kimia analisis

19
Jenis – Jenis Detektor Detektor Konduktivitas Termal Salah satu detector yag banyak digunakan untuk GLC guna – umum adalah sel konduktivitas temal. Alat ini mengandung baik suatu filamen logam yang dipanaskan ( umumnya platina, campuran logam platina – rodium, atau wolfram ) maupun suatu termistor. Termistor adalah bantalan kecil yang disiapkan dengan menggabungkan campuran logam oksida, umunya dari mangan, kobal, nikel, dan runut logam lainnya. Biasanya ada suatu lapisan kaca tipis pelindung pada permukaan dan kawat – kawat halus campuran logam platina memberikan hubungan listrik. Sifat termistor yang penting dalam konteks saat ini adalah suatu koefisien temperatur resistansi listrik yang biasanya tidak besar. Elemen filament atau termistor dari detektor yang dipanaskan, pada kondisi lunak, memiliki temperature tertentu yang ditentukan oleh panas yang diberikan padanya dan laju hilangnya panas kedinding ruang yang mengelilinginya. Walaupun sejumlah kecil panas hilang melalui radiasi dan oleh konduksi melalui logam timah listrik, temperatur elemen tersebut ditentukan terutama oleh konduktivitas termal gas tersebut dalam ruang antara elemen dan dinding. Deteksi didasarkan pada fakta bahwa gas- gas yang berbeda memiliki konduktivitas termal yang berbeda. Bila komposisi gas tersebut berubah, temperatur elemen berubah, dan ini dicerminkan oleh perubahan dalam resistensi listrik elemen tersebut. Seperti ditunjukkan secara skematis dalam Gambar 17.1, detekor itu umumnya memiliki dua sisi, masing – masing dengan elemennya sendiri. Gas pembawa murni menelusuri satu sisi dari detektor, yang terletak didepan lubang injeksi sampel, sementara efluen kolom mengalir melalui sisi lainnya. Ini terlihat lengkap dalam Gambar 17.13, dimana satu jenis detektor yang memakai termistor digambarkan secara skematis.

Upload: cherrydevil

Post on 10-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kimia analisis

TRANSCRIPT

Page 1: Kimia analisis

Jenis – Jenis Detektor

Detektor Konduktivitas Termal Salah satu detector yag banyak digunakan untuk GLC guna – umum adalah sel

konduktivitas temal. Alat ini mengandung baik suatu filamen logam yang dipanaskan ( umumnya platina, campuran logam platina – rodium, atau wolfram ) maupun suatu termistor. Termistor adalah bantalan kecil yang disiapkan dengan menggabungkan campuran logam oksida, umunya dari mangan, kobal, nikel, dan runut logam lainnya. Biasanya ada suatu lapisan kaca tipis pelindung pada permukaan dan kawat – kawat halus campuran logam platina memberikan hubungan listrik. Sifat termistor yang penting dalam konteks saat ini adalah suatu koefisien temperatur resistansi listrik yang biasanya tidak besar.

Elemen filament atau termistor dari detektor yang dipanaskan, pada kondisi lunak, memiliki temperature tertentu yang ditentukan oleh panas yang diberikan padanya dan laju hilangnya panas kedinding ruang yang mengelilinginya. Walaupun sejumlah kecil panas hilang melalui radiasi dan oleh konduksi melalui logam timah listrik, temperatur elemen tersebut ditentukan terutama oleh konduktivitas termal gas tersebut dalam ruang antara elemen dan dinding. Deteksi didasarkan pada fakta bahwa gas- gas yang berbeda memiliki konduktivitas termal yang berbeda. Bila komposisi gas tersebut berubah, temperatur elemen berubah, dan ini dicerminkan oleh perubahan dalam resistensi listrik elemen tersebut.

Seperti ditunjukkan secara skematis dalam Gambar 17.1, detekor itu umumnya memiliki dua sisi, masing – masing dengan elemennya sendiri. Gas pembawa murni menelusuri satu sisi dari detektor, yang terletak didepan lubang injeksi sampel, sementara efluen kolom mengalir melalui sisi lainnya. Ini terlihat lengkap dalam Gambar 17.13, dimana satu jenis detektor yang memakai termistor digambarkan secara skematis.

Gambar 17.13 Diagram skematis suatu sel konduktivitas termal. Titik – titik hitam adalah bantalan termistor.

