komponen pengembangan kurikulum
TRANSCRIPT
KOMPONEN-KOMPONEN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
MAKALAH
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan dan Telaah
Kurikulum Kelas A
Oleh:
Kelompok 2
Ikrimatul Husna (110210301004)
Yudhi Al Amin (110210301024)
Ahmad Hisyam As’ari (110210301040)
Titis Triwidarti (110210301060)
Anik Wahyuningsih (110210301061)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, selalu penulis kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga makalah
yang dikerjakan yang berjudul “Komponen-Komponen Pengembangan
Kurikulum” dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas pembuatan makalah sebagai bahan presentasi.
Penulis sadar, makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang dapat membangun
demi sempurnanya makalah ini.
Jember, September 2013
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................2
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Komponen-Komponen dalam Pengemabangan Kurikulum ...............3
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................33
3.2 Saran ................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................iii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi
yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara pada kegiatan
kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentral kegiatan
pendidikan, maka di dalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi
yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Banyak variasi
dalam mendefinisikan kurikulum. Ada yang memandangnya secara sempit
yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Adapula
yang mengartikannya secara luas. Meliputi semua pengalaman yang diperoleh
siswa karena pengarahan/ bimbingan dan tanggung jawab sekolah. Kurikulum
juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program
pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksanaan dari rencana di
atas (actual curriculum).
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai
program pengajaran pada suatu jenjang kehidupan, dan dapat pula
menyangkut lingkup yang sangat sempit, seperti program pengajaran suatu
mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam lingkup yang luas
ataupun sempit kurikulum membentuk desain yang telah digambarkan pola
organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan perlengkapan
penunjangnya.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia
ataupun binatang yang memiliki susunan anatomi tertentu. Unsur atau
komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah:
tujuan, isi atau materi, strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar),
Organisasi kurikulum serta evaluasi. Kelima komponen tersebut berkaitan erat
satu sama lain. Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi.
Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama, kesesuaian antara kurikulum dengan
tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua,
2
kesesuaian antar komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan
tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, organisasi kurikulum sesuai
dengan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses isi dan tujuan
kurikulum.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja komponen-komponen dalam pengembangan kurikulum?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan
kurikulum.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Dapat mengetahui komponen-komponen dalam pengembangan
kurikulum.
3
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum yang lazim disebut dan selalu
dipertimbangkan dalam pengembangan tiap kurikulum ialah:
a. Tujuan
b. Bahan Pelajaran/Isi/Materi
c. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)
d. Organisasi Kurikulum
e. Penilaian/Evaluasi
Tiap komponen saling bertalian erat dengan semua komponen lainnya,
jadi tujuan bertalian erat dengan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar,
dan penilaian. Artinya tujuan yang berlainan, kognitif, afektif, atau
psikomotor akan mempunyai bahan pelajaran yang berlainan, proses belajar-
mengajar yang lain dan harus dinilai dengan cara yang lain pula. Juga dalam
bidang kognitif pun tujuannya akan berbeda, misalnya bahan pengetahuan
tentang fisika, lain tujuannya dengan misalnya geografi atau sejarah, proses
belajar dan penilaiannya pun mungkin berbeda pula. Demikian pula bila
mulai dari komponen bahan pelajaran, kita lihat hubungannya dengan
komponen-komponen lain dalam stuktur kurikulum itu.
Kesalingterkaitan komponen-komponen itu dapat kita gambarkan
dalam bagan sebagai berikut:
Tujuan
Penilaian Bahan Pelajaran
Proses Belajar-mengajar
dan Organisasi
4
Tanda panah dua arah melambangkan interelasi antara komponen-
komponen kurikulum. Kita lihat tiap komponen yang manapun ada
hubungannya dengan semua komponen lainnya. Apa yang tampak gampang
pada bagan sebenarnya tidak mudah dalam pelaksanaan pengembangan
kurikulum, apalagi dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum, apalagi
dalam mencapai tujuan-tujuan yang bersifat umum, terutama dalam bidang
afektif, Bahan apa yang paling serasi untuk membentuk manusia yang jujur,
bertanggung jawab, takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang setia kepada
janji, cermat, bersih, bijaksana, sopan, dan sebagainya, tidak mudah
menentukannya. Juga tidak mudah menentukan proses belajar-mengajarnya
yang tepat. Apakah seorang akan lebih bertanggung jawab bila ia disuruh
menghafal peraturan-peraturan, atau mendiskusikannya? Bagaimana menilai
seseorang bahwa ia telah bertanggung jawab dalam segala perbuatannya.
Kalau dikaitkan dengan tujuan nasional yang dirumuskan dalam falsafah
bangsa dan Negara seperti pancasila, maka dapat kita rasakan betapa sukar
dan peliknya pekerjaan pengembangan kurikulum.
Untuk tujuan spesifik berupa pengetahuan berupa fakta atau informasi
tertentu, penerapan komponen-komponen kurikulum itu relatif mudah. Akan
tetapi bila informasi dipertanyakan kedudukannya dalam rangka tercapainya
tujuan pendidikan nasional maka soalnya menjadi lebih pelik. Tidak mudah
menetukan pengetahuan yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Maka ada kemungkinan tujuan spesifik itu lepas dari fungsinya
sebagai sumbangan kepada terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan
mempunyai tujuan tersendiri.
Setiap komponen itu ternyata mengandung masalah-masalah yang
komplek yang bertambah komplek lagi bila dikaitkan secara fungsional
dengan komponen-komponen lainnya. Tiap bahan pelajaran dengan tujuan
tersendiri sering memerlukan proses belajar-mengajar yang khas pula.
Menggunakan hanya satu metode untuk segala macam bahan dapat
dimisalkan dengan menggunakan satu macam obat untuk segala macam
penyakit.
5
Juga evaluasi atau penilaian merupakan masalah yang tak selalu mudah
dipecahkan. Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah dipecahkan.
