tentang Pentingnya
Menahan diri
Pastikan untuk memberikan pujian
pada anak ketika di berhasil menahan
diri untuk tidak bermain game dan
mengikuti aturan yang telah di
tetapkan.
6. Berikan Contoh yang Baik
Sudah jadi pengetahuan umum
bahwa anak meniru apa yang
dilakukan orang tuanya. Untuk itu,
orang tua juga harus menjadi contoh
yang baik. Seperti letakkan ponsel dan
bermain bersama anak. (Diane
Wulansari, 2017:30).
III METODOLOGI PENELITIAN
Paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paradigma
postpositivisme dengan metode kualitatif
serta sifat/tipe penelitiannya deskriptif.
Pada penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan studi kasus. Creswell (1998)
menyatakan bahwa studi kasus adalah
suatu model yang menekankan pada
eksplorasi dari suatu “sistem yang saling
terkait satu sama lain” (bounded system)
pada beberapa hal dalam satu kasus secara
mendetail, disertai dengan penggalian data
secara mendalam yang melibatkan
beragam sumber informasi yang kaya akan
konteks. Karena adanya ketertarikan antar
beberapa hal, maka hubungan kausal
antara hal-hal tersebut merupakan susuatu
yang dibahas dan dijelaskan. (Haris
Herdiansyah, 2015:149).
Teknik pengumpulan data yang
penulis gunakan observasi, wawancara,
serta pengolahan dokumen. Selanjutnya,
teknik analisis data dilakukan melalui
tahapan Reduksi Data (data reduction),
Penyajian Data (data display), dan
Menarik Kesimpulan/Verifikasi
(verification). Untuk mengecek keabsahan
data, penulis menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi yang penulis
gunakan adalah triangulasi sumber untuk
menguji validitas data tentang pendekatan
komunikasi antarpribadi yaitu dengan
membandingkan wawancara dengan isi
dokumen yang berkaitan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan
Maret 2018 sampai dengan Juni 2018 yang
diawali dengan observasi dan dilanjutkan
dengan wawancara mendalam, serta
dokumentasi sebagai bukti bahwa penulis
sudah melakukan penelitian di daerah
Kampung Simprug Golf 2 RT.10 RW.08
Jakarta Selatan
Adapun informan dalam penelitian
ini berjumlah 4 orang, salah satunya yaitu
3 orang tua dan 1 anak berusia 8 tahun
yang bertempat tinggal di Kampung
132
Simprug Golf 2 Jakarta Selatan RT.10
RW.08 Jakarta Selatan.
Komunikasi Antarpribadi Dalam
Keluarga dan Pemanfaatan Gadget
yang Tepat Pada Anak
Berdasarkan wawancara dengan
Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu
Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang
tua dan juga pendamping anak saat berada
di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar
kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai apa yang
dimaksud dengan gadget. Diperoleh
informasi sebagai berikut :
“Informan 1, Ibu Era mengatakan
gadget adalah alat yang dapat
digunakan sebagai alat
komunikasi, sumber berita,
maupun berita dalam bentuk
handphone atau tablet”. Anak jadi
tidak dapat bersosialisasi dengan
teman-temannya, selain itu anak
bisa terkena radiasi dari gadget
yang dapat merusak kesehatan
matanya dan dapat mempengaruhi
perilaku anak bila dibiarkan bebas
dengan menggunakan gadget
terlalu lama”.
“Informan 2, Ibu Sopiah
mengatakan gadget adalah alat elektronik
yang
bisa mengakses internet.
Contohnya seperti handphone, android,
laptop,
dan tablet”. Gadget memiliki
dampak negative khususnya itu
dalam perkembangan anak, anak
jadi malas belajar, malas
beraktivitas lainnya seperti makan,
mandi. Selain itu anak juga jadi
tidak fokus saat diajak berbicara”.
“Informan 3, Ibu Etty mengatakan
gadget merupakan alat elektronik yang
memiliki fungsi praktis”.
Dampaknya yaitu terhadap bahaya
radiasi dan juga menyebabkan
kecanduan bermain gadget jika
dilakukan terlalu sering. Selama
ini saya perhatikan gadget
membuat anak saya menjadi
ketergantungan dan cenderung
menghabiskan waktu di depan
gadget”.
