koefisien distribusi
TRANSCRIPT
KOEFISIEN DISTRIBUSI
Campuran
Campuran merupakan materi yang terdiri dari dua atau lebih zat dan dapat dipisahkan dengan
proses fisika. Ciri campuran memiliki komposisi yang beragam dan perbandingan yang tidak
tetap, terbentuk melalui proses fisika, dapat dipisahkan dengan proses fisika (seperti filtrasi,
evaporasi dan distilasi). Setiap komponen dalam campuran masih memiliki sifat.
Macam Campuran
Macam campuran yaitu campuran homogen dan campuran heterogen.
1. Campuran homogen
Komponen pada campuran homogen tidak memiliki bidang batas sehingga tidak dapat dibedakan
atas senyawa penyusunnya. Zat penyusun pada campuran homogen memiliki sifat yang sama
dan merata dalam segala hal, seperti kesaman rasa, massa jenis, warna dan bau.
Campuran homogen disebut juga larutan, yang terdiri dari zat terlarut (solut) dan zat pelarut
(solven). Jumlah solven lebih banyak dari pada solut. Contoh campuran homogen : air sirup, air
gula, air garam, aloi dll. Aloi merupakan campuran logam dengan logam lain atau non logam.
Contoh aloi : kuningan ( campuran dari tembaga dan seng), perunggu (campuran dari tembaga
dan timah).
2. Campuran Heterogen
Komponen zat – zat penyusun dalam campuran heterogen tercampur tidak merata, sehingga ada
bagian dari campuran yang memiliki sifat berbeda dan bidang batas yang nyata. Macam
campuran heterogen :
a. Suspensi
Suspensi merupakan campuran heterogen antara zat padat dengan zat cair atau gas, dan zat padat
tersebut tidak terlarut. Suspensi jika didiamkan agak lama akan menimbulkan endapan.
Contoh : campuran pasir dengan air, sirup obat batuk, air kopi.
b. Koloid
Koloid merupakan campuran heterogen dari dua atau lebih zat penyusunnya, yang salah satu zat
tersebut tersebar pada zat lain tetapi tidak merata. Contoh : santan, debu, asap, susu, keju, awan,
kabut, cat, margarine, butiran minyak dalam air. Di dalam susu terdapat butiran minyak yang
tersebar di dalam air. Sedangkan di dalam margarin terdapat butiran air yang tersebar dalam
minyak.
Campuran dapat dipisahkan menjadi senyawa - senyawa penyusunnya, dengan proses fisika
tertentu. Proses pemisahan digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih zat yang lebih murni
(zat tunggal) dari suatu campuran senyawa kimia. Pemisahan ini sangat diperlukan karena
banyak senyawa kimia yang ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni atau dalam
bentuk campuran. Seperti minyak bumi dari dalam tanah, merupakan campuran berbagai
jenis hidrokarbon. Minyak bumi dapat dipisahkan menjadi zat LPG (Liquid Petroleum Gas) atau
elpiji, premium, kerosin (minyak tanah), paraffin (lilin),vaselin, solar, avtur, oli pelumas dan
aspal.
Proses pemisahan ada dua macam, yaitu secara mekanis dan kimiawi. Cara yang digunakan
untuk memisahkan suatu campuran homogen berbeda dengan campuran heterogen. Campuran
homogen terdiri dari satu fasa, sedangkan campuran heterogen memiliki lebih dari satu fasa
sehingga pemisahannya menggunakan cara yang bermacam-macam. Fasa pada campuran
heterogen seperti: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas serta campuran
padat-cair-gas.
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada sistem
heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan cairan. Cara yang
paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap
komponen-komponendalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
(Tony Bird, “Kimia Fisik untuk Universitas”, hal. 169)
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase
kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari
dengan 3 cara :
a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakanuntuk kesetimbangan
kimia yang berisi gas
b. Dengan hukum distribusi nerst, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut.
c. Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum.
(Soekarjo, “Kimia Fisika”, hal. 234 )
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan :
1. Pengaruh perubahan konsentrasi
Perhatikan sistem keseimbangan sebagai berikut:
2SO2+ O2 2 SO3
Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbanganakan bergeser
untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
2. Pengaruh tekanan
Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitumengarah pada
pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, makavolume akan berkurang sehingga
akan mengurangi efek kenaikkantekanan.
3. Pengaruh perubahan suhu
Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhudinaikkan, maka
keseimbangan akan bergeser ke kanan, kearah reaksiyang endotermik sehingga pengaruh
kenaikkan suhu dikurangi.
(Tony Bird, “ Kimia Fisik untuk Universitas”, hal. 169)
Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies
terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan dua larutan tak tercampur
seperti air dan karbontetraklorida dimasukkan kedalam bejana. Larutan-larutan ini terpisah
menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah, dalam hal ini air berada
dibagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum distribusi dalam kimia yaitu dalam
proses ekstraksi dan proses kromatografi.
