kita berharap implementasi kurikulum 2013 memastikan

16
Memastikan Ketercapaian, Meneguhkan Cita-cita Mengawali tahun 2014, ada agenda yang mesti kita harus pastikan dan teguhkan kembali. Apa itu? Memastikan ketercapaian dan meneguhkan cita-cita. Intinya introspeksi. Apakah yang direncanakan tahun 2013 sudah tercapai dan apakah sudah sesuai dengan cita-cita atau keinginan. Ini penting agar jika ada hambatan dapat diketahui sedini mungkin, dan tidak berkepanjangan untuk segera kembali pada arah dan tujuan yang telah disepakati. Menyimak capaian tahun 2013, kita harus bersyukur beberapa program sudah sesuai dengan yang dicanangkan, bahkan di beberapa program melebihi dari capaian seharusnya. Tapi hal ini tidak boleh menjadikan kita bangga, karena sesungguhnya ekspektasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, termasuk layanan yang harus diterima, begitu besar. Paling tidak ini bisa dilihat dari pantauan pemberitaan media terhadap beberapa topik yang masih ditulis dengan pendekatan negatif atau kontra. Dari 14.140 pemberitaan sepanjang tahun 2013 lalu, masih ada 4.239 pemberitaan (30 persen) yang kontra, sisanya 3.088 (22 persen) yang netral, dan 6.813 (48 persen) yang positif atau pro. Tentu tidak salah jika media menyampaikan hal itu, apalagi orang media selalu berlindung di bawah kata sebagai “kontrol sosial”. Atas nama kontrol sosial itu pulalah, seringkali program dan capaian yang positif, sah bagi media untuk tidak ditampilkan dan ditulis. Toh itu memang tugas Pemerintah. Itu sebabnya kita mengenal istilah yang akrab di dunia media “bad news is good news”. Pada titik inilah maka, jajaran Kementerian harus mampu bekerja optimal, sehingga tidak ada celah lagi bagi media untuk menampilkan hal-hal yang negatif. Jajaran kementerian juga harus mampu menyampaikan fakta dari hasil kerja keras kita, bahwa “good news is good news”. Bagi Kementerian, masih adanya pandangan negatif terhadap kerja yang dilakukan, bisa disikapi dengan meyakini, bahwa ekspektasi masyarakat terhadap berbagai program Kemdikbud begitu besar, sehingga ketika didapatkan kegiatan yang belum memenuhi harapan publik, mereka memberi penilaian negatif. Apa pun yang dinilai oleh publik, kita harus menyikapinya dengan rasa syukur, karena itu berarti, kerja kita diperhatikan, kerja kita dinantikan. Itu sebabnya ke depan, upaya untuk memberikan layanan terbaik kepada para pemangku kepentingan harus menjadi titik perhatian kita bersama. Kita memang tidak boleh berhenti melayani untuk memberikan yang terbaik dalam tiap tingkatan dan jenjang pendidikan. Pun kita juga tidak boleh merasa berpuas diri. Itu sebabnya, tema jumpa pers akhir tahun dengan sengaja memilih “Mendidik Sejak Dini, Sekolah Setinggi Mungkin, Menjangkau Lebih Luas”. Apa maknanya? Tidak lain kita ingin memberikan seluas-luasnya kesempatan untuk bisa menikmati layanan pendidikan dan kebudayaan semaksimal mungkin, tidak boleh terhalang karena status ekonomi, kewilayahan, atau kultural. Semua harus punya kesempatan yang sama. Pada simpul inilah, maka kita harus bisa membuktikannya, harus bisa mengukirnya dalam tinta emas prestasi. Ke depan layanan kepada publik harus makin baik. Bisa? Hasil Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kemdikbud 2013 telah memberikan harapan besar ke arah sana, dengan capaian yang meningkat dibanding tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2012 tingkat kepuasan pemangku kepentingan eksternal berada di 66,1 persen, tahun 2013, naik menjadi 70,6 persen. Mari kita teguhkan keinginan untuk terus memberikan layanan yang terbaik. Semoga! (*) 2 Pelindung: Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Mohammad Nuh; Wakil Menteri Bidang Pendidikan, Musliar Kasim; Wakil Menteri Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti; Penasihat: Sekretaris Jenderal, Ainun Na’im; Pengarah: Sukemi; Penanggung Jawab: Ibnu Hamad; Pemimpin Redaksi: Dian Srinursih; Dewan Redaksi: Hawignyo; Redaktur Pelaksana: Emi Salpiati; Staf Redaksi: Ratih Anbarini, Arifah, Seno Hartono, Aline Rogeleonick, Desliana Maulipaksi, Dina Ayu Mirta; Fotografer: Arif Budiman, Ridwan Maulana; Desain & Artistik: Susilo Widji P., Yus Pajarudin; Sekretaris Redaksi: Tri Susilawati; Redaktur Eksekutif: Priyoko; Alamat Redaksi: Pusat Informasi & Hubungan Masyarakat, Kemdikbud, Gedung C Lt.4, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Telp 021-5711144 Pes. 2413, 021- 5701088. Laman: www.kemdikbud.go.id Redaksi menerima naskah, baik berupa artikel maupun feature dan foto sesuai dengan misi penerbitan media kita ini: ”Membangun Karakter dan Budaya Bangsa” Desain Perwajahan & Tata letak: vien.adrian Fotografer: Keterangan Foto: Kita Berharap Implementasi Kurikulum 2013 Berjalan Lancar Menyadari bahwa pendidikan merupakan hal strategis dalam pembangunan manusia Indonesia, pemerintah berkomitmen memajukannya, baik secara kualitas maupun kuantitas peserta didik. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pemerintah secara kontinu berupaya meningkatkan akses, kualitas, dan keterjaminan pendidikan, baik pendidikan dini, dasar, menengah, maupun tinggi. Upaya itu di antaranya berupa program bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin (BSM), serta Bidikmisi. Ada pula program yang bersifat khusus, seperti afirmasi pendidikan menengah (Adem) dan afirmasi pendidikan tinggi (Adik). Langkah tersebut telah terbukti mampu mengatasi masalah mendasar pendidikan di Indonesia, yaitu soal biaya. Anak-anak usia sekolah yang semula hanya mampu memperoleh biaya pada pendidikan dasar karena keterbatasan biaya, akhirnya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Begitu pula yang putus sekolah. Sedangkan mereka yang telah lulus SMA/SMK dan sederajat dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi di akademi komunitas, politeknik, atau universitas. Berdasarkan data Kemdikbud, angka putus sekolah di tingkat SD pada lima tahun terakhir menurun drastis. Pada tahun pelajaran 2004/2005, sebanyak 2,99 persen anak-anak putus sekolah. Angka itu tinggal 0,90 persen pada tahun pelajaran 2011/2012. Hal itu berkat peran BOS yang dimulai sejak 2005 dan BSM pada beberapa tahun lalu. Begitu pula angka putus sekolah pada jenjang SMP dan SMA/SMK, turun secara signifikan. Melihat persentase keberhasilan itu tentu kita boleh berbangga hati. Secara logika, semakin banyak anak yang mengenyam pendidikan, akan semakin baik pula kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Tenaga terampil bakal melimpah di negeri ini, baik untuk mengelola sumber daya alam (SDA) di dalam maupun di luar negeri. Apalagi keran masuk perguruan tinggi negeri (PTN) terbuka lebar bagi mahasiswa miskin yang memiliki prestasi akademi, sehingga kian menambah tenaga ahli yang siap memimpin negeri ini pada masa mendatang. Kita berharap, mereka akan berganti memegang tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 2045, tepat 100 tahun Indonesia Merdeka. Namun, kita tidak boleh terlena dengan keberhasilan itu. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan segera, satu di antaranya adalah implementasi Kurikulum 2013. Sebagaimana kita rencanakan bersama, implementasi tahap dua Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2014/2015 sudah di depan mata. Kemudian kita akan menyambut implementasi tahap ketiga atau menyeluruh pada tahun pelajaran 2015/2016 di mana semua kelas telah menggunakan Kurikulum 2013. Hal itu memerlukan persiapan matang dan kesabaran, sehingga pada saatnya nanti implementasi Kurikulum 2013 sudah tidak ada kendala berarti. Dalam hal ini, kerja sama antar pemangku kepentingan sangatlah menentukan keberhasilan, mengingat mengimplementasikan kurikulum memang membutuhkan perhatian ekstra karena menyangkut begitu banyak orang. Kita berharap, implementasi Kurikulum 2013 secara menyeluruh akan berjalan lancar, sebagaimana peningkatan angka partisipasi kasar (APK) pada satu sisi dan pengurangan angka putus sekolah pada sisi yang lain. Semoga harapan demikian ini dapat terwujud pada masanya nanti. Amin. (*) Kemdikbud menargetkan 12,86 juta siswa dan mahasiswa dibantu melalui Bantuan Siswa Miskin tahun 2014. Ayo, raihlah masa depan lebih baik. Program Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) terbukti mampu mencegah anak-anak putus sekolah. Siapa lagi yang mau sekolah…? Pemangku kepentingan pendidikan menaruh harapan besar dan percaya bahwa Kurikulum 2013 dapat membawa kualitas pendidikan nasional menjadi lebih baik. Murid juga percaya.

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Memastikan Ketercapaian,Meneguhkan Cita-cita

Mengawali tahun 2014, ada agenda yang mesti kita harus pastikan dan teguhkan kembali. Apa itu? Memastikan ketercapaian dan meneguhkan cita-cita. Intinya introspeksi. Apakah yang direncanakan tahun

2013 sudah tercapai dan apakah sudah sesuai dengan cita-cita atau keinginan.Ini penting agar jika ada hambatan dapat diketahui sedini mungkin, dan

tidak berkepanjangan untuk segera kembali pada arah dan tujuan yang telah disepakati.

Menyimak capaian tahun 2013, kita harus bersyukur beberapa program sudah sesuai dengan yang dicanangkan, bahkan di beberapa program melebihi dari capaian seharusnya. Tapi hal ini tidak boleh menjadikan kita bangga, karena sesungguhnya ekspektasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, termasuk layanan yang harus diterima, begitu besar.

Paling tidak ini bisa dilihat dari pantauan pemberitaan media terhadap beberapa topik yang masih ditulis dengan pendekatan negatif atau kontra. Dari 14.140 pemberitaan sepanjang tahun 2013 lalu, masih ada 4.239 pemberitaan (30 persen) yang kontra, sisanya 3.088 (22 persen) yang netral, dan 6.813 (48 persen) yang positif atau pro.

Tentu tidak salah jika media menyampaikan hal itu, apalagi orang media selalu berlindung di bawah kata sebagai “kontrol sosial”. Atas nama kontrol sosial itu pulalah, seringkali program dan capaian yang positif, sah bagi media untuk tidak ditampilkan dan ditulis. Toh itu memang tugas Pemerintah. Itu sebabnya kita mengenal istilah yang akrab di dunia media “bad news is good news”.

Pada titik inilah maka, jajaran Kementerian harus mampu bekerja optimal, sehingga tidak ada celah lagi bagi media untuk menampilkan hal-hal yang negatif. Jajaran kementerian juga harus mampu menyampaikan fakta dari hasil kerja keras kita, bahwa “good news is good news”.

Bagi Kementerian, masih adanya pandangan negatif terhadap kerja yang dilakukan, bisa disikapi dengan meyakini, bahwa ekspektasi masyarakat terhadap berbagai program Kemdikbud begitu besar, sehingga ketika didapatkan kegiatan yang belum memenuhi harapan publik, mereka memberi penilaian negatif.

Apa pun yang dinilai oleh publik, kita harus menyikapinya dengan rasa syukur, karena itu berarti, kerja kita diperhatikan, kerja kita dinantikan. Itu sebabnya ke depan, upaya untuk memberikan layanan terbaik kepada para pemangku kepentingan harus menjadi titik perhatian kita bersama.

Kita memang tidak boleh berhenti melayani untuk memberikan yang terbaik dalam tiap tingkatan dan jenjang pendidikan. Pun kita juga tidak boleh merasa berpuas diri. Itu sebabnya, tema jumpa pers akhir tahun dengan sengaja memilih “Mendidik Sejak Dini, Sekolah Setinggi Mungkin, Menjangkau Lebih Luas”.

Apa maknanya? Tidak lain kita ingin memberikan seluas-luasnya kesempatan untuk bisa menikmati layanan pendidikan dan kebudayaan semaksimal mungkin, tidak boleh terhalang karena status ekonomi, kewilayahan, atau kultural. Semua harus punya kesempatan yang sama.

