kliping garam provinsi jawa barat

31
http://www.sinarpaginews.com/fullpost/ekonomi/1352444520/kadisperindag-jabar-jabar- tidak-butuh-garam.html Kadisperindag Jabar: Jabar Tidak Butuh Garam Impor Dirilis oleh Edy, Jumat, 9 November 2012 | 14:02 WIB JABAR, --Pada saat ini kebutuhan garam untuk Jawa Barat tidak butuh garam impor, hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Ferry Sofwan. Menurut Ferry, kebutuhan garam untuk masyarakat masih bisa dipenuhi oleh para petani garam yang berada di wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. “Produksi petai garam di Indramayu dan Cirebon masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Jabar,” ucapnya Dari kedua daerah tersebut menurutnya, masing-masing mampu memproduksi 150 ribu ton dan 30 ribu ton garam setiap tahun, sementara konsumsi garam di Jabar setiap tahunnya berkisar antara 150 ribu sampai 180 ribu ton. Ferry menyatakan, meski Jabar tidak membutuhkan garam impor, namun saat ini pihaknya masih melihat pasar di Jabar dibanjiri oleh banyaknya garam impor. “Daerah tidak pernah tahu berapa banyak garam impor yang masuk, biasanya impor garam langsung dilakukan oleh pusat dan langsung masuk ke ritel-ritel, jadi kita tidak tahu berapa banyak garam impor yang didatangkan ke Jabar,” ujarnya. http://www.bisnis.com/articles/jabar-butuh-706-dot-000-ton-garam Jabar butuh 706.000 ton garam Minggu, 21 Agustus 2011 | 17:05 WIB BANDUNG: Jawa Barat membutuhkan 706.000 ton garam untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk dan industri pada tahun ini yang mayoritas dipenuhi dengan cara mengimpor dari India dan Australia. Produksi garam lokal di Jabar diperkirakan hanya sekitar 50.000 ton per tahun yang membuat tingkat ketergantungan terhadap garam impor menjadi tinggi. Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jabar Cucu Sutara mengatakan meski panen garam di sejumlah entra garam di Jawa Barat tengah berlangsung diperkirakan kapasitas produksinya belum mencukupi kebutuhan tersebut. “Oleh karena itu mau tidak mau Jabar harus impor dari Australia dan India,” katanya kepada Bisnis, pekan lalu. Cucu menjelaskan setiap konsumsi garam untuk penduduk Jabar dalam setahun mencapai 106.000 ton sementara untuk keperluan industri, seperti industri tekstil dan kimia, totalnya mencapai 600.000 ton. Data APGI Jabar menunjukkan produksi garam di Kabupaten Indramayu dan Cirebon per 10 Agustus 2011 hanya sebesar 2.100 ton. Dia memprediksi produksi hingga berakhirnya masa panen tahun ini mencapai 50.000 ton garam lokal. “Data nasional menunjukkan produksi per 10 Agustus sebanyak 59.100 ton dan sudah terserap sebanyak 22.000 ton, Jabar [Indramayu dan Cirebon] memberikan kontribusi nasional hanya 2.100 ton,” katanya. Dia mengemukakan lahan garam yang existing di Jabar seluas 3.860 hektare yang tersebar a.l di Indramayu seluas 533 ha, Cirebon seluas 1.129 ha, dan Karawang seluas 200 ha.Sementara lahan yang produktif tak kurang dari 2.000 ha. Dia mengatakan seharusnya pemerintah membantu para petani dalam hal pemanfaatan lahan 1

Upload: wawan-suwarman

Post on 07-Aug-2015

349 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

http://www.sinarpaginews.com/fullpost/ekonomi/1352444520/kadisperindag-jabar-jabar-tidak-butuh-garam.html

Kadisperindag Jabar: Jabar Tidak Butuh Garam Impor

Dirilis oleh Edy, Jumat, 9 November 2012 | 14:02 WIBJABAR, --Pada saat ini kebutuhan garam untuk Jawa Barat tidak butuh garam impor, hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Ferry Sofwan.

Menurut Ferry, kebutuhan garam untuk masyarakat masih bisa dipenuhi oleh para petani garam yang berada di wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. “Produksi petai garam di Indramayu dan Cirebon masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Jabar,” ucapnya Dari kedua daerah tersebut menurutnya, masing-masing mampu memproduksi 150 ribu ton dan 30 ribu ton garam setiap tahun, sementara konsumsi garam di Jabar setiap tahunnya berkisar antara 150 ribu sampai 180 ribu ton. Ferry menyatakan, meski Jabar tidak membutuhkan garam impor, namun saat ini pihaknya masih melihat pasar di Jabar dibanjiri oleh banyaknya garam impor. “Daerah tidak pernah tahu berapa banyak garam impor yang masuk, biasanya impor garam langsung dilakukan oleh pusat dan langsung masuk ke ritel-ritel, jadi kita tidak tahu berapa banyak garam impor yang didatangkan ke Jabar,” ujarnya. http://www.bisnis.com/articles/jabar-butuh-706-dot-000-ton-garam

Jabar butuh 706.000 ton garam

Minggu, 21 Agustus 2011 | 17:05 WIB

BANDUNG: Jawa Barat membutuhkan 706.000 ton garam untuk mencukupi kebutuhan konsumsi penduduk dan industri pada tahun ini yang mayoritas dipenuhi dengan cara mengimpor dari India dan Australia.

Produksi garam lokal di Jabar diperkirakan hanya sekitar 50.000 ton per tahun yang membuat tingkat ketergantungan terhadap garam impor menjadi tinggi.

Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jabar Cucu Sutara mengatakan meski panen garam di sejumlah entra garam di Jawa Barat tengah berlangsung diperkirakan kapasitas produksinya belum mencukupi kebutuhan tersebut. “Oleh karena itu mau tidak mau Jabar harus impor dari Australia dan India,” katanya kepada Bisnis, pekan lalu.

Cucu menjelaskan setiap konsumsi garam untuk penduduk Jabar dalam setahun mencapai 106.000 ton sementara untuk keperluan industri, seperti industri tekstil dan kimia, totalnya mencapai 600.000 ton.

Data APGI Jabar menunjukkan produksi garam di Kabupaten Indramayu dan Cirebon per 10 Agustus 2011 hanya sebesar 2.100 ton. Dia memprediksi produksi hingga berakhirnya masa panen tahun ini mencapai 50.000 ton garam lokal. “Data nasional menunjukkan produksi per 10 Agustus sebanyak 59.100 ton dan sudah terserap sebanyak 22.000 ton, Jabar [Indramayu dan Cirebon] memberikan kontribusi nasional hanya 2.100 ton,” katanya.

Dia mengemukakan lahan garam yang existing di Jabar seluas 3.860 hektare yang tersebar a.l di Indramayu seluas 533 ha, Cirebon seluas 1.129 ha, dan Karawang seluas 200 ha.Sementara lahan yang produktif tak kurang dari 2.000 ha.

Dia mengatakan seharusnya pemerintah membantu para petani dalam hal pemanfaatan lahan yang telah tersedia. “Meskipun itu tidak bisa menutup kekurangan akan kebutuhan konsumsi lokal Jabar tapi bisa mengurangi jumlah impor,” katanya.

Terkait kualitas garam, menurut Cucu, pengelolaan garam di Jabar masih tradisional sehingga daya saingnya rendah dibanding garam produksi sentra lain, sepetri di Madura dan Jawa Tengah. Dia mencontohkan, petani seringkali memanen garam yang belum matang untuk dipanen. “Misalnya seharusnya dipanen untuk 15 hari kedepan, namun petani malah memanen 5-4 hari sebelum waktu yang ideal. Hal tersebut karena mereka [petani] butuh biaya,” katanya.

Saat ini harga garam kualitas I di tingkat petani berada di ksiaran Rp750 per kilogram, untuk kualitas II sebesar Rp550 per kilogram dan kualitas III berada di kisaran Rp400 per kg. Menurut Cucu, harga tersebut meningkat sekitar 60% dibanding awal tahun lalu. “Harga garam sempat turun drastis di kisaran Rp350 per kg,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jabar, Ahmad Hadadi, mengatakan petani garam tidak punya posisi tawar yang tinggi menyangkut harga garam tersebut. Idealnya, menurut Hadadi, harga garam tersebut berada di atas Rp750 per kg. “Harga garam pernah melonjak tinggi menjadi Rp1.200 per kg di tingkat petani namun seringpula anjlok jadi Rp200 – Rp300 per kg,” katanya.

1

Page 2: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Dia mengharapakan dengan adanya program pemberdayaan garam rakyat (Pugar) yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan, petani garam Jabar dapat memperbaiki kualitas produksi mereka sehingga berpengaruh terhadap kenaikan harga garam. “Alokasi bantuan Pugar untuk Jabar sebesar Rp10 miliar yang dibagi untuk kelompok petani di Cirebon Rp5 miliar dan Indramayu Rp5 miliar,” katanya. (Dinda Wulandari/Bsi)

http://siauwlielie.tripod.com/art_0003.htm

Garam Antara Bahan Konsumsi Dan Bahan Mikro Pakan Ternak

Tidak semua garam produksi lokal bermutu rendah tetapi kenyataan memang menunjukkan adanya kelemahan yang vital bagi mutu suatu garam yang sering didapati pada garam lokal antara lain rendahnya kandungan iodine yang tidak memenuhi standar seperti ditetapkan oleh Lembaga Standar Nasional Indonesia. Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam kelas satu, dan tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 - 80 ppm.

Jika dibandingkan dengan kualitas garam lokal produksi petani garam di Cirebon, Jawa Barat, yang memiliki kandungan NaCl rendah di bawah 90 %, maka akan sulit bersaing dengan garam impor dari Australia dan India yang note bene bermutu lebih baik. Belum lagi dari sudut pertimbangan harga. Kualitas garam rakyat harus ditingkatkan menyongsong era pasar bebas di tahun 2003.

Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai utara (Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan 109.900 ton per tahun atau baru 66,9 %dari tingkat kebutuhan propinsi . Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang sebesar 530.000 ton per tahun belum mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun. Daerah potensial penghasil garam di luar Jawa antara lain terdapat di Nusa Tenggara Barat dan Bali. Total luas daerah produsen garam meliputi 25.000 hektar (Jawa Timur 9.000 ha, Jawa Tengah 3.500 ha, Jawa Barat 3.500 ha, daerah lain 3.500 ha). PN Garam yaitu perusahaan pemerintah yang memproduksi garam sekaligus sebagai badan penyanggah, menguasai lahan garam seluas 5.500 ha.

Pemerintah melalui Kepmen No 77/1995 tentang Pengolahan, Pelabelan dan Pengemasan Garam Beryodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat sehingga memenuhi syarat SNI. Proses produksi garam rakyat kebanyakan hanya bergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan sedikit muatan teknologinya. Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi dalam jangka panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat kekurangan yodium. Untuk keperluan itu, Bank Dunia telah menyediakan dana sebesar Rp 140 juta untuk standarisasi perusahaan garam. Di samping UNICEF yang berencana mengalokasikan dana untuk membantu penarikan garam non iodium yang terlanjur beredar di pasaran.

Proses Produksi Garam

Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya sejumlah 7 mineral (CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan berat total 1.025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75 - 28,5 derajat Be setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh 40,97 % dari jumlah semula.

Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam (dengan atau tanpa bantuan alat), konsentrai air baku minimum 2,5 derajat Be. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.

Desain Lahan Garam (Sesuai Peraturan Iodiumisasi)

Basis Perhitungan

* Luas lahan 1 hektar* Satu musim garam enam bulan kerja* Satu ton garam (NaCl) 97,78 % db, dihasilkan oleh 50 m3 air laut 2,5 derajat Be* Safety factor 20 %, sehingga 60 m3 air laut untuk satu ton produksi garam.