Untuk bahan dan tujuan tertentu relatif mudah ditentukan alat penilaiannya,
khususnya mengenai bahan ditentukan alat penilaiannya, khususnya
mengenai bahan berupa fakta dan informasi. Bila berkenaan dengan tujuan-
tujuan yang lebih tinggi berupa pemahaman, aplikasi atau juga untuk berpikir
kritis dan kreatif penilaiannya menjadi pelik. Ada kalanya digunakan alat
yang tidak relevan karena tidak mengenai tujuan esensial, sering dipaksa oleh
keadaan. Hal ini misalnya terjadi dalam menilai siswa dalam jumlah yang
sangat besar. Walaupun seara teoritis diketahui bagaimana seharusnya
dilakukan, namun pemeriksaan jumlah yang besar itu rasanya sukar diatasi
kecuali dengan bantuan alat seperti komputer. maka sukar dielakan evaluasi
kurikulum yang terutama yang mengenai pengetahuan siap berupa fakta-fakta
yang sulit dilihat hubungannya dengan niai-nilai yang terdpat dalam manusia
pancasila sejati pembangunan. Kalau soal matematika UMPTN berjumlah 60
buah yang harus diselesaikan dalam waktu 60 menit, dapat dibayangkan
bahwa ujian itu tidak akan menilai proses berfikir menurut disiplin
matematika.
Dari segi struktur kurikulum soal-soal ujian Ebtanas dan UMPTN
dalam bentuk sekarang memberi peranan utama kepada aspek penilaian.
Karena komponen ini bertalian erat dengan segala komponen lainnya maka
cara penilaian ini akan menentukan tujuan kurikulum, bahan pelajaran, dan
proses belajar mengajar. Hal serupa ini menyebabkan tumbuhnya dengan
subur apa yang disebut “Bimbingan Tes”. Di Jepang bimbingan tes ini
mencapai proporsi raksasa dan melibatkan setiapa anak, dari Taman Kanak-
Kanak sampai SMA dalam latian tes diluar kegiatan-kegiatan di sekolah.
Pada umumnya siswa belajar apa yang akan diuji atau dinilai karena lulus
ujian sangat penting bagi masa depannya. Demikian pula guru cenderung
mengerjakan apa yang diharapkannya akan “keluar” dalam ujian. Banyaknya
yang lulus dengan angka baik merupakan alat penilaian masyarakat terhadap
mutu sekolah. Dengan sendirinya guru memilih pula proses belajar mengajar
6
yang sesuai yakni latihan, ulangan, hafalan, sampai bahan itu menjadi bahan
siap.
Kita lihat bahwa perubahan atau pengutamaan salah satu aspek dengan
sendirinya akan mempengaruhi keseluruhan kurikulum.
Urutan komponen dalam pengembangan kurikulum
Biasanya dalam pengembanngan kurikulum secara teoritis mulai
dengan merumuskan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan, pemilihan
bahan pelajaran, proses belajar mengajar, pengelolaan organisasi dan alat
penilaiannya.
Namun ada yang menganjurkan agar segera setelah dirumuskan tujuan
disusun alat evaluasinya, kemudian bahan dan proses belajar-mengajarnya
serta organisasinya.
Ada pula yang mulai dengan melihat bahan yang akan dipelajari, sering
dengan berpedoman pada buku pelajaran yang dianggap serasi. Sesudah itu
baru ditentukan tujuan yang akan dicapai berdasarkan bahan itu. Akhirnya
dipikirkan proses belajar mengajar dan cara penilaiannya.
1. Merumuskan
Tujuan
2. Memilih Bahan
Pelajaran (Isi Materi)
5. Membuat Alat
Penilaian
(Evaluasi)
3. Menentukan Strategi
pelaksanaan PBM (Proses
Belajar Mengajar)
4. Mengelola
Organisasi
Kurikulum
7
Dalam praktek biasanya semua unsur itu dipertimbangkan tanpa
urutan yang pasti. Sekalipun telah dimulai dengan tambahan setelah
mempelajari bahan yang dianggap perlu diberikan. Jadi dalam proses
pengembangannya tampak proses interaksi menuju perpaduan dan
penyempurnaan. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 3-7).
2.1.1 Tujuan Kurikulum
Tiap rencana harus mempunyai tujuan agar diketahui apa yang
harus dicapai. Tujuan juga memberi pegangan apa yang harus
dilakukan, serta bagaimana cara melakukannya. Tujuan juga merupakan
patokan untuk mengetahui hingga mana tujuan itu telah dicapai. Dalam
perencanaan kurikulum dewasa ini perhatian terhadap rumusan tujuan
merupakan ciri yang paling menonjol. Masalah tujuan dalam kurikulum
bahkan dalam tiap persiapan pelajaran sejak dulu merupakan sesuatu
yang lazim. Namun, aspek tujuan dalam pengembangan kurikulum
menonjol karena usaha untuk mengkhususkan tujuan itu, sehingga jelas.
- Sumber-Sumber Tujuan
a. Kebudayaan Masyarakat. Fungsi pendidikan dapat dipandang
sebagai pengawet dan penerus kebudayaan agar anak menjadi
anggota masyarakat sesuai dengan pandangan hidup atau falsafah
bangsa dan negara.
b. Individu. Tujuan pendidikan tak dapat dipahami semata-mata
berdasarkan kepentingan individu. Adanya perbedaan individu
yang juga harus diperhatikan dalam pendidikan justru dapat
memperkaya kehidupan masyarakat. Maka sebenarnya
individualisasi dan sosialisasi bukan dua hal yang bertentangan
melainkan yang bersifat komplementer dan saling melengkapi.
c. Mata Pelajaran, Disiplin Ilmu (Taba, 1962:194). Sumber utama
tujuan ketiga adalah pengetahuan yang dituangkan dalam berbagai
disiplin ilmu. Anak dikirim ke sekolah oleh orang tua agar anak itu
belajar ilmu, mengumpulkan sebanyak-banyaknya pengetahuan.
8
Aspek inilah yang dapat membawa anak kepada tingkat pendidikan
yang setinggi-tingginya. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr.
Nasution,. Hal. 39-41).
- Tingkatan Tujuan Kurikulum
Merumuskan tujuan kurikulum ternyata banyak seluk
beluknya. Tujuan itu berbeda-beda tingkatannya. Ada tujuan pada
tingkat nasional yang berhubungan erat dengan falsafah bangsa dan
negara dan dengan politik negara pada suatu saat. Segala tujuan
kurikulum lainnya harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional itu
dan harus merupakan langkah dan sumbangan ke arah perwujudannya.
Tujuan tiap lembaga pendidikan dicapai melalui berbagai pelajaran
yang lazim disebut tujuan kurikuler. Tujuan ini terdapat dalam
berbagai mata pelajaran atau bidang studi. Selain itu tiap mata
pelajaran mempunyai lebih dari satu tujuan walaupun setiap pelajaran
mempunyai tujuan, namun tujuan itu kurang disadari oleh guru
maupun para siswa. Misalnya mereka tidak menyadari dan tidak dapat
merumuskan tujuan kimia, sejarah, ekonomi, fisika, dan lain-lain.