Pada simpul inilah, maka kita harus bisa membuktikannya, harus bisa mengukirnya dalam tinta emas prestasi. Ke depan layanan kepada publik harus makin baik. Bisa? Hasil Survei Kepuasan Pemangku Kepentingan Kemdikbud 2013 telah memberikan harapan besar ke arah sana, dengan capaian yang meningkat dibanding tahun sebelumnya. Jika pada tahun 2012 tingkat kepuasan pemangku kepentingan eksternal berada di 66,1 persen, tahun 2013, naik menjadi 70,6 persen.

Mari kita teguhkan keinginan untuk terus memberikan layanan yang terbaik. Semoga! (*)

2

Pelindung: Menteri Pendidikan & Kebudayaan, Mohammad Nuh; Wakil Menteri Bidang Pendidikan, Musliar Kasim; Wakil Menteri Bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti; Penasihat: Sekretaris Jenderal, Ainun Na’im; Pengarah: Sukemi; Penanggung Jawab: Ibnu Hamad; Pemimpin Redaksi: Dian Srinursih; Dewan Redaksi: Hawignyo; Redaktur Pelaksana: Emi Salpiati; Staf Redaksi: Ratih

Anbarini, Arifah, Seno Hartono, Aline Rogeleonick, Desliana Maulipaksi, Dina Ayu Mirta; Fotografer: Arif Budiman, Ridwan Maulana; Desain & Artistik: Susilo Widji P., Yus Pajarudin; Sekretaris Redaksi: Tri Susilawati; Redaktur Eksekutif: Priyoko; Alamat Redaksi: Pusat Informasi & Hubungan Masyarakat, Kemdikbud, Gedung C Lt.4, Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Telp 021-5711144 Pes. 2413, 021-5701088. Laman: www.kemdikbud.go.id

Redaksi menerima naskah, baik berupa artikel maupun feature dan foto sesuai dengan misi penerbitan media kita ini: ”Membangun Karakter dan Budaya Bangsa”

Desain Perwajahan & Tata letak: vien.adrian

Fotografer:

Keterangan Foto:

Kita Berharap Implementasi Kurikulum 2013

Berjalan LancarMenyadari bahwa pendidikan merupakan hal strategis dalam

pembangunan manusia Indonesia, pemerintah berkomitmen memajukannya, baik secara kualitas maupun kuantitas peserta didik. Melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), pemerintah secara kontinu berupaya meningkatkan akses, kualitas, dan keterjaminan pendidikan, baik pendidikan dini, dasar, menengah, maupun tinggi.

Upaya itu di antaranya berupa program bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin (BSM), serta Bidikmisi. Ada pula program yang bersifat khusus, seperti afirmasi pendidikan menengah (Adem) dan afirmasi pendidikan tinggi (Adik).

Langkah tersebut telah terbukti mampu mengatasi masalah mendasar pendidikan di Indonesia, yaitu soal biaya. Anak-anak usia sekolah yang semula hanya mampu memperoleh biaya pada pendidikan dasar karena keterbatasan biaya, akhirnya dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Begitu pula yang putus sekolah. Sedangkan mereka yang telah lulus SMA/SMK dan sederajat dapat melanjutkan ke pendidikan tinggi di akademi komunitas, politeknik, atau universitas.

Berdasarkan data Kemdikbud, angka putus sekolah di tingkat SD pada lima tahun terakhir menurun drastis. Pada tahun pelajaran 2004/2005, sebanyak 2,99 persen anak-anak putus sekolah. Angka itu tinggal 0,90 persen pada tahun pelajaran 2011/2012. Hal itu berkat peran BOS yang dimulai sejak 2005 dan BSM pada beberapa tahun lalu. Begitu pula angka putus sekolah pada jenjang SMP dan SMA/SMK, turun secara signifikan.

Melihat persentase keberhasilan itu tentu kita boleh berbangga hati. Secara logika, semakin banyak anak yang mengenyam pendidikan, akan semakin baik pula kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Tenaga terampil bakal melimpah di negeri ini, baik untuk mengelola sumber daya alam (SDA) di dalam maupun di luar negeri. Apalagi keran masuk perguruan tinggi negeri (PTN) terbuka lebar bagi mahasiswa miskin yang memiliki prestasi akademi, sehingga kian menambah tenaga ahli yang siap memimpin negeri ini pada masa mendatang. Kita berharap, mereka akan berganti memegang tongkat estafet kepemimpinan pada tahun 2045, tepat 100 tahun Indonesia Merdeka.

Namun, kita tidak boleh terlena dengan keberhasilan itu. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan segera, satu di antaranya adalah implementasi Kurikulum 2013. Sebagaimana kita rencanakan bersama, implementasi tahap dua Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2014/2015 sudah di depan mata. Kemudian kita akan menyambut implementasi tahap ketiga atau menyeluruh pada tahun pelajaran 2015/2016 di mana semua kelas telah menggunakan Kurikulum 2013.

Hal itu memerlukan persiapan matang dan kesabaran, sehingga pada saatnya nanti implementasi Kurikulum 2013 sudah tidak ada kendala berarti. Dalam hal ini, kerja sama antar pemangku kepentingan sangatlah menentukan keberhasilan, mengingat mengimplementasikan kurikulum memang membutuhkan perhatian ekstra karena menyangkut begitu banyak orang.

Kita berharap, implementasi Kurikulum 2013 secara menyeluruh akan berjalan lancar, sebagaimana peningkatan angka partisipasi kasar (APK) pada satu sisi dan pengurangan angka putus sekolah pada sisi yang lain. Semoga harapan demikian ini dapat terwujud pada masanya nanti. Amin. (*)

Kemdikbud menargetkan 12,86 juta siswa dan mahasiswa dibantu melalui Bantuan Siswa Miskin tahun 2014.

Ayo, raihlah masa depan lebih baik.

Program Bantuan Operasinal Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) terbukti mampu mencegah anak-anak putus sekolah.

Siapa lagi yang mau sekolah…?

Pemangku kepentingan pendidikan menaruh harapan besar dan percaya bahwa Kurikulum 2013 dapat membawa kualitas pendidikan nasional menjadi lebih baik.

Murid juga percaya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, dan Kinabalu, Malaysia, Sabtu dan Minggu (22/12). Kedatangan Mendikbud disambut suka cita pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa, yang tampak bersemangat.

Dalam kunjungan itu, Mendikbud didampingi Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Dasar, Hamid Muhammad; Dirjen Pendidikan Menengah, Achmad Djazidie; dan Direktur Pembinaan SMP, Didik Suhardi, serta Ibu Laily M. Nuh.

Pada kesempatan itu, Mendikbud meresmikan TK Integral Nurul Islam Hidayatullah Nunukan dan Rumah Pintar Mutiara Bangsa Pulau Sebatik, yang ditandai dengan penandatanganan prasasti. Selain itu, seusai melakukan kunjungan di Pulau Sebatik, ia juga meresmikan Commmunity Leaning Center (CLC) sebagai tempat pendidikan untuk anak-anak TKI di Kinabalu, Malaysia.

Di Kabupaten Nunukan, Mendikbud memberikan bantuan pendidikan untuk siswa di daerah perbatasan tersebut. Voucher bantuan pendidikan senilai RP 3,5 miliar itu secara simbolis diberikan di SMK Negeri 1 Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan.

Bantuan pendidikan yang diberikan Mendikbud itu terdiri dari Bantuan Siswa Miskin Sekolah Dasar (BSM SD) sebesar Rp1.087.015.000 untuk 3.092 siswa; Bantuan Siswa Miskin Sekolah Menengah Pertama (BSM SMP) sebesar Rp1.424.425.000 untuk 2.815 siswa; dan Bantuan Pendidikan bagi anak-anak TKI, masing-masing untuk jenjang SD sebanyak 1.733 siswa dan SMP sebanyak 907 siswa,

dengan total bantuan sebesar Rp1.000.860.000.

Asrama Anak TKIMendikbud mengatakan,

Kemdikbud berencana akan membangun 50 Learning Center (LC) di Malaysia, dengan induknya

di Kinabalu, Malaysia. “Sekolahnya akan dibangun dengan bagus di perbatasan Tawau dan Sebatik, sehingga anak-anak TKI tidak lari ke negara sebelah,” ujarnya.

Dalam sambutannya, ia juga menyampaikan, anak-anak Indonesia di mana pun berada mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, minimal sampai dengan pendidikan menengah.

Dalam kesempatan kunjungan di SMK Negeri 1 Pulau Sebatik, Mendikbud juga mengatakan akan membangun asrama untuk anak-anak TKI yang orang tuanya bekerja di Malaysia. “Dengan demikian, orang tua mereka bisa tenang dalam bekerja di negeri seberang,” tuturnya.

Ia menambahkan, Kemdikbud juga akan membangun beberapa

sekolah menengah kejuruan (SMK) dan akademi komunitas (AK), berikut fasilitas transportasi siswa dari Pulau Sebatik ke sekolah dan sebaliknya.

“Selain itu, kami akan memberikan mandat khusus kepada Rektor Universitas Borneo untuk

menampung adik-adik kita yang ada di daerah. Intinya, setiap anak bangsa harus diberi kesempatan untuk sekolah,” tegas Mendikbud.

Selain memberikan bantuan pendidikan untuk anak-anak TKI dan kepada pelajar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, Kemdikbud juga mendirikan sekolah Indonesia di Kinabalu, Malaysia. Hal itu ditegaskan pada pertemuan bilateral antara Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dengan PM

Malaysia, Najib Tun Abdul Razak, beberapa waktu lalu.

Sekolah Indonesia di Kinabalu tersebut diresmikan Mendikbud, Minggu, 22 Desember 2013, yang akan dilanjutkan dengan pembangunan Sekolah Indonesia di Tawau. (Arif)

3

Kemdikbud berencana akan membangun 50 Learning Center (LC) di Malaysia, dengan induknya di Kinabalu, Malaysia.

Setiap Anak Harus SekolahMendikbud Kunjungi Nunukan dan Kinabalu

Mendikbud, Mohammad Nuh membawa angin segar di Nunukan dan Kinabalu. Dalam kunjungan kerjanya di daerah itu, ia memberi banyak bantuan dan meresmikan fasilitas pendidikan yang sangat bermanfaat untuk anak-anak di daerah terluar tersebut.

Kami akan memberi mandat

khusus kepada Rektor Universitas

Borneo untuk menampung adik-adik kita yang ada di daerah. Intinya, setiap anak bangsa

harus diberi kesempatan untuk

sekolah.

Mendikbud, Mohammad Nuh tengah berbincang-bincang bersama siswa-siswa di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara usai memberikan bantuan pendidikan, Sabtu (22/12).

Dibandingkan dengan negara maju, rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia masih tertinggal. Pada 2012, rata-rata lama sekolah di Indonesia hanya mencapai 8,01 tahun. Sedangkan di Amerika dan sejumlah negara maju lainnya seperti Jepang, Korea Selatan, Belanda, dan Finlandia, pada 2010, rata-rata lama sekolah penduduknya sudah mencapai lebih dari 10 tahun. Begitu pula jika dibandingkan dengan negara tetangga terdekat, Malaysia, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia juga masih di bawahnya.

“Tidak apa-apa kita kalah, yang tidak boleh adalah kalau kita tidak mau mengejar ketertinggalan. Oleh karena itu, sekarang kita berupaya mengejar, supaya rata-rata lama sekolah kita lebih baik lagi,” ucap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, saat menggelar jumpa pers akhir tahun 2013 di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Senin (30/12). Hadir pada acara Wakil Menteri bidang Pendidikan, Musliar Kasim; Wakil Menteri bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, dan Sekretaris Jenderal Kemdikbud, Ainun Na’im, serta sejumlah pejabat lingkup Kemdikbud.

Menyadari ketertinggalan itu, Kemdikbud menyiapkan tiga skenario untuk mendongkrak rata-rata lama sekolah di Indonesia, mulai dari skenario yang disebut Mendikbud sebagai skenario pesimis atau paling rendah, sedang, hingga skenario yang tinggi.

Skenario pertama adalah menaikkan rata-rata lama sekolah menjadi 12,35 tahun. Capaian ini, kata Mendikbud, hampir sama dengan Amerika Serikat pada 1995. “Kita tidak boleh kecil hati karena Amerika merdeka sejak dulu,

tetapi ini harus kita lakukan,” katanya.Skenario kedua adalah untuk

mencapai sasaran menjadi 13,17 tahun. Sementara skenario ketiga adalah menaikkan rata-rata lama sekolah hingga 14,05 tahun.

Mendikbud menyatakan, pihaknya bertekad ingin mencapai angka pada

skenario ketiga tersebut. “Di situlah mengapa kita melakukan Pendidikan Menengah Universal, supaya minimal adik-adik kita hingga usia 18 tahun paling tidak pendidikannya sudah 12 tahun. Syukur-syukur bisa naik lagi. Kalau dia 14 tahun, berarti minimal D-II atau D-III,” ungkapnya.