“Informan 4, Dimas mengatakan
gadget yaitu semacam handphone
seperti Samsung dan tidak tahu
dampak negatif gadget, tetapi
kalau saya sudah menonton
youtube atau membaca webtoon
terlalu lama, saya bisa dimarahi
Ibu”.
133
Hambatan yang Dirasakan Dalam
Upaya Mencegah Dampak Negatif
Gadget
Berdasarkan wawancara dengan
Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu
Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang
tua dan juga pendamping anak saat berada
di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar
kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai
hambatan yang membuat komunikasi
dalam keluarga menjadi kurang efektif.
Diperoleh informasi sebagai berikut :
“Informan 1, Ibu Era mengatakan
saya sebagai orang tua terkadang
melihat perhatian anak saya yang
terbagi dua dengan gadget pada
saat saya ajak berbicara, karena
anak terlalu sibuk bermain dengan
gadgetnya. Saat gadgetnya saya
ambil untuk saya simpan, anak
saya malah menangis, disitulah
yang menjadi hambatan saya
dalam berkomunikasi”.
“Informan 2, Ibu Sopiah
mengatakan hambatannya yaitu karna
orang tua
yang terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, maka anak jadi
tidak bias berkomunikasi secara
intens. Pada saat hari Senin
sampai Jumat orang tua bekerja
dan saat pulang kerja orang tua
biasanya langsung istirahat tidur”.
“Informan 3, Ibu Etty mengatakan
pada saat anak saya bermain
gadget jadi tidak konsen saat saya
ajak berbicara atau saya tanyakan
sesuatu, pertanyaan saya berikan
dan jawaban anak saya jadi tidak
jelas karena sudah terfokus ke
gadget”.
“Informan 4, Dimas mengatakan
Ayahnya sibuk kerja, jadi saya tidak bisa
bermain dengan Ayah pada saat di
rumah dan kalau saya bermain gadget
terus menerus, Ibu saya bisanya
marah”.
Usaha yang Dilakukan Untuk
Mencegah Dampak Negatif Penggunaan
Gadget Pada Anak
Berdasarkan wawancara dengan
Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu
Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang
tua dan juga pendamping anak saat berada
di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar
kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai cara
menjaga keintiman berkomunikasi dalam
keluarga. Diperoleh informasi sebagai
berikut :
“Informan 1, Ibu Era mengatakan
saya selalu meluangkan waktu
134
untuk bermain dengan anak saya.
Minimal sebulan dua kali saya ajak
anak saya jalan-jalan dengan
keluarga, menemani anak pada
saat menonton tv, membacakan
dongen sebelum tidur, belajar
mambaca, menulis, dan juga
mengajarkan mengaji”.
“Informan 2, Ibu Sopiah
mengatakan selalu meluangkan
waktu untuk anak, ajak anak
berbicara dan mengobrol tentang
kegiatan yang anak lakukan
sehari-hari, baik dirumah maupun
di luar rumah”.
“Informan 3, Ibu Etty mengatakan
saya biasanya mengajak anak saya
untuk liburan, atau hanya sekedar
jalan-jalan keluar rumah”.
“Informan 4, Dimas mengatakan
kalau saat saya libur sekolah Ayah dan
Ibu biasnya mangajak saya untuk
jalan-jalan ke tempat wisata”.
Berdasarkan wawancara dengan
Informan 1 Ibu Era, Informan 2 Ibu
Sopiah, Informan 3 Ibu Etty selaku orang
tua dan juga pendamping anak saat berada
di rumah, Informan 4 Dimas selaku pelajar
kelas 2 Sekolah Dasar, mengenai usaha
yang dilakukan keluarga terutama orang
tua untuk mencegah penggunaan gadget
yang berlebihan pada anak. Diperoleh
informasi sebagai berikut :
“Informan 1, Ibu Era mengatakan
saya selalu menekankan tentang
pentingnya pendidikan rohani
kepada anak saya, membuat
kesibukan anak dalam mengikuti
kegiatan mengaji di masjid.
Membatasi anak saya bermain
gadget, hanya saya perbolehkan
pada hari libur saja dan dengan
ketentuan kesepakatan dalam
menggunakan gadget yaitu 3 jam
sehari. Saya juga biasanya
langsung memarahi anak saya
apabila menggunakan gadget
melebihi batas waktu yang telah
disepakati”.