Dengan demikian hakikat suatu mata pelajaran serta nilai pendidikan
yang terkandung di dalamnya tidak dimanfaatkan sepenuhnya untuk
membentuk pribadi siswa sebagai individu dan sebagai warga negara.
(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 42-43).
- Perumusan Tujuan
Agar suatu tujuan dapat diwujudkan maka perumusannya
secara spesifik. Tiap mata pelajaran mempunyai sejumlah tujuan yang
dapat membentuk kelakuan dan dengan demikian dapat pula diukur
dengan taraf ketercapaiannya.
Hilda Taba memberikan beberapa petunjuk tentang cara merumuskan
tujuan, antara lain:
9
a. Tujuan itu hendaknya berdimensi dua, yakni mengandung unsur
proses dan produk
b. Menganalisis tujuan yang bersifat umum dan kompleks menjadi
spesifik.
c. Member petunjuk tentang pengalaman apa yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu.
d. Menunjukkan bahwa suatu tujuan tidak selalu dapat dicapai segera.
Akan tetapi, adakalanya memakan waktu yang lama.
e. Tujuan harus realistis dan dapat diterjemahkan dalam bentuk
kegiatan atau pengalaman belajar tertentu.
f. Tujuan itu harus komprehensif maksudnya meliputi segala tujuan
yang ingin dicapai di sekolah bukan hanya penyampaian informasi,
akan tetapi juga keterampilan berfikir, hubungan sosial, sikap
terhadap bangsa dan negara, dan sebagainya. (Taba, 1962, h.200-
205).
- Cara Merumuskan Tujuan
Menurut Robert F. Mager memberi petunjuk sebagai berikut :
a. Tujuan itu harus spesifik dan dinyatakan dalam bentuk kelakuan
yang dapat diamati dan dapat diukur
b. Harus dinyatakan dalam kondisi apa tujuan itu dicapai.
c. Harus pula ditentukan kriteria tentang tingkat keberhasilan yang
harus dicapai oleh siswa.
d. Dalam perumusan tujuan hendaknya digunakan kata kerja yang
menunjukkan apa yang dapat dilakukan siswa setelah belajar.
Menurut Davies, cs. Memberi petunjuk untuk melengkapi cara
perumusan tujuan spesifik menurut Mager. Antara lain:
a. Cari atau tentukan suatu tujuan yang ada maknanya bagi siswa.
b. Tentukan suatu “Referent Situation” yaitu suatu situasi di mana
tujuan itu dapat diterapkan secara nyata.
10
c. Tulis suatu test berkenaan dengan situasi referensi itu yang dengan
cermat menggambarkan kondisi, kelakuan, dan standard kelakuan
dalam situasi itu.
d. Tulis tujuan instruksional dalam bentuk kelakuan yang nyata yang
berhubungan dengan situasi referensi itu. (Davies cs., 1974, h. 52-
71). (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 43-45)
- Tujuan dan Teknologi Pendidikan
Perumusan tujuan dalam bentuk yang spesifik menjadi popular
dengan bangkitnya konsep kurikulum sebagai teknologi pendidikan
berkat pengaruh Tyler (1949) dan Skinner (1956) yang ingin
menjadikan pengemabangan kurikulum dan proses belajar/mengajar
suatu usaha yang rasional dan ilmiah. Ada pula Benyamin Bloom
memberikan pegangan yang sangat membantu. Ia menggolongkan
tujuan pendidikan dalam tiga kategori yang dipaparkan dalam
bukunya yang sangat terkenal yaitu “ Taksonomy of Educational of
Objectives” (1956). Yang kini dikenal dengan tiga macam kategori
yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Yang menarik dalam pemikiran
Bloom adalah penguraiannya lebih lanjut tentang tiap golongan
tujuan. Tiap golongan dianalisisinya dalam tujuan yang terkenal ialah
tingkatan tujuan dalam ranah kognitif. Yaitu: (1.) Pengetahuan,
Informasi, Fakta, (2.) Pengertian dan Pemahaman, (3.) Aplikasi,
Penerapan, (4.) Analisis, (5.) Sintesis dan (6.) Evaluasi, Penilaian.
(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 46-47).
- Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik
Walaupun telah ada macam-macam petunjuk, tentang cara
menganalisis tujuan umum yang spesifik ternyata banyak pekerjaan itu
rupanya tidak semudah yang diduga. Selain itu timbul berbagai reaksi
terhadap tujuan spesifik itu. Pengaruh konsep humanistik tentang
kurikulum menolak tujuan-tujuan spesifik sebagai dasar dan tujuan
11
pendidikan. Keberatan-keberatan lain ialah timbulnya bahaya
menjadikan evaluasi menguasai pendidikan yakni bahwa yang
dijadikan tujuan pendidikan hanyalah apa yang dapat dinilai. Selain itu
diragukan apakah seluruh pendidikan dapat dirumuskan dalam bentuk
kelakuan yang dapat dinikmati. (Kelly 1977, h. 29-32).
(Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal. 47-48).
- Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan
Keputusan tentang tujuan pendidikan diambil pada berbagai
tingkatan. tujuan pendidikan nasional ditentukan oleh instansi tertinggi
dalam pemerintahan yaitu parlemen atau DPR. Tujuan kurikulum yang
bersifat umum merupakan wewenang kementrian pendidikan dan
pengajaran beserta aparatnya. Tujuan yang spesifik biasanya
dipercayakan kepada guru, dalam mempersiapkan tiap pelajaran yang
akan dipersiapkannya. Ada kemungkinan guru itu juga melibatkan
orang tua maupun murid-murid walaupun belum lazim di sekolah kita.
Penentuan tujuan kurikulum menurut nilai-nilai yang dijunjung tinggi
dalam masyarakat berkenaan dengan asas filosofis dalam
pengembangan kurikulum. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr.
Nasution,. Hal. 48).
2.1.2 Isi atau Materi Kurikulum
Untuk menentukan bahan pelajaran dalam pengetahuan
kurikulum pada hakikatnya ada tiga sumber, yaitu:
1. Masyarakat dan kebudayaannya
2. Anak dengan minat serta kebutuhannya
3. Pengetahuan yang telah dikumpulkan oleh umat manusia sebagai
hasil pengalamannya dan telah disusun secra sistematis oleh para
ilmuan dalam sebuah disiplin ilmu.
