koefisien distribusi

11
Laporan Praktikum Kimia Fisika II Penentuan Koefisien DistribusiTanggal Percobaan: Selasa, 12-Mei-2014 Disusun Oleh: Aida Nadia (1112016200068) Kelompok 3 Kloter I: Wiwiek Anggraini (1112016200045) Millah Hanifah (1112016200073) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: aiedha-nadhia

Post on 23-Nov-2015

146 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kimia fisik koefisien distribusi

TRANSCRIPT

  • Laporan Praktikum

    Kimia Fisika II

    Penentuan Koefisien Distribusi Tanggal Percobaan:

    Selasa, 12-Mei-2014

    Disusun Oleh:

    Aida Nadia (1112016200068)

    Kelompok 3 Kloter I:

    Wiwiek Anggraini (1112016200045)

    Millah Hanifah (1112016200073)

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

    JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2014

  • I. Abstrak

    Telah dilakukan praktikum mengenai Penentuan Koefisien Distribusi. Pada

    percobaan kali ini menggunakan hukum distribusi Nernst dan dengan metode ekstraksi

    cair-cair dengan ektraksi bertahap (batch) yang merupakan metode pemisahan dengan

    menggunakan corong pisah. Pada percobaan kali ini digunakan larutan jenuh I2 dalam

    Kloroform (CHCl3) sebanyak 25 ml yang ditambahkan dengan akuades sebanyak 200 ml,

    lalu campuran kedua larutan ini di kocok selama 1 jam di dalam corong pisah. Setelah di

    kocok selama 1 jam didapatlah hasil larutan membentuk 2 lapisan larutan, dimana pada

    lapisan pertama berwarna jingga dan pada lapisan kedua berwarna ungu pekat. Kemudian

    pada lapisan atas dan bawah larutan masing-masing dilakukan titrasi dengan natrium

    tiosulfat pada larutan ini (duplo). Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

    larutan menjadi bening (tak berwarna). Percobaan kali ini bertujuan untuk menentukan

    koefisien distribusi I2 dalam sistem air-kloroform. Berdasarkan percobaan maka didapatlah

    koefisien distribusi I2 dalam sistem air-kloroform yaitu 0,097.

    Kata kunci : koefisien distribusi, , titrasi, hukum Nernst, ekstraksi cair-cair

    II. Pendahuluan

    Mari kita tinjau suatu sistem yang berisi campuran dari beberapa zat kimia yang

    dapat bereaksi menurut persamaan: V1A1 + V2A2 + V3A3 + V4A4. Dengan prinsip

    kesetimbangan muatan untuk persamaan reaksi di atas dapat dituliskan sebagai berikut:

    0 = V3A3 + V4A4 - V1A1 - V2A2. Dengan menggunakan suatu perjanjian bahwa koefisien

    stoikiometri, V1 (dibaca nu i) bertanda negatif untuk pereaksi dan bertanda positif untuk

    hasil reaksi, maka persamaan diatas dapat dinyatakan dengan 0 = . Untuk

    menyatakan apabila suatu reaksi berlangsung atau tidak dalam arah yang dituliskan maka

    harus ditinjau apakah energi Gibbs dari campuran akan naik atau turun. Jika energi

    Gibbsnya turun dengan berlangsung reaksi, maka reaksi akan berjalan spontan dengan arah

    yang di tuliskan. Reaksi akan terus berlangsung dengan penurunan energi bebas Gibbs

    sampai mencapai nilai minimum, yakni saat terjadi keadaan kesetimbangan. Sistem redoks

    iodit (triiodida)-iodida I3-

    + 2e 3I-. Mempunyai potensial standar +0,54 V, karena itu

    iodin adalah sebuah agen pengoksidasi yang jauh lemah lemah dari pada kalium

  • permangat, senyawa Serium(IV) dan kalium dikromat. Di lain pihak, ion iodida adalah

    agen pereduksi yang termasuk kuat, lebih kuat, sebagai contoh dari ion Fe(II).

    Dalam proses-proses analitis, iodin dipergunakan sebagai agen sebuah pengoksidasi

    (iodimetri), dan ion iodida digunakan sebagai agen pereduksi (iodometri). Dapat dikatakan

    bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi untuk dititrasi

    langsung dengan iodin. Karena itu, jumlah dari penentuan iodometrik adalah sedikit.

    Namun, demikian, banyak agen pengoksidasi yang cukup kuat untuk bereaksi secara

    lengkap dengan ion iodida, dan aplikasi dari proses iodometrik cukup banyak. Kelebihan

    dari ion iodida ditambahkan ke dalam agen pengoksidasi yang sedang ditentukan,

    membebaskan iodin yang kemudian dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara

    iodin dengan tiosulfat berlangsung sempurna. Jika kedalam sistem dua fasa cair yang tak

    dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka

    zat ketiga akan terdistribusi diantara kedua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan

    jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dengan air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai

    kesetimbangan perbandingan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan kloroform pada

    temperatur tetap juga tetap. Kenyataan ini akibat langsung hukum termodinamika pada

    kesetimbangan. (Milama, 2014: 23-24)

    Hukum distribusi: metode ini dapat digunakan untuk menentukan aktivitas zat

    terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan

    kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. (Dogra, 2009: 604)

    Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling

    bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan

    terjadi pembagian kelarutan. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke

    dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan

    konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada

    suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi (Purwani,

    2008).