Ia yakin rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia dapat terus naik, karena selama periode lima sampai sepuluh tahun terlihat ada peningkatan. Tahun 1995, rata-rata

lama sekolah mencapai 6 tahun. Pada 2005, angkanya naik menjadi 7,8 tahun, kemudian pada 2010 naik lagi menjadi 8 tahun. Data terakhir pada 2012, juga terdapat kenaikan meskipun tipis, menjadi 8,01 tahun.

Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini mengungkapkan, rata-rata lama sekolah memang tidak bisa naik secara signifikan, meski perhitungan dilakukan dalam jangka waktu lima tahun. Hal tersebut dikarenakan perhitungan rata-rata lama sekolah diperoleh dari pembagian antara jumlah penduduk yang sekolah dengan seluruh penduduk yang berpendidikan hingga SD.

Ia menjelaskan, sekitar 48,5 persen tenaga kerja Indonesia merupakan lulusan SD ke bawah, yang berarti ada juga yang tidak bersekolah. Pembagi 48,5 persen inilah yang menjadi beban, sehingga tidak mudah untuk menaikan rata-rata lama sekolah itu. Namun, hal itu dapat dilakukan percepatan dengan cara mendorong anak-anak paling tidak lulus sekolah menengah. Ini dilakukan untuk mengurangi pembagi yang rata-rata lulusan SD ke bawah tersebut.

Sesuai jalurPada kesempatan yang sama Mendikbud menyampaikan,

semua indikator utama pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sudah sesuai jalur dan bahkan beberapa indikator melebihi target. “Kalau dilihat RPJMN dari tahun 2013 dan target 2014 minimal hijau, artinya on track, tidak meleset, bahkan ada yang melebihi target,” tegasnya.

Ia menyebutkan, untuk bidang pendidikan, indikator yang sesuai jalur di antaranya adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, APM SD/SDLB/MI/Paket A, APK SMA/SMK/MA/Paket C, dan APK pendidikan tinggi usia 19-23 tahun. Adapun indikator yang melebihi target di antaranya adalah angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas dan APM SMP/SMPLB/MTs/Paket B.

Sementara untuk bidang kebudayaan, indikator yang sesuai jalur di antaranya adalah jumlah penelitian bidang arkeologi, jumlah reaktualisasi kesenian yang hampir punah, dan jumlah fasilitasi film yang berkarakter. Adapun indikator-indikator yang melebihi target di antaranya adalah jumlah museum yang

direvitalisasi dan jumlah cagar budaya yang dilestarikan.“Tidak ada cara lain untuk mempersiapkan generasi 2045 kecuali mendidik

sejak dini, sekolah setinggi mungkin, dan menjangkau lebih luas,” kata Mendikbud. (Agung, Ratih)

Tiga Skenario Dongkrak Rata-rata Lama Sekolah

Tidak apa-apa kita kalah, yang tidak

boleh adalah kalau kita tidak mau mengejar ketertinggalan.

Pada saat ini, bangsa Indonesia sedang bersemangat mengejar segala hal yang tertinggal, baik di bidang iptek, ekonomi, maupun pendidikan. Semua persoalan itu kiranya dapat diselesaikan dengan baik jika tingkat pendidikan bangsa Indonesia terus menerus meningkat, begitu pula dengan kualitas dan pemerataannya.

Tidak ada cara lain untuk

mempersiapkan generasi 2045

kecuali mendidik sejak dini,

sekolah setinggi mungkin, dan menjangkau lebih luas.

Sejak Kemdikbud melaksanakan program BOS dan BSM, biaya sekolah sudah bukan lagi menjadi masalah pokok di dunia pendidikan. Angka putus sekolah dapat diturunkan. Sebaliknya, anak-anak bergairah melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Bank Dunia mengakui, BOS dan BSM merupakan cara jitu membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi penduduk Indonesia.

BOS dan BSM Terbukti Cegah Putus Sekolah

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Siswa Miskin (BSM) terbukti mampu mencegah anak-anak putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Saat menggelar Jumpa Pers Akhir Tahun 2013, di Jakarta, Senin (30/12), Mendikbud memperlihatkan data bahwa di tingkat SD, angka putus sekolah di tahun pelajaran 2004/2005 sekitar 2,99 persen. Melalui peran BOS yang dimulai sejak 2005 dan BSM beberapa tahun lalu, angka putus sekolah pada tahun pelajaran 2011/2012 turun hingga hanya 0,90 persen.

Penurunan angka putus sekolah bukan hanya terjadi di tingkat SD, tetapi juga pada jenjang SMP dan SMA/SMK. Jika pada tahun pelajaran 2004/2005, angka putus sekolah jenjang SMP mencapai 2,83 persen, pada tahun pelajaran 2011/2012 turun menjadi 1,57 persen. Demikian pula dengan tingkat SMA yang turun menjadi 1,16 persen di tahun pelajaran 2011/2012 dari 1,64 persen (2004/2005), sedangkan jenjang SMK turun menjadi 3,34 persen dari

5,43 persen (2004/2005).“Kalau BSM bisa kita gencarkan lagi, maka angka

putus sekolah dapat kita tekan lagi,” ungkap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, ketika menggelar Jumpa Pers Akhir Tahun 2013, di Jakarta, Senin (30/12).

Ia menambahkan, peran BOS dan BSM untuk mencegah anak putus sekolah juga telah mendapat pengakuan dari Bank Dunia. Hal ini menunjukkan bahwa kedua program tersebut sudah tepat dilakukan.

Walaupun demikian, angka putus sekolah masih menjadi tantangan bagi Kemdikbud. Pihaknya ingin agar seluruh anak usia sekolah dapat menikmati seluruh proses pembelajaran di tingkat dasar hingga menengah tanpa terkecuali.

Ia menyebut, rata-rata Angka Partisipasi Kasar (APK) secara nasional sudah bagus. Namun, tidak boleh berhenti sampai dengan rata-rata nasional, karena ada

kabupaten/kota yang memiliki APK rendah dan belum mencapai 70 persen. Sekarang ini, terdapat 158 kabupaten/kota yang masih di bawah rata-rata nasional. Oleh karena itu, dengan kebijakan rich wider atau menjangkau lebih luas, Kemdikbud ingin berkonsentrasi di daerah-daerah yang memiliki APK rendah.

Selain terus menerus mengatasi permasalah pendidikan di dalam negeri, Kemdikbud juga bertekad menjangkau anak-anak Indonesia yang ada di luar negeri, seperti di Malaysia. Ada sekitar 50.000 anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang terancam tidak bisa sekolah. Hal tersebut karena peraturan di Malaysia menyatakan, warga negara asing tidak boleh sekolah di sekolah negeri Malaysia atau disebut sekolah kebangsaan Malaysia. “Ini menjadi tanggung jawab moral kita,” kata Mendikbud.

Itulah salah satu alasan Kemdikbud mendirikan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) yang merupakan sekolah Indonesia di luar negeri ke-15.

Sekolah induk ini melayani semua sekolah satelit yang ada di kawasan perkebunan, tempat para TKI bekerja.

Ada pula 185 Community Learning Centre (CLC) yang telah beroperasi sejak dua tahun lalu dan melayani sekitar 22.000 anak TKI. Tahun ini,

Kemdikbud menargetkan membangun 200 CLC baru di Malaysia untuk memberikan layanan pendidikan kepada anak-anak TKI yang belum terjangkau. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mendirikan CLC di wilayah Serawak. Sebelumnya, pembangunan dilakukan di wilayah Johor.

“Sudah tidak ada lagi hambatan secara politik setelah ada kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Malaysia. Keduanya sepakat, bahwa ini bagian dari hak azazi manusia,” ungkapnya.

BSM MeningkatDalam kesempatan sama, ia mengatakan,

Kemdikbud menargetkan 12,86 juta siswa dan mahasiswa yang dibantu melalui BSM di tahun 2014. Jumlah tersebut tersebar mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi melalui program Bidikmisi. Untuk jenjang SD, alokasi BSM ditargetkan membantu 8.062.561 siswa. Jumlah tersebut meningkat dari 2013 sebanyak 3.530.305 siswa.

Sementara untuk jenjang SMP, ditargetkan sebanyak 2.893.187 siswa, meningkat dari 2013 sebanyak 1.661.205 siswa. Dan untuk jenjang sekolah menengah, BSM diharapkan mampu membantu 1.696.975 siswa, atau meningkat dari jumlah 2013 yaitu 1.181.714 siswa. Sedangkan untuk perguruan tinggi, beasiswa bidikmisi diharapkan mampu menjaring 219.799 mahasiswa. Jumlah tersebut meningkat dari 2013 yang telah membantu sebanyak 145.539 mahasiswa.

Adapun nominal bantuan masing-masing siswa/mahasiswa di setiap jenjang adalah sebagai berikut: (1) untuk jenjang SD, tahun 2013 sebesar Rp 360.000, meningkat menjadi Rp 450.000 di 2014; (2) untuk jenjang SMP, sebesar Rp 560.000 meningkat menjadi Rp 750.000 di 2014; (3) untuk jenjang sekolah menengah, besarannya tetap, yaitu Rp 1.000.000; (4) dan untuk perguruan tinggi juga tetap yaitu Rp 12.000.000/mahasiswa/tahun.

Data Kemdikbud menyebut, realisasi penyaluran BSM hingga 13 Desember 2013 telah mencapai seratus persen. Dari dana Rp 3,137 triliun untuk 5.958.735 siswa yang berasal dari APBN, telah terserap sepenuhnya dengan mekanisme penyaluran melalui kantor pos. Sementara Rp 6,037 triliun lainnya yang berasal dari APBN-P telah terserap dengan mekanisme penyaluran melalui bank daerah. (Ratih, Aline)

Kalau BSM bisa kita gencarkan lagi, maka angka putus sekolah dapat kita tekan lagi.

Kemdikbud menargetkan 12,86 juta siswa dan mahasiswa yang dibantu melalui BSM di tahun 2014. Jumlah tersebut tersebar mulai dari jenjang SD hingga perguruan tinggi melalui program Bidikmisi.

Foto: Yus PIH

Mendikbud, Mohammad Nuh bertemu dan berbincang bersama sejumlah mahasiswa penerima Bidikmisi di Universitas Negeri Medan, Sabtu (14/12/2013) lalu. Tahun ini Bidikmisi juga diberikan bagi mahasiswa lulusan S-1 dengan IPK sangat memuaskan melanjutkan ke jenjang S-2 dan S-3.

Bidikmisi Lanjut ke S-2 dan S-3Hampir bisa dipastikan, akan semakin banyak keluarga tak mampu yang berhasil memutus mata rantai kemiskinan pada dekade mendatang. Hal ini berkat program Bidikmisi yang diselenggarakan oleh Kemdikbud. Bahkan tidak menutup kemungkinan muncul banyak doktor dari kalangan keluarga miskin.

Mahasiswa S-1 penerima Bidikmisi dengan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hampir sempurna, diusulkan menerima Bidikmisi untuk program S-2 dan S-3. Mereka dipersilakan memilih perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri. Melalui Bidikmisi program pendidikan master dan doktoral ini, pada lima hingga sepuluh tahun mendatang diharapkan muncul doktor-doktor baru yang berasal dari keluarga tidak mampu.

Hal itu diungkapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, kepada media massa ketika menggelar Jumpa Pers Akhir Tahun 2013, di Jakarta, akhir tahun lalu, Senin (30/12).

Usulan itu didasari oleh kenyataan, bahwa sejumlah mahasiswa penerima Bidikmisi yang lulus pada 2013 lalu mengantongi IPK di atas 3,90 dengan masa kuliah 3,5 tahun. Seorang mahasiswa Bidikmisi Universitas Hasanuddin misalnya, lulus dengan IPK 3,96. Ada pula mahasiswa Bidikmisi Universitas Padjadjaran dan Universitas Negeri Padang yang sama-sama lulus dengan IPK sekitar 3,90.

“Mereka ini kami pastikan diberikan beasiswa S-2 dan S-3, mau di dalam ataupun di luar negeri. Supaya nanti 5 sampai 10 tahun ke depan, banyak sekali doktor-doktor dari keluarga tidak mampu,” ujar Mendikbud, yang memperoleh laporan mengenai prestasi itu dari dari sejumlah rektor perguruan tinggi negeri (PTN).

Ia menambahkan, dengan stok yang ada saat ini sekitar 200.000, dan diperkirakan setiap tahun sekitar 50.000 mahasiswa yang lulus, maka, jika 10 persen dari lulusan tersebut meraih IPK di atas 3,00, bisa dipastikan akan banyak pula bermunculan generasi penerus bangsa yang luar biasa. “Bisa jadi ada 5.000-an doktor-doktor baru,” tuturnya.