Ketiga sumber itu harus digunakan dalam proporsi yang
seimbang. Namun selalu ada kemungkinan bahwa salah satu sumber
12
lebih diutamakan, bergantung pada tujuan pendidikan yang ingin
dicapa. Salah satu hal yang paling pelik sejak dulu ialah keseimbangan
antara kepentingan masyarakat atau negara dan kepentingan individu.
Mengutamakan yang satu dapat mengurangi kesejahteraan yang satu
lagi.
1. Masyarakat
Fungsi sekolah erat hubungannya dengan kebutuhan
masyarakat. Sekolah sejak mulanya didirikan oleh masyarakat untuk
kepentingan masyarakat demi kelanjutan hidup, perkembangan dan
kebahagiaan masyarakat. Karena itu diusahakan kurikulum relevan
dengan kebutuhan masyarakat. Relevansi juga merupakan salah satu
patokan penting dalam pengembangan kurikulum. Tiap pendidik
yang mencampuri persekolahan akan mempunyai pandangan
masing-masing apa yang harus diajarkan agar anak-anak yang
dididik akan menjadi manusia yang berguna dalam masyarakatnya.
Salah seorang tokoh yang sangat berpengaruh dalam mencari
relevansi pendidikan dengan masyarakat ialah Franklin Bobbit
(1992). Ia berusaha secara ilmiah mengembangkan kurikulum. Cara
ini sampai sekarang pada prinsipnya masih dilakukan. Bobbit
berpendapat bahwa sekolah harus mendidik anak agar menjadi
manusia dewasa dalam masyarakat. Itulah yang harus diajarkan di
sekolah agar kurikulum benar-benar relevan.
Relevansi pendidikan dengan kehidupan masyarakat juga
merupakan dasar pikiran kurikulum yang menggunakan fungsi-
fungsi sosial. Boleh dikatakan bahwa segala sesuatu yang dilakukan
oleh manusia, dimana dan kapanpun, telah tercapai dalam kegiatan
itu. Walaupun jaman telah berubah, namun pada prinsipnya kegiatan
itu sama. Hubungan erat yang diinginkan dalam kurikulum juga
diusahakan dalam kurikulum berdasarkan persistent life situations
yaitu situasi-situasi dan masalah-masalah hidup yang dihadapai
13
manusia sepanjang masa atau yang senantiasa muncul kembali
dalam hidup manusia.
2. Kurikulum dan Kebudayaan
Umumnya dikatakan bahwa kurikulum harus relevan dengan
kebudayaan masyarakat tempat pendidikan itu berlangsung, bahwa
isi kurikulum ditentukan berdasarkan analisis kebudayaan
masyarakat. Walaupun pada umumnya dasar penentuan kurikulum
itu mudah diterima, masalahnya menjadi kompleks bila ditinjau lebih
lanjut.
Kebudayaan mempunyai tafsiran yang bermacam-macam.
Sukar diberikan satu rumusan yang dapat diterima oleh semua.
Kebudayaan dapat ditafsirkan sebagai segala aspek cara hidup
masyarakat tertentu dapat juga dipandang sebagai hasil terbaik
masyarakat berupa kesusasteraan dan kesenian. Tiap masyarakat
mempunyai kebudayaan tersendiri menurut kebangsaan, kesukuan,
adat istiadat, agama, dan sejarah perkembangan masing-masing.
3. Kurikulum dan Pengetahuan
Kemampuan manusia untuk mencari dan memperoleh
pengetahuan sungguh mengagumkan. Menurut para ilmuan dalam
sejumlah disiplin ilmu, pengetahuan berlipat ganda dalam kurun
waktu sepuluh tahun. Anak yang lahir sekarang akan menghadapi
pengetahuan yang empat kali lipat banyaknya bila ia lulus perguruan
tinggi dan bila ia berusia lima puluh tahun pengetahuan akan tiga
puluh dua kali lipat banyaknya bila dibandingkan dengan waktu ia
lahir.
Tak mungkin seluruh bahan itu diajarkan di sekolah dan tak
ada manusia yang akan sanggup menguasainya. Bahkan menyuruh
murid menghafal fakta-fakta pun bukan cara yang tepat untuk
menghadapi pertambahan dan perubahan pengetahuan. Apa yang
dipelajari sekarang tak lama lagi akan kusam dan tak akan lagi
14
relevan. Penguasaan bahan pelajaran tampaknya tidak lagi layak
dipentingkan. Mengetahui tidak lagi sepenting kemampuan mencari
sendiri untuk mengetahuinya. Proses belajar akan lebih penting
daripada produk yang harus dikuasai.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa pengetahuan yang
benar hanya dapat diperoleh berkat intelek, pikiran, atau rasio.
Pengetahuan yang benar hanya dapat dikenal melali rasio atau
intelek murni. Untuk mencapai pengetahuan kita harus melampai,
mantransenden kondisi kita sebagi manusia.
Sebaliknya aliran empirisme yang merupakan reaksi terhadap
mistisisme rasionalisme, berpendirian bahwa pengetahuan hanya
diperoleh melalui alat driya. Pengetahuan ini tidak bersifat mutlak
akan tetapi tentatif atau sementara. Karena itu dapat senantiasa
berubah, diperbaiki atau dikembangkan.
4. Seleksi Bahan Pelajaran
Memilih bahan yang diajarkan merupakan suatu hal yang
sulit. Kesulitannya ialah menentukan kriterian yang dapat disetujui
bersama. Kesulitan lain adalah eksplosi pengetahuan yang
berlangsung dalam tempo yang kian hari kian cepat sehingga tidak
ada pengetahuan yang kenvesional yang berlaku lama. Untuk
menentukan bahan pelajaran perlu adanya kriteria yang didasarkan
atas prioritas.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kriteria tentang
seleksi bahan pelajaran akan berhubungan dengan faktor-faktor
seperti fungsi sekolah dalam masyarakat, analisis tentang kebutuhan
dan tuntunan masyarakat, studi tentang minat, kebutuhan dan
perkembangan anak dan proses belajar serta analisis tentang hakikat
pengetahuan dan isi disiplin. Hilda Taba (Taba, 1962, h.267/307)
memebrikan kriteria tentang bahan yang akan diajarkan, yaitu:
15
1. Bahan itu harus sahih (valid) dan berarti (signiffikant) artinya
harus menggambarkan pengetahuan mutahir. Karena bahan
berupa fakta dan informasi cepat menjadi usang maka diutamakan
bahan berupa konsep prinsip, ide pokok, generalisasi dan sistem
pikiran yang lebih permanen walaupun mungkin mengalami
perubahan.