Page 2: Kimia analisis

Seperti yang telah disebutkan tadi, elemen – elemen detektor hanyalah merupakan resistansi listrik yang dipilih untuk koefisien temperatur resistansi listrik mereka yang biasanya tidak besar. Jadi sirkuit yang digabungkan dengan detektor konduktivitas termal sesuai dengan apa yang diharapkan dari fisika dasar mengenai pengukuran resistansi. Kedua resistansi dalam kedua sisi detektor adalah dua sisi dari suatu sirkuit jembatan Wheatstone, seperti ditunjukkan dalam Gambar 17.14. Sebelum injeksi sampel kedalam kromatogaf, gas pembawa murni mengalir melalui kedua sisi detektor, resistor yang dapat diatur diletakkan sehingga jembatan tersebut menjadi seimbang, yang memantapkan garis dasar pada grafik perekam. Setelah injeksi, bila suatu zat terlarut muncul dari kolom, nilai R tersebut, dalam Gambar 17.14 berubah, sementara resistansi yang lain tetap sama. Jembatan itu menjadi tidak seimbang, dan suatu tegangan nampak melintangi timah – timah tersebut bertanda ” Ke Perekam ” dalam gambar itu. Setelah zat terlarut melewati detektor, jembatan ke kesemimbangan mula –mula. Maka rekaman tegangan melintasi jembatan vs, waktu akan menghasilkan sebuah puncak seperti ditunjukan dalam gambar 17.3 untuk elusi dari masing – masing komponen sampel yang terpisah. Pada dasarnya, detektor konduktivitas termal memberi respons terhadap perubahan – perubahan konsentrasi zat terlarut dalam aliran gas pembawa, yang mencerminkan dengan cara yang mana konduktivitas termal dari campuran gas bergantung pada konsentrasi.

Gambar 17.14 Sirkuit jembatan Wheatstone untuk detektor konduktivitas termal Rr dan Rs adalah elemen – elemen beresistansi dalam sisi referensi dan sampel dari detektor Radj

dapat diatur oleh operator untuk menyeimbangkan jembatan.

Helium merupakan gas pembawa yang menarik dalam hubunganya dengan sel konduktivitas termal karena konduktivitas termalnya, seperti halnya hidrogen, jauh lebih besar daripada kebanyakan senyawa organik, dan tidak memilikki suatu bahaya ledakan. Jadi penampakan suatu zat terlarut yang dielusi pada detektor tersebut menyebabkan suatu perubahan temperatur elemen beresistansi yang jauh lebih besar daripada misalnya dalam kasus – kasus dengan nitrogen sebagai gas pembawa. Ini menunjukkan, tentu saja kepekaan yang lebih baik dalam mendeteksi pada batas deteksi bahwa. Beberapa nilai konduktivitas termal diberikan dalam tabel 17.2.

Page 3: Kimia analisis

Detektor konduktivitas termal relatif sederhana dan tidak mahal, dan bisa diandalkan. Kepekaanya cukup bagi banyak kegunaan. Kepekaan tersebut bisa ditingkatkan dengan menjalankan elemen – elemen tersebut pada temperatur yang lebih tinggi dengan memberikan suatu arus jembatan yang besar, tetapi ini melibatkan pengorbanan dalam hal harapan hidup elemen tersebut. Detektor ini secara umum, tidak bersifat menghancurkan ; sehingga zat terlarut itu dapat dipulihkan kembali tanpa berubah dan digunakan untuk peyelidikan lebih lanjut. Seperti dapat dilihat di Tabel 17.2, respons itu tidak sama untuk semua senyawa dan keakuratan pekerjaan kuantitatif membutuhkan kalibrasi dengan kuantitas zat terlarut yang sudah diketahui.

Tabel 17.2 Konduktivitas Termal Beberapa Gas dan Uap Organik Hidrogen 5.34Helium 4.16Metana 1.09

Nitrogen 0.75Etana 0.73

n- Butana 0.56Etanol 0.53

Benzena 044Aseton 0.42

Etil asetat 0.41Kloroform 0.25

Karbon tertaklorida 0.22

Catatan : Nilai tersebut dalam satuan kalori per detik yang dihubungkan melalui lapisan gas setebal 1 cm dengan luas 1 m2 pada suhu 100° dengan gradien 1° C/cm.