Tahun lalu, penerima Bidikmisi mencapai 58.900

mahasiswa. Dengan jumlah tersebut, total penerima Bidikmisi yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi tahun 2013 sebanyak 148.540 orang. Pada tahun yang sama, sedikitnya 1.613 mahasiswa D-III telah merampungkan studinya, sehingga jumlah penerima beasiswa bagi mahasiswa miskin berjumlah 146.927 orang.

Sementara tahun ini, Kemdikbud mengalokasikan Bidikmisi untuk 60.000 mahasiswa. Setelah dikurangi jumlah mahasiswa yang menyelesaikan pendidikan S-1 dan D-III yang diprediksi sebanyak 20.321 orang, maka total mahasiswa penerima Bidikmisi berjumlah 186.606 orang. Kemdikbud memang menargetkan kuota Bidikmisi meningkat setiap tahun. Saat pertama kali program ini diluncurkan pada 2010, sebanyak 18.125 mahasiswa menerima Bidikmisi. Setahun berikutnya, jumlah penerima dinaikkan menjadi 27.867 mahasiswa. Demikian pula pada tahun 2012 yang dinaikkan mencapai 43.648 mahasiswa.

Bidikmisi merupakan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun memiliki potensi akademik. Kebijakan ini dilakukan sebagai usaha pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi keluarga miskin.

Selain untuk biaya pendidikan, mahasiswa dapat menggunakan dana bantuan Bidikmisi untuk biaya hidup selama kuliah baik di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun di Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Besarnya berkisar Rp 6 juta per semester per mahasiswa. Berdasarkan data, sebagian besar penerima Bidikmisi berasal dari SMA negeri (60 persen), SMK negeri (13 persen), SMA swasta (10 persen), MA swasta (5-7 persen), serta SMK swasta (3 persen). Mendikbud berharap melalui program ini, rantai kemiskinan yang selama ini membelenggu keluarga mereka dapat terputus. (Ratih)

Foto: Arif PIH

Seluruh Ruang Kelas Rusak Berat Direhab

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menargetkan tidak ada lagi ruang kelas SD-SMP yang rusak berat di 2014 mendatang. Dengan program rehabilitasi sepanjang tahun 2011-2013, ruang kelas SD-SMP rusak sedang dan rusak berat menurun signifikan.

Dari paparan yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, sebanyak 132.137 ruang kelas SD rusak berat pada 2011 telah direhabilitasi sehingga pada 2013 turun menjadi 5.325 ruang.

Sedangkan untuk SMP, dari 41.027 ruang rusak berat pada 2011, turun menjadi 2.711 ruang pada 2013. “Rehab ini pekerjaan besar,” katanya pada Jumpa Pers Akhir Tahun 2013, Senin (30/12), di Jakarta.

Untuk katagori rusak sedang, dari 160.780 ruang kelas jenjang SD pada 2011, setelah direhabilitasi menjadi 136.616 ruang kelas pada 2013. Targetnya, di 2014 mendatang ruang kelas rusak sedang tinggal 94,160 ruang.

Sementara untuk jenjang SMP dari 82.892 ruang kelas rusak sedang pada 2011, pada tahun berikutnya turun menjadi 64.354 ruang. Targetnya, 2014 ruang kelas SMP yang rusak sedang tinggal 44.125 ruang.

Ia mencontohkan, kasus sekolah rusak berat di Kabupaten Lebak, Banten, beberapa waktu lalu sempat menjadi sorotan. Sekolah tersebut merupakan sekolah filial yang lokasinya jauh dari sekolah induk. “Sekolah induknya relatif bagus. Sekolah filial itu dari papan, dan bambu. Kami sudah menurunkan tim untuk membangun di situ,” katanya.

Program rehabilitasi telah menaikkan jumlah ruang kelas dengan katagori baik. Untuk jenjang SD, pada tahun 2011 tercatat 726.101 ruang kelas dalam kategori ini. Hingga pada tahun 2013, kenaikan jumlah ruang kelas dengan katagori baik sebesar 153.841 ruang, menjadi 879.942 ruang.

Dan, untuk jenjang SMP, sebanyak 192.826 ruang kelas tercatat dalam katagori baik. Pada tahun 2013, jumlah tersebut meningkat menjadi 258.469.

Total sekolah yang direhabilitasi hingga pada tahun 2013 sebanyak 148.142 SD dan 36.564 SMP. Sedangkan ruang kelasnya berjumlah 1.021.883 ruang kelas SD, dan 325.534 ruang kelas SMP. (Aline)

Siap-siap Sambut Pelaksanaan Kurikulum 2013 Secara MasifPelaksanaan Kurikulum 2013 tahap kedua pada tahun pelajaran 2014/2015 mendatang dinyatakan sudah siap. Tahapan pelaksanaannya pun telah disusun, bahkan Kemdikbud menyiapkan pendampingan bagi guru kelas untuk meningkatkan pemahaman terhadap kurikulum baru tersebut. Secara politis, pelaksanaan Kurikulum 2013 didukung pemangku kepentingan pendidikan dengan cara memberi respons positif atas pelaksanaannya. Begitu pula secara teknis, kepala dinas pendidikan menyatakan kesiapannya 100 persen. Maka, siap-siaplah menyambut pelaksanaan Kurikulum 2013 secara masif.

Masyarakat Beri Respons Positif

Masyarakat memberi respons positif terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Demikian hasil sensus yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kepada pemangku kepentingan pendidikan terhadap Kurikulum 2013 pada akhir 2013 lalu.

Hasil sensus memperlihatkan, sebanyak 82,54 persen guru SD menjawab bahwa Kurikulum 2013 dapat membangun karakter siswa, dan 86,38 guru SMP menyatakan Kurikulum 2013 lebih menarik, sehingga anak lebih tertarik untuk belajar.

“Kalau jawabannya hampir semua ya, tidak ada cara lain kecuali (Kurikulum 2013) diterapkan 100 persen,” kata kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, akhir tahun lalu, di Jakarta. “Kurikulum 2013 dapat sorotan sangat bagus diawal implementasinya karena diragukan. Tapi setelah melakukan sensus, dan responsnya baik, kami semakin confident,” tambahnya.

Sensus ini melibatkan lebih dari 76.000 responden dari komponen siswa, guru, kepala sekolah, orangtua, komite sekolah, hingga pengawas. Adapun yang ditanyakan kepada siswa seputar dampak implementasi Kurikulum 2013. Misalnya, apakah Kurikulum 2013 membangun

karakter siswa? Atau, apakah Kurikulum 2013 membangun semangat belajar siswa?

Ia menuturkan, penetapan implementasi Kurikulum 2013 secara masif telah diputuskan dalam rapat bersama Wakil Presiden di akhir tahun 2013. Keputusan tersebut diambil karena hasil sensus menunjukkan gradasi positif. “Kalau hasilnya cuma 60 persenan, kita tidak berani,” tuturnya.

Selain sensus mengenai dampak

Kurikulum 2013 terhadap siswa, materi lain dalam sensus tersebut adalah dampak terhadap guru. Diketahui, guru masih kesulitan dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Untuk itu, dalam pelatihan yang diadakan ke depan, pembuatan RPP akan menjadi salah satu agenda utama. Demikian pula untuk kepala sekolah. Dalam hasil sensus tersebut kepala sekolah diminta lebih aktif dalam melakukan supervisi. “Semua akan kita perbaiki,” pungkasnya.

Rangkaian ImplementasiKetua Unit Implementasi Kurikulum 2013

(UIK) Kemdikbud, Tjipto Sumadi, menjelaskan, implementasi Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2014/2015 dilakukan dengan serangkaian proses. Rangkaian pertama adalah proses penyusunan buku yang selesai pada pertengahan Januari 2014.

Rangkaian kedua adalah penentuan sasaran. Tahun ini, Kurikulum 2013 akan diterapkan untuk seluruh jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA/SMK, baik yang berstatus negeri maupun swasta, kecuali untuk kelas 3 dan 6 SD, IX SMP, dan XII SMA/SMK. “Ini baru akan diterapkan pada tahap ketiga, yaitu pada tahun pelajaran 2015/2016,” katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, di Jakarta, Senin (13/1).

Setelah penentuan sasaran selesai, kemudian

dihitung jumlah siswa dan guru yang akan menerima Kurikulum 2013 ini. Penghitungan jumlah siswa dan guru penting untuk menentukan jumlah buku yang akan dicetak dan dibeli pihak sekolah.

Setelah buku siap, rangkaian berikutnya adalah pelatihan guru sasaran yang didahului dengan pelatihan instruktur nasional. Langkah ini kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013 tahap kedua di tahun pelajaran 2014/2015. “Setelah ini berjalan, kita menyiapkan pendampingan. Pendamping ini adalah seluruh peserta terbaik yang mengikuti pelatihan. Mereka akan dipilih untuk kemudian menjadi guru pendamping,” tutur Tjipto.

Ia menambahkan fungsi guru pendamping adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang didampingi, sehingga diharapkan pelaksanaan Kurikulum 2013 untuk tahap kedua ini berjalan lebih baik.

SD di Frankfurt Sementara itu di kesempatan berbeda, Wakil

Menteri bidang Pendidikan (Wamendik), Musliar Kasim mengucap syukur atas terlaksananya Kurikulum 2013. Setelah melaksanakan kurikulum baru tersebut pada tahun pelajaran 2013/2014 dan melihat serta membandingkan dengan sekolah unggulan di dalam dan luar negeri, ia menilai Kurikulum 2013 sudah benar dan bagus.

Dalam kunjungannya ke salah satu sekolah swasta berskala internasional di Jakarta, ia mengatakan, model pembelajaran pada Kurikulum 2013 hampir sama dengan yang dilakukan di sekolah tersebut. Padahal sekolah ini mematok biaya pendidikan yang sangat tinggi, sekitar 20.000-30.000 dolar AS per tahun.

Model pembelajaran yang mirip dengan Kurikulum 2013 juga ia temui pada sekolah dasar di Frankfurt, Jerman. Kunjungan tersebut ia lakukan di sela-sela kegiatan Frankfurt Book Fair 2013, di mana Kemdikbud menjadi salah satu peserta pameran. Buku yang digunakan dalam proses pembelajaran juga sama dengan yang digunakan dalam Kurikulum 2013. “Bahkan kita lebih baik dari yang mereka punya, karena mereka masih menggunakan model tematik per mata pelajaran, tetapi buku kita sudah tematik terpadu,” papar Musliar.

Saat mengamati proses pembelajaran di sekolah bernama Francke Schule tersebut, ia melihat siswa aktif di dalam kelas. Karakter anak yang terdapat dalam buku siswa SD di Kurikulum 2013 juga ia temui di sana. “Kalau kita punya enam karakter anak mulai dari Siti, Dayu, Edo, Lina, Beni, dan Udin yang mewakili keberagaman suku bangsa yang kita punya. Di Jerman, karena tidak banyak, mereka punya empat karakter anak, yaitu Ali, Ole, Lea, dan Lisa. Jadi, apa yang kita lakukan sudah mirip dengan sekolah-sekolah ini, padahal kita tidak pergi ke sana sebelumnya,” ujar mantan Rektor Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

Selesai mengunjungi sekolah tersebut, ia juga melihat pembelajaran di Oranje School, Belanda. Pada kesempatan itu, ia diajak melihat pelajaran kesenian untuk anak-anak grup 1 atau setara dengan siswa kelas 1-3 SD di Indonesia. Di sana, anak-anak tersebut diwajibkan untuk pandai memainkan alat musik flute. Tidak hanya pandai memainkan, anak-anak pun sudah mampu

membaca not balok. Keterampilan

tersebut diajarkan langsung oleh guru dengan kurikulum yang mendukung untuk itu. Pada Kurikulum 2013, tidak cukup hanya memberikan kompetensi kepada anak di pengetahuan semata, tetapi juga harus sampai ke keterampilan. “Setiap mata pelajaran harus sampai menghasilkan kompetensi keterampilan kepada peserta didik. Di sini terbuka untuk memasukkan muatan lokal sesuai karakteristik daerahnya,” imbuhnya.

Sedangkan pada kunjungannya ke salah satu SD yang

sudah menerapkan Kurikulum 2013 di Sentani, Jayapura, Papua, ia melihat anak-anak sudah aktif di dalam kelas. Saat dirinya menanyakan, “Siapa yang berani ke depan?”, seluruh siswa semangat mengacungkan tangan. Padahal, dulu, saat ditanya pertanyaan yang sama, mereka cenderung malu-malu, bahkan tidak berani mengacungkan tangan.