2. Bahan itu harus relevan dengan kenyataan sosial dan kultural agar
anak-anak lebih mampu memahami dunia tempat Ia hidup, serta
perubahan-perubahan yang terus menerus terjadi.
3. Bahan pelajaran itu harus mengandung keseimbangan antara
keluasan dan kedalaman maksudnya adalah bahan yang
digunakan dipelajari secara mendalam yang dipusatkan pada
bidang tertentu seperti prinsip-prinsip, ide pokok, dan konsep
yang luas sehingga kedalaman pelajaran membuka kemungkinan
untuk memahami bidang-bidang lain.
4. Bahan pelajaran harus mencakup berbagai ragam tujuan.
5. Bahan peajaran harus dapat disesuaikan dengan kemampuan
murid untuk mempelajarinya dan dapat dihubungkan dengan
pengalamannnya.
6. Bahan pelajaran harus sesuai dengan kebutuhan dan minat
belajar. Kebutuhan dapat ditafsirkan sebagai apa yang dituntut
oleh masyarakat agar individu dapat hidup tenteram dalam
masyarakat.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi,
Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang
sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang
mengandung urutan waktu.
2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung
hubungan sebab-akibat.
16
3. Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang
mengandung struktur materi.
4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan
materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada
keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks.
Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan
menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang
sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun
dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,
dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan
pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana,
kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan
yang lebih kompleks.
6. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar
dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh
pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah
sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan
hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e)
interpretasi hasil tes.
7. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai
(d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi
hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang
masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta
untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
8. Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran
dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian
dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai
tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut
menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus
dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku
17
terakhir. (Pengembangan Kurikulum, prof. Dr. Nasution,. Hal.
54-72).
2.1.3 Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)
Pada dasarnya komponen strategi berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Dengan kata lain komponen strategi
kurikulum harus menunjukkan adanya kegiatan pembelajaran, yaitu
upaya guru untuk membelajarkan peserta didik, baik di sekolah melalui
kegiatan tatap muka, maupun di luar sekolah melalui kegiatan
terstruktur dan mandiri. Dalam konteks inilah, guru dituntut untuk
menggunakan berbagai strategi pembelajaran, metode mengajar, media
pembelajaran, dan sumber-sumber belajar. Pemilihan strategi
pembelajaran harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum (SK/KD),
karakteristik materi pelajaran, dan tingkat perkembangan peserta didik.
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam
menyampaikan isi kurikulum, antara lain:
a) Strategi ekspositori klasikal, yaitu guru lebih banyak menjelaskan
materi yang sebelumnya telah diolah sendiri, sementara siswa lebih
banyak menerima materi yang telah jadi,
b) Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry),
c) Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi
kelompok,
d) Strategi pembelajaran individual.
Disamping strategi, ada juga metode mengajar. Metode adalah
cara yang digunakan guru untuk menyampaikan isi kurikulum atau
materi pelajaran sesuai dengan tujuan kurikulum. Sekalipun yang
menggunakan metode mengajar itu adalah guru,tetapi tetap harus
berorientasi dan menekankan pada aktivitas belajar peserta didik secara
optimal. Untuk memilih metode mana yang akan digunakan, guru dapat
melihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan yang berpusat pada
18
mata pelajaran, pendekatan yang berpusat pada peserta didik,dan
pendekatan yang berorientasi pada kehidupan bermasyarakat. Meskipun
demikian, tidak ada satu metode pun yang di anggap paling ampuh.
Oleh sebab itu, guru harus dapat menggunakan multi metode secara
bervariasi.
Di dalam kegiatan pembelajaran, guru harus dapat
menggunakan multimedia, baik media visual, media audio, maupun
audio visual. Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat.
Media ini ada yang dapat diproyeksikan ada juga yang tidak di
proyeksikan. Media audio adalah media yang mengandung pesan dalam
bentuk auditif (hanya dapat didengar), seperti program kaset suara dan
program radio. Media audio visual adalah media yang dapat dilihat dan
dapat didengar, seperti program video, televisi, dan program slide suara
(sound slide).
Sumber belajar adalah bagian yang tak terpisahkan dalam proses
pembelajaran. Dalam sistem pembelajaran yang tradisional,
penggunaan sumber belajar terbatas pada informasi yang diberikan oleh
guru,dan beberapa diantaranya ditambah dengan buku sumber. Bentuk
sumber belajar yang lain cenderung kurang mendapat perhatian,
sehingga aktivitas-aktivitas belajar peserta didik kurang berkembang.
Berdasarkan pendekatan teknologi pendidikan, sumber belajar dapat
dikelompokkan menjadi lima bagian, yaitu:
a) Manusia,
b) Bahan,
c) Lingkungan,
d) Alat,dan
e) Perlengkapan, serta aktivitas
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut
mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan
progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran
adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan
19
materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya,
sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk
memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran
melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari
guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan
proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran
moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran
guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator,
guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang
kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk
mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan
perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan
pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara
personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis
teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi
membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran.
Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam
pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar
tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau
media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis
lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya
mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-
perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
20
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk
menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran
memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah
PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif,
Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang
guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara
variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa
untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan
menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
2.1.4 Organisasi Kurikulum
Kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak,
maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar
tujuan pendidikan dapat dicapai. Organisasi atau desain kurikulum
dimaksud untuk memudahkan anak dalam belajar. Dalam organisasi
dicoba diwujudkan apa yang diketahui tentang teori, konsep, pandangan
tentang pendidikan, perkembangan anak dan kebutuhan msyarakata.
Kurikulum itu menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang
tepat untuk mempelejarinya, keseimbangan bahan pelajaran dan
keseimbanagan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan.
Organisasi atau desain kurikulum berhubungan erat dengan
tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Bila tujuannya terutama transmisi
atau penyampaian kebudayaan dan pengetahuan maka yang paling
sesuai ialah organisasi kurikulum berupa mata pelajaran yang lazim
disebut subject curiculum. Akan tetapi bila kebutuhan masyarakat atau
anak menjadi tujuan utama maka kurikulum yang paling serasi adalah
kurikulum yang paling serasi ialah kurikulum yang berdasarkan
21
masalah-masalah masyarakat atau anak/pemuda yang bisanya berifat
integrate atau terpadu.
A. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum
1. kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subject curriculum)
Kurikulum ini bertujuan agar generasi muda mengenal hasil
kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan
sejak berabad-abad, agar mereka tak perlu mencari dan menemukan
kembali apa yang telah diperoleh generasi-generasi terdahulu. Dengan
demikian mereka lebih mudah dan lebih cepat membekali diri untuk
menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya.
Keuntungannya adalah bahwa pengetahuan yang telah dimiliki
itu telah disusun secara logis dan sistematis dalam bentuk disiplin ilmu
oleh para ahli dan ilmuwan. Disiplin ilmu tidak hanya mempunyain isi,
atau bahanra berpikir tertentu sehingga cabang ilmu itu dapat
selanjutnya dapat dikembangkan. Jadi dengan mempelajari disiplin
ilmu itu para siswa tidak hanya memperluas pengetahuannya melainkan
juga memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu. Dengan demikian
mereka dibekali dengan produk dan proses berpikir disiplin ilmu
tersebut.
Kurikulum ini bertahan terus sebab mempunyai ciri-ciri yang
tidak dimiliki oleh kurikulum lain. Kurikulum ini mempunyai banyak
keuntungan, antara lain:
memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi lampau
yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang.
Mempunyai organisasi yang mudah strukturnya, mudah diubah,
diperluas atau dipersempit, mudah disesuaikan dengan perkembangan
baru dalam ilmu pengetahuan.
Mudah dievaluasi bila perlu dengan menggunakan test objektif yang
dapat dinilai secara otomatis dengan komputer sehingga memudahkan
penilaian ujian atau tes secara massal.
22
Didukung bahkan dituntut oleh perguruan tinggi dalam penerimaan
mahasiswa baru.
Telah diterima baik dan mudah dipahami oleh guru, orang tua dan
siswa.
Mengandung logika tersendiri menurut disiplin masing-masing,
memberikan pengetahuan secara sistematis dan karena itu memberikan
metode yang logis dan efektif untuk menguasai bahan pelajaran.
Kelemahan kurikulum berdasarkan matapelajaran, antara lain:
terdapat kesenjangan antara pengalaman anak dan pengalaman umat
manusia yang tersusun logis-sistematis sehingga timbul bahaya
verbalisme.
Serring pengetahuan yang logis sistematis itu tidak fungsional dalam
menghadapi masalah-masalah masyarakat dan tidak sesuai dengan
minat, kebutuhan serta masalah-masalah para siswa dalam hidupnya.
Kurikulum ini memberikan pengetahuan lepas-lepas, sering berupa
fakta dan informasi yang perlu dihafal. Dengan demikian siswa
memperoleh pengetahuan yang mendangkal tentang banyak hal.
a. Mata pelajaran terpisah-pisah (separate subject curriculum)
kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-
pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata
pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta
didik, semua materi diberikan sama.
Seperti: Sejarah, Ilmu Pasti, Bahasa indonesia, dan sebagainya.
Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri tanpa ada hubungannya
dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu
tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan
kemampuan siswa, semua materi diberikan sama.
b. Mata pelajaran gabungan (correlate curriculum)
23
Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum subject yang
terpisah-pisah. Agar pengetahuan tidak lepas-lepas dapat diusahakan
hubungan antara antara dua mata pelajaran atau lebih yang dapat
dipandang sebagai kelompok yang mempunyai hubungan yang erat.
Terbentuknya kurikulum gabungan ini didorong oleh usaha
mengadakan integrasi dalam pengetahuan anak dan mencegah
penguasaan bahan yang banyak akan tetapi mendangkal dan lepas-lepas
sehingga mudah dilupakan dan tidak fungsional.
Seperti yang dikenal sebagai IPA (Ilmu Pengetahuan Alam atau
Science) yang merupakan gabungan antara Fisika, Kimia dan Biologi,
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial atau Social Studies) sebagai gabungan
antara sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, sosiologi dan psikologi,
Bahasa yakni gabungan antara Tatabahasa, Membaca, Mengarang,
bercakap-cakap dan sebagainya.
2. kurikulum Terpadu (integrated curriculum)
Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih besar untuk
mengadakan kerja kelompok, memanfaatkan masyarakat dan
lingkungan sumber belajar, memperhatikan perbedaan invidual,
melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Kurikulum ini
dengan sendirinya fleksibel dan tidak mengharapkan hasil belajar yang
sama dari semua murid. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum
banyak dipercayakan kepada guru-guru, orang tua, dan murid-murid.
a. berdasrkan “social functions” atau “major areas of living”
kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas analaisis kegiatan-
kegiatan utama manusia dalam masyarakat dalam “social
functions” atau “major areas of living” yang antara lain terdiri
atas (1) perlindungan dan pelestarian hidup, kekayaan dan sumber
alam, (2) produksi barang dan jasa serta distribusi, (3) konsumsi
benda dan jasa, (4) komunikasi dan transportasi benda dan
manusia, (5) rekreasi, (6) ekspresi rasa keindahan, (7) ekspresi rsa
24
keagamaan, (8) pendidikan, (9) perluasan kebebasan, (10)
integrasi kepribadian, (11) penelitian, ini kiranya dapat
dimasukkan segala macam kegiatan manusia. Dengan
mempelajarinya para siswa akan mengenal segala kegiatan
manusia dalam masyarakat dan dapat diharapkan akan lebih
mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam
hidupnya.
b. berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda
kurikulum terpadu ini dapat didasarkan atas kebutuhan, minat dan
masalah-masalah yang dihadapi para siswa. Ross Mooney cs
menemukan 383 buah masalah mereka yang dapat digolongkan
dalam 11 bidang, antara lain (1) kesehatan dan perkembangan
fisik, (2) keuangan, keadaan hidup dan pekerjaan, (3) kegiatan
sosial dan rekreasi, (4) hubungan dengan jenis kelamin lain,
perkawinan, (5) hubungan sosial-psikologis, (6) hubungan
pribadi-psikologis, (7) moral dan agama, (8) rumah dan keluarga,
(9) masa depan, jabatan dan pendidikan, (10) penyesuaian dengan
pekerjaan sekolah, (11) kurikulum dan proses belajar-mengajar
yang diselidiki adalah masalah-masalah yang nyata yang
dikemukakan oleh pemuda, namun ada lagi masalah-masalah lain
yang tidak disadari dan tidak diungkapkan.
c. Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum inti yaitu suatu program yang berupa unit-unit
masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata
pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui
kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya
diberikan secara terintegrasi.