    Dalam distribusi Nernst untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air

    dan karbontetraklorida, ketika dicampurkan maka akan terbentuk dua fasa yang terpisah.

    Jika kedalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut di kedua fasa tersebut, seperti

    iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4, maka zat terlarut akan terdistribusi di kedua

  • pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan. Pada saat

    tersebut potensial kimia zat terlarut di fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa 2,

    . Jika kedua larutan encer ideal, maka , sehingga saat

    kesetimbangan:

    dan:

    , karena

    dan tidak bergantung pada komposisi,

    maka pada T tetap,

    . dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi yang

    harganya tidak bergantung pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama.

    Jika larutan sangat encer, maka fraksi mol sebanding dengan kemolalan atau

    kemolaran sehingga:

    , dengan dan tidak bergantung pada konsentrasi di

    kedua fasa. Persamaan pertama kali dikemukakan oleh Nernst sehingga persamaan tersebut

    dikenal dengan hukum distribusi Nernst. Perlu dicatat bahwa hukum ini hanya berlaku bagi

    spesi molekul yang sama di kedua larutan. Koefisien distribusi, seperti halnya tetapan-

    tetapan kesetimbangan lainnya bergantung pada suhu. Hukum distribusi Nernst ini

    terutama digunakan pada proses ekstrasi. Dilaboratorium ekstraksi seringkali dilakukan

    untuk menghilangkan atau memisahkan zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang

    diekstraksi dengan pelarut lain seperti eter, kloroform, karbondisulfida, atau benzene.

    Dalam proses ini penting untuk diketahui berapa banyak pelarut dan berapa kali ekstraksi

    harus dilakukan agar diperoleh derajat pemisahan yang diinginkan. Jika zat terlarut

    terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling melarutkan dan zat terlarut tersebut tidak

    mengalami asosiasi, disosiasi atau reaksi dengan pelarut maka dimungkinkan untuk

    menghitung jumlah terlarut yang dapat diambil atau diekstraksi melalui sekian kali

    ekstraksi. (Mulyani,S dan Hendrawan, 2014: 23-24)

    Koefisien distribusi atau koefisien partisi (partition coefficient), didefinisikan

    sebagai perbandingan antara fraksi berat solute dalam fase K ekstrak , (xC)E dibagi dengan

    fraksi berat solute dalam fase rafinat, (XC)R pada keadaan kesetim-bangan. Parameter

    penting dalam ekstraksi cair-cair meliputi : koefisien distribusi, selektivitas solven, dan

    perbandingan solven/umpan. (Kasmiyatun, 2010)

  • Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap (batch),

    ekstraksi kontinu, dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang

    paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak

    bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokkan sehingga terjadi

    kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi dengan pada kedua lapisan, setelah ini

    tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan dalam pemisahan

    analitik. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.

    Hasil yang baik diperoleh jika jumlah pelarut sedikit. (Milama, 2014: 24)

    III. Material dan Cara Kerja

    A. Material

    Alat:

    Gelas kimia 100 ml

    Batang pengaduk

    Labu erlenmeyer 250 ml 4 buah

    Pipet tetes 2 buah

    Gelas ukur 25 ml dan 100 ml

    Corong pisah

    Buret 50 ml

    Statif dan klem

    Bahan:

    Akuades

    Larutan jenuh I2 dalam Kloroform (CHCl3)

    Indikator amilum

    Larutan Na2S2O3 0,1 N

    B. Cara Kerja

    1. Mengukur 25 ml larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dan memasukkannya dalam corong

    pisah.

  • 2. Menambahkan 200 ml akuades dalam corong pisah.

    3. Mengocok campuran tersebut selama 60 menit.

    4. Mendiamkan larutan tersebut hingga terbentuk 2 lapisan.

    5. Memisahkan kedua lapisan tersebut melalui corong pisah.

    6. Memipet 5 ml larutan tiap lapisan. Masing-masing lapisan atas 2 kali dan lapisan

    bawah 2 kali.

    7. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2S2O3 0,1 N hingga analit bening dengan

    menggunakan indikator amilum 3 tetes. Mencatat volume titran.