“Itu karena Kurikulum 2013 berbasis kompetensi, yang di dalamnya meliputi kompetensi komunikasi, kompetensi keterampilan, keberanian, sikap, dan sebagainya, sehingga anak-anak menjadi berani,” tuturnya. (Aline, Ratih)

Hasil Sensus Kurikulum 2013:

Pemangku kepentingan pendidikan menaruh harapan besar terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013. Mereka percaya, Kurikulum 2013 dapat membawa kualitas pendidikan nasional menjadi lebih baik lagi.

Penetapan implementasi Kurikulum 2013 secara masif telah diputuskan dalam rapat bersama Wakil Presiden di akhir tahun 2013.

Fungsi guru pendamping adalah untuk meningkatkan kualitas guru yang didampingi, sehingga diharapkan pelaksanaan Kurikulum 2013 untuk tahap kedua ini berjalan lebih baik.

Foto: WJ PIH

Untuk Latih Guru,

Dibutuhkan 33.000

Instruktur Nasional

Berkaitan dengan penerapan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran mendatang, Kemdikbud membutuhkan instruktur nasional dalam jumlah cukup besar. Instruktur ini untuk melatih guru di seluruh Nusantara agar mereka memiliki kesiapan pada saat penerapan Kurikulum 2013 dilaksanakan.

Foto: Ratih PIH

Implementasi Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2014/2015 akan dilaksanakan di seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta. Sebelum memberikan pelatihan kepada guru-guru, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) tengah menyiapkan pelatihan untuk instruktur nasional (IN). Sedikitnya dibutuhkan sekitar 33.000 IN untuk melatih guru-guru dalam implementasi Kurikulum 2013.

Dari total 33.000 IN yang dibutuhkan, sebanyak 14.707 orang untuk SD, 10.107 orang untuk SMP, 5.352 orang untuk SMA, dan 2.940 orang untuk SMK. “Supaya berkualitas, semua instruktur nasional harus punya perspektif yang sama tentang pelatihan,” ujar Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan, dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK-PMP) Kemdikbud, Syawal Gultom, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (17/1). Dalam acara tersebut, Ia didampingi Sekretaris BPSDMPK-PMP, Abi Sujak; Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik, Unifah Rosyidi; dan Kepala Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan, Bastari.

Syawal menambahkan,sebelum pelatihan IN dimulai, Kemdikbud terlebih dahulu melakukan seleksi administrasi terhadap guru yang mendaftar menjadi calon IN tersebut. Di dalam seleksi administrasi tersebut memuat persyaratan, di antaranya minimal lulusan S-1, bersertifikat, dan memiliki latar belakang sebagai pelatih, serta berprestasi. Seleksi IN dilakukan secara online maupun offline (manual).

Pendaftaran IN dibuka 1-26 Januari 2014. Saat ini sudah ada sekitar 27.000 guru yang mendaftar sebagai IN. “Ini direkrut secara terbuka. Seluruh yayasan pendidikan juga berhak mengajukan guru-guru terbaiknya,” ujarnya.

Selanjutnya, pada tanggal 26-30 Januari 2014, Kemdikbud melakukan seleksi administrasi terhadap semua calon Instruktur Nasional yang mendaftar. Pengumuman kelulusan seleksi administrasi dilakukan pada 31 Januari 2014. Pelatihan Instruktur Nasional direncanakan berlangsung pada 3-7 Maret 2014, lalu dilanjutkan dengan pelatihan guru sasaran pada minggu ke-3 bulan Maret.

Kualitas INDalam kesempatan yang sama, Syawal menyatakan yakin terhadap output

IN yang akan mengikuti pelatihan Kurikulum 2013, lebih baik dibandingkan tahun lalu. Selain tahapan seleksi administrasi yang hanya akan menjaring IN dengan persyaratan tertentu, sistem penilaian dan strategi pelatihan tahun ini juga dibenahi.

Pada sistem penilaian, pihaknya berani menetapkan nilai di atas 70 untuk IN. Harapannya agar diperoleh IN yang lebih baik. Sementara itu, untuk strategi pelatihan, yang perlu diperbanyak adalah model atau simulasi pembelajaran Kurikulum 2013 dalam kelas. Ini dilakukan agar IN dapat menerapkan cara yang sama kepada para guru saat melatih guru sasaran. “Perbanyak simulasi, penguatan model, dan mengubah pola pikir,” tegas Syawal.

Sebelumnya ia menuturkan, setidaknya dibutuhkan enam variabel untuk membuat pelatihan Kurikulum 2013 berkualitas. Keenam variabel tersebut adalah peserta, instruktur, anggaran, bahan pelatihan, strategi dan model pelatihan yang tepat, serta sistem penjaminan mutu.

“Sebenarnya dengan tiga variabel pertama, yaitu peserta, instruktur, dan anggaran, sudah cukup untuk melaksanakan pelatihan. Namun agar berkualitas perlu ditambah dengan tiga variabel lain,” ujar Syawal.

Lebih lanjut ia menjelaskan, IN menjadi variabel yang sangat menentukan dalam pelatihan guru sasaran nanti. Jika IN tidak memiliki performa yang baik, maka guru-guru peserta pelatihan dipastikan tidak mendapat ilmu yang dibutuhkan saat mengajar dengan pola pembelajaran Kurikulum 2013. “Untuk itulah tahun ini IN direkrut secara terbuka,” tambahnya.

Syawal menjelaskan, yayasan pendidikan berhak mengajukan calon-calon IN terbaiknya. Hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya yang langsung mengambil IN dari sekolah sasaran yang dipilih menerapkan Kurikulum 2013. Tahun ini latar belakang dan track record dalam memilih IN ditetapkan berbeda. (Desliana, Ratih)

Kemdikbud Ajak Organisasidan Yayasan Pendidikan

Pelatihan guru menjadi bagian yang esensial dalam penerapan Kurikulum 2013, karena guru menjadi gerbang pertama dan utama dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengajak organisasi dan yayasan pendidikan untuk bersama-sama terlibat dalam pelatihan guru ini. Tujuannya, agar partisipasi publik terhadap Kurikulum 2013 berjalan baik.

Ada banyak organisasi dan yayasan pendidikan diajak, misalnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Lembaga Ma’arif

Nadlatul Ulama, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Pendidikan Katolik, dan Parisada. “Mereka kita ajak untuk melakukan pelatihan bagi guru-guru di lingkungan mereka. Dananya kita support, standar pelatihan kita berikan, dan bentuk pelaporannya juga ada standarnya,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh.

Kebijakan untuk mengajak organisasi maupun yayasan pendidikan keagamaan dalam pelatihan guru ini berbeda dari tahun lalu. Sebelumnya pelatihan guru murni diselenggarakan oleh kementerian, melalui jalur Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan dinas pendidikan.

Cara tersebut diubah, mengingat tahun ini guru yang akan dilatih sekitar 1,3 juta. “Jumlah yang tidak sedikit,” imbuhnya.

Besarnya jumlah guru yang dilatih ini merupakan akibat dari bertambahnya skala implementasi Kurikulum 2013 di setiap jenjang pendidikan. Skala

implementasi kurikulum baru di tingkat SD pada 2014 ini, misalnya, adalah 100 kali dari tahun 2013, sementara SMP 50 kali, dan SMA/SMK 10 kali.

Hal ini berbeda dengan pelaksanaan Kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014 yang diimplementasikan secara bertahap dan terbatas. Pada periode pertama tersebut, pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pola Kurikulum 2013 dilakukan di 6.326 sekolah pada siswa kelas 1 dan 4 SD, VII SMP, serta IX SMA/SMK.

Sementara itu untuk periode kedua, pada tahun ajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 diterapkan bagi siswa kelas 1, 2, 4, dan 5 SD, VII dan VIII SMP, serta X dan XI SMA/SMK. Karena itu, imbuh Mendikbud, perlu persiapan yang lebih matang. “Kenapa perlu persiapan khusus, terutama untuk kurikulum? Karena tahun 2014, kurikulum itu cakupannya seluruh sekolah,” tegasnya. (Ratih)

I Dewa Gede Alit MudiartaKepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar, Bali

Tahun lalu sudah ada 7 SD, 5 SMP, dan 3 SMA di Kabupaten Gianyar yang sudah berhasil melaksanakan Kurikulum 2013. Sementara untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 tahun pelajaran mendatang, kami sudah mengambil beberapa langkah, di antaranya melakukan sosialisasi kurikulum secara bertahap kepada semua kepala sekolah. Beberapa guru yang berasal dari sekolah non-piloting juga sudah mendapatkan diklat kurikulum, baik dari pemerintah pusat maupun LPMP. Pada prinsipnya, kami di Kabupaten Gianyar sudah siap melaksanakan Kurikulum 2013 secara serentak di seluruh sekolah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

Sementara itu untuk persiapan anggaran pelatihan, sejak APBD Perubahan 2013, kami sudah menyosialisasikan tentang kurikulum ini kepada sekolah-sekolah non-piloting, sehingga anggarannya tidak ada masalah. Untuk pelatihan guru-guru dan pengawas sekolah juga sudah dianggarkan melalui APBD 2014. Untuk tahun pelajaran 2014/2015 mendatang, ada 290 SD, 30 SMP, 15 SMA, dan 28 SMK yang akan menerapkan Kurikulum 2013. Kami juga sampaikan kepada mereka untuk tidak perlu khawatir terhadap bahan-bahan ajar, seperti buku guru dan buku siswa, karena pengadaan buku dilakukan melalui dana BOS dan DAK. Dengan persiapan-persiapan yang telah dilakukan, kami berharap Kurikulum 2013 dapat dilaksanakan secara serentak di seluruh sekolah, tanpa kecuali. Pelatihan guru menjadi salah satu kunci keberhasilan implementasi Kurikulum 2013 ini, sehingga guru-guru akan siap dalam pelaksanaannya di lapangan.

TahroniKepala Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah

Kabupaten Brebes menjadi satu-satunya daerah di Jawa Tengah yang telah melaksanakan penerapan Kurikulum 2013 secara penuh sejak kurikulum ini dilaksanakan secara bertahap dan terbatas pada tahun lalu. Bukan hanya di sekolah negeri, tetapi juga diterapkan ke sekolah swasta. Hal ini bukan sekadar menjadi pilot project, tetapi semua sekolah di Kabupaten Brebes membuktikan diri bahwa mereka sanggup melakukan perubahan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah.

Kami berani melaksanakan Kurikulum 2013 sejak awal dan di semua sekolah, karena kami pikir kurikulum ini menjadi roh yang tepat dalam pendidikan, mengingat di dalamnya terdapat tiga ranah yang harus dipenuhi oleh seluruh anak pada setiap jenjang. Ketiga ranah tersebut adalah psikomotorik, afektif, dan kognitif.

Persiapan pelaksanaan penerapannya kami lakukan dengan memberikan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. Dalam sosialisasi itu kami sampaikan bahwa Kurikulum 2013 bukan hanya mengedepankan hasil, melainkan proses, sehingga karakter anak dapat terbangun. Proses persiapan yang kami lakukan juga di antaranya dengan memberikan pemahaman yang sama tentang Kurikulum 2013 kepada kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru, serta tidak ketinggalan pula jajaran pejabat dan staf di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes.

Muhammad YunusKepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Provinsi Kalimantan Utara

Kami telah berkoordinasi dengan kepala dinas pendidikan di kabupaten/kota, maupun pemerintah pusat, sesuai dengan surat edaran bersama yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri.

Pada dasarnya, kami bersama dengan kabupaten/kota siap mengimplementasikan Kurikulum 2013 di daerah kami. Tahun lalu, ada 14 sekolah di Kota Tarakan yang telah melaksanakan kurikulum ini.

Untuk pelatihan guru, masing-masing kabupaten/kota sudah

menganggarkan kegiatan itu. Respons terhadap Kurikulum 2013 diterima sangat baik. Sosialisasi Kurikulum 2013 juga sudah kami lakukan, melalui rapat koordinasi pendidikan se-Kalimantan Utara yang dihadiri langsung oleh Wakil Menteri bidang Pendidikan dan staf ahli dari Kemdikbud.

Sosialisasi saat itu dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari unsur guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan kabupaten/kota. Setelah sosialisasi dilakukan, kemudian kami minta kepada kabupaten/kota untuk masing-masing menganggarkan dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini.

Kalimantan Utara memiliki 650 sekolah yang terdiri atas 430 SD, 133 SMP, 4 SLB, 51 SMA, dan 32 SMK, tersebar di 4 kabupaten dan 1 kota. Kami berharap, komitmen seluruh pemangku kepentingan yang ada di setiap kabupaten/kota, baik di sekolah maupun di dinas pendidikan setempat tetap terjaga. Mereka dapat betul-betul memahami dengan baik tentang apa-apa saja yang harus dilakukan, termasuk penyiapan anggaran dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 ini.