Selain itu, kurikulum ini merupakan rangakaian pengalaman yang
saling direncanakan secara kontinu, terus-menerus sebelum dan
25
selama dijalankan yang didasarkan atas masalah atau problema
yang bersifat pribadi dan bersifat sosial memperuntukan bagi
semua siswa. Kurikulum ini menggunakan bahan dari segala
disiplin ilmu atau matapelajaran yang diperlukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi, termasuk bahan dari
lingkungan.
Core ini menggunakan bahan dari segala disiplin ilmu atau
matapelajaran yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, termasuk bahan dari lingkungan. Core ini banyak
dilakukan dengan perencanaan bersama oleh guru-guru dan juga
murid. Bimbingan dan penyuluhan merupakan bagian integral
dari program ini. Core ini dilakukan organisasi kurikulum yang
terpadu dan diberikan dalam kelas dalam periode yang agak
panjang, misalnya 2 jam berturut-turut.
Pokok-pokok yang dapat dipilih sangat luas, misalnya:
Memahami dan menghormati orang lain
Melestarikan sumber alam
Memilih jabatan
Bergaul dengan orang lain
Kehidupan dalam rumah tangga
Membangun dunia yang damai
Memahami tenaga atom
Menganalisis propaganda
Apakah akan ke perguruan Tinggi ?
Memahami dunia barat
Mendidik anak
Dan lain-lain
26
2.1.5 Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas
pencapaian tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai
atau belum, juga dapat digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan
strategi yang ditetapkan. Evaluasi merupakan salah satu komponen
kurikulum, dengan evaluasi, dapat diperoleh informasi yang akurat
tentang penyelenggaraan pembelajaran, keberhasilah siswa, guru dan
proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat
keputusan kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya
bimbingan yang diperlukan. Tujuan evaluasi kurikulum mecakup dua
hal yaitu : pertama, evaluasi digunakan untuk menilai efektifitas
program. Kedua, evaluasi dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
pelaksanaan kurikulum (pembelajaran). (Kurikulum dan
Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 29-30).
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja
kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator
kinerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan
kelayakan (feasibility) program. Diadakanya evaluasi kurikulum,
menurut Ibrahim (2006) dimaksudkan untuk keperluan:
a. Perbaikan Program
Yaitu peranan evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena
informasi hasil evaluasi dijadikan masukan bagi perbaikan yang
diperlukan didalam program kurikulum yang sedang
dikembangkan. Disini evaluasi kurikulum lebih merupakan
kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu sendiri karena
evaluasi itu dipandang sebagai faktor yang memungkinkan
dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang
bersangkutan.
27
b. Pertanggungjawaban Kepada Berbagai Pihak
Setelah pengembangan kurikulum dilakukan, perlu adanya
semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum
kepada pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud
mencakup pihak yang menseponsori kegiatan pengembangan
kurikulum tersebut maupun pihak yang akan menjadi konsumen
dari kurikulum yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-
pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua,
pelaksana pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut
mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang
bersangkutan.
Bagi pihak pengembang kurikulum, tujuan yang kedua ini
tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan
lebih merupakan suatu keharusan dari luar. Sekalipun demikian hal
ini tidak biasa kita hindari karena persoalan ini mencakup
pertanggungjawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah
merupakan suatu konsekuensi logis dalam kegiatan pembaharuan
pendidikan. Dalam mempertanggungjawabkan hasil yang telah
dicapainya, pihak pengembang kurikulum perlu mengemukakan
kekuatan dan kelemahan dari kurikulum yang sedang
dikembangkan serta usaha lanjut yang diperlukan untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan jika ada, yang masih terdapat. Untuk
menghasilkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan
tersebut di atas itulah diperlukan kegiatan evaluasi.
c. Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum dapat
berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaan : pertama,
apakah kurikulum baru tersebut akan atau tidak akan disebar
luaskan kedalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang
28
bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum baru
tersebut akan disebarluasakan kedalam sistem yang ada? Ditinjau
dari proses pengembangan kurikulum yang sudah berjalan,
pertanyaan pertama,dipandang tidak tepat untuk diajukan pada
akhir fase perkembangan. Pertanyaan tersebut hanya
memungkinkan memiliki dua jawaban yang diberikan itu adalah
tidak. Jika hal ini terjadi, kita akan dihadapkan pada situasi yang
tidak menguntungkan : biaya, tenaga, dan waktu yang telah
dikerahkan selama ini ternyata terbuang dengan percuma, peserta
didik telah menggunakan kurikulum baru tersebut selama fase
pengembanagan telah terlanjur dirugikan; sekolah-sekolah dimana
proses pengembangan itu berlangsung harus kembali
menyesuaikan diri lagi kepada cara lama, dana kan timbul sikap
skeptis dikalangan orang tua dan masyarakat terhadap perubahan
pendidikan dalam bentuk apapun.
Pertanyaan kedua, dipandang lebih tepat untuk diajukan
pada akhir fase pengembangan kurikulum. Pertanyaan tersebut
mengimplikasikan sekurang-kurangnya tiga anak pertanyaan,
aspek-aspek mana dari kurikulum tersebut yang masih perlu
diperbaiki ataupun disesuaikan, strategi penyebaran yang
bagaimana sebaiknya ditempuh, dan persyaratan-persyaratan apa
yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu didalam sistem yang ada.
Pertanyaan –pertanyaan ini lebih bersifat konstruktif dan lebih
dapat diterima ditinjau dari segi sosial, ekonomi, moral maupun
teknis. Untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan yang kedua itulah diperlukan adanya
kegiatan evaluasi.
Menurut Dr. Oemar Hamalik., Jenis penilaian yang
dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian
tersebut. Misalnya Penilaian Formatif dimaksudkan untuk
mengetahui kemajuan siswa dari hasil belajar yang dicapai oleh
29
siswa setelah menyelesaikan program dalam satuan materi pokok
suatu bidang studi tertentu dan dalam upaya melakukan perbaikan
yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian sumatif yang
bermaksud menilai kemajuan siswa setelah mengikuti
pembelajaran dalam satu semester atau dalam periode tertentu,
untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh.
Penilaian harus bernilai objektif, dilakukan berdasarkan tanggung
jawab kelompok guru, rencana terkait dengan pelaksanaan
kurikulum sesuai tujuan dan materi kurikulum dengan alat ukur
yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang
akurat. (Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal,
30).