2

Page 3: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Penyiapan Air Laut

* Target produksi 80 ton / musim garam* Kebutuhan air laut = 80 x 60 m3 = 4.800 m3* Kebutuhan air laut = 4.800 m3 : 6 = 800 m3 / bulan* Pasang naik 2 kali / bulan (tanggal muda dan pertengahan)* Persiapan air laut 800 m3 : 2 = 400 m3 setiap kali pasang naik

Waduk

* Ukuran panjang 40 m, lebar 30 m, luas 15 % dari luas lahan * Kapasitas 400 m3 diolah 15 hari* Kedalaman air waduk 0,4 m* Luas lahan 400 m3 : 0,4 = 1.000 m3* Total luas lahan 1.500 m3 untuk saluran dan pematang

Tenaga Kerja

* Untuk memindahkan air, kemampuan tenaga manusia 12 l air laut / angkatan* Air laut yang diolah per hari 400 m3 : 15 = 27.000 liter* Jumlah angkatan 27.000 : 12 = 2.250 kali* Satu menit 15 angkatan* Waktu yang dibutuhkan 2.250 : 15 = 2,5 jam, dengan 1 jam istirahat. Total waktu = 3,5 jam

(dalam R.Fitriana)

Suplai Garam

Kebutuhan garam nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri atas garam konsumsi 855.000 ton dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan garam untuk industri soda menempati urutan teratas yaitu 76 %, diikuti untuk kebutuhan industri pengeboran minyak (15 %) dan jenis industri lain seperti kulit, kosmetik, sabun, dan es (9 %). Kebutuhan garam konsumsi untuk makanan merupakan 72 % sedangkan sisanya dibutuhkan untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita adalah 3 kg per tahun per orang.

Dalam formulasi pakan (unggas) biasanya dilakukan penambahan garam sebanyak 0,1 - 0,4 %. Garam merupakan sumber mineral esensial natrium dan khlor. Mineral tersebut tidak disimpan dalam tubuh karena sebagian besar terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak. Untuk mencegah defisiensi, maka diperlukan penambahan mineral secara teratur. Defisiensi garam biasa ditandai oleh bulu-bulu yang terlihat kasar. Gejala lainnya adalah nafsu makan hilang, pertumbuhan terganggu, kemunduran produksi, dan kehilangan berat badan. Garam tidak boleh diberikan terlalu banyak dalam pakan karena akan berpengaruh buruk di antaranya menyebabkan kotoran basah. Kelebihan garam menyebabkan ayam minum berlebihan dalam upayanya untuk membuang kelebihan natrium ke luar tubuh. Untuk fungsi normal, ayam membutuhkan 0,1 - 0,2 % natrium.

http://www.pikiran-rakyat.com/node/178973

Data Produksi Garam Simpang Siur

Kamis, 01/03/2012 - 16:44

BANDUNG, (PRLM).- Walaupun Indonesia negara kepulauan dan memiliki garis pantai terpanjang, namun menurut catatan PT Garam Pusat pembuatan garam hanya terkonsentrasi di Jawa dan Madura. Akibatnya Indonesia masih mengimpor garam dari negara-negara lain. "Luas areal tambak garam di Jawa mencapai 10.231 ha, dengan sebarannya di Jawa Barat 1.159 ha, Jawa Tengah 2.168 ha, dan Jawa Timur 6.904 ha. Sedangkan di Madura sebesar 15.347 ha (Sumenep 10.067 ha, Pemekasan 3.075 ha, Sampang 2.205 ha)," kata anggota Komisi IV DPR Rofi Munawar, dalam rilisnya, Kamis (1/3/12).

Lokasi lain tambak garam yaitu di NTB seluas 1.155 ha, Sulawesi Selatan 2.040 ha, Sumatera dan lain-lain 1.885 ha, sehingga luas areal penggaraman seluruhnya sebesar 30.658 ha dimana 25.542 ha dikelola secara tradisional oleh rakyat. "Pemerintah harus menyamakan persepsi terkait pendataan garam sebelum melakukan kebijakan impor, agar produksi garam lokal yang beredar dapat maksimal terserap dimasyarakat. Impor garam tahun 2012 akan dilakukan dalam dua tahap dengan volume total 500 ribu ton," katanya.

Padahal per 1 hingga 15 maret Badan Pusat Statistik bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan akan melakukan sensus persedian garam di masyarakat. "Kemendag jangan tergesa-gesa mengumumkan kebutuhan impor yang akan dilakukan, padahal pendataan yang dilakukan belum tuntas

3

Page 4: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

dan disepakati bersama. Seluruh Kementerian harus duduk bersama mensinkronkan angka produksi garam nasional, mengingat kebijakan impor akan sangat berpengaruh kepada produksi dan serapan garam lokal,” katanya.

Rofi menambahkan perbedaan data membuat dua Kementerian berkeras dengan argumentasi masing-masing. Kemendag mengatakan produksi garam tidak cukup sehingga harus impor, sedangkan KKP menilai cukup dan tidak perlu impor. "Menurut catatan KKP 2010 impor garam mencapai 957 ribu, sedangkan 2011 mencapai 923 ribu ton. Kebutuhan garam konsumsi rata-rata mencapai 120 ribu ton per bulan, persediaan garam nasional per akhir Desember 2011 tersisa 306 ribu ton," katanya.

Sedangkan menurut Kementerian Perdagangan jumlah stok garam yang ada saat ini hanya sebesar 201.000 ton, namun sudah diserap oleh industri sebesar 60.000 ton, sehingga hanya tersisa sekitar 140.000 ton saja. "Sedangkan kebutuhan garam nasional mencapai sekitar 130.000 ton sampai 150.000 ton per bulan sehingga perlu impor. Data Kementerian berbeda satu sama lain saat ini, berbahaya dan dapat menimbulkan keresahan di kalangan petani garam jika dibiarkan terus menerus. Bagaimana mungkin sebuah kebijakan dikeluarkan dengan data yang tidak akurat.” katanya. (A-71/A-88)***

http://www.lodaya.web.id/?p=9233

Petani Luruk Gudang Garam Impor

Jul 12 03

SUMBER – Para petani garam di Desa Astanamukti, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon meluruk gudang garam yang diduga berisi garam impor dari Australia milik PT. NGC di desa tersebut, Senin (2/7). Mereka menolak kehadiran garam impor dari negeri kanguru tersebut.

Dalam aksi yang dijaga ketat aparat Polri dan TNI itu mereka membawa poster bertuliskan menolak keberadaan garam impor yang disimpan di gudang garam di Desa Astanamukti. “Demi kedaulatan pangan, garam impor tidak seharusnya masuk di Astanamukti yang dikenal sebagai sentra garam terbesar di Jawa Barat,” Kata salah seorang pengunjukrasa, Mae Azhar.

Menurut Mae, secara ekonomi masih dijajah oleh bangsa lain. Khususnya, garam sebenarnya tidak kekurangan. Pemerintah seharusnya memberi perhatian dan jalan keluar atas masalah yang dihadapi petani garam. Di antaranya, transfer tekonologi pengolahan garam merupakan solusi, sedangkan impor garam merupakan mala petaka bagi petani garam.

Mae Azhar menambahkan, petani menolak garam impor, karena dapat mengurangi pendapatan petani garam yang ada di wilayah desa Astanamukti. Dengan difasilitasi aparat keamanan pengunjuk rasa akhirnya berhasil melakukan dialog bersama pimpinan perusahaan.

Mereka diterima pimpinan perusahaan, Sugiarto Wijaya, Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Jawa Barat, Cucu Sutara, perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta pihak keamanan.

Pada kesempatan itu, Cucu menyatakan, kebutuhan garam di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, akan tetapi para produsen garam di daerah kurang mencukupi sehingga memilih mengimpor.“Meskipun demikian, kami juga lebih mengutamakan garam dari para petani setempat,” kata Cucu.

Diakuinya, garam impor yang masuk ke wilayah Kabupaten Cirebon sekitar 23.920 ton yang untuk konsumsi sendiri bukan untuk dijual ke masyarakat.

Puluhan petani garam usai berdialog meminta pimpinan perusahaan untuk menandatangani kesepakatan bersama, salah satu di antaranya terkait lebih mengutamakan garam petani daerah setempat yang harus dibeli oleh perusahaan. (A-146/C-23/A-89).***(pikiranrakyat)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/produksi-garam-petambak-garam-cirebon-gunakan-teknologi-bunker

Oleh: Maman Abdurahman 15 November 2012 | 13:40 WIB

PRODUKSI GARAM: Petambak Garam Cirebon Gunakan Teknologi Bunker

CIREBON (bisnis-jabar.com)— Petambak garam di daerah Kapetakan dan Suranenggala Kabuapten Cirebon Jawa Barat mulai menerapkan teknologi Bunker untuk meningkatkan kualitas garam dan mempercepat penguapan pada saat budidaya.

Petambak garam di Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon, M. Taufik mengatakan penerapan teknologi Bunker bermanfaat untuk menyeleksi kualitas air yang diguanakn untuk bahan baku gara.

Dia menuturkan air bahan baku yang dimasukan pada Bunker akan lebih cepat menguap sehingga selain kualitas dan kuantitas garam meningkat, masa produksinya pun lebih cepat. “Teknologi ini merupakan uji coba petambak garam di Cirebon untuk menyempurnakan penerapan teknologi geomembran yang memiliki kelemahan pada saat produksi yaitu waktu penguapannya masih terlalu lama,” katanya ketika dihubungi bisnis-jabar.com, Kamis (15/11).

Taufik yang juga sebagai ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgesi) Jabar ini menuturkan penerapan teknologi pada buidaya garam belum merata di terapkan di seluruh wilayah di Jawa Barat. “Khusus di Kabupaten Cirebon pun penerapan teknologi budidaya garam baru diterapkan di Kecamatan Kapetakan dan Suranenggala,” tuturnya.

4

Page 5: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Dengan menerapkan teknologi budidaya seperti teknologi ramsol, ulir, geomembran dan bunker, produksi garam di 2 kecamatan tersebut meningkat lebih dari 50%, yang mencapai 150-200 ton per hektare. “Padahal saat melakukan budidaya dengan cara tradisional hasil produksi garam rata-rata 70-90 ton per hektare,” ujarnya. (k3/ajz)

http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/5417

Petani Garam Sulit Tentukan Harga

09 November 2012 13:53:44 0Penulis : Rep-no

BANDUNG- Para petani garam di Jawa Barat saat ini masih mendapat kesulitan untuk menentukan harga produksinya ke pasaran. Demikia dikemukakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Ferry Sofwan. Menurut Ferry, di saat para petani menghadapi panen garam, harga jual garam di pasaran justru merosot jauh dari harga seharusnya. “Jika produksi sedang tinggi, petani garam di Jabar masih mengalami kesulitan dalam hal harga, harga garam justru merosot saat panen garam,” ujarnya. Ferry menyatakan, kondisi ini tidak bisa dihadapi oleh para petani garam, karena mereka terpaksa harus menjual hasil panennya akibat tidak adanya gudang yang untuk menyimpannya. “Tidak adanya gudang menjadikan penyebab petani garam menjual garamnya di saat panen,” ucapnya. Padahal menurut Ferry, jika ada gudang yang layak maka petani tidak akan tergesa-gesa untuk menjual garamnya ke pasaran disaat panen. “Masalah gudang penyimpan garam ini masih dicarikan solusinya, kita tidak mudah membangun gudang yang dapat dimanfaatkan oleh petani garam untuk menyimpan garam ketika harga sedang tidak bagus,” tuturnya. (Parno)

http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/40705/lihat/kategori/96/Hukum

PETANI GARAM BUTUH PERLINDUNGAN KPPI

Selasa, 20 Nov 2012 07:07:55| ekonomi | Dibaca 72 kali

ANTARAJAWABARAT.com,20/11 - Petani garam di daerah Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat mengaku butuh perlindungan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) karena mereka sering dirugikan akibat lonjakan impor.

Harga garam hasil panen petani Pantura hanya dijual Rp300 hingga Rp 400 per kilogram, bahkan kalau persediaan melimpah dan harga bisa anjlok hanya Rp250 per kilogram atau di bawah modal produksi, kata Sekertaris Eksekutif Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Cirebon, Kasandi, di Cirebon, Selasa.

Pihak KPPI siap memberikan perlindungan kepada petani semua petani garam akibat lonjakan impor harga menjai tidak stabil.

Batasan impor akan membantu meningkatkan harga jual garam lokal, kata dia, Indonesia bekerjasama dengan WTO terkait larangan impor tersebut.Setiap negara berhak menekan kiriman barang jika merugikan produk lokal.

Yunarso petani garam di Indramayu mengeluhkan, panen raya harga garam anjlok hingga dibawah modal produksi mereka, karena diduga melimpahnya impor garam tersebut.