Detektor Pengionan NyalaDetektor ini dikembangkan dalam menanggapi kebutuhan dalam penerapan

tertentu, untuk kepekaan yang lebih tinggi dan waktu respons yang lebih cepat daripada yang diberikan oleh sel konduktivitas termal. Kepekaan suatu detektor bergantung bukan hanya pada jenisnya tetapi juga pada desain khusus dan cara pengoprasiannya. Maka suatu perbandingan angka yang tepat sulit, tetapi secara sangat kasar kita bisa menyatakan bahwa detektor pengionan nyala ini beberapa ratus sampai seribu kali lebih peka daripada detektor konduktivitas termal. Detektor ini digunakan sangat luas, walaupun masih nomor dua setelah konduktivitas termal. Sirkuit dalam detektor pengionan nyala lebih rumit daripada sirkuit jembatan sederhana yang baru saja kita bahas, dan kromatografi gas yang dilengkapi dengan detektor ini lebih mahal. Selain cepat dan peka, detektor ini lumayan stabil, linier pada rentang zat terlarut yang besar, dan responsif terhadap hampir semua senyawa organik, dan tidak responsif pada hampir semua senyawa inorganik termasuk air.

Prinsip dasar detektor pengionan nyala ini adalah sebagai berikut. Energi kalor dalam nyala hidrogen cukup untuk menyebabkan banyak molekul untuk mengionisasi. Gas efluen dari kolom dicampur dengan hidrogen dan dibakar pada ujung jet logam dalam udara berlebih. Suatu potensial diberikan antara jet itu sendiri dan elektroda kedua

Page 4: Kimia analisis

yang bertempat diatas atau sekitar nyala itu. Biasanya, jet itu merupakan elektroda positif. Ketika ion - ion dibentuk dalam nyala, ruang gas antara kedua elektroda menjadi lebih konduktif, dan arus yang meningkat mengalir dalam sirkuit. Arus ini melewati sebuah resistor, tegangan terbentuk yang dikuatkan untuk menghasilkan suatu isyarat yang diterima perekam. Hidrogen dapat berperan sebagai gas pembawa, walaupun lebih lazim menggunakan nitrogen, di mana hidrogen itu dimasukkan ke dalam aliran gas tepat didepan pembakar. Aspek – aspek utama dari penyususannya ditunjukkan secara skematis dalam Gambar 17.15.

Dengan detektor pengionan nyala, konsentrasi ion – ion dalam ruang antara elektroda dan besarnya arus tersebut bergantung pada laju di mana molekul – molekul zat terlarut dikirim ke nyala. Berat zat terlarut mencapai nyala dalam satuan waktu akan menghasilkan respons detektor yang sama berapapun tingkat pengencerannya oleh gas pembawa. Ini adalah dasar untuk pernyataan bahwa detektor ini memberi respons bukan pada konsentrasi zat telarut, tetapi pada laju alir massa zat terlarut tersebut. Juga harus diperhatikan bahwa detektor pengionan nyala ini bersifat menghancurkan komponen – komponen sampel, berlawanan dengan detektor – detektor fisika gas yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut.

Gambar 17.15 Diagram skematis detektor pengionan nyala dan sirkuit di dalamnya.

Walaupun pengionan nyala merupakan yang paling umum, bisa dikatakan bahwa tersedia detektor di mana molekul – molekul zat terlarut diionkan dengan sumber radioaktif. Dalam salah satu detektor tersebut, detektor penionan sinar – ß, sumbernya adalah pemancar sinar – ß seperti tritium ( 3 H ) atau 99 Sr. Energi kinetik partikel ß jauh lebih besar daripada energi yang dibutuhkan untuk mengionkan suatu molekul zat terlarut ; jadi serangakian ion – ion dihasilkan dengan tumbukan bertubi – tubi saat setiap partikel ß bergerak melalui gas yang mengalir ke detektor. Isotop – isotop yang memancarkan partikel – partikel ɑ juga telah digunakan sebagai sumber pengionan. Perhatian harus diberikan pada keamanan detektor – detektor tersebut: Bersama dengan tegangan berbahaya dalam detektor pengionan, sumber – sumber radioaktif merupakan suatu bahaya kesehatan dalam peristiwa kebocoran atau pelindungan yang tidak mencukupi.