    IV. Hasil Praktikum dan Pembahasan

    A. Hasil Praktikum

    Hasil Pengamatan:

    A. Hasil pengamatan dan Gambar Hasil Percobaan

    Larutan jenuh I2 dalam CHCl3 - Volume = 25 ml

    - Larutan berwarna ungu pekat

    Larutan jenuh I2 dalam CHCl3 +

    akuades dikocok di corong pisah

    - Volume akuades = 200 ml

    - Dikocok selama 1 jam

    Setelah di kocok dan didiamkan - Hasil:

    - Terbentuk 2 lapisan larutan,

    yaitu:

    * Pada lapisan pertama larutan

    berwarna orange

    * Pada lapisan kedua larutan

    berwarna ungu pekat

    Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

    pada lapisan bawah yang berwarna

    ungu + indikator amilum (titrasi

    dilakukan duplo)

    - Volume lapisan bawah yang akan di

    titrasi = 5 ml

    - Volume indikator amilum = 3 tetes

    - Titik akhir titrasi sampai analitnya

  • menjadi tak berwarna (bening)

    - Volume titrasi pertama = 0-15 ml =

    15 ml

    - Volume titrasi kedua = 15-31 ml =

    16 ml

    Titrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N

    pada lapisan atas yang berwarna jingga

    + indikator amilum

    - Volume lapisan atas yang akan di

    titrasi = 5 ml

    - Volume indikator amilum = 3 tetes

    - Titik akhir titrasi sampai analitnya

    menjadi tak berwarna (bening) dan

    terdapat 2 fase.

    - Volume titrasi pertama = 31-32,5 ml

    = 1, 5 ml

    - Volume titrasi kedua = 32,5 - 34 ml

    = 1, 5 ml

    Persamaan reaksi:

    2 S2O32-

    + I2 S4O62-

    + 2I-

    2 Na2S2O3 + 2 I- Na2S2O6 + 2 NaI

  • Perhitungan:

    - Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi I2 dalam CHCl3 (lapisan

    bawah yang ungu)

    Titrasi I : 15 mL

    Titrasi II : 16 mL

    Volume rata-rata =

    = 15,5 mL

    - Volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi I2 dalam H2O (lapisan atas

    yang jingga)

    Titrasi I : 1,5 mL

    Titrasi II : 1,5 mL

    Volume rata-rata =

    = 1,5 mL

    - Konsentrasi I2 pada lapisan air (CH2O)

    - Konsentrasi I2 pada lapisan CHCl3 (CCHCl3)

    - Koefisien distribusi (Kd)

    Kd =

  • B. Pembahasan

    Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai koefisien distribusi.

    Pada praktikum kali ini menggunakan hukum distribusi Nernst, dimana menurutnya

    bila ke dalam zat yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut

    dalam kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solute dengan perbandingan

    tertentu. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air, pelarut organik yang

    digunakan dalam praktikum kali ini yaitu kloroform (CHCl3). Dalam praktek solute

    akan terdistribusi dengan sendirinya kedalam kedua pelarut tersebut setelah dikocok

    akan dibiarkan terpisah. Percobaan kali ini merupakan proses ekstraksi cair-cair dengan

    metode ekstraksi bertahap (batch). Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling

    sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak

    bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokkan sehingga terjadi

    kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi dengan pada kedua lapisan,

    setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan. Metode ini sering digunakan

    dalam pemisahan analitik. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya

    ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah pelarut sedikit.

    (Milama, 2014: 24)

    V. Kesimpulan

    Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:

    Hasil ekstraksi cair-cair terbentuknya 2 lapisan pada corong pisah, pada lapisan atas

    larutan berwarna jingga dan lapisan bawah berwarna ungu pekat.

    Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna menjadi tidak berwarna (bening).

    Koefisien distribusi I2 dalam sistem air-kloroform berdasarkan hasil percobaan yaitu

    0,097.

  • VI. Referensi

    Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. Jakarta: UI-Press.

    Milama, Burhanudin. 2014. Panduan Praktikum Kimia Fisika 2. Jakarta: UIN P.IPA

    FITK-Press.

    Mulyani, S., dan Hendrawan. 2014. Kimia Fisika II. Bandung: UPI-Press.

    Kasmiyatun, M. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat: Pengaruh Konsentrasi

    Solut Terhadap Koefisien Distribusi. http://eprints.undip.ac.id/27990/1/C-08.pdf .

    Diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pada pukul 22.37 WIB.

    Purwani, dkk . 2008 . Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Asam di-2-etil heksil.

    http://jurnal.sttn-batan.ac.id/wp-

    content/uploads/2008/12/46_SDMIV_MVPurwani439-447.pdf . 2008 . Diakses pada

    tanggal 25 April 2014 Pada Pukul 23.10 WIB.

  • Lampiran

    Post test

    1. Apa yang dimaksud dengan koefisien distribusi?

    Jawab: Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat terlarut

    dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur.

    2. Berdasarkan hasil pengamatan, apakah iodine lebih mudah larut dalam kloroform atau

    air? Jelaskan!

    Jawab: Iodin lebih mudah larut dalam kloroform dan hanya sedikit larut dalam air. Hal

    ini disebabkan karena iodin bersifat non-polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut

    non-polar dalam hal ini yaitu kloroform sedangkan didalam air hanya sedikit larut karena

    air bersifat polar.

    3. Jelaskan manfaat dari koefisien distribusi!

    Jawab: Manfaat dari koefisien distribusi adalah dapat mengetahui sebaran zat-zat di

    antara dua pelarut, dan dapat mengetahui konsentrasi zat terlarut pada masing-masing zat

    pelarut.