Minat mengelola tambak garam akan semakin menurun jika setiap panen raya harga merugikan petani, kata dia, butuh ketegasan pihak terkait supaya impor dibatasi karena persediaan melebihi kebutuhan pasar harga tidak stabil.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu H. Warjo, SH MM menuturkan, butuh penataan impor garam untuk melindung petani garam lokal, karena akibat lonjakan impor harga garam tidak stabil dan merugikan petani Pantura.***2*** Enjang S

5

Page 6: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/40658/petani-garam-di-indramayu-merugi

PETANI GARAM DI INDRAMAYU MERUGI

Sabtu, 17 Nov 2012 12:58:02| ekonomi | Dibaca 95 kali

ANTARAJAWABARAT.com,17/11 - Sejumlah petani di daerah Pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengaku merugi karena harga jual garam di bawah modal produksi.

Harga jual garam produksi petani lokal, paling tinggi sekitar Rp400 per kilogram, saat panen raya yakni musim kemarau dan pada musim hujan mereka berhenti mengolah tambak.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu H Warjo di Cirebon, Sabtu menuturkan, petani di daerah Pantura Kabupaten Indramayu hanya bisa produksi garam saat kemarau.

Tapi, kata dia, harga garam tidak stabil akibat lonjakan impor sehingga mereka merugi. Selain itu minat usaha produksi garam semakin berkurang, harapannya perlindungan usaha bagi mereka, supaya impor dibatasi.

Kurnianto, petani garam di Kabupaten Indramayu mengaku, harga garam sulit diprediksi dan saat panen raya anjlok, sehingga petani merugi karena melimpahnya garam impor. Paling laku dijual Rp300 hingga Rp400 per kilogram. "Butuh kebijakan pemerintah supaya usaha garam di daerah Pantura Kabupaten Indramayu dan Cirebon bisa bertahan, selama ini mereka harus bersaing harga dengan garam impor," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kasan di Cirebon menuturkan, pihaknya siap memberikan perlindungan kepada petani yang merasa dirugikan akibat melimpahnya barang impor.

Petani harus bisa bertahan, kata dia, jika lonjakan impor menyebabkan kerugian bagi mereka maka pemerintah harus memperhatikan kebutuhan impor tersebut, untuk menjaga dan mempertahankan pelaku usaha lokal. ***2***

Enjang S

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/12/11/06/md2kmd-puluhan-ribu-petani-garam-menganggur

Puluhan Ribu Petani Garam Menganggur

Selasa, 06 November 2012, 21:08 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Memasuki musim penghujan, produksi garam petani berhenti. Akibatnya, puluhan ribu petani garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, menganggur. “(Karena musim hujan sudah datang), otomatis produksi garam berhenti,” ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Kabupaten Cirebon, M Insyaf, kepada ROL, Selasa (6/11). Insyaf menyebutkan, jumlah petani garam di Kabupaten Cirebon mencapai sekitar 52.000 orang. Mereka merupakan petani penggarap, yang tidak memiliki lahan sendiri. Akibat tidak adanya pengolahan lahan, maka para petani tersebut terpaksa menganggur. Untuk menyambung hidup, lanjut Insyaf, para petani garam itu beralih profesi mencari pekerjaan lain. Selain menjadi buruh tani, ada pula yang menjadi kuli bangunan ataupun buruh serabutan.

Selain itu, tambah Insyaf, para petani garam pun memenuhi kebutuhan hidupnya dari simpanan hasil produksi musim tanam sebelumnya. Apalagi, kuantitas garam dari hasil produksi musim tanam lalu sangat tinggi.

Insyaf menyebutkan, garam hasil produksi yang ada di tangan petani saat ini masih mencapai sekitar 60.000 ribu ton. Jumlah tersebut, merupakan separuh dari total hasil produksi yang diperoleh petani selama musim tanam 2012.

Sedangkan sisanya, sudah dijual langsung oleh petani untuk memenuhi kebutuhan mereka. ''Jumlah garam yang saat ini masih ada di tangan petani bisa memenuhi 80 persen stok garam Jawa Barat,'' tegas Insyaf.

Namun, Insyaf mengaku, dari segi kualitas, garam petani memiliki kualitas yang kurang bagus. Akibatnya, harga garam petani berada dibawah harga ketentuan pemerintah.

6

Page 7: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

http://wartapedia.com/bisnis/potensi/1980-impor-garam-jawa-barat-harus-beli-dari-australia.html

Impor Garam: Jawa Barat Harus Beli Dari Australia

Wednesday, 02 March 2011 15:45

Jumlah petani garam di Jabar mencapai 17.000 orang, dengan produksi 2500 ton/tahun. Potensi tersebar di Cirebon, Indramayu dan Karawang. Namun, kebutuhan garam di Jabar mencapai 600.000 ton/pertahun

Bandung – Terganggunya produksi garam lokal, maka impor garam untuk wilayah Jabar harus secepatnya dilakukan. Jika tidak, maka industri yang menggunakan garam sebagai bahan bakunya akan terganggu. Seperti industri pencelupan tekstil, produksi es, nelayan, dll.

Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Jabar Cucu Sutara mengatakan cuaca yang tidak menentu menjadi faktor utama karena selama ini petani garam menggunakan cara-cara tradisional dalam berproduksi. “Sepanjang tahun 2010 praktis tidak ada produksi garam lokal. Kondisi yang terjadi saat ini merupakan kondisi yang sangat rawan bagi ketersediaan garam, khususnya garam beriodium di wilayah Jabar,” tegas Cucu Sutara seperti dilansir laman Provinsi Jawa Barat.

Kekurangan stok garam di Jabar harus dipenuhi dari impor garam Australia atau India. Sebab jika tidak segera dilakukan, dikhawatirkan akan mengganggu industri yang menggunakan garam sebagai salah satu bahan bakunya. Dari 78 perusahaan kecil dan besar di wilayah Cirebon, yang kini masih beroperasi tersisa 52 perusahaan, itu pun yang memiliki stok sendiri.“Kami sendiri sebagai industri pengolah garam beriodium sudah sulit berproduksi.”imbuh Cucu Sutara.

Kebutuhan garam untuk industri pertahunnya mencapai 600.000 ton sementara untuk kebutuhan rumah tangga mencapai 126.000 ton. Produksi garam lokal Jabar sendiri pertahun tidak lebih dari 250.000 ton sisanya harus didatangkan dari Australia dan India.(guh/c7/pr)

http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/5416

Jabar Tak Butuh Garam Impor

09 November 2012 13:51:02 0Penulis : Rep-no

BANDUNG- Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, Ferry Sofwan menyatakan, saat ini Jabar tidak membutuhkan impor garam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jabar. Menurut Ferry, kebutuhan garam untuk masyarakat masih bisa dipenuhi oleh para petani garam yang berada di wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. “Produksi petai garam di Indramayu dan Cirebon masih bisa memenuhi kebutuhan masyarakat Jabar,” ucapnya Dari kedua daerah tersebut menurutnya, masing-masing mampu memproduksi 150 ribu ton dan 30 ribu ton garam setiap tahun, sementara konsumsi garam di Jabar setiap tahunnya berkisar antara 150 ribu sampai 180 ribu ton. Ferry menyatakan, meski Jabar tidak membutuhkan garam impor, namun saat ini pihaknya masih melihat pasar di Jabar dibanjiri oleh banyaknya garam impor. “Daerah tidak pernah tahu berapa banyak garam impor yang masuk, biasanya impor garam langsung dilakukan oleh pusat dan langsung masuk ke ritel-ritel, jadi kita tidak tahu berapa banyak garam impor yang didatangkan ke Jabar,” ujarnya. Melihat kondisi tersebut menurut Ferry, pihaknya kesulitan untuk melakukan kontrol terhadap peredaran garam impor di pasaran Jabar. “Importir biasanya langsung mendistribusikan garam impor itu ke pasaran, keran garam impor itu jelas tidak dapat dicegah, terlebih lagi ada payung hukum yang mengaturnya,” kata Ferry. (Parno)

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/11/06/112735/Petani-Garam-Jabar-Tak-Punya-Gudang/6

Petani Garam Jabar Tak Punya Gudang

Selasa, 6 November 2012 08:10 WIB

Metrotvnews.com, Bandung: Para petani garam di Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, belum memiliki gudang yang memadai untuk menyimpan hasil produksi pada saat panen melimpah. "Penyimpanan garam produksi petani menjadi persoalan di Jabar. Selama ini mereka menjual langsung garamnya di petak, tidak punya gudang untuk menyimpan dalam jumlah besar," kata Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofyan Arief di Bandung, Jabar, Selasa (6/11).

Menurut Ferry, bukan perkara mudah untuk mencari solusi tempat penyimpanan garam produksi petani. Sebab, selain membutuhkan lahan juga teknologinya. Sebab itu lantaran tidak memiliki gudang penyimpanan garam yang memadai, para

7

Page 8: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

petani selalu menjual garamnya agar segera laku. Akibatnya, sedikit yang punya stok untuk musim penghujan atau saat produksi garam merosot. "Karena tergesa-gesa menjual garamnya, maka harga yang terbentuk juga kurang berpihak kepada petani," kata Ferry.

Pada saat panen garam, justru harga merosot sehingga kurang menguntungkan bagi para petani. Selain itu petani tidak bisa menyimpan hasil panen untuk stok musim berikutnya karena tidak ada fasilitasnya. "Secara umum panen garam musim kemarau tahun ini di Indramayu dan Cirebon cukup bagus, namun harga jualnya belum menggairahkan petani garam di sana," kata Ferry.

Ia menyebutkan, produksi garam di Jawa Barat yang dilakukan di Indramayu dan Cirebon mencapai 150 ribu ton, sehingga memenuhi kebutuhan konsumsi garam di provinsi itu.

Namun di sisi lain, harga garam lokal tersaingi oleh beredarnya garam impor yang saat ini membanjiri pasar-pasar di Indonesia. Akibatnya membuat harga jual garam di Jabar tetap tidak beranjak ideal. "Kebijakan impor dan pendistribusiannya wewenang pusat, kenyataanya sekarang memang banyak garam impor di pasaran," ujarnya.(Ant/BEY)

http://www.metrotvnews.com/metronews/news/2012/10/13/109768/Menteri-Kelautan-Garam-Konsumsi-Tak-Lagi-Diimpor/2

Menteri Kelautan: Garam Konsumsi Tak Lagi Diimpor

Sabtu, 13 Oktober 2012 14:31 WIB

Metrotvnews.com, Gianyar: Indonesia tidak akan lagi mengimpor garam untuk konsumsi. Sebab, produksi komoditas itu pada 2012 sudah melebihi kebutuhan. "Produksi garam tahun ini adalah 2,3 juta ton, yang berasal dari hasil tambak kelompok petani binaan, petani garam lainnya dan dari PT Garam (Persero)," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo.

Sharif Cicip mengatakan itu usai panen lele dan penyerahan bantuan di Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu (13/9).

Sejak tahun lalu Kementerian Kelautan dan Perikanan terus membina para petani garam dengan dana dari Pemberdayaan Usaha Mina Pedesaan (PUMP). Setiap kelompok mendapatkan alokasi dana Rp50 juta. Luas lahan tambak garam yang menjadi binaan seluas 10.000 hektare.

Sedangkan pada 2012, jumlah kelompok yang dibina dua kali lipat dari tahun lalu dengan luas lahan 16.000 hektare. Apabila setiap satu hektare lahan rata-rata produksinya 80 ton, maka diperoleh perhitungan hasil garam 1,4 juta ton. "Jika ditambah hasil produksi garam petani yang tidak dibina oleh kami yang luas lahannya sekitar 10.000 hektare, maka menjadi 1,9 juta ton," ujarnya.

Produksi dari petani garam dari petani bukan binaan itu sekitar 500 ribu ton. Perhitungannya adalah jika rata-rata satu hektre sekitar 50 ton, maka hasilnya adalah sebanyak jumlah tersebut.

Sharif mengatakan, jumlah produksi sebanyak 1,9 juta ton itu ditambah dengan hasil dari PT Garam yang memiliki luas lahan 5.000 hektare. Jika dikalikan dengan rata-rata per hektare sebanyak 80 ton, maka terdapat tambahan 400 ribu ton. "Sehingga jika dijumlahkan seluruhnya dari ketiga aspek itu maka jumlah produksi garam menjadi 2,3 juta ton dan itu sudah melebihi kebtuhan akan garam di Tanah Air," katanya.(Ant/BEY)

http://www.bisnis.com/articles/garam-lokal-petani-indramayu-butuh-perlindungan

GARAM LOKAL: Petani Indramayu Butuh Perlindungan

Selasa, 20 November 2012 | 07:02 WIB

CIREBON - Petani garam di daerah Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat mengaku butuh perlindungan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia karena sering dirugikan akibat lonjakan impor.