Dewa Nyoman Bawa Kepala SMP Negeri 1 Gianyar, Bali

Sekolah kami merupakan sekolah percontohan untuk pelaksanaan Kurikulum 2013 oleh Kementerian, melalui Direktorat Pembinaan SMP, sekaligus menjadi sekolah sasaran piloting 2013 dari Pusat Perbukuan dan Kurikulum. Kami secara langsung mendapat mandat dari mereka. Ada 240 siswa kelas VII yang mendapatkan Kurikulum 2013 pada tahun pelajaran 2013/2014 yang lalu.

Selama satu semester berjalan, kami mengamati bahwa semua pihak mendukung proses pelaksanaan Kurikulum 2013 ini. Hanya saja ada beberapa

hal yang perlu dibenahi, terutama dalam hal kesiapan, dan dokumen-dokumen pelengkap pembelajaran, seperti silabus yang sampai saat ini masih berupa draf.

Agar pelaksanaan Kurikulum 2013 berjalan dengan baik, tidak jarang kami melakukan rapat dengan sekolah-sekolah piloting lain untuk membahas model implementasi penilaian, sebagai laporan kepada orangtua siswa.

Sampai saat ini pun masih rutin mengadakan pertemuan dengan sekolah-sekolah percontohan untuk mengantisipasi hal-hal yang belum kami bahas bersama, termasuk pada bagian proses dan penilaian pembelajaran.

Kami berharap, Kementerian melakukan evaluasi dan monitoring untuk memantapkan pelaksanaan Kurikulum 2013 di daerah, sekaligus mengecek ke lapangan, apa yang menjadi kendala di kabupaten, maupun di sekolah, sehingga bisa segera ditindaklanjuti. (Ratih)

Daerah Siap 100 PersenTahun pelajaran 2014/2015 ini, implementasi Kurikulum 2013 memasuki tahap kedua. Kurikulum baru tersebut akan diterapkan pada siswa yang duduk di kelas 1, 2, 4, dan 5 SD, VII dan VIII SMP, serta X dan XI SMA/SMK. Seberapa jauh persiapan dan kesiapan daerah terhadap implementasi Kurikulum 2013 pada tahun 2014 ini? Asah Asuh mewawancarai melalui telepon beberapa kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, Kamis (23/1) dan Jumat (24/1). Berikut cuplikannya.

Foto: Arif PIH

Foto: Seno PIH

Foto: Istimewa

Meskipun ujian nasional telah menjadi agenda tahunan, namun pelaksanaan UN tahun ini harus mendapat perhatian khusus, mengingat pada tahun yang sama Indonesia juga menyelenggarakan hajat nasional, yaitu pemilihan umum.

“Kita ingin UN dan pelaksanaan Kurikulum 2013 di tahun 2014 tidak menggangu hajat nasional itu,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, saat memberi pengarahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pendidikan yang digelar di penghujung tahun 2013, di Jakarta, Minggu (1/12).

Persiapan khusus menjadi penting untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan, sehingga memberikan layanan terbaik bagi pemangku kepentingan, khususnya peserta didik. “Kita juga ingin membuktikan, Insya Allah dengan kebersamaan seluruh pemangku kepentingan, saya yakin kita bisa memberikan layanan terbaik kepada masyarakat dan peserta didik,” ungkapnya.

Ia menegaskan, kesiapan, termasuk di dalamnya persiapan, menjadi modal terpenting dalam mencapai kesuksesan. Untuk itulah seluruh pihak yang terkait langsung dengan persiapan pelaksanaan UN agar membahas semua detail, sehingga tidak ada lubang yang tidak tertangani. “Karena bisa jadi lubang yang tidak tertangani itu, ternyata punya implikasi terhadap hal lainnya, sehingga menimbulkan lubang yang lebih besar,” imbuhnya.

UN dan KurikulumDalam kesempatan itu, Mendikbud kembali

mengingatkan tentang kaitan utuh antara UN dan kurikulum. Kaitan tersebut berangkat dari delapan standar nasional pendidikan, yang meliputi standar sarana prasarana, standar pembiayaan, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar materi, standar proses,

standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian.

Penilaian adalah bagian dari kurikulum. UN dan ujian sekolah adalah bagian dari penilaian. Penilaian adalah alat evaluasi yang berfungsi sebagai catu balik untuk pencapaian standar nasional pendidikan. “Jadi, jangan disederhanakan. Feed back dari penilaian bisa dipakai untuk perbaikan. Bahkan, cita-cita kita nanti, melalui UN, bisa diperoleh rapor kinerja guru, termasuk rapor kinerja sekolah,” ujarnya.

Begitu penting pelaksanaan UN, ia menegaskan kepada seluruh peserta rakornas untuk tidak meragukannya sedikitpun. Hal ini mengingat, UN dijadikan sebagai dasar untuk pemetaan, kelulusan, pembinaan, dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan, serta melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Lebih lanjut Mendikbud mengatakan, melalui UN pihaknya mendapat potret kompetensi mulai dari

tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Kondisi nasional merupakan gambaran dari kondisi sekolah secara nasional, yang akan menjadi acuan nasional untuk menyusun target dan strategi kebijakan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. “Dari indeks kompetensi sekolah, bisa kita turunkan lagi sehingga didapat indeks kompetensi setiap anak,” tambahnya.

Hasil UN saat ini memang tidak lagi soal kelulusan semata, melainkan juga untuk melihat indeks kompetensi sekolah, bahkan kompetensi masing-masing mata pelajaran yang diujikan. Dari pemetaan terhadap hasil UN 2013, ternyata nilai paling rendah untuk jenjang SMA IPA adalah matematika dan fisika, sementara SMA IPS adalah ekonomi dan sosiologi. Padahal mata pelajaran-mata pelajaran itu merupakan inti dari jurusan IPA dan IPS.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian, ujar Mendikbud, adalah nilai mata pelajaran bahasa Inggris yang ternyata lebih tinggi dibandingkan nilai mata pelajaran bahasa Indonesia. “Ada sesuatu ini. Data semacam ini bisa dipakai untuk kajian,” kata Mendikbud.

Mendikbud menyadari masih terjadi disparitas antara provinsi yang satu dengan lainnya. Untuk itu, dirinya menegaskan, daerah yang masih berada di bawah harus mendapat prioritas dan terus didorong menuju peningkatan mutu.

Lebih lanjut ia menuturkan, data tidak cukup dilihat secara nasional, tetapi harus diturunkan lagi ke tingkat kabupaten/kota. Jawa Timur misalnya. Daerah yang meraih nilai rata-rata tertinggi adalah Kabupaten Lamongan. Data tersebut menunjukkan bahwa kualitas UN tidak ditentukan oleh kemajuan suatu wilayah. “Buktinya di Jawa Timur, yang terbaik bukan di Surabaya, tetapi ada di Kabupaten Lamongan. Itu menambah keyakinan kita bahwa meskipun kita berada di daerah yang jauh, kita juga bisa berprestasi,” ungkapnya.

IntervensiDari hasil UN juga diperoleh data

analisis kompetensi per sekolah. Tidak hanya secara umum di tingkat sekolah,

tetapi juga analisis kompetensi untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan. Bahkan data yang ada tersebut dapat dibandingkan dengan nilai rata-rata di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.

Mendikbud menyebut, tidak mungkin pihaknya memeroleh data perbandingan hingga sedetail itu jika tidak ada ujian secara nasional dengan standar yang sama. Pihak perguruan tinggi juga akan sangat terbantu dengan data tersebut, karena siswa tidak hanya terlihat kemampuannya sebatas pada nilai mata pelajaran, tetapi hingga ke komposisi mata pelajaran itu sendiri. “Dari situlah kami punya keyakinan untuk terus melaksanakannya,” tandasnya.

Baik sekolah yang mendapat nilai rata-rata UN tertinggi maupun terendah, seluruhnya dianalisis dan diberikan rekomendasi. Pada sekolah yang sudah baik, rekomendasi yang diberikan adalah agar sekolah tersebut dijadikan sebagai sekolah percontohan di provinsinya. Sementara bagi sekolah yang masih di bawah, diberikan rekomendasi, misalnya dengan meningkatkan jumlah guru agar sebanding dengan rombongan belajar, melengkapi jumlah guru mata pelajaran yang diujikan, melengkapi sarana dan prasarana laboratorium, serta mengikutsertakan guru dalam berbagai pelatihan terkait peningkatan kompetensi.

Dalam kesempatan yang sama Mendikbud juga mengungkapkan tentang hasil perubahan tingkat persentase kelulusan dan rata-rata nilai UN murni tahun 2010 dan 2011, setelah adanya intervensi perbaikan. Di tingkat SMA, rerata nilai UN murni pada 2010 sebesar 6,16 naik menjadi 6,78 pada 2011. Demikian pula di tingkat SMK, rerata nilai UN sebelum intervensi sebesar 5,94. Setahun berikutnya, rerata nilai UN murni meningkat menjadi 6,14. “UN jelas ada manfaatnya, yaitu untuk pemetaan, kelulusan, perbaikan, dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Itu bisa terpenuhi semua,” katanya. (Ratih)

UN 2014 Perlu Perhatian Khusus

UN dijadikan sebagai

dasar untuk pemetaan, kelulusan,

pembinaan, dan pemberian

bantuan kepada satuan

pendidikan, serta

melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya.

Jadwal ujian nasional (UN) tahun 2014 telah ditetapkan, yaitu14-16 April untuk siswa kelas IX dan 5-8 Mei untuk siswa kelas XII. Tidak banyak ketentuan yang berubah pada pelaksanaan UN tahun ajaran 2013/2014 ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kriteria kelulusan siswa masih sama. Siswa dinyatakan lulus, apabila rata-rata nilai akhir dari seluruh mata pelajaran yang diujikan minimal 5,5 dan tidak ada nilai mata pelajaran yang di bawah 4,0.

Foto: WJ PIH

Anggaran US/M dari APBD

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menyepakati anggaran pelaksanaan ujian sekolah/madrasah (US/M) jenjang SD, SDLB, MI, dan Paket A. Hal itu menyusul kebijakan bahwa ujian untuk jenjang sekolah dasar (SD) dan sederajat tidak lagi menjadi ujian nasional (UN),

Kesepakatan itu tertuang dalam surat edaran bersama (SEB) tertanggal 9 Januari 2014. Di situ disebutkan, penyediaan anggaran untuk pelaksanaan US/M dialokasikan pada APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota tahun anggaran 2014.

Sebelumnya, dalam surat Mendikbud nomor 192843/MPK.A/KR/2013 dan 192844/MPK.A/KR/2013 tanggal 5 Desember 2013 dinyatakan bahwa penyediaan anggaran untuk US/M dialokasikan pada APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota. “Surat edaran bersama ini untuk menguatkan surat edaran Mendikbud sebelumnya, karena dilakukan secara bersama-sama dengan Mendagri,” kata Mendikbud, Mohammad Nuh, di Jakarta, Kamis (9/1).

Ia mengatakan, apabila pemerintah provinsi dan kabupaten/kota belum mengalokasikan anggaran tersebut pada APBD 2014, penganggarannya dapat dilakukan melalui perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD 2014 dengan pemberitahuan kepada DPRD, dan pemberitahuan tersebut ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD 2014.

Mendikbud juga menjelaskan, kategori masuk dalam perubahan itu, mengingat pengeluaran yang dimaksud dapat dikategorikan sebagai keperluan mendesak, sebagaimana tertuang pada Pasal 162 Peraturan Mendagri tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.

Dalam surat edaran bersama ini juga disebutkan, pemerintah provisi diminta untuk melaksanakan prosedur operasional standar (POS) penyelenggaraan ujian sekolah pada sekolah dasar, SLB, dan program paket A tahun pelajaran 2013/2014 dan berkoordinasi

serta bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota.

Soal UjianBerkait dengan pembuatan soal

ujian, surat edaran bersama itu menyatakan, pemerintah provinsi

diminta melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan dan penetapan 75 persen paket soal sesuai dengan kisi-kisi. “Dalam US/M 75 persen paket soal dirakit dan disiapkan provinsi bersama kabupaten/kota, sedang 25 persen sisanya disiapkan dari pusat,” katanya.