“Informan 2, Ibu Sopiah
mengatakan saya selalu membatasi
durasi waktu penggunaan gadget
kepada cucu saya dan selalu
mengawasi cucu saya pada saat
bermain gadget. Biasanya juga
saya usaha untuk mengalihkan
cucu saya dengan cara
mengajaknya bermain di luar
rumah dengan teman-temannya”.
135
“Informan 3, Ibu Etty mengatakan
saya sudah berusaha semaksimal
mungkin saya batasi anak saya
dalam bermain gadget, saya
membuat kegiatan anak saya
setelah pulang sekolah untuk tidur
siang, setelah itu sorenya mengaji
dan malamnya belajar. Saya kasih
anak saya bermain gadget pada
saat libur saja dan saya awasi
penggunaannya. Biasanya saya
selalu kasih hadiah pada anak saya
kalau nilai sekolahnya bagus saya
akan kasih anak saya kesempatan
untuk mengambil gadgetnya, tetapi
saya juga membuat sanksi kepada
anak saya apabila tidak menuruti
apa kata saya”.
“Informan 4, Dimas mengatakan
Ibu memberitahu ke saya kalau
tidak boleh main handphone
terlalu lama. Tetapi orang tua saya
selalu memberikan saya hadiah
saat saya mendapatkan nilai tugas
sekolah yang bagus atau kalau
saya mendapatkan peringkat di
sekolah”.
Jika diuraikan berdasarkan konsep
mengenai pengertian gadget menurut Atin
Istiarni (2018:133), yaitu perangkat
elektronik kecil yang memiliki fungi
khusus. Salah satu ciri khusus yang
membedakan gadget dengan perangkat
elektronik lainnya adalah unsur
“kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari
gadget antara lain tablet, smartphone,
notebook, dan sebaginya. Anak akan suka
bermain gadget jika di dalamnya ada
aplikasi dan fitus yang menarik. Tidak
heran jika banyak anak kecil di zaman
sekarang ini yang sudah mahir
menggunakan gadget.
Dari hasil uraian di atas, penulis
dapat menganalisis bahwa pendapat dari
Informan 4 dan juga berdasarkan konsep
mengenai gadget mempunyai pendapat
yang kurang tepat, Informan 4 mengatakan
bahwa gadget hanyalah alat elektronik
semacam Samsung, sedangkan untuk lebih
tepatnya gadget berdasarkan konsep yaitu
suatu alat elektronik berupa handphone,
tablet, maupun notebook yang mempunyai
fungsi mengakses internet dan dapat
mempermudah berkomunikasi.
Jika diuraikan berdasarkan konsep
mengenai dampak negatif gadget menurut
Bill Gates dan Melinda dalam (Diane
Wulansari, 2017:27), yaitu :
1. Anak bisa terkena pengaruh buruk
dari internet, rentan menjadi
korban dari predator yang
berkeliaran di internet, serta
berpotensi menjadi korban bullying
di dunia digital.
136
2. Mempengaruhi perkembangan otak
anak ke arah negatif.
3. Membuat anak menjadi malas
bergerak, sehingga sistem
motoriknya lamban untuk
berkembang.
4. Mempengaruhi perkembangan
kesehatan mental dan sisoialnya.
Anak yang kecanduan internet dan
gadget tidak bisa bersosialisasi
dengan baik, sehingga dia tidak
memiliki teman bermain.
5. Membuat anak ketergantungan
terhadap gadget, sehingga dia tidak
bisa bersikap mandiri dalam
menyelesaikan masalah.
6. Anak menjadi lamban dalam
berpikir.
Penulis dapat menganalisis bahwa
pendapat dari Informan 4 dan juga
berdasarkan konsep mengenai dampak
negatif gadget yaitu kurang tepat,
Informan 4 mengatakan bahwa jika terlalu
lama bermain gadget dampaknya yaitu
terkena omelan oleh orang tuanya, di sisi
lain anak tersebut belum mengetahui
tentang adanya dampak negatif dari
penggunaan gadget, sedangkan dampak
negatif gadget yang di uraikan pada
konsep yaitu sangat banyak, yaitu anak
bisa terkena pengaruh buruk dari internet,
rentan menjadi korban dari predator yang
berkeliaran di internet, serta berpotensi
menjadi korban bullying di dunia digital,
mempengaruhi perkembangan otak anak
ke arah yang negatif, dan juga membuat
anak ketergantungan terhadap gadget,
sehingga dia tidak bisa bersikap mandiri
dalam menyelesaikan masalah.