Sekretaris Eksekutif Komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI) Cirebon Kasandi mengatakan harga garam hasil panen petani Pantura hanya dijual Rp300-Rp 400 per kg.

Bahkan, lanjutnya, bila persediaan melimpah harga bisa anjlok hanya Rp250 per kg atau di bawah modal produksi. "Kami siap memberikan perlindungan kepada semua petani garam akibat lonjakan impor harga menjadi tidak stabil," katanya, Selasa (20/11).

Dia menjelaskan, batasan impor akan membantu meningkatkan harga jual garam lokal. Indonesia bekerjasama dengan Organisasi Perdagangan Dunia/WTO terkait larangan impor tersebut. "Setiap negara berhak menekan kiriman barang jika merugikan produk lokal," tegasnya.

8

Page 9: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Yunarso, petani garam di Indramayu mengakui minat mengelola tambak garam akan semakin menurun jika setiap panen raya harga merugikan petani. "Petani butuh ketegasan pihak terkait supaya impor dibatasi karena persediaan melebihi kebutuhan pasar, harga tidak stabil," ujarnya. (Antara/ajz)

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/12/11/06/md1mfn-petani-garam-alih-profesi-akibat-perubahan-cuaca

Petani Garam Alih Profesi Akibat Perubahan Cuaca

Selasa, 06 November 2012, 08:50 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- 50 persen dari 281 petani garam yang ada di Karawang beralih profesi menjadi penambak ikan dan buruh bangunan selama musim penghujan kedepan.

Ketua Kelompok Usaha Garam Rakyat (Kugar) Kabupaten Karawang, Aep Suhardi, mengatakan, luas lahan garam yang ada di wilayah ini mencapai 300 hektare. Tersebar di empat kecamatan, yaitu Cilamaya Kulon, Cilamaya Wetan, Tempuran dan Cilebar.

Akan tetapi, dari 300 hektare itu kini setengahnya sudah beralih fungsi jadi lahan tambak ikan. "Alih fungsi ini akibat perubahan cuaca. Sebab usaha garam 100 persen mengandalkan sinar matahari. Tak ada sinar, maka tidak bisa jadi kristal garam," kata Aep, kepada Republika, Selasa (6/11).

Saat ini, stok garam yang tersedia tersisa 7.000 ton. Garam tersebut, ada di tingkat tengkulak (bandar). Stok tersebut, dinilai mencukupi kebutuhan garam lokal. Dengan kata lain, bila sekarang produksi garam dihentikan sampai berakhirnya musim penghujan, maka stok tersebut masih mencukupi. "Jadi, tak perlu impor," jelasnya.

http://www.antarajawabarat.com/lihat/cetak/30677

PETANI GARAM TAK NIKMATI KENAIKAN HARGA

Bandung, 4/3 (ANTARA) - Kenaikan harga garam lokal di Pantai utara (Pantura) Jabar tidak dapat dinikmati oleh para petani garam di tambak-tambak yang tersebar di kawasan itu. "Harga garam saat ini naik dari Rp1.000 menjadi Rp1.300 per kilogram, namun tak dinikmati petani tambak karena mereka tidak bisa membuat garam sejak lama," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jabar, Cucu Sutara di Bandung, Jumat.

Menurut Cucu, kenaikan harga garam tersebut akibat kelangkaan stok garam lokal di Jawa Barat. Padahal sebelumnya harga garam lokal berkisar antara Rp800 hingga Rp1.000 per kilogram.

Ia menyebutkan, garam-garam itu hanya ada di tingkat pengepul yang berduit. Namun demikian stok yang sedikit itupun tidak laku karena lebih murah garam pasokan dari Jatim dan juga impor. "Petani garam jelas rugi, gigit jari saat harga tinggi karena tak bisa jual garam. Kebanyakan mereka beralih jadi pekerja di tambak udang," kata Cucu Sutara.

Kondisi itu dibenarkan oleh petani garam Oman Abdurahman yang menyebutkan para petani garam saat ini sedang menganggur.

Bila biasanya mereka memiliki tambak garam, kini mereka terpaksa bekerja sebagai buruh di tambak udang milik orang lain hanya untuk menyambung hidup. "Terpaksa bekerja di tambak udang untuk mendapatkan penghasilan. Perkiraan masih lama bisa kembali bikin garam," kata Oman.

Musim hujan yang berkepanjangan pada 2010 mengakibatkan para petani garam tidak bisa beroperasi.

Sementara itu Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Jawa Barat, Ferry Sofyan Arief mengakui kosongnya stok garam lokal di Pantura Jabar. Saat ini pasokan garam mengandalkan dari Jatim dan Jateng.

Sementara itu APGI Jabar telah melayangkan surat pengajuan untuk melakukan impor garam untuk memenuhi kebutuhan garam di Jawa Barat. Rencananya impor garam dari Australia dan India dengan jumlah tahap awal 20.000 ton. "Kebutuhan garam di Jabar hingga Juli 2011 sekitar 70.000 ton, Kondisi saat ini jelas harus impor," kata Ferry Sofyan Arief.

Ia menyebutkan, pembuatan garam di Pantura selama ini dilakukan secara tradisional yakni di dalam tambak terbuka yang mengandalkan sinar matahari. Sehingga bila hujan turun, maka para petani gagal membuat garam.

Tambak garam di Jawa Barat saat ini sekitar 3.500 hektar dengan areal terluas di Cirebon dan Indramayu. Syarif A

9

Page 10: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

http://www.antarajawabarat.com/lihat/cetak/30631

STOK GARAM JABAR KOSONG

Bandung, 2/3 (ANTARA) - Stok garam di sentra tambak garam Pantura Jawa Barat kosong sejak delapan bulan terakhir sehingga terpaksa provinsi itu harus melakukan impor. "Sejak Juli 2010 stok garam di Jawa Barat kosong, penyebabnya curah hujan tinggi sepanjang 2010. Kebutuhan garam saat ini dipasok dari Jatim dan bulan ini terpaksa harus impor," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia Jawa Barat, Cucu Sutara di Bandung, Rabu.

Menurut Cucu, para petani garam di Cirebon, Indramayu, Karawang dan Subang tidak bisa lagi memproduksi garam karena curah hujan tinggi. Akibatnya para petani di sana beralih profesi sementara menjadi buruh di tambak-tambak udang.

Menurut Cucu, sebanyak 17.000 petani garam saat ini menganggur akibat tidak bisa berproduksi, tambak-tambak mereka tidak bisa digunakan untuk membuat garam karena guyuran hujan yang terus menerus. "Saat ini tidak ada gudang yang berisi stok garam, semuanya kosong. Kami sudah mengajukan impor garam sejak Januari 2011, jumlahnya sekitar 20.000 ton," katanya.

Ia menyebutkan, kebutuhan garam di Jabar hingga Juli 2011 sebanyak 60.000 ton, sedangkan mulai Juli 2011 diharapkan para petani garam sudah kembali bisa beroperasi bila kemarau tiba.

Sementara itu harga garam di tingkat petani saat ini melejit dari rata-rata Rp900 hingga Rp1.000 per kilogram, saat ini mencapai Rp1.300 per kilogram. Cucu mengakui beberapa pengepul besar ada yang menahan garamnya dan dijual pada saat langka seperti saat ini. "Barangnya tidak ada, namun harganya tidak wajar di atas Rp1.300 per kilogram, siapa yang mau beli. Garam impor sendiri hanya Rp1.000 per kilogram," katanya.

Ia menyebutkan, luasan tambak garam di Pantura Jabar saat ini sekitar 3.300 hektare dengan produksi sekitar 220.000 ton, yakni 113.000 ton dihasilkan dari Cirebon dan 104.000 ton dari Indramayu, namun lebih dari delapan bulan terakhir tidak ada panen sehingga stok kosong. "Kebutuhan garam masih teratasi karena memang pakai garam impor, namun bila anomali cuaca terus berlanjut pada 2011 ini jelas mengancam ekonomi petani garam di Pantura," katanya.

Ia menyebutkan, garam selain digunakan untuk kebutuhan memasak bagi masyarakat juga dibutuhkan untuk industri terutama pencelupan kain dan pabrik es. Kebutuhan garam untuk industri di Jabar sendiri tinggi yakni sekitar 600.000 ton per tahun. "Semua pengolahan garam di Pantura Jabar mengandalkan cara tradisional yakni dijemur di bawah terik matahari, bila hujan jelas semuanya berantakan. Pawang hujanpun tidak mempan lagi untuk membantu petani garam," kata Cucu Sutara menambahkan. Syarif ACOPYRIGHT © 2010 ANTARAJAWABARAT PubDate: 22/Nov/2012 13:59

http://antarajawabarat.com/lihat/berita/38910/dinas-musim-kemarau-produksi-garam-indramayu-meningkat

DINAS: MUSIM KEMARAU PRODUKSI GARAM INDRAMAYU MENINGKAT

Jumat, 03 Agst 2012 10:17:30| Ibukota dan Daerah | Dibaca 287 kali

ANTARAJAWABARAT.com,3/8 - Produski garam di daerah Pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada musim kemarau ini meningkat, kata Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Indramayu, Warjo, kepada wartawan di Cirebon, Jumat. "Setiap musim kemarau produksi garam di daerah ini mencapai 15 ribu ton dari lahan sekitar 1576 hektare," kata Warjo.

Menurut Warjo, Kabupaten Indramayu merupakan pemasok garam di daerah Jawa Barat setelah Kabupaten Cirebon, namun masih butuh perhatian terhadap ratusan petani garam di Pantura untuk meningkatkan kualitas dan produksi garam mereka, sehingga mampu bersaing dengan produsen lain.

Ia menjelaskan, memasuki musim hujan harga garam di daerah Pantura Kabupaten Indramayu meningkat tajam, akibat produksi petani rendah namun mereka tidak menik'mati hasilnya karena ditampung oleh tengkulah, harapannya pemerintah berperan membantu pendistribusian.

Menurut Kusnianto, salah petani garam di Pantura, produksi garam meningkat memasuki musim kemarau, sedangkan pada musim hujan para petani garama berhenti produksi karena prosesnya masih tradisional yakni mengandalkan panas matahari. "Produksi garam meningkat biasanya harga rendah, karena melimpah sebaliknya musim penghujan harganya tinggi namun petani tidak menikmati harga mahal tersebut karena sudah ditampung oleh tengkulak," katanya.

10

Page 11: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Sementara itu, menurut Yanto, petani garam di Cirebon lainnya, musim kemarau produksi garam bisa diandalkan namun keluhannya harganya rendah, memasuki bulan Oktober harga garam hasil olahan petani di Kapetakan Cirebon Utara Kabupaten Cirebon dijual kurang dari Rp500 perkilogram.***2*** Enjang S

http://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/11/soal-garam-petani-indramayu-butuh-perlindungan/

SOAL GARAM: Petani Indramayu Butuh Perlindungan

Oleh JIBI on Tuesday, 20 November 2012

CIREBON–Petani garam di daerah Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat mengaku butuh perlindungan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia karena sering dirugikan akibat lonjakan impor.

Sekretaris Eksekutif Komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI) Cirebon Kasandi mengatakan harga garam hasil panen petani Pantura hanya senilai Rp300-Rp400 per kg. “Bahkan bila persediaan melimpah harga bisa anjlok hanya Rp250 per kg atau di bawah modal produksi,” kata Kasandi seperti dikutip Antara hari ini, Selasa (20/11/2012).

Dia menjelaskan, batasan impor akan membantu meningkatkan harga jual garam lokal. Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan impor tersebut.

Menurutnya, setiap negara berhak menekan kiriman barang jika merugikan produk lokal.

Yunarso, petani garam di Indramayu mengakui minat mengelola tambak garam akan semakin menurun jika setiap panen raya harga merugikan petani. “Petani butuh ketegasan pihak terkait, supaya impor dibatasi karena persediaan melebihi kebutuhan pasar sehingga harga tidak stabil,” ujarnya. (JibiAnt/ajz/k46)CIREBON: Petani garam di daerah Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat mengaku butuh perlindungan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia karena sering dirugikan akibat lonjakan impor.

Sekretaris Eksekutif Komite Pengaman Perdagangan Indonesia (KPPI) Cirebon Kasandi mengatakan harga garam hasil panen petani Pantura hanya senilai Rp300-Rp400 per kg. “Bahkan bila persediaan melimpah harga bisa anjlok hanya Rp250 per kg atau di bawah modal produksi,” kata Kasandi seperti dikutip Antara hari ini, Selasa (20/11/2012).