(Oxtoby, Gillis, “Prinsip-prinsip kimia modern edisi 4 jilid 1”, hal : 339-340)
Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak saling
bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase dengan kemampuan kelarutannya
sehingga masing-masing menjadi jenuh. Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan
sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu,
kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat
dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut
serta formulasinya.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak
jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut
berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan
untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah
larutan yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang
seharusnya pada temperatur tertentu.
Kelarutan tergantung pada (Keenan,1986) :
1. Sifat solvent
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan dalam struktur
dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan dari sifat-sifat
kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka gaya-gaya tarik
yang terjadi antara solute solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada kesamaan, maka gaya-
gaya terik solute solvent lemah.
Secara umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar
daripada dalam pelarut non-polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari padatan-
padatan ionik akan lebih besar
2. Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan dinaikkan. Gelembung-gelembung
kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan bahwa udara yang terlarut menjadi
kurang larut pada suhu-suhu yang lebih kecil. Hal yang serupa, tidak ada aturan yang umum
untuk perubahan suhu terhadap kelrutan cairan-cairan dan padatan-padatan.
3. Tekanan
Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan saham dari gas yang terletak di atas larutan
dinaikkan. Secara kuantitatif, hal ini dinyatakn dalam hukum Henry, yang menyatakan bahwa
pada suhu tetap perbandingan dari tekanan saham dari solute gas dibagi dengan mol fraksi dari
gas dalam larutan adalah tetap.
4. pH
Faktor lain yang berpengaruh adalah pH larutan. Hubungan ini dapat terlihat sebagai berikut :
[HA]w = C/Kq + 1 + Ka /[H3O+] (Tim Penyusun, 2007 ; 25).
Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi di antara kedua lapisan dengan
perbandingan konsentrasi tertentu (Martin, 1999 ; 622).
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat
terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua
pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Fenomena dimana distribusi suatu senyawa
antara dua fase cair yang tidak saling bercampur ini, tergantung pada interaksi fisik dan kimia
antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
(S. K. Dogra & S. Dogra, “Kimia Fisika dan Soal-soal ”, hal : 604)
Persamaan hukum distribusi :
GA = GAo+ RT ln aA
GB = GBo+ RT ln aB
Dalam kesetimbangan maka,
GA= GB
GAo+ RT ln aA= GBo+ RT ln aB
RT ln aA aB = G0
B – G0A
ln aAaB
=G0 A−G 0 B
RT = K
aAaB
= K
Dimana :
GA dan GB = Tenaga bebas zat terlarut dalam pelarut A dan B
GAo dan GB
o = Tenaga bebas Gibbs A dan B
R= Konstanta
T= suhu
aA dan aB = konsentrasi A dan B
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu :
1. Temperatur, kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu
10oC.
2. Kekuatan Ion, semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.
3. Konstanta Dielektrik, efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik
diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh kekuatan ionnya 0.
Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan berlawanan maka laju distribusi reaktan
tersebut adalah positif dan untuk reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya
negatif.
4. Katalisis, katalisis dapat menurunkan laju – laju distribusi (Katalis negatif). Katalis dapat
juga menurunkan energi aktivitas denganss mengubah mekanisme reaksi sehingga
kecepatan bertambah.
5. Katalis Asam Basa Spesifik, laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam
atau basa. Jika laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion
hidrogen atau hidroksi.
6. Cahaya Energi, cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk
terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang cukup akan
diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul (Cammarata, 1995).
http://meysweb.wordpress.com/2012/05/27/percobaan-iii-koefisien-partisi/
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A
dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan
terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada
saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu
dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat
terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap. Dalam
campuran solut akan mendistribusikan diri di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur
tersebut, sehingga setelah kesetimbangan distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di
dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan, yang disebut
koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun.
Akan tetapi, jika solut di dalamkedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti
assosiasi, dissosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut
konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka
banding distribusi (D). Karena setelah di kocok – kocok, kemudian dibiarkan maka akan terjadi
2 fasa yang terpisah.
(www. FMIPA Universitas Negeri Malang\MIPA\ Distribusi nerst 1998a.mht, 5/27/09,09.35 )
Perbandingan kosentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut dikenal dengan tetapan distrbusi atau koefisien
distribusi. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua
pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi
adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, sehingga Koefisien distribusi
(KD) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi (a) dalam hukum distribusi
dapat diganti dengan C, hingga :
CACB
= K
Dimana :
K= koefisien distribusi
CA= konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik
CB= konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik
(Sukardjo,”Kimia Fisika ”,hal. 242)
Persamaan yang dikenal dengan hukum distribusi, jelas hanya dapat dapakai dalam larutan
encer dimana koefisien keaktifan dapat diabaikan (Martin, 1999 ; 622).
Sesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di bawah.
Dari rumus diatas apabila harga KD besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi
lebih banyak dalam pelarut organik demikian sebaliknya.
Rumus diatas dapat berlaku jika :
Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut
Solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi – reaksi lain.