Dalam evaluasi dapat dua jenis yaitu:
1. Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam asfek kognitif. Tes memiliki dua kriteria yaitu tes memiliki
tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur.
Kedua memiliki tingkat reliabilitas/kendalan jika tes tersebut bisa
menghasilkan informasi yang konsisten. Tes berdasarkan jumlah
peserta dibedakan jadi tes kelompok yaitu dilakukan terhadap
sejumlah siswa secara bersama-sama dan tes individu adalah tes
yang dilakukan kepada seorang individu secara perorangan. Tes
dilihat dari cara penyusunannya yaitu tes buatan guru yaitu untuk
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan
dan tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa dan memprediksi kemampuan siswa pada masa
yang akan datang. Tes dilihat dari pelaksanaannya dibedakan
menjadi tes tertulis adalah dengan cara siswa menjawab sejumlah
soal secara tertulis dan tes lisan adalah tes yang dilakukan langsung
komunikasi dengan siswa secara verbal.
30
2. Non Tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk
asfek tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Beberapa
jenis non tes yaitu :
a. Observasi
Observasi adalah penilaian dengan cara mengamati tingkah
laku pada situasi tertentu. Observasi dibedakan jadi observasi
partisipatif yaitu dimana observer ikut kedalam objek yang sedang
dia observasi. Observasi non partisipatif yaitu observasi yang
dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat.
b. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara pewawancara
dan yang diwawancarai. Ada dua jenis wawancara yaitu wawancara
langsung apabila pewawancara melakukan komunikasi dengan
subjek yang akan dievaluasi. Wawancara tidak langsung apabila
pewawancara mengumpulkan data subjek melalui pelantara.
c. Studi kasus
Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam
periode tertentu secara terus menerus.
d. Skala Penilaian
Skala penilaian/rating acale adalah salah satu alat penilaian
dengan mengunakan alat yang telah disusun dari yang negatif sampai
positif, sehingga pada skala tersebut penilai tunggal membubuhi
tanda.
Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya
memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau
mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang
tidak valid (tidak sesuai kenyataan sebenarnya). Alat evaluasi yang
31
kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau
tidak sesuainya dengan hasil kenyataan yang sebenarnya. Jika terjadi
demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang
digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan
instrumen. Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus
memenuhi beberapa kaidah antara lain. Persyaratan suatu instrument
penilaian adalah :
a. aspek validitas
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki
validitas yang tinggi. Yang dimaksud Validitas disini adalah
kemampuan instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya
diukur. Ada tiga Aspek yang hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil
belajar yaitu Aspek Kognitif, Psikomotor dan Afektif.Tinggi Rendah
nya validitas instrumen dapat di hitung dengan uji validitas dan di
nyatakan dengan koefisien validitas.
b. Realiabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala
instrumen tersebut dapta menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg.
Keajegan/ketetapn disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti
perubahan secara ajeg. Jika keadaan seseorang si upik berada lebih
rendah dibandingkan orang lain misalnya si Badu, maka jika
dilakukan pengukuran ulang hasilnya si upik juga berada lebih
rendah terhadap si badu. Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat di
hitung dengan uji reliabilitias dan dinyatakan dengan koefisien
reliabilitas.
c. obyektivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh
subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya.
Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari
hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama
menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus
dilakukan secara kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang
berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran
32
yang lebih jelas tentang keadaan Audience yang dinilai. Evaluasi
yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak
akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan
audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat
mengganggu hasilnya.
d. Kepraktisan
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang
tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan
memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang
banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang
dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya
dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk
yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
e. Daya pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen
tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan
tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah).
Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan
Index Diskriminasi.
f. Ekonomis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak
membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu
yang lama.
g. Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah
tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha
memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece
putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena
diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini
diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
(Kurikulum dan Pembelajaran,Dr. Oemar Hamalik., Hal, 30).
33
33
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Komponen-Komponen dalam Pengembangan Kurikulum
1. Tujuan Kurikulum
- Sumber-Sumber Tujuan
- Tingkatan Tujuan Kurikulum
- Perumusan Tujuan
- Cara Merumuskan Tujuan
- Tujuan dan Teknologi Pendidikan
- Kesulitan-Kesulitan Tentang Perumusan Tujuan Spesifik
- Tingkatan Keputusan Tentang Tujuan
2. Isi atau Materi Kurikulum
- Masyarakat
- Kurikulum Dan Kebudayaan
- Kurikulum Dan Pengetahuan
- Seleksi Bahan Pelajaran
3. Strategi Pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar)
- Strategi ekspositori klasikal.
- Strategi pembelajaran heuristik (discovery dan incuiry).
- Strategi pembelajaran kelompok kecil, kerja kelompok, dan diskusi
kelompok.
- Strategi pembelajaran individual.
4. Organisasi Kurikulum
- Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriculum)
- Kurikulum Terpadu (Integrated Curriculum)
5. Evaluasi Kurikulum
- Perbaikan Program
- Pertanggungjawaban kepada Berbagai Pilihan
- Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembanga
34
- Penilaian Sumatif
- Penilaian Formaatif
- Tes
- Non Tes
3.2 Saran
Dengan penulisan makalah ini diharapkan masyarakat terutama
mereka yang berhubungan dengan dunia pendidikan, agar dapat mengetahui
tentang apa saja komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan
kurikulum. Untuk para pendidik mungkin apa yang dibahas dalam makalah
ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan, pedoman dan referensi dalam
praktek mengajar di sekolah. Selain itu dengan mengetahui apa saja
komponen-komponen yang terdapat dalam pengembangan kurikulum,
diharapkan para pendidik bisa lebih memahami komponen-komponen yang
mendukung kurikulum dapat terlaksana dan terlebih pula mampu
memberikan kerjasama untuk dapat menjalankan misi kurikulum yang di
dalamnya terdapat komponen-komponen penting tersebut untuk di
maksimalkan dan gunakan manfaatnya serta didukung fungsinya dan
mengingat dalam makalah ini sudah dibahas mengenai hal tersebut, agar
tujuan pendidikan yang memang dicanangkan dapat memperoleh hasil sesuai
harapan yang ada.
iii
DAFTAR PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata, Prof. Dr. 1997. Pengembangan Kurikulum Teori dan
Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1991. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Nasution, M.A., Prof. Dr. S, 1993. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi
Aksara.