Dia menjelaskan, batasan impor akan membantu meningkatkan harga jual garam lokal. Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan impor tersebut.

Menurutnya, setiap negara berhak menekan kiriman barang jika merugikan produk lokal.

Yunarso, petani garam di Indramayu mengakui minat mengelola tambak garam akan semakin menurun jika setiap panen raya harga merugikan petani. “Petani butuh ketegasan pihak terkait, supaya impor dibatasi karena persediaan melebihi kebutuhan pasar sehingga harga tidak stabil,” ujarnya. (JibiAnt/ajz/k46)

http://www.pikiran-rakyat.com/node/194438

Petani Luruk Gudang Garam Impor

Senin, 02/07/2012 - 17:49

SUMBER,(PRLM).- Para petani garam di Desa Astanamukti, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon meluruk gudang garam yang diduga berisi garam impor dari Australia milik PT. NGC di desa tersebut, Senin (2/7). Mereka menolak kehadiran garam impor dari negeri kanguru tersebut.

Dalam aksi yang dijaga ketat aparat Polri dan TNI itu mereka membawa poster bertuliskan menolak keberadaan garam impor yang disimpan di gudang garam di Desa Astanamukti. "Demi kedaulatan pangan, garam impor tidak seharusnya masuk di Astanamukti yang dikenal sebagai sentra garam terbesar di Jawa Barat," Kata salah seorang pengunjukrasa, Mae Azhar.

Menurut Mae, secara ekonomi masih dijajah oleh bangsa lain. Khususnya, garam sebenarnya tidak kekurangan. Pemerintah seharusnya memberi perhatian dan jalan keluar atas masalah yang dihadapi petani garam. Di antaranya, transfer tekonologi pengolahan garam merupakan solusi, sedangkan impor garam merupakan mala petaka bagi petani garam.

Mae Azhar menambahkan, petani menolak garam impor, karena dapat mengurangi pendapatan petani garam yang ada di wilayah desa Astanamukti. Dengan difasilitasi aparat keamanan pengunjuk rasa akhirnya berhasil melakukan dialog bersama pimpinan perusahaan.

Mereka diterima pimpinan perusahaan, Sugiarto Wijaya, Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Jawa Barat, Cucu Sutara, perwakilan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta pihak keamanan.

Pada kesempatan itu, Cucu menyatakan, kebutuhan garam di Jawa Barat setiap tahunnya mengalami peningkatan, akan tetapi para produsen garam di daerah kurang mencukupi sehingga memilih mengimpor."Meskipun demikian, kami juga lebih mengutamakan garam dari para petani setempat," kata Cucu.

Diakuinya, garam impor yang masuk ke wilayah Kabupaten Cirebon sekitar 23.920 ton yang untuk konsumsi sendiri bukan untuk dijual ke masyarakat.

11

Page 12: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Puluhan petani garam usai berdialog meminta pimpinan perusahaan untuk menandatangani kesepakatan bersama, salah satu di antaranya terkait lebih mengutamakan garam petani daerah setempat yang harus dibeli oleh perusahaan. (A-146/C-23/A-89).***

http://regional.kompas.com/read/2012/07/03/05073682/Hentikan.Impor.Garam

Hentikan Impor Garam

Selasa, 3 Juli 2012 | 05:07 WIB

Karawang, Kompas - Para petani garam yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kelompok Usaha Garam Kabupaten Karawang, Jawa Barat, meminta pemerintah menghentikan impor dan menjamin harga garam saat panen raya pada Agustus-September 2012.

Mereka khawatir harga anjlok sehingga kontraproduktif dengan target swasembada garam.

Aksi penolakan serupa digelar petani dan mahasiswa di halaman pabrik PT Niaga Garam Cemerlang, Jalan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (2/7). Mereka menolak impor garam di wilayah Cirebon karena dinilai merugikan petani garam dalam negeri yang pada bulan-bulan ini akan panen. ”Kami terutama menolak impor garam dari India sebab kualitas dan harganya dengan garam lokal tidak jauh berbeda. Garam India secara langsung memukul garam milik petani lokal,” kata Mae Azhar, perwakilan mahasiswa Universitas Tujuh Belas Agustus, Cirebon.

Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Kelompok Usaha Garam Karawang Aep Suhardi menyebutkan, harga jual garam di tingkat petani saat ini sekitar Rp 500 per kilogram (kg), lebih rendah dari ketentuan pemerintah Rp 750 per kg (kualitas I) dan Rp 550 per kg (kualitas II). ”Sebenarnya petani masih terima meski harga jual garamnya lebih rendah dari ketentuan pemerintah. Namun, mereka tak ingin harga terus turun hingga kurang dari Rp 400 per kg saat panen raya nanti,” ucap Aep.

Aep menambahkan, ada 38 kelompok usaha garam di pesisir utara Karawang yang terkonsentrasi di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran, dan Cilebar. Ada 300-an petani garam di empat kecamatan itu dan mengelola sekitar 300 hektar tambak. Produksi rata-rata 60-70 ton per hektar per musim. Selama ini garam dijual kepada pengepul, kemudian dikirim ke perusahaan pengolah garam.

Karawang menjadi salah satu kabupaten yang disasar program pemberdayaan usaha garam rakyat. Aep optimistis, jika harga garam bertahan Rp 500 per kg atau lebih, target produksi garam Karawang sebesar 18.000 ton tahun 2012 bakal tercapai.

Satu bulan menjelang masa panen garam, pemerintah diminta segera menghentikan izin impor garam konsumsi guna menjaga harga garam petani. Panen garam rakyat diperkirakan berlangsung mulai akhir Juli 2012.

Secara terpisah, Direktur Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta mengemukakan, musim tebar garam sudah berlangsung. Panen garam konsumsi di tingkat rakyat diperkirakan berlangsung mulai akhir Juli 2012, sedangkan panen raya pada September-Oktober 2012.

Berdasarkan ketentuan, ujar Slamet, impor garam konsumsi wajib dihentikan pada satu bulan sebelum masa panen hingga dua bulan setelah panen. Dengan asumsi masa panen garam berlangsung mulai akhir Juli, impor garam konsumsi saat ini harus dihentikan. ”Impor garam konsumsi sudah saatnya distop,” ujarnya.

Adapun Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad mengemukakan, hingga kini belum ada ketetapan lintas kementerian terkait penetapan masa panen raya. Panen garam umumnya berlangsung mulai Agustus sehingga impor garam seharusnya mulai dihentikan bulan ini. ”Diperlukan pembicaraan antarkementerian dalam waktu dekat guna menentukan masa panen raya dan penghentian impor garam,” ujarnya.

Kebijakan pemerintah

Sebelumnya, pemerintah menetapkan impor garam konsumsi sebanyak 500.000 ton. Masa impor dibuka Maret 2012. Impor tersebut diputuskan bersama antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, perwakilan pemerintah daerah, dan perwakilan dari daerah penghasil garam.

Pemerintah juga meminta perusahaan importir garam menyerap seluruh stok garam rakyat paling lambat akhir Maret 2012 melalui Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob). Penyerapan garam rakyat ditetapkan separuh dari jumlah kuota impor. (MKN/REK/LKT)

http://regional.kompas.com/read/2012/09/12/03042747/Harga.Garam.Anjlok

Harga Garam Anjlok

Rabu, 12 September 2012 | 03:04 WIB

SURABAYA, KOMPAS - Petani garam di Pulau Jawa mendesak pemerintah agar membatalkan impor dalam waktu dekat. Alasannya, garam lokal sedang memasuki masa panen raya sehingga produksi berlimpah, tetapi harga semakin murah.

12

Page 13: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur Muhammad Hasan, di Surabaya, Selasa (11/9), mengatakan, jika pemerintah tetap membuka keran impor garam, petani di Jawa Barat dan Jawa Timur akan menghambat masuknya komoditas impor tersebut. ”Petani di Jawa Timur dan Jawa Barat sepakat akan memblokade peredaran garam impor oleh pengusaha impor,” katanya.

Saat ini, hasil panen garam tidak diserap sehingga stok banyak. Sisa garam impor tahun 2011 juga masih ada sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah untuk mengimpor lagi dari Australia dan India pada September ini. Sekarang harga garam semakin murah, bahkan ada pedagang yang mematok harga Rp 250-Rp 350 per kilogram.

Padahal, Hasan mengatakan, berdasarkan harga pokok penjualan yang ditetapkan lewat peraturan menteri perdagangan, harga garam kualitas 1 minimal Rp 750 per kilogram dan kualitas 2 Rp 550 per kilogram di tingkat petani. ”Harga garam semakin anjlok karena garam impor masih banyak beredar di pasar lokal hingga Januari 2013,” tuturnya.

Petani garam di Kecamatan Benowo, Kota Surabaya, bingung karena harga garam terus merosot. Pedagang yang datang ke tambak menawar garam dengan harga kurang dari Rp 500 per kilogram. ”Dalam dua bulan terakhir, harga garam semakin jauh dari harapan. Jangankan mengharapkan untung, modal pun bisa tak kembali,” kata Anwar (52), petani garam. (ETA)

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/07/092428023/Kemarau-Panjang-Justru-Bantu-Petani-Garam

Jum''at, 07 September 2012 | 12:38 WIB

Kemarau Panjang Justru Bantu Petani Garam

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) memperkirakan produksi garam nasional tahun ini bakal menembus angka 1,4 juta ton, naik sekitar 27 persen dibanding produksi tahun lalu yang hanya 1,1 juta ton.

Anggota Presidium Asosiasi, Faisal Baidowi, mengatakan musim panen tahun ini diprediksi melimpah akibat anomali cuaca yang berpihak petani. Musim kemarau panjang tahun ini justru mendukung produksi garam. "Bisa dikatakan kendala anomali cuaca tahun lalu tidak kami alami saat panen kali ini," ujarnya Jumat, 7 September 2012.

Panjangnya musim kemarau menjadi berkah bagi petani. Sebab, kondisi panas ini membuat penyakit tanah yang menyebabkan garam gagal panen, seperti PH asam tanah yang tinggi serta panas bumi yang rendah, relatif tidak terjadi. "Makanya tahun ini produksi nasional bakal melimpah."

Saat ini, ujar Faisal, sejak awal Agustus lalu hingga akhir Oktober mendatang, mayoritas petani garam di seantero pulau Jawa plus Madura akan melaksanakan panen raya. "Sekarang baru 30 persen, akhir September ini sekitar 60 persen lagi akan dipanen. Sisanya nanti Oktober," katanya.

Dari jumlah itu, daerah Sampang, Madura, berkontribusi hingga 60 persen produksi garam nasional, kemudian diikuti Jawa Tengah sekitar 15 persen, Jawa Barat 10 persen, wilayah Jawa Timur luar Madura sebesar 10 persen, sedangkan sisanya dari luar Jawa. "Produksi Sulawesi dan NTB masih terbesar di luar Jawa,".

Hingga saat ini, sekitar 400 ribu ton dari total produksi garam lokal bakal diserap wilayah Sumatera. Sedangkan sisanya menyebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan wilayah Indonesia timur. "Di sana (Sumatera), kan, banyak pabrik olahan ikan asin, tambang, dan lainnya."

Faisal menambahkan, total kebutuhan garam nasional tahun ini diperkirakan mencapai 3,1 juta ton. Perinciannya, sekitar 1,6 juta ton garam untuk industri dan sisanya 1,4 juta ton garam konsumsi. "Untuk konsumsi, sepertinya tahun ini sudah mencukupi," ujarnya. Sedangkan garam industri masih menggantungkan dari importasi luar negeri.

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/petani-tambak-garam-di-jabar-perlu-bantuan-teknologi-budidaya

Petambak Garam di Jabar Perlu Bantuan Teknologi Budidaya

CIREBON (bisnis-jabar.com) – Peningkatan kualitas produksi tambak garam lokal masih membutuhkan dorongan pemerintah, khususnya pada penerapan teknologi budidaya dengan menggunakan alas plastik (terpal) pada tambak.

Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGSI) Jawa Barat, M. Taufik mengatakan penerapan teknologi pada produksi garam lokal menggunakan terpal bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas garam. “Kondisi air dalam kolam bisa stabil kalau tambak dilapis dengan terpal, namun untuk menggunakan terpal petambak memerlukan biaya yang tidak sedikit,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Senin (3/9).