Zat terlarut dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul terdisolusi dalam ion-
ion salah satu fase tersebut. Hukum distribusi ini digunakan untuk konsentrasi zat yang umum
pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin, 1990;560)
Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut air dan minyak atau
zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya bahwa zat tidak
terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung untuk menuju ke salah
satu pelarut yaitu air.
Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan yang sudah diberi
minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut dan distribusi zat yang
dipengaruhi pelarut lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Faktor pengocokan
Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu
larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur.
2. Temperatur yang digunakan. Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga
volume titrasimenjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k. Semakin tinggi suhu
maka koefisien distribusinya semakin besar.
3. Jenis zat pelarut. Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka
akan sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan nilai k
4. Jenis terlarut.Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atauhigroskopis,
maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zattersebut), akibatnya mempengaruhi
harga k.
5. Konsentrasi. Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k.
(anonymous, http://www.chemicamp.blogspot.com)
Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K tergantung jenis
pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Walter Nersnt, hokum diatas hanya berlaku bila zat
terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku untuk
komponen yang sama
Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari
suatu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan
alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis.
Misalnya saja, karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,
beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah
(Rahayu. 2009).
Macam-macam Metode Ekstraksi
Teknik ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga cara yaitu ekstraksi bertahap (batch-extraction =
ekstraksi sederhana), ekstraksi kontinyu (ekstraksi samapi habis), dan ekstraksi arah berlawanan
(counter current extraction).
1. Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula
kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi zat yang
akan diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan
dipisahkan.
2. Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relaitf kecil sehingga untuk
pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi. Efesiensi yang tinggi
pada ekstraksi tergantung pada viskositas fase dan factor-faktor lain yang mempengaruhi
kecepatan tercapainya suatu kesetimbangan, salah satu diantaranya adalah dengan
menggunakan luas kontak yang besar.
3. Ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang
berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya
digunakan untuk pemisahan zat, isolasi atau pemurnian.Sangat penting untuk fraksionasi
senyawa orgnik tetapi kurang bermanfaat untuk senyawa-senyawa an-organik.[9]
Disamping itu, terdapat macam-macam pembagian ekstraksi yang dihimpun dari beberapa
referensi.Adapun macam-macamnya adalah ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair, ekstraksi
fase padat, dan ekstraksi asam basa. Adapun penjelasannya sebagai berikut:[10]
1. Ekstraksi padat cair (ekstraksi soxhlet)[11]
Adalah transfer difusi komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya atau digunakan
untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut organic. Proses ini
merupakan proses yang bersifat fisik, karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke
keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Padatan yang akan
diekstrak dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga di iris-iris
menjadi bagian-bagian yang tipis. Kemudian padatan yang telah halus di bungkus dengan kertas
saring dan dimasukkan kedalam alat ekstraksi soxhlet.Pelarut organic dimasukkan ke dalam labu
godog.Kemudian peralatan ekstraksi di rangkai dengan pendingin air.Ekstraksi dilakukan dengan
memanaskan pelarut organic sampai semua analit terekstrak.
Gambar 2. Instrumen dalam Ekstraksi Soxhlet
2. Ekstraksi Cair-Cair[12]
Merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini dapat dilakukan dalam tingkat
makro dan mikro.Dan yang menjadi pokok pembahasan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah
kedua fasa yang dipisahkan merupakan cairan yang tidak saling tercampur.Prinsip metode ini
didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tetentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur seperti benzene dan kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai cara
untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-analit dari
komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat kuantifikasi atau deteksi
analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair melibatkan ekstraksi analit dari fasa air kedalam
pelarut organic yang bersifat non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil benzene atau
diklorometana.Meskipun demikian, proses sebaliknya juga mungkin terjadi.Analit-analit yang
mudah tereksitasi dalam pelarut organic adalah molekul-molekul netral yang berikatan secara
kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak polar.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan
cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi
bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan
pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan
menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian
dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi
pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis
kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Gambar 3. Corong pemisah, digunakan ekstraksi cair-cair
3. Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction)[13]
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik yang relative baru, akan
tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk praperlakuan sampel atau untuk
clean-up sampel-sampel kotor, misalnya sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks
yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin dan lain-lain. Keunggulan SPE
dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair adalah:[14]
Proses ekstraksi lebih sempurna
Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efesien
Mengurangi pelarut organic yang digunakan
Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
Mampu menhilangkan partikulat
Lebih mudah diatomatisasi
Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi penyerap tertentu) yang
beredar dipasaran sehingga reprodusibilitas hasil bervariasi jika menggunakan cartridge yang
berbeda dan juga adanya adsorbs yang bolak balik pada cartridge SPE.
4. Ekstraksi asam basa
Merupakan ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutannya.Senyawa atau basa direaksikan
dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk garam.Garam ini larut dalam air tetapi tidak
larut dalam senyawa organic.[15]
Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu penambahan
secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang konsentrasinya diketahui,
kepada larutan kedua yang konsentrasinya belum diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi
antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan
semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang berekasi.Titik akhir dapat
dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang
dinamakan indicator, yang mengubah warna pada titik akhir.[16]
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin
sering kita melakukan ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu
pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap
kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut
tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan
jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil. Selain itu, temperatur juga
mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap.
Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat
tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil
kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi
berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda
menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik anda menggunakan
sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan
bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik.
Alasannya dapat diberikan dengan menggunakan hukum partisi (Takeuchi. 2009).
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat
umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air,
sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air
atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan
konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang
digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform, dan CCl4 sedangkan pelarut organik benzena
tidak digunakan dalam percobaan ini.
Langkah pertama asam asetat dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator pp
sampai berubah warna dari bening menjadi merah muda. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui
berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Metode
titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu
sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam
sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening
menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu p.p sebelum dititrasi di mana
trayek pH dari p.p adalah 8,3-10,0.
Langkah berikutnya, asam asetat diekstraksi dengan mencampurkan pada pelarut organik
seperti kloroform, dan CCl4. Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak
saling campur. Campuran ini kemudian dikocok beberapa menit, sehingga mengakibatkan
terjadinya distribusi asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini
untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan
terbentuk dua lapisan. Setelah dilakukannya pengocokan tersebut, campuran dibiarkan beberapa
saat. Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna. Setelah itu
lapisan air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam gelas ukur, sedangkan lapisan
minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila
lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan). Pada pelarut
kloroform, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam
asetat yang larut dalam pelarut kloroform berada pada lapisan bawah. Pada pelarut CCl4, asam
asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut
dalam pelarut CCl4 berada pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis
pelarut organik dengan berat jenis air.
Larutan asam asetat yang larut dalam air (lapisan airnya) diambil, kemudian dititrasi
dengan NaOH 0,1 N dan indikator pp. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda. Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang
digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator p.p
dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu
asam asetat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi
hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada
titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH
akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang berasal
dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator p.p.Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama
dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu
fase minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut
cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya. Dari perhitungan
diperoleh perbedaan nilai koefisien distribusi asam asetat pada pelarut organik yang berbeda
(kloroform, dan CCl4) yang tidak bercampur. Dimana koefisien distribusi pada kloroform lebih
besar daripada koefisien distribusi pada CCl4 yaitu berturut-turut sebesar 0,1075 dan 0,044.
Perbedaan ini menunjukkan proses ekstraksi cair-cair dengan kloroform memberikan tingkat
distribusi asam asetat yang lebih besar daripada kemampuan pelarut lain atau CCl4.
Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g
berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform, dan CCl4. Hal ini
menunjukkan, semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada
pelarut air yang besar.
PENGUKURAN BOBOT JENIS
Cara pengukuran bobot jenis ada beberapa cara antara lain : (Effendi, 2003; 225).
1. Piknometer (biasanya terbuat dari kaca bentuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas antara 10
ml sampai 50 ml).
Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat, salah satunya adalah
dengan menggunakan piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang terbuat dari kaca,
bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Menurut KBBI, piknometer adalah bejana
yang dilengkapi dengan termometer untuk mengukur dan membandingkan berat jenis zat cair
atau zat padat.
Jadi dapat diartikan disini, piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai
massa jenis atau densitas fluida. Terdapat beberapa macam ukuran dari piknometer, tetapi
biasanya volume piknometer yang banyak digunakan adalah 10 ml dan 25 ml, dimana nilai
volume ini valid pada temperature yang tertera pada piknometer tersebut. Pengukuran dengan
piknometer harus dilakukan pada suhu tetap. Selain itu, volume zat cair harus sama dengan
volume piknometer.
Berikut contoh gambar dari piknometer:
Bagian-bagian piknometer
Piknometer terdiri dari 3 bagian:
1. Tutup pikno: bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran kecil. Tutup pikno berguna
untuk mempertahankan suhu di dalam piknometer.
2. Thermometer : mengamati bahwa zat yang diukur memiliki suhu yang tetap
3. Labu dari gelas : tempat meletakkan zat yang akan di ukur massa jenisnya. Labu ini
berguna untuk mengukur volume cairan yang dimasukkan dalam piknometer
Prinsip Kerja atau Cara Menggunakan Piknometer
Berikut tata cara menggunakan piknometer untuk menentukam massa jenis suatu zat:
1.Melihat berapa volume dari piknometernya (tertera pada bagiantabung ukur), biasanya
ada yang bervolume 25 ml dan 50 ml.
2.Menimbang piknometer dalam keadaan kosong.
3.Memasukkan fluida yang akan diukur massa jenisnya ke dalam piknomeer tersebut.
4.Menutup piknometer apabila volume yang diisikan sudah tepat.
5.Menimbang massa piknometer yang berisi fluida tersebut.
6.Menghitung massa fluida yang dimasukkan dengan cara mengurangkan massa pikno
berisi fluida dengan massa pikno kosong.