Dewasa ini, detektor penangkapan elektron telah menjadi penting bagi tujuan tertentu.efluen kolom melewati suatu sel yang mengandung suatu sumber partikel – partikel ß biasanya kertas logam yang mengandung 63 NI ). Tumbukan molekul – molekul gas pembawa ( sering suatu campuran N2 dan CH4 ) dengan partikel – partikel tersebut menghasilkan ion – ion dan electron – electron sekunder, yang bergerak ke elektroda positif, menghasilkan suatu arus tertentu. Bila suatu zat terlarut yang dapat menangkap elektron berelusi dari kolom , ada penurunan arus tersebut yang berperan sebagai dasar untuk deteksi. Secara sangat kasar, detektor penangkapan elektron mungkin sekitar 1000 kali lebih peka dari detektor pengionan nyala, tetapi kelebihan penting lainnya dalam suatu penerapan tertentu adalah selektivitas. Detektor tersebut relatif tidak peka terhadap banyak senyawa hidrokarbon alkohol, amina, dan senyawa lain sementara merespons 100.000 sampai 1 juta kali lebih kuat terhadap senyawa - senyawa lain tertentu seperti

Page 5: Kimia analisis

spesies – spesies yang terhalogenasi secara berat. Ini terbukti sangat berguna untuk pendektesian partikel – partikel tertentu ( misalnya DTT, aldrin, dan dieldrin ) dalam sampel dimana kelebihan senyawa – senyawa lain yang besar menganggu kemampuan kolom dalam memisahkan.

PENERAPAN GLCDalam pembahasan teori GLC, kita menegaskan bahwa kolom adalah suatu alat

pemisahan. Tetapi kromatograf gas sebagai keseluruhannya, karena mendeteksi dan merekam pita elusi, merupakan suatu instrumen analisis yang memberikan informasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif mengenai komponen – komponen sampel tersebut.

Identifikasi Senyawa

Dengan suatu kolom tertentu dan dengan semua variabelnya, seperti temperatur dan laju alir yang dikendalikan secara cermat, waktu retensi atau volume retensi suatu zat terlarut merupakan suatu besaran dari zat terlarut tersebut, seperti halnya titik didih atau indeks bias adalah besaran. Ini menunjukkan sifat retensi dapat digunakan untuk mengetahui suatu senyawa, namun harus dinyatakan ini bukan merupakan fitur utama dari kromatograf gas. Instrumen – instrumen seperti spektometer massa, spektometer inframerah, dan spektometer nmr memberikan informasi yang lebih banyak tentang sifat dari suatu senyawa yang tak diketahui. Sebenarnya bagi seorang analis yang memulai dari awal, dengan tidak adanya informasi tentang sampel atau kapan sampel itu datang, akan sangat tidak mungkin untuk mengetahui komponen – komponen dengan waktu retensinya saja. Ribuan senyawa yang telah diketahui memberikan terlalu banyak kemungkinan untuk dipilih. Dalam kasus tersebut, pendekatan terbaik memakai kemampuan dua instrumen. Misalnya, kromatograf itu digunakan untuk memisahkan komponen – komponen campuran sampel, dan kemudian komponen – komponen tersebut dimasukkan berurutan kedalam spektometer massa. Berbagai alat inerface untuk melaksanakannya secara otomatis telah dideskripsikan. Data spektrum massa itu ditangani dengan suatu komputer yang bisa menampilkan berbagai identitas yang mungkin dari senyawa – senyawa. Lihat kotak 19.1 untuk pengenalan singkat terhadap spektrometer massa dan penerapannya sebagai suatu detektor dalam yang biasa disebut GC – MS, GC – IR merupakan ” teknik bergaris penghubungan ” lain dimana detektornya memberikan informasi tentang sifat kimiawi dari efluen kolom, dalam kasus inni dengan memantau pita – pita absorpsi.

Sebaliknya analis tersebut tidak selalu dihadapkan dengan suatu sampel yang tak diketahui sama sekali. Sumber sampel dan sejarahnya bisa memungkinkan dugaan – dugaan yang wajar mengenai beberapa komponen tersebut. Dalam kasus seperti, suatu perbandingan waktu retensi dengan senyawa – senyawa yang diketahui dapat memastikan identitas beberapa komponen tersebut. Identifikasi tersebut mungkin dikoreksi jika mematok sampel dengan suatu senyawa yang diketahui tidak mengarah ke pita elusi tambahan dengan beberapa kolom berbeda pada beberapa temperatur.

Page 6: Kimia analisis

Kadang – kadang seperti dalam penyaringan massa untuk penyalahgunaan obat – obatan, sampel akan mula – mula diuji pada GLC biasa yang ( relatif ) tidak mahal : kemudian hasil pita elusi yang dianggap “ mungkin “ akan diteliti lebih lanjut dengan suatu teknik yang memberikan kepastian struktur kimia yang lebih tepat pada waktu retensi yang mencurigakan.

Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dengan GLC tergantung pada hubungan anatara jumlah suatu zat terlarut dan ukuran dari pita elusi yang dihasilkan. Secara umumum, dengan detektor diferensial ( yang hampir selalu dipakai ), ukuran jumlah zat terlarut yang paling baik adalah luas dibawah pita elusi. Zat – zat terlarut dengan waktu retensi yang sangat rendah menghasilkan pita – pita tajam yang sempit, dalam kasus dimana tinggi pita bisa menjadi suatu pengukuran yang mencukupi. Sebaliknya integrasi semacam itu dibutuhkan untuk memperoleh luasnya. Kepekaan detektor berbeda untuk berbagai senyawa – senyawa : ini bisa dilihat di tabel 17.2 untuk sel konduktivitas termal dan yang sama adalah benar bagi detektor – detektor lain. Jadi tidak mungkin menghubungkan luas suatu pita elusi dengan jumlah zat terlarut selain dengan kalibrasi dengan sampel yang telah diketahui. Setelah selesai, kita bisa tulis

Jumlah zat terlarut = faktor kalibrasi x luas di bawah pita elusi

Satuan luas yang digunakan tidak menimbulkan perbedaan sehingga faktor kalibrasi tersebut sesuai.

Mengukur luas di bawah pita elusi itu membosankan dan tidak tepat dalam GLC saat ini. Sekarang, sistem data berbasis komputer telah dilakukan seluruhnya pada langkah ini. Suatu pengubahan dari analog ke digital mengubah isyarat listrik dari detektor tersebut kedalam ” hitungan ” digital yang diproses dengan perangkat lunak komputer untuk menghasilkan suatu cekatan waktu retensi, luas dan ( berdasarkan pada faktor kalibrasi tersimpan ) konsetrasi.

Keserbagunaan GLC

Ada begitu banyak penerapan GLC yang memampukan, dalam ruang yang ada, segala hal yang lebih menyeluruh daripada membuat daftar beberapa sampel. Setiap tahun diterbitkan ribuan makalah di mana GLC sedikit banyak disebutkan dan teknik ini telah menyebar ke bidang – bidang di luar kimia.

Walaupun cerita – cerita baru tidak selalu menggambarkan metodologinya. GLC tampil menonjol dalam pekerjaan laboratorium pada topik – topik yang sedang banyak diminati. Misalnya, Badan Perlindungan Lingkungan ( EPA ) melakukan suatu program pemantauan kadar pestisida dalam tanah, air tanah, dan sampel – sampel semacamnya. Pendekatan umumnya melibatkan pengekstrasian sampel untuk mengkonsentrasikan analit dalam suatu pelarut organik yang sesuai dan mengkromatografkan ekstrak tersebut. Sisa – sisa hormon yang digunakan untuk mendorong pertumbuhan binatang diukur dalam sampel daging dengan cara yang sama, dan ekstrak spesimen urin juga sama diuji dengan GLC dalam program penyaringan obat – obatan. Dan kadang – kadang kita perlu

Page 7: Kimia analisis

untuk diingakan kembali bahwa ribuan kromatogram yang tidak terhitung banyaknya direkam setiap hari dalam laboratorium di mana GLC merupakan suatu alat rutin dalam penelitian – penelitian yang lebih membosankan.

Pembatasan GLCPembatasan yang utama adalah volatilitas. Sampel itu harus mempunyai tekanan

uap yang cukup pada temperatur kolom tersebut dan ini segera menghilangkan banyak jenis sampel. Suatu perhitungan yang aktual tidak mungkin dilakukan, tetapi sudah diperkirakan bahwa sekitar 20 % senyawa kimia yang diketahui kurang cukup votail, antara lain asam amino, peptida, protein vitamin , koenzim, karbohidrat, dan asam nukleat. Namun kadang – kadang adalah mungkin untuk mengubah komponen – komponen sampel yang tidak votail menjadi turunan – turunan votail yang kemudian dapat dikromatografkan. Jelas suatu langkah awal kimia yang sulit dan memakan waktu akan menurunkan kecepatan dan kemudahan dari analisis kromatografi: maka dari itu ada suatu pencarian reagen dan kondisi reaksi yang terus menerus yang akan menurunkan semua komponen sampel secara cepat, bersih, dan kuantitatif. Misalnya banyak penelitian telah diarahkan menuju persiapan turunan – turunan asam amino yang votail. Ini melibatkan reaksi – reaksi yang baik gugus karboksil, seperti pembentukan metil atau akil ester lain, maupun gugus amino, seperti pembentukan turunan trifluoroasetil. Dalam tahun – tahun belakangan ini, turunan trimetilsilil yang votail dari asam, alkohol, amina, monosakarida, dan banyak senyawa – senyawa lain yang telah dipelajari secara mendalam.