Taufik menuturkan selain masalah penerapan teknologi, masalah lain yang masih dihadapi petambak garam di Jabar adalah masalah infrastruktur yang masih minim dan kepastian harga garam yang belum mengacu pada harga pembelian pemerintah (HPP). “Harga garam masih saja dipermainkan oleh para spekulan yang terus membuat harga garam di bawah harga HPP,” tuturnya.

13

Page 14: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Taufik menambahkan masalah infrastruktur penunjang seperti akses dari tambak garam menuju jalan raya juga masih memprihatinkan. “Belum lagi irigasi sekitar tambak yang kurang memadai, meskipun telah diupayakan dengan perbaikan berkala oleh petambak, namun tetap saja pendangkalan irigasi terus terjadi,” ujarnya. (k3/ajz)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/pabrik-garam-serap-garam-lokal-cirebon

Oleh: Maman Abdurahman 14 September 2012 | 19:13 WIB

Pabrik Garam Serap Garam Lokal Cirebon

CIREBON (bisnis-jabar.com) – Petambak garam di Kabupaten Cirebon saat ini tengah menikmati manisnya produksi garam.

Sejak dihentikannya impor garam krosok (bahan baku) pada Juni 2012 lalu, menjadi saat yang tepat bagi petambak garam lokal untuk menguasai pasar garam dalam negeri.

Direktur PT Niaga Garam Cemerlang Sugiarto Wijaya mengatakan untuk produk garam lokal yang bisa diserap perusahaan pengolahan garam konsumsi tentu saja harus memiliki standar kualitas tertentu agar menghasilkan produk akhir yang berkualitas. “Minimal kualitas garam lokal [krosok] bisa mengimbangi kualitas garam impor,” katanya kepada bisnis-jabar.com, Jumat (14/9).

Sebagai salah satu perusahaan pengolahan garam untuk konsumsi di Kota Cirebon, PT Niaga Garam Cemerlang sudah beberapa tahun terakhir (2007), telah menyerap produksi garam lokal di Kabupaten Cirebon, khususnya di Kecamatan Suranenggala dan Kapetakan, yang telah lama menerapkan teknologi (ulir dan ramsol) pada budidaya garam.

Sugiarto menuturkan kualitas garam pada 2 kecamatan tersebut telah memenuhi standar kualitas produksi perusahaan yang dipimpinnya (PT Niaga Garam Cemerlang), yang memiliki produk jadi garam meja beryodium dengan label 555. “Dalam sehari, sedikitnya membutuhkan garam [krosok] sekitar 12 ton untuk memproduksi garam konsumsi sebanyak 10 ton,” tuturnya.

Sugiarto mengaku memberlakukan sistem plat atau kesepakatan harga kontrak sebelum petambak garam melakukan produksi. “Kami beli garam petambak dengan harga Rp550 per kg [sampai di gudang], yang artinya lebih besar sekitar Rp50-Rp100 per kg dibanding harga garam yang dibeli tengkulak,” ujarnya.

Sugiarto menambahkan dirinya sengaja selalu menyerap garam lokal yang memiliki standar kualitas untuk diolah menjadi garam konsumsi, karena telah lama memprediksikan akan adanya pemberhentian impor garam oleh pemerintah.(k3/yri)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/petambak-pantura-banting-setir-ke-budidaya-lele

Oleh: Maman Abdurahman13 September 2012 | 21:03 WIB

Petambak Pantura Banting Setir ke Budidaya Lele

CIREBON (bisnis-jabar.com) : Petambak garam di wilayah Pantura mulai menggarap budidaya ikan lele pada saat berhenti produksi (musim penghujan).

Adang Kuraida, Kabid Usaha dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, mengatakan sejak 2 tahun terakhir budidaya ikan lele mulai marak digarap petambak garam.

Pasalnya budidaya ikan lele dianggap lebih tahan terhadap penyakit dari pada budidaya udang. “Selain ikan lele, ikan lele pun mulai dibudidayakan dan hasilnya cukup menggemberikan,” kata Adang, Kamis (13/9).

Biasanya para petambak melakukan budidaya udang saat penghujan. Adang menuturkan akibat besarnya resiko pada budidaya udang, akhirnya budidaya lele yang lebih tahan penyakit menjadi pilihan petambak di Pantura khususnya di wilayah Cirebon bagian Selatan-Utara. “Dengan alternatif budidaya tambak ikan lele saat produksi garam berhenti, tentu saja dapat memberikan nilai tambah bagi para petambak,” tuturnya. (k3/yri)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/petani-garam-cirebon-perlu-pendampingan

Oleh: Maman Abdurahman25 September 2012 | 20:50 WIB

Petani Garam Cirebon Perlu Pendampingan

CIREBON (bisnis-jabar.com) : Faktor kualitas yang mengakibatkan harga garam lokal masih di bawah rata-rata harga yang telah ditetapkan pemerintah (HPP) mungkin ada benarnya, kata Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGSI) Jawa Barat, M. Taufik ketika dihubungi bisnis-jabar.com hari ini, Selasa (25/9).

Taufik mengungkapkan kultur dan pola pikir sebagian besar petani garam di sejumlah daerah di Jawa Barat yang terkesan asal produksi tanpa mempertimbangkan aspek kualitas, akibat desakan kebutuhan (ingin cepat-cepat menjual garam) menjadi faktor dominan rendahnya harga garam di tambak. “Namun ada juga produksi garam lokal dengan kualitas cukup bagus namun dibeli dengan standar harga kualitas biasa,” katanya.

14

Page 15: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Taufik menuturkan untuk meningkatkan harga garam tentu petani pun harus banyak berbenah khususnya dalam kultur dan pola fikir budidaya garam agar harga jual yang diperoleh pun bisa sepadan dengan usaha dan biaya produksi yang dikeluarkan petani. “Pada perubahan kultur budidaya garam di beberapa wilayah yang telah digarap asosiasi [APGSI], paling cepat butuh waktu 3 tahun untuk bisa mengarahkan petani untuk merubah kultur dan pola fikir petani,” tuturnya.

Taufik mengatakan kultur yang harus dirubah petani garam adalah kultur budidaya tradisional dengan menerapkan teknologi budidaya agar hasil produksi garam pun lebih bagus (kuantitasnya). “Adapun pola fikir petani sendiri kiranya menjadikan garam yang dibudidayakannya sebagai barang mewah yang memerlukan sentuhan [pengolahan] yang apik, agar kualitas garam pun terjaga, khususnya kebersihan garam itu sendiri,” ujarnya. (k3)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/petambak-garam-targetkan-produksi-100-ton-per-ha

Oleh: Maman Abdurahman14 September 2012 | 21:39 WIB

Petambak Garam Targetkan Produksi 100 Ton Per Ha

CIREBON (bisnis-jabar.com) : Petambak garam di Jawa Barat optimistis dapat mencapai hasil produksi garam lebih dari 100 ton per hektare per musim (Juli, Agustus dan September) dengan penerapakan teknologi budidaya yang maksimal.

Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (APGSI) Jawa Barat, M. Taufik mengatakan meskipun akan memakan waktu cukup lama, sekitar 3-4 tahun mendatang, kultur budidaya di tambak garam Jawa Barat akan lebih baik dengan target lebih maksimal (lebih 100 ton per hektare per musim).

Kultur masyarakat petambak garam di Jawa Barat, Kabupaten Cirebon khususnya, memang sulit untuk dirubah karena paradigma yang dipegang petambak, yang cendrung asal-asalan dalam memproduksi garam. “Penerapan teknologi budidaya [ulir, ramsol, dan geomembran] pada beberapa kecamatan saja dibutuhkan waktu 3 tahun untuk mengarahkan petambak untuk memproduksi garam yang berkualitas,” katanya, Jumat (14/9).

Taufik menuturkan kadar air laut yang biasa digunakan sebagai bahan baku tambak garam saat ini akan diperbaharui dengan menggunakan teknologi bunker, dan tanpa melalui irigasi manual (tanah), agar air bahan baku garam tidak terkontaminasi. “Kami tengah mengajukan kepada pemerintah untuk pengembangan teknologi bungker pada budidaya tambak garam, agar hasil produksi garam di Jabar lebih baik baik dari segi kualitas maupun kuantitas,” tuturnya. (k3).

http://www.republika.co.id/berita/regional/jawa-barat/12/01/05/lxbj0v-harga-garam-melonjak-petani-malah-gigit-jari

Harga Garam Melonjak, Petani Malah Gigit Jari

Kamis, 05 Januari 2012, 16:14 WIB

KARAWANG -- Petani garam di Desa Muara Baru, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat tak bisa menikmati lonjakan harga garam. Pasalnya, sejak dua bulan terakhir mereka berhenti produksi, karena curah hujan yang turun sangat tinggi.

Suparlan (46), petani garam, mengatakan, ketika musim hujan datang petani tak bisa memproduksi garam. Sebab, kata dia, proses pembuatan garam menggunakan sinar matahari. Jadi, saat musim penghujan petak-petak garam dibiarkan kosong. "Musim hujan merupakan musim paceklik bagi kami," kata Suparlan, Kamis (5/1).

Saat ini, harga garam di pasaran sangat tinggi. Bisa mencapai Rp 1.200 sampai Rp 1.300 per kilogram. Akan tetapi, petani tidak bisa menikmati harga tersebut. Karena, apa yang mau di jual, produksi saja tidak. Yang saat ini meraup untung besar adalah bandar garam yang memiliki modal besar. Saat panen garam, bandar membeli dengan harga murah ke petani. Jika panen raya, paling tinggi harga garam hanya Rp 200 per kilogram.

Setelah dibeli dengan harga murah, bandar lalu menyimpan garam tersebut di gudang. Ketika harganya mahal seperti saat ini bandar langsung melepasnya ke pasaran. Dengan begitu, petani tetap gigit jari.

Redaktur: Heri Ruslan Reporter: Ita Nina Winarsih

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-barat-nasional/12/08/27/m9epr4-harga-garam-anjlok-petani-murung-saat-panen-raya

Harga Garam Anjlok, Petani Murung Saat Panen Raya

Senin, 27 Agustus 2012, 16:16 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Para petani garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu sedang mengalami panen raya. Namun, mereka tak dapat menikmati keuntungan karena harga garam di tingkat petani justru anjlok.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Republika dari sejumlah daerah sentra garam di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, harga

15

Page 16: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

garam kualitas tiga di tingkat petani hanya berkisar Rp 230 – Rp 250 per kg. Padahal, berdasarkan harga dasar garam yang ditetapkan Pemerintah, harga garam kualitas III seharusnya mencapai Rp 400 per kg. ’’Walau sudah ada harga ketetapan dari Pemerintah, tapi harga garam tetap anjlok saat musim panen,’’ ujar seorang petani di Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Asna, Senin (27/8).

Asna mengatakan, saat musim panen raya, harga garam di tingkat petani akan ditentukan oleh tengkulak. Dengan kondisi pasokan yang berlimpah di lapangan, para petani memang tidak bisa mengelak dari permainan harga yang ditentukan tengkulak.

Asna menambahkan, para petani pun tidak memiliki pilihan lain kecuali melepas garamnya saat musim panen. Pasalnya, petani tidak memiliki gudang penyimpan garam. Sedangkan untuk menyimpan garam di udara terbuka juga tidak bisa dilakukan karena bisa merusak kualitas garam.

Hal senada diungkapkan seorang petani garam asal Desa Ranjeng, Kecamatan Losarang, Suud. Dia menjelaskan, selain tidak memiliki gudang penyimpanan garam, para petani garam juga terdesak kebutuhan ekonomi sehari-hari. ’’Karena itu, setiap panen ya langsung dijual,’’ tutur Suud.

Suud mengungkapkan, sangat sedih dengan kondisi anjloknya harga garam di saat panen. Pasalnya, para petani tidak dapat meraup keuntungan yang cukup besar. Akibatnya, tingkat kesejahteraan petani garam tidak dapat meningkat.

Suud mengakui, Pemerintah memang telah menetapkan ketentuan mengenai harga dasar garam di tingkat petani. Untuk garam kualitas 1, harga yang ditetapkan sebesar Rp 750 per kg. Sedangkan harga garam kualitas 2 sekitar Rp 550 per kg. Tapi harga tinggi itu tak bisa dinikmatinya bersama petani garam lain.

Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari Reporter: Lilis Sri Handayani

http://en.bisnis.com/articles/bisakah-sharif-cicip-meraih-hati-petani-garam

Bisakah Sharif Cicip meraih hati petani garam?

Mulia Ginting Munthe November 23, 2011 14:40

JAKARTA: Pelaku usaha kecil menengah berpredikat petani garam di kawasan Indramayu, Jawa Barat menginginkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo berpihak seperti pendahulunya Fadel Muhammad.

Ruyadi, Ketua Koperasi Santing Sari Mandiri Indramayu, mewakili petani garam yang tergabung dalam koperasi garam di salah satu sentra industri garam Indonesia itu, mengatakan kepeminpinan Fadel Muhammad harus bisa diikuti Sharif Cicip Sutardjo. ”Masyarakat petani garam di Jawa Barat maupun di sentra garam Indonesia lainnya sudah menikmati sepak terjang Fadel Muhammad yang sangat berpihak kepada rakyat petani garam,” ujar Ruyadi kepada Bisnis (Rabu, 23 November 2011).

Sebelum pergantian pimpinan instansi tersebut pada 2011, Fadel Muhammad dua kali berkunjung ke Indramayu sebagai sentra garam ramsol di Kecamatan Losarang, Indramayu. Lokasi itu sebagai pilot proyek penghasil garam berkualitas setara garam impor.

Pada tahun ini dialokasikan dana sebesar Rp90 miliar untuk menyukseskan program usaha garam rakyat (Pugar) diseluruh sentra industri garam di Indonesia. Program bantuan ini sebelumnya tidak pernah diterima masyarakat garam.

Ruyadi mengatakan, setiap kelompok petani garam yang bergabung dalam koperasi menerima bantuan masing-masing sebesar Rp50 juta. Bantuan tersebut untuk meningkatkan prodyuktivitas produksi dan kualitas garam.

Setiap kelompok juga mendapat pelatihan dan bimbingan teknis serta menerima zat addictive (Ramsol) agar produksi garam memenuhi standar. Fadel Muhammad dianggap berjasa, karena berani menaikkan harga dasar garam dari Rp325 per kg menjadi Rp750 per kg untuk kualitas pertama.

Jenis garam kualitas kedua harganya dinaikkan dari Rp250 per kg menjadi Rp550 per kg, dan patokan tersebut akhirnya menjadi basis harga pemerintah yang ditetapkan melalui Kementerian Perdagangan. ”Fadel Muhammad juga mencanangkan program swasembada garam konsumsi pada 2012, dan program swasembada garam industri pada 2014. Selama ini 3 juta kebutuhan garam nasional masih diimpor dari Australia,” papar Ruyadi. (faa)

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/10/16/04445789/Harga.Anjlok.Membayangi

Harga Anjlok Membayangi

Selasa, 16 Oktober 2012 | 04:44 WIB

16

Page 17: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

CIREBON, KOMPAS - Petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bersukacita menjalani panen raya tahun ini. Kemarau panjang di kawasan pantai utara Jawa Barat ini membuat masa panen garam kali ini lebih panjang 2,5 bulan daripada tahun 2011. Namun, petani tetap dibayangi harga yang anjlok.

Masalah klasik berupa rendahnya harga pada masa panen melimpah tetap membuat petani cemas.

Panen melimpah itu terlihat dari kesibukan petani garam di Desa Waruduwur, Kecamtan Mundu, dan Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan. ”Kemungkinan besok (Selasa) sudah bisa dipanen,” kata Carmin (37), petani garam di Waruduwur, Senin (15/10).

Ia menikmati panen garam selama hampir lima bulan pada tahun ini. Waktunya dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Panen perdana dilakukan sejak Juni. Total, Carmin sudah memanen 130 ton dari tambaknya seluas 1,5 hektar. ”Panas matahari pada kemarau kali ini cukup terik. Dalam tiga hari garam sudah bisa jadi dan siap panen,” ujarnya.

Petani senang dengan masa panen garam yang lebih panjang tahun ini. Sayangnya, harga garam turun lantaran produksi melimpah. Setiap 1 kilogram (kg) garam kini dihargai Rp 300 oleh pengepul. Harga itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga tahun lalu, Rp 700 per kg.

Meski demikian, Carmin mengaku masih mendapatkan untung pada panen panjang kali ini. ”Kalau dihitung-hitung, jatuhnya kami rugi tenaga karena mengurusi tambak selama lima bulan, sedangkan harga rendah. Kalau tahun lalu cuma mengurus tambak 2,5 bulan, tetapi harganya tinggi. Perbedaan untungnya tak beda jauh,” ungkap Carmin.

Di sisi lain, petani garam juga menyoroti masuknya garam impor sebelum panen raya petani lokal. Dari lahan garam rakyat di Waruduwur, berjarak sekitar 500 meter, ada pabrik pengolahan garam besar yang salah satu bahan bakunya dari Australia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Jawa Barat Cucu Sutara mengatakan, pihaknya selama ini masih menoleransi masuknya garam Australia. Sebab, garam jenis ini kualitasnya lebih baik dan belum bisa dipenuhi oleh garam lokal. Namun, untuk impor garam dari India, pihaknya tegas menolak. Alasannya, garam itu kualitasnya setara dengan garam lokal.

Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Supardi mengatakan, produksi garam lokal Cirebon tahun ini diperkirakan lebih dari 150.000 ton. Cirebon menyumbang 100.000 ton garam per tahun.

Sementara itu, lokakarya tentang usaha garam rakyat di Semarang, Jateng, menekankan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Selain memohon harga garam tidak dipatok dengan standar kualitas (Kw1, Kw2, dan Kw3), petani juga berharap pemerintah segera bertindak menstabilkan harga di lapangan, minimal Rp 400 per kg. (REK/SON/SEM)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/garam-petani-pantura-jabar-minta-perlindungan

Oleh: Newswire20 November 2012 | 14:53 WIB

GARAM: Petani Pantura Jabar Minta Perlindungan

CIREBON — Petani garam di Pantura Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat membutuhkan perlindungan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) karena mereka sering dirugikan akibat lonjakan impor.

Harga garam hasil panen petani Pantura hanya dijual Rp300 hingga Rp 400 per kilogram, bahkan kalau persediaan melimpah dan harga bisa anjlok hanya Rp250 per kilogram atau di bawah modal produksi, kata Sekertaris Eksekutif Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Cirebon, Kasandi, di Cirebon, Selasa.

Pihak KPPI siap memberikan perlindungan kepada petani semua petani garam akibat lonjakan impor harga menjai tidak stabil.

Batasan impor akan membantu meningkatkan harga jual garam lokal, kata dia, Indonesia bekerjasama dengan WTO terkait larangan impor tersebut.Setiap negara berhak menekan kiriman barang jika merugikan produk lokal.

Yunarso petani garam di Indramayu mengeluhkan, panen raya harga garam anjlok hingga dibawah modal produksi mereka, karena diduga melimpahnya impor garam tersebut.

Minat mengelola tambak garam akan semakin menurun jika setiap panen raya harga merugikan petani, kata dia, butuh ketegasan pihak terkait supaya impor dibatasi karena persediaan melebihi kebutuhan pasar harga tidak stabil.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu H. Warjo, SH MM menuturkan, butuh penataan impor garam untuk melindung petani garam lokal, karena akibat lonjakan impor harga garam tidak stabil dan merugikan petani Pantura.(Antara/yri)

http://www.tempo.co/read/news/2012/09/12/090429126/Jawa-Timur-Tolak-Garam-Impor

Rabu, 12 September 2012 | 21:00 WIB

Jawa Timur Tolak Garam Impor

17

Page 18: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

TEMPO.CO, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur menolak masuknya garam impor ke daerah tersebut. Penolakan ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Gbernur Nomor 78 tahun 2012. Dalam keputsan tersebut ditegaskan bahwa garam impor tidak boleh masuk ke Jawa Timur sebulan sebelum panen raya dan dua bulan setelah panen raya. "Yang jelas Jawa Timur menolak garam impor," kata Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, Rabu 12 September 2012.

Sikap tegas Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu, kata Saifullah yang akrab dengan sapaan Gus Ipul, selain untk melindungi petani garam, juga sekaligus menjawab desakan Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) yang minta pemerintah segera menutup pintu bagi garam impor.

Menurut Gus Ipul, sikap penolakan garam impor tersebut akan ditindaklanjuti dengan menerjunkan tim untuk mengawasi seluruh pelabuhan serta menjaga daerah perbatasan antara Jawa Timur-Jawa Tengah dan Jawa Timur-Bali. Petugas di perbatasan akan mengantisipasi masuknya garam impor yang diduga melalui provinsi lain. "Sejak 2011 sikap kami sebenarnya sudah tegas. Kalau masih ada garam impor berarti masuk melalui perbatasan antar provinsi," ujarnya.

Kepala Biro Administrasi Perekonomian Jawa Timur, Muhammad Ardi Prasetyawan, berjanji secepatnya menggelar inspeksi di seluruh pergudangan garam yang ada di pelabuhan.

Menurut Ardi, pada 2011 Gubernur Jawa Timur sebenarnya sudah membentuk tim pengawasan dengan keluarnya Surat Keputusan bernomor 188/630/KPTS/031/2011. "Timnya sudah ada, tinggal digerakkan saja," ucapnya.

Tim pengawas terdiri dari personil Satuan Polisi Pamong Praja, DInas Perikanan dan Kelautan, serta Dinas Perindustrian dan Perdaganan.

Membanjirnya garam impor mengakibatkan harga garam rakyat saat ini anjlok menjadi Rp 350 per kilogram untuk garam kwalitas satu (KW1) dan Rp 300 per kilogram untuk kwalitas dua (KW2). Padahal harga pokok penjualan (HPP) yang dipatok pemerintah untuk KW1 adalah Rp 750 per kilogram dan Rp 550 per kilogram untuk KW2. FATKHURROHMAN TAUFIQ

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/garam-panen-di-indramayu-cirebon-molor

Oleh: JIBI/Roberto Purba30 Mei 2012 | 11:21 WIB

GARAM: Panen di Indramayu & Cirebon Molor

JAKARTA: Petani garam di Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat masih belum bisa berproduksi karena terkendala cuaca yang tidak menentu.

Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia Jawa Barat Cucu Sutara mengatakan kondisi tersebut sudah terjadi sejak 4 bulan terakhir. “Kami prediksikan baru bisa produksi lagi sekitar Juli-Agustus,” katanya kepada Bisnis, Rabu 30 Mei.

APGI rencananya akan membahas terkait terhentinya produksi garam dengan Kementerian Perindustrian pada Kamis 31 Mei.

Cucu mengatakan rapat tersebut akan melibatkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika untuk memrediksikan kondisi cuaca.

Berdasarkan catatan Bisnis, lahan garam eksisting di provinsi itu mencapai 3.860 hektare, yang tersebar di Indramayu, Cirebon, dan Karawang. “Kami akan membahas semuanya besok, termasuk kemampuan produksi dan kebutuhannya,” katanya.(jibi/bisnis/yri)

http://bappeda.jatimprov.go.id/2012/07/12/petani-gelar-kongres-garam-di-madura/

Petani Gelar Kongres Garam di Madura

12 Juli 2012, 09:35 WIB

Para petani garam dari beberapa daerah di Indonesia berkumpul dan menyelenggarakan Kongres Garam di Pondok Pesantren Nurul Amanah, Basanah, Tanah Merah, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Mereka menyatukan pikiran dan merumuskan strategi untuk menyejahterakan petani garam. “Garis pantai Indonesia sangat panjang dan potensi banyak, tetapi petani garam kesejahteraannya di bawah buruh,” kata Wakil Ketua Panitia Kongres Garam Rokib Ismail. Kongres yang pertama kali diadakan ini merupakan kerja sama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Para petani garam yang mengikuti kongres ini antara lain berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo akan menghadiri acara itu.

Menurut Rokib, dalam kongres ini, petani garam ingin merumuskan strategi peningkatan produksi, tata niaga, dan teknologi pertanian. Selain itu, petani garam juga ingin membentuk sebuah wadah pemersatu.