7.Setelah mendapat data massa dan volume fluidanya, kita dapat menentukan nilai
rho/masssa jenis (ρ) fluida dengan persamaan: rho (ρ) = m/V=(massa pikno+isi) – (massa pikno
kosong) / volume. Adapun satuan yang biasanya di gunakan yaitu massa dalam satuan gram (gr)
dan volume dalam satuan ml = cm3 Jadi satuan p adalah dalam g/cm^3
8.Membersihkan dan mengeringkan piknometer
Sifat zat
Ketika massa jenis suatu zat semakin tinggi, maka semakin besar pula massa setiap
volumenya. Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total
volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan memiliki volume yang
lebih rendah daripada benda bermassa sama yang memiliki massa jenis lebih rendah. Hal ini
dikarenakan hubungan berbanding lurus antara massa jenis zat dengan massa zat, dan hubungan
berbanding terbalik antara massa jenis zat dengan volume zat.
Macam piknometer
1. Piknometer volume 50 ml.
Piknometer ini tidak dilengkapi dengan thermometer.
2. Piknometer volume 25 ml.
Piknometer ini dilengkapi dengan thermometer.
3. Piknometer Gas
Piknometer Gas ini menggunakan hukum gas ideal untuk menentukan volume sampel,
diberi volume diketahui ruang sampel dan reservoir gas dan perubahan dalam tekanan.
Volume sampel diterjemahkan ke dalam kerapatan mutlak, karena berat sampel known.een
Penembus dan dukungan-anvil dapat disesuaikan.
Prosedur dan Koreksi Penentuan Berat Jenis menurut SNI dengan Piknometer
1. Membersihkan dan mengeringkan piknometer
2. Menimbang piknometer kosong
3. Memasukkan air add penuh dan tutup
4. Merendam dalam air pada suhu 25°C selama 30 menit dan kemudian keringkan bagian
luarnya saja
5. Menimbang dan membuang air tersebut kemudian dikeringkan dan diisi dengan minyak biji
mengkudu dan tutup kembali
6. Merendam dalam air pada suhu 25°C selama 30 menit dan kemudian keringkan bagian
luarnya saja
7. Menimbang
8. Menghitung bobot jenisnya
2. Hidrometer berupa pipa kaca yang ujungnya tertutup dan bagian bawahnya tertutup dan
diberi pemberat pada bagian bawah. Bila lat ini dicelupkan dalam cairan yang akan diperiksa
maka angka menunjukkan bobot jenisnya.
Definisi hidrometer adalah alat untuk mengukur berat jenis zat cair. Hydrometer sering
juga disebut aerometer. Hidrometer merupakan sebuah alat ukur besaranturunan yang menjadi
salah astu aplikasi dari Hukum Archimedes yang digunakanuntuk mengukur massa jenis zat cair.
Sebuah benda dalam fluida (zat cair ataugas) mengalami gaya dari semua arah yang disebabkan
oleh fluida di sekitarnya.Hukum Archimedes menyatakan bahwa sebuah benda yang dicelupkan
ke dalamzat cair akan mendapat gaya ke atas seberat zat cair yang dipindahkan oleh bendaitu.
Alat ini terdiri dari sebuah tabung berskala yang bagian bawahnya diberi bebanraksa,
supaya dapat mengapung tegak lurus dalam zat cair yang akan diukur berat jenisnya. Pengukuran
berat jenis zat cair dengan hidrometer masih harus dibantudengan perhitungan. Misalnya kita
akan mengukur berat jenis alcohol.
Gambar 1,1 Hidrometer
Hidrometer atau aerometer yang mempunyai skala yang dapat langsungmenunjukkan berat
jenis zat cair disebut densimeter (tidak perlu dengan perhitungan). Adapula hidrometer yang
tidak dipakai untuk menentukan berat jenis zat cair, tetapi untuk menentukan kadar larutan asam,
susu, gula pasir, danalcohol. Hidrometer yang khusus digunakan untuk mengukur kadar larutan
gula pasir disebut sakarimeter.Hidrometer ditemukan pertama kali oleh Antoine Baume.
Antoine Baume adalah penemu berkebangsaan Perancis, lahir pada 26 Februari 1728 dan
meninggal pada 15 October 1804.
Pinsip Kerja Hidrometer
Hidrometer merupakan salah satu dari aplikasi hukum Archimedes yang seringkita jumai dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi prinsip kerjanya menggunakanHukum Archimedes, yang menyatakan
bahwa benda yang tercelup ke dalamfluida mengalami gaya ke atas seberat fluida yang
dipindahkan. Ketika hydrometer dicelupkan ke dalam fluida, maka fluida akan memberikan gaya
ke atas yang besarnya sama dengan berat hydrometer. Gaya ini terkonversikan menjadi
massa jenis zat cair yang diukur, karena di dalam hidrometer terdapat zat cair yangmassa
jenisnya sudah diketahui dan tertuang dalam skala yang tertera padahidrometer.Hidrometer yang
digunakan untuk mengukur kadar suatu zat itu prinsipnya samadengan hidrometer biasa, tapi
skala berat jenis telah dikonversikan langsungmenjadi skala kadar zat. Jadi hidrometer tersebut
adalah hidrometer yang khususdigunakan untuk zat tertentu. Misalnya hidrometer sakarimeter,
jika suatu larutangula dengan kadar gula 5% didapat berat jenis 1 dan larutan gula dengan
kadar 70% didapat berat jenisnya 1,5 maka setelah dibuat grafiknya kita dapatmengetahui
perbandingan skala derat jenis dengan skala kadar gula. Jadi dari haltersebut, suatu pabrikan
langsung dapat mencetak skala kadar gula yangmerupakan konversi perhitungan grafik terhadap
berat jenis. Nilai massa jenis suatu zat cair dapat diketahui dengan membaca skala
padahidrometer yang ditempatkan mengapung pada zat cair. Hidrometer terbuat daritabung kaca.