Kebanyakan sampel – sampel organik tidak cukup volatil untuk penerapan langsung GLC, walaupun beberapa penelitian telah dilakukan pada temperatur yang sangat tinggi menggunakan garam yang dilelehkan atau campuran eutektik sebagai fasa cair stasioner. Halida – halida beberapa unsur seperti timah, titanium, arsen, dan antimoni agak volatil dan telah dipisahkan dengan GLC. Sejumlah logam seperti berilium, aluminium, tembaga, besi, kromium, dan kobal telah diuji pada GLC dalam bentuk senyawa –senyawa selit yang agak volatil dengan asetilaseton dan turunan – turunan terfluorinasinya.8 Misalnya aluminium, besi, dan tembaga sudah ditentukan dalam paduan logam dengan pelarut sampel yang diikuti dengan ekstraksi logam tersebut menjadi suatu larutan kloroform dari trifluoroasetilaseton yang kemudian dikromatografkan.9 Kesalahan relatif dilaporkan sekitar 0.2 sampai 3%.

8 R. W. Moshier dan R. E. Sievers, Gas Chromatography of Metal Chelates, Pergamon Press, Inc., New York, 19659 R. W. Moshier dan J. E. Schwarberg, Talanta, 13, 445 ( 1966 )

Page 8: Kimia analisis

Pirolisis Kromatografi Gas

Teknik yang disebut pirolisis kromatografi gas merupakan suatu pengecualian terhadap persyaratan volatilatis sampel. Penerapannya antara lain dalam karaktrisasi tar, cat, film dan serat sintesis, dan bahan plastik lainnya. Sampel itu dipanaskan sangat cepat hingga temperatur yang tinggi dalam suatu atmosfir yang inert ( tak beroksidasi ). Laju pemanasan dan temperatur akhir berbeda – beda dengan peralatannya, jenis sampelnya, dan sifat penelitiannya.Beberapa metode dipakai, antara lain menyinari permukaan sapel dengan suatu gelombang sinar laser, hanya memanaskan dalam tanur, dan menggunkan peningkatan temperatur yang cepat dalam interaksi dengan suatu olisator berfrekuensi tinggi dengan suatu logam feromagnetik. Dalam kasus terakhir, suatu fluks magnetik yang berubah dimasukkan kedalam kawat logam, biasanya nikel, besi, kobal, atau suatu campuran dua logam tersebut atau lebih: arus eddy dipermukaankawat dan kehilangan histeresis menyebabkan suatu peningkatan temperatur yang cepat hingga beberapa ratus derakat dalam beberapa milidetik saja. Pada karakteristik temperatur bahan kawat, yang disebut titik curie, suatu transisi dari feromagnetisme ke paramagnetisme terjadi, absorpsi energi berhenti, dan peningkatan temperatur dihentikan. Dengan pemirolisis titik curie, sampel tersebut biasanya dilapisi pada bagian permukaan kawat.

Mungkin metode pirolisis yang paling lazim adalah menggunakan suatu filamen logam, biasanya platina yang dipanaskan dengan suatu arus listrik. Sampel tersebut bisa ditempatkan dalam penurunan kecil dalam suatu segmen pita platina. Unit yang paling cangggih memberikan peningkatan temperatur yang sangat cepat hanya dalam beberapa milidetik, diikuti dengan penjagaan pada tingkat yang tetap, tetapi waktu yang beberapa detik lebih biasa.

Produk gas dari dekomposisi termal sampel disapu dalam kolom kromatografi dengan mengalirkan gas pembawa melalui katup yang sesuai, dan suatu kromatogram direkam seperti biasa. Dalam beberapa kasus, produk – produk pirolisis bisa berupa senyawa yang diketahui, tetapi sering suatu pola yang kompleks diperoleh dengan banyak pita – pita elusi yang tak diketahui. Terlepas dari kesulitan suatu intepretasi kimia yang lengkap, kromatogram tersebut bisa dibuat ulang dan karakteristik bahan awal yang tinggi itu merupakan ” sidik jari ”.