Surat edaran yang ditandatangani Mendikbud dan Mendagri itu juga menunjuk pemerintah provinsi untuk melaksanakan penggandaan soal, bahan ujian, blangko

surat keterangan hasil ujian sekolah (SKHUS) dan blangko ijazah, serta pendistribusiannya ke kabupaten/kota. Demikian pula untuk pencetakan dan pendistribusian daftar kolektif hasil ujian sekolah (DKHUS), SKHUS, dan blanko ijazah ke satuan pendidikan

penyelenggara.Sedangkan untuk pelaksanaan

UN, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas/kejuruan, pemerintah provinsi diminta untuk membentuk panitia pelaksana UN tingkat provinsi. Panitia ini akan menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan UN sesuai dengan POS UN yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), sementara untuk penggandaan dan pendistribusian soal dilakukan di regional masing-masing.

“Pemerintah kabupaten/kota juga membentuk panitia pelaksana UN tingkat kabupaten/kota dan mendukung pelaksanaan UN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” katanya.

Diserahkan ke DaerahMulai tahun ini, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyerahkan penyelenggaraan dan pelaksanaan

ujian akhir tingkat SD/MI dan sederajat kepada pemerintah daerah. Kebijakan tersebut ditempuh sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan, Musliar Kasim menjelaskan, dalam peraturan tersebut tertulis bahwa ujian akhir bagi satuan pendidikan terdiri atas dua macam. Pertama, untuk

SD/MI dan sederajat adalah Ujian Sekolah/Madrasah (US/M) yang tidak dilaksanakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kedua, untuk SMP/MTs dan SMA/SMK/MA/MAK, Ujian Nasional dilaksanakan oleh BSNP bersama-sama dengan pemerintah pusat dan daerah.

Musliar menyebut, karena US/M adalah ujian yang dilakukan oleh sekolah di daerah, maka penganggaran dan pelaksanaannya akan berbeda dengan tahun sebelumnya. Bila tahun lalu anggaran ada di Badan Penelitian

dan Pengembangan (Balitbang) Kemdikbud yang diserahkan kepada provinsi dan kabupaten/kota, tahun ini pembiayaan pelaksanaan US/M diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. (Aline, Ratih)

SEB Mendikbud-Mendagri:

Pada tahun pelajaran 2013/2014 ini, ujian nasional (UN) tingkat SD/MI diganti dengan ujian sekolah/madrasah (US/M). Tedapat perubahan mendasar mengenai penyelenggaraan dan pelaksanaan US/M, pemerintah provinsi/kabupaten/kota memiliki peran lebih besar. Anggaran pelaksanaannya pun dialokasikan pada ABPD.

Penyediaan anggaran untuk

pelaksanaan US/M

dialokasikan pada APBD

Provinsi dan APBD

Kabupaten/Kota tahun

anggaran 2014.

Mulai tahun ini, Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyerahkan

penyelenggaraan dan pelaksanaan

ujian akhir tingkat SD/MI dan

sederajat kepada pemerintah

daerah.

Foto: Dok. PIH

Integrasi penggunaan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat masuk perguruan tinggi negeri (PTN), melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) akan secara maksimal diberlakukan pada 2014 ini. Berkaitan dengan hal itu, kualitas soal UN akan ditingkatkan menjadi bersifat evaluatif dan prediktif.

Soal dikatakan bersifat evaluatif jika menanyakan seputar materi pelajaran yang sudah dipelajari para peserta didik selama duduk di bangku sekolah

menengah. Sedangkan soal prediktif adalah soal yang memprediksi kemampuan peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, mengatakan, tidak akan ada perbedaan mencolok terhadap jumlah soal evaluatif dan prediktif, karena akan ditentukan berdasarkan persentase tingkat kesukaran soal UN tersebut. “Kita akan membuat persentase tingkat kesukarannya, dari sukar, sedang, sampai mudah. Persentase belum dibuat, dan itu akan dirahasiakan,” ujarnya saat menggelar Jumpa Pers Akhir Tahun 2013 Kemdikbud, di Jakarta, Senin (30/12).

Pada akhir penjelasan mengenai UN 2014, Mendikbud mengungkapkan, pihak Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri (MRPTN), selaku panitia SNMPTN, akan

turut berpartisipasi dalam pembuatan naskah soal. “Nanti kita undang MRPTN untuk sama-sama membuat soal, selain memantau proses penggandaan, pelaksanaan, maupun pemindaian lembar jawaban siswa itu,” tutupnya.

Prestasi Akademik

Pada kesempatan sebelumnya, saat peluncuran SNMPTN 2014 di Hotel Grand Preanger, Bandung, Jawa Barat, Rabu (11/12), Mendikbud menyatakan, SNMPTN merupakan seleksi non-tertulis dalam pola penerimaan mahasiswa baru PTN. Seleksi dilakukan berdasarkan prestasi akademik siswa berupa nilai rapor, hasil UN, dan prestasi lain.

Data yang diperlukan dalam pendaftaran SNMPTN dimasukkan sekolah secara daring melalui Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). PDSS merupakan basis data yang berisikan rekam jejak sekolah dan prestasi akademik siswanya.

SNMPTN 2014 akan diikuti siswa lulusan SMA/SMK yang berasal dari 14.000 sekolah di seluruh Tanah Air. Mereka akan bersaing memerebutkan kursi di 63 PTN dengan total daya tampung sebesar 150.000.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Djoko Santoso, menambahkan, jumlah tersebut masih akan ditambah lagi dengan kuota Bidikmisi sebesar 60.000. Dengan demikian total daya tampung untuk di PTN sekitar 210.000. Tahun 2014, SNMPTN memiliki kuota minimal 50 persen dari total kuota daya tampung setiap PTN atau program studi.

Jadwal SNMPTN 2014 dimulai dengan pengisian PDSS pada 6 Januari-6 Maret 2014. Kemudian pendaftaran dibuka pada tanggal 17 Februari hingga 31 Maret 2014. Usai pendaftaran, proses seleksi dilakukan pada tanggal 1 April-26 Mei 2014. Pengumuman kelulusan dapat dilihat pada 27 Mei 2014. Setelah itu, calon mahasiswa yang dinyatakan lulus harus melakukan pendaftaran ulang pada tanggal 17 Juni 2014 di PTN masing-masing. (Gloria, Desliana)

UN 2014 - SNMPTN Berintegrasi Penuh

Penggunaan UN untuk SNMPTN pada tahun 2014 merupakan gabungan nilai rapor yang sudah diberi bobot. Nilai UN murni digunakan sebagai dasar seleksi SNMPTN. Adapun, bobot nilai ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Tidak akan ada perbedaan mencolok terhadap jumlah soal evaluatif dan prediktif, karena akan ditentukan berdasarkan persentase tingkat kesukaran soal UN tersebut.

No. Hari dan Tanggal Jam

Mata Pelajaran

Program IPA Program IPS Program Bahasa

MA Program

Keagamaan

1

UNSenin, 14 April 2014 07.30 – 09.30 Bahasa

IndonesiaBahasa

IndonesiaBahasa

IndonesiaBahasa

Indonesia

UN SusulanSelasa, 22 April 2014 10.30 – 12.30 Biologi Geografi Sastra

Indonesia Hadis

2

UNSelasa, 15 April 2014 07.30 – 09.30 Matematika Matematika Matematika Matematika

UN SusulanRabu,23 April 2014 10.30 – 12.30 Kimia Sosiologi Antropologi Fikih

3

UNRabu, 16 April 2014 07.30 – 09.30 Bahasa

InggrisBahasaInggris

BahasaInggris

BahasaInggris

UN SusulanKamis, 24 April 2014 10.30 – 12.30 Fisika Ekonomi Bahasa Asing Tafsir

JADWAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013 / 2014

UN dan UN Susulana. SMA dan MA

No. Hari dan Tanggal Jam Mata

Pelajaran

1

UNSenin, 14 April 2014

07.30 - 09.30 BahasaIndonesiaUN Susulan

Selasa, 22 April 2014

2

UNSelasa, 15 April 2014

07.30 - 09.30 MatematikaUN SusulanRabu,23 April 2014

3

UNRabu, 16 April 2014

07.30 - 09.30 BahasaInggrisUN Susulan

Kamis, 24 April 2014

b. SMK/MAK

No. Hari dan Tanggal Jam Mata

Pelajaran

1

UNSenin, 14 April 2014

07.30 - 09.30 BahasaIndonesiaUN Susulan

Selasa, 22 April 2014

2

UNSelasa, 15 April 2014

07.30 - 09.30 MatematikaUN SusulanRabu,23 April 2014

3

UNRabu, 16 April 2014

07.30 - 09.30 BahasaInggrisUN Susulan

Kamis, 24 April 2014

c. SMALB

No. ProgramHari dan Tanggal

Jam Mata UjianPeriode I Periode II

1 Program Paket C IPS

Senin, 14 April 2014

Selasa, 19 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa IndonesiaGeografi

Selasa, 15 April 2014 10.30 – 12.30 Pendidikan

Kewarganegaraan

Selasa, 15 April 2014

Rabu, 20 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

MatematikaSosiologi

Rabu, 16 April 2014

Kamis, 21 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa InggrisEkonomi

Jum’at, 22 Agustus 2014 14.00 – 16.00 Pendidikan

Kewarganegaraan

2 Program Paket C IPA

Senin, 14 April 2014

Selasa, 19 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa IndonesiaBiologi

Selasa, 15 April 2014 10.30 – 12.30 Pendidikan

Kewarganegaraan

Selasa, 15 April 2014

Rabu, 20 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

MatematikaKimia

Rabu, 16 April 2014

Kamis, 21 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa InggrisFisika

Jum’at, 22 Agustus 2014 14.00 – 16.00 Pendidikan

Kewarganegaraan

3Program Paket C Kejuruan

Senin, 14 April 2014

Selasa, 19 Agustus 2014

13.30 – 15.30

16.00 – 18.00

Bahasa IndonesiaPendidikan Kewarganegaraan

Selasa, 15 April 2014

Rabu, 20 Agustus 2014

13.30 – 15.3016.00 – 18.00

MatematikaBahasa Inggris

d. Program Paket C

No. Hari dan Tanggal Jam Mata Pelajaran

1UN Senin, 5 Mei 2014

07.30 – 09.30 Bahasa IndonesiaUN Susulan Senin, 12 Mei 2014

2UN Selasa, 6 Mei 2014

07.30 – 09.30 MatematikaUN Susulan Selasa, 13 Mei 2014

3UN Rabu, 7 Mei 2014

07.30 – 09.30 Bahasa InggrisUN Susulan Rabu, 14 Mei 2014

4UN Kamis, 8 Mei 2014

07.30 – 09.30 Ilmu Pengetahuan AlamUN Susulan Jum’at, 16 Mei 2014

e. SMP, MTs, dan SMPLB

No.Hari dan Tanggal

Jam Mata UjianPeriode I Periode II

1 Senin, 5 Mei 2014 Selasa, 19 Agustus 2014 13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa IndonesiaPendidikan Kewarganegaraan

2 Selasa, 6 Mei 2014 Rabu, 20 Agustus 2014 13.30 – 15.3016.00 – 18.00

MatematikaIlmu Pengetahuan Sosial

3 Rabu, 7 Mei 2014 Kamis, 21 Agustus 2014 13.30 – 15.3016.00 – 18.00

Bahasa InggrisIlmu Pengetahuan Alam

f. Paket B / Wustha

Foto: WJ PIH

Nonton Bareng Film Soekarno

Program Afirmasi Papua DilanjutkanKementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemdikbud), Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov) Papua, dan Pemprov Papua Barat, membahas program afirmasi pendidikan dalam rapat koordinasi (rakor) di Gedung D Kemdikbud, Jakarta, Senin (20/1). Dalam hal ini, Kemdikbud sangat mendukung kebijakan afirmasi untuk percepatan pendidikan di Papua dan Papua Barat.

Agar program yang telah digagas dapat terus berjalan baik, perlu dijalin kerja sama dan komunikasi harmonis antara Pemprov Papua dan Papua Barat dengan Kemdikbud. “Jadi, mau dilanjutkan atau tidak?” pancing Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, Kemdikbud, Illah Sailah, kepada peserta rakor. “Lanjutkan!” jawab peserta, lantang, disusul dengan tepuk tangan.

Usai membahas tentang berbagai kebijakan Kemdikbud untuk Papua dan Papua Barat, pejabat dari Ditjen Dikti dan Ditjen Pendidikan Menengah bersama pejabat pemerintah di kedua provinsi ini menandatangani nota kesepahaman. Untuk kerja sama pendidikan tinggi, Kemdikbud diwakili oleh Illah Sailah menandatangani nota kesepahaman dengan bupati, wali kota, serta dinas pendidikan dari dua provinsi tersebut. Sedangkan untuk pendidikan menengah diwakili oleh Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Menengah, Antonius Budi Priadi.