Agar tabung kaca terapung tegak di dalam zat cair, bagian bawahtabung dibebani dengan butiran
timbale. Diameter bagian bawah tabung kacadibuat lebih besar supaya volume zat cair yang
dipindahkan hydrometer lebih besar. Dengan demikian, dihasilkan gaya ke atas yang lebih besar
dan hidrometer dapat mengapung di dalam zat cair. Tangkai tabung kaca didesain
supaya perubahan kecil dalam berat benda yang dipindahkan (sama artinya dengan perubahan
kecil dalam massa jenis zat cair) menghasilkan perubahan besar padakedalaman tangkai yang
tercelup di dalam zat cair. Ini berarti perbedaan bacaan pada skala untuk berbagai jenis zat air
menjadi lebih jelas.Pada elemen ini bekerja gaya-gaya:Gayaberat : W
Gaya-gaya oleh bagian fluida yang bersifat menekan permukaan s, yaitu gaya Fa. Kedua gaya
tersebut saling meniadakan, karena elemen berada dalam keadaansetimbang, maka gaya ke atas
= gaya ke bawah. Artinya resultan seluruh gaya pada permukaan s berarah ke atas dan besarnya
sama dengan berat elemen fluidadan titik tangkapnya adalah pada titik berat elemen. Dalam
prinsip Archimedesdinyaatakan bahwa suatu benda yang seluruhnya atau sebagian tercelup
dalamsatu fluida maka benda tersebut akan mendapat gaya apung ke atas sebesar beratfluida
yang dipindahkan oleh benda tersebut.Secara matematis hukum Archimedes diformulasikan:Fa =
Ρf. g. Vbf denganVbf: volume benda yang tercelup dalam fluida, m3.ρ f : massa jenis fluida,
kg/m3g: percepatan gravitasi, m/s2Hukum Archimedes berlaku untuk semua fluida termasuk gas
dan zat cair.Jika benda tercelup semua maka Vbf = volume benda.Pada benda yang dimasukkan
ke dalam zat cair, akan terjadi tiga kemungkinankeadaan, yaitu terapung, melayang dan
tenggelam. Ketiga kemungkinan keadaantersebut terjadi ditentukan oleh perbandingan massa
jenis benda dengan massa jenis fluida.
a. Apabila massa jenis benda lebih kecil dari massa jenis fluida ( ρb< ρ f )maka benda terapung.
b. Benda berada dalam keadaan melayang apabila massa jenis benda samadengan massa jenis
fluida (ρ f = ρb ).
c. Benda dalam keadaan tenggelam apabila massa jenis benda lebih besar dari massa jenis fluida
ρ b rata rata> ρ f.
1. Kalibrasi
Kalibrasi Hidrometer dapat dilakukan dengan menggunakan aquadesyangtelah diketahui bahwa
massa jenisnya adalah 1,000 g/cm3, denagn caramemasukkan Hidrometer ke dalam wadah yang
berisi aquades dan melihat berapa skala massa jenis yang ditunjukkan pada batang Hidrometer.
Apakahmenunjukkan 1,000 g/cm3 atau tidak.
2. Cara Pengukuran
a. Menyiapkan hidrometer dan zat cair yang akan di ukur massa jenisnyadalam suatu tabung
b. Pastikan hidrometer bersih dan telah terkalibrasi
c. Memasukkan hidrometer ke dalam tabung yang berisi zat cair yang akandiukur massa jenisnya
dengan hati-hati untuk menghindari pembentukangelembung udara dan usahakan hidrometer
dalam keadaan tegak lurus agar mempermudah dalam pembacaan
d. Kemudian membaca hasil pengukuran yang tertera pada skala.
3.Cara membaca Hasil Pengukuran
Cara membaca hasil pengukuran pada hidrometer adalah dengan membacaskala yang ditunjuk
oleh zat cair yang naik dalam hidrometer. Satuan yangdigunakan dalam pengukuran ini adalah g
cm-3. Skala yang terbaca inimerupakan massa jenis relatif.