Suatu penerapan GC pirolisis yang menarik adalah dalam identifikasi bakteri, suatu teknik yang dipelopori oleh Reiner.10 Dalam suatu contoh, karakteristik organisme Salmonella digambarkan. Sel – sel kultur dipanen, dicuci bebas dari media kultur, dan diputar sentrifugal. Sel – sel isian yang basah dikering – bekukan, dan suatu sampel sekitar 80 µg bakteri kering diuji pada GC pirolisis. Empat puluh tujuh spesies Salmonella digolongkan dengan tepat dengan pengujian kromatogram. Korelasi diamati antara pita – pita GLC dan pengelompokaan serologi dan biokimia tradisional. Dianggap bahwa beberapa perbedaan dalam karakteristik pola pita – pita GLC timbul dari perbedaan – perbedaan spesies dalam gula heksosa yang, dalam bentuk polimernya, merupakan bagian dari dinding sel bakteri tersebut.

10Lihat misalnya, E. Reiner. Nature ( London ). 206. 1272 ( 1965 ); E. Reiner dan W. H. Ewing. Ibid., 217, 191 ( 1968 ); E. Reiner dan G. P. Kubica, Amer. Rev. Reps. Dis., 99, 42 ( 1969 ); E. Reiner. Anal. Chem., 44. 1058 ( 1972 ).

Page 9: Kimia analisis

Gambar 17.16 menunjukkan beberapa pirokromatogrm masing – masing dari suatu penelitian beberapa spesies mikobakteri. Seseorang melihat perbedaan tertentu yang jelas pada pandangan pertama, seperti ketiadaan puncak 29 dalam beberapa organisme dan variasi disekitar puncak 24, tetapi identifikasi yang tepat umumya berdasarkan pada pengujian pola yang cermat melibatkan bukan saja kehadiran puncak – puncak tetapi rasio satu dengan lainnya. Seringkali puncak - puncak yang lebih kecil adalah yang paling tepat.

Page 10: Kimia analisis

Gambar 17.16 Pirokromatogram masing – masing dari mikrobakteri yang dikeringkan – bekukan. Grafik batang di sebelah kanan menunjukkan beberapa pusat – pusat puncak kunci pada suatu kertaas grafik skala jarak tinggi dengan tinggi puncak dinormalisasikan untuk berat sampel. Pirolisis: 10 detik, dihentikan pada 840°C, diikuti dengan periode isotermal. [ Direproduksi dengan ijin dari E. Reiner dan G. P. Kubica, Amer. Rev. Dis., 99 (1969 ).]

Page 11: Kimia analisis

ISTILAH KUNCI

Batas Deteksi. Kuantitas zat terlarut yang menghasilkan pita elusi yang tepat cukup besar sehingga bisa dibedakan dari noise secara andal. Detektor sebenarnya berespons tidak pada kuantitas zat terlarut, melainkan pada konsentrasi dalam gas pembawa atau pada laju aliran lewat detektor, dan karenanya, lebih tepat dikatakan bahwa kuantitas zat terlarut berhubungan dengan luas pita elusi bukannya dengan tingginya. Tetapi, terutama dalam penanganan awal ( sederhana ), kita bicara mengenai kuantitas zat terlarut yang memberikan tinggi puncak diatas tingkat noise, ini menghindari banyak kerumitan, dan kita tak menghadapi masalah karena untuk kromatogram yang baik dengan pita elusi yang tajam, tidaklah terlalu salah bila dikatakan tinggi pita sebanding dengan luas dan karenanya dengan kuantitas. Dengan menghubungkan kuantitas yang dapat terdeteksi dari suatu zat terlarut dengan tinggi puncak relatif terhadap noise, kita sampai pada batas bawah untuk suatu analisis pada kondisi kita, termasuk baik kepekaan detektor maupun derajat penyebaran pita di dalam kolom. Biasanya disarankan agar batas deteksi dikaitkan dengan suatu tinggi puncak zat yang terlarut yang dua kali lebih besar dari tingkat noise puncak ke puncak dari sistem deteksi itu. Lihat noise.

Noise. Fluktuasi listrik yang tidak mengandung informasi mengenai komposisi sistem kimia yang diminati. ( Lihat Gambar 17.12 untuk tingkat noise ”puncak – ke – puncak”).