Jika diuraikan berdasarkan konsep
mengenai hambatan yang dirasakan dalam
upaya mencegah dampak negatif gadget
menurut https://babyologist.com
menyatakan bahwa salah satu alasan orang
tua memberikan gadget kepada anaknya
yaitu agar anak tenang dan tidak
merepotkan. Gadget memberikan suatu
manfaat apabila digunakan semestinya.
Akan tetapi memperkenalkan gadget pada
anak usia diusia dini sangatlah tidak baik
dan akan memberikan dampak yang
negatif terhadap perkembangan anak.
Penulisdapat menganalisis bahwa
pendapat dari Informan 1 dan juga
berdasarkan konsep mengenai hambatan
yang dirasakan dalam upaya mencegah
dampak negatif gadget yaitu kurang tepat,
Informan 1 mengatakan bahwa saat anak
bermain gadget dan gadgetnya diambil alih
kepada orang tua untuk disimpan, anak
malah menangis. Tetapi di sisi lain yang
ada pada konsep menjelaskan bahwa salah
satu alasan orang tua memberikan gadget
kepada anaknya yaitu agar anak tenang
dan tidak merepotkan.
137
Penulis dapat menganalisis bahwa
pendapat dari Informan 3 dan juga
berdasarkan konsep mengenai cara untuk
mengatasi dan mencegah dampak negatif
penggunaan gadget pada anak yaitu
hampir sama, Informan 3 mengatakan
memberi batasan waktu untuk anak
bermain gadget dan itu sama dengan
uraian yang ada di konsep penelitian.
Mengawasi anak pada saat bermain
gadget, memilih tontonan yang ada di
internet sesuai dengan usia anak, hal ini
juga serupa dikatakan dengan konsep
peneliti.
Teori penetrasi sosial adalah
sebuah teori yang di gagas oleh Irwin
Altman dan Dalmas Taylor. Teori ini
membuat prediksi tentang pengembangan
hubungan yang didasari pada berbagai
tingkatan pengungkapan atau
penyingkapan diri (self disclosure). Teori
penetrasi sosial merujuk pada sebuah
proses ikatan hubungan individu-individu
bergerak dari komunikasi superfisial
menuju ke komunikasi yang lebih intim.
Proses penetrasi sosial, karenanya ,
mencakup di dalamnya perilaku verbal
(kata-kata yang kita gunakan), perilaku
nonverbal (postur tubuh kita, sejauh mana
kita tersenyum, dan sebagainya), dan
perilaku yang berorientasi pada
lingkungan (ruang antara komunikator,
objek fisik yang ada di dalam lingkungan,
dan sebagainya). (Richard West Lynn H.
Turner, 2013:195).
Altman dan Taylor (1987)
berpendapat bahwa hubungan dapat di
konseptualisasikan dalam bentuk
penghargaan dan pengorbanan.
Penghargaan adalah sebagal bentuk
peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku
yang mendorong kepuasan, kesenangan,
dan kebahagiaan dalam pasangan,
sedangkan pengorbanan adalah sebagala
peristiwa hubungan atau perilaku-perilaku
yang mendorong munculnya perasaan
negatif. Kesimpulannya yaitu bahwa
terdapat pengalaman interpersonal yang
relatif sedikit dalam tahap awal,
menyebabkan individu untuk lebih
berfokus pada sebuah penghargaan atau
pengorbanan. (Richard West Lynn H.
Turner, 2013:198).