Gambar 1.3 Pembacaan skala Hidrometer
KESIMPULAN
Hidrometer adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur massa jenis suatu zat cair dan
prinsip kerjanya menggunakan HukumArchimedes, yang menyatakan bahwa benda yang
tercelup ke dalamfluida mengalami gaya ke atas seberat fluida yang dipindahkan.Di dalam
Hidrometer terdapat zat cair yang masa jenisnya lebih besar daripada massa jenis air, dan di
bagian bawah Hidrometer terdapattimbal yang berfungsi untuk membuat tabung kaca terapung
tegak didalam fluida yang akan diukur massa jenisnya.Proses pengukuran massa jenis zat cair
menggunakan Hidrometer dilakukan dengan cara menentukan Hidrometer ke dalam zat
cair tersebut. Angka yang ditunjukkan oleh Hidrometer telah dikalibrasisehingga akan
menunjukkan nilai massa jenis zat cair yang diukur.
3. Mohr-Westphal Balane.
Alat ini hampir sama dengan neraca lengan kiri berisi tabung kaca dengan pemnberatnya
(sehingga bila dicelupkan dalam cairan yang akan diperiksa akan tenggelam). Selanjutnya lengan
sebelah kanan berisi pemberat yang dapat ditambahkan dan dapat dikurangi. Jumlah pemberat
yang berada dalam keadaan kesetimbangan dengan gaya tolak cairan menunjukkan bobot cairan
yang dipindahkan sejumlah volume tabung tersebut. Prinsip penentuan ini sebenarnya berdasar
prinsip hukum Archimedes. Bila benda dicelupkaqn dalam air maka benda tersebut akan
mendapat perlawanan (gaya ke atas) sebesar jumlah air yang dipindahkan. (Penuntun praktikum
farmasi fisika;3)
Syarat-syarat Mohr :
a. Jika benda celup bergantung diudara pada ujung lengan (titik bagi no. 10) neraca harus
setimbang.
b. Jika benda celup digantungkan pada ujung lengan dan dicelupkan dalam air yang massa
jenisnya = 1g / cm3.
c. Perbandingan anting dari nomor yang berurutan harus 0 : 1.
d. Jarak antara dua titik bagi = 0,1 panjang lengan.
(http://sjraharjo.wordpress.com/?s=bobot+jenis)
4. Densimeter
Densimeter merupakan alat untuk mengukur massa jenis (densitas) zat cair secara langsung.
Angka-angka yang tertera pada tangkai berskala secara langsung menyatakan massa jenis zat cair
yang permukaannya tepat pada angka yang tertera.
(http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/04/25/bobot-jenis-dan-rapat-jenis/
Penentuan bobot jenis dengan densimeter didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung
gelas tercelup dan skala dibaca tepat pada miniskus cairan.
Panjang tabung yang tercelup dalam cairan menunjukkan
bobot jenis cairan. Semakin rendah bobot jenisnya, semakin
rendah pula bagian densimeter yang tercelup ke dalam cairan.
(http://deviedeph.wordpress.com /2010/07/09/taf-penetapan-
bobot-jenis-dengan-densimeter/)
Densitas dipengaruhi oleh suhu, dimana semakin naik suhu maka molekul-molekul zat akan
bergerak, mengembang dan akan menguap, sehingga densiti akan berkurang. Namun apabila
suhu turun, jarak antar molekulnya semakin rapat, sehingga zat akan mengkerut yang
menyebabkan densitas akan bertambah atau semakin kental.
(http://deviedeph.wordpress.com/2010/07/09/taf-penetapan-bobot-jenis-dengan-densimeter/).
Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis yaitu : (Ditjen POM,
1979 ;77)
1. Bobot jenis sejati
Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang terbuka dan tertutup.
Bobot jenis sejati adalah perbandingan antara bobot jenis piknometer kosong dikurangi dengan
bobot jenis pikometer yang berisi air dan dikali dengan bobot jenis sampel, dan dibagi dengan
piknometer yang berisi sampel ditambah piknometer yang berisi aquadest dikurangi dengan
bobot jenis piknometer kosong ditambah dengan bobot jenis piknometer yang berisi sampel dan
aquadest. Bobot jenis ini dapat dirumuskan :
Bobot sejati = (c-a) x bobot jenis
(c+b)-(a+d)
Dimana
a = piknometer kosong
b = piknometer yang berisi aquadest
c = piknometer yang berisi sampel
d = pikonometer yang berisi aquadest dan sampel
2. Bobot jenis nyata
Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk
pori yang tertutup. Bobot jenis nyata merupakan perbandingan antara bobot jenis sampel dengan
volume awal. Bobot jenis nyata dapat dirumuskan sebagai berikut.
Bobot jenis nyata = bobot jenis sampel
Volume awal
3. Bobot jenis efektif
Berbeda dengan kerapatan bobot jenis adalah bilangan murni atau tanpa dimensi, yang dapat
diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis untuk
penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat
terhadap jumlah volume air pada suhu 4oC atau temperatur lain yang telah ditentukan (Roth,
1988 ; 90). Bobot jenis mampat merupakan perbandingan antara bobot jenis sampel dengan
volume mampat. Bobot jenis mampat dapat dirumuskan sebagai berikut.