Detektor. Suatu piranti yang menanggapi perubahan sifat efluen kolom yang disebabkan oleh hadirnya komponen – komponen sampel: respons itu berbentuk keluaran listrik yang dihasilkan bial fasa geraknya murni. Respons listrik yang mengandung informasi mengenai komposisi efluen disebut isyarat.

Detektor diferensial. Suatu detektor yang memberikan respons terhadap konsentrasi atau laju aliran zat terlarut: keluaranya pada tiap saat tidak mengandung informasi simpanan mengenai apa saja yang ” terlihat ” sebelumnya. Kromatogram merupakan sederatan pita atau puncak, dan isyarat itu haruslah diintegrasikan sepanjang waktun transit dari suatu pita keseluruhan untk memperoleh suatu bilangan yang berbanding lurus dengan kuantitas zat terlarut.

Detektor intergal. Suatu detektor yang keluarannya pada tiap saat berhubungan dengan kuantitas total ( bukan konsentrasi atau laju aliran massa ) dari zat terlarut yang melewatinya. Kromatogram lebih mirip dengan sederetan tingkat ketimbang dengan puncak. Detektor intergal jarang digunakan dalam praktek modern (lihat Gambar 17.10).

Detektor pengionan nyala. Suratu detektor GLC yang berespon terhadap penghantaran oleh ion – ion gas yang dihasilkan oleh eksitasi termal dalam suatu nyala.

Difusi longitudinal. Suatu faktor pelebaran pita dalam kromatografi yang disebabkan oleh gerakan acak molekul.zat terlarut berbentuk gas berpindah mengikuti gradien konsentrasi ke dalam porsi – porsi fasa gerak yang berdampingan. ( laju difusi begitu jauh lebih besar dalam fasa gas dibandingkan dengan dalam cairan, sehingga hanya difusi gas yang penting dalam aspek pelebaranpita ini ).

Page 12: Kimia analisis

Fasa stasioner. Dalam GLC adalah cairan yang tak dapat gerak ( immobilized ).

Gas pembawa. Dalam kromatografi gas merupakan fasa gerak. Aliran gas pembawa menggerakkan komponen – komponen sampel sepanjang kolom: kesetimbangan antara gerakan ini dan hambatan oleh fasa stasioner berbeda – beda untuk pelbagai komponen sampel dan merupakan dasar pemisahan. Gas pembawa yang paling lazim adalah He dan N2.

GLC pirolisis. Suatu teknik di mana bahan tak – atsiri diidentifikasikan dan dicirikan oleh pola dalam kromatogram yang dihasilkan oleh gas hasil proses penguraian termal.

GLC temperatur – terprogram. Operasi di mana peratur kolom dinaikan selama percobaan kromatografi berlangsung. Istilah yang berlawanan ialah ” GLC isotermal ” di mana temperatur tetap konstan.

HETP ( Tinggi Ekivalen Lempeng Teoritis ). Panjang kolom yang mencapai pemisahan dua zat terlarut yang sama seperti pemisahan yang akan terjadi dalam satu langkah penyetimbangan batch. Lihat lempeng teoritis.

Hukum Henry. Tekanan parsial suatu zat terlarut dalam fasa uap yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan encer zat terlarut itu dalam sesuatu pelarut, akan berbanding lurus dengan konsetrasinya dalam larutan encer itu. Dalam kimia fisika, seringkali konsentrasi itu dinyatakan sebagai fraksi mol; jadi

PiA = kiAXi

Dengan PiA ialah tekanan parsial zat terlarut i diatas suatu larutan i dalam pelarut A, dan Xi ialah fraksi mol zat terlarut itu dalam larutam. Subskrip pada tetapan hokum Henry, kiA,

menekankan bahwa nilai nemerik k bergantung pada zat terlarut i dan pelarut A.

Isoterm. Suatu grafik yang menunjukkan bagimana konsentrasi suatu zat terlarut dalam satu fasa berubah – ubah dalam konsentrasinya dalam fasa kedua, bila kedua fasa itu berada dalam kesetimbangan. Disebut demikian karena semua titik pada kurva itu diukur pada temperatur yang sama.

Kepekaan ( dari suatu detektor ). Arah lereng, dR/dQ, dari suatu grafik ( dari ) respons listrik suatu detektor lawan kuantitas yang diukur, seperti misalanya konsentrasi zat terlarut dalam gas pengemban pada puncak suatu pita elusi. Kadang – kadang kita menghubungkan kepekaan dengan.

Page 13: Kimia analisis