Program kebijakan afirmasi tersebut terdiri dari program Sarjana Mendidik di daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (SM3T), PPGT, Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik), Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem), Bidikmisi, dan pemberantasan buta aksara.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan (Wamendik), Musliar Kasim, mengatakan, dalam berbagai kesempatan Kemdikbud diminta untuk menyusun program percepatan pendidikan di tanah Papua. Untuk program tersebut, pemerataan akses harus didukung oleh ketersediaan dan keterjangkauan. “Di Papua, ketersediaan dan keterjangkauan harus ditingkatkan secepatnya, agar tidak ada alasan orang untuk tidak mengirimkan

anaknya ke sekolah,” katanya kepada peserta rakor.Ia mengatakan, ketersediaan harus disiapkan oleh pemerintah, salah satu

caranya dengan mendirikan unit sekolah baru. Namun, ketersediaan tidak akan berguna jika tidak didukung keterjangkauan. Untuk itulah pemerintah mengeluarkan kebijakan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk pendidikan dasar, dan Pendidikan Menengah Universal (PMU) untuk pendidikan menengah, dan Bidikmisi untuk pendidikan tinggi. (Aline)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh, beserta jajarannya nonton bareng film Soekarno, Ketika Bung di Ende, di kantor Kemdikbud, Jakarta, Senin (13/1). Film yang produksi dan pembiayaannya didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ini menceritakan tentang pengasingan Soekarno di Ende, Flores, oleh Pemerintah Hindia Belanda. Dalam pengasingan itu, Soekarno ditemani Inggit Ganarsih, istrinya. Tokoh Soekarno diperankan oleh Baim Wong, sedangkan Inggit oleh Paramita Rusady.

Egy Massadiah, Eksekutif Produser PT Cahaya Kristal Media Utama, yang membantu memproduksi film, menyatakan bahwa agar penghayatan pemain terhadap tokoh nasional itu bisa muncul, para pemain diajak langsung ke rumah Bung Karno pada malam hari, serta beberapa kain yang dipakai

Paramita merupakan kain asli milik Inggit. Hasilnya, pemain dapat memerankan tokoh secara bagus hingga film ini sangat layak tonton. Sayangnya, film ini belum ditayangkan di bioskop, padahal sudah banyak komunitas yang ingin menontonnya.

Untuk itu, Mendikbud akan meminta kepada Wamendikbud bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, berkoordinasi dengan Inspektorat Jenderal mengingat film ini juga mengandung muatan sejarah dan pendidikan. “Intinya, kalau buat film dan tidak ditonton di bioskop, itu sama saja dengan makan tidak pakai piring,” katanya.

“Yang penting kita tidak mengomersilkan film ini, kalau toh harus membayar untuk menonton film, hanya untuk biaya menampilkan di bioskop, tetapi tiketnya bukan untuk dikomersialkan atau mendapatkan keuntungan. Karena dengan menonton film Soekarno ini, kita dapat memelajari pemikiran Bung Karno yang mengawinkan antara

nasionalisme, agama, narsisme, dan seterusnya,” imbuhnya. Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Endang Caturwati,

menambahkan, dalam proses pembuatan film ini awalnya melalui penelitian, di antaranya melalui narasumber di Ende dan Bandung. Yang sangat luar biasa, keluarga Inggit dan Soekarno, bersatu padu, baik mulai dari proses pembuatan film sampai dengan launching. Mereka selalu hadir, bahkan di lapangan ikut membetulkan, seperti merapikan pecinya Bung Karno, dan lain-lain.

Endang mengatakan, film ini akan menjadi film dokumenter, khususnya untuk meningkatkan pemahaman generasi muda dalam belajar memaknai kebangsaan, persatuan dan kesatuan melalui teladan sosok Bung Karno. (Seno)

Foto: Arif PIH

Foto: Pendhi

Kemdikbud Siapkan Skema Tunjangan Profesi Dosen

Penggunaan Jilbab Diperbolehkan

“Sekolah harus membolehkan siswa menggunakan jilbab,” ujar Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Pendidikan, Musliar Kasim, di Jakarta, Rabu (8/1). Pernyataan ini disampaikan berkaitan dengan pelarangan pemakaian jilbab terhadap seorang siswa sebuah SMA Negeri di Denpasar, Bali.

Musliar menyesalkan pelarangan tersebut. Sekolah semestinya tidak bertindak diskriminatif terhadap siswa yang menggunakan jilbab. Oleh sebab

itu, ia akan memberi peringatan kepada sekolah yang melakukan pelarangan penggunaan jilbab jika aturan tersebut tidak segera diubah. Bila tidak juga dicabut, pihaknya akan memberikan sanksi kepada sekolah tersebut.

Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kemdikbud, Achmad Jazidie, juga menyesalkan pelarangan tersebut karena penggunaan jilbab merupakan bagian dari hak asasi manusia. “Saya menyesalkan kejadian ini. Apalagi kalau tidak ada peraturan di atasnya yang melarang penggunaan jilbab di sekolah,” jelasnya.

Ia menilai, sebaiknya sekolah tidak menciptakan kondisi yang menyulitkan siswa dalam melaksanakan perintah agama. Sudah seharusnya sekolah menumbuhkan sikap saling menghargai dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa dalam menjalankan hal yang diyakini dalam agamanya. “Kami akan minta sekolah untuk mencabut peraturan yang sifatnya menyulitkan siswa,” tambah Jazidie.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Nur Syam menuturkan, pelarangan

penggunaan jilbab merupakan hal yang aneh dan ironi terjadi di Indonesia. Di sejumlah negara di Eropa sudah membolehkan warganya menggunakan jilbab sebagai bagian dari identitas agama yang dipeluknya. “Sungguh ironis jika di Indonesia yang konon disebut sebagai negara yang plural dan multikultural, melakukan pelarangan terhadap siswa berjilbab di lembaga pendidikan,” jelasnya. (Ratih/Seno)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyiapkan upaya peningkatan kesejahteraan dosen melalui skema tunjangan profesi. Hal ini sebagai bagian dari komitmen pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan guru, dosen, dan tenaga kependidikan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor.

Selama ini, tunjangan profesi dosen setara dengan satu kali gaji. Kini sedang digodok formula tunjangan profesi yang dapat berimplikasi pada besaran tunjangan profesi dosen, bisa lebih dari satu kali gaji pokok, bergantung pada kinerja masing-masing dosen.

“Ke depan, bagi dosen yang telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu, besaran tunjangan tidak mesti satu kali gaji pokok, bisa lebih, sesuai dengan prestasi dan kinerjanya,” kata Mendikbud Mohammad Nuh, Rabu (15/1) sore.

Bagaimana skema dan kriterianya? Inilah yang kini masih dibahas oleh para pemimpin perguruan tinggi negeri bersama Dirjen Dikti. “Dengan model pendekatan semacam ini, maka dosen akan semakin dihargai atas prestasinya,” ujarnya.

Dalam upaya peningkatan kesejahteraan guru dan dosen, Kemdikbud tetap memerhatikan fakta, bahwa anggaran Kemdikbud yang mencapai sekitar Rp 360 triliun lebih, sebesar 70 persen untuk gaji pegawai, termasuk tunjangan. “Bisa dibayangkan jika upaya dalam memberikan kesejahteraan dalam bentuk pemberian tunjangan diperlakukan sama, tanpa pertimbangan-pertimbangan, maka anggaran pendidikan bisa habis hanya untuk gaji dan tunjangan,” kata Mendikbud. “Lalu bagaimana dengan program beasiswa, rehab kelas, dan kebutuhan pendidikan lainnya, yang juga memerlukan pendanaan?” lanjut Mendikbud bernada tanya.

Berkait dengan keinginan beberapa dosen yang mempermasalahkan Peraturan Presiden No. 88/2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kemdikbud, melalui jalur hukum, Mendikbud mempersilakannya, karena itu bagian dari hak setiap warga negara. (Sukemi)

Foto: Yus PIH

Foto: WJ PIH

Marsius Sitohang

Alya Farah Dian Pramita

Foto: Istimewa

Don’t jugde a book by it’s cover. Pepatah ini benar adanya, setidaknya bagi Alya Farah Dian Pramita, siswa kelas 4 SD Negeri Kleco I No. 7, Surakarta, Jawa Tengah. Apabila hanya melihat tubuh mungilnya, siapa sangka jika ia seorang atlet taekwondo. Gadis kecil berusia 9 tahun ini meraih gelar juara pertama dalam kejuaraan taekwondo untuk anak-anak seusianya di tingkat provinsi tahun 2013.

Perkenalan pertama Alya, demikian ia biasa disapa, dengan taekwondo terjadi secara sederhana. Rumahnya dekat dengan tempat kursus olahraga bela diri tersebut, lalu sang ayah memintanya menjadi anggotanya. Awalnya hanya mengikuti keinginan orangtua semata, tapi setelah berkali-kali latihan, akhirnya ia jatuh cinta juga pada jenis olahraga asal Korea Selatan tersebut.

“Orangtua meminta saya ikut kursus bela diri, terserah pilih antara karate, silat, dan taekwondo. Akhirnya saya pilih taekwondo,” ujar Alya kepada Asah Asuh di sekolahnya, Rabu (29/1) di Surakarta, Jawa Tengah.

Pilihannya tersebut mendapat dukungan langsung dari orangtuanya. Dari dukungan itulah, Alya yang lahir di Sukoharjo, 23 September 2004, kelak ingin menjadi atlet internasional. “Orangtua sebenarnya mau saya jadi dokter, tetapi ketika keinginan saya yang ingin menjadi atlet internasional, orangtua tetap mendukung saya,” tutur Alya yang menyukai pelajaran matematika ini.

Anak ke-2 dari 3 bersaudara ini mengatakan, ayah adalah sumber dukungan terbesar. Sebelum memulai pertandingan, ayahnya selalu mendoakan yang terbaik untuk dirinya, termasuk memberikan pesan yang selalu membuatnya merasa tidak terbebani. “Ayah selalu bilang, menang atau kalah tidak apa-apa, yang penting mainnya bagus,” ungkap Alya meniru perkataan ayahnya.

Dukungan yang besar itu tidak mau Alya sia-siakan. Meski harus berlatih selama kurang lebih 3 jam setiap Senin, Rabu, Kamis, Jumat, dan Minggu, Alya tidak merasa keberatan. Justru dirinya menikmati latihan taekwondo bersama dengan teman-teman kursus lainnya. Ia ingin membanggakan orangtuanya kelak ketika cita-citanya menjadi atlet internasional terwujud. Semoga. (Ratih)

Profesionalitas dan kesabaran Marsius Sitohang akhirnya membuahkan hasil. Selain diangkat menjadi dosen, tamatan kelas 2 sekolah dasar (SD) ini juga menjadi salah seorang penerima Anugerah Kebudayaan dan Penghargaan Maestro Seni Tradisi 2013 dari Kemdikbud.

Bagi pria 60 tahun yang lahir di Palipi, Samosir, Sumatera Utara, ini merupakan anugerah penghargaan yang teranyar diterimanya. Sebelumnya, ia juga pernah menerima penghargaan dari Gubernur Sumatera Utara, Pemerintah Perancis, Jepang, Belanda, dan Amerika Serikat.

Di daerah kelahirannya, nama Marsius Sitohang cukup dikenal. Lebih-lebih di lingkungan keluarga besar Universitas Sumatera Utara (USU). Sejak 1985, ia menjadi dosen honorer, mengajarkan main seruling pada mahasiswa Fakultas Etnomusikologi.

“Tidak perlu mengajar teori, cukup bermain musik saja,” kata Marsius, menirukan perkataan Rizaldi Siagian, Ketua Jurusan di Fakultas Etnomusikologi, ketika mengajaknya ikut mengajar di USU. Tawaran itu semula ia anggap sebagai kelakar khas Batak. Mana ada seseorang hanya tamat kelas 2 SD menjadi dosen?

Ternyata tawaran itu serius. Tanpa pikir panjang, ia menerima tawaran itu asal tidak diminta mengajarkan teori. “Aku sempat gugup, “ujar Marsius, mengenang ketika pertama kali memberi kuliah.

Di tengah kegugupannya itu, ia mendapat ide dadakan. Spontan, ia meniup seruling. “Apa yang harus aku ajar? Ya aku main seruling. Eh, ternyata mahasiswaku senang menerimaku, senang mendengar suara serulingku,” kata seniman yang juga mahir memainkan kecapi, serunai, garantung, taganing, dan gong.

“Kalau mahasiswa bertanya bagaimana notnya, aku tak bisa menjelaskannya, “tutur Marsius, jujur. Maka, mahasiswa pun dengan senang hati mencari notnya sendiri. Luar biasa. (Mangara)

Foto: Aline PIH