18

Page 19: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Rokib, petani garam asal Pati, Jawa Tengah, mengatakan, kongres ini sangat penting supaya pemerintah tahu kendala-kendala yang dihadapi petani garam. “Meski ada Program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar), saya belum merasakan,” katanya. kompas.com

http://majarimagazine.com/2009/03/indonesia-negara-17504-pulau-yang-impor-garam/

Indonesia, Negara 17.504 Pulau yang Impor Garam

by Inra Sumahamijaya on 15/03/09 at 5:17 pm | 10 Comments | |

Berdasarkan catatan Departemen Perindustrian dan Perdagangan, dalam satu tahun Indonesia membutuhkan garam lebih dari 2,1 juta ton. Akan tetapi industri garam rakyat hanya mampu memproduksi 112.000 ton garam dan sisanya mencapai 900.000 ton garam masih diimpor. Pada data tahun 2000, tercatat kebutuhan garam nasional mencapai 855.000–950.000 ton untuk kebutuhan konsumsi dan 1.150.000–1.345.000 ton untuk kebutuhan industri. Hal ini sangat ironis, melihat negara Indonesia yang memiliki garis pantai 81.000 km dan intensitas panas yang cukup, tapi kualitas dan kuantitas garam rakyat masih sangat rendah.

Walaupun Indonesia merupakan negara kepulauan, pembuatan garam masih terkonsentrasi di pulau Jawa dan pulau Madura.

Pulau Madura Area Produksi Garam

Sumenep 10.067 Ha

Pemekasan 3.075 Ha

Sampang 2.168 Ha

Pulau Jawa Area Produksi Garam

Jawa Barat 1.159 Ha

Jawa Tengah 2.168 Ha

Jawa Timur 6.904 Ha

Pulau Lain Area Produksi Garam

NTB 1.155 Ha

Sulawesi Selatan 2.040 Ha

Sematera dll 1.885 Ha

Luas area yang dikelola oleh PT Garam hanya 5.116 Ha dan seluruhnya berada di pulau Madura hanya mampu memproduksi 60 ton/Ha/tahun. Luas area penggaraman 25.542 Ha yang dikelola secara tradisional oleh rakyat dan hanya memproduksi 40 ton/Ha/tahun. (Dini Purbani, data dari PT. Garam Persero, 2000).

Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali agar layak dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri. Pembuatan garam dilakukan dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama garam. Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl diatas 95 persen, kategori baik dengan kadar NaCl 90–95 persen, dan kategori sedang dengan kadar NaCl antara 80–90 persen. Di Indonesia, kebutuhan kadar garam diatas 95 persen yang mencapai 1,2 juta ton seluruhnya masih diimpor.

Sistem penggaraman rakyat sampai saat ini menggunakan kristalisasi total sehingga produktifitas dan kualitasnya masih kurang. Pada umumnya garam dengan proses tradisional memiliki kadar NaCl kurang dari 90 persen dan banyak mengandung pengotor padahal luas lahan penggaraman rakyat 25.542 Ha atau sekitar 83,31 persen dari luas areal penggaraman nasional.

Jika saja 50% dari luas area penggaraman ini ditingkatkan produktifitasnya menjadi 80 ton/Ha/tahun, maka produksi garam dapat mencapai 1,5 juta ton sehingga total produksi garam nasional meningkat menjadi 1,8 juta ton. Dengan demikian kebutuhan impor garam industri dapat dikurangi dari 1,2 juta ton menjadi hanya sekitar 300.000 ton. Angka yang cukup besar untuk menghemat devisa negara.

19

Page 20: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Sumber:Proses Pembentukan Kristalisasi Garam. Dini Purbani. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003http://www.dkp.go.id

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/ratusan-ton-garam-di-indramayu-tidak-terserap

Oleh: Maman Abdurahman13 November 2012 | 18:42 WIB

Ratusan Ton Garam di Indramayu Tidak Terserap

CIREBON (bisnis-jabar.com)—Ratusan ton garam di Kabupaten Indramayu tidak terserap dan hingga saat ini masih menumpuk di pematang tambak garam, akibat melonjaknya produksi garam selama musim kemarau panjang.

Pada saat semiar peran Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia (KPPI) di Kota Cirebon, Warjo salah satu peserta seminar dari Kabupaten Indramayu mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan penyerapan garam kurang maksimal adalah adanya impor garam pada saat musim panen garam. “Pemerintah melalui KPPI kiranya bisa melakukan upaya-upaya pencegahan dampak dari kebijakan impor seperti pada komoditas garam, agar jangan sampai baru bergerak ketika pelaku usaha sudah terkena dampaknya [rugi],” katanya, Selasa (13/11).

Warjo mengungkapkan selain masalah garam, peredaran komoditas hortikulutra seperti sayuran impor di Kabupaten Indramayu juga sangat memprihatinkan karena peredarannya (sayuran impor) sangat banyak bahkan hingga pasar-pasar tradisional di tingkat kecamatan ataupun desa. “Peredaran sayuran impor yang berlebihan kalau terus dibiarkan tentu akan sangat merugikan petani lokal,” ujarnya. (k3/ajz)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/garam-petambak-indramayu-merugi

Oleh: Newswire 17 November 2012 | 14:16 WIB

GARAM: Petambak Indramayu Merugi

INDRAMAYU—Petani Pantura Kabupaten Indramayu Jawa Barat mengaku harus menangguk rugi karena harga jual garam di bawah modal produksi.

Harga jual garam produksi petani lokal, paling tinggi sekitar Rp400 per kilogram, saat panen raya yakni musim kemarau dan pada musim hujan mereka berhenti mengolah tambak.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Indramayu H Warjo di Cirebon, Sabtu menuturkan, petani di daerah Pantura Kabupaten Indramayu hanya bisa produksi garam saat kemarau.

Tapi, kata dia, harga garam tidak stabil akibat lonjakan impor sehingga mereka merugi. Selain itu minat usaha produksi garam semakin berkurang, harapannya perlindungan usaha bagi mereka, supaya impor dibatasi.

Kurnianto, petani garam di Kabupaten Indramayu mengaku, harga garam sulit diprediksi dan saat panen raya anjlok, sehingga petani merugi karena melimpahnya garam impor. Paling laku dijual Rp300 hingga Rp400 per kilogram. “Butuh kebijakan pemerintah supaya usaha garam di daerah Pantura Kabupaten Indramayu dan Cirebon bisa bertahan, selama ini mereka harus bersaing harga dengan garam impor,” katanya.

Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kasan di Cirebon menuturkan, pihaknya siap memberikan perlindungan kepada petani yang merasa dirugikan akibat melimpahnya barang impor.

Petani harus bisa bertahan, kata dia, jika lonjakan impor menyebabkan kerugian bagi mereka maka pemerintah harus memperhatikan kebutuhan impor tersebut, untuk menjaga dan mempertahankan pelaku usaha lokal.

(Antara/yri)

http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/impor-garam-petani-garam-indramayu-kecewa

Oleh: Dinda Wulandari 27 Februari 2012 | 15:36 WIB

IMPOR GARAM: Petani garam Indramayu kecewa

BANDUNG (bisnis-jabar.com): Petani garam Indramayu kecewa terhadap langkah pemerintah untuk mengimpor 500.000 ton garam karena dapat menjatuhkan harga garam lokal.Indramayu merupakan salah satu sentra penghasil garam di Jabar setelah Cirebon dan Karawang.

Ketua Asosiasi Petani Garam Indramayu Juendi mengatakan, saat ini harga garam di tingkat petani sudah menunjukkan penurunan. “Bulan Januari kemarin harga masih berkisar Rp780 per kg sekarang sudah turun jadi Rp700 per kg, tentu impor itu mengganggu keadaan garam lokal,” katanya kepada Bisnis hari ini.

Menurutnya pemerintah tidak perlu terburu-buru mengimpor garam karena panen raya akan berlangsung pada Agustus mendatang. “Stok garam lokal pun masih bisa memenuhi kebutuhan konsumsi,” ujarnya.

20

Page 21: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Petani garam khawatir jika impor terus dilakukan maka akan berimbas pula terhadap harga garam saat panen raya. Pada panen raya tahun lalu, harga garam di tingkat petani dapat bertahan Rp400 per kg. Namun, dengan adanya impor diperkirakan tahun ini harga garam akan anjlok menjadi Rp300 per kg saat panen berlangsung.

Juendi mengklaim produksi garam oleh petani lokal sudah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Untuk wilayah Jabar saja, misalnya. Kebutuhan garam masyarakat bisa dipenuhi oleh sentra penghasil garam Indramayu dan Cirebon. “Kami bisa memenuhi kebutuhan beberapa daerah di Jabar, seperti Kota Bandung, Bogor, Indramayu sendiri, Cirebon, dan Sukabumi. Saya rasa sentra penghasil garam lainnya pun bisa memenuhi kebutuhan minimal di daerah mereka sendiri,” katanya.

Juendi mengemukakan stok garam lokal pun masih tersedia. Di Indramayu saja, menurutnya, masih terdapat sekitar 100.000 ton garam. “Stok masih ada, jadi jangan buru-buru impor. Kalau untuk industri silakan impor tapi untuk konsumsi harusnya dipenuhi oleh garam lokal saja,” katanya.

Dia berharap pemerintah bisa serius menangani masalah garam dan tidak melupakan kesejahteraan petani garam. “Yang petani garam butuhkan itu adalah peningkatan kesejahteraan. Pemerintah seharusnya juga memberikan bantuan permodalan yang tepat,” katanya. (fsi)

http://en.bisnis.com/articles/harga-garam-mulai-naik

Harga garam mulai naik

Raydion November 24, 2011 16:32

JAKARTA: Harga garam petani menjelang akhir tahun mulai bergerak naik hingga ke level Rp550-Rp650 per kg salah satunya akibat dari rendahnya realisasi produksi.

Anggota Presidium Aliansi Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) Faisal Badawi mengharapkan tren peningkatan harga bisa terus terjadi hingga menyentuh Rp750 per kg pada semester I/2012.

Produksi garam pada tahun ini diperkirakan sekitar 800.000 ton atau tidak mencapai target yang dicanangkan yakni 1,4 juta ton.

Pada September harga garam tercatat sebesar Rp400 per kg hingga Rp450 kg, yang dinilai cukup rendah karena banjirnya produk impor. “Meningkatnya harga garam [menjelang akhir tahun ini] diantaranya karena para perusahaan garam beryodium berskala besar menaikkan harga pembelian, permintaan dari perusahaan garam skala kecil meningkat, permintaan pasar retail meningkat tajam, volume produksi yang jauh dari target, dan intervensi dari pemerintah,” kata Faisal, sore ini.

Sebelumnya, pemerintah mengimbau agar PT Garam, sebagai produsen garam, tidak membeli garam petani dengan harga rendah seperti yang dilakukan oleh tengkulak.

Faisal menuturkan pada tahun depan diharapkan petani bisa bisa sermakin banyak memproduksi garam dengan tujuan meraih lebih banyak pendapatan, sekaligus mengharapkan harga tidak mengalami penurunan. “Diharapkan tahun depan produksi garam bisa mencapai 1,4 juta ton atau lebih banyak dari posisi 2009 yakni 1,2 juta ton. Tahun ini target produksi tidak bisa tercapai karena kondisi alam yang tidak memungkinkan. Sebetulnya, semakin banyak produksi akan berdampak pada pendapatan semakin besar,” jelasnya.

Garam menjadi komoditas yang cukup sering diperbincangkan baru-baru ini terutama antara Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP), terkait masalah impor.

Berdasarkan catatan Bisnis, Kemendag pada tahun ini menerbitkan izin impor garam konsumsi sebanyak 1,04 juta ton. Realisasi hingga pertengahan Agustus mencapai 923.756 ton atau 88,82% dari kuota tersebut.

Di sisi lain, Kementerian KP menargetkan Indonesia pada tahun ini mencapai swasembada garam konsumsi.

Dalam Rapat Dengar Pendapatan antara Komisi IV DPR dengan Kementerian KP, yang berlangsung belum lama ini, diusulkan bahwa tiga kementerian terkait impor garam harus melakukan rapat gabungan.

Ketua Komisi IV DPR Romahurmuzy mengatakan rapat gabungan yang harus dilakukan oleh Kementerian KP, Kemendag, dan Kementerian Perindustrian, diperlukan guna membahas perbatasan impor garam sebagai strategi mencapai swasembada garam.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan pihaknya siap untuk menggelar rapat gabungan tersebut bersama dengan pihak terkait lainnya. “Untuk Kementerian KP sendiri, kewajiban saya untuk menolong produksi garam dalam negeri,” jelas Menteri saar RDP itu.

21

Page 22: Kliping Garam Provinsi Jawa Barat

Adapun pemerintah pada tahun ini telah menganggarkan Rp90 miliar untuk mendorong industri garam dalam negeri. (Bsi)

22