IV KESIMPULAN
Dalam keluarga khususnya orang
tua dalam memberikan pemahaman
tentang penggunaan gadget yang tepat
pada anak yaitu dengan memberikan
contoh komunikasi yang baik melalui
komunikasi antarpribadi. Komunikasi
yang baik terjadi karena adanya sikap
saling menghargai sesama anggota
keluarga. Ada beberapa hambatan yang
terdapat dalam proses komunikasi
antarpribadi dalam keluarga. Salah satu
hambatan yang dialami oleh keluarga yaitu
138
hambatan dari pengirim dan penerima
pesan. Usaha yang seharusnya dilakukan
oleh anggota keluarga dalam mencegah
dampak negatif penggunaan gadget yaitu
tidak hanya menetapkan aturan terkait
penggunaan gadget pada anak. Keluarga
terutama orang tua harus menyiapkan
strategi lain, misalnya dengan tidak
memberikan dan menyediakan perangkat
elektronik dalam kamar anak. Orang tua
harus lebih banyak belajar tentang usaha-
usaha yang harus mereka lakukan dalam
pemanfaatan gadget.
Optimalisasi pengetahuan orang tua
tentang cara mencegah dampak negatif
gadget pada anak dengan mengikuti
seminar-seminar untuk mengetahui cara
mencegah dampak negatif gadget pada
anak sehingga dapat membantu para
keluarga khususnya orang tua untuk
menggunakan cara pendekatan komunikasi
antarpribadi dalam memberikan pengertian
kepada anak terkait mencegah dampak
negatif penggunaan gadget pada saat di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ratri Sunar. 2008. Mendampingi
Anak Menghadapi Rasa Takut.
Yogyakarta: Kanisius.
Daryanto. 2014. Teori Komunikasi.
Malang: Gunung Samudera.
Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi
Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia.
Husnan, Fathul dan Java Creativity. 2013.
Buku Sakti Blogger. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Istriarni, Arin dan Triningsih. 2018. Jejak
Pena Pustakawan. Bantul DIY:
Azyan Mitra Media.
Kuswarno, Engkus. 2008. Metode
Penelitian Komunikasi Etnografi
Komunikasi:Suatu Pengantar dan
Contoh Penelitiannya. Bandung:
Widya Padjajaran.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga.
Jakarta: Kencana.
Masyhuri, dan M. Zainuddin. 2008.
Metodologi Penelitian Pendekatan
Praktis dan Aplikatif. Jakarta:
RMBooks.
Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian
Kulitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Morissan. 2013. Teori Komunikasi
Individu Hingga Massa. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi
Kualitatif. Yogyakarta: LKIS
Yogyakarta.
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian
Kualitatif dalam Perspektif
139
Rancangan Penelitian. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Qadaruddin, Muhammad. 2012.
Kepemimpinan Politik Perspektif
Komunikasi. Yogyakarta:
Deepublish.
Robert, K. Yin. 2014, Studi Kasus: Desain
dan Metode. Cetakan Ke-14.
Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sari, Anditha. 2017. Komunikasi
Antarpribadi. Yogyakarta:
Deepublish.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Cetakan Ke-19. Bandung:
Alfabeta.
Supratman, Lucy Pujasari. dan Adi Bayu
Mahadian. 2016. Psikologi
Komunikasi.Yogyakarta:
Deepublish.
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar
Metodologi Penelitian, Jakarta:
Mitra Wacana Media.
West, Richard. dan Lynn, H. Turner. 2013.
Pengantar Teori Komunikasi
Analisis dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Wiryanto. 2006. Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakata: PT Grasindo.
Wulansari, Nyi Mas Diane. 2017. Didiklah
Anak Sesuai Zamannya:
Mengoptimalkan Potensi Anak di
Era Digital. Jakarta: PT Visimedia
Pustaka.
Yusuf, A. Muri. 2017. Metode Penelitian:
Kuantitatif, Kualitatif, dan
Penelitian Gabungan. Jakarta:
Kencana.
Sumber Lain :
http://digilib.unila.ac.id/1353/7/bab%20II.
Diakses pada tanggal 12 April, Pukul
10:05 WIB.
http://news.rakyatku.com/read/47833/2017
/05/06/pengertian-orang-tua-serta-
tanggung-jawabnya-terhadap-anak.
Diakses pada tanggal 12 April, Pukul
12:10 WIB.
https://andibooks.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 12 April 2018, Pukul 12:18
WIB.
html/VVWijoyono,INSNegara,H.Aryanto-
JurnalDKV.Adiwarna,2015-
publication.ac.id. Diakses pada tanggal 12
April 2018, Pukul 13:56 WIB.
news.rakyatku.com. Diakses pada tanggal
12 April 2018, Pukul 11:08 WIB.