Bobot jenis mampat = bobot jenis sampel
Volume mampat
Bobot jenis yang juga dikenal dengan istilah Specific Gravity atau gravitasi khusus.
Gravitasi khusus suatu zat dapat diperoleh dengan membagi kerapatannya dengan 103 kg/m3
(kerapatan air pada suhu 4o C). Gravitasi khusus tidak memiliki satuan dan dimensi.
(http://www.gurumuda.com/massa-jenis-dan-berat-jenis).
Apabila kerapatan suatu benda lebih kecil dari kerapatan air, maka benda akan terapung.
Gravitasi khusus benda yang terapung lebih kecil dari 1. Sebaliknya jika kerapatan suatu benda
lebih besar dari kerapatan air, maka gravitasi khususnya lebih besar dari 1. Jadi benda tersebut
akan tenggelam.(http://www.gurumuda.com/massa-jenis-dan-berat-jenis).
S = mx / ma
Biasanya dilambangkan dengan huruf S dan memiliki persamaan rumus sebagai berikut :
dimana mx = massa suatu zat
mair = massa zat cair
pada keadaan volume (V) dan suhu (T) yang sama.
(http://deviedeph.wordpress.com/2010/07/09/taf-penetapan-bobot-jenis-dengan-densimeter/).
http://technologyofpharmacheutical.blogspot.com/p/bab-i-pendahuluan-i.html?
zx=16b29888db6c9a70
Diketahui bahwa berbagai zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu
dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Seperti contonya, iod jauh lebih dapat larut
dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu
seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan
campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-
cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-
campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau
setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian
didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi
antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel. 1986 : 145).
Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka
I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan
konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga tetap. Kenyataan ini merupakan
akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan. Jika potensial kimia dari solute
dalam larutan encer dalam larutan adalah :
U1 = U10 + kT In C1
Dan pada larutan air adalah :
U2 = U20 + kT In C2
(Tim Dosen Kimia Fisik. 2012 : 17).
Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan
yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti
harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan
perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut :
D = (Vw/Vo E)/(100-E) ,
Dimana:
Vw = volume fase air,
Vo = volume fase organik
(Khopkar. 2008 : 91)
Contoh dalam penggunaan koefisien distribusi dalam teknik kimia yaitu pada aplikasi sel
elektrik (sel daniel). Dimana dapat dilihat pada gambar berikut:
Gb.V.2.1. sel elektrik (sel Daniel)
Pada sel elektrik seperti gambar diatas elektron akan mengalir dari anoda tembaga ke
katoda seng. Hal ini akan menimbulkan perbedaan potensialantara kedua elektroda. Perbedaan
potensial akan mencapai maksimum ini dinamakan GGL sel atau EseL. Nilai Esel bergantung
pada berbagai faktor. Bila konsentrasi larutan seng dan tembaga adalah 1.0 M dan suhu system
298oK (25oC), Esel berada dalam keadaan standart dan diberi simbol Eosel.
Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan yang
menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan nernst.
Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
Esel = Eosel - RTnF
ln aC
c aDd …
a Aa aB
b …
a Aa , aB
b , aCc , aD
d , … adalah aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi
F= konsentrasi faraday
n= jumlah elektron yang dipertukarkan dalam reaksi redoks.
(Bird Tony,1987, Penuntun Praktikum Kimia Fisik untuk Universitas, Hal: 67-68)
Jembatan garam
V
Cu2+(aq)1.0 MZn2+(aq)1.0 M
Katoda sengAnoda tembaga
pH meter
PENERAPAN
Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama harus
menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan
obat-obat dan mengizinkan absorbsi zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi pasif
sedangkan zat-zat yang tidak larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan
hanya dengan kesulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi,
kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai
obat merupakan dasar dari teori pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat
obat merupakan suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-
efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian (Ansel,2005).
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari
molekul obat. Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada
reseptor kadang-kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin,
1999 ; 637).
Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah
kepada tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat
diatur artinya konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain
pada organisme, walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam
bentuk hal kecil, pada kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus
sitostatika ke dalam arteri memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).
Begitu pula kelarutan asam organic lain dapat mempunyai keadaan demikian, yaitu dapat
larut dalam air ataupun dapat larut dalam lemak. Aplikasi di bidang Farmasi adalah apabila ada
zat pengawet untuk senyawa organic berada dalam emulsi, maka pengawet ini sebagian larut
dalam minyak. Ini berarti kadar pengawet akan meninggikan air menuju ke minyak. Padahal zat
pengawet bekerja dalam media air. Perlu diketahui bahwa perbandingan kelarutan ini dipegaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yang berpengaruh pada pH larutan (Effendi, 2003 ;275).
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang
akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat
dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air
dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh
mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan
absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja
pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan
kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air
dengan menggunakan pelarut- pelarut organik yang tidak bercampur seperti eter, CHCl3, CCl4,
dan benzene.
Dalam industri ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam
hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng dansebagainya.
(Sukardjo ,”Kimia Fisika ”,hal : 242-245)